referat fis.pernapasan, ali dyah idayu
TRANSCRIPT
REFERAT
FISIOLOGI PERNAPASAN
Disusun Oleh :
Muhammad Ali Mukti G1A212069
Dyah Isnani Fitriana G1A212070
Idayu Nourmalita P G1A212071
Pembimbing :
Dr. Iwan D C, SpAn
Kepaniteraan Klinik
Staf Medis Fungsional Anestesi dan Reanimasi
Universitas Jenderal Soedirman
2012
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
A. Latar Belakang ....................................................................................... 1B. Tujuan............... ..................................................................................... 2
BAB II ISI ............................................................................................................. 3
A. Anatomi Saluran Pernapasan .................................................................. 3B. Fisiologi Saluran Pernapasan ................................................................. 11C. Aplikasi Klinis Penyakit pada Saluran Pernapasan ............................... 15D. Terapi pada Penyakit pada Saluran Pernapasan .................................... 21
BAB III KESIMPULAN .................................................................................... 25
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 26
BAB I
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Tubuh manusia tersusun dari berbagai komponen yang menunjang kehidupan.
unit terkecil dari komponen adalah sel. Metabolisme sel membutuhkan darah yang
terdiri dari hemoglobin (Hb) dan oksigen, digunakan untuk proses yang penting,
salah satunya proses pernapasan. Pernapasan pada manusia memiliki tiga fungsi
utama yaitu input oksigen, output karbon dioksida (CO2) dan regulasi komposisi
relatif dari darah. Tubuh membutuhkan oksigen untuk metabolisme sel. Selama
proses metabolisme, oksigen digabungkan dengan atom karbon dalam makanan,
memproduksi CO2. Sistem pernapasan membawa masuk oksigen melalui inspirasi
dan mengeluarkan CO2 melalui ekspirasi.
Sistem pernapasan melibatkan beberapa organ terbagi menjadi 2 traktus, yaitu
Upper Tractus dan Lower Tractus termasuk hidung, mulut, faring, trakea,
diafragma, otot perut, dan mulut kemudian melewati faring dan laring untuk trakea.
Trakea terdiri menjadi dua cabang yang disebut bronkus primer. Setiap bronkus
memasuki paru-paru, di mana kemudian membagi ke saluran pernapasan sekunder,
bronkiolus dan akhirnya duktus alveolar mikroskopis, yang berisi alveoli. Alveoli
dan kapiler berperan dalam pertukaran oksigen dan karbon dioksida.
Proses inspirasi udara merupakan proses aktif akibat dari kontraksi otot.
Inspirasi menyebabkan paru mengembang di dalam thorax. Sedangkan proses
ekspirasi merupakan proses fungsi pasif, terjadi relaksasi paru-paru sehingga
mengurangi volume paru dalam dada.
II. Tujuan
a. Mengetahui anatomi saluran pernapasan manusia
b. Mengetahui fisiologis saluran pernapasan manusia
c. Mengetahui aplikasi klinis penyakit akibat gangguan saluran pernapasan
manusia
d. Mengetahui macam-macam terapi oksigen untuk saluran pernapasan manusia
BAB II
ISI
I. ANATOMI SALURAN PERNAPASAN
A. Berdasarkan Letak
1) Upper Respiratory Track (Saluran Nafas Atas), berfungsi sebagai
penghangat, filter udara, melembabkan, penting dalam perlindungan
penyakit paru-paru. Saluran nafas atas terdiri dari:
Nasal
Cavum nasal
Sinus paranasal
Pharynx
2) Lower Respiratory Track (Saluran Nafas Bawah), berfungsi sebagai
ventilasi/pernapasan dan homeostasis. Bagian-bagiannya adalah:
Larynx
Trachea
Bronchi
Bronchiolus
Alveoli
Alveolus
Gambar 1. Upper and lower respiratory
B. Hidung dan Pharynx
1) Hidung
Terdiri dari hidung luar dan cavum nasal, yang berfungsi sebagai :
Saluran udara
Membersihkan udara
Melembabkan
Menghangatkan udara
Pembau
Bersama sinus paranasal membentuk resonasi dan ruangan untuk
berbicara
Gambar 2. Panah hijau: area olfakturius. Panah merah area respiratorius
2) Pharynx
Berfungsi ganda sebagai sistem pernapasan dan sistem pencernaan.
Mempunyai tiga regio:
Nasopharynx
Oropharinx
laringopharinx
Gambar 3. Cavum nasal dan pharynx
C. Sinus dan Muaranya
1) Sinus Maksilaris meatus nasi media
2) Sinus Frontalis meatus nasi media
3) Sinus Sphenoidalis meatus nasi superior
4) Sinus Ethmoidalis meatus nasi media dan superior
Gambar 4. Muara Sinus
D. Larynx
Terdiri atas pipa fibrocartilaginea dan cartilago (tyroidea, cricoidea,
arytenoidea, epiglotica, corniculata, dan cuneiforme)
Gambar 5. Cartilago yang ada di larynx
E. Trachea
Terdiri atas rangkaian cincin cartilago. Berukuran 16-20 cm, membentuk cincin
tidak penuh (huruf C), yang tiap cincin dihubungkan oleh ligamentum annulare.
Bagian posterior trachea adalah esophagus. Carina merupakan cincin cartilage
yang terakhir, selanjutnya akan menjadi bronchus primer.
Gambar 6. Anterior Gambar 7. Posterior
F. Pohon Tracheobronchial
Gambar 8. Trachea sampai alveoli
1) Pars Conductorius
Terdapat silia yang menghilangkan kotoran-kotoran dari trachea sampai
bronchiolus terminal
Fungsinya adalah mengalirkan udara
Cartilago memegang sistem membuka pipa dan otot polos mengontrol
diameter pipa.
2) Pars Respiratorius
Dimulai dari bronchiolus respiratorius dan alveoli
Fungsinya sebagai pertukaran gas.
Gambar 9. Bronchiolus dan Alveolus
G. Bronchus
Bronchus primer (dextra dan sinistra) bronchus sekunder bronchus
tertier bronchiolus bronchiolus terminal bronchioles respiratorius
alveoli alveolus.
Perbedaan antara bronchus dextra dan sinistra adalah :
Tabel 1. Perbedaan Bronchus Primer Dextra dan Sinistra
Bronchus Dextra Bronchus sinistra
Lebih tegak Lebih datar
Lebih lebar Lebih sempit
Lebih pendek Lebih panjang
Gambar 10. Trachea sampai bronchiolus
Bronchus primer dextra terdiri atas 3 bronchus sekunder, sedangkan
bronchus primer sinistra terdiri atas 2 bronchus sekunder.
H. Pulmo
1) Hilus pulmonalis, terdiri dari a. pulmonalis, v. pulmonalis, a. bronchialis,
plexus pulmonalis, dan lymphonodi.
Gambar 11. Hilus pulmo dextra
2) Lobus pulmo dibagi menjadi 2, yaitu dextra dan sinistra
Dextra: lobus superior, media dan inferior
Sinistra: lobus superior dan inferior
Gambar 12. Lobus dan Fissura Pulmo
3) Fissura
Dextra : horisontalis, oblique
Sinistra : horisontalis
4) Apex adalah bagian atas paru, sedangkan basis terletak dibawah berbatasan
dengan diafragma.
Pulmo terletak di rongga dada yang cavum mediastinumnya terisi
jantung. Paru-paru dibungkus oleh selaput yang bernama pleura. Pleura
dibagi menjadi dua, yaitu :
1) Pleura Visceralis, yaitu selaput yang langsung membungkus paru
2) Pleura Parietalis, yaitu selaput yang melapisi rongga dada luar.
Antara kedua pleura terdapat rongga (cavum) yang disebut cavum pleura.
Pada keadaan normal, cavum pleura ini hampa udara, sehingga paru-paru
dapat mengembang dan mengempis. Di dalam cavum pleura berisi cairan
pleura yang berfungsi sebagai pelumas bagi gerakan paru di dalam rongga.
II. FISIOLOGI SISTEM PERNAPASAN
A. Sistem Pernapasan dibagi menjadi 3 fungsi
1. Ventilasi
Proses mekanik perpindahan udara masuk dan keluar paru-paru
Insipirasi/inhalasi
Ekspirasi/ekshalasi
2. Pernapasan Paru-paru (Eksternal)
Pertukaran gas O2 & CO2 antara alveoli dan kapiler di paru-paru
Difusi
3. Pernapasan jaringan (Internal)
Pertukaran gas O2 & CO2 antara kapiler dan jaringan tubuh
Difusi
B. Fungsi sistem pernapasan
Pertukaran gas: oksigen masuk ke darah dan karbondioksida keluar
Regulasi pH darah
Perubahan level darah CO2
Memproduksi suara: pergerakan udara pada lipatan vokal menghasilkan
suara dan berbicara
Pembau: terjadi ketika molekul udara masuk ke cavum nasal
Proteksi: melawan mikroorganisme dengan mencegah masuknya dan
menghilangkannya.
Sistem pernapasan mencakup saluran pernapasan yang berjalan ke paru,
paru itu sendiri, dan struktur-struktur toraks (dada) yang terlibat
menumbulkan gerakan udara masuk-keluar paru melalui saluran pernapasan.
Saluran pernapasan adalah saluran yang mengangkut udara antara atmosfer
dan alveolus, tempat terakhir yang merupakan satu-satunya tempat
pertukaran gas-gas antara udara dan darah dapat berlangsung.
Sistem pernapasan berawal dari saluran hidung (nasal) berjalan ke faring
(tenggorokan), yang berfungsi sebagai saluran bersama bagi system
pernapasan maupun system pencernaan. Terdapat dua saluran yang berjalan
dari faring trakea, tempat lewatnya udara ke paru, dan esophagus, saluran
tempat lewatnya makanan ke lambung. Udara dalam keadaan normal masuk
ke faring melalui hidung, tetapi udara juga dapat masuk melalui mulut jika
hidung tersumbat.
Laring terletak di pintu masuk trakea dimana terdapat pita suara yang
pada saat udara mengalir cepat melewati pita suara yang tegang, pita suara
tersebut bergetar untuk menghasilkan bermacam-macam bunyi. Setelah
laring, trakea dibagi menjadi dua cabang utama, bronkus kanan dan kiri,
yang masing-masing masuk ke paru kanan dan kiri. Di dalam setiap paru,
bronkus terus bercabang-cabang menjadi saluran napas yang semakin
sempit, pendek dan banyak, seperti percabangan pohon. Cabang terkecil
adalah bronchiolus. Di ujung bronchiolus terkumpul alveolus, kantung udara
kecil tempat terjadinya pertukaran gas-gas antara udara dan darah.
C. Mekanika Pernapasan
Udara cenderung bergerak dari tekanan tinggi ke tekanan rendah.
Udara mengalir masuk dan keluar paru selama proses bernapas dengan
mengikuti penurunan gradient yang berselang-seling antara alveolus dan
atmosfer akibat aktivitas siklik otot-otot pernapasan. Terdapat tiga tekanan
berbeda yang penting pada ventilasi:
1) Tekanan atmosfer (barometrik) adalah tekanan yang ditimbulkan oleh
berat udara di atmosfer terdapat benda-benda di permukaan bumi. Pada
ketinggian permukaan laut, tekanan ini sama dengan 760 mmHg.
Tekanan atmosfer berkurang seiring dengan penambahan ketinggian di
atas permukaan laut, karena kolom udara di atas permukaan bumi
menurun.
2) Tekanan intra alveolus juga dikenal sebagai tekanan intapulmonalis,
adalah tekanan di dalam alveolus. Karena alveolus berhubungan dengan
atmosfer melalui saluran pernapasan, udara dengan cepat mengalir
mengikuti gradient tekanan setiap kali terjadi perbedaan antara tekanan
intra alveolus dan tekanan atmosfer.
3) Tekanan intrapleura adalah tekanan di dalam kantung pleura. Disebut
juga tekanan intrathoraks, yaitu tekanan yang terjebak di luar paru di
dalam rongga dada. Tekanan intrapleura biasanya lebih kecil daripada
tekanan atmosfer, rata-rata 756 mmHg saat istirahat.
D. Kerja pernapasan
Selama pernapasan normal dan tenang, semua kontraksi otot
pernapasan terjadi selama inspirasi. Ekspirasi adalah proses yang hampit
seluruhnya pasif akibat sifat elastic daya lenting paru dan rangka dada.
Sehingga dalam keadaan istirahat otot-otot pernapasan “bekerja” untuk
menimbulkan inspirasi tapi tidak untuk menimbulkan ekspirasi.
Kerja inspirasi dibagi menjadi tiga bagian: (1) yang dibutuhkan untuk
pengembangan paru dalam melawan daya elastisitas paru dan dadam
yang disebut kerja komplians atau kerja elastik, (2) yang dibutuhkan
untuk mengatasi viskositas paru dan struktur dinding dada, yang disebut
kerja resistensi jaringan; dan (3) yang dibutuhkan untuk resistensi jalan
napas terhadap pergerakan udara ke dalam paru, yang disebut kerja
resistensi jalan napas.
E. Volume dan Kapasitas Paru
Volume dan kapasitas seluruh paru pada wanita kira-kira 20-25%
lebih kecil daripada pria, dan lebih besar lagi pada orang yang atletis dan
bertubuh besar dibanding orang yang bertubuh kecil.
1. Volume tidal
Volume tidal adalah jumlah udara yang dihirup dan dikeluarkan pada kondisi biasa, pada dewasa mendekati 500ml saat istirahat. Volume tidal dapat menggunakan ±6,0-7,7 ml/KGBB. Pada neonatal aterm digunakan 6,0 ml/KgBB, setelah usia sebulan digunakan 7,0 ml/KgBB, dan pada dewasa digunakan 7,5 ml/KgBB.
2. Volume cadangan inspirasi
Adanya maksimal volume udara yang masih dapat di hirup setelah inspirasi normal jumlahnya mendekati 40-50% dari kapasitas total paru-paru, atau sekitar 2000-300 ml pada dewasa dengan BB 70 kg. pada dewasa muda sekitar 3000 0=-3500 ml, pada > 50 tahun 2500 ml.
3. Volume cadangan ekspirasi
Volume cadangan ekspirasi maksimal volume udara yang masih dapat dikeluarkan setelah ekspirasi normal. Volumenya mendekati 20% dari kapasitas total paru-paru, atau mendekati 1000-1200 ml
4. Volume residual
Volume residual adalah volume udara yang masih tetap berada di paru-paru walaupun telah ekspirasi maksimal. Jumlahnya sekitar 20% dari kapasitas total paru, atau sekitar 1200 ml. besarnya volume bervariasi seiring dengan usia, pada 20-30 tahun sekitar 1300 ml, oada 30-40 tahun sekitar 1500 ml, pada 40-60 tahun sekitar 2000 ml, pada usia lebih tua dapat mencapai 2400 ml. hal ini tidak dapat diukur dengan spirogram, namun dapat ditentukan secara tidak langsung. Terdapat dua metode: sirkuit terbuka dan sirkuit tertutup. Pada sirkuit terbuka semua nitrogen dalam paru dikeluarkan dengan cara inspirasi oksigen dan ekspirasi ke dalam spirometer. Volume gas ekspirasi diukut dan kadar nitrogen diukur.
Pada sirkuit tertutup, digunakan helium yang telah diketahui volume dan kapasitasnya (10%), di inspirasi dari reservoir. Perubahan presentasi dalam reservoir untu menghitung kapasitas paru.
Kapasitas paru merupakan kombinasi beberapa jenis volume paru-paru
5. Kapasitas inspiratoar
Kapasitas inspirator adalah volume maksimal udara yang dapat diinspirasi setelah ekspirasi normal, merupakan kombinasi volume tidal dan volume cadangan inspirasi.
6. Kapasitas vital
Kapasitas vital adalah total volume udara yang dapat diinspirasi setelah ekspirasi maksimal, merupakan kombinasi volume cadangan inspirasi, volume tidal, dan volume cadangan ekspirasi.
7. Kapasitas residual fungsional (FRC)
Kapasitas residual fungsional adalah volume udara yang masih terdapat di dalam oaru-paru setelah ekspirasi normal, merupakan kombinasi dari volume residual dan volume cadangan ekspirasi. Volumenya mendekati 2500 ml. FRC menurun pada posisi supine dibandingkan pada posisi duduk, karena perubahan posisi diaphragm. FRC juga dapat menurun pada narkose umum hingga 0,5 ml.
8. Kapasitas total paru TLC
Kapasitas total paru TLC adalah maksimal volume udara dalam paru-paru ketika mengeimbang maksimal.
III. Aplikasi Klinis
Sistem pengangkut oksigen di dalam tubuh terdiri atas sistem pernafasan dan
sistem kardiovaskuler. Pengangkutan oksigen menuju jaringan tergantung pada
jumlah oksigen yang masuk kedalam paru – paru, adanya pertukaran gas yang
adekuat, aliran darah menuju jaringan, serta kapasitas darah untuk mengangkut
oksigen. Aliran darah bergantung pada derajat konstriksi jaringan vaskuler di
dalam jaringan serta curah jantung. Jumlah oksigen di dalam darah ditentukan
oleh jumlah oksigen yang larut, jumlah hemoglobin dalam darah serta afinitas
hemoglobin terhadap oksigen.
Oksigen berdifusi dari bagian konduksi paru kebagian respirasi paru sampai
ke alveoli, membrana basalis dan endotel kapiler. Dalam darah sebagian besar
oksigen bergabung dengan hemoglobin (97%) dan sisanya larut dalam plasma
(3%). Dewasa muda pria, jumlah darahnya ± 75 ml/kg,, sedangkan wanita ± 65
ml/kg. Satu ml darah pria mengandung kira-kira 280 juta molekul hemoglobin.
Satu molekul hemoglobin sanggup mengikat 4 molekul oksigen membentuk
oksihemoglobin (HbO2).
Dinamika reaksi pengikatan oksigen oleh hemoglobin menjadikannya
sebagai pembawa oksigen yang sangat serasi. Hemoglobin adalah protein yang
dibentuk dari 4 subunit, masing-masing mengandung gugus heme yang melekat
pada sebuah rantai polipeptida. Heme adalah kompleks yang dibentuk dari suatu
porfirin dan 1 atom besi fero. Masing-masing dari ke-4 atom besi dapat
mengikat satu molekul oksigen secara reversibel. Atom besi tetap berada dalam
bentuk fero, sehingga reaksi pengikatan oksigen merupakan suatu reaksi
oksigenasi, bukan reaksi oksidasi. Reaksi pengikatan hemoglobin dengan
oksigen lazim ditulis sebagai berikut :
Hb + O2 ↔ HbO2.
Beberapa manifestasi klinis yang mungkin terjadi diantaranya :
1. Hipoksemia
Hipoksemia adalah suatu keadaan dimana terjadi penurunan konsentrasi
oksigen dalam darah arteri (PaO2) atau penurunan saturasi oksigen arteri
(SaO2) dibawah nilai normal (nilai normal PaO2 85-100 mmHg dan SaO2
95%). Hipoksemia dibedakan menjadi ringan sedang dan berat berdasarkan
nilai PaO2 dan SaO2, yaitu:
a. Hipoksemia ringan
PaO2 60 – 79 mmHg dan SaO2 90 – 94%
b. Hipoksemia sedang
PaO2 40 – 60 mmHg dan SaO2 75 – 89%
c. Hipoksemia berat
PaO2 kurang dari 40 mmHg dan SaO2 kurang dari 75%.
Umur juga mempengaruhi nilai PaO2 dimana setiap penambahan umur
satu tahun usia diatas 60 tahun maka terjadi penurunan PaO2 sebesar 1
mmHg. Hipoksemia dapat disebabkan oleh gangguan ventilasi, perfusi,
gangguan difusi dan berada ditempat yang tinggi.
Keadaan hipoksemia menyebabkan beberapa perubahan fisiologi yang
bertujuan untuk mempertahankan supaya oksigenasi ke jaringan memadai.
Bila tekanan oksigen arteriol (PaO2) dibawah 55 mmHg, kendali nafas akan
meningkat, sehingga tekanan oksigen arteriol (PaO2) meningkat dan
sebaliknya tekanan karbondioksida arteri (PaCO2) menurun, jaringan vaskuler
yang mensuplai darah di jaringan hipoksia mengalami vasodilatasi, juga
terjadi takikardi kompensasi yang akan meningkatkan volume sekuncup
jantung sehingga oksigenasi jaringan dapat diperbaiki.
Hipoksia alveolar menyebabkan kontraksi pembuluh pulmoner sebagai
respon untuk memperbaiki rasio ventilasi perfusi di area paru terganggu,
kemudian akan terjadi peningkatan sekresi eritropoitin ginjal sehingga
mengakibatkan eritrositosis dan terjadi peningkatan kapasitas transfer
oksigen. Kontraksi pembuluh darah pulmoner, eritrositosis dan peningkatan
volume sekuncup jantung akan menyebabkan hipertensi pulmoner, gagal
jantung kanan bahkan dapat menyebabkan kematian.
2. Hipoksia
Hipoksia adalah kekurangan oksigen ditingkat jaringan. Istilah ini lebih
tepat dibandingkan anoksia, sebab jarang dijumpai keadaan dimana benar-
benar tidak ada oksigen tertinggal dalam jaringan, secara tradisional, hipoksia
dibagi dalam 4 jenis. Keempat kategori hipoksia adalah sebagai berikut :
a. Hipoksia hipoksik
PO2 darah arteri berkurang. Merupakan masalah pada individu normal
pada daerah ketinggian serta merupakan penyulit pada pneumonia dan
berbagai penyakit sistem pernafasan lainnya. Gejala yang muncul pada
keadaan ini antara lain alkalosis respiratorik, iritabilitas, insomnia, sakit
kepala, sesak nafas, mual dan muntah.
b. Hipoksia anemik
Oksigen darah arteri normal tetapi mengalami denervasi. Sewaktu
istirahat, hipoksia akibat anemia tidaklah berat, karena terdapat
peningkatan kadar 2,3-DPG di dalam sel darah merah, kecuali apabila
defisiensi hemoglobin sangat besar. Meskipun demikian, penderita anemia
mungkin mengalami kesulitan cukup besar sewaktu melakukan latihan
fisik karena adanya keterbatasan kemampuan meningkatkan pengangkutan
oksigen ke jaringan aktif.
c. Hipoksia stagnan
Sirkulasi yang lambat merupakan masalah bagi organ seperti ginjal dan
jantung saat terjadi syok. Hipoksia akibat sirkulasi lambat merupakan
masalah bagi organ seperti ginjal dan jantung saat terjadi syok. Hati dan
mungkin jaringan otak mengalami kerusakan akibat hipoksia stagnan
pada gagal jantung kongestif. Pada keadaan normal, aliran darah ke paru-
paru sangat besar, dan dibutuhkan hipotensi jangka waktu lama untuk
menimbulkan kerusakan yang berarti. Namun, syok paru dapat terjadi
pada kolaps sirkulasi berkepanjangan,terutama didaerah paru yang
letaknya lebih tinggi dari jantung.
d. Hipoksia histotoksik
Hipoksia yang disebabkan oleh hambatan proses oksidasi jaringan paling
sering diakibatkan oleh keracunan sianida. Sianida menghambat
sitokrom oksidasi serta mungkin beberapa enzim lainnya. Biru metilen
atau nitrit digunakan untuk mengobati keracunan sianida. Zat-zat
tersebut bekerja dengan sianida, menghasilkan sianmethemoglobin, suatu
senyawa non toksik. Kemampuan pengobatan menggunakansenyawa ini
tentu saja terbatas pada jumlah methemoglobin yang dapat dibentuk
dengan aman. Pemberian terapi oksigen hiperbarik mungkin juga
bermanfaat.
3. Hiperkarbi
Hiperkarbi adalah keadaan dimana kadar karbon dioksida di dalam
darah arteri lebih dari 45 mmHg. Hiperkarbi dapat disebabkan beberapa
faktor dan kondisi. Hiperkarbi dapat dibedakan menjadi hiperkarbi kronik
dan hiperkarbi akut. Keadaan hiperkarbi kronik biasanya diikuti oleh
beberapa keluhan lain yang berhubungan dengan pertukaran gas di dalam
paru – paru sehingga menyebabkan ketidakmampuan karbon dioksida
yang ada di dalam vena untuk berdifusi ke dalam alveoli. Beberapa kondisi
yang dapat menyebabkan keadaan hiperkarbi adalah :
a. Kelainan respirasi (asma, bronkhitis, empisema, penyakit paru kronik)
b. Penyakit infeksi (pneomonia, bronkhopneumonia, SARS, botulisme,
dan tuberkulosis)
c. Sarkoidosis paru
d. Cystic fibrosis (mucoviscidosis)
e. Keganasan (metastasis paru)
f. Edem paru
g. Keracunan (asbestosis dll)
h. Kelainan metabolik
i. Sleep apneu syndrome
j. Hipoventilasi primer
k. Pickwick's syndrome
Hiperkarbi akut disebabkan oleh :
a. Status epileptikus
b. Gagal jantung kongestif
c. Gagal nafas atau insufisiensi paru
d. Asfiksia atau sufokasi
e. Respiratory dead space excess
f. Malfungsi ventilator
g. Terdapat benda asing di jalan nafas
h. Henti nafas
i. Koma
j. Overdosis obat – obatan (sedative, salisilat, morfin, dan beberapa opiat
yang lain)
4. Gagal Nafas
Gagal nafas merupakan suatu keadaan kritis yang memerlukan perawatan
di instansi perawatan intensif. Diagnosis gagal nafas ditegakkan bila pasien
kehilangan kemampuan ventilasi secara adekuat atau tidak mampu
mencukupi kebutuhan oksigen darah dan sistem organ. Gagal nafas terjadi
karena disfungsi sistem respirasi yang dimulai dengan peningkatan
karbondioksida dan penurunan jumlah oksigen yang diangkut kedalam
jaringan. Gagal nafas akut sebagai diagnosis tidak dibatasi oleh usia dan
dapat terjadi karena berbagai proses penyakit. Gagal nafas hampir
selaludihubungkan dengan kelainan diparu,tetapi keterlibatan organ lain
dalam proses respirasi tidak boleh diabaikan.
a. Gagal Nafas Tipe I
Pada tipe ini terjadi perubahan pertukaran gas yang diakibatkan kegagalan
oksigenasi. PaO2 ≤50 mmHg merupakan ciri khusus tipe ini, sedangkan
PaCO2 ≤40 mmHg, meskipun ini bisa juga disebabkan gagal nafas
hiperkapnia. Ada 6 kondisi yang menyebabkan gagal nafas tipe I yaitu:
1) Ketidaknormalan tekanan partial oksigen inspirasi (low PIO2)
2) Kegagalan difusi oksigen
3) Ketidakseimbangan ventilasi / perfusi [V/Q mismatch]
4) Pirau kanan ke kiri
5) Hipoventilasi alveolar
6) Konsumsi oksigen jaringan yang tinggi
b. Gagal Nafas Tipe II 2
Tipe ini dihubungkan dengan peningkatan karbondioksida karena
kegagalan ventilasi dengan oksigen yang relatif cukup. Beberapa
kelainan utama yang dihubungkan dengan gagal nafas tipe ini adalah
kelainan sistem saraf sentral, kelemahan neuromuskuler dan deformiti
dinding dada. Penyebab gagal nafas tipe II adalah :
1) Kerusakan pengaturan sentral
2) Kelemahan neuromuskuler
3) Trauma spina servikal
4) Keracunan obat
5) Infeksi
6) Penyakit neuromuskuler
7) Kelelahan otot respirasi
8) Kelumpuhan saraf frenikus
9) Gangguan metabolisme
10) Deformitas dada
11) Distensi abdomen massif
12) Obstruksi jalan nafas
IV. Terapi
Terapi oksigen adalah memasukkan oksigen tambahan dari luar ke paru
melalui saluran pernafasan dengan menggunakan alat s e s u a i
k e b u t u h a n . ( S t a n d a r P e l a y a n a n K e p e r a w a t a n d i I C U , Dep.Kes.
RI, 2005). Terapi oksigen adalah pemberian oksigen dengan
konsentrasi yang lebih tinggi dari yang ditemukan dalam atmosfer
lingkungan. Pada ketinggian air laut konsentrasi oksigen dalam ruangan adalah
21%. Terapi o k s i g e n a d a l a h s u a t u t i n d a k a n u n t u k m e n i n g k a t k a n
t e k a n a n p a r s i a l o k s i g e n p a d a i n s p i r a s i , y a n g d a p a t
d i l a k u k a n d e n g a n cara:
a. Meningkatkan kadar oksigen inspirasi / FiO2 (Orthobarik )
b. Meningkatkan tekanan oksigen (Hiperbarik
Terapi oksigen merupakan salah satu dari terapi pernafasan dalam
mempertahankan oksigenasi jaringan yang adekuat. Secara klinis tujuan utama
pemberian oksigen adalah untuk mengatasi keadaan hipoksemia sesuai dengan
hasil analisa gas darah, menurunkan kerja nafas dan menurunkan kerja otot
jantung. Adapun syarat-syarat dalam pemberian oksigen adalah konsentrasi
oksigen udara inspirasi dapat terkontrol, tidak terjadi penumpukan karbon
monoksida, mempunyai tahanan jalan nafas yang rendah, efisien dan ekonomis,
serta nyaman untuk pasien.
Dalam pemberian terapi oksigen perlu diperhatikan humidification. Hal ini
penting diperhatikan oleh karena udara yang normal dihirup telah mengalami
humidfikasi sedangkan oksigen yang diperoleh dari sumber oksigen (tabung)
merupakan udara kering yang belum terhumidifikasi, humidifikasi yang adekuat
dapat mencegah komplikasi pada pernafasan. Berdasarkan tujuan terapi
pemberian oksigen yang telah disebutkan, maka indikasi utama pemberian
oksigen ini adalah sebagai berikut :
1. Klien dengan kadar oksigen arteri rendah dari hasil analisa gas darah
2. Klien dengan peningkatan kerja nafas, dimana tubuh berespon terhadap keadaan
hipoksemia melalui peningkatan laju dan dalamnya pernafasan serta adanya
kerja otot – otot tambahan pernafasan.
3. Klien dengan peningkatan kerja otot jantung, dimana jantung berusaha untuk
mengatasi gangguan oksigen melalui peningkatan laju pompa jantung yang
adekuat.
Berdasarkan indikasi utama diatas maka terapi pemberian oksigen diberikan
kepada klien dengan gejala sianosis, hipovolemi, perdarahan, anemia berat,
keracunan karbon monoksida, asidosis, selama dan sesudah pembedahan, klien
dengan keadaan tidak sadar. Pemberian oksigen untuk mengatasi kondisi
kekurangan oksigen dapat dilakukan dengan beberapa metode yaitu sistem aliran
rendah dan sistem aliran tinggi.
a. Sistem Aliran Rendah
1. Aliran rendah konsentrasi rendah
Menggunakan kanula nasal/binasal
a) Digunakan untuk pemberian oksigen dengan aliran 1 – 6 Lt/menit
b) Dengan memberikan FiO2 sebesar 24 – 44 %
c) Kadar oksigen bertambah 4 % untuk tiap tambahan 1 Lt/menitt
2. Aliran rendah kosentrasi tinggi
Menggunakan sungkup muka (masker) sederhana
a) Aliran oksigen sebesar 6 – 10 Lt/menitt
b) Konsentrasi FiO2 sebesar 60 %
c) Merupakan aliran rendah melalui hidung, nasofaring dan orofaring.
Menggunakan Sungkup muka dengan kantong rebreathing
2) Aliran oksigen yang diberikan 6 – 10 Lt/menit.
3) Konsentrasi FiO2 sebesar 80 %
4) Udara inspirasi sebagian bercampur dengan udara ekspirasi, karena 1/3
bagian volume ekspirasi masuk kantong.
5) 2/3 bagian keluar lewat lubang – lubang samping sungkup.
Menggunakan Sungkup muka dengan kantong non rebreathing
1) Aliran oksigen yang diberikan 8 – 12 Lt/menit
2) Konsentrasi FiO2 sebesar 100%
3) Udara inspirasi tidak bercampur dengan ekspirasi
b. Sistem aliran tinggi
1. Aliran tinggi konsentrasi rendah
Menggunakan Sungkup Venturi
a) Memberikan aliran yang bervariasi
b) Konsentrasi oksigen sebesar 24 – 25 %
c) Dipakai pada pasien dengan tipe ventilasi tidak teratur
d) Untuk pasien hiperkarbia yang disertai hipoksia
2. Aliran tinggi konsentrasi tinggi
a) Dengan menggunakan head box
b) Sungkup CPAP (Continous Positive Airway Pressure)
Toksikasi oksigen dapat terjadi bila oksigen diberikan dengan
fraksi lebih dari 50% terus-menerus selama 1 – 2 hari. Kerusakan
jaringan paru terjadi akibat terbentuknya metabolik oksigen yang
merangsang sel PMN dan H2O2 melepaskan enzim proteolotik dan enzim
lisosom yang dapat merusak alveoli. Sedangkan resiko yang lain seperti
retensi gas karbondioksida dan atelektasis.
Oksigen 100% menimbulkan efek toksik, tidak saja pada hewan,
namun juga pada bakteri, jamur, biakan sel hewam dan tanaman. Apabila
O2 80 – 100% diberikan kepada manusia selama 8 jam atau lebih, saluran
pernafasan akan teriritasi, menimbulkan distres substernal, kongesti
hidung, nyeri tenggorokan dan batuk. Pemajanan selama 24 – 48 jam
mengakibatkan kerusakan jaringan paru.
Tabel 2. Macam Terapi O2
BAB III
KESIMPULAN
1. Anatomi saluran pernapasan manusia adalah Saluran nafas atas terdiri
dari Nasal, Cavum nasal, Sinus paranasal, Pharynx, Sedangkan Saluran
Nafas Bawah terdiri dari Larynx, Trachea, Bronchi, Bronchiolus,
Alveoli, Alveolus.
2. Fisiologi saluran pernapasan manusia Sistem Pernapasan dibagi menjadi 3
fungsi yaitu Ventilasi, Pernapasan Paru-paru (Eksternal), dan Pernapasan
jaringan (Internal).
3. Aplikasi klinis penyakit akibat gangguan saluran pernapasan manusia
Hipoksemia,Hipoksia, Hiperkarbi dan Gagal Nafas
4. Macam-macam terapi oksigen untuk saluran pernapasan manusia terdiri
sistem aliran rendah dan sistem aliran tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Latief SA, Kartini AS, MR Dachlan. 2010 Petunjuk Praktis Anestesiologi – Edisi
Kedua. Jakarta: FKUI
Said A., Kartini, M. Rusman. 2001. Anestesiologi, Edisi Kedua. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Guyton and Hall, 2001. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Penerbit buku kedokteran
EGC. Jakarta
Martini. Fundamentals of Anatomy & Physiology. 5 th ed . Prentice Hall.
Sherwood, Lauralee. Fisiologi Manusia: dari Sel ke Sistem. Edisi 4. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2006