refer at

33
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. IMPETIGO KRUSTOSA DEFINISI Impetigo krustosa adalah pioderma superfisialis yang disebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus. (Hamzah, 2011) EPIDEMIOLOGI Terjadinya penyakit impetigo krustosa di seluruh dunia tergolong relatif sering. Penyakit ini banyak terjadi pada anak - anak kisaran usia 2-5 tahun dengan rasio yang sama antara laki-laki dan perempuan. Di Amerika, impetigo merupakan 10% dari penyakit kulit anak yang menjadi penyakit infeksi kulit bakteri utama dan penyakit kulit peringkat tiga terbesar pada anak. Di Inggris kejadian impetigo pada anak sampai usia 4 tahun sebanyak 2,8% pertahun dan 1,6% pada anak usia 5-15 tahun. (Anonymous, 2013) Impetigo krustosa banyak terjadi pada musim panas dan daerah lembab, seperti Amerika Selatan yang merupakan daerah endemik dan predominan, dengan puncak insiden di akhir musim panas. Anak-anak prasekolah dan sekolah paling sering terinfeksi. Pada usia dewasa, laki-laki lebih banyak dibanding perempuan. (Anonymous, 2013) ETIOLOGI Biasanya Streptococcus β-Hemolyticus dan Staphylococcus aureus. (Hamzah, 2011)

Upload: ami

Post on 06-Dec-2014

41 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

referat pioderma word

TRANSCRIPT

Page 1: Refer At

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. IMPETIGO KRUSTOSA

DEFINISI

Impetigo krustosa adalah pioderma superfisialis yang disebabkan oleh bakteri

Staphylococcus aureus. (Hamzah, 2011)

EPIDEMIOLOGI

Terjadinya penyakit impetigo krustosa di seluruh dunia tergolong relatif sering.

Penyakit ini banyak terjadi pada anak - anak kisaran usia 2-5 tahun dengan rasio yang

sama antara laki-laki dan perempuan. Di Amerika, impetigo merupakan 10% dari

penyakit kulit anak yang menjadi penyakit infeksi kulit bakteri utama dan penyakit

kulit peringkat tiga terbesar pada anak. Di Inggris kejadian impetigo pada anak

sampai usia 4 tahun sebanyak 2,8% pertahun dan 1,6% pada anak usia 5-15 tahun.

(Anonymous, 2013)

Impetigo krustosa banyak terjadi pada musim panas dan daerah lembab, seperti

Amerika Selatan yang merupakan daerah endemik dan predominan, dengan puncak

insiden di akhir musim panas. Anak-anak prasekolah dan sekolah paling sering

terinfeksi. Pada usia dewasa, laki-laki lebih banyak dibanding perempuan.

(Anonymous, 2013)

ETIOLOGI

Biasanya Streptococcus β-Hemolyticus dan Staphylococcus aureus. (Hamzah, 2011)

GEJALA KLINIS

Impetigo krustosa, terutama terdapat pada neonatus dan anak yang lebih besar,

ditandai oleh pembentukan vesikel (gelembung berisi cairan dengan diameter <0,5cm)

yang cepat berubah menjadi bula (gelembung berisi cairan berdiameter >0,5cm) yang

lunak. Impetigo ini tidak disertai gejala umum. Tempat predileksi di muka, yakni di

sekitar lubang hidung dan mulut karena dianggap sumber infeksi dari daerah tersebut.

Pada permulaan bula berisi cairan kuning yang kemudian berubah menjadi cairan

kuning pekat dan keruh. Kelainan kulit berupa eritema dan vesikel yang cepat

memecah sehingga jika penderita datang berobat yang terlihat ialah krusta tebal

Page 2: Refer At

berwarna kuning seperti madu. Jika dilepaskan tampak erosi di bawahnya. Sering

krusta menyebar ke perifer dan sembuh di bagian tengah. Atap dari bula pecah dan

meninggalkan gambaran “collarette” pada pinggirnya. Krusta “varnishlike” terbentuk

pada bagian tengah yang jika disingkirkan memperlihatkan dasar yang merah dan

basah. (Hamzah, 2011)

Bila impetigo menyertai kelainan kulit lainnya maka, kelainan itu dapat menyertai

dermatitis atopi, varisela, gigitan binatang dan lain-lain. Lesi dapat lokal atau tersebar,

seringkali di wajah atau tempat lain, seperti tempat yang lembab, lipatan kulit, ketiak

atau lipatan leher. Tidak ada pembengkakan kelenjar getah bening di dekat lesi.

(Hamzah, 2011)

Pada bayi, lesi yang luas dapat disertai dengan gejala demam, lemah, diare. Jarang

sekali disertai dengan radang paru, infeksi sendi atau tulang. Bentuk impetigo bulosa

yang luas dan berat ialah pemfigus neonatorum (penyakit Ritter) yang sering disertai

demam. (Hamzah, 2011)

GAMBAR 1. Tampak bercak eritematosa berukuran numuler berbatas tegas sampai

tidak tegas tertutup krusta warna kuning kecoklatan dan terdapat erosi regio manus

dextra digiti IV dan V.

PEMERIKSAAN KULIT

Lokalisasi: daerah yang terpajan, terutama wajah (sekitar hidung dan mulut),

tangan, leher dan ekstrimitas.

Page 3: Refer At

Efloresensi/sifat-sifatnya: Makula eritematosa miliar sampai lentikular, difus,

anular, sirsinar; vesikel dan bula lentikular difus; pustula miliar sampai lentikular;

krusta kuning kecoklatan, berlapis-lapis, mudah diangkat.

DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis banding untuk impetigo krustosa adalah (Hamzah, 2011):

Ektima: ulkus superficial dengan krusta berwarna kuning diatasnya.

Pemfigus: biasanya bula berdinding tebal, dikelilingi oleh daerah eritematosa

dan keadaan umum buruk.

Impetigenisasi: menunjukkan pula gejala-gejala penyakit primer dengan gejala

konstitusi berupa demam dan malaise.

Tinea sirsinata: jika lepuh pecah, bagian tepi masih menunjukkan adanya lepuh,

tetapi bagian tengah menyembuh.

PENGOBATAN

Terapi lokal:

Penderita diberikan antibiotik topikal bila lesi terbatas, terutama pada wajah dan

penderita sehat secara fisik. Pemberian obat topikal ini dapat sebagai profilaksis

terhadap penularan infeksi pada saat anak melakukan aktivitas disekolah atau

tempat lainnya. Antibiotik topikal diberikan 2-3 kali sehari selama 7-10 hari.

(Anonymous, 2013)

o Mupirocin

Mupirocin (pseudomonic acid) merupakan antibiotik yang berasal dari

Pseudomonas fluorescent .Mekanisme kerja mupirocin yaitu menghambat

sintesis protein (asam amino) dengan mengikat isoleusil-tRNA sintetase

sehingga menghambat aktivitas coccus Gram positif seperti Staphylococcus

dan sebagian besar Streptococcus. Salap mupirocin 2% diindikasikan untuk

pengobatan impetigo yang disebabkan Staphylococcus dan Streptococcus

pyogenes.

o Asam Fusidat

Asam Fusidat merupakan antibiotik yang berasal dari Fusidium coccineum.

Mekanisme kerja asam fusidat yaitu menghambat sintesis protein. Salap atau

krim asam fusidat 2% aktif melawan kuman gram positif dan telah teruji sama

efektif dengan mupirocin topikal.

Page 4: Refer At
Page 5: Refer At

o Bacitracin

Baciracin merupakan antibiotik polipeptida siklik yang berasal dari Strain

Bacillus Subtilis. Mekanisme kerja bacitracin yaitu menghambat sintesis

dinding sel bakteri dengan menghambat defosforilasi ikatan membran lipid

pirofosfat sehingga aktif melawan coccus Gram positif seperti Staphylococcus

dan Streptococcus. Bacitracin topikal efektif untuk pengobatan infeksi bakteri

superfisial kulit seperti impetigo.

o Retapamulin

Retapamulin bekerja menghambat sintesis protein dengan berikatan dengan

subunit 50S ribosom pada protein L3 dekat dengan peptidil transferase. Salap

Retapamulin 1% telah diterima oleh Food and Drug Administraion (FDA)

pada tahun 2007 sebagai terapi impetigo pada remaja dan anak-anak diatas 9

bulan dan telah menunjukkan aktivitasnya melawan kuman yang resisten

terhadap beberapa obat seperti metisilin, eritromisin, asam fusidat, mupirosin,

azitromisin

Terapi sistemik:

Pemberian antibiotik sistemik pada impetigo diindikasikan bila terdapat lesi yang

luas atau berat, limfadenopati, atau gejala sistemik. (Anonymous, 2013)

a. Pilihan Pertama (Golongan ß Lactam)

Golongan Penicilin (bakterisid)

o Amoksisilin+ Asam klavulanat

Dosis 2x 250-500 mg/hari (25 mg/kgBB) selama 10 hari.

Golongan Sefalosporin generasi-ke1 (bakterisid)

o Sefaleksin

Dosis 4x 250-500 mg/hari (40-50 mg/kgBB/hari) selama 10 hari.

o Kloksasilin

Dosis 4x 250-500 mg/hari selama 10 hari.

Page 6: Refer At

b. Pilihan Kedua

Golongan Makrolida (bakteriostatik)

o Eritromisin

Dosis 30-50mg/kgBB/hari.

o Azitromisin

Dosis 500 mg/hari untuk hari ke-1 dan dosis 250 mg/hari untuk hari

ke-2 sampai hari ke-4.

PENCEGAHAN

Mandi teratur dengan sabun dan air (sabun antiseptik dapat digunakan, namun

dapat mengiritasi pada sebagian kulit orang yang kulit sensitif)

Higiene yang baik, mencakup cuci tangan teratur, menjaga kuku jari tetap

pendek dan bersih

Jauhkan diri dan orang dengan impetigo

Orang yang kontak dengan orang yang terkena impetigo segera mencuci

tangan dengan sabun dan air mengalir.

Cuci pakaian, handuk dan sprei dari anak dengan impetigo terpisah dari yang

lainnya. Cuci dengan air panas dan keringkan di bawah sinar matahari atau

pengering yang panas. Mainan yang dipakai dapat dicuci dengan disinfektan.

Gunakan sarung tangan saat mengoleskan antibiotik topikal di tempat yang

terinfeksi dan cuci tangan setelah itu.

KOMPLIKASI

Impetigo biasanya sembuh tanpa penyulit dalam dua minggu walaupun tidak

diobati. Komplikasi berupa radang ginjal pasca infeksi streptokokus terjadi pada 1-5%

pasien terutama usia 2-6 tahun dan hal ini tidak dipengaruhi oleh pengobatan

antibiotik. Gejala berupa bengkak dan tekanan darah tinggi, pada sepertiga terdapat

urin seperti warna teh. Keadaan ini umumnya sembuh secara spontan walaupun

gejala-gejala tadi muncul. (Harahap, 2000)

Komplikasi yang jarang terjadi adalah infeksi tulang (osteomielitis), radang paru-

paru (pneumonia), selulitis, psoriasis, staphylococcal scalded skin syndrome, radang

pembuluh limfe atau kelenjar getah bening. (Harahap, 2000)

Page 7: Refer At

PROGNOSIS

Pada beberapa individu, bila tidak ada penyakit lain sebelumnya impetigo

krustosa dapat membaik spontan dalam 2-3 minggu. Namun, bila tidak diobati

impetigo krustosa dapat bertahan dan menyebabkan lesi pada tempat baru.

(Anonymous, 2013)

B. IMPETIGO BULOSA

DEFINISI

Impetigo bulosa adalah suatu bentuk impetigo dengan gejala utama berupa lepuh-

lepuh berisi cairan kekuningan dengan dinding tegang, terkadang tampak hipopion.

(G, John, 2007)

EPIDEMIOLOGI

Insiden impetigo ini terjadi hampir di seluruh dunia. Paling sering mengenai usia

2-5 tahun, umumnya mengenai anak yang belum sekolah, namun tidak menutup

kemungkinan untuk semua umur dimana frekuensi laki-laki dan wanita sama.  Di

Inggris kejadian impetigo pada anak sampai usia 4 tahun sebanyak 2,8% pertahun dan

1,6% pada anak usia 5-15 tahun. Impetigo nonbullous atau impetigo krustosa meliputi

kira-kira 70 persen dari semua kasus impetigo. Di Belanda, insidensi impetigo

meningkat dari 16,5 (1987) menjadi 20,6 (2001) per 1000 penduduk. Kebanyakan

kasus ditemukan di daerah tropis atau beriklim panas serta pada negara-negara yang

berkembang dengan tingkat ekonomi masyarakatnya masih tergolong lemah atau

miskin. (G, John, 2007)

ETIOLOGI

Impetigo bulosa disebabkan oleh toksin epidermolitik yang dihasilkan pada titik

infeksi, dimana paling sering oleh Staphylococcus faga grup II (Staphylococcus

aureus). Toksin menyebabkan pembelahan intraepidermal dibawah atau didaerah

stratum granulosum. (G, John, 2007)

Impetigo bulosa menyebar melalui kontak langsung dengan lesi (daerah kulit yang

terinfeksi). Pasien dapat lebih jauh menginfeksi dirinya sendiri atau orang lain setelah

menggaruk lesi. Infeksi seringkali menyebar dengan cepat pada tempat dengan

higiene yang buruk atau tempat tinggal yang padat penduduk. Faktor predisposisi

antara lain kontak langsung dengan pasien impetigo, kontak tidak langsung melalui

handuk, selimut, atau pakaian pasien impetigo, cuaca panas maupun kondisi

Page 8: Refer At

lingkungan yang lembab, kegiatan/olahraga dengan kontak langsung antar kulit,

pasien dengan dermatitis. (G, John, 2007)

PATOFISIOLOGI

Impetigo bulosa (impetigo staphylococcal) disebabkan oleh Staphylococcus

aureus yang menghasilkan racun eksfoliatif serta mengandung protease serin yang

berkerja pada desmoglein 1, yaitu suatu ikan peptide penting yang terikat pada

molekul yang menahan sel epidermal secara bersamaan. Proses ini memungkinkan

bakteri Staphylococcus aureus untuk menyebar dibawah stratum korneum dan

kemudian mengeluarkan toksin yang akan menyebabkan epidermis terpisah dari

stratum granulosum. Lesi yang besar kemudian terbentuk pada bagian epidermis

dengan sebukan neutrofil dan sering terjadi migrasi bakteri pada rongga bulosa.

Sekitar 30% dari populasi bakteri ini berkoloni di daerah nares anterior. Bakteri dapat

menyebar dari hidung ke kulit yang normal di dalam 7-14 hari, dengan lesi impetigo

yang muncul 7-14 hari kemudian.Mekanisme terbentuknya lesi dapat menjelaskan

bagaimana tubuh mampu menahan masuknya benda asing melalui permukaan

epidermis. Pada impetigo bulosa pecahnya bula dapat terjadi secara cepat

menyababkan erosi dangkal dan krusta kuning. (G, John, 2007)

GAMBARAN KLINIS

Impetigo bulosa paling sering terjadi pada bayi dan anak-anak tetapi terdapat

kemungkinan untuk terjadi pada orang dewasa. Bakteri umumnya menginfeksi bagian

wajah tetapi juga memungkinkan menginfeksi permukaan tubuh lainnya. Terdapat

beberapa lesi yang terlokalisasi pada suatu area. Tempat predileksi tersering pada

impetigo bulosa adalah di ketiak, dada, punggung. Sering bersama-sama dengan

miliaria. Terdapat pada anak dan dewasa. Kelainan kulit berupa vesikel (gelembung

berisi cairan dengan diameter 0,5cm) kurang dari 1 cm pada kulit yang utuh, dengan

kulit sekitar normal atau kemerahan. Pada awalnya vesikel berisi cairan yang jernih

yang berubah menjadi berwarna keruh. Atap dari bulla pecah dan meninggalkan

gambaran “collarette” pada pinggirnya. Krusta “varnishlike” terbentuk pada bagian

tengah yang jika disingkirkan memperlihatkan dasar yang merah dan basah. Bulla

yang utuh jarang ditemukan karena sangat rapuh. (G, John, 2007)

Page 9: Refer At

Gambar 2. Tampak bula diskret dengan dasar eritem

PEMERIKSAAN KULIT

Lokalisasi: ketiak, dada, punggung, dan ekstrimitas atas dan bawah.

Efloresensi/sifat-sifatnya: tampak bula dengan dinding tebal dan tipis, miliar

hingga lentikular, kulit sekitarnya tak menunjukkan peradangan, kadang-

kadang hipopion. (Siregar, 2005)

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesa dan gambaran klinis dari penyakit,

pemeriksaan penunjang dapat digunakan untuk memberikan gambaran terapi terhadap

obat-obatan yang sensitif dan menyingkirkan kemungkinan diagnosa banding.

Pemeriksaan yang dapat dilakukan antara lain (G, John, 2007):

1. Kultur bakteri dan sensitivitas antibiotik, dapat digunakan dalam menentukan

terapi antibiotik yang sensitif untuk mengeradikasi bakteri penyebab infeksi.

2. Pengecatan gram, digunakan untuk melihat bakteri penyebab infeksi, apabila

ditemukan bakteri gram positif dengan bentuk coccus (bulat) dab berkelompok

dapat menunjukkan adanya Staphylococcus aureus.

3. Pengecatan KOH, digunakan untuk menyingkirkan kemungkinan infeksi

jamur.

4. Pengecatan tzank atau biakan virus, digunakan untuk menyingkirkan

kemungkinan infeksi herpes simpleks.

DIAGNOSIS

Diagnosis impetigo bulosa dapat ditegakkan berdasarkan anamnesa dan

gambaran klinis dari lesi. Kultur dilakukan bila terdapat kegagalan pengobatan

Page 10: Refer At

dengan terapi standar, biopsi jarang dilakukan. Biasanya diagnosa dari impetigo dapat

dilakukan tanpa adanya tes laboratorium. Namun demikian, apabila diagnosis tersebut

masih dipertanyakan, pemeriksaan mikroskopis dapat membantu dalam penegakan

diagnosis (G, John, 2007).

DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis banding dari impetigo bulosa, antara lain (G, John, 2007):

1. Erythema multifome vesikel atau bula berasal dari sebagian plak merah

dengan diameter 1-5 cm pada permukaan dari tungkai bagian ekstensor.

2. Lupus erythematous penyebaran dari vesikobula yang telah pecah dan

kadang disertai dengan gatal cenderung terjadi pada tubuh dan ekstremitas atas

bagian proksimal.

3. Herpes simpleks virus vesikel bergerombol dengan dasar eritema yang

apabila ruptur menyebabkan erosi dengan bagian yang tertutup krusta, biasanya

terjadi pada daerah mulut dan genital.

4. Varisela vesikel berdinding tipis dengan dasar eritema, dimana penyebaran

dimulai dari badan kemudian meyebar ke wajah dan ekstremitas.

5. Sindrom Steven-Johnson penyakit vesikobulosa yang menyerang kulit,

mulut, mata, dan genitalia. Ulserasi stomatitis dengan krusta hemoragis

merupakan gambaran yang khas.

6. Luka bakar termal diikuti dengan riwayat paparan trauma panas.

PENATALAKSANAAN

1. Terapi medikamentosa (G, John, 2007):

Antibiotik Dosis dan Durasi Terapi

Topikal

Mupirocin 2% ointment Oleskan pada lesi 3 kali sehari selama 3 -5 hari

Oral

Amoxicilin/clavulanate

Cefuroxime

Cephalexin

Dicloxacillin

Dewasa: 250-500 mg 2 kali sehari selama 10 hari

Anak: 90 mg/KgBB per hari dibagi dalam 2 dosis

Dewasa: 250-500 mg 2 kali sehari selama 10 hari

Anak: 90 mg/KgBB per hari dibagi dalam 2 dosis

Dewasa: 250-500 mg 4 kali sehari selama 10 hari

Anak: 90 mg/KgBB per hari dibagi dalam 2-4 dosis

Dewasa: 250-500 mg 4 kali sehari selama 10 hari

Page 11: Refer At

Erythromicin

Anak: 90 mg/KgBB per hari dibagi dalam 2-4 dosis

Dewasa: 250-500 mg 4 kali sehari selama 10 hari

Anak: 90 mg/KgBB per hari dibagi dalam 2-4 dosis

2. Terapi non-medikamentosa (G, John, 2007):

Mencegah untuk menggaruk daerah lesi. Dapat dengan menutup daerah yang

lecet dengan perban dan memotong kuku penderita.

Lanjutkan pengobatan sampai semua lesi sembuh

Lakukan drainase pada bula dan pustule secara aseptic dengan jarum suntik

untuk mencegah penyebaran lokal.

Dapat dilakukan kompres dengan menggunakan larutan NaCl 0,9% pada lesi

yang basah.

Menjaga hyegenitas dengan mandi.

PROGNOSIS

Pada umumnya baik.

C. FOLIKULITIS

DEFINISI

Folikulitis adalah peradangan folikel rambut. Terdapat 2 tipe: superficial dan

profunda.(Siregar, 2005)

EPIDEMIOLOGI

Dapat terjadi di semua umur, lebih sering dijumpai pada anak-anak. Frekuensi

pria dan wanita sama. (Siregar, 2005)

ETIOLOGI

Biasanya disebabkan oleh Stafilokok (koagulase positif). (Siregar, 2005)

GAMBARAN KLINIS

Perjalanan penyakit termasuk keluhan utama dan keluhan tambahan: rasa gatal

dan rasa terbakar pada daerah rambut. Berupa macula eritematosa disertai papula

atau pustule yang ditembus oleh rambut. Pertumbuhan rambut sendiri tidak

terganggu. Kadang-kadang penyakit ini ditimbulkan oleh discharge (secret) dari

luka dan abses. (Siregar, 2005)

Page 12: Refer At

Gambar 3. Tampak perdangan pada folikel rambut berupa papul diskret dengan dasar

eritem

PEMERIKSAAN KULIT

- Lokalisasi: daerah berambut, paling sering pada kulit kepala dan ekstrimitas.

- Efloresensi/sifat-sifatnya: berupa makula eritematosa, papula, pustul, dan

krusta miliar sampai lentikular, regional sesuai dengan pertumbuhan rambut.

(Siregar, 2005)

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan bakteriologis dari secret lesi (dengan pewarnaan Gram). (Siregar,

2005)

DIAGNOSIS BANDING

Akne vulgaris: terutama di wajah, punggung.

Impetigo bockhart: daerah yang terkena adalah ekstrimitas, dengan dasar

eritematosa dan tampak pustul miliar

PENATALAKSANAAN

Menjaga kebersihan umum terutama kulit; makanan tinggi protein dan tinggi

kalori. Antibiotik sistemik jika luas: Eritromisin 3x250 mg selama 7-14 hari; atau

Penisilin 600.000-1,5juta IU intramuskular selama 7-14 hari. Antibiotik topikal,

misalnya Kemicetin 2%; jika eksudasi kompres PK 1/5.000. Obat-obat antibiotik

yang masih sensitif dapat dicoba. (Siregar, 2005)

PROGNOSIS

Baik

Page 13: Refer At

D. FURUNKEL

DEFINISI

Furunkel ialah radang folikel rambut dan sekitarnya. Jika lebih dari satu disebut

furunkolosis. (Siregar, 2005)

EPIDEMIOLOGI

Biasanya didapatkan pada orang dewasa laki-laki. Furunkel dapat mengenai

semua bagian tubuh tetapi biasanya didapatkan pada kulit kepala, daerah barbae,

peha. dan bagian-bagian tubuh yang banyak terjadinya friksi, misalnya aksila dan

bokong. (Siregar, 2005)

ETIOLOGI

Biasanya, penyakit ini disebabkan oleh infeksi bakteri staphylococci. (Siregar,

2005)

GAMBARAN KLINIS

Furunkel dimulai dengan nodul folikulocentric yang keras, lunak, merah

(Kelainan berupa nodus eritematosa berbentuk kerucut, di tengahnya terdapat

pustule) pada daerah yang terdapat bulu (hair-bearing) dan biasanya menjadi

besar serta dirasakan nyeri. Biasanya akan menghilang sendiri dalam masa 7-10

hari tanpa meninggalkan skar (tidak menjadi merah dan tidak nyeri). Apabila

terjadinya ruptur, pus dan sel-sel nekrotik akan keluar. Furunkel pada daerah

bokong bisa ditemukan dalam bentuk lesi yang soliter atau lesi yang multipel.

(Siregar, 2005)

Gambar 4. Tampak peradangan pada folikel rambut dan sekitarnya berupa pustul

Page 14: Refer At

PEMERIKSAAN KULIT

Lokalisasi: sering pada bagian tubuh yang berambut dan mudah terkena iritasi,

gesekan atau; atau pada daerah yang lembab seperti ketiak, bokong,

punggung, leher, dan wajah.

Efloresensi/sifat-sifatnya: mula-mula berupa makula eritematosa lentikular

numular setempat, kemudian menjadi nodula lentikular numular berbentuk

kerucut. (Siregar, 2005)

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan untuk menegakkan diagnosis furunkel ialah pewarnaan Gram, kultur

bakteri,sensitivitas antibiotik dan dermapatologi. Pada pemeriksaan histologik

furunkel didapatkan ,dermis dan lapisan lemak subkutan menjadi inflamasi

polimorfik yang padat. (Siregar, 2005)

DIAGNOSIS BANDING

Sporotrikosis: kelainan jamur sistemik, menimbulkan benjolan-benjolan yang

berjejer sesuai dengan aliran limfe, pada perabaan kenyal dan nyeri.

Blastomikosis: benjolan multiple dengan beberapa pustule, daerah sekitarnya

melunak.

Skrofuloderma: biasanya berbentuk lonjong, livid dan ditemukan jembatan-

jembatan kulit (skin bridges).

PENATALAKSANAAN

Higiene kulit harus ditingkatkan.

Jika masih berupa infiltrat, topikal dapat diberikan kompres salep iktiol 5%

atau salep antibiotik.

Antibiotik sistemik: eritromisin 4x250 mg atau penisilin masih merupakan

obat terpilih atau antibiotic berspektrum luas memberi hasil yang baik.

Jika lesi matang, lakukan insisi dan aspirasi, selanjutnya dikompres atau diberi

salep kloramfenikol 2%.

Usaha menghilangkan factor penyebab seperti obesitas, DM, hipertensi.

Page 15: Refer At

PROGNOSIS

Baik sepanjang faktor penyebab dapat dihilangkan, dan prognosis menjadi kurang

baik bila rekurensi. (Siregar, 2005)

KOMPLIKASI

Furunkulosis bisa terjadi penyebaran bakteri dan rekurens. Jika terdapat lesi yang

berdekatan dengan daerah hidung dan mulut, bisa terjadi penyebaran ke sinus

cavernosum melalui vena angularis emissary. Apabila terdapat invasi furunkel ke

aliran darah,menyebabkan metastatik ke tulang dan mengakibatkan osteomyelitis,

akut endokarditis,abses otak. (Siregar, 2005)

E. KARBUNKEL

DEFINISI

Karbunkel adalah infeksi bakteri pada sekelompok folikel rambut dan jaringan

sekitarnya yang berdekatan. Karbunkel terbentuk dari gabungan beberapa

furunkel yang berkelompok dan dibatasi oleh trabekula fibrosa yang berasal dari

jaringan subkutan yang padat. Karbunkel merupakan nodul inflamasi pada daerah

folikel rambut yang lebih luas dan dasarnya lebih dalam daripada furunkel.

(Johnson, 2008)

EPIDEMIOLOGI

Karbunkel memiliki prevalensi yang kecil. Umumnya terjadi pada anak-anak,

remaja sampai dewasa muda3. Berdasarkan statistik Departemen Kesehatan

Inggris, pada tahun 2002 dan 2003 terdapat sekitar 0,19% atau 24.525 penderita

yang berobat ke Rumah Sakit Inggris dengan diagnosa furunkel abses kutaneus

dan karbunkel. Dari 24.525 pasien tersebut terdapat 90% yang memerlukan rawat

inap. 54% dari pasien yang berobat tersebut adalah laki-laki dan 46% pasien

adalah perempuan. Usia rata-rata dari pasien yang berobat adalah 37 tahun. 72%

berusia 15-59 tahun dan 6% berusia diatas 75 tahun. (Johnson, 2008)

ETIOLOGI

Karbunkel disebabkan infeksi bakteri, umumnya stafilokokus (Stafilokokus

aureus). Bakteri S.aureus berbentuk bulat (coccus), memiliki diameter 0,5 – 1,5

µm, memiliki susunan bergerombol seperti anggur, tidak memiliki kapsul,

nonmotil, katalase positif dan pada pewarnaan gram tampak berwarna ungu.

(Johnson, 2008)

Page 16: Refer At

PATOGENESIS

Kulit memiliki flora normal, salah satunya S.aureus. yang merupakan flora

residen pada permukaan kulit dan kadang-kadang pada tenggorokan dan saluran

hidung. Predileksi terbesar penyakit ini pada wajah, leher, ketiak, pantat atau

paha. Bakteri tersebut masuk melalui luka, goresan, robekan dan iritasi pada kulit.

Selanjutnya, bakteri tersebut berkolonisasi di jaringan kulit. Respon primer host

terhadap infeksi S.aureus adalah pengerahan sel PMN ke tempat masuk kuman

tersebut untuk melawan infeksi yang terjadi. Sel PMN ini ditarik ke tempat infeksi

oleh komponen bakteri seperti formylated peptides atau peptidoglikan dan sitokin

TNF (tumor necrosis factor) dan interleukin (IL) 1 dan 6 yang dikeluarkan oleh

sel endotel dan makrofag yang teraktivasi. Hal tersebut menimbulkan inflamasi

dan pada akhirnya membentuk pus yang terdiri dari sel darah putih, bakteri dan sel

kulit yang mati. (Johnson, 2008)

GAMBARAN KLINIS

Perjalanan penyakit termasuk keluhan utama dan keluhan tambahan: keluhan

berupa nyeri pada daerah lesi dan malaise. Lesi mula-mula berupa infiltrate kecil,

dalam waktu singkat membesar menjadi nodus-nodus eritematosa berbentuk

kerucut. Kemudian pada tempat rambut keluar tampak bintik putih sebagai mata

bisul, nodus-nodus tadi akan melunak menjadi abses yang akan memecah melalui

lokus minoris resistensie yaitu muara folikel. (Johnson, 2008)

Gambar 5. Karbunkel

Page 17: Refer At

PEMERIKSAAN KULIT

- Lokalisasi : tengkuk, punggung dan bokong.

- Efloresensi/sifat-sifatnya: macula eritematosa kemudian menjadi nodula

lentikular hingga nummular, regional, bentuk teratur dan tampak fistula

mengeluarkan secret putih. (Siregar, 2005)

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Karbunkel biasanya menunjukkan leukositosis. Pemeriksaan histologis dari

karbunkel menunjukkan proses inflamasi dengan PMN yang banyak di dermis dan

lemak subkutan. Pada karbunkel, abses multipel yang dipisahkan oleh trabekula

jaringan ikat menyusup dermis dan melewati sepanjang pinggir folikel rambut,

mencapai permukaan melalui lubang pada epidermis yang terkikis. (Johnson,

2008)

DIAGNOSIS

Anamnesis: Penderita datang dengan keluhan terdapat nodul yang nyeri. Ukuran

nodul tersebut meningkat dalam beberapa hari dan dapat mencapai diameter 3-10

cm atau bahkan lebih. Beberapa pasien mengeluh demam dan malaise (Johnson,

2008)

Pemeriksaan fisik: Terdapat nodul berwarna merah, hangat dan berisi pus.

Supurasi terjadi setelah kira-kira 5-7 hari dan pus dikeluarkan melalui saluran

keluar yang multipel (multiple follicular orifices). Karbunkel yang pecah dan

kering kemudian membentuk lubang yang kuning keabuan ireguler pada bagian

tengah dan sembuh perlahan dengan granulasi. (Johnson, 2008)

Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan gambaran klinis yang dikonfirmasi

dengan pewarnaan gram dan kultur bakteri. Pewarnaan gram S.aureus akan

menunjukkan sekelompok kokus berwarna ungu (gram positif) bergerombol

seperti anggur, tidak bergerak. Kultur pada medium agar MSA (Manitot Salt

Agar) selektif untuk S.aureus. Bakteri ini dapat mefermentasikan manitol

sehingga terjadi perubahan medium agar dari warna merah menjadi kuning. Pada

kultur S. aureus pada agar darah menghasilkan koloni bakteri yang lebar (6-8

mm), permukaan halus, sedikit cembung, dan warna kuning keemasan. Uji

sensitivitas antibiotik diperlukan untuk penggunaan antibiotik secara tepat.

(Johnson, 2008)

Page 18: Refer At

DIAGNOSIS BANDING

Kista Epidermal

Diagnosa banding yang paling utama dari karbunkel adalah kista epidermal

yang mengalami inflamasi. Kista epidermal yang mengalami inflamasi dapat

dengan tiba-tiba menjadi merah, nyeri tekan dan ukurannya bertambah dalam

satu atau beberapa hari sehingga dapat menjadi diagnosa banding karbunkel.

Diagnosa banding ini dapat disingkirkan berdasarkan terdapatnya riwayat kista

sebelumnya pada tempat yang sama, terdapatnya orificium kista yang terlihat

jelas dan penekanan lesi tersebut akan mengeluarkan masa seperti keju yang

berbau tidak sedap sedangkan pada karbunkel mengeluarkan material purulen.

(Johnson, 2008)

Hidradenitis Suppurativa

Hidradenitis suppurativa (apokrinitis) sering membuat salah diagnosis

karbunkel. Berbeda dengan karbunkel, penyakit ini ditandai oleh abses steril

dan sering berulang. Selain itu, daerah predileksinya berbeda dengan

karbunkel yaitu pada aksila, lipat paha, pantat atau dibawah payudara. Adanya

jaringan parut yang lama, adanya saluran sinus serta kultur bakteri yang

negatif memastikan diagnosis penyakit ini dan juga membedakannya dengan

karbunkel. (Johnson, 2008)

PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan karbunkel meliputi pembedahan untuk mengeluarkan pus,

pemberian antibiotic sistemik dan terapi adjuvans (Johnson, 2008):

Pembedahan

Terapi adekuat dari karbunkel adalah insisi dan drainase pus. Persetujuan

tindakan medis diperlukan sebelum melakukan tindakan. Selanjutnya semua

perlengkapan operasi disiapkan. Pertama disinfeksi area karbunkel dan sekitarnya

didisinfeksi dan dibatasi dengan duk steril.. Anastesi lokal yang umumnya

digunakan adalah lidokain 1%.. Scalpel dipegang menggunakan ibu jari dan jari

telunjuk untuk membuat initial entry. insisi dilakukan langsung ke pusat abses.

Insisi dibuat searah dengan skin-tension line. Insisi dilebarkan untuk membuat

ruang yang cukup memadai sehingga semua pus dapat keluar. Hal ini dapat

mencegah terjadinya rekurensi. Pengambilan pus utuk kultur dapat menggunakan

hapusan atau spuit ke dalam ruang abses. Setelah pus mengalir spontan. klem

Page 19: Refer At

yang berujung bengkok untuk membuka seluruh ruang abses. Klem dimasukkan

ke dalam ruang abses ke dalam sampai menyentuh jaringan yang sehat, kemudian

ujung klem dibuka dan digerakkan melingkar untuk mengeksplorasi memisahkan

jaringan sehat dan ruang abses. Selanjutnya dilakukan irigasi menggunakan spuit

tanpa jarum dengan normal saline sampai cairan irigasi yang keluar dari ruang

abses jernih. Wound-packing material ukuran seperempat atau setengan inchi

dimasukkan dalam ruang abses. Kemudian tutup luka dengan kasa steril dan

plester. Penderita follow-up setelah 2-3 hari, jika tidak ada pus, wound-packing

material di ambil.

Gambar 6. Insisi dan Drainase Abses.

Antibiotik Sistemik

Page 20: Refer At

Antibiotik sistemik mempercepat resolusi penyembuhan dan wajib diberikan

pada seseorang yang beresiko mengalami bakteremia. Antibiotik diberikan selama

empat sampai tujuh hari. (Johnson, 2008)

Bila infeksi berasal dari methicillin resistent Streptococcus aureus (MRSA)

dapat diberikan vankomisin sebesar 1 gram tiap 12 jam. Pilihan lain adalah

tetrasiklin, namun obat ini berbahaya untuk anak-anak. Terapi pilihan untuk

golongan penicilinase-resistant penicillin adalah dicloxacilin Pada penderita yang

alergi terhadap penisilin dapat dipilih golongan eritromisin. Pada orang yang alegi

terhadap β-lactam antibiotic dapat diberikan vancomisin. (Johnson, 2008)

Terapi antimikrobial harus dilanjutkan sampai semua bukti inflamasi

berkurang. Lesi yang didrainase harus ditutupi untuk mencegah autoinokulasi.

Pasien dengan karbunkel yang berulang memerlukan evaluasi dan penanganan

lebih komplek. (Johnson, 2008)

KOMPLIKASI

Invasi bakteri kedalam aliran darah biasanya terjadi kapan saja, tidak dapat

ditentukan. Prevalensi infeksi metastasis selama bakteremia diperkirakan

sekitar 30% dan menyebabkan komplikasi endokarditis, osteomyelitis, septic

arthritis, perinephric abses, meningitis dan sepsis. Manipulasi pada lesi dapat

memfasilitasi penyebaran infeksi melalui aliran darah. (Johnson, 2008)

Endokarditis merupakan akibat tersering dari bakteremia akibat S.aureus.

Insidensi endokarditis disebabkan S.aureus meningkat selama 20 tahun

terakhir dan sekarang menjadi penyebab utama endokarditis di seluruh dunia,

terhitung sekitar 25-30% kasus. Komplikasi berat seperti sepsis, memberikan

tanda dan gejala awal menggigil, demam, gelisah, takikardi dan takipnea.

(Johnson, 2008)

Komplikasi lainnya yang jarang yaitu trombosis sinus kavernosus. Lesi pada

bibir dan hidung juga dapat menyebabkan bakteremia melalui vena-vena

emisaria wajah dan sudut bibir yang menuju sinus kavernosus. (Johnson,

2008)

Page 21: Refer At

PROGNOSIS

Umumnya pasien mengalami resolusi, setelah mendapatkan terapi insisi dan

drainase pus serta antibiotic sistemik. Beberapa pasien mengalami komplikasi

bakteremia dan bermetastasis ke organ lain. Beberapa pasien mengalami

rekurensi, terutama pada penderita dengan penurunan kekebalan tubuh. (Johnson,

2008)

Page 22: Refer At

Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 6th ed.

Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2011.p.57-59.

Anonymous. Impetigo krustosa. Edisi 2010. Diunduh dari

http://www.docstoc.com/docs/51628802/Impetigo-Krustosa-Referat. 31 Maret 2013.

Harahap M. Ilmu Penyakit Kulit. Edisi ke-1. Jakarta:Hipokrates; 2000. P.49.

Cole, C. dan John G. Diagnosis and Treatment of Impetigo. American Academy

of Family Physician 2007. 75:859-64,868

Craft N, Lee PK, Zipoli MT, Weinberg AN, Swartz MN, Johnson RA. 2008.

Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine 7th ed. New York: McGraw Hill

Medical