referat bedah kriptokismus
DESCRIPTION
huhuTRANSCRIPT
CASE REPORT
KRIPTORKISMUS
Disusun oleh :
Ronny Saputra
Pembimbing :
dr. Yeppy AN Sp.B, FINaCS
KEPANITERAAN SMF ILMU Bedah
RSUD SOREANG
1
BAB I
STATUS PASIEN
IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn.D
Umur : 23 tahun
Alamat : Kp.Bojong Salak RT 5/ RW 21, desa Cilampeunyi
Kecamatan Katapang ibukota Bandung
Status Perkawinan : Belum menikah
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Tanggal masuk : 14 Juli 2014
Tanggal pemeriksaan : 14 Juli 2014
ANAMNESIS
Keluhan Utama : Benjolan di kedua selangkangan
Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang dengan keluhan benjolan di kedua selangkangan sejak 2 tahun
yang lalu. Benjolan yang dirasakan tidak nyeri, tidak kemerahan dan tidak panas.
Pada saat pasien berbaring benjolan yang dirasakan tidak membesar. Selain pada
2
selangkangannya, benjolan juga terdapat di daerah pubis. Selama 2 tahun, testis
sebelah kanan terus menerus mengecil akan tetapi besar testis sebelah kiri menetap.
Riwayat penyakit terdahulu :
Pasien sebelumnya pernah menderita hernia inguinalis pada saat duduk di bangku
kelas 2 SMP dan sudah diobati.
Riwayat Keluarga :
Ayah pasien pernah menderita penyakit hernia inguinalis sebelumnya
Riwayat operasi :
Pasien belum pernah operasi sebelumnya
Riwayat pengobatan :
Pasien belum mendapat pengobatan
Riwayat alergi :
Tidak ada alergi makanan dan obat.
PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Kompos mentis
Tanda vital : TD = 130/90 mmHg
RR = 20 x/menit
N = 88 x/menit
S = 36,6 0C
3
Mata : Conjungtiva anemis - ,Sklera ikterik -, cekung -
Leher : Kelenjar Getah Bening tidak teraba, JVP 5+2 cm H20
ThoraxDepan
Inspeksi : Bentuk dan gerakan simetris, tidak adanya sikatrik, pelebaran sela iga dan pelebaran pembuluh darah.
Palpasi : Trakea tidak deviasi, Vesicular breathing sound kanan = kiri, Fremitus taktil Dan fremitus vocal kanan = kiri.
Perkusi : Sonor kiri = kanan, batas paru hepar ICS V linea midclavicularis dextra, Peranjakan paru hepar (+) sebesar 2 jari.
Auskultasi : Vesicular breathing sound kanan = kiri, Vocal Resonance kiri= kanan, Ronkhi -/- wheezing -/-
ThoraxBelakang
Inspeksi : Bentuk dan gerakan simetris, tidak adanya sikatrik, pelebaran sela iga dan pelebaran pembuluh darah.
Palpasi : Vesicular breathing sound kanan = kiri, Fremitus taktil
Dan fremitus vocal kanan = kiri.
Perkusi : Sonor kiri = kanan
Auskultasi : Vesicular breathing sound kanan = kiri, Vocal Resonance kiri= kanan, Ronkhi -/- wheezing -/-
Abdomen
Inspeksi : datar, soepel
Auskultasi : Bising usus (+)
Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba, Tidak terdapat nyeri tekan pada abdomen.
Perkusi : terdengar suara timpani di seluruh kuadran abdomen.
Ekstremitas : Akral hangat, capillary refill time <2 detik, turgor kulit normal.
4
Status Lokalis
a/r inguinalis :
Inguinalis Dextra
Inspeksi : tidak tampak massa, hiperemis dan kemerahan.
Palpasi : teraba massa bulat kenyal berdiameter 2 cm, batas tegas, nyeri tekan (-)
Inguinalis sinistra
Inspeksi : tidak tampak massa dan hiperemis pada inguinalis dextra dan sinistra
Palpasi : teraba massa bulat kenyal berdiameter 2 cm, batas tegas, nyeri tekan (-)
Pada inguinalis dextra dan sinistra.
a/r scrotum :
Scrotum dextra
Inspeksi : Tidak terlihat adanya testis
Palpasi : Tidak teraba adanya testis.
Scrotum sinistra
Inspeksi : terlihat adanya testis
Palpasi : teraba adanya testis
PEMBAHASAN
Pasien datang dengan keluhan benjolan di kedua selangkangan sejak 2 tahun
yang lalu. Benjolan yang dirasakan tidak nyeri, tidak kemerahan dan tidak panas.
Pada saat pasien berbaring benjolan yang dirasakan tidak membesar. Selain pada
selangkangannya, benjolan juga terdapat di daerah pubis. Selama 2 tahun, testis
5
sebelah kanan terus menerus mengecil akan tetapi besar testis sebelah kiri menetap.
Pasien sebelumnya pernah menderita hernia inguinalis pada saat duduk di bangku
kelas 2 SMP dan sudah diobati lalu ayah pasien juga pernah menderita penyakit
hernia inguinalis sebelumnya.
Dari pemeriksaan fisik ditemukan tampak sakit ringan, vital sign dalam batas
normal, konjungtiva tidak anemis, KGB tidak teraba, status generalis lain dalam
batas normal. Pada status lokalis, inguinalis dextra teraba massa bulat kenyal
berdiameter 2 cm, batas tegas, nyeri tekan (-). Pada inguinalis sinistra teraba massa
bulat kenyal berdiameter 2 cm, batas tegas, nyeri tekan (-). Pada scrotum dextra tidak
terlihat dan tidak teraba adanya testis tetapi pada scrotum sinistra terlihat dan teraba
adanya testis
DD/
Kriptorkismus
Retraktil testis. Ini terjadi karena hiperaktifnya refleks kremaster pada anak,
sehingga testis bergerak ke kanalis inguinalis. Biasanya, retraktil ini bilateral.
Anorchia bilateral. Pada keadaan ini, didapati peningkatan kadar gonadotropin
dengan testosteron yang rendah serta kurangnya respons terhadap stimulasi HCG
atau tidak ada sama sekali.
Virilisasi dari Hiperplasi adrenal kongenital. Pada penderita wanita dengan
penyakit yang berat, terlihat seperti fenotip laki-laki dengan kriptorkismus
bilateral. Karena itu, diperlukan pemeriksaan buccal smear.
Ektopik testis.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
USUL PEMERIKSAAN
Pemeriksaan screening pre op ( darah rutin, foto rontgen, ureum dan kreatinin)
USG testis
6
DK/
- Kriptorkismus
TERAPI
Umum:
Bedrest
Diet biasa
Khusus:
IUVD RL
Terapi operatif : Orkidopeksi
HCG 500 IU IM
LHRH 3x1 intranasal
PROGNOSA
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
BAB II
7
PENDAHULUAN
Undesensus testis atau biasa disebut kriptorkismus merupakan kelainan
bawaan genitalia yang paling sering ditemukan pada anak laki-laki. Sepertiga kasus
anak-anak dengan undesensus testis adalah bilateral sedangkan dua pertiganya adalah
unilateral. Insiden undesensus testis terkait erat dengan umur kehamilan,dan maturasi
bayi. Insiden meningkat pada bayi yang lahir prematur dan menurun pada bayi-bayi
yang dilahirkan cukup bulan. Peningkatan umur bayi akan diikuti dengan penurunan
insiden undesensus testis.(1,2)
Insidensnya 3 ± 6% pada bayi laki-laki yang lahir cukup bulan dan meningkat
menjadi 30% pada bayi prematur. Setelah 100 tahun penelitian mengenai undesensus
testis, Masih terdapat beberapa aspek yang menjadi kontroversial. Faktor predisposisi
terjadinya undesensus testis adalah prematuritas, berat bayi baru lahir yang rendah,
keciluntuk masa kehamilan, kembar dan pemberian estrogen pada trimester pertama. 1,2. Testis yang belum turun ke kantung skrotum dan masih berada dijalurnya
mungkin terletak di kanalis inguinalis atau di rongga abdomen, yaitu terletak diantara
fossa renalis dan annulus inguinalis internus. (2-3)
Alasan utama dilakukan terapi adalah meningkatnya risiko infertilitas,
meningkatnya risiko keganasan testis, meningkatnya risiko torsio testis, reisiko
trauma testis terhadap tulang pubis dan faktor psikologis terhadap kantong skrotum
yang kosong.1,2. Penatalaksanaan yang terlambat pada undesensus akan menimbulkan
efek pada testis di kemudian hari.(2-3)
BAB III
8
TINJAUAN PUSTAKA
Anatomi Testis
Testis adalah organ genitalia pria yang terletak di skrotum. Ukuran testis pada orang
dewasa adalah 4×3×2,5 cm dengan volume 15-25 ml berbentuk ovoid kedua buah
testis terbungkus oleh jaringan tunika albuginea yang melekat pada testis. Diluar
tunika albuginea terdapat tunika vaginalis yang terdiri atas lapisan viseralis dan
parietalis, serta tunika dartos. Otot kremaster yang berada disekitar testis
memungkinkan testis dapat digerakan mendekati rongga abdomen untuk
mempertahankan temperatur testis agar tetap stabil.
Secara histopatologis, testis terdiri atas kurang lebih 250 lobuli dan tiap lobulus
terdiri atas tubuli seminiferi. Didalam tubulus seminiferus terdapat sel-sel
spermatogenia dan sel Sertoli, sedang diantara tubulus seminiferi terdapat sel-sel
Leyding. Sel-sel spermatogenia pada proses spermatogenesis menjadi sel
spermatozoa. Sel-sel Sertoli berfungsi memberi makanan pada bakal sperma,
sedangkan sel-sel Leyding atau disebut sel interstisial testis berfungsi dalam
menghasilkan hormon testosteron. Sel-sel spermatozoa yang diproduksi di tubuli
seminiferi testis disimpan dan mengalami pematangan atau maturasi diepididimis
setelah mature (dewasa) sel-sel spermatozoa bersama-sama dengan getah dari
epididimis dan vas deferens disalurkan menuju ke ampula vas deferens. Sel-sel itu
setelah dicampur dengan cairan-caidari epididimis, vas deferens, vesikula seminalis,
serta cairan prostat menbentuk cairan semen.
Vaskularisasi
Testis mendapatkan darah dari beberapa cabang arteri, yaitu :
1. Arteri spermatika interna yang merupakan cabang dari aorta
2. Arteri deferensialis cabang dari arteri vesikalis inferior
9
3. Arteri kremasterika yang merupakan cabang arteri epigastrika.
Pembuluh vena yang meninggalkan testis berkumpul membentuk pleksus
Pampiniformis. Plesksus ini pada beberapa orang mengalami dilatasi dan
dikenal sebagai varikokel.
1.1. Definisi
10
Undesensus testis adalah suatu keadaan dimana setelah usia 1 tahun, satu atau
kedua testis tidak berada di dalam kantung skrotum, tetapi masih berada di salah
satu tempat sepanjang jalur desensus normal.(1,2,3) Kriptorkismus berasal dari
kata cryptos (Yunani) yang berarti tersembunyi dan orchis yang dalam bahasa latin
disebut testis. (4)
1.2. Epidemologi
Kriptokismus adalah salah satu kelainan yang terjadi pada anak laki – laki.
Angka kejadian kriptokismus pada bayi prematur kurang lebih 30% yaitu 10 kali
lebih banyak daripada bayi cukup bulan (3%). Dengan bertambahnya usia, testis
mengalami desensus secara spontan. Dengan bertambahnya umur menjadi 1 tahun,
insidennya menurun menjadi 0,7-0,8%, angka ini hampir sama dengan populasi
dewasa. (2,3,4,5,6)
1.3. Embriologi dan anatomi
Pada mulanya testis hanya berupa penebalan pada bagian ventral dari genital
ridge yang belum dapat diterminasi. Karena pengaruh gen Y maka penebalan ini
akan memperlihatkan karakteristik histologi dan fungsional sebagai testis.
Kemudian sebagian mesonefron akan berdegenerasi, dan sebagian lagi yang
berdekatan dengan testis akan membentuk epididimis yang akan menjadi saluran
yang membawa spermatozoa dari testis ke vas deferens. Jika mesonefron gagal
tumbuh menyatu dengan testis, maka testis tidak akan turun ke skrotum, tetapi vas
deferens dan pembuluh darah yang turun sepanjang prosesus vaginalis.(4)
Pada kehamilan 4 bulan testis berkembang menjadi bulat seperti bentuk yang
normal dan mulai berpindah ke kaudal dan mencapai annulus inguinalis internus
pada kehamilan 5 bulan. Selama bulan ke – 7, testis melewati kanalis inguinalis dan
akan menonjol di samping tonjolan peritoneum yang disebut prosesus vaginalis
11
peritonei. Selama bulan ke – 8 dan bulan ke – 9, testis sudah berada dalam skrotum.
Kurang lebih 5% dari bayi aterm lahir dengan desensus testis inkomplit. Dan sampai
30% bayi prematur lahir dengan undesensus testis. Testis berkembang bersama
mesonefron yang terpisah dari vas deferens yang berkembang baik sedangkan
sedangkan testis tidak ada. Perkembangan testis yang baik disertai dengan
perkembangan vas deferens yang terganggu dijumpai pada penyakit fibrosis sistika.(4)
Kedua testis dalam scrotum digantung oleh tangkai fibrovaskuler, funiculus
spermaticus, yang meninggalkan canalis inguinalis melalui annulus inguinalis
profunda. Testis kiri sering tergantung lebih rendah daripada yang kanan. Scrotum
berfungsi mengatur temperature testis. Scrotum berasal dari 2 genital ridge yang
ditunjukkan oleh adanya lapisan tengah, raphe scrota.(4)
Testis matur bentuknya kira – kira seperti buah plum, panjangnya 4 – 5 cm.
konsistensi kenyal dan biasanya dalam scrotum posisi permukaan luas menghadap ke
belakang dan yang sempit menghadap depan. Testis dibagi menjadi kutub atas dan
kutub bawah, permukaan medial dan lateral. Pada tepi posterior, mediastinum testis,
pembuluh – pembuluh darah, saraf dan ductus deferens masuk dan meninggalkan
epididymis bersama funiculus spermaticus. Testis dan epididymis sebagian besar
ditutupi oleh lapisan visceral peritoneal sheath, tunica vaginalis testis. Lapisan ini
pada mediatinum testis dan epididymis melipat menjadi lapisan parietal, lapisan
visceral membentuk alur di bagian lateral, bursa testicular terletak antara testis dan
epididymis.(4)
Testis dibungkus dengan rapat oleh kapsul jaringan ikat tebal, keputih-putihan,
tunica albuginea. Septa – septa jaringan ikat (septula testis) menyebar dari kapsul
menuju mediastinum testis membagi jaringan testis menjadi 200 – 300 lobulus (lobuli
testis). Tiap lobulus mengandung beberapa tubulus seminiferous yang berkelok –
kelok (tubuli seminiferi contorti). Tiap tubulus pada testis matur (secara seksual)
tebalnya 140 – 300 µm, dan jika dibentang panjangnya 30 -60 mm. tubulus masuk
12
rete testis di mediastinum. Rete testis terdiri atas saluran – saluran seperti celah saling
berhubungan dari mana ductuli efferentes menyalurkan sperma (spermatozoa)
menuju ductus epididymis. Selanjutnya ductus epididymis melanjutkan diri sebagai
ductus deferens. (2,3,5)
1.4. Etiologi
Penyebab pasti kriptorkismus belum jelas. Beberapa hal yang berhubungan
adalah:
a. Abnormalitas gubernakulum testis
Penurunan testis dipandu oleh gubernakulum. Massa gubernakulum yang besar
akan mendilatasi jalan testis, kontraksi, involusi, dan traksi serta fiksasi pada
skrotum akan menempatkan testis dalam kantong skrotum. Ketika tesis telah
berada di kantong skrotum gubernakulum akan diresorbsi (Backhouse, 1966) Bila
struktur ini tidak terbentuk atau terbentuk abnormal akan menyebabkan
maldesensus testis.
b. Defek intrinsik testis
Maldesensus dapat disebabkan disgenesis gonadal dimana kelainan ini membuat
testis tidak sensitif terhadap hormon gonadotropin. Teori ini merupakan
penjelasan terbaik pada kasus kriptorkismus unilateral. Juga untuk menerangkan
mengapa pada pasien dengan kriptorkismus bilateral menjadi steril ketika
diberikan terapi definitif pada umur yang optimum. Banyak kasus kriptorkismus
13
yang secara histologis normal saat lahir, tetapi testisnya menjadi atrofi /
disgenesis pada akhir usia 1 tahun dan jumlah sel germinalnya sangat berkurang
pada akhir usia 2 tahun.
c. Defisiensi stimulasi hormonal / endokrin
Hormon gonadotropin maternal yang inadequat menyebabkan desensus
inkomplet. Hal ini memperjelas kasus kriptorkismus bilateral pada bayi prematur
ketika perkembangan gonadotropin maternal tetap dalam kadar rendah sampai 2
minggu terakhir kehamilan. Tetapi teori ini sulit diterapkan pada kriptorkismus
unilateral. Tingginya kriptorkismus pada prematur diduga terjadi karena tidak
adequatnya HCG menstimulasi pelepasan testosteron masa fetus akibat dari
imaturnya sel Leydig dan imaturnya aksis hipothalamus-hipofisis-testis.
Dilaporkan suatu percobaan menunjukkan desensus testis tidak terjadi pada
mamalia yang hipofisenya telah diangkat .
Rasfer et al (1986) memperlihatkan penurunan testis dimediasi oleh androgen
yang diatur lebih tinggi oleh gonadotropin pituitary. Proses ini memicu kadar
dihidrotestotsteron yang cukup tinggi, dengan hasil testis mempunyai akses yang
bebas ke skrotum . Toppari & Kaleva menyebut defek dari aksis hipotalamus-
pituitary-gonadal akan mempengaruhi turunnya testis. Hormon utama yang
mengatur testis adalah LH dan FSH yang doproduksi oleh sel basofilik di
pituitary anterior yang diatur oleh LHRH. FSH akan mempengaruhi
mempengaruhi sel sertoli, epitel tubulus seminiferus. Kadar FSH naik pada
kelainan testis
Kriptorkismus yang disertai defisiensi gonadotropin dan adrenal hipoplasia
kongenital mungkin berhubungan dengan sifat herediter. Corbus dan O’Connor,
Perreh dan O’Rourke melaporkan beberapa generasi kriptorkismus dalam satu
keluarga2. Juga ada penelitian yang menunjukkan tak aktifnya hormon Insulin
Like Factor 3 ( Insl3) sangat mempengaruhi desensus testis . Insl3 diperlukan
untuk diferensiasi dan proliferasi gubernakulum. Faktor lain yang diduga
14
berperan ialah berkurangnya stimulating substances yang diproduksi oleh nervus
genitofemoralis
Penderita kriptorkismus atau bekas kriptorkismus mempunyai resiko lebih tinggi
terjadinya tumor testis ganas. Walaupun pembedahan kriptorkismus pada usia
muda mengurangi insidens tumor sedikit, resiko terjadinya tumor tetap tinggi.
Kriptorkismus merupakan suatu ekspresi disgenesia gonad yang berhubungan
dengan transformasi ganas. Penggunaan hormon dietilstilbestrol yang terkenal
sebagai DES oleh ibu pada kehamilan dini meningkatkan resiko tumor maligna
pada alat kelamin bayi pada usia dewasa muda.
1.5. Klasifikasi
Undesesus testis dikelompokkan menjadi 3 tipe: (2.,3)
1. Undesensus testis sesungguhnya ( true undescended) : testis mengalami
penurunan parsial melalui jalur yang normal, tetapi terhenti. Dibedakan menjadi
teraba (palpable) dan tidak teraba ( impalpable)
2. Testis ektopik : testis mengalami penurunan di luar jalur penurunan yang
normal.
3.Testis retractile: testis dapat diraba/dibawa ke dasar skrotum tetapi akibat
refleks kremaster yang berlebihan dapat kembali segera ke kanalis inguinalis,
bukan termasuk UDT yang sebenarnya.
15
Gambar 2. Letak Undesensus Testis. Gambar di sebelah kanan adalah beberapa letak
testis kriptorkismus yaitu 1. Testis retraktil, 2. Inguinal, dan 3. Abdominal, sedangkan
gambar di sebelah kiri menunjukkan testis ektopik, antara lain: 4. Inguinal superfisial,
5. Penil, 6. Femoral
Undesensus testis dapat diklasifikasi berdasarkan lokasinya menjadi:
1. Skrotal tinggi (supraskrotal) : 40 %
2. Intrakanalikuler ( inguinal ) : 20 %
3. Intraabdominal (abdominal) : 10%
1.6. Patofisiologi
Suhu di dalam rongga abdomen ±1ºC lebih tinggi daripada suhu di dalam
skrotum, sehingga testis abdominal selalu mendapatkan suhu yang lebih tinggi
daripada testis normal; hal ini mengakibatkan kerusakan sel – sel epitel germinal
testis. Pada usia 2 tahun, sebanyak 1/5 bagian dari sel – sel germinal testis telah
mengalami kerusakan sedangkan pada usia 3 tahun hanya 1/3 sel – sel germinal yang
masih normal. Kerusakan ini makin lama makin progresif dan akhirnya testis menjadi
mengecil.(2,3)
16
Karena sel – sel leydig sebagai penghasil hormon androgen tidak ikut rusak,
maka potensi seksual tidak mengalami gangguan.(2,3)
Akibat lain yang ditimbulkan dari letak testis yang tidak berada di skrotum
adalah mudah terpelintir (torsio), mudah terkena trauma, dan lebih mudah mengalami
degenerasi maligna.(2,3)
1.7. Diagnosis
a. Anamnesis
Pasien biasanya dibawa berobat ke dokter karena orang tuanya tidak
menjumpai testis di kantong skrotum, sedangkan pasien dewasa mengeluh karena
infertilitasnya yaitu belum mempunyai anak setelah menikah beberapa tahun. (2,3)
b. Pemeriksaan fisis
Inspeksi pada regio skrotum terlihat hipoplasia kulit skrotum karena tidak
pernah ditempati oleh testis. Pada palpasi, testis tidak teraba di kantung skrotum
melainkan berada di inguinal atau di tempat lain. Pada saat melakukan palpasi
untuk mencari keberadaan testis, jari tangan pemeriksa harus berada dalam
keadaan hangat hangat untuk menghindari tertariknya testis ke atas. .(2,3,5,6)
c. Pemeriksaan laboratorium
Jika kedua buah testis tidak diketahui tempatnya, harus dibedakan dengan
anorkismus bilateral (tidak mempunyai testis). Untuk itu perlu dilakukan
pemeriksaan hormonal antara lain hormon testoteron, kemudian dilakukan uji
dengan pemberian hormon hCG (human chorionic gonadotropin hormone).
Tidak terjadi peningkatan kadar testosterone disertai peningkatan LH/FSH
setelah dilakukan stimulasi mengindikasikan anorkismua.(1,2,3,4,5,)
17
Prinsip stimulasi test dengan hCG atau hCG test adalah mengukur kadar pada
keadaan basal dan 24 - 48 jam setelah stimulasi. Respon testosteron normal pada
hCG test sangat tergantung umur penderita. Pada bayi, respon normal setelah
hCG test bervariasi antara 2 - 10x bahkan 20x. Pada masa kanak-kanak,
peningkatannya sekitar 5 -10x. Sedangkan pada masa pubertas, dengan
meningkatnya kadar testosteron basal, maka peningkatan setelah stimulasi hCG
hanya sekitar 2 - 3x.(1,2,3,4,5,)
d. Laparoskopi
Metode ini merupakan metode infasif yang cukup aman dilakukan oleh ahli
yang berpengalaman. Sebaiknya dilakukan pada anak yang lebih besar dan
setelah pemeriksaan lain tidak dapat mendeteksi adanya testis diinguinal.(1)
Beberapa hal yang dapat dievaluasi selama laparoskopi adalah: kondisi annulua
inguinalis interna, processus vaginalis (patent atau non-patent), testis dan
vaskularisasinya serta struktur wolfiannya. (2,3,4)
1.8. Diagnosis Banding
Diagnosis banding meliputi testis letak ektopik dan seringkali dijumpai testis
yang biasanya berada di kantung skrotum tiba – tiba berada di daerah di inguinal
dan pada keadaan lain kembali ke tempat semula. Keadaan ini terjadi karena
refleks otot kremaster yang terlalu kuat akibat cuaca dingin, atau setelah
melakukan aktifitas fisik. Hal ini disebut sebagai testis retraktil atau kriptorkismus
fisiologis dan kelainan ini tidak perlu diobati. Selain itu undesensus testis perlu
dibedakan dengan anorkismus, yaitu testis memang tidak ada. Hal ini biasa terjadi
secara kongenital memang tidak terbentuk testis, atau testis yang mengalami
atrofi akibat torsio in utero atau torsio pada saat neonatus. (2,3.4)
1.9. Penatalaksanaan
18
Tujuan terapi undesensus testis yang utama dan dianut hingga saat ini adalah
memperkecil risiko terjadinya infertilitas dan keganasan dengan melakukan
reposisi testis kedalam skrotum baik dengan menggunakan terapi hormone
ataupun dengan cara pembedahan (orkidopeksi). Penatalaksanaan yang terlambat
pada undesensus testis akan menimbulkan efek pada testis di kemudian hari.
Dengan asumsi bahwa jika dibiarkan testis tidak dapat turun sendiri setelah usia
1 tahun, sedangkan setelah usia 2 tahun terjadi kerusakan testis yang cukup
bermakna, maka saat yang tepat untuk melakukan terapi adalah pada usia 1
tahun. Pada prinsipnya testis yang tidak berada di skrotum harus diturunkan ke
tempatnya, baik dengan cara medikamentosa maupun pembedahan.(2,3,4,6)
Undesensus testis meningkatkan risiko infertilitas dan berhubungan dengan
risiko tumor sel germinal yang meningkat 3 - 10 kali. Atrofi testis terjadi pada usia
5 – 7 tahun, akan tetapi perubahan morfologi dimulai pada usia 1 - 2 tahun. Pada
awal pubertas, lebih dari 90% testis kehilangan sel germinalnya pada kasus
intraabdomen, sedangkan pada kasus testis inguinal dan preskrotal, penurunan sel
geminal mencapai 41% dan 20%.5,6
a. Medikamentosa
Hormon yang diberikan adalah hCG,gonadotropin releasing hormone
(GnRH) atau LH-releasing hormone (LHRH). Terapi hormonal meningkatkan
produksi testosterone dengan menstimulasi berbagai tingkat jalur
hipotalamus-pituitary-gonadal. Terapi ini berdasarkan observasi bahwa proses
turunnya testis berhubungan dengan androgen. Tingkat testosteron lebih tinggi
bila diberikan hCG dibandingkan GnRH. Semakin rendah letak testis,
semakin besar kemungkinan keberhasilan terapi hormonal.(4, 5,6,)
International Health Foundation menyarankan dosis hCG sebanyak
250IU/ kali pada bayi, 500 IU pada anak sampai usia 6 tahun dan 1000 IU
pada anak lebih dari 6 tahun. Terapi diberikan 2 kali seminggu selama 5
minggu. Angka keberhasilannya 6 ± 55%. Secara keseluruhan, terapi hormon
19
efektif pada beberapa kelompok kasus, yaitu testis yang terletak di leher
skrotum atau undesensus bilateral. Efek samping adalah peningkatan rugae
skrotum, pigmentasi, rambut pubis dan pertumbuhan penis. Pemberian dosis
lebih dari 15000 IU dapat menginduksi fusie piphyseal plate dan mengurangi
pertumbuhan somatik..(1) Pemberian hormonal pada kriptorkismus banyak
memberikan hasil terutama pada kelainan bilateral, sedangkan pada kelainan
unilateral hasilnya masih belum memuaskan. Obat yang sering digunakan
adalah hormon hCG yang disemprotkan intranasal.(1-6)
b. Pembedahan
Apabila terapi hormonal telah gagal, terapi standar pembedahan untuk
kasus undesensus testis adalah orkidopeksi. Keputusan untuk melakukan
orkidopeksi harus mempertimbangkan berbagai faktor, antara lain teknis,
risiko anastesi, psikologis anak, dan risiko bila operasi tersebut ditunda.(4-6).
20
Gambar 3. Orkidopeksi
Orkidopeksi digunakan untuk memperbaiki UDT pada anak-anak. Satu insisi
dibuat pada abdomen yang merupakan lokasi UDT, dan insisi lain dibuat pada
skrotum (A). Testis dipisahkan dari jaringan sekitarnya (B) dan dikeluarkan
dari insisi abdomen menempel pada spermatic cord (C). Testis kemudian
dimasukkan turun ke dalam skrotum (D) dan dijahit (E).
Tujuan operasi pada kriptorkismus adalah: (1) mempertahankan fertilitas,
(2) mencegah timbulnya degenerasi maligna, (3) mencegah kemungkinan
terjadinya torsio testis, (4) melakukan koreksi hernia, dan (5) secara psikologis
mencegah terjadinya rasa rendah diri karena tidak mempunyai testis. Operasi
yang dikerjakan adalah orkidopeksi yaitu meletakkan testis ke dalam skrotum
dengan melakukan fiksasi pada kantung sub dartos.(2,-6)
21
Prinsip dasar orkidopeksi adalah(1,4)
1. Mobilisasi yang cukup dari testis dan pembuluh darah
2. Ligasi kantong hernia
3. Fiksasi yang kuat testis pada skrotum
Testis sebaiknya direlokasi pada subkutan atau subdartos pouch
skrotum. Tindakan operasi sebaiknya dilakukan sebelum pasien usia 2
tahun, bahkan beberapa penelitian menyarankan pada usia 6 – 12 bulan.
Penelitian melaporkan spermatogonia akan menurun setelah usia 2 tahun.
Indikasi absolut dilakukan operasi pembedahan primer adalah. (1)
1. kegagalan terapi hormonal
2. testis ektopik
3. terdapat kelainan lain seperti hernia dengan atau tanpa prosesus
vaginalis yang terbuka
1.10. Komplikasi Undesensus Testis
Telah lama diketahui bahwa komplikasi utama yang dapat terjadi pada
undesensus testis adalah keganasan testis dan infertilitas akibat degenerasi
testis. Disamping itu disebut juga terjadinya torsio testis, dan hernia
inguinalis.(1-3)
a. Risiko Keganasan
Terdapat hubungan yang erat antara undesensus dan keganasan testis.
Insiden keganasan testis sebesar 1 - 6 pada setiap 500 laki-laki undesensus
testis di Amerika. Risiko terjadinya keganasan testis yang tidak turun pada
anak dengan undesensus testis dilaporkan berkisar 10-20 kali dibandingkan
pada anak dengan testis normal. Makin tinggi lokasi undesensus makin tinggi
risiko keganasannya, testis abdominal mempunyai risiko menjadi ganas 4x
lebih besar dibanding testis inguinal.5,10,11
22
Orkidopeksi sendiri tidak akan mengurangi risiko terjadinya
keganasan, tetapi akan lebih mudah melakukan deteksi dini keganasan pada
penderita yang telah dilakukan orkidopeksi. (1-3)
b. Infertilitas
Penderita undesensus testis bilateral mengalami penurunan fertilitas
yang lebih berat dibandingkan penderita undesesus unilateral, dan apalagi
dibandingkan dengan populasi normal. Penderita undesesus bilateral
mempunyai risiko infertilitas 6x lebih besar dibandingkan populasi normal
(38% infertil pada undesesus bilateral dibandingkan 6% infertil pada populasi
normal), sedangkan pada undesesus unilateral berisiko hanya 2x lebih besar.(1-
3)
Komplikasi infertilitas ini berkaitan dengan terjadinya degenerasi pada
undesensus testis. Biopsi pada anak-anak dan binatang coba undesensus testis
menunjukkan adanya penurunan volume testis, jumlah germ cells dan
spermatogonia dibandingkan dengan testis yang normal. Biopsi testis pada
anak dengan undesesus testis unilateral yang dilakukan sebelum umur 1 tahun
menunjukkan gambaran yang tidak berbeda bermakna dengan testis yang
normal. Perubahan gambaran histologis yang bermakna mulai tampak setelah
umur 1 tahun, semakin memburuk dengan bertambahnya umur. Tidak seperti
risiko keganasan, penurunan testis lebih dini akan mencegah proses
degenerasi lebih lanjut.(1-3)
23
DAFTAR PUSTAKA
1. Schneck FX, Bellinger MF. Abnormalities of the testes and scrotum and their
surgical management. Dalam: Walsh PC. Campbellµs Urology Vol 1. 8thedition.
Philadelphia: WB Saunders Company. 2000.
2. Tanagho EA, Nguyen HT. Embriology of the Genitourinary System.
Dalam:Tanagho EA, McAninch JW.Smith¶s General Urology . Edisi 17.
California:The McGraw Hill companies; 2000. h.23-45.
3. Basuki Purnomo. Testis Maldesensus. Dalam: Dasar – Dasar Urologi. Edisi 2.
Jakarta: Sagung Seto. 2009 h. 137-140.
4. Michael JM, Herbert S, dkk. The Undecended Testis: Diagnosis, Treatment and
Long-Term Consequences. Dalam :
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2737432/
( diakses : 15 November 2013)
5. Faizi M, Netty EP. Penatalaksanaan Undescendcus Testis Pada Anak. Dalam :
http://old.pediatrik.com/pkb/20060220-g2wryu-pkb.pdf
(diakses 15 November 2013)
6. Adi S, Any R. Tjahjodjati, dkk. Panduan Penatalaksanaan Pediatrik Urologi di
Indonesia. Dalam : http://www.iaui.or.id/ast/file/pediatric_urology.doc
(diakses 15 November 2013)
24