referat anestesi terapi cairan
DESCRIPTION
referatTRANSCRIPT
BAB 1
PENDAHULUAN
Sebagian besar tubuh manusia terdiri atas cairan yang jumlahnya berbeda-beda
tergantung usia dan jenis kelamin serta banyaknya lemak di dalam tubuh. Dengan makan dan
minum tubuh mendapatkan air, elektrolit serta nutrien-nutrien yang lain. Dalam waktu 24 jam
jumlah air dan elektrolit yang masuk setara dengan jumlah yang keluar. Pengeluaran cairan dan
elektrolit dari tubuh dapat berupa urin, tinja, keringat dan uap air pada saat bernapas.
Terapi cairan dibutuhkan apabila tubuh tidak dapat memasukkan air,elektrolit serta zat-
zat makanan secara oral misalnya pada keadaan pasien yang harus puasa lama, pembedahan,
perdarahan, dan mual muntah berkepanjangan. Dengan terapi cairan kebutuhan akan air dan
elektrolit dapat terpenuhi.
Hampir semua pasien yang menjalani pembedahan memerlukan terapi cairan. Seorang
anestesiologi perlu memperkirakan jumlah cairan intravaskular untuk memperbaiki kekurangan
cairan dan elektrolit yang terjadi. Kesalahan dalam penggantian cairan dan elektrolit dapat
berakibat kematian.
Kepaniteraan Klinik Anestesiologi dan Terapi IntensifRSUD Kota SemarangSeptember 2014 Page 1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Komposisi Cairan Tubuh
Kandungan air pada saat bayi baru lahir adalah sekitar 75% berat badan, usia 1 bulan
65%, dewasa pria 60% dan wanita 50% sisanya adalah zat padat seperti protein, lemak,
karbohidrat dan lain-lainya.
Air dalam tubuh berada di beberapa ruangan intraselular 40%, ekstraseluler 20% dibagi
menjadi antarsel (intertitial) 15% dan plasma 5%. Cairan antarsel khusus disebut cairan
transeluler, misalnya cairan serebrospinal, cairan persendian, cairan peritoneum dan lain-lainya.
Cairan intraselular : 40% dari berat badan merupakan cairan yang terkandung diantara sel.
Pada orang dewasa, sekitar duapertiga dari cairan dalam tubuhnya terdapat di intraselular
(sekitar 27 liter untuk dewasa laki-laki dengan berat badan 70 kilogram), sebaliknya pada
bayi hanya setengah dari berat badannya yang merupakan cairan intraselular.
Kepaniteraan Klinik Anestesiologi dan Terapi IntensifRSUD Kota SemarangSeptember 2014 Page 2
Cairan tubuh (60%)
Intraselular (40%)
Ekstraselular (20%)
Interstitial (15%)
Plasma Darah (5%)
Cairan ekstraselular : 20% dari berat badan merupakan cairan yang berada di luar sel. Jumlah
relatif cairan ekstraselular berkurang seiring dengan bertambahnya usia. Pada bayi baru lahir,
sekitar setengah dari cairan tubuh terdapat di cairan ekstraselular. Setelah usia 1 tahun,
jumlah cairan ekstraselular menurun sampa sekitar sepertiga dari volume total. Ini sebanding
dengan 15 liter pada dewasa muda dengan berat rata-rata 70 kilogram. Cairan ekstrasel terdiri
dari :
o Cairan interstitial : cairan yang mengelilingi sel termasuk dalam cairan interstitial,
sekitar 11-12 liter pada orang dewasa. Cairan limfe termasuk dalam volume
interstitial.
o Cairan intravascular : merupakan cairan yang terkandung dalam pembuluh darah.
Rata-rata volume darah orang dewasa sekitar 5-6 liter dimana 3 liternya
merupakan plasma, sisanya terdiri dari sel darah merah, sel darah putih da
platelet.
o Cairan transelular: merupakan cairan yang terkandung diantara rongga tubuh
tertentu seperti serebrospinal,pericardial, pleura, sendi synovial, intraocular dan
sekresi saluran pencernaan.
Selain air, cairan tubuh mengandung dua jenis zat yaitu elektrolit dan non elektrolit
Elektrolit : merupakan zat yang terdisosiasi dalam cairan dan menghatarkan arus listrik.
Elektrolit dibedakan menjadi ion positif (kation) dan ion negative (anion). Jumlah kation dan
anion dalam larutan adalah selalu sama ( diukur dalam miliekuivalen)
o Kation : kation utama dalam cairan ekstrasel adalam sodium (Na+), sedangkan
kation utama dalam cairan intrasel adalah potassium (K+). Suatu system pompa
terdapat di dinding sel tubuh yang memompa keluar sodium dan potassium.
Kepaniteraan Klinik Anestesiologi dan Terapi IntensifRSUD Kota SemarangSeptember 2014 Page 3
o Anion : anion utama dalam cairan ekstrasel adalah klorida (Cl-) dan bikarbonat
(HCO3-), sedangkan anion utama dalam cairan intrasel adalah ion fosfat (PO43-).
Karena kandungan elektrolit dalam plasma dan cairan interstitial pada intinya
sama maka nilai elektrolit plasma mencerminkan komposisi dari cairan
ekstraseluler tetapi tidak mencerminkan komposisi cairan intraseluler.
Non Elektrolit : glukosa, protein, kreatinin, urea.
Jaringan Persentase Air
Otak 84
Ginjal 83
Otot lurik 76
Kulit 72
Hati 68
Tulang 22
Lemak 10
Terapi Cairan Perioperatif
Terapi cairan perioperatif merupakan terapi pemberian cairan rumatan untuk mengganti
defisit cairan sebelum pembedahan, selama pembedahan dan setelah pembedahan.
Tujuan Terapi Cairan
Tujuan pemberian terapi cairan adalah memulihkan volume sirkulasi darah.
Kepaniteraan Klinik Anestesiologi dan Terapi IntensifRSUD Kota SemarangSeptember 2014 Page 4
Evaluasi Volume Intravaskular
Volume intravaskular dapat diperkirakan dari riwayat pasien, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan laboratorium. Evaluasi serial diperlukan untuk menilai kesan awal dan sebagai
panduan untuk memberikan terapi cairan, elektrolit serta darah.
Riwayat pasien merupakan penilaian yang penting untuk menilai volume cairan
preoperatif. Faktor yang berpengaruh termasuk makanan yang dikonsumsi, muntah dan diare
yang menetap, kehilangan darah yang signifikan atau drainase luka, pemberian cairan atau darah
dan hemodialisa pada pasien gagal ginjal.
Pada pemeriksaan fisik kita dapat melihat tanda hypovolemia yang meliputi turgor kulit
abnormal, dehidrasi selaput mukosa, nadi perifer lemah, denyut jantung pada saat istirahat
meningkat, tekanan darah menurun, dan menurunnya laju pengeluaran urine. Pitting edema dan
meningkatnya jumlah urine merupakan tanda kelebihan cairan ekstraseluler dan hypervolemia
pada pasien dengan kondisi jantung, hepar dan ginjal yang sehat. Tanda kronik hypervolemia
pada pasien penyakit jantng kongestif adalah takikardi, peningkatan tekanan vena jugularis,
wheezing, sianosis dan sekresi paru yang berbuih.
Klinis Dehidrasi
Ringan (5%)
Dehidrasi
Sedang (5-10%)
Dehidrasi
Berat (> 10%)
Keadaan Umum Baik, Compos
Mentis
Gelisah,
rewel ,lesu
Letargik, tak sadar
Mata cekung,
keing
Normal Cekung Sangat cekung
Air mata Ada Kering Kering sekali
Mulut atau lidah
kering
Lembab Kering Sangat kering,
pecah-pecah
Haus Minum normal Haus Tak bisa minum
Turgor Baik Jelek Sangat jelek
Nadi Normal Cepat Cepat sekali
Tekanan darah Normal Turun Turun sekali
Kepaniteraan Klinik Anestesiologi dan Terapi IntensifRSUD Kota SemarangSeptember 2014 Page 5
Air kemih Normal Kurang, oliguri Kurang sekali
Beberapa pemeriksaan laboratorium dapat digunakan untuk menilai volume intravaskular
dan kecukupan perfusi jaringan. Pengukuran ini termasuk hematokrit serial, pH darah arteri,
konsentrasi sodium atau klorida dalam urin, serum sodium, ratio BUN : serum kreatinin.
Bagaimanapun pengukuran ini hanya petunjuk tidak langsung volume cairan intravaskular, dan
tidak dapat diandalkan sampai tahap intraoperatif karena hasil tersebut dipengaruhi oleh banyak
faktor perioperatif dan karena hasil laboratorium sering terlambat. Tanda dehidrasi yang dapat
dilihat dari hasil pemeriksaan laboratorium adalah peningkatan hematokrit dan hemoglobin,
asidosis metabolic yang progresif, berat jenis urine >1.010, natrium urin <10mEq/L, osmolalitas
urin > 450 mOsm/L, hypernatremia dan ratio BUN : creatinin > 10:1. Hemoglobin dan
hematokrit basanya tidak berubah pada pasien hypovolemia akut akibat kehilangan darah yang
akut karena tidak cukupnya waktu cairan ekstraseuler berpindah ke dalam rongga intraseluler.
Cairan Intravena
Terapi cairan intravena terdiri dari cairan kristaloid, koloid dan kombinasi keduanya.
Cairan kristaloid merupakan cairan air garam dengan atau tanpa glukosa, sedangkan cairan
koloid mengandung substansi dengan berat jenis tinggi seperti protein. Cairan koloid lebih
banyak yang tersisa di dalam intravaskuler sedangkan cairan kristaloid cepat terdistribusi ke
cairan ekstraselular.
Cairan Hipotonik
Osmolaritasnya lebih rendah dibandingkan serum ( 285 mOsm/L) sehingga menarik
cairan dari dalam pembuluh darah keluar ke jaringan sekitarnya
Digunakan pada keadaan sel “mengalami” dehidrasi, misalnya pada pasien cuci darah
(dialisis) dalam terapi diuretik, juga pada pasien hiperglikemia dengan ketoasidosis
diabetik.
Komplikasi : kolaps kardiovaskular dan peningkatan tekanan intracranial
Contoh NaCl 45% dan Dekstrosa 2,5%.
Kepaniteraan Klinik Anestesiologi dan Terapi IntensifRSUD Kota SemarangSeptember 2014 Page 6
Cairan Isotonik
Osmolaritas cairannya mendekati serum = 285 mOsmol/L, sehingga terus berada di
dalam pembuluh darah.
Bermanfaat pada pasien yang mengalami hipovolemi (NaCl 0,9%)
Memiliki risiko terjadinya overload (kelebihan cairan), khususnya pada penyakit gagal
jantung kongestif dan hipertensi.
Contoh: Ringer-Laktat (RL), dan normal saline / larutan garam fisiologis
Cairan Hipertonik
Osmolaritasnya lebih tinggi dibandingkan serum ( 285 mOsmol/L), sehingga menarik
cairan dan elektrolit dari jaringan dan sel ke dalam pembuluh darah.
Mampu menstabilkan tekanan darah, meningkatkan produksi urin, dan mengurangi
edema (bengkak).
Misalnya Dextrose 5%, NaCl 45% hipertonik, Dextrose 5%+Ringer-Lactate, Dextrose
5%+NaCl 0,9%, produk darah (darah), dan albumin
Cairan Kristaloid
Cairan kristaloid banyak digunakan pada resusitasi awal pada pasien hemoragik dan syok
septik, pasien luka bakar dan pasien dengan cedera kepala (untuk mempertahankan tekaan
perfusi serebral) dan pada pasien yang menjalani plasmapheresis dan reseksi hepar. Koloid bisa
digunakan untuk resusitasi setelah diberikan kristaloid tergantung protokol tiap institusi.
Terdapat banyak jenis cairan, pemilihan cairan tergantung dari jenis cairan yang hilang.
Pada keadaan dimana banyak air yang hilang, maka digunakan cairan hipotonik, biasa disebut
cairan rumatan. Jika air dan elektrolit yang hilang, maka cairan yang digunakan adalah cairan
isotonik, disebut juga cairan pengganti. Glukosa terdapat dalam beberapa jenis cairan untuk
mempertahankan tonisitas atau mencegah ketosis dan hipoglikemi akibat puasa. Anak-anak
rawan terjadi hipoglikemi setelah 4-8 jam puasa.
Kepaniteraan Klinik Anestesiologi dan Terapi IntensifRSUD Kota SemarangSeptember 2014 Page 7
Karena kebanyakan cairan yang hilang pada saat intraoperatif adalah isotonik maka
penggunaan cairan tipe pengganti lebih sering digunakan. Cairan yang paling sering digunakan
adalah cairan ringer laktat. Walaupun ringer laktat sedikit hipotonik, tapi ringer laktat
berpengaruh sangat sedikit terhadap komposisi cairan ekstraseluler serta menjadi cairan yang
paling bersifat fisiologis ketika diberi dalam jumlah banyak. Laktat pada cairan ini diubah
menjadi bikarbonat di hati. Normal salin ketika diberi dalam jumlah yang banyak akan
mengakibatkan delusional hiperchloremic asidosis karena tingginya kadar sodium dan klorida
(154mEq/L) : konsentrasi plasma bikarbonat menurun sedangkan konsentrasi klorida meningkat.
Normal salin digunakan pada keadaan hipokloremik alkalosis metabolic dan untuk dilusi sel
darah merah sebelum ditransfusi. 5 persen dextrose dalam air (D5W) digunakan pada keadaan
defisit air dan sebagai terapi rumatan bagi pasien dengan restriksi natrium. Hypertonic 3% saline
digunakan pada keadaan hyponatremia berat. Cairan hipotonik harus diberikan perlahan untuk
mencegah hemolisis.
Kepaniteraan Klinik Anestesiologi dan Terapi IntensifRSUD Kota SemarangSeptember 2014 Page 8
Cairan Koloid
Aktivitas osmotik dari substansi dalam cairan koloid berfungsi untuk mempertahanan
cairan intravaskuler. Walaupun waktu paruh cairan kristaloid 20-30 menit, kebanyakan waktu
oaruh cairan koloid 3-6 jam. Harga yang mahal membuat penggunaan cairan koloid dibatasi.
Indikasi penggunaan cairan koloid termasuk (1) resusitasi cairan pada pasien dengan deficit
cairan intravascular yang parah sebelum dilakukan transfusi darah dan (2) resusitasi cairan pada
keadaan hypoalbuminemia berat atau keadaan dimana banyak protein yang hilang seperti pada
luka bakar.
Koloid yang berasal dari darah, terdiri dari albumin (5% dan 25% cairan) dan fraksi
protein plasma (5%). Keduanya dipanaskan pada suhu 60oC minimal selama 10 jam untuk
meminimalkan resiko hepatitis dan infeksi viral lainnya. Fraksi protein plasma terdiri dari alpha
dan beta globulin sebagai tambahan albumin
Koloid sintetik, termasuk dextrose starches dan gelatin. Gelatin berhubungan dengan
reaksi alergi yang diperantarai histamin dan tidak tersedia di US. Dextran terdiri dari dextran 70
(Macrodex) dan dextran 40 (Rheomacrodex) yang mempunyai berat 70.000 dan 40.000.
walaupun dextran 70 merupakan volume expander yang lebih baik dari dextran 40, dextran 40
juga menigkatkan laju darah melewati microsirkulasi, mungkin dengan menurunkan viskositas
darah. Terdapat juga efek antiplatelet pada dextran. Pemberian lebih dari 20mL/kg per hari dapat
mengakibatkan perdarahan memanjang dan berhubungan dengan gagal ginjal. Dextran juga bisa
menjadi antigen, menimbulkan reaksi anafilaktoid serta anafilaksis ringan-sedang.
Hetastarch (Hydroxyethyl starch) terdapat dalam beberapa formula. Formula yang
banyak tersedia adalah dengan konsentrasi 6%-10%, berat molekul 200-670 dan tingkat
substitusi molar antara 0,4-0,7. Molekul cairan ini diambil dari tumbuhan pati. Molekul pati yang
kecil dieliminasi di ginja; sedangkan molekul yang besar harus dipecah dulu oleh amylase.
Hetastarch lebih efisien sebagai plasma expander dan lebih murah dibandingkan albumin. Selain
itu, hestasrach nonantigen dan reaksi anafilaktoid lebih jarang terjadi.
Kepaniteraan Klinik Anestesiologi dan Terapi IntensifRSUD Kota SemarangSeptember 2014 Page 9
Nama Kristaloid Koloid
Keuntungan Tidak mahal
Aliran urin lancar
(meningkatkan volume
intravaskular)
Pilihan cairan pertama untuk
resusitasi perdarahan dan
trauma
Mempertahankan cairan
intravaskular lebih baik (1/3
cairan bertahan selama 24 jam)
Meningkatkan tekanan onkotik
plasma
Membutuhkan volume yang lebih
sedikit
Mengurangi kejadian edema
perifer
Dapat menurunkan tekanan
intrakranial
Kerugian Mengencerkan tekanan
osmotik koloid
Menginduksi edema perifer
Insidensi terjadinya edema
Mahal
Menginduksi koagulopati
(dextran & helastarch)
Jika terdapat kerusakan kapiler,
Kepaniteraan Klinik Anestesiologi dan Terapi IntensifRSUD Kota SemarangSeptember 2014 Page 10
pulmonal lebih tinggi
Membutuhkan volume yg
lebih besar
Efeknya sementara
dapat berpotensi terjadi
perpindahan cairan ke interstitial
Mengencerkan faktor
pembekuan dan trombosit
Berpotensi menghambat tubulus
renalis dan sel retikuloendotelial
di hepar
Kemungkinan adanya reaksi
anafilaksis (dextran)
Terapi Cairan Perioperatif
Terapi cairan perioperatif termasuk penggantian cairan yang hilang (rumatan), deficit
puasa serta stress operasi.
Terapi rumatan : pada saat puasa, defisit cairan dan elektrolit dapat dengan cepat terjadi
akibat pembentukan urine, sekresi gastrointestinal, keringat, serta pengeluaran dari kulit serta
paru.
Kepaniteraan Klinik Anestesiologi dan Terapi IntensifRSUD Kota SemarangSeptember 2014 Page 11
Defisit puasa : kekurangan cairan akibat defisit puasa dapat dihitung dengan mengalikan
jumlah kebutuhan normal dan lamanya waktu puasa. Kehilangan cairan yang abnormal juga
mempengaruhi defisit preoperatif seperti perdarahan preoperatif, muntah dan diare. Kehilangan
cairan yang tak tampak akibat penyerapan cairan pada kasus trauma atau jaringan yang terifeksi
ataupun karena ascites merupakan hal yang penting. Hiperventilasi, demam serta keringat juga
dapat mempengaruhi jumlah cairan yang hilang. Idealnya, kekurangan ini harus diganti sebelum
dilakukan operasi.
Kehilangan Cairan Akibat Pembedahan
Perdarahan : salah satu hal yang penting bagi anestesiologi adalah monitor dan
memperkirakan jumlah darah yang hilang. Metode yang sering digunakan untuk memperkirakan
jumlah darah yang hilang adalah dengan menghitung jumlah darah pada suction dan
memperkirakan darah yang terdapat pada kasa dan pad.
Kehilangan cairan lainnya : pada proses pembedahan lebih banyak kehilangan cairan
daripada darah, terutama akibat evaporasi dan redistribusi internal dari cairan tubuh. Kehilangan
cairan secara evaporasi signifikan pada luka yang besar dan berhubungan dengan area
permukaan yang terbuka dan lamanya pembedahan. Redistribusi internal cairan dapat
menyebabkan perpindahan cairan yang masih dan mengakibatkan cairan intravascular menipis.
Kepaniteraan Klinik Anestesiologi dan Terapi IntensifRSUD Kota SemarangSeptember 2014 Page 12
Penggantian cairan intraoperatif
Terapi cairan intraoperatif dihitung berdasarkan kebutuhan dasar ditmabahn dengan
kehilangan cairan akibat pembedahan (perdarahan, redistribusi cairan, dan evaporasi). Jenis
cairan yang diberikan tergantung pembedahan serta perdarahan yang terjadi.
Penggantian darah yang hilang
Idealnya, perdarahan harus diganti dengan cairan kristaloid maupun koloid untuk
mempertahankan volume intravascular. Apabila perdarahan terus terjadi maka diperlukan
transfusi darah untuk mempertahankan konsentrasi hemoglobin. Jumlah kristaloid yang
diberikan pada perdarahan 3-4 kali lebih banyak dari jumlah darah yang hilang. Pada
penggunaan koloid ratio koloid dan darah yang hilang adalah 1:1. Saat dilakukannya transfuse
dapat diperkirakan dengan melihat hematokrit dan memperkirakan volume darah. Pasien dengan
hematokrit normal harus ditransfusi apabila perdarahan melebihi 10-20% volume darahnya.
Penggantian cairan berdasarkan redistribusi cairan dan evaporasi
Karena kehilangan cairan akibat redistribusi dan evaporasi berhubungan dengan ukuran
luka, maka prosedur pembedahan diklasifikasikan berdasarkan tingkat trauma jaringan.
Kepaniteraan Klinik Anestesiologi dan Terapi IntensifRSUD Kota SemarangSeptember 2014 Page 13
BAB III
KESIMPULAN
Tubuh mengandung 60 % air yang disebut juga cairan tubuh. Cairan tubuh ini
didalamnya terkandung nutrisi-nutrisi yang amat penting peranannya dalam metabolisme sel,
sehingga amat penting dalam menunjang kehidupan. Dalam pembedahan, tubuh kekurangan
cairan karena perdarahan selama pembedahan ditambah lagi puasa sebelum dan sesudah operasi.
Maka terapi cairan amat diperlukan untuk pemeliharaan dan mencegah kehilangan cairan terlalu
banyak yang bisa membahayakan.
Cairan tubuh terdistribusi dalam ekstrasel dan intrasel yang dibatasi membran sel.
Adanya tekanan osmotik yang isotonik menjaga difusi cairan keluar sel atau masuk ke dalam sel.
Terapi cairan parenteral digunakan untuk mempertahankan atau mengembalikan volume dan
komposisi normal cairan tubuh. Dalam terapi cairan harus diperhatikan kebutuhannya sesuai usia
dan keadaan pasien, serta cairan infus itu sendiri. Jenis cairan yang bisa diberikan untuk terapi
cairan adalah cairan kristaloid dan cairan koloid.
Kepaniteraan Klinik Anestesiologi dan Terapi IntensifRSUD Kota SemarangSeptember 2014 Page 14
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
1. Latief AS, dkk. Petunjuk Praktis Anestesiologi: Terapi Cairan Pada Pembedahan. Ed.
Kedua. Bagian anestesiologi dan terapi intensif, FKUI. 2002
2. Morgan EG. et al. Fluid Management & Blood Component Therapy. In : Clinical
Anestesiology, Fifth edition. New York: McGraw-Hill, 2013 : 1161-1180.
Kepaniteraan Klinik Anestesiologi dan Terapi IntensifRSUD Kota SemarangSeptember 2014 Page 15