referat proptosis

19
BAB I PENDAHULUAN Angka kejadian tumor mata terhitung kecil, yaitu hanya 1% diantara penyakit keganasan lainnya. Namun dampak yang ditimbulkan tumor mata cukup mengerikan. Hal ini disebabkan letak yang tidak menguntungkan sehingga mudah menyebar ke dalam otak, dan kematian tidak dapat dihindari lagi. 1 Mata bukanlah suatu organ vital bagi manusia, namun keberadaan mata sangatlah penting. Mata adalah jendela kehidupan, tanpa mata manusia tidak dapat melihat apa yang ada di sekelilingnya. Oleh karena itu pemeliharaan mata sangatlah penting. Salah satu struktur mata yang penting adalah orbita. Penonjolan bola mata adalah tanda utama penyakit orbita. Lesi- lesi ekspansif dapat bersifat jinak atau ganas dan dapat berasal dari tulang, otot, saraf, pembuluh darah, atau jaringan ikat. Massa dapat bersifat radang, neoplastik, kistik, atau vaskular. Anamnesis dan pemeriksaan fisik memberikan banyak petunjuk mengenai penyebab proptosis. Kelainan bilateral umumnya mengindikasikan penyakit sistemik. 1

Upload: raras-suksmaprasasta

Post on 08-Aug-2015

478 views

Category:

Documents


40 download

TRANSCRIPT

Page 1: REFERAT PROPTOSIS

BAB I

PENDAHULUAN

Angka kejadian tumor mata terhitung kecil, yaitu hanya 1% diantara penyakit

keganasan lainnya. Namun dampak yang ditimbulkan tumor mata cukup mengerikan. Hal ini

disebabkan letak yang tidak menguntungkan sehingga mudah menyebar ke dalam otak, dan

kematian tidak dapat dihindari lagi.1

Mata bukanlah suatu organ vital bagi manusia, namun keberadaan mata sangatlah

penting. Mata adalah jendela kehidupan, tanpa mata manusia tidak dapat melihat apa yang

ada di sekelilingnya. Oleh karena itu pemeliharaan mata sangatlah penting. Salah satu

struktur mata yang penting adalah orbita. Penonjolan bola mata adalah tanda utama penyakit

orbita. Lesi-lesi ekspansif dapat bersifat jinak atau ganas dan dapat berasal dari tulang, otot,

saraf, pembuluh darah, atau jaringan ikat. Massa dapat bersifat radang, neoplastik, kistik, atau

vaskular. Anamnesis dan pemeriksaan fisik memberikan banyak petunjuk mengenai

penyebab proptosis. Kelainan bilateral umumnya mengindikasikan penyakit sistemik. Pada

makalah ini akan membahas cara pemeriksaan pada proptosis sehingga dapat mengarahkan

pada suatu diagnosa.1,2,3

1

Page 2: REFERAT PROPTOSIS

BAB II

ANATOMI ORBITA

Orbita berbentuk seperti buah pear dengan dengan kanalis optikus diibaratkan sebagai

tangkainya. Puncaknya di posterior dibentuk oleh foramen optikum dan basisnya di bagian

anterior dibentuk oleh margo orbita. Lebar margo orbita 45 mm dengan tinggi 35 mm.

Kedalaman orbita pada orang dewasa kurang lebih 40-45 mm sampai ke apex. Dinding

medial dari mata kanan dan kiri sejajar. Dinding lateralnya dari mata kanan tegak lurus

terhadap dinding lateral mata kiri. Pertumbuhan penuh dicapai pada umur 18-20 tahun

dengan volume orbita dewasa ±30cc. Bola mata hanya menempati sekitar 1/5 bagian

ruangannya. Lemak dan otot menempati bagian terbesarnya. Otot-otot mata terdiri dari m.

rektus superior, m. rektus inferior, m.rektus lateralis, m. rektus medialis, m. obliqus inferior,

m. obliqus superior. 2

Orbita dibentuk oleh tulang-tulang, terdiri dari : 2

Bagian atap orbita:

1. os frontalis

2. os sphenoidalis

Bagian dinding medial orbita :

1. os maksilaris

2. os lakrimalis

3. os sphenoidalis

4. os ethmoidalis

5. lamina papyracea hubungan ke os sphenoidalis (dinding ini paling tipis)

2

Page 3: REFERAT PROPTOSIS

Bagian dinding lantai orbita:

1. os maksilaris

2. os zigomatikum

3. os palatinum

Bagian dinding lateral orbita :

1. os zigomatikum

2. os sphenoidalis

3. os frontalis

Di ruang orbita terdapat 3 lubang yang dilalui oleh pembuluh darah, saraf, yang masuk ke

dalam mata, yang terdiri dari: 3

1. Foramen optikum yang dilalui oleh n. Optikus, a. Oftalmika. 

2. Fissura orbitalis superior yang dialalui oleh n. Lakrimalis, n. Frontalis, n. Trochlearis,

v. Oftalmika, n. Occulomotorius, n. Nasosiliaris, serta serabut saraf simpatik.

3.  Fissura orbitalis inferior yang dilalui nervus, vena dan arteri infraorbitalis.

 

Gambar 1. Anatomi orbita 2

3

Page 4: REFERAT PROPTOSIS

BAB III

ABNORMALITAS ORBITA

Evaluasi abnormalitas orbita harus dapat membedakan orbital dari lesi periorbital dan

intraokular. Perbedaan ini dapat mengarahkan kepada sebuah diagnosis. Evaluasi dimulai dari

anamnesis dan pemeriksaan untuk membimbing ke arah diagnosa dan terapi. Pada

abnormalitas orbita penting untuk ditanyakan riwayat 6 P, yaitu : 4

1. Pain, kemungkinan merupakan tanda dari adanya inflamasi dan infeksi, perdarahan

orbita, tumor glandula lakrimalis maligna, invasi dari karsinoma nasopharyngeal, atau

adanya metastase.

2. Proptosis, biasanya diindikasikan dengan adanya massa di belakang bola mata.

Penonjolan axial disebabkan karena lesi-lesi pada intrakonal. Sedangkan penonjolan

nonaxial disebabkan lesi ekstrakonal.

Pada bilateral proptosis biasanya terjadi karena Grave’s disease, lymphoma,

vasculitis, pseudotumor, tumor metastatik, carotid cavernous fistula, cavernous sinus

trombosis, leukemia, dan neuroblastoma.

3. Progression, progresivitas lesi dapat dijadikan indikasi diagnostik. Lesi dengan onset

hari sampai dengan minggu biasanya disebabkan idiopathic orbital inflammatory

disease, cellulitis, hemorrhage, thrombhophlebitis, rhabdomyosarcoma, thyroid

ophthalmopathy, neuroblastoma, tumor metastatik, atau granulocytic sarcoma.

Sedangkan pada onset bulan sampai dengan tahun biasanya disebabkan dermoid,

tumor benigna, tumor neurogenic, hemangioma kavernosa, lymphoma, histicyioma

fibrosa, osteoma.

4. Palpation, pada massa di belakang orbita tidak dapat teraba.

4

Page 5: REFERAT PROPTOSIS

5. Pulsation, pulsasi tanpa adanya bruits kemungkinan disebabkan adanya

neurofibromatosis atau meningoencephalokel, atau mungkin akibat dari operasi

pengangkatan atap orbital. Pulsasi dengan atau tanpa bruits, dapat disebabkan karena

carotid cavernous fistula, dural arteriovenous fistulas, dan orbital arteriovenous

fistulas.

6. Periorbital changes, yang berhubungan dengan lesi orbital biasanya terlihat adanya

retraksi palpebra, kelainan vaskular pada palpebra, lesi eczematous pada palpebra,

ekimosis palpebra, edema pada palpebra inferior, dan kelainan lainnya.

Yang akan dibahas pada referat ini adalah proptosis. Proptosis dideskripsikan sebagai

penonjolan bola mata yang abnormal, dan disebabkan oleh lesi retrobulbar, atau pada

kasus yang jarang, karena orbita yang dangkal. Proptosis yang asimetris dapat

dideteksi dengan inspeksi mata pasien dari arah depan bawah (Worm’s eye view) atau

dari arah samping. 4

Gambar 2. Posisi Worm’s eye view 3

5

Page 6: REFERAT PROPTOSIS

BAB IV

PEMERIKSAAN PROPTOSIS

A. Pemeriksaan Klinis

Pemeriksaan klinis harus dilakukan secara lengkap sehingga dapat dikelola dengan

tepat. Ada beberapa tahap pemeriksaan : 1

a. Tahap Pemeriksaan Medis

Tahap ini dibagi menjadi 3 bagian, yaitu ;

1. Riwayat Penyakit

Riwayat penyakit dapat membantu menduga penyebab proptosis. Dari

anamnesis dapat ditanyakan adanya riwayat trauma atau penambahan

proptosis saat pasien membungkuk (mengarah ke proptosis akibat

malformasi arteri vena), onset lama atau tiba-tiba (pada infeksi),

kemudian ditanyakan tanda-tanda infeksi lain seperti adanya panas badan

meningkat, atau adanya penyakit sinusitis atau abses gigi. Dapat

ditanyakan juga tanda-tanda penyakit tiroid, seperti tremor, sifat gelisah

yang berlebihan, berkeringat banyak atau adanya penglihatan ganda.

Bila dari pertanyaan ini tidak didapat jawaban, maka dapat diarahkan pada

penyakit tumor, kemungkinan tumor retrobulber. Anamnesis yang penting

untuk tumor adalah

i. Onset, karena umumnya proptosis terjadi lebih lambat pada tumor

jinak dan cepat pada tumor ganas.

ii. Umur, dapat menentukan jenis tumor, yaitu tumor anak-anak dan

tumor dewasa

6

Page 7: REFERAT PROPTOSIS

iii. Tajam penglihatan penderita, apakah menurun bersamaan dengan

terjadinya proptosis atau tidak. Jika bersamaan, dapat diduga tumor

terletak di daerah apex atau saraf optik.

iv. Adanya tanda klinis lain tumor ganas seperti rasa sakit, atau berat

badan menurun

v. Riwayat penyakit keganasan di organ lain, untuk mengetahui

kemungkinan metastase.

2. Pemeriksaan Mata

Pemeriksaan mata secara teliti sangat diperlukan,antara lain pada visus,

adanya penurunan visus dapat dicurigai adanya tumor di intrakonal.

Perhatikan pula perubahan pada struktur organ lainnya, seperti

palpebra(jaringan parut, retraksi palpebra atau perdarahan), konjungtiva,

kornea(erosi akibat penonjolan bola mata yang menyebabkan lagoftalmus),

kamera okuli anterior, iris(nevi, neovaskularisasi), pupil (reflek pupil),

fundus(atrofi papil atau edema papil, striae retina). Pemeriksaan dapat

dilanjutkan pada otot bola mata, lapang pandang dan tekanan intraokular.

3. Pemeriksaan Orbita

i. Pengukuran Proptosis, untuk mengetahui derajat proptosis

dengan membandingkan ukuran kedua mata.

Normalnya nilai penonjolan tidak melebihi 20 mm atau beda

kedua mata tidak lebih dari 3 mm. Pengukuran dilakukan

dengan eksoftalmometer Hertel.

7

Page 8: REFERAT PROPTOSIS

Gambar 3. Pemeriksaan dengan Eksoftalmometer Hertel 5

ii. Posisi proptosis, perlu diketahui karena letak tumor biasanya

sesuai dengan jaringan yang berada di orbita. Ada 2 jenis

posisi, yaitu sentrik dan eksentrik. Posisi sentrik biasanya

disebabkan tumor yang berada di konus. Sedangkan posisi

eksentrik harus dilihat dari arah terdorongnya bola mata untuk

memperkirakan tumor.

iii. Palpasi, dinilai konsistensi tumor, pergerakan dari dasarnya,

adanya rasa nyeri pada penekanan, serta permukaan tumor.

iv. Pulsasi dan bruits.

v. Ocular movement, gerakan okular mungkin terbatas pada arah

tertentu oleh karena adanya massa atau proses inflamasi.

B. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Primer

a. Computed Tomography, adalah teknik fotografi yang menggambarkan satu

lapisan tubuh pada suatu kedalaman tertentu, dan dapat digunakan untuk

merekonstruksi setiap bagian dan setiap potongan. Gambar orbital dapat

diperoleh pada potongan aksial, yaitu sejajar dengan saraf optik.

8

Page 9: REFERAT PROPTOSIS

Pada potongan koronal, akan menunjukkan mata, saraf optik, dan otot luar

mata, sedangkan pada potongan sagital, sejajar dengan nasal septum. 1,4

b. MRI (Magnetic Resonance Imaging), adalah suatu alat pemeriksaan yang

bersifat non invasif, karena tidak menggunakan radiasi ionisasi, sehingga tidak

menimbulkan efek biologik. Pada dasarnya, MRI merupakan interaksi dari 3

komponen, yaitu atomic nuclei possessing, gelombang radiofrekuensi dan

bidang magnetik. Setiap jaringan orbita memiliki parameter resonansi magnet

yang berbeda-beda, yang kemudian ditangkap menjadi data, lalu diubah

menjadi gambar oleh komputer. Kelebihan MRI adalah tidak menggunakan

sinar X, gambar yang terjadi lebih rinci, dan dapat menghitung biokimia

jaringan, dan relatif jarang menimbulkan kerusakan jaringan. 1,4

c. Ultrasonografi Orbita (USG Orbita), biasanya digunakan untuk pemeriksaan

pasien dengan kelainan orbita. Ukuran, bentuk dan posisi dari jaringan normal

dan abnormal dapat diketahui dengan teknik ultrasound. Gambaran 2 dimensi

jaringan dapat dilihat dengan B scan Ultrasonography. Pada A scan,

gambarannya hanya satu dimensi dari jaringan lunak orbita, ditandai dengan

spike yang bervariasi dari panjang dan tingginya tergantung dari karakteristik

tiap jaringan. Untuk Doppler ultrasonography, dapat memberikan informasi

khusus mengenai aliran darah (misalnya, kecepatan dan arah aliran darah pada

pasien dengan penyakit vaskular oklusi pembuluh darah atau kelainan lain

yang terkait dengan peningkatan aliran darah). Tetapi kekurangan dari

ultrasonography adalah keterbatasan dalam menilai lesi di osterior orbita

(karena redaman suara) atau sinus atau ruang intrakranial (karena suara tidak

dapat melewati udara atau tulang). 1,4

9

Page 10: REFERAT PROPTOSIS

2. Pemeriksaan Sekunder

Pemeriksaan sekunder biasanya dilakukan dengan indikasi, pada kasus-kasus

tertentu. Termasuk dalam pemeriksaan sekunder adalah venography,

arteriography, serta CT dan MR angiography. 1,4

a. Venography, digunakan untuk menilai kelainan varises dan sinus kavernosus

dengan menyuntikkan kontras di vena frontal atau vena angularis. Karena

aliran darah akan menghasilkan sinyal kosong pada MRI, abnormalitas vena

yang lebih besar dan strukturnya dapat divisualisasikan dengan baik pada MR

venography. Pada beberapa malformasi pembuluh darah orbitocranial atau

fistula, paling baik diakses melalui vena oftalmika superior. 1,4

b. Arteriography, adalah gold standard untuk mendiagnosa kelainan arteri seperti

aneurisma dan malformasi arteri-vena. Kateter retrograde pada pembuluh

darah cerebral dilakukan lewat arteri femoralis. Namun, dapat terjadi

komplikasi neurologis dan pembuluh darah karena teknik pemasangan kateter

dan suntikan pewarna radiopak ke dalam sistem arteri, tes ini digunakan untuk

pasien dengan probabilitas tinggi dengan lesi. Pemeriksaan ini dianjurkan bila

terdapat kesulitan membedakan massa dengan kelainan vaskular. Indikasi

arteriografi harus benar-nbenar terseleksi pada penderita terutama pada

penderita dngan lesi intrakranial atau lesi arterial seperti aneurisma. 1,4

c. CT dan MR Angiography, pemeriksaan ini memungkinkan untuk pemeriksa

dalam mendapatkan gambaran tentang arteri-vena malformasi, aneurysma, dan

arteriovenous fistula, tetapi disertai resiko dan ketidaknyamanan pasien

dengan pemasangan kateter intravaskular dan penyuntikan material kontras.

MR angiography kurang sensitif dibanding dengan direct angiography untuk

mengidentifikasi carotid atau dural cavernous sinus fistula.

10

Page 11: REFERAT PROPTOSIS

d. Saat memutuskan untuk melakukan pemeriksaan, ahli mata sebaiknya

berdiskusi dengan ahli radiologi tentang suspek lesi dan menentukan

pemeriksaan imaging yang terbaik untuk pasien. 1,4

3. Patologi

Pemeriksaan patologi anatomi adalah pemeriksaan penunjang akhir yang

menentukan diagnosis, spesimen jaringan didapatkan dari tindakan orbitotomi

untuk mengambil lesi tersebut. Cara pemeriksaan yang bisa digunakan adalah

frozen section. Frozen section adalah sarana untuk menegakkan diagnosis

histopatologik dengan cepat, saat penderita masih di kamar bedah. Cara ini

dipakai pada pengelolaan proses keganasan, yang memungkinkan ahli bedah

melanjutkan tindakan bedahnya atau terapi definitif lain yang diperlukan. Indikasi

frozen section yang spesifik adalah: 1,4

1. Menentukan jenis penyakit, apakah tumor tersebut hanya merupakan suatu

peradangan atau neoplasma. Bila tumor merupakan neoplasma, potong beku

menentukan tumor jinak atau ganas

2. Identifikasi jaringan

3. Menentukan luas penyakit, menetapkan batas sayatan atau menetapkan ada

tidaknya metastasis di dalam kelenjar limfe

4. Menentukan apakah jaringan biopsi sudah adekuat

11

Page 12: REFERAT PROPTOSIS

DAFTAR PUSTAKA

1. Moeloek NF, Usman TA. Pandangan Umum dan Penatalaksanaan Tumor Orbita.

Yayasan Penerbit Ikatan Dokter Indonesia, Jakarta. 1992.

2. Liesegang TJ, Deutsch TA, Grand GM. Fundamentals and Principles of

ophthalmology. Edition 2010-2011. Section 2. The Foundation of the American

Academy of Ophthalmology. 2010

3. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Fakultas Kedokteran Indonesia. Balai Penerbit

FKUI, Jakarta. 2004

4. Liesegang TJ, Deutsch TA, Grand GM. Orbit, Eyelid, and Lacrimal System. Edition

2010-2011. Section 7. The Foundation of the American Academy of Ophthalmology.

2010

5. Kanski JJ, Bowling B. Cinical Ophthalmology : A Systemic Approach. Seventh

Edition. Elsevier Saunders, London, New York. 2011

12