referat kasma

20
Lab./SMF Ilmu Kesehatan Gigi & Mulut Referat Fakultas Kedokteran Umum Universitas Mulawarman RSUD AW. Syahranie MANIFESTASI ANEMIA APLASTIK PADA RONGGA MULUT Disusun oleh: Kasma 05.48824.00225.09 Pembimbing drg. Budi Baskoro A

Upload: kasma-ikbal

Post on 05-Jul-2015

155 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Referat Kasma

Lab./SMF Ilmu Kesehatan Gigi & Mulut ReferatFakultas Kedokteran UmumUniversitas MulawarmanRSUD AW. Syahranie

MANIFESTASI ANEMIA APLASTIK PADA

RONGGA MULUT

Disusun oleh:

Kasma

05.48824.00225.09

Pembimbing

drg. Budi Baskoro A

Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik

Pada Bagian Ilmu Kesehatan Gigi dan Mulut

Fakultas Kedokteran Umum

Universitas Mulawarman

2011

Page 2: Referat Kasma

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Anemia Aplastik (AA) merupakan kegagalan hemopoiesis yang relatif

jarang ditemukan namun berpotensi mengancam jiwa. Penyakit ini ditandai oleh

pansitopenia dan aplasia sumsum tulang dan pertama kali dilaporkan tahun 1888

oleh Ehrlich pada seorang perempuan muda yang meninggal tidak lama setelah

menderita penyakit dengan gejala anemia berat, perdarahan, dan hiperpireksia.

Pemeriksaan postmortem terhadap pasien tersebut menunjukkan sumsum tulang

yang hiposelular (tidak aktif). Pada tahun 1904, Chauffard pertama kali

menggunakan nama anemia aplastik. Puluhan tahun berikutnya definisi anemia

aplastik masih belum berubah dan akhirnya tahun 1934 timbul kesepakatan

pendapat bahwa tanda khas penyakit ini adalah pansitopenia sesuai konsep

Ehrlich(1).

Estimasi insiden dari AA adalah 2 kasus baru per 1 juta orang per tahun.

Penyakit ini jarang ditemukan pada anak, namun jika ditemukan, puncak usia

anak yang mengalami AA adalah antara 3-5 tahun(2). Pada orang dewasa, AA

umumnya dijumpai pada usia 15-25 tahun sebagai puncak insiden pertama dan

puncak insiden kedua adalah >60 tahun(1). AA dapat diwariskan, idiopatik atau

didapat yang penyebabnya diperkirakan antara lain terapi radiasi, penggunaan

obat dan bahan kimia, infeksi virus, thymoma, kehamilan dan paroxysmal

nocturnal hemoglobinuria(2).

Gambaran klinis dari AA antara lain kelelahan, peningkatan memar dan

perdarahan gingiva yang disebabkan oleh anemia, leukopenia serta

trombositopenia. Seorang pasien dengan AA beresiko tinggi untuk infeksi karena

leukopenia. Risiko infeksi sistemik terutama tinggi pada pasien dengan infeksi

lokal AA parah, termasuk periodontitis(3). Berdasarkan penelitian yang dilakukan

oleh Sepúlveda E et al (2006), perdarahan salah satu bagian di rongga mulut tanpa

sebab yang jelas dapat menjadi manifestasi pertama AA; akibatnya, para klinisi

Page 3: Referat Kasma

khususnya dokter gigi harus menyadari manifestasi ini sehingga diagnosis dini

penyakit ini dapat dibuat.

1.2 Tujuan

1.2.1 Mengetahui dan memahami lebih dalam tentang manifestasi AA pada

rongga mulut.

1.2.2 Mengetahui penatalaksanan dari kelainan rongga mulut yang disebabkan

AA.

Page 4: Referat Kasma

BAB II

ISI

2.1 Definisi Anemia Aplastik

Anemia aplastik adalah anemia yang disertai oleh pansitopenia pada darah

tepi yang disebabkan oleh kelainan primer pada sumsum tulang dalam bentuk

aplasia atau hipoplasia tanpa adanya infiltrasi, supresi atau pendesakan sumsum

tulang. Karena sumsum tulang pada sebagian besar kasus bersifat hipoplastik,

bukan aplastik total, maka anemia ini disebut juga sebagai anemia hipoplastik(1,4).

2.2 Epidemiologi

Insiden anemia aplastik didapat bervariasi di seluruh dunia dan berkisar

antara 2-6 kasus/1 juta penduduk/tahun dengan variasi geografis. Insiden AA

didapat di Eropa dan Amerika Utara adalah 2 kasus/1 juta penduduk/tahun

sedangkan di Asia bagian timur 2-3 kali lebih tinggi. Terkait dengan distribusi

usia, didapatkan grafik biphasic dimana puncak usia didapatkan 10-25 tahun dan

>60 tahun(1). Penyakit ini jarang ditemukan pada anak, namun jika ditemukan,

puncak usia anak yang mengalami AA adalah antara 3-5 tahun(2). Terkait dengan

distribusi jenis kelamin, tidak terdapat perbedaan yang signifikan dalam insiden

antara pria dan wanita(4).

2.3 Etiologi

Dahulu AA dihubungkan erat dengan paparan terhadap bahan-bahan kimia

dan obat-obatan. AA dianggap disebabkan oleh paparan terhadap bahan-bahan

toksik seperti radiasi, kemoterapi, obat-obatan atau senyawa kimia tertentu. Obat

yang dapat menyebabkan terjadinya depresi sumsum tulang yang berujung pada

AA sebagai efek samping salah satunya adalah kloramfenikol. Ada pendapat yang

menyatakan bahwa kloramfenikol yang diberikan secara parenteral jarang

menimbulkan anemia aplastik, tetapi hal ini belum dapat dipastikan kebenarannya.

Jika kloramfenikol digunakan, untuk mencegah sebelum efek samping muncul,,

maka hitung sel darah yang dilakukan secara periodik dapat memberi petunjuk

untuk mengurangi dosis atau menghentikan terapi. Dianjurkan untuk melakukan

Page 5: Referat Kasma

hitung leukosit dan hitung jenis tiap 2 hari. Pengobatan terlalu lama atau berulang

kali perlu dihindarkan. Timbulnya nyeri tenggorok atau infeksi baru selama

pemberian kloramfenikol mungkin merupakan petunjuk terjadinya leukopeni(8).

Penyebab lain meliputi kehamilan, hepatitis viral dll. Jika pada seorang

pasien tidak diketahui faktor penyebabnya, maka pasien digolongkan AA

Idiopatik. Sebagian besar kasus AA bersifat idiopatik(1).

Kini diyakini bahwa AA didasarkan pada kelainan autoimun setelah Mathé

et al melakukan transplantasi sumsum tulang pada pasien dengan AA di akhir

tahun 1960-an. Melalui percobaan in vitro juga memperlihatkan bahwa limfosit

dapat menghambat pembentukan koloni hemopoietik(1).

2.4 Klasifikasi Anemia Aplastik (AA)

Klasifikasi AA didapat didasarkan pada derajat pansitopenia darah tepi

yaitu tidak berat (Non Severe), Berat (Severe) dan Sangat Berat (Very Severe).

Berikut ini merupakan tabel kriteria klasifikasi AA(1).

Klasifikasi Kriteria

Anemia Aplastik Berat Selularitas sumsum tulang Sitopenia sedikitnya 2 dari 3 seri sel darah

< 25% Hitung neutrofil < 500/μL Hitung trombosit < 20.000/μL Hitung retikulosit absolut < 60.000/μL

Anemia Aplastik Sangat BeratSama seperti di atas kecuali hitung neutrofil < 200/μL

Anemia Aplastik Tidak BeratSumsum tulang hiposelular namun sitopenia tidak memenuhi kriteria berat

2.5 Manifestasi Klinis dan Diagnosis

AA mungkin muncul mendadak (dalam beberapa hari) atau perlahan-lahan

(berminggu-minggu atau berbulan-bulan). Hitung jenis darah menentukan

manifestasi klinis. Anemia menyebabkan mudah lelah (fatigue), dispneu dan

jantung berdebar-debar. Trombositopenia menyebabkan mudah memar dan

perdarahan mukosa. Neutropenia meningkatkan kerentanan terhadap infeksi.

Pasien juga mungkin mengeluh sakit kepala dan demam. Penegakan diagnosis

memerlukan pemeriksaan darah lengkap dengan hitung jenis leukosit, hitung

retikulosit dan aspirasi serta biopsi sumsum tulang(1).

Page 6: Referat Kasma

2.6 Pemeriksaan Fisis dan Laboratorium

Pada suatu penelitian, hasil pemeriksaan fisis pada pasien AA sangat

bervariasi. Pucat ditemukan pada semua pasien yang diteliti sedangkan

perdarahan ditemukan pada lebih dari setengah jumlah pasien. Hepatomegali yang

sebabnya bermacam-macam, ditemukan pada sebagian kecil pasien sedangkan

splenomegali tidak ditemukan pada satu kasus pun. Adanya splenomegali dan

limfadenopati justru meragukan diagnosis AA karena splenomegali menunjukkan

terjadinya destruksi sel darah merah yang telah matang sehingga pasti akan

memicu terbentuknya sel-sel darah yang muda yang berarti sumsum tulang masih

berfungsi dengan baik. Pada AA, sumsum tulang tidak mereproduksi sel-sel darah

dengan baik(1).

Pada pemeriksaan darah tepi, pansitopenia tidak selalu ditemukan jika

berada di stadium awal penyakit. Jenis anemia adalah normokrom nomositer.

Kadang-kadang, ditemukan pula makrositosis, anisositosis, dan poikilositosis.

Adanya eritrosit muda atau leukosit muda dalam darah tepi menandakan bukan

anemia aplastik. Granulosit dan trombosit ditemukan rendah. Limfositosis relatif

terdapat pada lebih dari 75% kasus. Pada pemeriksaan laju endap darah,

didapatkan nilai yang selalu meningkat. Berdasarkan suatu penelitian, 62 dari 70

kasus (89%) mempunyai laju endap darah lebih dari 100 mm dalam jam

pertama(1).

Pada pemeriksaan faal hemostasis, didapatkan waktu perdarahan

memanjang dan retraksi bekuan buruk. Pada pemeriksaan sumsum tulang

didapatkan selularitas <25%, namun karena adanya sarang-sarang hemopoiesis

hiperaktif yang mungkin teraspirasi, maka sering di perlukan aspirasi beberapa

kali. Diharuskan melakukan biopsi sumsum tulang pada setiap kasus tersangka

anemia aplastik(1).

2.7 Manifestasi Anemia Aplastik pada Rongga Mulut

Perubahan jaringan lunak oral dan infeksi, umum dijumpai pada pasien

dengan AA. 25% manifestasi klinis pertama pada pasien dengan AA sebelum

penyakit tersebut didiagnosis adalah perdarahan salah satu bagian di rongga

mulut(2). Namun, perlu diingat bahwa perdarahan salah satu bagian di rongga

5

Page 7: Referat Kasma

mulut spontan harus didiagnosis banding dengan berbagai penyakit yang terkait

dengan trombosit seperti Demam Berdarah Dengue (DBD), ITP, DIC dan lain-

lain.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Brennan et al (2001),

manifestasi oral yang sering ditemukan pada pasien dengan AA adalah perdarahan

salah satu bagian di rongga mulut seperti ptekiae oral, hiperplasia gingiva,

perdarahan gingiva spontan dan lesi herpetik. Hiperplasia gingiva yang ditemukan

kemungkinan terkait dengan penggunaan siklosporin sebelumnya(5). Berdasarkan

penelitian yang dilakukan Oyaizu K et al (2005), pasien dengan AA memiliki

risiko tinggi infeksi karena leukopenia. Risiko terjadinya infeksi sistemik tinggi

khususnya pada pasien AA dengan infeksi lokal yang parah, diantaranya

periodontitis(3). Berdasarkan penelitian yang dilakukan Ester S et al, manifestasi

oral yang paling umum ditemukan pada anak dengan AA adalah perdarahan salah

satu bagian di rongga mulut kemudian diikuti dengan infeksi pada rongga mulut,

seperti candidiasis dan infeksi viral. Namun kejadian candidiasis dan infeksi oral

lebih sedikit jika dibandingkan dengan penyakit immunosuppresif(2).

6

Gambar 1 (a) Lesi bundar multiple didapatkan pada lidah anterior pasien perempuan usia 15 tahun dengan AA. (b) Lesi di distal mukosa bucal kiri dengan diemeter lebih dari 1 cm dekat gigi molar 2 pada pasien yang sama(6).

(a) (b)

Page 8: Referat Kasma

7

Gambar 3 Gambaran ptekiae, purpura dan ekimosis pada pasien dengan AA(7).

Gambar 2 Gambaran gingivitis dan perdarahan gingiva spontan pada pasien yang sama dengan gambar 1(6).

Gambar 4 Gambaran perdarahan spontan gingiva pada anak usia 10 tahun dengan AA(2).

Page 9: Referat Kasma

2.8 Penatalaksanaan

Terapi standar untuk AA antara lain imunosupresi atau BMT (Bone

Marrow Transplantation). Pilihan terapi yang akan diberikan harus

mempertimbangkan faktor usia, adanya donor saudara yang cocok dan faktor-

faktor risiko seperti infeksi aktif(1).

Terkait penatalaksanaan manifestasi AA di rongga mulut, berdasarkan

suatu laporan kasus pada pasien AA usia 15 tahun oleh Jones et al (1981)

perawatan dental dimulai dengan perbaikan keadaan umum meliputi pemberian

transfusi trombosit untuk mendapatkan nilai trombosit di atas 25.000/mm3(3),

ketika nilai trombosit telah melebihi angka 25.000/mm3, perawatan dental baru

dimulai. Instruksi terkait oral higiene sangat ditekankan kepada pasien dan

orangtua. Pasien dan orangtua dituntut mampu melakukan pemeliharaan oral

higiene harian dengan baik dimana pasien atau orangtua harus mampu

membersihkan plak yang menempel pada gigi pasien dengan sikat gigi atau dental

floss secara menyeluruh. Setelah 5 hari menjalani terapi awal dari perawatan gigi,

gingivitis mulai berkurang meskipun masih terdapat lesi intra oral dan perdarahan

8

Gambar 5 Candidiasis Eritematosus pada pasien usia 13 tahun dengan AA(2).

Gambar 6 Lesi herpetik pada gingiva dan palatum durum pada pasien usia 11 tahun dengan AA(2).

Page 10: Referat Kasma

spontan gingiva yang masih berlanjut. Hal ini merupakan dampak sekunder dari

trombositopeni. Keluhan nyeri pada rongga mulut pasien diatasi dengan

pemberian acetaminofen sebanyak 2 tablet (1000 mg) 1 jam sebelum dilakukan

perawatan gigi lanjutan berupa debridement. Untuk mengurangi kecemasan dari

pasien, debridement dilakukan di bawah pengaruh analgesia oksigen nitro

oksida(6).

Pasien kontrol setiap dua minggu di klinik gigi untuk observasi kesehatan

mulut dan penguatan kebersihan mulut. Dia secara konsisten menunjukkan

perawatan higiene rongga mulut dengan teliti yang dilakukan di rumah. Untuk

mengatasi trombositopenia, selain melalui transfusi trombosit, juga diberikan

asam aminokaproat secara siatemik dengan dosis awal 6 gram/hari (1,5 g/dosis

diberikan 4 kali sehari). Dosis asam aminokaproat yang dianjurkan maksimal 30

gram per hari. Epistaksis dan perdarahan ginggiva berhenti dalam waktu 24 jam.

Setelah pemberian 2 minggu asam aminokaproat, tampak perbaikan yang cukup

signifikan dari lesi intraoral yang dialami pasien(6).

Asam aminokaproat merupakan penghambat kompetitif dari aktivator

plasminogen dan plasmin yang dapat membantu mengatasi perdarahan berat

akibat fibrinolisis berlebihan. Kini tersedia analog asam aminokaproat yang

mempunyai indikasi dan mekanisme kerja yang sama dengan asam aminokaproat,

namun memiliki efek samping lebih ringan dan 10 kali lebih poten jika

dibandingkan dengan asam aminokaproat yaitu asam traneksamat. Dosis dari

asam traneksamat adalah 0,5-1 gram diberikan 2-3 kali sehari intra vena lambat

(tidak kurang dari 5 menit). Pemberian peroral adalah 15 mg/kgBB diikuti 30

mg/kgBB/6 jam. Jika pasien dengan gagal ginjal, maka dosis harus dikurangi(9).

9

Gambar 7 Gambaran gingiva sehat setelah pemberian terapi asam aminokaproat dimulai sekitar 2 minggu(6).

Page 11: Referat Kasma

Berdasarkan laporan kasus penanganan pasien dengan manifestasi AA di

rongga mulut oleh Oyaizu K et al, disampaikan bahwa risiko infeksi sistemik

tinggi terutama pada pasien dengan infeksi lokal AA parah, termasuk

periodontitis. Oleh karena itu, perawatan periodontal harus mencakup profilaksis

antibiotik untuk mengurangi risiko infeksi sistemik. Jika jumlah neutrofil kurang

dari 2.000/μL, kemoterapi minocycline lokal diaplikasikan pada kantong gusi.

Infeksi periodontal dipantau melalui deteksi DNA bakteri dan pengukuran serum

imunoglobulin (Ig) G titer terhadap bakteri periodontal(3).

BAB III

10

Gambar 8 (a) Penampilan klinis lidah sekitar dua minggu setelah terapi asam aminokaproat dimulai. Tampak tidak adanya lesi. (b) Tampilan intraoral pasien  mukosa bukal kiri  sekitar dua minggu setelah terapi asam aminokaproat dimulai. Perhatikan penyembuhan lesi (6).

(a) (b)

Page 12: Referat Kasma

KESIMPULAN

1. Anemia aplastik adalah anemia yang disertai oleh pansitopenia pada darah

tepi yang disebabkan oleh kelainan primer pada sumsum tulang dalam

bentuk aplasia atau hipoplasia tanpa adanya infiltrasi, supresi atau

pendesakan sumsum tulang.

2. Perdarahan salah satu bagian di rongga mulut tanpa sebab yang jelas dapat

menjadi manifestasi pertama AA oleh karena itu, para klinisi khususnya

dokter gigi harus menyadari manifestasi ini sehingga diagnosis dini

penyakit ini dapat dibuat.

3. Manifestasi oral yang sering ditemukan pada pasien dewasa dengan AA

adalah perdarahan salah satu bagian di rongga mulut seperti ptekiae oral,

hiperplasia gingiva, perdarahan gingiva spontan dan lesi herpetik. Pada

anak dengan AA, manifestasi AA yang paling sering ditemukan adalah

perdarahan salah satu bagian di rongga mulut kemudian diikuti dengan

infeksi pada rongga mulut, seperti candidiasis dan infeksi viral.

4. Penatalaksanaan dari manifestasi AA pada rongga mulut adalah penekanan

terhadap higiene oral, meningkatkan kadar trombosit >25.000/μL,

antibiotik profilaksis dan pemberian asam aminokaproat.

11

Page 13: Referat Kasma

DAFTAR KEPUSTAKAAN

1. Widjanarko A, Sudoyo AW & Salonder H. Anemia aplastik. In: Sudoyo AW,

Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam. 4th ed. Jilid 2. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit

Dalam UI; 2006. p. 627-33.

2. Sepúlveda E, Brethauer U, Rojas J & Le Fort P. Oral manifestations of

aplastic anemia in children. JADA 2006 Apr; 137: 474-8.

3. Oyaizu K, Mineshiba F, Mineshiba J, Takaya H, Nishimura F, Tanimoto I, et

al. Periodontal treatment in severe aplastic anemia. J Periodontol. 2005

Jul;76(7):1211-6.

4. Marsh JCW, Ball SE, Darbyshire P, Gordon-Smith EC, Keidan AJ, Martin A,

et al. Guidelines for the diagnosis and management of acquired aplastic

anaemia. British Journal of Haematology. 2003 Dec; 123(5): 782–801.

5. Brennan MT, Sankar V, Baccaglini L, Pillemer SR, Kingman A, Nunez O, et

al. Oral manifestations in patients with aplastic anemia. Oral Surg Oral Med

Oral Pathol Oral Radiol Endod. 2001 Nov;92(5):503-8.

6. Jones JE, Poland C, Coates TD. Dental management of idiopathic aplastic

anemia: report of a case. Pediatr Dent. 1981 Sep;3(3):267-70.

7. Burkhart NW. Petechiae, ecchymoses, or purpura? [Online]. 2009 [cited 2011

Jun 14]; Available from: URL: http://www.dentistryiq.com

8. Setiabudy R. Golongan tetrasiklin dan kloramfenikol. In: Gunawan SG,

Setiabudy R, Nafrialdi & Elysabeth, editors. Farmakologi dan terapi. 5th ed.

Jakarta: Gaya Baru; 2007. p. 702

9. Dewoto HR. Antikoagulan, antitrombotik, trombolitik dan hemostatik. In:

Gunawan SG, Setiabudy R, Nafrialdi & Elysabeth, editors. Farmakologi dan

terapi. 5th ed. Jakarta: Gaya Baru; 2007. p.819.