referat hepatitis a

Upload: ikhwan-muhammad

Post on 08-Oct-2015

52 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Referat Hepatitis A

TRANSCRIPT

TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKAHEPATITIS VIRUS

Oleh: Ikhwan Muhammad

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH MEURAXABANDA ACEHACEH

SEPTEMBER 2014-APRIL 2015I. PENDAHULUAN

Hepatitis adalah masalah kesehatan yang umum ditemukan di masyarakat di seluruh dunia. Jenis Hepatitis yang paling umum adalah Hepatitis yang disebabkan oleh virus. Hepatitis A, misalnya, merupakan 20-25% dari Hepatitis yang ditemukan secara klinis di negara berkembang. Penyakit ini sangat endemis di negara-negara berkembang dan menginfeksi hampir 100% populasi pada usia 10-tahunan (Nurman, 1990).Hepatitis virus sendiri dapat didefinisikan sebagai suatu infeksi sistemik yang menimbulkan peradangan dan nekrosis hati; yang mengakibatkan terjadinya serangkaian kelainan klinik, biokimiawi, imunoserologik, dan morfologik (Hendrarahardja, 1990). Sebagai penyebab Hepatitis virus, diketahui terdapat 5 jenis virus hepatotropik Kelima jenis virus hepatitis tersebut adalah:1. Hepatitis virus A (HAV)2. Hepatitis virus B (HBV)3. Hepatitis virus C (HCV)4. Hepatitis virus D (HDV)5. Hepatitis virus E (HEV)Masing-masing jenis virus Hepatitis ini memiliki ciri imunoserologik khusus dan sifat epidemiologik yang khas (Hendrarahardja, 1990).

II. TINJAUAN PUSTAKA

Dalam tinjauan pustaka ini akan dibahas secara singkat mengenai: 1. Hepatitis Virus akut, 2. Hepatitis Virus Kronik, dan 3. Jenis Hepatitis virus (Hepatitis A, Hepatitis B, Hepatitis C).

2.1 Hepatitis Virus Akut

2.1.1 PengertianHepatitis virus akut adalah inflamasi hati akibat infkesi virus hepatitis yang berlangsung < 6 bulan (Sneller, 2005). Secara klinis ditandai oleh malaise, nausea, vomitus, diare, dan demam diikuti dengan urin berwarna gelap, ikterus, dan pembesaran hati; yang bisa jadi sub-klinis dan diteteksi dengan dasar peningkatan level aspartate (AST) dan alanine aminotransferase (ALT) (Sneller, 2005). Hepatitis B dapat berhubungan dengan fenomena kompleks imun, termasuk diantaranya arthritis, glomerulonefritis, dan poliarthritis nodusa. Penyakit yang menyerupai hepatitis dapat disebabkan bukan hanya oleh virus hepatotropik (A, B, C, D, E) tapi juga oleh virus lain (Eipstein-Barr, CMV, Coxsackievirus, dll), alcohol, obat-obatan, hipotensi dan iskemia, dan penyakit saluran kandung empedu (Sneller, 2005).2.1.2 Diagnosis (PAPDI, 2009) Anamnesis: mual, anamnese, anoreksia, urin berwarna gelap Pemeriksaan fisik: ikterus, hepatomegali Laboratorium: ALT dan AST meningkat > 3 kali normal2.1.3 Diagnosis Banding (PAPDI, 2009)Hepatitis akibat obat, Hepatitis alkoholik, penyakit saluran empedu, Leptospirosis2.1.4 Pemeriksaan Penunjang (PAPDI, 2009)Laboratorium: SGOT, SGPT, alkali fosfatase, bilirubin, seromarker (IgM anti HAV, HBsAg, AgM anti HBc, anti HCV, IgM anti HEV).2.1.5 Terapi (PAPDI, 2009)Tirah baring, diet seimbang, pengobatan suportif2.1.6 Komplikasi (PAPDI, 2009)Hepatitis fulminan, kolestasis berkepanjangan, hepatitis kronis2.1.7 Prognosis (PAPDI, 2009)Bonam2.2 Hepatitis Virus Kronis

2.2.1 PengertianHepatitis virus kronis adalah suatu sindrom klinis dan patologis yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi, ditandai dengan berbagai tingkat peradangan dan nekrosis pada hati (PAPDI, 2009).Hepatitis kronis didefiniskan sebagai peradangan hati yang berlanjut lebih dari 6 bulan sejak mulai timbul keluhan dan gejala penyakit. Kira-kira 3% dari kasus Hepatitis virus akut berkembang menjadi kronis, umumnya para penderita Hepatitis virus akut tidak pernah merasa bahwa pernah menderita penyakit Hepatitis virus akut sebelumnya. Diduga pada mulanya penyakit berjalan tanpa diketahui, subklinik atau anikterik (Sulaiman, 1990).2.2.2 Diagnosis (PAPDI, 2009) Anamnesis: umumnya tanpa keluhan Pemeriksaan fisik: dapat ditemukan hepatomegali Laboratorium: penanda virus Hepatitis B atau C positif USG: hepatitis kronis Biopsi hati: peradangan dan fibrosis pada hati2.2.3 Diagnosis Banding (PAPDI, 2009)Perlemakan hati2.2.4 Pemeriksaan Penunjang (PAPDI, 2009) Laboratorium: SGOT, SGPT, alkali fosfatase, bilirubin, seromarker (IgM anti HAV, HBsAg, AgM anti HBc, anti HCV, IgM anti HEV). USG hati Biopsi hati2.2.5 Terapi (PAPDI, 2009) Hepatitis B kronik: Lamivudin Hepatitis C kronik: Interferon + Ribavirin2.2.6 Komplikasi (PAPDI, 2009)Sirosis hati, karsinoma hepatoseluler2.2.7 Prognosis (PAPDI, 2009)20% akan berkembang menjadi sirosis hati

2.3 Jenis Virus Hepatitis

2.3.1 Virus Hepatitis A (HAV)Picornavirus (hepatovirus) berukuran 27-nm dengan genom RNA tunggal (Sneller, 2005).A. EpidemiologiVirus Hepatitis A sangat stabil pada suhu ruangan dan sering menetap pada feces orang yang terinfeksi dengan titer yang sangat tinggi. Virus ini menyebar dalam suatu populasi umumnya lewat rute fecal-oral, terutama lewat konsumsi makanan atau air yang terkontaminasi (Garber & Pratt, 2013).

Gambar 1. Gambaran prevalensi antibodi Hepatitis A, berdasarkan negara, pada tahun 2006. Diambil dari Garber & Pratt (2013)

Penyakit ini timbul secara sporadis atau dalam bentuk epidemi. Masa tunas antara 15-50 hari. Penyebaran. Kelompok 5-14 tahun adalah kelompok yang paling sering terserang. Penyebaran virus Hepatitis A berhubungan erat dengan padatnya penduduk, higiene, dan sanitasi yang jelek. Dengan membaiknya higiene dan standard hidup, prevalensi secara menyeluruh di seluruh dunia cenderung menurun. Orang-orang muda yang belum pernah terpapar dan mengunjungi daerah-daerah endemis makin banyak terinfeksi oleh virus Hepatitis A. Di negara berkembang 90% anak usia 10 tahun menunjukkan zat anti di dalam tubuhnya. Kebanyakan kasus sporadis akibat penularan dari orang ke orang. Ledakan epidemic melalui penularan air dan makanan telah dilaporkan di berbagai tempat di Indonesia dan di dunia (Nurman, 1990).B. DiagnosisKeberadaan antibodi IgM anti-HAV (Hepatitis A Virus) adalah kriteria diagnostik utama untuk infeksi virus Hepatitis A akut. Hasil positif IgG anti-HAV disertai dengan hasil negatif IgM anti-HAV menandakan adanya respon imunitas tubuh, baik dari infeksi sebelumnya atau dari vaksinasi. Laboratorium terkadang melaporkan antibodi anti-HAV dalam bentuk total, untuk membedakan infeksi akut dan kronis, penting untuk mengetes secara spesifik keberadaan IgM anti-HAV (Garber & Pratt, 2013). C. Riwayat penyakitVirus Hepatitis A hanya menyebabkan hepatitis akut saja, tidak pernah berlanjut menjadi hepatitis kronis, dan pasien yang telah terinfeksi akan mendapatkan imunitas seumur hidup. Sekali waktu virus ini masuk melalui makanan yang tertelan, virus Hepatitis A akan mencapai hati melalui vena portal. Penyebaran virus terjadi ketika virus yang bereplikasi diekskresikan dari hepatosit melalui saluran empedu ke saluran usus. Penyebaran terus berlanjut sampai fase prodormal dan mulai menurun setelah munculnya ikterus. Bagaimanapun virion yang infeksius dapat dideteksi di feces hingga lebih dari 2 minggu setelah onset ikterus dimulai (Garber & Pratt, 2013).D. PenatalaksanaanTidak ada spesifik terapi untuk Hepatitis A; penatalaksanaan umumnya bersifat suportif. Dehidrasi umum terjadi selama fase simtomatis dan memerlukan asupan cairan intravena. Komplikasi yang jarang dari infeksi Hepatitis A akut adalah munculnya gagal hati akut yang ditandai dengan ensefalopati dan koagulopati. Resiko menderita gagal hati akut lebih tinggi pada lanjut usia. Pasien berumur diatas 50 tahun memiliki case fatality rate2,7%. Pasien yang sudah memiliki infeksi Hepatitis C dan Hepatitis B juga memiliki kecenderungan untuk menderita Hepatitis A yang lebih berat. Vaksinasi harus dianjurkan pada pasien dengan hepatitis kronis atau sirosis hepatis dan tanpa antibodi HAV (Garber & Pratt, 2013).

2.3.2 Virus Hepatitis B (HBV)A. Epidemiologi dan PenyebaranHBV diperkirakan menginfeksi 1,25 juta orang di Amerika Serikat dan 460 juta orang di seluruh dunia secara global. Virus Hepatitis B ditransmisikan dengan lebih efektif daripada HCV atau HIV. Kecenderungan transmisi meningkat seiring level DNA HBV di serum. Virus ini ditransmisikan melalui hubungan perinatal, seksual, atau paparan perkutan, seperti kontak dekat orang-per-orang dengan luka terbuka dan memar, serta pemakaian bersama alat-alat rumah tangga seperti alat cukur dan sikat gigi. Di tempat dengan prevalensi tinggi, HBV lebih sering ditransmisikan secara vertical (Garber & Pratt, 2013).

Gambar 2. Gambaran prevalensi Hepatitis B kronis, berdasarkan negara, pada tahun 2006. Diambil dari Garber & Pratt (2013).

B. DiagnosisKeberadaan HBsAg di serum adalah penanda utama infeksi Hepatitis B. Tubuh pasien yang sembuh dari Hepatitis B membersihkan HbsAg dan membentuk antibody HBsAb. Keberadaan HBsAg selama lebih dari 6 bulan menandakan infeksi HBV kronis. Antibodi utama HBcAb ditemukan di pasien dengan infeksi akut dan kronis HBV. Fase akut penyakit ditandai oleh keberadaan HBcAb kelas IgM, dimana pasien dengan penyakit kronis memiliki HbcAb kelas IgG (Garber & Pratt, 2013).Tes yang tepat untuk pasien yang dicurigai terinfeksi virus Hepatitis B akut termasuk HBsAg, HBcAb IgM, HBeAg dan DNA HBV. Sedangkan tes yang tepat untuk pasien yang dicurigai terinfeksi virus Hepatitis B kronis termasuk HBsAg, HBcAb, dan HBsAb. Pasien yang telah diketahui mengidap infeksi Hepatitis B kronis harus menjalani tes tambahan untuk menilai status replikasi viral dengan mengecek level DNA HBV, HBeAg, dan antibodi e dari HBV. Informasi ini untuk memudahkan dokter menilai apakah pasien bersangkutan membutuhkan terapi antiviral (Garber & Pratt, 2013).

Populasi Yang Direkomendasikan Untuk Menjalani Skrinning Hepatitis B Kronis

Orang yang lahir di area dengan prevalensi Hepatitis B intermediet atau tinggi Pengguna obat suntik Laki-laki yang berhubungan seks sesame jenis Orang yang menjalani terapi imunosupresan Orang dengan peningkatan serum aminotransferase Pasien hemodialisa Wanita hamil Bayi yang lahir dari ibu dengan HBsAg positif Kontak dekat dengan orang HBsAg positif Orang dengan HIV positif Orang yang sering terpapar dengan darah atau cairan tubuh orang lain

Tabel 1. Populasi Yang Direkomendasikan Untuk Menjalani Skrinning Hepatitis B Kronis. Diambil dari (Garber & Pratt, 2013).

C. Riwayat PenyakitGejala infeksi akut HBV muncul setelah periode inkubasi antara 60 sampai 180 hari. Penampakan infeksi akut virus ini bermacam-macam, mulai dari asimtomatik sampai gagal hati akut. Penanda infeksi dan replikasi viral HbsAg, HBeAg dan DNA HBV muncul setelah 6 minggu paparan. Kemunculan penanda ini diikuti oleh peningkatan serum aminotransferase; level serum alanine aminotransferase (ALT) lebih tinggi dari level serum aspartate aminotransferase (AST) dan keduanya biasanya lebih tinggi dari 500 U/l. Selama masa ini, antibodi inti anti-Hepatitis B kelas IgM, satu-satunya penanda infeksi akut, muncul dan menetap berbulan-bulan (Garber & Pratt, 2013).Level aminotransferase berkaitan erat dengan tingkat peradangan dan nekrosis. Kerusakan hati adalah akibat dari apoptosis yang diinduksi limfosit sitotoksik T pada hepatosit yang terinfeksi. Kegagalan hati akut terjadi ketika tingkat keparahan dari kerusakan hati mengakibatkan kegagalan fungsi hati. Pasien yang telah bersih dari virus menjalani fase normalisasi aminotrasferase selama 4 bulan, diikuti perbaikan hiperbilirubin yang lebih lambat. Kecenderungan untuk berkembang menjadi kronis (didefinisikan sebagai keberadaan HBsAg selama lebih dari 6 bulan) tergantung dari umur ketika paparan. Walaupun 90% dari mereka yang terinfesi secara perinatal akan menderita infeksi kronis, persentase ini menurun hingga 20-50% pada mereka yang terinfeksi di umur 1-5 tahun, dan kurang dari 5% pada dewasa (Garber & Pratt, 2013).

Gambar 3. Riwayat perjalanan penyakit Hepatitis B (Singkatan ALT = alanine aminotransferase, eAb = antibodi e [envelope] Hepatitis B, HbsAb = antibodi s [surface] Hepatitis B, HbsAg = antigen s [surface] Hepatitis B, HBV = Hepatitis B virus, HCC = hepatocelluler carcinoma). Diambil dari Garber & Pratt (2013)

Penting untuk mengkonseptualisasi riwayat penyakit infeksi HBV kronis sebagai sebuah spectrum yang meliputi tahap immunoaktif, karier inaktif, resolusi, dan hepatitis kronis dengan antigen e negatif. (Garber & Pratt, 2013) D. PenatalaksanaanTujuh terapi yang telah disahkan lembaga FDA (Food and Drug Administration) Amerika Serikat untuk penatalaksanaan HBV:1. Interferon: interferon alfa-2b (Intron A) dan pegylated interferon alfa-2a (pegasys)2. Analog nukleosid: lamivudine, telbivudine, dan entecavir3. Analog nukleotid: adefovir dan tenofovirInterferon diberikan selama waktu 48 minggu yang ditentukan, sedangkan analog nukleotid dan nukleosid dilanjutkan sampai akhir terapi yang spesifik tercapai. Akhir terapi pada pasien immunoaktif adalah hilangnya HbeAg dan perkembangan HbeAb, yang secara umum diasosiasikan dengan supresi viral yang bertahan. Pada pasien dengan HBeAg negatif, tidak terdapat keberhasilan terapi, dan terdapat kecenderungan tinggi untuk relaps ketika terapi dihentikan. Pasien ini biasanya ditangani terus menerus atau sampai serokonversi antigen s terjadi (Garber & Pratt, 2013).

2.3.3 Virus Hepatitis C (HCV)A. Epidemiologi Hampir 170 juta orang terinfeksi HCV secara kronis di seluruh dunia. Di Amerika Serikat misalnya, diperkirakan terdapat 3,2 juta orang yang menderita infeksi HCV kronis, walaupun angka ini sudah menurun sejak 1990 setiap tahunnya (Garber & Pratt, 2013).B. DiagnosisTes awal untuk mendiagnosa infeksi HCV adalah keberadaan antibodi HCV. Tes serologi yang saat ini digunakan memakai kombinasi protein inti dan beberapa protein nonstruktural pada immunoassay yang dapat mendeteksi antibodi reaktif dalam 4-10 minggu infeksi. Sebagai tes skrinning, deteksi antibodi anti-HCV sangat sensitive, dan diestimasi bahwa hanya 0,5% - 1.0% dari kasus akan dilewatkan dalam populasi dengan prevalensi rendah. RNA HCV digunakan untuk mengkonfirmasi tes serologi dan untuk menilai terapi. Pengukuran RNA HCV dapat berupa kuantitatif atau kualitatif. Assay kuantitatif adalah yang terbaik untuk menilai perubahan besar pada beban virus dan karenanya digunakan untuk memonitor respon terapi. Assay kuantitatif yang tersedia secara komersial memiliki batas bawah deteksi yang rendah, sekitar 600 kopi/mL. Secara kontras, tes kualitatif untuk RNA HCV dapat mendeteksi hingga 10 kopi/mL darah dan berguna untuk mengkonfirmasi keberadaan virus, baik ketika titernya rendah ataupun pada akhir terapi (Garber & Pratt, 2013). C. Riwayat PenyakitInfeksi HCV akut biasanya asimtomatis; pasien jarang didiagnosa dalam tahap ini. Setelah periode inkubasi yang berlangsung sekitar 6 minggu, sebagian kecil dari pasien (15-20%) menunjukkan sindrom klinis dengan tingkat keparahan yang berbeda-beda. Gejalanya termasuk demam, malaise, nausea, anoreksia, nyeri perut, dan nyeri otot. Periode ini biasanya anikterik dan dapat berlangsung dari 2 minggu sampai 3 bulan, dan dapat diikuti oleh perkembangan ikterus seiring terdeteksinya serum RNA HCV. Pada infeksi asimtomatik, serum RNA HCV dan peningkatan aminotransferase biasanya dapat dideteksi antara 1 sampai 3 minggu setelah infeksi, dan antibodi anti-HCV menjadi positif 3 minggu-1 bulan setelah infeksi akut (Garber & Pratt, 2013).Pada rata-rata 30% pasien, infeksi akut HCV biasanya hilang dengan sendirinya dan diikuti oleh perbaikan tingkat aminotransferase dan hilangnya serum RNA HCV. Kebanyakan pasien umumnya bersih dari infeksi HCV secara spontan selama 12 minggu setelah infeksi. Pasien yang tidak sembuh dari infeksi HCV akut dapat mengalami fase kronis, yang ditandai oleh peningkatan serum aminotransferase. Rata-rata 30% dari pasien dengan infeksi HCV kronis memiliki level ALT normal (Garber & Pratt, 2013).D. PenatalaksanaanDikarenakan adanya kecenderungan progresivitas infeksi HCV akut ke infeksi kronis, pemberian terapi harus dipertimbangkan pada semua pasien yang terbukti menderita HCV akut. Beberapa studi telah menunjukkan tingkat keberhasilan terapi yang tinggi pada pasien yang diterapi dalam 3 bulan pertama infeksi HCV. Walaupun belum ada panduan yang jelas untuk tatalaksana terapi pada kelompok pasien seperti ini, namun dapat diberikan terapi berupa dosis standar pegylated interferon alfa-2b dan ribavirin (Garber & Pratt, 2013).Keputusan untuk menatalaksana infeksi HCV kronis didasarkan pada berbagai faktor, termasuk diantaranya genotipe dan beban virus, histology, kecenderungan progresivitas penyakit, dan komorbid medis. Pasien dengan keberadaan virus persisten dan tanda histologis adanya fibrosis atau radang berat sangat beresiko untuk menderita fase kronis dan harus ditangani bila tidak ada kontraindikasi. Indikasi untuk terapi bisa tidak jelas pada pasien tanpa tanda fibrosis dan radang berat, walaupun infeksi sudah berjalan dalam jangka waktu yang lama. Pasien-pasien ini memiliki resiko progresivitas infeksi yang lebih rendah dan perlu dimonitor serum enzim hati nya serta menjalani biopsy hati setiap 4-5 tahun (Garber & Pratt, 2013)Tatalaksana utama infeksi HCV untuk pasien non-genotipe 1 adalah pegylated interferon alfa-2a atau alfa-2b dengan kombinasi dosis ribavirin sesuai berat badan. Durasi terapi ditentukan berdasarkan genotipe virus. Respon terapi dimonitor oleh pengukuran kuantitatif dari RNA HCV setelah 4-12 minggu terapi (Garber & Pratt, 2013).

III. KESIMPULAN

Dalam beberapa dekade terakhir, telah banyak dicapai kemajuan di dalam memahami tentang hepatitis yang disebabkan oleh virus. Terutama untuk Hepatitis B dan C, telah banyak ditemukan alat deteksi dan terapi yang lebih baik. Terapi yang telah diperbaiki ini membuat para dokter harus lebih hati-hati dalam mengenali pasien yang tepat untuk menjalani perawatan (Garber & Pratt, 2013). Banyaknya perkembangan ilmu ini juga diharapkan dapat mendorong masyarakat untuk lebih berhati-hati dan berupaya menutup jalur penyebaran virus Hepatitis. Karena pada dasarnya untuk dapat sepenuhnya menyelesaikan masalah hepatitis maka dibutuhkan kerjasama yang baik antara lembaga pelayanan kesehatan, pemerintah, dan masyarakat.

REFERENSI

Garber, J. & Pratt, D., 2013. Acute and Chronic Viral Hepatitis. In: Conn's Current Therapy. Philadelphia: Elsevier, p. 484.Hendrarahardja, 1990. Hepatitis B. In: A. Sulaiman, Daldiyono, N. Akbar & A. Rani, eds. Gastroentero Hepatologi. Jakarta: Sagung Seto, p. 253.Nurman, A., 1990. Hepatitis Virus A. In: A. Sulaiman, Daldiyono, N. Akbar & A. Rani, eds. Gastroentero Hepatologi. Jakarta: Sagung Seto, p. 247.PAPDI, 2009. Panduan Pelayanan Medik. Jakarta: Interna Publishing.Sneller, M. C., 2005. Acute Hepatitis. In: Harrison's Manual of Medicine. New York: McGraw-Hill, p. 757.Sulaiman, A., 1990. Hepatitis Kronik. In: A. Sulaiman, Daldiyono, N. Akbar & A. Rani, eds. Gastroentero Hepatologi. Jakarta: Sagung Seto, p. 303.