relevansi teori struktural fungsional dan kemiskinan perdesaan

Upload: habibi-azhar

Post on 09-Oct-2015

89 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Sosiologi

TRANSCRIPT

  • Relevansi Teori Struktural Fungsional dan Kemiskinan Perdesaan

    Habibi AzharMahasiswa Program Studi Sosiologi Pedesaan, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor,

    Jl. Raya Dramaga, Bogor, 16680, Jawa Barat, IndonesiaNRP: I 353130061

    Email: [email protected]

    Pendahuluan

    Kemiskinan selalu faktual di setiap tempat dan zaman. Baik di perkotaanmaupun di perdesaan, zaman penjajahan maupun saat ini, kemiskinan sulit untukdihapuskan bahkan sampai pada tingkat zero point. Masalah kemiskinan pun telahmenjadi isu di tingkat global, nasional dan lokal. Singkatnya jika tingkat kemiskinanmasih tinggi hal itu menjadi cermin kegagalan pembangunan suatu bangsa dalammeningkatkan kesejahteraan masyarakatnya.

    Upaya pengentasan kemiskinan pun semakin beragam. Beberapa yang telahdilakukan pemerintah yaitu beasiswa untuk siswa miskin, beras untuk keluargamiskin, bantuan langsung tunai, kredit usaha rakyat dan program-programpemberdayaan seperti PNPM, semua program ini bertujuan untuk mengurangikemiskinan dan pemiskinan. Tetapi, dana triliunan rupiah yang sudah habis untukprogram-program tersebut tetap gagal. Padahal tren yang berkembang, anggaranuntuk program pengurangan kemiskinan semakin tinggi setiap tahunnya.

    Perspektif dalam menilai akar kemiskinan bisa menjadi salah satu penentukegagalan tersebut sebelum menerapkan suatu kebijakan di samping strategi yangdilakukan oleh masing-masing stakeholder yang kerap tumpang tindih. Salah satuteori yang penulis nilai cukup dominan di Indonesia adalah teori strukturalfungsional. Hal ini terutama karena keseimbangan yang selalu ditawarkan didalamnya mengingat masyarakat Indonesia yang plural yang perlu untuk terus selalumemperbaharui visi-misi mereka sebagai kesatuan bangsa. Lalu bagaimana denganrelevansi teori struktural fungsional dalam melihat kemiskinan pada masyarakat yangkini semakin terbuka dan terhubung satu dengan yang lainnya ?. Hal yang telahterjadi hampir merata baik di perkotaan maupun di perdesaan.

    Beberapa Kritik Terhadap Struktural Fungsional

    Kemiskinan perdesaan dapat diidentifikasi menurut sosio-ekonomi-ekologisrumah tangga miskin yang penyebabnya bersifat multilevel (Papilaya, 2013). Di

  • antaranya pekerjaan yang berkaitan dengan pertanian, produksi berbasis sumber dayaalam, interaksi sosial yang sedikit dan bersifat personal, infrastruktur yang kurang,dan partisipasi media massa yang rendah serta sistem nilai yang dianut bersifat sakral.Tetapi seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat cepat danekspansif, hal ini kemudian mengurangi ciri-ciri desa di atas. Tak bisa dipungkiribahwa berbagai pengaruh eksternal mendorong terjadinya perubahan pada eksistensidesa. Perubahan itu semuanya bergerak pada apa yang kemudian dinamai kemajuan(modernus) dalam proses yang dikenal sebagai modernisasi (Salman, 2012).

    Perubahan dalam teori struktural fungsional selalu dinilai positif termasukperubahan yang dialami desa saat ini. Menurut Salman (2012), entitas desa kinimerupakan sebuah kontinum dengan entitas kota, sebuah kontinum dariarea/tempat/lokasi/spasial bagi penghidupan/peradaban untuk manusia-individu dankolektifitas-masyarakat. Meminjam istilah McGee (1991) yaitu desakota atau Mbiba(2001) peri-urban, areanya berada di luar batas kota tetapi secara fungsionalterintegrasi dengan kota seperti suplai produk segar ke kota, partisipasi tenaga kerjadan sebagainya. Dari relasi ini, perlu dianalisis apakah terjadi keseimbanganfungsional baik bagi kota maupun desa seperti yang dijelaskan teori strukturalfungsional atau justru sebaliknya. Berikut beberapa kritik mengenai kemiskinanperdesaan dalam analisis teori struktural fungsional:

    1. Stratifikasi (Pelanggengan Elit)

    Stratifikasi dilihat sebagai kebutuhan dalam setiap sistem sosial. Stratifikasidianggap fungsional bagi keberlangsungan suatu sistem masyarakat (Moore; 1945dalam Ritzer; 2004). Dari sini terlihat bagaimana struktural fungsional hanya akanmelanggengkan posisi istimewa orang-orang yang telah memiliki kekuasaan, prestisedan uang. Hal ini mengingkari dan luput terhadap kesempatan setiap individu untukmencapai kedudukan yang lebih baik. Orang-orang desa selamanya hanya akanmenjadi buruh murah bagi orang-orang kota yang memiliki uang dan kekuasaan.

    Selain itu juga, fungsionalisme menganggap remeh fungsi-fungsi yangsebenarnya sangat penting, tetapi mendapat imbalan dari masyarakat yang sangatkecil. Seperti relasi desa-kota, di mana desa berperan sebagai pemasok bahan panganjustru mendapat keuntungan yang rendah dari kota yang konsumtif.

    2. Sosialisasi Membatasi Kreatifitas

  • Sistem mengontrol aktor, bukan mempelajari bagaimana cara aktor menciptakandan memelihara sistem. Hampir sama dengan poin pertama, di mana sangat sulit bagiaktor terutama yang berada pada relasi yang tersubordinat seperti masyarakat miskinperdesaan untuk keluar ke keadaan yang lebih baik karena sistem yang adamengeksploitasi mereka. Padahal jika dilihat dari perspektif di luar strukturalfungsional terdapat kemungkinan dan alternatif lain, seperti sistem yang telah adabisa jadi merupakan sistem bentukan masyarakat yang berkuasa sehingga sebisamungkin kelompok tersebut meminimalisir perubahan yang merugikan mereka. Hallain yang diabaikan adalah kemungkinan adanya individu-individu kreatif yang dapatmelakukan mobilitas sosial dari keadaan tersebut seperti dengan berwirausaha.

    3. Masyarakat yang berkembang justru mempunyai masalah integrasi. Bukan secaraotomatis mempunyai daya integrasi yang tinggi.

    Masyarakat yang berkembang sangat cepat dan proses peri-urban/desakotasi yangberlangsung mencirikan adanya diferensiasi. Diferensiasi baru yang terusbermunculan itu justru menuntutnya untuk meningkatkan kemampuan adaptasimereka jika dilihat dari teori struktural fungsional. Artinya, jika dikontekskan padamasyarakat miskin perdesaan mereka harus selalu mampu menyesuaikan diri dengansituasi dan kebutuhan dasar yang semakin kompleks. Padahal bisa saja terjadirasionalitas dan berkembangnya kesadaran masyarakat perdesaan sehingga terjadiperubahan pada nilai yang dianut, pola interaksi, akses dan berbagai faktor lainnyayang membuat struktur lama ditinggalkan.

    Asumsinya, ketika masyarakat berubah, umumnya masyarakat itu tumbuh dengankemampuan yang lebih baik untuk menanggulangi masalah yang dihadapinya.Sebaliknya, menurut teori perubahan sosial Marxian, kehidupan sosial pada akhirnyamenyebabkan kehancuran masyarakat kapitalis. Di sini semakin terlihat bagaimanastruktural fungsional cenderung selalu melihat sisi positif dari perubahan sosial.

    Kesimpulan

    Sebuah teori menjadi penting dalam mencari akar kemiskinan yang bisadisebabkan oleh berbagai faktor. Seperti teori lainnya, struktural fungsional jugamemiliki kelebihan dan kekurangan, tetapi mengingat masyarakat yang terus berubahmaka teori ini pun semakin mendapat kritik walau sempat terus diperbaiki oleh parapenganutnya. Singkatnya, saran dari tulisan ini sebagaimana yang dijelaskan olehPapilaya (2013) diperlukan perubahan paradigmatik pengurangan kemiskinan, dariparadigma modernisasi ke paradigma critical theory serta perubahan strategi dari

  • kedermawanan ke pemberdayaan sehingga akar kemiskinan dapat ditemukandengan tepat dan dapat dirumuskan upaya-upaya dalam meningkatkan kesejahteraanmasyarakat.

    Pustaka Acuan

    Papilaya, E.C. 2013. 7 Kiat Percepatan Pengurangan Kemiskinan dan PemiskinanBangsa. Bogor (ID): IPB Press

    Poloma, Margaret M. 2007. Sosiologi Kontemporer. Jakarta: RajaGrafindo PersadaRitzer, George& Douglas J. Goodman. 2008. Teori Sosiologi Modern. Jakarta:

    Kencana.Salman, Darmawan. 2012. Sosiologi Desa: Revolusi Senyap dan Tarian

    Kompleksitas. Makassar. Ininnawa