referat headache okky nafiriana (030.10.214)
DESCRIPTION
tyuuTRANSCRIPT
REFERAT
HEADACHE
PEMBIMBING :
dr. Ananda Setiabudi Sp.S
DISUSUN OLEH :
Okky Nafiriana, S. Ked
NIM : 030.10.214
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF
RSUD BUDHI ASIH JAKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
PERIODE 25 MEI 2015 – 27 JUNI 2015
LEMBAR PENGESAHAN
Nama mahasiswa : Okky Nafiriana, S. Ked
NIM : 030.10.214
Bagian : Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf FK Universitas Trisakti
Periode : 25 Mei 2015 – 27 Juni 2015
Judul : Headache
Pembimbing : dr. Ananda Setiabudi Sp.S
Telah diperiksa dan disahkan pada tanggal :
Sebagai salah satu syarat dalam mengikuti dan menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu
Penyakit Saraf di RSUD Budhi Asih Jakarta.
Jakarta, Juni 2015
dr. Ananda Setiabudi Sp.S
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas ke hadirat Allah SWT, atas segala nikmat dan karunia-Nya, sehingga
penulis dapat menyelesaikan tugas referat yang berjudul “Headache” . Tugas referat ini
disusun dalam rangka memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf Fakultas
Kedokteran Universitas Trisakti di RSUD Budhi Asih periode 25 Mei 2015 – 27 Juni 2015.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada dr. Ananda
Setiabudi Sp.S selaku pembimbing dalam penyusunan referat ini, serta kepada dr. Julintari
Bridamnanta, SP.S yang telah membimbing penulis selama di Kepaniteraan Klinik Ilmu
Penyakit Saraf di RSUD Budhi Asih Jakarta. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada
rekan–rekan anggota Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf RSUD Budhi Asih Jakarta,
serta berbagai pihak yang telah memberi dukungan dan bantuan kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari sempurna dan tidak luput
dari kesalahan. Oleh karena itu, penulis berharap adanya masukan, kritik maupun saran yang
membangun. Semoga referat ini dapat menambah pengetahuan bagi berbagai pihak mengenai
headache atau nyeri kepala, khususnya headache primer.
Jakarta, Juni 2015
Penulis
Okky Nafiriana, S.Ked
DAFTAR ISI
Lembar Pengesahan .................................................................................................. i
Kata pengantar ......................................................................................................... ii
Daftar isi ................................................................................................................... iii
BAB I Pendahuluan ..................................................................................... 1
BAB II Pembahasan….. .............................................................................. 2
2.1 Definisi nyeri kepala …………………………………………. 2
2.2 Epidemiologi…………………………………………………. 2
2.3 Etiologi…… …………………………………………………. 2
2.4 Anatomi Otak ………………………………………………… 3
2.5 Fisiologi Nyeri Kepala ……………………………………….. 5
2.6 Klasifikasi Nyeri Kepala ……………………………………… 7
2.6.1 Migrain …………………………………………..…. 9
2.6.2 Tension Type Headache …………………………… 15
2.6.3 Cluster Type Headache ……………………………. 19
2.6.4 Nyeri Kepala Primer Lainnya………………………. 26
BAB III Kesimpulan ....................................................................................... 28
Daftar Pustaka ....................................................................... ................................... 29
BAB I
PENDAHULUAN
Headache atau nyeri kepala merupakan salah satu keluhan yang paling sering
dijumpai dalam praktek sehari-hari dan termasuk keluhan yang umum yang dapat terjadi
akibat banyak sebab yang membuat pemeriksaan harus dilakukan dengan lengkap. Intensitas,
kualitas, dan lokasi nyeri, terutama durasi dari cephalgia dan keberadaan gejala neurologik
terkait dapat memberikan tanda penyebab.1
Berdasarkan International Headache Society (IHS) tahun 1998, nyeri kepala adalah
perasaan sakit atau nyeri, termasuk rasa tidak nyaman yang menyerang daerah tengkorak
(kepala) mulai dari kening kearah atas dan belakang kepala dan daerah wajah. Kini
penanganan akan sakit kepala sudah memiliki standarisasi dari IHS untuk membedakan akan
cluster headache, migrain, tension headache dan dengan nyeri kepala lainnya. f
Penelitian yang dilakukan di Surabaya menunjukkan bahwa di antara 6488 pasien
baru, 1227 (18,9%) datang karena keluhan nyeri kepala, 180 di antaranya didiagnosis sebagai
migren. Sedangkan di RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta didapatkan 273 (17,4%) pasien baru
dengan nyeri kepala diantara 1298 pasien baru yang berkunjung.
Sakit kepala dapat disebabkan oleh gaya hidup, kondisi penyakit, jenis kelamin, umur,
pemberian histamin atau nitrogliserin sublingual dan faktor genetik. Prevalensi sakit kepala di
USA menunjukkan 1 dari 6 orang (16,54%) atau 45 juta orang menderita sakit kepala kronik
dan 20 juta dari 45 juta tersebut merupakan wanita. 75 % dari jumlah di atas adalah tipe
tension headache.2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Nyeri Kepala
Nyeri kepala termasuk keluhan yang umum dan dapat terjadi akibat banyak
sebab. Nyeri kepala adalah rasa nyeri atau rasa tidak mengenakkan pada seluruh
daerah kepala dengan batas bawah dari dagu sampai kedaerah belakang kepala
( daerah oksipital dan sebahagian daerah tengkuk ).3
2.2 Epidemiologi
Berdasarkan hasil penelitian multisenter berbasis rumah sakit pada 5 rumah
sakit di Indonesia, didapatkan prevalensi penderita nyeri kepala sebagai berikut :
Migren tanpa aura 10%, Migren dengan aura 1,8%, Episodik Tension type Headache
31%, Chronic Tension type Headache (CTTH) 24%, Cluster Headache 0.5%, Mixed
Headache 14%. Secara global, persentase populasi orang dewasa dengan gangguan
nyeri kepala 46% , 11% Migren, 42% Tension Type Headache dan 3% untuk Chronic
daily headache. 4
2.3 Etiologi5
Nyeri kepala adalah suatu gejala yang menjadi awal dari berbagai macam
penyakit. Nyeri kepala dapat disebabkan adanya kelainan organ-organ dikepala,
jaringan sistem persarafan dan pembuluh darah. Nyeri kepala dapat dibagi kepada tiga
kelompok berdaarkan onsetnya yaitu nyeri kepala akut, subakut dan kronik. Nyeri
kepala akut biasanya disebabkan oleh subarachnoid haemorrhage, penyakit-penyakit
serebrovaskular, meningitis atau encephalitis dan juga ocular disease. Selain itu nyeri
kepala ini juga bisa timbul disebabkan kejang, lumbal punksi dan karena hipertensi
ensefalopati. Nyeri kepala subakut bisa timbul karena giant cell arteritis, massa
intracranial, neuralgia trigeminal, neuralgia glossofaringeal dan hipertensi.
Nyeri kepala kronik biasanya disebabkan oleh migraine, ketegangan, atau
depresi, namun dapat juga terkait dengan lesi intracranial, cedera kepala, dan
spondilosis servikal, penyakit gigi atau mata, disfungsi sendi temporomandibular,
hipertensi, sinusitis, trauma, perubahan lokasi (cuaca, tekanan) dan berbagai macam
gangguan medis umum lainnya.
2.4 Anatomi Otak6
Bagian-bagian otak dapat secara bebas dikelompokkan ke dalam berbagai cara
berdasarkan perbedaan anatomis, spesialisasi fungsional, dan perkembangan evolusi.
Otak terdiri dari batang otak terdiri atas otak tengah, pons, dan medulla, serebelum,
otak depan (forebrain) yang terdiri atas diensefalon dan serebrum.
Diensefalon terdiri dari hipotalamus dan talamus. Serebrum terdiri dari
nukleus basal dan korteks serebrum. Masing-masing bagian otak memiliki fungsi
tersendiri. Batang otak berfungsi sebagai berikut: asal dari sebagian besar saraf
kranialis perifer, pusat pengaturan kardiovaskuler, respirasi dan pencernaan,
pengaturan refleks otot yang terlibat dalam keseimbangan dan postur, penerimaaan
dan integrasi semua masukan sinaps dari korda spinalis; keadaan terjaga dan
pengaktifan korteks serebrum, pusat tidur.
Serebellum berfungsi untuk memelihara keseimbangan, peningkatan tonus
otot, koordinasi dan perencanaan aktivitas otot volunter yang terlatih. Hipotalamus
berfungsi untuk mengatur fungsi homeostatik, misalnya kontrol suhu, rasa haus,
pengeluaran urin, dan asupan makanan, penghubung penting antara sistem saraf dan
endokrin, sangat terlibat dalam emosi dan pola perilaku dasar.
Talamus berfungsi sebagai stasiun pemancar untuk semua masukan sinaps,
kesadaran kasar terhadap sensasi, beberapa tingkat kesadaran, berperan dalam kontrol
motorik. Nukleus basal berfungsi untuk inhibisi tonus otot, koordinasi gerakan yang
lambat dan menetap.
Korteks serebrum berfungsi untuk persepsi sensorik, kontrol gerakan volunter,
bahasa, sifat pribadi, proses mental canggih misalnya berpikir, mengingat, membuat
keputusan, kreativitas dan kesadaran diri. Korteks serebrum dapat dibagi menjadi 4
lobus yaitu lobus frontalis, lobus parietalis, lobus temporalis, dan lobus oksipitalis.
Masing-masing lobus ini memiliki fungsi yang berbeda-beda.
Nyeri kepala dipengaruhi oleh nukleus trigeminoservikalis yang merupakan
nosiseptif yang penting untuk kepala, tenggorokan dan leher bagian atas. Semua
aferen nosiseptif dari saraf trigeminus, fasial, glosofaringeus, vagus, dan saraf dari C1
- C3 beramifikasi pada grey matter area ini. Nukleus trigeminoservikalis terdiri dari
tiga bagian yaitu pars oralis yang berhubungan dengan transmisi sensasi taktil
diskriminatif dari regio orofasial, pars interpolaris yang berhubungan dengan
transmisi sensasi taktil diskriminatif seperti sakit gigi, pars kaudalis yang
berhubungan dengan transmisi nosiseptif dan suhu.
Terdapat overlapping dari proses amifikasi pada nukleus ini seperti aferen dari
C2 selain beramifikasi ke C2, juga beramifikasi ke C1 dan C3. Selain itu, aferen C3
juga akan beramifikasi ke C1 dan C2. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya nyeri
alih dari pada kepala dan leher bagian atas. Nyeri alih biasanya terdapat pada oksipital
dan regio fronto orbital dari kepala dan yang jarang adalah daerah yang dipersarafi
oleh nervus maksiliaris dan mandibularis. Ini disebabkan oleh aferen saraf tersebut
tidak atau hanya sedikit yang meluas ke arah kaudal.
Lain halnya dengan saraf oftalmikus dari trigeminus. Aferen saraf ini meluas
ke pars kaudal. Saraf trigeminus terdiri dari 3 yaitu V1, V2 dan V3. V1, oftalmikus,
menginervasi daerah orbita dan mata, sinus frontalis, duramater dari fossa kranial dan
falx cerebri serta pembuluh darah yang berhubungan dengan bagian duramater ini.
V2, maksilaris, menginervasi daerah hidung, sinus paranasal, gigi bagian atas, dan
duramater bagian fossa kranial medial. V3, mandibularis, menginervasi daerah
duramater bagian fossa cranial medial, rahang bawah dan gigi, telinga, sendi
temporomandibular dan otot menguyah.
Selain saraf trigeminus terdapat saraf kranial VII, IX, X yang innervasi meatus
auditorius eksterna dan membran timpani. Saraf kranial IX menginnervasi rongga
telinga tengah, selain itu saraf kranial IX dan X innervasi faring dan laring.Servikalis
yang terlibat dalam sakit kepala adalah C1, C2, dan C3. Ramus dorsalis dari C1
menginnervasi otot suboccipital triangle - obliquus superior, obliquus inferior dan
rectus capitis posterior major dan minor. Ramus dorsalis dari C2 memiliki cabang
lateral yang masuk ke otot leher superfisial posterior, Longissimus capitis dan
splenius sedangkan cabang besarnya bagian medial menjadi greater occipital nerve.
Ramus dorsalis dari C3 memberi cabang lateral ke longissimus capitis dan splenius.
Daerah sensitif terhadap nyeri kepala dapat dibagi menjadi 2 bagian yaitu
intrakranial dan ekstrakranial. Intrakranial yaitu sinus venosus, vena korteks
serebrum, arteri basal, duramater bagian anterior, dan fossa tengah serta fossa
posterior. Ektrakranial yaitu pembuluh darah dan otot dari kulit kepala, bagian dari
orbita, membran mukosa dari rongga nasal dan paranasal, telinga tengah dan luar,
gigi, dan gusi. Sedangkan daerah yang tidak sensitif terhadap nyeri adalah parenkim
otak, ventrikular ependima, dan pleksus koroideus.
2.5 Fisiologi Nyeri Kepala
Nyeri merupakan mekanisme protektif yang dapat terjadi setiap saat bila ada
jaringan manapun yang mengalami kerusakan, dan melalui nyeri inilah, seorang
individu akan bereaksi dengan cara menjauhi stimulus nyeri tersebut.7
Rasa nyeri dimulai dengan adanya perangsangan pada reseptor nyeri oleh
stimulus nyeri. Stimulus nyeri dapat dibagi tiga yaitu mekanik, termal, dan kimia.
Mekanik, spasme otot merupakan penyebab nyeri yang umum karena dapat
mengakibatkan terhentinya aliran darah ke jaringan (iskemia jaringan), meningkatkan
metabolisme di jaringan dan juga perangsangan langsung ke reseptor nyeri sensitif
mekanik. 7
Termal, rasa nyeri yang ditimbulkan oleh suhu yang tinggi tidak berkorelasi
dengan jumlah kerusakan yang telah terjadi melainkan berkorelasi dengan kecepatan
kerusakan jaringan yang timbul. Hal ini juga berlaku untuk penyebab nyeri lainnya
yang bukan termal seperti infeksi, iskemia jaringan, memar jaringan, dll. Pada suhu
450C, jaringan–jaringan dalam tubuh akan mengalami kerusakan yang didapati pada
sebagian besar populasi. 7
Kimia, ada beberapa zat kimia yang dapat merangsang nyeri seperti
bradikinin, serotonin, histamin, ion kalium, asam, asetilkolin, dan enzim proteolitik.
Dua zat lainnya yang diidentifikasi adalah prostaglandin dan substansi P yang bekerja
dengan meningkatkan sensitivitas dari free nerve endings. Prostaglandin dan substansi
P tidak langsung merangsang nyeri tersebut. Dari berbagai zat yang telah
dikemukakan, bradikinin telah dikenal sebagai penyebab utama yang menimbulkan
nyeri yang hebat dibandingkan dengan zat lain. Kadar ion kalium yang meningkat
dan enzim proteolitik lokal yang meningkat sebanding dengan intensitas nyeri yang
dirasakan karena kedua zat ini dapat mengakibatkan membran plasma lebih
permeabel terhadap ion. Iskemia jaringan juga termasuk stimulus kimia karena pada
keadaan iskemia terdapat penumpukan asam laktat, bradikinin, dan enzim
proteolitik.7
Nyeri dapat dibagi atas dua yaitu nyeri akut (fast pain) dan nyeri kronik (slow
pain). Nyeri akut, merupakan nyeri yang dirasakan dalam waktu 0,1 detik setelah
stimulus diberikan. Nyeri ini disebabkan oleh adanya stimulus mekanik dan termal.
Signal nyeri ini ditransmisikan dari saraf perifer menuju korda spinalis melalui serat
Aδ dengan kecepatan mencapai 6-30 m/detik. Neurotransmitter yang mungkin
digunakan adalah glutamat yang juga merupakan neurotransmitter eksitatorik yang
banyak digunakan pada CNS. Glutamat umumnya hanya memiliki durasi kerja selama
beberapa milidetik.
Nyeri kronik, merupakan nyeri yang dirasakan dalam waktu lebih dari 1 detik
setelah stimulus diberikan. Nyeri ini dapat disebabkan oleh adanya stimulus mekanik,
kimia dan termal tetapi stimulus yang paling sering adalah stimulus kimia. Signal
nyeri ini ditransmisikan dari saraf perifer menuju korda spinalis melalui serat C
dengan kecepatan mencapai 0,5-2 m/detik. Neurotramitter yang mungkin digunakan
adalah substansi P.
Semua jenis reseptor nyeri pada manusia merupakan free nerve endings.
Reseptor nyeri banyak tersebar pada lapisan superfisial kulit dan juga pada jaringan
internal tertentu, seperti periosteum, dinding arteri, permukaan sendi, falks, dan
tentorium. Kebanyakan jaringan internal lainnya hanya diinervasi oleh free nerve
endings yang letaknya berjauhan sehingga nyeri pada organ internal umumnya timbul
akibat penjumlahan perangsangan berbagai nerve endings dan dirasakan sebagai slow-
chronic-aching type pain. 7
Meskipun semua reseptor nyeri adalah free nerve endings, jalur yang
ditempuh dapat dibagi menjadi dua pathway yaitu fast-sharp pain pathway dan slow-
chronic pain pathway. Setelah mencapai korda spinalis melalui dorsal spinalis, serat
nyeri ini akan berakhir pada relay neuron pada kornu dorsalis dan selanjutnya akan
dibagi menjadi dua traktus yang selanjutnya akan menuju ke otak. Traktus itu adalah
neospinotalamikus untuk fast pain dan paleospinotalamikus untuk slow pain.
Traktus neospinotalamikus untuk fastpain, pada traktus ini, serat Aδ yang
mentransmisikan nyeri akibat stimulus mekanik maupun termal akan berakhir pada
lamina I (lamina marginalis) dari kornu dorsalis dan mengeksitasi second-order
neurons dari traktus spinotalamikus. Neuron ini memiliki serabut saraf panjang yang
menyilang menuju otak melalui kolumn anterolateral. Serat dari neospinotalamikus
akan berakhir pada, area retikular dari batang otak (sebagian kecil), nukleus talamus
bagian posterior (sebagian kecil), kompleks ventrobasal (sebagian besar). Traktus
lemniskus medial bagian kolumn dorsalis untuk sensasi taktil juga berakhir pada
daerah ventrobasal. Adanya sensori taktil dan nyeri yang diterima akan
memungkinkan otak untuk menyadari lokasi tepat dimana rangsangan tersebut
diberikan.
Traktus paleospinotalamikus untuk slow pain, traktus ini selain
mentransmisikan sinyal dari serat C, traktus ini juga mentransmisikan sedikit sinyal
dari serat Aδ. traktus ini , saraf perifer akan hampir seluruhnya berakhir pada lamina
II dan III yang apabila keduanya digabungkan, sering disebut dengan substansia
gelatinosa. Kebanyakan sinyal kemudian akan melalui sebuah atau beberapa neuron
pendek yang menghubungkannya dengan area lamina V lalu kemudian kebanyakan
serabut saraf ini akan bergabung dengan serabut saraf dari fast-sharp pain pathway.
Setelah itu, neuron terakhir yang panjang akan menghubungkan sinyal ini ke otak
pada jaras antero lateral. Ujung dari traktus paleospinotalamikus kebanyakan berakhir
pada batang otak dan hanya sepersepuluh ataupun seperempat sinyal yang akan
langsung diteruskan ke talamus. Kebanyakan sinyal akan berakhir pada salah satu tiga
area yaitu nukleus retikularis dari medulla, pons, dan mesensefalon, area tektum dari
mesensefalon, regio abu-abu dari peraquaductus yang mengelilingi aquaductus Silvii.
Ketiga bagian ini penting untuk rasa tidak nyaman dari tipe nyeri. Dari area batang
otak ini, multipel serat pendek neuron akan meneruskan sinyal kearah atas melalui
intralaminar dan nukleus ventrolateral dari talamus dan ke area tertentu dari
hipotalamus dan bagian basal otak.
2.6 Klasifikasi Nyeri Kepala3
Berdasarkan klassifikasi dari Internasional Headache Society (IHS),
Primary Headache Disorders :
1. Migraine
2. Tension-type headache
3. Cluster headache and other trigeminal autonomic cephalalgias
4. Other primary headaches.
Secondary Headache Disorders :
1. Headache attributed to head and/or neck trauma
2. Headache attributed to cranial or cervical vascular disorder
3. Headache attributed to non-vascular intracranial disorder
4. Headache attributed to a substance or its withdrawal
5. Headache attributed to infection
6. Headache attributed to disorder of homeoeostasis
7. Headache or facial pain attributed to disorder of cranium, neck, eyes, ears,
nose, sinuses, teeth,mouth, or other facial or cranial structures.
8. Headache attributed to psychiatric disorder
9. Cranial neuralgias and central causes of facial pain
10. Other headache, cranial neuralgia central, or primary facial pain
Gambar 1 Klasifikasi nyeri kepala primer
2.6.1 Migraine
2.6.1.1 Definisi
Menurut International Headache Society (IHS), migren adalah nyeri kepala
dengan serangan nyeri yang berlansung 4 ± 72 jam. Nyeri biasanya unilateral, sifatnya
berdenyut, intensitas nyerinya sedang sampai berat dan diperhebat oleh aktivitas, dan
dapat disertai mual muntah, fotofobia dan fonofobia.8
2.6.1.2 Epidemiologi
Migraine dapat terjadi pada 18% dari wanita dan 6% dari pria sepanjang
hidupnya. Prevalensi tertinggi berada diantara umur 25-55 tahun. Migraine timbul
pada 11% masyarakat Amerika Serikat yaitu kira-kira 28 juta orang.9 Prevalensi
migraine ini beranekaragam bervariasi berdasarkan umur dan jenis kelamin. Migraine
dapat tejadi dari mulai kanak-kanak sampai dewasa. Migraine lebih sering terjadi
pada anak laki-laki dibandingkan dengan anak perempuan sebelum usia 12 tahun,
tetapi lebih sering ditemukan pada wanita setelah pubertas, yaitu paling sering pada
kelompok umur 25-44 tahun. Onset migraine muncul pada usia di bawah 30 tahun
pada 80% kasus. Migraine jarang terjadi setelah usia 40 tahun. Migren tanpa aura
lebih sering dibandingkan migren yang disertai aura dengan perbandingan 9 : 1.4
2.6.1.3 Etiologi dan Faktor Resiko
Etiologi migren yaitu perubahan hormon (65,1%), penurunan konsentrasi
esterogen dan progesteron pada fase luteal siklus menstruasi, makanan (26,9%),
vasodilator (histamin seperti pada anggur merah, natriumnitrat), vasokonstriktor
(tiramin seperti pada keju, coklat, kafein), zat tambahan pada makanan (MSG), stress
(79,7%), rangsangan sensorik seperti sinar yang terang menyilaukan (38,1%) dan bau
yang menyengat baik menyenangkan maupun tidak menyenangkan, faktor fisik
seperti aktifitas fisik yang berlebihan (aktifitas seksual) dan perubahan pola tidur,
perubahan lingkungan (53,2%), alcohol (37,8%), merokok (35,7%). Faktor resiko
migren adalah adanya riwayat migren dalam keluarga, wanita, dan usia muda.8 Sekitar
70-80% penderita migraine memiliki anggota keluarga dekat dengan riwayat migraine
juga. Risiko terkena migraine meningkat 4 kali lipat pada anggota keluarga para
penderita migraine dengan aura.3
2.6.1.4 Klasifikasi
Secara umum migraine dibagi menjadi dua, yaitu: 11
1. Migraine Dengan Aura
Migraine dengan aura disebut juga sebagai migraine klasik. Diawali dengan
adanya gangguan pada fungsi saraf, terutama visual, diikuti oleh nyeri kepala
unilateral, mual, dan kadang muntah, kejadian ini terjadi berurutan dan manifestasi
nyeri kepala biasanya tidak lebih dari 60 menit yaitu sekitar 5-20 menit.
2. Migraine Tanpa Aura
Migraine tanpa aura disebut juga sebagai migraine umum. Sakit kepalanya
hampir sama dengan migraine dengan aura. Nyerinya pada salah satu bagian sisi
kepala dan bersifat pulsatil dengan disertai mual, fotofobia dan fonofobia. Nyeri
kepala berlangsung selama 4-72 jam.
Gambar 2 Ciri khas nyeri kepala tipe migraine
2.6.1.5 Patofisiologi
Terdapat berbagai teori yang menjelaskan terjadinya migren. Teori vaskular,
adanya gangguan vasospasme menyebabkan pembuluh darah otak berkonstriksi
sehingga terjadi hipoperfusi otak yang dimulai pada korteks visual dan menyebar ke
depan. Penyebaran frontal berlanjut dan menyebabkan fase nyeri kepala dimulai.4
Teori cortical spread depression, dimana pada orang migrain nilai ambang
saraf menurun sehingga mudah terjadi eksitasi neuron lalu berlaku short-lasting wave
depolarization oleh pottasium-liberating depression (penurunan pelepasan kalium)
sehingga menyebabkan terjadinya periode depresi neuron yang memanjang.
Selanjutnya, akan terjadi penyebaran depresi yang akan menekan aktivitas neuron
ketika melewati korteks serebri.
Teori Neovaskular (trigeminovascular), adanya vasodilatasi akibat aktivitas
NOS dan produksi NO akan merangsang ujung saraf trigeminus pada pembuluh darah
sehingga melepaskan CGRP (calcitonin gene related). CGRP akan berikatan pada
reseptornya di sel mast meningens dan akan merangsang pengeluaran mediator
inflamasi sehingga menimbulkan inflamasi neuron. CGRP juga bekerja pada arteri
serebral dan otot polos yang akan mengakibatkan peningkatan aliran darah. Selain itu,
CGRP akan bekerja pada post junctional site second order neuron yang bertindak
sebagai transmisi impuls nyeri.4
Teori sistem saraf simpatis, aktifasi sistem ini akan mengaktifkan lokus
sereleus sehingga terjadi peningkatan kadar epinefrin. Selain itu, sistem ini juga
mengaktifkan nukleus dorsal rafe sehingga terjadi peningkatan kadar serotonin.
Peningkatan kadar epinefrin dan serotonin akan menyebabkan konstriksi dari
pembuluh darah lalu terjadi penurunan aliran darah di otak. Penurunan aliran darah
diotak akan merangsang serabut saraf trigeminovaskular. Jika aliran darah berkurang
maka dapat terjadi aura. Apabila terjadi penurunan kadar serotonin maka akan
menyebabkan dilatasi pembuluh darah intrakranial dan ekstrakranial yang akan
menyebabkan nyeri kepala pada migrain.4
2.6.1.6 Diagnosa
Menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI) tahun
2013, kriteria diagnostic migrain tanpa aura dan migraine dengan aura, yaitu:11
A. Migraine Tanpa Aura
a. Sekurang-kurangnya terjadi 5 serangan nyeri kepala
b. Serangan nyeri kepala berlangsung selama 4-72 jam (tidak diobati atau tidak
berhasil diobati).
c. Nyeri kepala mempunyai sedikitnya dua diantara karakteristik berikut:
1) Lokasi unilateral
2) Kualitas berdenyut
3) Intensitas nyeri sedang atau berat
4) Keadaan bertambah berat oleh aktifitas fisik atau penderita
menghindari aktivitas fisik rutin (seperti berjalan atau naik tangga).
d. Selama nyeri kepala disertai salah satu dibawah ini:
1) Mual dan/atau muntah
2) Fotofobia dan fonofobia
e. Tidak berkaitan dengan kelainan yang lain.
B. Migraine Dengan Aura
Aura tipikal terdiri dari gejala visual dan/atau sensoris dan/atau berbahasa.
Yang berkembang secara bertahap, durasi tidak lebih dari 1 jam, bercampur
gambaran positif dan negatif, kemudian menghilang sempurna yang memenuhi
kriteria migraine tanpa aura.
Kriteria Diagnostik :
a. Sekurang-kurangnya terjadi 2 serangan nyeri kepala yang didahului gejala
neurologi fokal yang reversibel secara bertahap 5-20 menit dan berlangsung
kurang dari 60 menit.
b. Adanya aura yang terdiri paling sedikit satu dari dibawah ini tetapi tidak
dijumpai kelemahan motorik:
1) Gangguan visual yang reversibel seperti : positif (cahaya yang berkedip-
kedip, bintik-bintik atau garis-garis) dan negatif (hilangnya penglihatan).
2) Gangguan sensoris yang reversible termasuk positif (pins and needles),
dan/atau negatif (hilang rasa/baal).
3) Gangguan bicara disfasia yang reversibel
c. Paling sedikit dua dari dibawah ini:
1) Gejala visual homonim dan/atau gejala sensoris unilateral 17
2) Paling tidak timbul satu macam aura secara gradual > 5 menit dan /atau
jenis aura yang lainnya > 5 menit.
3) Masing-masing gejala berlangsung > 5 menit dan < 60 menit.
e. Tidak berkaitan dengan kelainan lain.
2.6.1.7 Pemeriksaan Penunjang3
a. Pemeriksaan Laboratorium
Dilakukan untuk menyingkirkan sakit kepala yang diakibatkan oleh penyakit
struktural, metabolik, dan kausa lainnya yang memiliki gejala hampir sama dengan
migraine. Selain itu, pemeriksaan laboratorium dapat menunjukkan apakah ada
penyakit komorbid yang dapat memperparah sakit kepala dan mempersulit
pengobatannya.
b. Pencitraan
CTscan dan MRI dapa dilakukan dengan indikasi tertentu, seperti: pasien baru
pertama kali mengalami sakit kepala, ada perubahan dalam frekuensi serta derajat
keparahan sakit kepala, pasien mengeluh sakit kepala hebat, sakit kepala persisten,
adanya pemeriksaan neurologis abnormal, pasien tidak merespon terhadap
pengobatan, sakit kepala unilateral selalu pada sisi yang sama disertai gejala
neurologis kontralateral.
c. Pungsi Lumbal
Indikasinya adalah jika pasien baru pertama kali mengalami sakit kepala, sakit kepala
yang dirasakan adalah yang terburuk sepanjang hidupnya, sakit kepala rekuren, onset
cepat, progresif, kronik, dan sulit disembuhkan. Sebelum dilakukan LP seharusnya
dilakukan CT scan atau MRI terlebih dulu untuk menyingkirkan adanya massa lesi
yang dapat meningkatkan tekanan intracranial.
2.6.1.8 Terapi12,13
1. Terapi Abortif dilakukan antara lain dengan pemberian farmasi sebagai berikut :
a. Sumatriptan
b. Zolmitriptan
c. Eletriptan
d. Rizatriptan
e. Naratriptan
f. Almotriptan
g. Frovatriptan
h. Analgesik opioid seperti meperidin
i. Cafergot yaitu kombinasi antara ergotamin tartat 1 mg dan kafein 100 mg.
Pada terapi abortif para penderita migraine pada umumnya mencari tempat
yang tenang dan gelap pada saat serangan migraine terjadi karena fotofobia dan
fonofobia yang dialaminya. Serangan juga akan sangat berkurang jika pada saat
serangan penderita istirahat atau tidur.
2. Terapi Profilaktif
Tujuan dari terapi profilaktif adalah untuk mengurangi frekuensi berat dan
lamanya serangan, meningkatkan respon pasien terhadap pengobatan, serta
pengurangan disabilitas. Terapi preventif yang dilaksanakan mencakup pemakaian
obat dimulai dengan dosis rendah yang efektif dinaikkan pelan-pelan sampai dosis
efektif. Efek klinik tercapai setelah 2-3 bulan pengobatan, pemberian edukasi
supaya pasien teratur memakai obat, diskusi rasional tentang pengobatan, efek
samping obat. Pasien juga dianjurkan untuk menulis headache diary yang berguna
untuk mengevaluasi serangan, frekuensi, lama, beratnya serangan, disabilitas dan
respon terhadap pengobatan yang diberikan.
Pasien harus memperhatikan pencetus dari serangan migraine yang dialami,
seperti kurang tidur, setelah memakan makanan tertentu misalnya kopi, keju,
coklat, MSG, akibat stress, perubahan suhu ruangan dan cuaca, kepekaan terhadap
cahaya terang, kelap kelip, perubahan cuaca, dan lain-lain. Selanjutnya, pasien
diharapkan dapat menghindari faktor-faktor pencetus timbulnya serangan migraine.
Disamping itu, pasien dianjurkan untuk berolahraga secara teratur untuk
memperlancar aliran darah. Olahraga yang dipilih adalah yang membawa
ketenangan dan relaksasi seperti yoga dan senam. Olahraga yang berat seperti lari,
tenis, basket, dan sepak bola justru dapat menyebabkan migraine.
2.6.1.9 Prognosis
Untuk banyak orang, migraine dapat remisi dan menghilang secara utuh pada
akhirnya, terutama karena faktor penuaan/usia. Penurunan kadar estrogen setelah
menopause bertanggungjawab atas remisi ini bagi beberapa wanita. Walaupun
demikian, migraine juga dapat meningkatkan faktor risiko seseorang terkena stroke,
baik bagi pria maupun wanita terutama sebelum usia 50 tahun. Sekitar 19% dari
seluruh kasus stroke terjadi pada orang-orang dengan riwayat migraine. Migrain
dengan aura lebih berisiko untuk terjadinya stroke khususnya pada wanita. Selain itu,
migraine juga meningkatkan risiko terkena penyakit jantung. Para peneliti
menemukan bahwa 50% pasien dengan Patent Foramen Ovale menderita migraine
dengan aura dan operasi perbaikan pada pasien Patent Foramen Ovale dapat
mengontrol serangan migraine.14
2.6.2 Tension Type Headache (TTH)
2.6.2.1 Definisi
Tension type headache disebut juga nyeri kepala tegang, nyeri kepala
kontraksi otot, nyeri kepala psikomiogenik, nyeri stres, nyeri kepala esensial, nyeri
kepala idiopatik, nyeri kepala psikogenik.15 Tension type headache merupakan sensasi
nyeri pada daerah kepala akibat kontraksi terus menerus otot- otot kepala dan tengkuk
(M.splenius kapitis, M.temporalis, M.masseter, M.sternokleidomastoid, M.trapezius,
M.servikalis posterior, dan M. levator scapula).5
2.6.2.2 Etiologi
Tension Type Headache(TTH) adalah stress, depresi, bekerja dalam posisi
yang menetap dalam waktu lama, kelelahan mata, kontraksi otot yang berlebihan,
berkurangnya aliran darah, dan ketidakseimbangan neurotransmitter seperti dopamin,
serotonin, noerpinefrin, dan enkephalin.5
2.6.2.3 Epidemiologi
TTH terjadi 78% sepanjang hidup dimana Tension Type Headache episodik
terjadi 63% dan Tension Type Headache kronik terjadi 3%.Tension Type Headache
episodik lebih banyak mengenai pasien wanita yaitu sebesar 71% sedangkan pada pria
sebanyak 56%. Biasanya mengenai umur 20 ± 40 tahun.2
2.6.2.4 Klasifikasi dan Diagnosa
Klasifikasi TTH adalah Tension Type Headache episodik dan Tension Type
Headache kronik. Adapun kriteria menurut PERDOSSI mengenai klasifikasi Tension
Type Headache, yaitu:11
A. Kriteria diagnosa tension type headache episodik (ETTH) :
1) Terdapat 10 episode serangan dalam 1-15 hari/bulan selama paling tidak 3
bulan.
2) Nyeri Kepala berlangsung dari 30 menit sampai 7 hari.
3) Nyeri kepala paling tidak terdapat 2 gejala khas yaitu :
- Lokasi bilateral
- Menekan atau mengikat (tidak berdenyut)
- Intensitasnya ringan sampai sedang
- Tidak diperberat oleh aktifitas rutin seperti berjalan atau naik tangga.
4) Tidak didapatkan :
- Keluhan mual atau muntah (bisa anoreksia)
- Lebih dari satu keluhan (fotofobia atau fonofobia).
B. Kriteria diagnosa tension type headache kronik (CTTH) :
1) Nyeri kepala timbul ≥ 15 hari/bulan, berlangsung > 6 bulan.
2) Nyeri Kepala berlangsung beberapa jam atau terus menerus.
3) Nyeri kepala paling tidak terdapat 2 gejala khas yaitu :
- Lokasi bilateral
- Menekan atau mengikat (tidak berdenyut)
- Intensitasnya ringan sampai sedang
- Tidak diperberat oleh aktifitas rutin seperti berjalan atau naik tangga.
4) Tidak didapatkan :
- Keluhan mual sedang atau berat, maupun muntah
- Lebih dari satu keluhan : fotofobia, fonofobia, mual yang ringan.
2.6.2.5 Patofisiologi
Patofisiologi TTH masih belum jelas diketahui. Pada beberapa literatur dan
hasil penelitian disebutkan beberapa keadaan yang berhubungan dengan terjadinya
TTH sebagai berikut, yaitu: (1) disfungsi sistem saraf pusat yang lebih berperan dari
pada sistem saraf perifer dimana disfungsi sistem saraf perifer lebih mengarah pada
ETTH sedangkan disfungsi sistem saraf pusat mengarah kepada CTTH, (2) disfungsi
saraf perifer meliputi kontraksi otot yang involunter dan permanen tanpa disertai
iskemia otot, transmisi nyeri TTH melalui nukleus trigeminoservikalis pars kaudalis
yang akan mensensitasi second order neuron.(3) Pada nukleus trigeminal dan kornu
dorsalis (aktivasi molekul NO) sehingga meningkatkan input nosiseptif pada jaringan
perikranial dan miofasial lalu akan terjadi regulasi mekanisme perifer yang akan
meningkatkan aktivitas otot perikranial. Hal ini akan meningkatkan pelepasan
neurotransmitter pada jaringan miofasial, (4) hiperflesibilitas neuron sentral nosiseptif
pada nukleus trigeminal, talamus, dan korteks serebri yang diikuti hipesensitifitas
supraspinal (limbik) terhadap nosiseptif. Nilai ambang deteksi nyeri (tekanan,
elektrik, dan termal) akan menurun di sefalik dan ekstrasefalik. Selain itu, terdapat
juga penurunan supraspinal decending paininhibit activity, (5) kelainan fungsi filter
nyeri di batang otak sehingga menyebabkan kesalahan interpretasi info pada otak
yang diartikan sebagai nyeri, (6) terdapat hubungan jalur serotonergik dan
monoaminergik pada batang otak dan hipotalamus dengan terjadinya TTH. Defisiens
ikadar serotonin dan noradrenalin di otak, dan juga abnormal serotonin platelet.
penurunan beta endorfin di CSF dan penekanan eksteroseptif pada otot temporal
danmaseter, (7) faktor psikogenik ( stres mental) dan keadaan non-physiological
motor stress pada TTH sehingga melepaskan zat iritatif yang akan menstimulasi
perifer dan aktivasi struktur persepsi nyeri supraspinal lalu modulasi nyeri sentral.
Depresi dan ansietas akan meningkatkan frekuensi TTH dengan mempertahankan
sensitisasi sentral pada jalur transmisi nyeri, (8) aktifasi NOS ( Nitric Oxide
Synthetase) dan NO pada kornu dorsalis. Pada kasus dijumpai adanya stress yang
memicu sakit kepala. Ada beberapa teori yang menjelaskan hal tersebut yaitu (1)
adanya stress fisik (kelelahan) akan menyebabkan pernafasan hiperventilasi sehingga
kadar CO2 dalam darah menurun yang akan mengganggu keseimbangan asam basa
dalam darah. Hal ini akan menyebabkan terjadinya alkalosis yang selanjutnya akan
mengakibatkan ion kalsium masuk ke dalam sel dan menimbulkan kontraksi otot yang
berlebihan sehingga terjadilah nyeri kepala. (2) stress mengaktifasi saraf simpatis
sehingga terjadi dilatasi pembuluh darah otak selanjutnya akan mengaktifasi
nosiseptor lalu aktifasi aferen gamma trigeminus yang akan menghasilkan
neuropeptida (substansi P). Neuropeptida ini akan merangsang ganglion trigeminus
(pons). (3) stress dapat dibagi menjadi 3tahap yaitu alarm reaction,stage of resistance,
dan stage of exhausted.5
Alarm reaction dimana stress menyebabkan vasokontriksi perifer yang akan
mengakibatkan kekurangan asupan oksigen lalu terjadilah metabolisme anaerob.
Metabolis meanaerob akan mengakibatkan penumpukan asam laktat sehingga
merangsang pengeluaran bradikinin dan enzim proteolitik yang selanjutnya akan
menstimulasi jaras nyeri.
Stage of resistance, dimana sumber energi yang digunakan berasal dari
glikogen yang akan merangsang peningkatan aldosteron, dimana aldosteron akan
menjaga simpanan ion kalium.
Stage of exhausted, dimana sumber energi yang digunakan berasal dari protein
dan aldosteron pun menurun sehingga terjadi deplesi K+. Deplesi ion ini akan
menyebabkan disfungsi saraf.5
2.6.2.6 Pemeriksaan Penunjang
Tidak ada uji spesifik untuk mendiagnosis TTH dan pada saat dilakukan
pemeriksaan neurologik tidak ditemukan kelainan apapun. TTH biasanya tidak
memerlukan pemeriksaan darah, rontgen, CT scan kepala maupun MRI.5
2.6.2.7 Terapi
a. Terapi Farmakologis 11, 16
1. Analgetik: Aspirin 1000 mg/hari, Acetaminofen 1000 mg/hari, NSAID
( Naproxen 660-750 mg/hari, Ketoprofen 25-50 mg/hari, Tolfenamic 200-400
mg/hari, Asam mefenamat, Fenoprofen, Ibuprofen 800 mg/hari, diklofenak 50-
100 mg/hari). Pemberian analgetik dalam waktu lama dapat menyebabkan iritasi
Gastrointestinal, Penyakit ginjal dan hati, serta gangguan fungsi platelet.
2. Kafein (Analgetik Adjuvant) 65 mg
3. Kombinasi 325 aspirin , acetaminophen + 40 mg kafein. Jika pengobatan simpel
analgesia(asetaminofen, aspirin, ibuprofen, dll.) gagal, makabentuk kombinasi
seperti Fiorinal akan menambah efektifitas pengobatan.
4. Antidepresan Jenis trisiklik : amitryptilin ( dosis 10-50 mg sebelum tidur ),
5. Anti anxietas: Baik pada pengobatan kronis dan preventif terutama pada
penderita dengan komorbid anxietas. Golongan yang sering dipakai
benzodiazepine dan butalbutal , namun obat ini bersifat adikktif.
b. Terapi Non - Farmakologis16
Disamping mengkonsumsi obat, terapi non farmakologis yang dapat dilakukan
untuk meringankan nyeri tension type headache antara lain dengan olahraga
teratur, istirahat yang cukup, relaksasi otot (massage, yoga, stretching), meditasi,
dan biofeedback. Jika penyebabnya adalah kecemasan atau depresi maka dapat
dilakukan behavioral therapy. Selain itu, TTH dapat dicegah dengan
mengkonsumsi makanan yang sehat.
2.6.2.8 Prognosis
TTH dapat menyebabkan nyeri yang menyakitkan tetapi tidak membahayakan.
Nyeri ini dapat sembuh dengan perawatan ataupun dengan menyelesaikan masalah
yang menjadi latar belakangnya jika penyebab TTH berupa pengaruh psikis. Nyeri
kepala ini dapat sembuh dengan terapi obat berupa analgesia. Progonis penyakit ini
baik, dan dengan penatalaksanaan yang baik maka >90% pasien dapat disembuhkan.16
2.6.3 Cluster Headache
2.6.3.1 Definisi
Cluster headache adalah suatu sindrom idiopatik yang terdiri dari serangan
yang jelas dan berulang dari suatu sakit periorbital unilateral yang mendadak dan
parah. Cluster headache juga dikenal sebagai sakit kepala histamine, yaitu suatu
bentuk sakit kepala neurovascular. 17
Gambar 3 Ciri khas nyeri pada Cluster headache
2.6.3.2 Epidemiologi
Cluster headache adalah penyakit yang langka. Dibandingkan dengan migren,
cluster headache 100 kali lebih lebih jarang ditemui. Di Perancis prevalensinya tidak
diketahui dengan pasti, diperkirakan sekitar 1/10.000 penduduk, berdasarkan
penelitian yang dilakukan di negara lainnya. Serangan pertama muncul antara usia 10
sampai 30 tahun pada 2/3 total seluruh pasien. Namun kisaran usia 1 sampai 73 tahun
pernah dilaporkan. Cluster headache sering didapatkan terutama pada dewasa muda,
laki-laki, dengan rasio jenis kelamin laki-laki dan wanita 4:1. Serangan terjadi pada
waktu-waktu tertentu, biasanya dini hari menjelang pagi yang akan membangunkan
penderita dari tidurnya.5 IHS mengemukakan bahwa cluster headache 80 ± 90 %
terjadi pada pria dan prevalensi sakit kepala akan meningkat setelah umur 15 tahun.2
2.6.3.4 Etiologi dan Faktor Pencetus
Etiologi cluster headache adalah sebagai berikut:5
1. Penekanan pada nervus trigeminal (nervus V) akibat dilatasi pembuluh darah
sekitar.
2. Pembengkakan dinding arteri carotis interna.
3. Pelepasan histamin
4. Letupan paroxysmal parasimpatis.
5. Abnormalitas hipotalamus.
6. Penurunan kadar oksigen.
Positron emision tomografi (PET) scanning dan Magnetic resonance imaging
(MRI) membantu untuk memperjelas penyebab cluster headache yang masih kurang
dipahami. Patofisiologi dasar dalam hipotalamus gray matter. Pada beberapa keluarga,
suatu gen autosom dominan mungkin terlibat, tipe alel-alel sensitif aktivitas kalsium
channel atau nitrit oksida masih belum teridentifikasi. Vasodilatasi arteri karotis dan
arteri oftalmika dan peningkatan sensitivitas terhadap rangsangan vasodilator dapat
dipicu oleh refleks parasimpatetik trigeminus. Variasi abnormal denyut jantung dan
peningkatan lipolisis nokturnal selama serangan dan selama remisi memperkuat teori
abnormalitas fungsi otonom dengan peningkatan fungsi parasimpatis dan penurunan
fungsi simpatis. Serangan sering dimulai saat tidur, yang melibatkan gangguan irama
sirkadian. Peningkatan insidensi sleep apneu pada pasien- pasien dengan cluster
headache menunjukan periode oksigenasi pada jaringan vital berkurang yang dapat
memicu suatu serangan.5
Beberapa pemicu cluster headache meliputi:18
1. Injeksi subkutan histamine memprovokasi serangan pada 69% pasien.
2. Serangan yang dipicu pada beberapa pasien karena stres, alergi,
perubahan musiman, atau nitrogliserin.
3. Perokok berat.
4. Gangguan dalam pola tidur normal.
5. Keabnormalan kadar hormon tertentu.
6. Alkohol menginduksi serangan selama cluster tetapi tidak selama
remisi. Pasien dengan cluster headache, 80% adalah perokok berat dan
50% memiliki riwayat penggunaan etanol berat.
7. Faktor resiko :
Laki-laki.
Usia lebih dari 30 tahun
Vasodilator dengan jumlah kecil (misalnya, alcohol).
Trauma kepala sebelumnya atau operasi (kadang-kadang).
2.6.3.5 Patofisiologi
Patofisiologi cluster headache masih belum diketahui dengan jelas akan tetapi
teori yang masih banyak dianut sampai saat ini antara lain: Cluster headache, timbul
karena vasodilatasi pada salah satu cabang arteri karotis eksterna yang diperantarai
oleh histamine intrinsic (Teori Horton). Serangan cluster headache merupakan suatu
gangguan kondisi fisiologis otak dan struktur yang berkaitan dengannya, yang
ditandai oleh disfungsi hipotalamus yang menyebabkan kelainan kronobiologis dan
fungsi otonom. Hal ini menimbulkan defisiensi autoregulasi dari vasomotor dan
gangguan respon kemoreseptor pada korpus karotikus terhadap kadar oksigen yang
turun. Pada kondisi ini, serangan dapat dipicu oleh kadar oksigen yang terus menurun.
Batang otak yang terlibat adalah setinggi pons dan medulla oblongata serta nervus V,
VII,IX, dan X. Perubahan pembuluh darah diperantarai oleh beberapa macam
neuropeptida (substansi P, dll) terutama pada sinus kavernosus(teori Lee Kudrow).18
2.6.3.6 Diagnosis
Cluster headache mempunyai ciri khas tipe nyeri dan pola serangan. Suatu
diagnosis tergantung kepada gambaran dari serangan, termasuk nyeri, lokasi dan
keparahan sakit kepala, dan gejala-gejala lainnya yang terkait. Frekuensi dan lama
waktu terjadinya sakit kepala merupakan faktor yang penting.
Keterlibatan fenomena otonom yang jelas sangat penting pada cluster
headache. Tanda-tanda tersebut diantaranya adalah rinorea dan hidung tersumbat
ipsilateral, lakrimasi, hiperemi pada konjungtiva, diaforesis pada wajah, edema pada
palpebra dan sindrom Horner parsial atau komplit, takikardia juga sering ditemukan.
Pemeriksaan neurologis dapat membantu untuk mendeteksi tanda-tanda dari
cluster headache. Terkadang pupil terlihat lebih kecil atau palpebra terjatuh bahkan
diantara serangan.
Menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI) tahun
2013, kriteria diagnostic Cluster Headache, yaitu:11
a. Sekurang-kurangnya terdapat 5 serangan nyeri kepala hebat atau sangat hebat sekali
di orbita, supraorbita dan/ atau temporal yang unilateral, berlangsung 15-180 menit
bila tak diobati.
b. Nyeri kepala disertai setidak-tidaknya satu dari berikut :
1. Injeksi konjungtiva dan atau lakrimasi ipsilateral
2. Kongesti nasal dan atau rhinorrhoea ipsilateral
3. Oedema palpebra ipsilateral
4. Dahi dan wajah berkeringat ipsilateral
5. Miosis dan atau ptosis ipsilateral
6. Perasaan kegelisahan atau agitasi.
c. Frekuensi serangan :
dari 1 kali setiap dua hari sampai 8 kali per hari
d. Tidak berkaitan dengan gangguan lain
2.6.3.7 Penatalaksanaan
Tidak ada terapi untuk menyembuhkan cluster headache. Tujuan dari
pengobatan adalah membantu menurunkan keparahan nyeri dan memperpendek
jangka waktu serangan. Obat-obat yang digunakan untuk cluster headache dapat
dibagi menjadi obat-obat simptomatik dan profilaksis. Obat-obat simptomatik
bertujuan untuk menghentikan atau mengurangi rasa nyeri setelah terjadi serangan
cluster headache, sedangkan obat-obat profilaksis digunakan untuk mengurangi
frekuensi dan intensitas eksaserbasi sakit kepala.17
Karena sakit kepala tipe ini meningkat dengan cepat, pengobatan simptomatik
harus mempunyai sifat bekerja dengan cepat dan dapat diberikan segera, biasanya
menggunakan injeksi atau inhaler daripada tablet per oral.17
Pengobatan Simptomatik17
1. Oksigen
Menghirup oksigen 100 % melalui sungkup wajah dengan
kapasitas 7 liter/menit memberikan kesembuhan yang baik pada 50
sampai 90 % orang-orang yang menggunakannya. Terkadang jumlah
yang lebih besar dapat lebih efektif. Efek dari penggunaannya relatif
aman, tidak mahal, dan efeknya dapat dirasakan setelah sekitar 15
menit. Kerugian utama dari penggunaan oksigen adalah pasien harus
membawa-bawa tabung oksigen dan pengaturnya, membuat
pengobatan dengan cara ini menjadi tidak nyaman dan tidak dapat di
akses setiap waktu. Terkadang oksigen mungkin hanya menunda
daripada menghentikan serangan dan rasa sakit tersebut akan kembali.
2. Sumatriptan
Obat injeksi sumatriptan yang biasa digunakan untuk
mengobati migraine, juga efektif digunakan pada cluster headache.
Beberapa orang diuntungkan dengan penggunaan sumatriptan dalam
bentuk nasal spray namun penelitian lebih lanjut masih perlu dilakukan
untuk menentukan keefektifannya.
3. Ergotamin
Alkaloid ergot ini menyebabkan vasokontriksi pada otot-otot
polos di pembuluh darah otak. Tersedia dalam bentuk injeksi dan
inhaler, penggunaan intra vena bekerja lebih cepat daripada inhaler
dosis harus dibatasi untuk mencegah terjadinya efek samping terutama
mual, serta hati-hati pada penderita dengan riwayat hipertensi.
4. Obat - Obat Anestesi Lokal
Anestesi lokal menstabilkan membran saraf sehingga sel saraf
menjadi kurang permeabilitasnya terhadap ion-ion. Hal ini mencegah
pembentukan dan penghantaran impuls saraf, sehingga menyebabkan
efek anestesi lokal. Lidokain intra nasal dapat digunakan secara efektif
pada serangan cluster headache. Namun harus berhati-hati jika
digunakan pada pasien-pasien dengan hipoksia, depresi pernafasan,
atau bradikardi.
Obat - Obat Profilaksis : 17
1. Anti Konvulsan
Penggunaan anti konvulsan sebagai profilaksis pada cluster
headache telah dibuktikan pada beberapa penelitian yang terbatas.
Mekanisme kerja obat-obat ini untuk mencegah cluster headache
masih belum jelas, mungkin bekerja dengan mengatur sensitisasi di
pusat nyeri.
2. Kortikosteroid
Obat-obat kortikosteroid sangat efektif menghilangkan siklus
cluster headache dan mencegah rekurensi segera. Prednison dosis
tinggi diberikan selama beberapa hari selanjutnya diturunkan perlahan.
Mekanisme kerja kortikosteroid pada cluster headache masih belum
diketahui.
Pembedahan17
Pembedahan di rekomendasikan pada orang-orang dengan cluster
headache kronik yang tidak merespon dengan baik dengan pengobatan atau
pada pasien yang memiliki kontraindikasi pada obat-obatan yang digunakan.
Tindakan pembedahan hanya pada pasien yang mengalami serangan pada satu
sisi kepala saja karena operasi ini hanya bisa dilakukan satu kali. Sedangkan
yang mengalami serangan berpindah-pindah dari satu sisi ke sisi yang lain
mempunyai resiko kegagalan operasi.
Ada beberapa tipe pembedahan yang dapat dilakukan untuk mengobati
cluster headache. Prosedur yang dilakukan adalah merusak jalur saraf yang
bertanggungjawab terhadap nyeri.
Blok saraf invasif ataupun prosedur bedah saraf non-invasif
(contohnya radio frekuensi pericutaneus, ganglionhizolisis trigeminal,
rhizotomi) telah terbukti berhasil mengobati cluster headache. Namun
demikian terjadi efek samping berupa diastesia pada wajah, kehilangan
sensoris pada kornea dan anestesia dolorosa.
Pembedahan dengan menggunakan sinar gamma sekarang lebih sering
digunakan karena kurang invasif. Metode baru dan menjanjikan adalah
penanaman elektroda perangsang dengan menggunakan penunjuk jalan
stereostatik di bagian inferior hipotalamus. Penelitian menunjukkan bahwa
perangsangan hipotalamus pada pasien dengan cluster headache yang parah
memberikan kesembuhan yang komplit dan tidak ada efek samping yang
signifikan.
2.6.3.8 Prognosis
1. 80 % pasien dengan cluster headache berulang cenderung untuk
mengalami serangan berulang.
2. Cluster headache tipe episodik dapat berubah menjadi tipe kronik pada
4 sampai13 % penderita.
3. Remisi spontan dan bertahan lama terjadi pada 12 % penderita,
terutama pada cluster headache tipe episodik.
4. Umumnya cluster headache menetap seumur hidup.
5. Onset lanjut dari gangguan ini teruama pada pria dengan riwayat
cluster headache tipe episodik mempunyai prognosa lebih buruk.18
Tabel 1 Karakteristik nyeri kepala
Cephalgia
Sifat Lokasi Lama nyeri
Frekuensi Gejala lain
Migren tanpa aura
Berdenyut Unilateral/bilateral
4-72 jam
Sporadik, < 5 serangan nyeri
Mual muntah , fotofobia,fonofobia
Migren dengan aura
Berdenyut Unilateral < 60 menit
Sporadik, 2 serangan didahului gejala neurologi fokal 5-20 menit
Gangguan visual, gangguan sensorik, gangguan bicara
Tension Tipe Headache
Tumpul, tekan diikat
Bilateral 30’ -7 hari
Terus menerus
Depresi ansietas stress
Cluster Headache
Tajam, menusuk
Unilateral orbita, supraorbital
15-180 menit
Periodik 1 x tiap 2 hari – 8x perhari
Lakrimasi ipsilateral., rhinorrhoea ipsilatral, miosis/ptosis ipsilatral, dahi & wajah berkeringat
2.6.4 Nyeri Kepala Primer Lainnya11
2.7.4.1 Primary Stabbing Headache
Merupakan sakit kepala seperti ditusuk-tusuk timbul spontan, sepintas, terlokalisasi,
tanpa didasari penyakit organic atau gangguan saraf otak. Terapi pencegahan menggunakan
indometasin 25-150 mg secara teratur, dan bila intoleran terhadap indometasin dapat
diberikan COX-2 inhibitor, melatonin, gabapentin.
2.7.4.2 Primary Cough Headache
Merupakan nyeri kepala yang dicetuskan oleh batuk atau mengejan, tanpa dijumpai
gangguan intracranial. Terapi pencegahan menggunakan indometasin 25-150 mg/hari,
naproxen, propanolol.
2.7.4.3 Primary Exertional Headache
Merupakan nyeri kepala yang dicetuskan oleh aktifitas fisik. Terapi abortif
menggunakan indometasin atau aspirin, pencegahan ergotamine tartat, metisergin atau
propanolol yng dapat diminum sebelum aktifitas. Pemanasan sebelum olahraga atau latihan
bertahap dan progresif.
2.7.4.4 Nyeri kepala primer yang berhubungan dengan aktifitas sexual
Merupakan nyeri kepala yang dicetuskan oleh aktifitas sexual yang diawali dengan
nyeri tumpu bilateral saat terjadi peningkatan kenikmatan sexual dan mendadak intensitas
nyeri meningkat saat orgasme tanpa dijumpai gangguan intracranial, dapat dibagi menjadi
dua yaitu nyeri kepala pre orgasmic dan nyeri kepala orgasmic
Adapun terapi yang dapat diberikan yaitu analgesic spesifik (ergotamine, triptan),
NSAID diminum sebelum melakukan aktifitas sexual, propanolol dan diltiazem juga sangat
baik diberikan karena dapat menurunkan hipertensi yang sering menjadi komorbiditas. Atau
nyeri kepala dapat diredakan dengan menghentikan aktifitas sexual sebelum orgasme tercapai
atau lebih pasif saat berhubungan sexual.
2.7.4.5 Hypnic Headache
Merupakan nyeri kepala yang bersifat tumpul dan selalu menyebabkan pasien
terbangun dari tidurnya Terapi dapat diberikan kafein 50-60 mg sebelum tidur, litium
karbonat 300-600 mg, alternative lain dapat diberikan indometasin, flunarizin, atenolol,
verapamil, prednisone, gabapentin.
2.7.4.6 Primary thunderclap headache
Merupakan nyeri kepala yang memiliki internsitas nyeri yang sangat hebat, timbul
mendadak dan menyerupai rupture aneurisma serebral. Terapi yang dapat diberikan
kortikosteroid , hindari vasokonstriktor seperti triptan , ergot, dan kokain. Untuk preventif
dapat nimodipin selama 2-3 bulan.
2.7.4.7 Hemikrania kontinua
Merupakan nyeri kepala unilateral yang selalu persisten dn responsive terhadap
indometasin.Nyeri kepala akan hilang jika diberikan indometasin 50-100 mg IM , reda dalam
2 jam. Dosis efektif 25-300 mg.
2.7.4.8 New daily persistent headache
Merupakan nyeri kepala yang dirasakan sepanjang hari tanpa mereda sejak awal
serangan (pada umumnya dalam 3 hari) . Nyerinya khas bersifat bilateral, seperti ditekan atau
ketat dengan intensitas nyeri derajat ringan sampai sedang. Dapat dijumpai fotofobia,
fonofobia, atau nausea ringan.Terapi dapat diberikan analgetika minimal, dapat pula diberi
pencegahan migren kronis , dan blok saraf N.Oksipitalis magnus.
BAB III
KESIMPULAN
Nyeri kepala primer secara garis besar terdiri dari Migraine, tension type headache
dan cluster headache. Masing – masing jenis nyeri kepala ini memiliki karakteristik yang
berbeda – beda dan sifatnya khas.
Migraine adalah nyeri kepala berulang dengan manifestasi serangan selama 4-72 jam.
Karekteristik nyeri kepala unilateral, berdenyut, intensitas sedang atau berat, bertambah berat
dengan aktivitas fisik yang rutin dan diikuti dengan nausea dan/atau fotofobia dan fonofobia.
Tension type headache merupakan suatu keadaan yang melibatkan sensasi nyeri atau
rasa tidak nyaman didaerah kepala, kulit kepala atau leher yang biasanya berhubungan
dengan ketegangan otot didaerah tersebut.
Cluster headache adalah suatu sindrom idiopatik yang terdiri dari serangan yang jelas
dan berulang dari suatu sakit periorbital unilateral yang mendadak dan parah. Cluster
headache juga dikenal sebagai sakit kepala histamine, yaitu bentuk sakit kepala
neurovascular. Serangan biasanya parah, unilateral dan biasanya terletak di daerah
periorbital. Cluster headache sering sekali dipicu oleh rokok dan alkohol, dan lebih sering
terjadi pada laki-laki.
Penatalaksanaan untuk nyeri kepala berbeda – beda terantung dari jenis nyeri kepala.
Oleh karena itu perlu untuk membedakan jenis dari nyeri kepala melalui anamnesis.
DAFTAR PUSTAKA
1. Silberstain SD, Lipton RB, Dallesio DJ. Overview, Diagnosis and Classification of Headache, In : Silberstein SD, Lipton RB, Dallesio DJ, editors. Wolf’s Headache and Other Head Pain. 7th ed. New york : Oxford University Press ; 2001.p.6-26
2. Ginsberg, Lionel. Lectures notes Neurologi. Ed. Ke -8. Erlangga : Jakarta, 2008. Stephen D, Silberstein. Wolff’s headache and Other Head Ache.London : Oxford University Press.2001
3. Chawla J. Migraine Headache: Differential Diagnoses & Workup. [Internet]; 2015 June 2. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/1142556-diagnosis.
4. Sjahir H. Nyeri Kepala dan Vertigo. Medan: USU Press: 20045. ISH Classification ICHD II ( International Classification of Headache Disorders).
[Internet]; 2015 June 2. Available from http://hisclassification.org/_downloads/mixed/ICHD-IIR1final.doc
6. Baehr, M dan M. Frostcher. Diagnosis Topik Neurologi Duus : Anatomi, Fisiologi, Tanda, Gejala. EGC : Jakarta, 2010.
7. Cephalgia an international journal of headache, the international classification of headache disorder 2nd edition. International Headache Society 2004, vol 24, sup 1. United Kingdom: Blackwell Publishing 2004.
8. Saper J, MacGregor A. Clinician’s Manual of Headache. 2nd ed. Science Press; 1998.9. Gilroy, J. Basic neurology. 3rd ed. Michigan: McGraw-Hill. 2000. p 123-126.10. Srivasta S. Pathophysiology and treatment of migraine and related headache. [Internet];
2015 June 2. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/1144656-overview.
11. Sjahrir Hasan, dkk. Konsensus Nasional IV Diagnostik dan penatalaksanaan Nyeri Kepala 2013. Surabaya : Airlangga University Press.2013.
12. Katzung, Bertram. Basic and Clinical Pharmacology. 10th edition. Boston: McGraw Hill. 2007. p 289.
13. Brunton, LL. Goodman and Gilman’s Pharmacology. Boston: McGraw-Hill. 2006.14. Gladstein. Migraine headache-Prognosis. [Internet]; 2015 June 2. Available from:
http://www.umm.edu/patiented/articles/how_serious_migraines_000097_2.htm.15. Sjahrir H, dkk. Konsensus Nasional penanganan Nyeri Kepala Di Indonesia.
Jakarta:PERDOSSI. 1999.16. Dewanto, George; W.J.Suwono; B.Riyanto; Y.Turana. 2009. Panduan Praktis Diagnosis
Tata Laksana Penyakit Saraf. Jakarta : EGC.17. Mayo Clinic Staff. 2010. Cluster Headaches. [Internet]; 2015 June 2. Available from :
http://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/cluster-headache/basics/definition/con-20031706.
18. K Sargeant, Lori. 2010. Cluster Headache. [Internet]; 2015 June 2.Available from : http://emedicine.medscape.com/article/1142459-overview#aw2aab6b2b3.