referat hesper zoster otikus

26
Referat Herpes Zoster Otikus Oleh Muhammad Falih Akbar/04084811416129 Siti Pradyta Piska Nugrah/04054811416018 Suci Wulandari/04054811416017 Alpasca Firdaus/04054811416041 Pembimbing: dr. Yuli Doris Memy, SpT.H.T.K.L. BAGIAN ILMU KESEHATAN HIDUNG TELINGA TENGGOROKAN KEPALA DAN LEHER RUMAH SAKIT DR. MOH. HOESIN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA PALEMBANG 2015

Upload: suci-wulandari

Post on 21-Dec-2015

183 views

Category:

Documents


35 download

DESCRIPTION

Referat Hesper Zoster OtikusjkqwGDEUegtbcxhskajEHB JW3KRY

TRANSCRIPT

Page 1: Referat Hesper Zoster Otikus

Referat

Herpes Zoster Otikus

Oleh

Muhammad Falih Akbar/04084811416129

Siti Pradyta Piska Nugrah/04054811416018

Suci Wulandari/04054811416017

Alpasca Firdaus/04054811416041

Pembimbing:

dr. Yuli Doris Memy, SpT.H.T.K.L.

BAGIAN ILMU KESEHATAN HIDUNG TELINGA TENGGOROKAN

KEPALA DAN LEHER RUMAH SAKIT DR. MOH. HOESIN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA

PALEMBANG

2015

Page 2: Referat Hesper Zoster Otikus

DAFTAR ISI

BAB I Pendahuluan ............................................................................. 1

BAB II Tinjauan Pustaka ...................................................................... 3

2.1 Anatomi Telinga ............................................................. 3

Telinga Luar .................................................................... 3

Telinga Tengah ............................................................... 4

Labirin ............................................................................. 5

Persarafan Telinga Luar .................................................. 6

Persarafan Liang Telinga ................................................ 6

Persarafan Telinga Tengah ............................................. 6

Segmen Saraf Fasialis ..................................................... 7

2.2 Herpes Zoster Otikus ...................................................... 9

Definisi ........................................................................... 9

Epidemiologi ................................................................... 9

Etiologi ........................................................................... 10

Patogenesis ..................................................................... 10

Manifestasi Klinis ........................................................... 12

Diagnosis ........................................................................ 13

Tatalaksana ..................................................................... 15

Prognosis ......................................................................... 17

Komplikasi ...................................................................... 17

Pencegahan ..................................................................... 18

BAB III Kesimpulan............................................................................... 19

Daftar Pustaka ........................................................................................ 21

Page 3: Referat Hesper Zoster Otikus

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Anatomi Telinga ....................................................................... 3

Gambar 2 Anatomi Telinga Luar .............................................................. 4

Gambar 3 Anatomi Telinga Tengah .......................................................... 5

Gambar 4 Segmen Nervus Fasialis ........................................................... 7

Gambar 5 Patogenesis Herpes Zoster Otikus ............................................ 11

Gambar 6 Pasien Herpes Zooster Otikus .................................................. 14

Gambar 7 Manifestasi Klinis Herpes Zooster Otikus ............................... 14

Page 4: Referat Hesper Zoster Otikus

1

BAB I

Pendahuluan

Sistem saraf adalah sistem organ yang terdiri atas serabut saraf yang

tersusun dari sel-sel saraf yang saling terhubung satu sama lain dan berfungsi

untuk persepsi sensoris indrawi, aktivitas motorik, baik volunter ataupun

involunter, pada jaringan-jaringan dan organ-organ tubuh, dan homeostasis

berbagai proses fisiologis yang terjadi di tubuh. Sistem saraf manusia merupakan

sistem yang paling kompleks dan paling penting dalam tubuh seseorang untuk

berfungsi sebagai manusia yang seutuhnya. Oleh karena itu, gangguan pada

sistem saraf dapat berpengaruh signifikan terhadap kualitas hidup seorang

manusia.1,2

Sistem saraf secara umum dibagi menjadi dua yaitu, sistem saraf pusat dan

sistem saraf tepi. Sistem saraf pusat adalah bagian dari sistem saraf yang terdiri

atas otak dan tulang belakang. Sistem saraf pusat berfungsi untuk

mengintegrasikan informasi yang didapat, mengkoordinasi dan mempengaruhi

seluruh aktivitas yang terjadi dalam tubuh. Sementara sistem saraf perifer adalah

bagian dari sistem saraf yang terdiri atas sel saraf dan ganglia selain otak dan

tulang belakang. Fungsi utama dari sistem saraf perifer adalah untuk

menghubungkan sistem saraf pusat dengan ekstremitas dan organ, bertugas

sebagai jalur komunikasi bolak-balik antara otak dengan ekstremitas dan organ.1,2

Saraf kranial adalah serabut saraf yang berasal langsung dari otak dan

batang otak. Pertukaran informasi yang terjadi antara otak dan beberapa bagain,

terutama bagian kepala dan leher, terjadi melalui saraf kranial. Hal tersebutlah

yang menjadikan gangguan pada saraf kranial salah satu dari deretan masalah

dalam Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, dan Tenggorokan, Bedah Kepala dan

Leher. Salah satu dari gangguan saraf kranial adalah herpes zooster otikus yang

menyerang ganglion geniculi nervi fasialis.1,3

Page 5: Referat Hesper Zoster Otikus

2

Herpes zooster otikus, atau yang disebut juga sebagai Ramsay Hunt

syndrome tipe II, adalah kumpulan gejala yang terdiri dari erupsi herpetik pada

telinga luar (pada meatus akustikus eksternus dan periaurikula) dan palatum

molle, nyeri yang hebat, disertai paralise nervus fasialis akut, dan di awali dengan

periode prodormal. Postulat pertama James Ramsay Hunt mengatakan bahwa

herpes zooster otikus disebabkan oleh virus varicella zoster golongan herpes

virus, yang mengalami reaktivasi dari infeksi yang sebelumnya merupakan infeksi

laten virus varicella pada ganglion geniculi nervi fasialis.4,5

Herpes zooster otikus menempati urutan kedua kejadian paralisis fasialis

akut setelah Bell’s palsy, atau lebih tepatnya 10-15% dari kasus paralise nervus

fasialis akut.6,7

Di Amerika Serikat terjadi kasus 5 /100.000 populasi penduduk

per tahun. Lebih sering terjadi pada umur diatas 60 tahun dan sangat jarang terjadi

pada anak – anak.7,8

Gejala prodromal yang ditimbulkan adalah munculnya vesikel-vesikel yang

terjadi karena reaktivasi virus pada daerah dermatom tempat virus tersebut

bersembunyi selama masa latennya.9 Selain timbulnya sekelompok vesikel, dapat

pula timbul rasa nyeri yang cukup hebat pada daerah telinga (otalgia) dengan

parasthesia di kulit telinga tersebut. Apabila infeksinya sudah mencapai N VII dan

VIII (Ramsay Hunt syndrome) maka dapat terjadi paralisis fasial dan gangguan

pendengaran serta keseimbangan.6,9

Penegakan diagnosis herpes zooster otikus harus dilakukan dengan cepat

dan dilanjutkan dengan penatalaksanaan yang cepat dan tepat. Selain pemberian

obat untuk mengurangi keluhannya (symptomatic therapy), pemberian antivirus

sistemik juga sangat dianjurkan pemberiannya sesegera mungkin setelah tegaknya

diagnosis sehingga dapat menghindarkan penderita dari komplikasi yang dapat

terjadi.6,9,10

Page 6: Referat Hesper Zoster Otikus

3

BAB II

Tinjauan Pustaka

2.1. Anatomi Telinga12,13

Gambar 1 : Anatomi Telinga

2.1.1. Telinga Luar (Daun Telinga)

Daun telinga terdiri dari :

Heliks, Crus heliks

Antheliks,Crura antheliks

Tragus, anti tragus, interragic nocth

Cavum concha, cymbaconcha

Fossa triangularis

Fossa schapoidea

Page 7: Referat Hesper Zoster Otikus

4

Tuberkulum darwin

Lobulus

Gambar 2 : Anatomi Telinga Luar

2.1.2. Telinga Tengah

Telingah tengah terdiri dari :

Lateral : MembranTimpani

Medial : foramen ovale

Anterior : Tuba eusthachius

Posterior : aditus ad antrum

Superior : tegmen timpani

Inferior : vena jugularis

Page 8: Referat Hesper Zoster Otikus

5

2.1.3. Telinga Tengah (Labirin)

Telinga tengah terdiri dari :

Gambar 3 : Anatomi Telinga Tengah

Labirin bagian tulang yaitu :

o Kanalis semisirkularis : kanalis semisirkularis superior,

posterior, dan lateral

o Vestibulum

o Koklea : Koklea berbentuk rumah siput dengan melingkar 2 ½

– 2 ¾ kali putaran.

o Labirin bagian membran : terletak di dalam labirin bagian

tulang terdiri dari kanalis semisirkularis, utrikulus, sakulus dan

koklea.

Page 9: Referat Hesper Zoster Otikus

6

2.1.4. Persarafan Telinga Luar

Daun telinga dipersarafi oleh 5 persarafan, yaitu :

Saraf aurikular mayor (C2,3), mempersarafi hampir seluruh

permukaan medial dan bagian belakang dari permukaan lateral.

Saraf oksipital minor (C2), mempersarafi bagian atas dari permukaan

medial.

Saraf aurikulo temporal (N V), mempersarafi tragus, heliks dan daerah

sekitar heliks.

Percabangan aurikular saraf vagus (N X), juga disebut saraf Arnold’s,

mempersarafi konka dan sekitarnya.

Saraf fasialis (N VII), yang distribusi percabangannya bersamaan

dengan percabangan aurikular saraf vagus, mempersarafi konka dan

sulkus retroaurikular.

2.1.5. Persarafan Liang Telinga

Dinding atas dan depan dipersarafi saraf aurikulo temporal (N V).

Dinding bawah dan belakang dipersarafi percabangan aurikular dari

saraf vagus (N X).

Dinding belakang liang telinga juga dipersarafi oleh cabang sensoris

saraf VII melalui percabangan aurikular saraf vagus.

2.1.6. Persarafan Telinga Tengah

Promontorium berisi pleksus timpani (pleksus Jacobson). Cabang saraf

glosofaringeus dari ganglion petrosa di bawah telinga.

Pleksus timpani menerima serabut simpatis dari pleksus karotis

melalui cabang-cabang karotikotimpani superior dan inferior.

Korda timpani memasuki telinga tengah tepat di bawah pinggir

posterosuperior sulkus timpani dan berjalan ke arah depan lateral ke

prosesus longus inkus dan kemudian di bagian bawah leher maleus

Page 10: Referat Hesper Zoster Otikus

7

tepat di atas perlekatan tendon tensor timpani menuju ligamentum

maleus anterior, saraf ini keluar melalui fisura petrotimpani.

2.1.7.Segmen Saraf Fasialis4,12

Gambar 4 : Segmen Saraf Fasialis

Nervus fasialis sebenarnya hanya terdiri dari serabut motorik, tetapi

dalam perjalanannya ke tepi akan bergabung nervus intermedius yang

tersusun oleh serabut sekretomotorik untuk glandula salivatorius dan serabut

sensorik khusus yang menghantarkan impuls pengecapan 2/3 bagian depan

lidah ke nukleus traktus solitarius.

Inti motorik nervus fasialis terletak dibagian ventrolateral tegmentum

pontis bagian kaudal. Inti dapat dibedakan dalam dua kelompok yaitu

kelompok dorsal dan ventral. Kelompok dorsal inti nervus fasialis mensarafi

otot-otot frontalis, zygomatikus, belahan atas orbikularis okuli dan bagian

atas otot wajah. Inti ini mempunyai inervasi kortikal secara bilateral.

Page 11: Referat Hesper Zoster Otikus

8

Kelompok ventral inti nervus fasialis mensarafi otot-otot belahan bawah

orbikularis okuli, otot wajah bagian bawah dan platisma. Inti ini mempunyai

hubungan hanya dengan korteks motorik sisi kontralateral.

Akar nervus fasialis menuju ke dorsomedial dahulu, kemudian

melingkari inti nervus abdusens dan setelah itu baru membelok ke

ventrolateral kembali untuk meninggalkan permukaan lateral pons. Disitu ia

berdampingan dengan nervus oktavus dan nervus intermedius. Bertiga

mereka masuk ke dalam liang os petrosum melalui meatus akustikus

internus. Nervus fasialis keluar dari os petrosum kembali dan tiba di kavum

timpani. Kemudian ia turun, sedikit membelok ke belakang dan keluar dari

tulang tengkorak melalui foramen stilomastoideum. Pada saat ia turun ke

bawah dan membelok ke belakang di kavum timpani akan tergabung dengan

ganglion genikulatum yang merupakan sel induk dari serabut penghantar

impuls pengecap yang dinamakan korda timpani. Juluran sel-sel tersebut

yang menuju ke batang otak adalah nervus intermedius. Disamping itu

ganglion tersebut memberikan cabang-cabang kepada ganglion otikum dan

sfenopalatinum yang menghantarkan impuls sekretomotorik untuk kelenjar

lendir. Liang os petrosum yang mengandung nervus fasialis dinamakan

akuaduktus Falopii atau kanalis fasialis. Disitu nervus fasialis memberikan

cabang untuk muskulus stapedius dan lebih jauh sedikit ia menerima

serabut-serabut korda timpani. Berkas saraf ini menuju ke tepi atas gendang

telinga dan membelok ke depan.

Melalui kanalikulus anterior ia keluar dari tengkorak dan tiba di

bawah muskulus pterigoideus eksternus. Di situ korda timpani

menggabungkan diri pada nervus lingualis yang merupakan cabang dari

nervus mandibularis. Korda timpani menghantarkan impuls pengecap dari

2/3 bagian depan lidah. Sebagian saraf motorik mutlak nervus fasialis keluar

dari foramen stilomastoideum dan memberikan cabang-cabang kepada otot

stilohioid dan venter posterior muskulus digastrikus dan otot oksipitalis.

Pangkal sisanya menuju ke glandula parotis. Di situ ia bercabang-cabang

lagi untuk mensarafi otot wajah dan platisma. Nervus fasialis yang melintasi

Page 12: Referat Hesper Zoster Otikus

9

jaringan glandula parotis bercabang-cabang lagi untuk mensarafi seluruh

otot wajah.

2.2 Herpes Zooster Otikus

2.2.1 Definisi

Menurut Koerner (1904), herpes zooster otikus, yaitu berupa sindroma

yang terdiri dari bulla pada daun telinga, paralise fasial dan gangguan

telinga dalam. Menurut James Ramsay Hunt (1907), yang telah mempelajari

penyakit tersebut secara terperinci, herpes zooster otikus terjadi karena

adanya reaktivasi herpes zooster pada ganglion geniculi nervi fasialis, sejak

saat itu herpes zooster otikus juga dikenal dengan Ramsay Hunt syndrome.

Dari keterangan ini, dapat disimpulkan bahwa herpes zooster otikus adalah

kumpulan gejala yang terdiri dari erupsi herpetik pada telinga luar (pada

meatus akustikus eksternus dan periaurikula) dan palatum molle, nyeri yang

hebat, disertai paralise nervus fasialis akut, yang disebabkan reaktivasi

herpes zooster yang sedang dalam masa dormansi di ganglion genikuli nervi

fasialis.4,5,6

2.2.2 Epidemiologi

Herpes zooster otikus dapat muncul di sepanjang tahun karena tidak

dipengaruhi oleh perubahan musim dan angka kejadiannya tersebar merata

di seluruh dunia.7,8

Menurut penelitian yang dilakukan di Jerman dan

Australia, wanita memiliki tendensi untuk mengalami herpes zooster otikus

dibandingkan pria, dengan persentasi wanita 68,1% dan pria 31,9%, akan

tetapi wanita memiliki manifestasi dan prognosis yang lebih baik ketimbang

pria.13,14

Angka kesakitan akan meningkat seiring dengan bertambahnya

usia dan pada individu defisit sistem imun, dimana faktor reaktivasi dapat

berupa stress fisik maupun emosional.10,14

2/3 pasien herpes zooster otikus

berusia lebih dari 50 tahun, dan kurang dari 10% berusia kurang dari 20

tahun. Herpes zooster otikus merupakan penyebab paralise N VII terbanyak

Page 13: Referat Hesper Zoster Otikus

10

setelah Bell’s palsy (2-10% di seluruh dunia), dan gejala yang ditimbulkan

cenderung lebih parah dari Bell’s palsy sehingga prognosisnya pun lebih

buruk. Di negara maju seperti Amerika, penyakit ini dilaporkan sekitar 6%

setahun, di Inggris 0,34% setahun sedangkan di Indonesia lebih kurang 1%

setahun.8,10

Herpes zooster terjadi pada orang yang pernah menderita varisela

sebelumnya karena varisela dan herpes zooster disebabkan oleh virus yang

sama yaitu virus varisela zooster. Setelah sembuh dari varisela, virus yang

ada di ganglion sensoris tetap hidup dalam keadaan dorman dan dapat aktif

kembali jika daya tahan tubuh pejamu menurun. Akan tetapi, defisit

neurologis residual jarang ditemukan pada pasien yang telah sembuh dari

herpes zooster otikus. Tergantung dari derajat keparahannya, tuli

sensorineural yang didapat ketika menderita herpes zooster otikus dapat

menetap (6,5%).6,8

2.2.3 Etiologi

Varicella Zooster Virus (VZV) merupakan virus penyebab varicella

(chicken pox) dan herpes zooster. VZV tergolong virus berinti DNA yang

linier, virus ini berukuran 140-200 nm, yang termasuk subfamili

alphaherpesviridae. Berdasarkan sifat biologisnya seperti siklus replikasi,

penjamu, sifat sitotoksik dan sel tempat hidup laten diklasifikasikan

kedalam 3 subfamili yaitu alfa, beta dan gamma. VZV tergolong ke dalam

subfamili alfa mempunyai sifat khas menyebabkan infeksi primer pada sel

epitel yang menimbulkan lesi vesikuler. Selanjutnya setelah infeksi primer,

infeksi oleh virus herpes alfa biasanya dapat menetap dalam bentuk laten

didalam neuron dari ganglion. Virus yang laten ini pada saatnya akan

menimbulkan kekambuhan secara periodik.8,15

2.2.4 Patogenesis

Saat terinfeksi varicella, VZV melewati lesi masuk ke permukaan

kulit dan mukosa menuju ujung–ujung saraf sensoris dan di transportasikan

Page 14: Referat Hesper Zoster Otikus

11

oleh serat–serat saraf ke ganglion sensoris. Di ganglion, virus menetap dan

menjadi infeksi laten sepanjang hidup. Selama virus laten di gangglion tidak

tampak gejala infeksi.6,15

Gambar 5. Patogenesis Herpes Zooster Otikus

Pada ganglion genikuli, terdapat serabut motorik, sensoris, dan

parasimpatetik N VII yang tersebar menginervasi kelenjar air mata, kelenjar

submandibula, kelenjar sublingual, lidah, palatum, faring, meatus akustikus

eksternus, stapedius, m. digastrikus posterior, m. stylohyoideus, dan otot-

otot ekspresi wajah. Serabut-serabut yang mempersarafi bagian-bagian

Page 15: Referat Hesper Zoster Otikus

12

tersebut menjadi alat transportasi VZV yang telah terreaktivasi. N VIII

dapat terkena karena mayoritas perjalanan serabut saraf yang sejajar atau

melalui segmen labirin dari ganglion tersebut, namun teori-teori tersebut

belum dapat dibuktikan. Bagaimana reaktivasi VZV di ganglion genikuli

dan patofisiologi dari manifestasi yang ditimbulkan masih belum dapat

dijelaskan. Hanya diketahui bahwa enurunnya daya tahan tubuh, stress fisik

atau emosional, keganasan, radioterapi, kemoterapi, dan infeksi HIV adalah

faktor resiko terjadinya reaktivasi VZV.3,6,11

2.2.5 Manifestasi Klinis

Setelah terjadinya reaktivasi, herpes zoster otikus dapat menyerang

telinga luar (khususnya konka aurikula), kulit periaurikular, meatus

akustikus eksternus, telinga tengah, telinga dalam (jika sudah menyerang N

VIII), dinding lateral hidung, palatum molle, anterolateral lidah, dan

percabangan N VII. Sesudah masa inkubasi yang berlangsung 4-20 hari,

muncul gejala prodromal berupa demam, sakit kepala, malaise, dan

terkadang mual dan muntah.8 Selanjutnya dapat muncul erupsi/vesikel di

periaurikular, telinga luar, dan meatus akustikus eksternus. Waktu

munculnya erupsi/vesikel memiliki nilai prognostik yang signifikan. Pada

sebagian besar kasus, erupsi muncul bersamaan dengan paralisis. Pada 25%

kasus, dimana erupsi muncul terlebih dahulu dari paralisis, pasien tersebut

memiliki persentase kesembuhan yang lebih besar. Setelah erupsi/vesikel

dan paralisis terjadi, gejala yang lain mengikuti yaitu hiperakusis, tuli

sensorineural, dan nyeri hebat.6,10

Adapun dari manifestasi klinis yang sering muncul dari herpes zoster

otikus, dapat dikelompokkan menjadi:6,10

Vesikel/Erupsi

Page 16: Referat Hesper Zoster Otikus

13

o Vesikel dapat muncul sebelum, bersamaan, tau setelah adanya

paralisis nervus fasialis. Vesikel yang timbul dapat menyebabkan

sensasi terbakar atau otalgia. Vesikel yang pecah akan membentuk

krusta.

Gejala yang berhubungan dengan N VII

o Paresis ipsilateral

o Paralisis ipsilateral

Gejala yang berhubungan dengan N VIII

o Tinnitus

o Vertigo

o Tuli sensorineural

o Gangguan keseimbangan

Gejala lain

o Nyeri hebat pada mata

o Lakrimasi

o Mata tidak bisa menutup

o Gangguan indera pengecap

2.2.6 Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan:

Anamnesis6,8

Pasien dengan gejala berupa :

o nyeri pada telinga, nyeri pada mata

o rasa tebakar di sekitar telinga, wajah, mulut, dapat juga

terjadi di lidah.

o mual dan muntah dapat terjadi,

o disertai gangguan pendengaran, hiperakusis atau tinnitus.

Page 17: Referat Hesper Zoster Otikus

14

Pemeriksaan fisik6,10

Pada pemeriksaan didapatkan :

o Tampak lesi kulit yang vesikuler pada kulit di daerah muka,

pada liang telinga, konka dan daun telinga.

Gambar 6 : A) Pasien herpes zoster otikus sebelum pengobatan, B)

kembalinya fungsi motorik secara keseluruhan setelah pengobatan, C)

Lesi vesikel pada meatus akustikus eksternus

Gambar 7 : Tanda Klinis penderita Herpes Zoster Otikus

Page 18: Referat Hesper Zoster Otikus

15

o Bintik-bintik merah juga dapat terlihat pada kulit di

belakang telinga, dinding lateral hidung, palatum molle dan

lidah bagian anterolateral.

o Vertigo,

o Tuli sensorineural

o Parese saraf fasialis menyerupai bells palsy juga dapat

ditemukan.

o Gangguan perasa seta ketidakmampuan dalam menutup

mata pada bagian ipsilateral, sehingga pasien akan

mengeluhkan kekeringan pada kornea dan iritasi.

Pemeriksaan penunjang

o Pemeriksaan laboratorium yang meliputi: kadar nitrogen

dalam urin ( BUN), kreatinin, hitung sel darah, serta

elektrolit8

o Tes Serologi. Anti-VZV IgG dan IgM15

o Fluorescent-antibody membrane antigen assay (FAMA)

(gold standard)15

o CT scan8

o Magnetic Ressonance Imaging (MRI) dengan

menggunakan gadolinium diethylene-triamine pentaacetic

acid ( Gd-DTPA).8

2.2.7 Tatalaksana

Berikut adalah pilihan terapi yang dapat digunakan untuk tatalaksana herpes

zoster otikus:

Kortikosteroid

Kortikosteroid sistemik digunakan untuk mengurangi rasa nyeri dan

vertigo yang terjadi karena adanya inflamasi pada serabut saraf N VII.

Kortikosteroid tidak dianjurkan pada pasien herpes zoster otikus yang

Page 19: Referat Hesper Zoster Otikus

16

menderita penyakit keganasan atau menjalani kemoterapi, karena dapat

memicu Disseminated Herpes Zoster.19

Kortikosteroid + Antivirus

Pasien yang ditatalaksana dengan menggunakan antivirus dan prednison

memberikan hasil yang lebih baik (dalah hal kecepatan hilangnya

vesikel dan erupsi, berkurangnya nyeri, dan dapat kembalinya pasien

menjalani aktivitas sehari-hari) dibanding dengan yang ditatalaksana

hanya dengan menggunakan prednison dan antivirus sendiri.

Dosis yang diberikan:

o Prednison: 1 mg/kgbb/hari yang dibagi menjadi 3 dosis selama 10-

14 hari.10,18

Dapat dilakukan tapering-off mulai dari minggu

kedua.6

o Antivirus

Acyclovir 5x800 mg/hari selama 5-7 hari atau Acyclovir IV

10 mg/kgbb/8 jam selama 7 hari8

Valacyclovir 3x1000 mg/hari selama 7 hari, atau

Famcyclovir 3x750 mg/hari selama 7 hari10

diketahui memiliki efek yang paling baik untuk mengurangi

postherpetic neuralgia (tetapi harus dipantau karena

meningkatkan enzim hati)

Farmakoterapi tambahan10,18

o Analgesik golongan narkotik untuk mengurangi nyeri

o Antipruritik untuk gatal

Tatalaksana infeksi sekunder oleh bakteri10,18

o Biasanya terjadi karena vesikel yang tereskoriasi akibat garukan

o Gunakan H2O2 untuk membersihkan vesikel/krusta

o Guankan salep bacitracin pada bagian bervesiekel/krusta

o Gunakan antibiotik oral antistreptokokal seperti cefadroxil

Page 20: Referat Hesper Zoster Otikus

17

2.2.8 Komplikasi

Apabila penegakkan diagnosis dan tatalaksana tidak cepat dilakukan,

dapat terjadi paralysis berat akan mengakibatkan tidak lengkap atau

tidak sempurnanya kesembuhan dan berpotensi untuk menjadi paralysis

fasial yang permanen dan synkinesis.8,10

Jika tataksana tidak adekuat, sangat memungkinkan terjadinya

postherpetic neuralgia yang berkepanjangan.4

Adakalanya, virus dapat menyebar ke saraf-saraf lain atau bahkan ke

otak dan jaringan saraf dalam tulang belakang, menyebabkan sakit

kepala, sakit punggung, kebingungan, kelesuan, kelemahan, dan

timbulnya lesi herpes yang mengikuti dermatom.6,17,18

Serangan vertigo bisa muncul sebagai komplikasi Herpes Zoster di

wajah.8

2.2.9 Prognosis

Diagnosa yang ditegakkan lebih cepat dan mendapat terapi sebelum 72

jam setelah onset memberikan hasil yang lebih baik.8,20

Pasien yang datang dengan keluhan erupsi terlebih dahulu sebelum

paralisis memiliki prognosis yang lebih baik.17

Pada infeksi yang lama mungkin dapat terjadi paralisis fasialis yang

permanen. Sejumlah besar pasien akan mengalai penyembuhan

sepenuhnya setelah sebelumnya mengalami paralisis.17,20

Herpes zoster otikus yang mengalami vertigo dan tuli sensorineural

prognosisnya lebih jelek terutama pada pasien dengan umur lebih tua17,20

Page 21: Referat Hesper Zoster Otikus

18

2.2.10 Pencegahan

Pencegahan herpes zoster dapat dilakukan dengan cara yang

sederhana, yaitu dengan menjaga daya tahan dan kesehatan tubuh dan

menjauhkan diri dari stress. Pencegahan dapat pula ditempuh dengan

pemberian vaksin VZV.20

Vaksin VZV menginduksi imunitas seluler

spesifik VZV yang berguna untuk perlindungan jangka panjang terhadap

VZV. Imunisasi VZV menugaskan sel T untuk berproliferasi dan

memproduksi limfokin sebagai respon dari protein IE62 dan glikoprotein

virus dan menginduksi sel T sitotoksik yang dapat melisiskan protein yang

diekspresikan oleh VZV.15

Page 22: Referat Hesper Zoster Otikus

19

BAB III

Kesimpulan

Herpes zoster otikus adalah kumpulan gejala yang terdiri dari erupsi

herpetik pada telinga luar (pada meatus akustikus eksternus dan

periaurikula) dan palatum molle, nyeri yang hebat, disertai paralise

nervus fasialis akut, yang disebabkan reaktivasi herpes zooster yang

sedang dalam masa dormansi di ganglion genikuli nervi fasialis.

Herpes zoster otikus tidak merupakan penyakit musiman, dan tersebar

merata di seluruh dunia.

Herpes zoster otikus merupakan penyakit paralisis N VII yang terbanyak

kedua di dunia, dan memiliki manifestasi yang lebih berbahaya

dibanding yang lain.

Berdasarkan statistik, herpes zoster otikus lebih cenderung mengenai

wanita ketimbang pria, namun prognosis pria lebih buruk.

Herpes zoster otikus disebabkan oleh varicella zoster virus (VZV) yang

merupakan virus DNA linear dari subfamili alphaherpesviridae.

Herpes zoster otikus bermanifestasi setelah adanya reaktivasi VZV dari

masa dormansi di ganglion genikuli. Adapun mekanisme reaktivasi dan

patofisiologi munculnya manifestasi klinis belum diketahui

Herpes zoster otikus memiliki gejala utama berupa vesikel di telinga dan

sekitarnya, paresis dan parelisis ipsilateral, dan gangguan pada telinga

dalam berupa tinnitus, vertigo, tuli sensorineural, dan nystagmus.

Penegakkan diagnosis herpes zoster berdasar anamnesis mengenai gejala

utama, pemeriksaan fisik yaitu dari inspeksi, otoskopi, dan pemeriksaan

mulut, dan pemeriksaan penunjang dengan pemeriksaan FAMA sebagai

gold standard.

Page 23: Referat Hesper Zoster Otikus

20

Herpes zoster dapat diobati dengan menggunakan kombinasi

kortikosteroid dan antivirus yang dibantu dengan farmakoterapi

simtomatik dan pencegahan infeksis sekunder.

Komplikasi yang dapat ditimbulkan dari herpes zoster otikus antaralain

adalah postherpetic neuralgia, paralisis, vertigo, dan tuli sensorineural

yang menetap.

Prognosis dari herpes zoster otikus sangat bergantung pada cepatnya

tatalaksana (tidak lebih dari 72 jam setelah onset), gender, dan gejala

awal yang ditimbulkan.

Pencegahan herpes zooster virus dapat dilakukan dengan vaksinasi VZV

Page 24: Referat Hesper Zoster Otikus

21

Daftar Pustaka

1. Adam, RD, Victor, M. 2005. “Clinical Method of Neurology,” dalam:

Ropper, AH, Brown, RH (Ed.) Principles of Neurology 8th Edition.

McGraw-Hill, New York (hal 2-3)

2. Yogarajah, M. 2013. “Patients present with,” dalam: Horton-Szar, D,

Cikurai, K, Khan, N (Ed.) Crash Course of Neurology 4th Edition.

Mosby Elsevier, London

3. Moller, AR. 2006. “Disorder of the Auditory System and Their

Pathophysiology,” dalam: Menzel, J, Furrow, H, Donahue, J (Ed.)

Hearing: Anatomy, Physiology, and Disorder of the Auditory System

2nd Edition.

4. Adam, RD, Victor, M. 2005. “Disease of Cranial Nerves,” dalam:

Ropper, AH, Brown, RH (Ed.) Principles of Neurology 8th Edition.

McGraw-Hill, New York (hal 1180-1182)

5. Hunt, JR. 1907. “On Herpetic Inflammation of Geniculate Ganglion: A

New Syndrome and Its Complication,” Journal of Nervous and Mental

Disease. Volume 34 Bagian 2 (hal 78) (diakses dari http://journals.lww.

com/jonmd/citation/1907/02000 tanggal 11 Februari 2015)

6. Lustig, LR, Niparko, JK. 2012. “Disorder of Facial Nerve,” dalam:

Lalwani, A (Ed.) Current Diagnosis and Treatment in Otolaryngology,

Head and Neck Surgery 3rd Edition. McGraw-Hill, San Francisco (hal

889-899)

7. Mansjoer, A, Wuprohita, Wardhani, WI et al. 2000. “Penyakit Virus,”

dalam: Kapita Selekta Kedokteran Edisi ke-3 Jilid 2. Media Aeaculpius,

Jakarta (hal 128-129)

8. Sunita, B, Sepahdari, A, Sidell, D. 2013. “Paralysis of Cranial Nerve,”

dalam Gopen, Q (Ed.) Fundamental Otology: Pediatric & Adult

Practice 1st Edition. Jaypee Brothers, New Delhi (hal 238-239)

Page 25: Referat Hesper Zoster Otikus

22

9. Adam, GL, Boeis, LR, Higler, PA. 2013. Buku Ajar Penyakit THT Boeis

Edisi ke-6. EGC, Jakarta (hal 46-49)

10. Scott, K. 2014. “Facial Nerve Condition,” dalam: Debo, RF, Keyes, AS,

Leonard, DW (Ed.) Quick Refernce for Otolaryngology. Springer, New

York (hal 94-98)

11. Ellis, H. 2006. Clinical Anatomy: A Revision and Applied Anatomy for

Clinical Student. Blackwell Publishing, Victoria (hal 261-263, 270, 383-

384)

12. Snell, RS. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. EGC,

Jakarta (hal 700-722)

13. Walther, LE, Prosowsky, K, Walther, A et al. 2005. “Herpes Zoster

Oticus: Symptom constellation and serological diagnosis,” (diakses dari

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/15197674 tanggal 11 Februari

2015)

14. Coulson, S, Croxson, GR, Adams, R et al. 2011. “Prognostic Factors in

Herpes Zoster Oticus,” Journal of Sydney University. Otolaryngology &

Neurotology Inc., Sydney. Volume 3 Bagian 6 (hal 1025-1027) (diakses

dari http://www.researchgate.net/...herpes_zoster_oticus.../54478f0c0f2f

1b8120 tanggal 11 Februari 2015)

15. Arvin, AM, Gilden, D. 2013. “Varicella Zoster Virus,” dalam: Knipe,

DM, Howley, PM (Ed.) Fields Virology 6th Edition. Lippincott

Williamz & Wilkins, Philadelphia (hal 2038-2052)

16. Sjarifuddin, Bashrudin, J, Bramantyo, B. 2010. “Kelumpuhan Nervus

Fasialis Perifer,” dalam: Soepardi, EA, Iskandar, N, Bashirudin, J et al

(Ed.) Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorokan, Kepala,

dan Leher Edisi Ke-6. FKUI, Jakarta (hal 114-117)

17. Baskin, JZ, Cruz, OL. 2005. “Special Case of Face Paralysis,” dalam:

Cummings, CW, Harker, L (Ed.) Cummings Otolaryngology Head &

Neck Surgery. Mosby Elsevier, New York

18. Ahsan, SF, Bojrab, DI, Sidell, DL et al.2014. “Herpes Zoster Oticus,”

dalam: Pasha, R, Golub, JS (Ed.) Otolaryngology Head & Neck Surgery

Page 26: Referat Hesper Zoster Otikus

23

Clinical Reference Guide 4th Edition. Plural Publishing, San Diego (hal

428-429)

19. Yoon, K, Kim, S, Lee, E, et al. 2013. “Disseminated herpes zoster in an

immunocompetent elderly,” Korean Journal of Pain. Volum 26 Bagian 2

(hal 195-198) (diakses dari http:/www.koreamed.org/ diakses tanggal 11

Februari 2015)

20. Pau, HW. 2006. “Herpes Zoster Oticus,” dalam: Gross, G, Doerr, HW

(Ed.) Herpes Zoster: Recentaspect of diagnosis and control patient.

Karger, Basel (hal 47-55)