resiratory distress
DESCRIPTION
anakTRANSCRIPT
HMD Monica (406102005)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa sehingga penulis
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Hyaline Membrane Disease” ini. Makalah ini
dibuat untuk memenuhi salah satu syarat dalam menjalankan kepanitraan Radiologi di RS
Sumber Waras periode 24 Oktober – 26 November 2011.
Hyaline Membrane Disease penyebab tersering dari gagal nafas pada bayi premature
yang merupakan salah satu penyebab kematian pada bayi baru lahir. Karena itu, penulis
menyadari betapa pentingnya mempelajari penyakit ini sehingga nantinya kita dapat
mendiagnosa serta mengetahui penatalaksanaan dari penyakit ini.
Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada dr.
Herman W. Hadiprodjo, Sp. Rad dan dr. Linda Supardi, Sp.Rad serta dr. Sophia Utami, Sp.Rad
yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan makalah ini, serta teman – teman yang
telah memberikan dorongan semangat baik moral dan spiritual dalam pembuatan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis
mengharapkan berbagai kritik dan saran yang bersifat membangun. Akhir kata semoga makalah
ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan.
Jakarta, 25 November 2011
Penulis
DAFTAR ISI
Kepaniteraan Klinik Radiologi
Rumah Sakit Sumber Waras Page 1
Periode 24 Oktober s/d 26 November 2011
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
HMD Monica (406102005)
KATA PENGANTAR.......................................................................................... 1
DAFTAR ISI......................................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN............................................................................. 3
BAB II DEFINISI........................................................................................... 4
BAB III EPIDEMIOLOGI............................................................................... 4
BAB IV ETIOLOGI......................................................................................... 5
BAB V PATOFISIOLOGI.............................................................................. 6
BAB VI GEJALA KLINIK.............................................................................. 8
BAB VII PEMERIKSAAN RADIOLOGI........................................................ 9
BAB VIII DIAGNOSIS...................................................................................... 16
BAB IX PENATALAKSANAAN................................................................... 19
BAB X PENCEGAHAN................................................................................. 21
BAB XI KOMPLIKASI................................................................................... 21
BAB XII DIAGNOSA BANDING................................................................... 22
BAB XIV PROGNOSIS...................................................................................... 24
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 26
Hyaline Membran Disease
Kepaniteraan Klinik Radiologi
Rumah Sakit Sumber Waras Page 2
Periode 24 Oktober s/d 26 November 2011
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
HMD Monica (406102005)
I. PENDAHULUAN
Hyaline Membrane Disease sering ditemukan pada bayi prematur, mempunyai
kaitan yang sangat erat dengan faktor perkembangan paru. Angka kejadian penyakit
tersebut akan meningkat terutama apabila bayi tersebut lahir dari ibu yang menderita
gangguan perfusi darah uterus selama kehamilan. (1)
Hyaline Membrane Disease (HMD), juga dikenal sebagai respiratory distress
syndrome (RDS), adalah penyebab tersering dari gagal nafas pada bayi prematur,
khususnya yang lahir pada usia kehamilan 32 minggu. (17)
Hyaline Membrane Disease cenderung terjadi pada neonatus lebih muda dari
usia kehamilan 32 minggu dan berat kurang dari 1200 g. (16)
Hyaline Membrane Disease merupakan salah satu penyebab kematian pada bayi
baru lahir. Kurang lebih 30 % dari semua kematian pada neonatus disebabkan oleh
HMD atau komplikasinya. (17)
Pengenalan riwayat kehamilan, riwayat persalinan, serta intervensi dini dalam
pencegahan, diagnostik, dan penatalaksaan penderita dapat membantu menurunkan
angka kematian penyakit. (1)
HMD disebut juga Sindroma Gawat Nafas tipe 1, yaitu gawat napas pada bayi
kurang bulan yang terjadi segera atau beberapa saat setelah lahir, ditandai adanya
kesukaran bernafas, (pernafasan cuping hidung, tipe pernapasan dispnea / takipnea,
retraksi dada, dan sianosis) yang menetap atau menjadi progresif dalam 48 – 96 jam
pertama kehidupan dan pada pemeriksaan radiologis ditemukan pola retikulogranuler
yang uniform dan air bronchogram. (17)
Pengenalan surfaktan eksogen sebagai pencegahan dan terapi telah merubah
keadaan klinik dari penyakit dan menurunkan morbiditas dan mortalitas dari penyakit.(17)
Surfaktan biasanya didapatkan pada paru yang matur. Fungsi surfaktan untuk
menjaga agar kantong alveoli tetap berkembang dan berisi udara, sehingga pada bayi
prematur dimana surfaktan masih belum berkembang menyebabkan daya berkembang
Kepaniteraan Klinik Radiologi
Rumah Sakit Sumber Waras Page 3
Periode 24 Oktober s/d 26 November 2011
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
HMD Monica (406102005)
paru kurang dan bayi akan mengalami sesak napas. Gejala tersebut biasanya tampak
segera setelah bayi lahir dan akan bertambah berat. (5,9,11)
II. DEFINISI
HMD disebut juga Respiratory Distress Syndrome (RDS), hal ini adalah salah
satu problem dari bayi prematur menyebabkan bayi membutuhkan ekstra oksigen untuk
membantu hidupnya.(8)
Pada HMD dapat menyebabkan hipoksia yang menimbulkan kerusakan endotel
kapiler dan epitel duktus alveolus. Kerusakan ini menyebabkan terjadinya transudasi ke
dalam alveolus dan terbentuk fibrin. Fibrin bersama-sama dengan jaringan epitel yang
nekrotik membentuk suatu lapisan yang disebut membran hialin.(1)
HMD terdapat pada bayi kurang bulan yang terjadi segera atau beberapa saat
setelah lahir, ditandai adanya kesukaran bernafas, (pernafasan cuping hidung, grunting,
tipe pernapasan dispnea / takipnea, retraksi dada, dan sianosis) yang menetap atau
menjadi progresif dalam 48 – 96 jam pertama kehidupan. Penyebabnya adalah
kurangnya surfaktan. Gagal nafas dapat didiagnosa dengan analisis gas darah. Edema
sering didapatkan pada hari ke-2, disebabkan oleh retensi cairan dan kebocoran kapiler.
Diagnosa dapat dikonfirmasi dengan foto rontgen. Pada pemeriksaan radiologist
ditemukan pola retikulogranuler yang uniform, gambaran ground glass appearance dan
air bronchogram. Namun gambaran ini bukan patognomonik HMD. (17)
III. EPIDEMIOLOGI
Penyakit ini sebenarnya sulit ditentukan karena diagnosis pasti hanya dapat
ditegakkan dengan otopsi. Angka kejadian penyakit ini mempunyai kaitan yang erat
dengan riwayat kehamilan dan persalinan. (1)
Hyaline Membrane Disease merupakan salah satu penyebab kematian pada
bayi baru lahir. Di US, RDS terjadi pada sekitar 40.000 bayi per tahun. Kurang lebih 30
% dari semua kematian pada neonatus disebabkan oleh HMD atau komplikasinya.(17)
Kepaniteraan Klinik Radiologi
Rumah Sakit Sumber Waras Page 4
Periode 24 Oktober s/d 26 November 2011
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
HMD Monica (406102005)
HMD terutama terjadi pada bayi prematur. Insidensinya berbanding terbalik
dengan umur kehamilan dan berat badannya. HMD ini 60 – 80% terjadi pada bayi yang
umur kehamilannya kurang dari 28 minggu, 15 – 30% pada bayi antara 32 dan 36
minggu, 5% pada bayi lebih dari 37 minggu dan jarang pada bayi cukup bulan. (2,7)
Kejadian penyakit akan meningkat pada bayi lahir kurang bulan (terutama bayi
dengan masa gestasi kurang dari 34 minggu), partus presipitatus yang menyertai
perdarahan ibu, asfiksia, atau ibu dengan diabetes. Demikian pula bayi pertama pada
kelahiran kembar cenderung menderita penyakit ini. Disamping itu terdapat beberapa
faktor kehamilan yang dianngap dapat menurunkan penyakit ini, antara lain ibu yang
mendapatkan pengobatan steroid saat hamil.(1)
IV. ETIOLOGI
Kegagalan mengembangkan functional residual capacity (FRC) dan
kecenderungan dari paru yang terkena untuk mengalami atelektasis berhubungan
dengan tingginya tegangan permukaan dan absennya phosphatydilglycerol,
phosphatydilinositol, phosphatydilserin, phosphatydilethanolamine dan sphingomyelin.
Pembentukan surfaktan dipengaruhi pH normal, suhu dan perfusi. Asfiksia,
hipoksemia, dan iskemia pulmonal; yang terjadi akibat hipovolemia, hipotensi dan
stress dingin; menghambat pembentukan surfaktan. Epitel yang melapisi paru-paru juga
dapat rusak akibat konsentrasi oksigen yang tinggi dan efek pengaturan respirasi,
mengakibatkan semakin berkurangnya surfaktan. (17)
Kelainan dianggap terjadi karena faktor pertumbuhan atau pematangan paru
yang belum sempurna antara lain : bayi prematur, terutama bila ibu menderita gangguan
perfusi darah uterus selama kehamilan, misalnya ibu dengan : (7,12)
1. Diabetes
2. Toxemia
3. Hipotensi
4. SC
Kepaniteraan Klinik Radiologi
Rumah Sakit Sumber Waras Page 5
Periode 24 Oktober s/d 26 November 2011
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
HMD Monica (406102005)
5. Perdarahan antepartum.
6. Sebelumnya melahirkan bayi dengan HMD.
Penyakit membran hialin diperberat dengan : (4,8)
1. Asfiksia pada perinatal
2. Hipotensi
3. Infeksi
4. Bayi kembar.
V. PATOFISIOLOGI
Sampai saat ini HMD dianggap terjadi kaena defisiensi pembentukan zat
surfaktan pada paru bayi yang belum matang. Surfaktan adalah zat yang berperan dalam
pengembangan paru dan merupakan suatu kompleks yang terdiri dari dipalmitil
fosfatidilkolin (lesitin), fosfatidil gliserol, apoprotein, kolesterol. Senyawa utama zat
tersebut adalah lesitin yang mulai dibentuk pada umur kehamilan 22 – 24 minggu dan
berjumlah cukup untuk berfungsi normal setelah minggu ke 35. (7,8)
Agen aktif ini dilepaskan ke dalam alveolus untuk mengurangi tegangan
permukaan dan membantu mempertahankan stabilitas alveolus dengan jalan mencegah
kolapsnya ruang udara kecil pada akhir ekspirasi. Namun karena adanya imaturitas,
jumlah yang dihasilkan atau dilepaskan mungkin tidak cukup memenuhi kebutuhan
pasca lahir. (7)
Alveolus akan kembali kolaps setiap akhir ekspirasi sehingga untuk pernafasan
berikutnya dibutuhkan tekanan negatif intratoraks yang lebih besar yang disertai usaha
inspirasi yang lebih kuat.
Kolaps paru ini akan menyebabkan terganggunya ventilasi sehingga terjadi
hipoksia, retensi CO2 dan asidosis. Hipoksia akan menimbulkan :
1. oksigenasi jaringan menurun, sehingga akan terjadi metabolisme
anaerobik dengan penimbunan asam laktat dan asam organik lainnya
yang menyebabkan terjadinya asidosis metabolik pada bayi,
Kepaniteraan Klinik Radiologi
Rumah Sakit Sumber Waras Page 6
Periode 24 Oktober s/d 26 November 2011
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
HMD Monica (406102005)
2. kerusakan endotel kapiler dan epitel duktus alveoli dan terbentuknya
fibrin dan selanjutnya fibrin bersama-sama dengan jaringan epitel yang
nekrotik membentuk suatu lapisan yang disebut membran hialin.
Asidosis dan atelektasis juga menyebabkan terganggunya sirkulasi darah dari
dan ke jantung. Demikian pula aliran darah paru akan menurun dan hal ini akan
mengakibatkan berkurangnya pembentukan substansi surfaktan. (2, 12)
Secara singkat dapat diterangkan bahwa dalam tubuh terjadi lingkaran setan
yang terdiri dari : atelektasis hipoksia asidosis transudasi penurunan aliran
darah paru hambatan pembentukan substansi surfaktan atelektasis. Hal ini akan
berlangsung terus sampai terjadi penyembuhan atau kematian bayi.
Surfaktan dihasilkan oleh sel epitel alveolus tipe II. Badan lamelar spesifik,
yaitu organel yang mengandung gulungan fosfolipid dan terikat pada membran sel,
dibentuk dalam sel-sel tersebut dan disekresikan ke dalam lumen alveolus secara
eksositosis. Tabung lipid yang disebut mielin tubular dibentuk dari tonjolan badan, dan
mielin tubular selanjutnya membentuk lapisan fosfolipid. Sebagian kompleks protein-
lipid di dalam surfaktan diambil ke dalam sel alveolus tipe II secara endositosis dan
didaur ulang. (14)
Ukuran dan jumlah badan inklusi pada sel tipe II akan meningkat oleh pengaruh
hormon tiroid, dan HMD lebih sering dijumpai serta lebih parah pada bayi dengan
kadar hormon tiroid plasma yang rendah dibandingkan pada bayi dengan kadar hormon
plasma normal. Proses pematangan surfaktan dalam paru juga dipercepat oleh hormon
glukokortikoid. Menjelang umur kehamilan cukup bulan didapatkan peningkatan kadar
kortisol fetal dan maternal, serta jaringan parunya kaya akan reseptor glukokortikoid.
Selain itu, insulin menghambat penumpukan SP-A dalam kultur jaringan paru janin
manusia, dan didapatkan hiperinsulinisme pada janin dari ibu yang menderita diabetes.
Hal ini dapat menerangkan terjadinya peningkatan insidens HMD pada bayi yang lahir
dari ibu yang menderita diabetes.
Secara makroskopik, paru-paru tampak tidak berisi udara dan berwarna
kemerahan seperti hati. Oleh sebab itu paru-paru memerlukan tekanan pembukaan yang
tinggi untuk mengembang. Secara histologi, adanya atelektasis yang luas dari rongga
Kepaniteraan Klinik Radiologi
Rumah Sakit Sumber Waras Page 7
Periode 24 Oktober s/d 26 November 2011
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
HMD Monica (406102005)
udara bagian distal menyebabkan edem interstisial dan kongesti dinding alveoli
sehingga menyebabkan desquamasi dari epithel sel alveoli type II. Dilatasi duktus
alveoli, tetapi alveoli menjadi tertarik karena adanya defisiensi surfaktan ini. Dengan
adanya atelektasis yang progresif dengan barotrauma atau volutrauma dan toksisitas
oksigen, menyebabkan kerusakan pada endothelial dan epithelial sel jalan napas bagian
distal sehingga menyebabkan eksudasi matriks fibrin yang berasal dari darah. Membran
hyalin yang meliputi alveoli dibentuk dalam satu setengah jam setelah lahir. Epithelium
mulai membaik dan surfaktan mulai dibentuk pada 36-72 jam setelah lahir. Proses
penyembuhan ini adalah komplek; pada bayi yang immatur dan mengalami sakit yang
berat dan bayi yang dilahirkan dari ibu dengan chorioamnionitis sering berlanjut
menjadi Bronchopulmonal Displasia (BPD).(6,9,10,11,15)
VI. GEJALA KLINIK
Bayi penderita HMD biasanya bayi kurang bulan yang lahir dengan berat badan
antara 1200 – 2000 g dengan masa gestasi antara 30 – 36 minggu. Jarang ditemukan
pada bayi dengan berat badan lebih dari 2500 g dan masa gestasi lebih dari 38 minggu.
Gejala klinis biasanya mulai terlihat pada beberapa jam pertama setelah lahir terutama
pada umur 6 – 8 jam. Gejala karakteristik mulai timbul pada usia 24 – 72 jam dan
setelah itu keadaan bayi mungkin memburuk atau mengalami perbaikan. Apabila
membaik gejala biasanya menghilang pada akhir minggu pertama.
Gangguan pernafasan pada bayi terutama disebabkan oleh atalektasis dan
perforasi paru yang menurun. Keadaan ini akan memperlihatkan keadaan klinis seperti : (1,2,7)
1. Dispnea atau hiperpnea
2. Sianosis
3. Retraksi suprasternal, epigastrium, intercostals
4. Rintihan saat ekspirasi (grunting)
Kepaniteraan Klinik Radiologi
Rumah Sakit Sumber Waras Page 8
Periode 24 Oktober s/d 26 November 2011
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
HMD Monica (406102005)
5. Takipnea (frekuensi pernafasan . 60 x/menit)
6. Melemahnya udara napas yang masuk ke dalam paru
7. Mungkin pula terdengar bising jantung yang menandakan adanya duktur
arteriosus yang paten
8. Kardiomegali
9. Bradikardi (pada HMD berat)
10. Hipotensi
11. Tonus otot menurun
12. Edem.
Gejala HMD biasanya mencapai puncaknya pada hari ke-3. Sesudahnya terjadi
perbaikan perlahan-lahan. Perbaikan sering ditunjukan dengan diuresis spontan dan
kemampuan oksigenasi bayi dengan kadar oksigenasi bayi yang lebih rendah.(4,7,8)
Kelemahan jarang pada hari pertama sakit biasanya terjadi antara hari ke-2 dan ke-3
dan disertai dengan kebocoran udara alveolar (emfisema interstisial, pneumotoraks),
perdarahan paru atau interventrikuler.(7)
Pada bayi extremely premature ( berat badan lahir sangat rendah) mungkin
dapat berlanjut apnea, dan atau hipotermi. Pada HMD yang tanpa komplikasi maka
surfaktan akan tampak kembali dalam paru pada umur 36-48 jam. Gejala dapat
memburuk secara bertahap pada 24-36 jam pertama. Selanjutnya bila kondisi stabil
dalam 24 jam maka akan membaik dalam 60-72 jam. Dan sembuh pada akhir minggu
pertama.(6,9,10,11,15)
VII. PEMERIKSAAN RADIOLOGI (16)
Sindrom gangguan pernapasan biasanya didiagnosis dengan kombinasi tanda-
tanda klinis dan / atau gejala, temuan radiografi dada, dan hasil gas darah arteri.
Radiografi
Kepaniteraan Klinik Radiologi
Rumah Sakit Sumber Waras Page 9
Periode 24 Oktober s/d 26 November 2011
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
HMD Monica (406102005)
Dalam HMD, gambaran radiografi klasik terdiri dari pronounced hypoaeration,
gambaran reticulogranular difuse yg opak pada kedua parenkim paru, dan
airbronchograms di perifer.
Reticulogranularity ini karena nodul asinar superimposisi beberapa disebabkan
oleh atelektasis alveoli. Perkembangan airbronchograms tergantung pada koalesensi
bidang atelektasis sekitar bronkus dan bronkiolus. Pada bayi yang tidak diintubasi,
cephalic doming dari diafragma dan hypoexpansion yang diamati. Fitur radiografi
klasik HMD terlihat pada gambar di bawah.
Klasik sindrom gangguan pernapasan (RDS).Berbentuk lonceng dada adalah karena radiolusent.Volume paru-paru
berkurang, parenkim paru-paru memiliki pola reticulogranular menyebar, dan airbronchograms terdapat di perifer.
Radiologis spectrum
Spektrum radiologis dari HMD berkisar dari ringan sampai berat (seperti
terlihat pada gambar di bawah) dan biasanya berkorelasi dengan keparahan temuan
klinis. Pada tahap awal penyakit ini, bronchograms udara menonjol adalah kurang,
karena kebohongan bronkus utama dalam porsi yang lebih anterior dari paru-paru dan
atelektasis karena alveolus cenderung untuk melibatkan daerah tergantung dari paru-
paru, yang posterior pada bayi telentang. Namun, penampilan gelembung, yang
mewakili bronkiolus terlalu besar dan saluran alveolar, dapat diamati.
Kepaniteraan Klinik Radiologi
Rumah Sakit Sumber Waras Page 10
Periode 24 Oktober s/d 26 November 2011
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
HMD Monica (406102005)
Cukup parah sindrom gangguan pernafasan (RDS).Pola reticulogranular lebih menonjol dan seragam didistribusikan
dari biasanya.Paru-paru hypoaerated.Bronchograms udara meningkat yang diamati.
Sebagai HMD berlangsung, pola reticulogranular menjadi menonjol karena
koalesensi daerah atelectatic kecil. Koalesensi ini mengarah ke area yang lebih besar
dari paru-paru meningkat opacity. Sebagai bagian anterior dari paru-paru menjadi
terlibat dengan microatelectasis, granularity menjadi merata, dan bronchograms udara
dapat dilihat.
Dengan peningkatan keparahan penyakit, kekeruhan yang progresif dari bagian
anterior paru-paru menyebabkan mengaburkan siluet jantung dan pembentukan
bronchograms udara menonjol. Dengan penyakit yang parah, paru-paru muncul buram
dan menampilkan bronchograms udara terkemuka, dengan total mengaburkan siluet
cardiomediastinal.
Pada bayi dengan HMD ringan sampai sedang, hypoaeration dan
reticulogranular kekeruhan bertahan selama 3-5 hari. Kliring dari perifer ke daerah
pusat dan dari lobus atas ke lobus bawah dimulai pada akhir minggu pertama. Bayi
dengan HMD parah telah hypoaeration progresif dan kekeruhan bilateral
difus. Perdarahan parenkim ditumpangkan dapat dicatat. Jenis HMD parah dan
progresif sering menyebabkan kematian, biasanya dalam 72 jam.
Temuan radiografi dari HMD tergantung pada waktu pemberian surfaktan.
Awal, meskipun pencegahan dengan surfaktan, paru-paru hypoaerated dan memiliki
pola reticulogranular karena cairan interstitial dan alveoli atelectatic.Administrasi
Kepaniteraan Klinik Radiologi
Rumah Sakit Sumber Waras Page 11
Periode 24 Oktober s/d 26 November 2011
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
HMD Monica (406102005)
surfaktan biasanya menghasilkan beberapa kliring, yang mungkin simetris atau
asimetris; asimetri biasanya menghilang dalam 2-5 hari.
Karena surfaktan tidak merata di seluruh paru-paru, paru-paru meningkatkan
bidang bergantian dengan bidang HMD tidak berubah adalah umum. Hal ini distribusi
yang tidak merata menyebabkan penampilan radiografi mirip dengan entitas lain,
seperti pneumonia neonatal dan sindrom aspirasi mekonium. Kliring ini kadang-kadang
tidak teratur, menciptakan penampilan kistik. Relaps dapat terjadi setelah perbaikan
awal.
Bayi yang sedang ventilasi dengan tekanan positif intermiten dengan positif
akhir ekspirasi tekanan mungkin memiliki aerasi baik paru-paru tanpa bronchograms
udara. Bayi dengan penyakit yang berat mungkin tidak dapat untuk memperluas paru-
paru mereka, mereka memiliki radiograf buram total.Terlambat dalam perjalanan
penyakit, edema paru, kebocoran udara, atau perdarahan paru dapat mempengaruhi
penampilan radiografi.
Dengan ventilasi tekanan positif, paru-paru menurun opacity, dan mereka
muncul radiografi ditingkatkan. Namun, tekanan positif diperlukan untuk
menganginkan paru-paru dapat mengganggu epitel, menghasilkan edema interstisial
dan alveolar. Hal ini juga dapat menyebabkan diseksi udara ke septae interlobar dan
limfatik mereka, menghasilkan emfisema paru interstisial (PIE), yang memiliki
penampilan berliku-liku, 1 - untuk 4-mm lucencies linier yang relatif seragam dalam
ukuran. Ini memancar keluar dari daerah hilus. Para lucencies tidak kosong pada
ekspirasi dan memperpanjang ke pinggiran paru-paru. (PIE ditampilkan pada gambar di
bawah.)
Kepaniteraan Klinik Radiologi
Rumah Sakit Sumber Waras Page 12
Periode 24 Oktober s/d 26 November 2011
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
HMD Monica (406102005)
Komplikasi dari sindrom gangguan pernafasan (RDS).Setelah menerima terapi ventilasi, ini bayi prematur dengan
RDS dikembangkan emfisema paru interstisial (PIE) dengan koleksi diskrit linier dan fibrosis udara radiolusen
seluruh paru kanan.
PIE dapat simetris, asimetris, atau lokal untuk 1 porsi paru-paru. PIE perifer
dapat menghasilkan blebs subpleural dan akhirnya pecah ke dalam ruang pleura untuk
menghasilkan pneumotoraks (biasanya ketegangan pneumotoraks, yang ditunjukkan
pada gambar di bawah), atau mereka dapat memperpanjang terpusat untuk
menghasilkan pneumomediastinum atau pneumopericardium. Karena bayi terlentang
dan karena udara naik ke titik tertinggi dari dada, pneumotoraks terletak
paramediastinally, sehingga tanda mediastinum tajam, dimana mediastinum / jantung
tajam digariskan oleh udara bebas berdekatan daripada jaringan paru-paru diangin-
anginkan.
Komplikasi dari sindrom gangguan pernafasan (RDS).Anteroposterior (AP) dada radiograf dalam neonatus
dengan RDS menunjukkan tension pneumothorax yang benar dengan herniasi dari paru-paru kanan atas di
garis tengah.Pneumomediastinum juga hadir.
Sebuah tanda diafragma terus menerus, yang disebabkan oleh udara di
mediastinum bawah jantung, dapat dilihat dengan pneumomediastinum.Ketika alveoli
pecah, udara dapat menjadi lokal dan dapat menyatu dalam parenkim paru untuk
menghasilkan pseudokista. Selain pseudocysts parenkim dan PIE, pecah alveolar
memungkinkan udara untuk masuk ke sistem vena paru, yang menyebabkan emboli
udara sistemik dengan udara intravaskular.
Setelah hari dukungan ventilasi, hasil fibrosis interstisial dari efek kumulatif
dari penghinaan terapeutik ke parenkim paru. Fibrosis ini sering disertai dengan
nekrosis eksudatif dan penampilan sarang lebah dari paru-paru pada radiografi
Kepaniteraan Klinik Radiologi
Rumah Sakit Sumber Waras Page 13
Periode 24 Oktober s/d 26 November 2011
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
HMD Monica (406102005)
dada. Kondisi ini disebut sebagai displasia bronkopulmonalis (BPD). Penampilan
sarang lebah mewakili kelompok alveolar focally buncit dalam paru-paru terluka, dan
belum dewasa.
Karena bayi dengan HMD biasanya hipoksia, ductus arteriosus mungkin tetap
paten. Pada awal penyakit, shunting adalah dari kanan ke kiri. Pada akhir minggu
pertama, shunting menjadi kiri ke kanan sebagai tekanan arteri pulmonalis menurun
karena peningkatan kepatuhan paru-paru penyembuhan.Edema paru interstisial dapat
berkembang. Karena itu, ketika pola granular perubahan membran hialin penyakit ke
edema, penampilan homogen buram paru akibat patent ductus arteriosus (PDA) atau
awal perubahan paru kronis harus dicurigai.
Temuan radiografi diagnosa banding HMD
Aspirasi mekonium sindrom (ditampilkan di bawah) biasanya terjadi pada bayi
lewat bulan, terutama pada mereka dengan pewarnaan mekonium.Gejala klinis biasanya
muncul 12-24 jam setelah lahir. (Sebaliknya, gejala klinis dari HMD selalu muncul
dalam beberapa jam pertama kehidupan.)
Aspirasi mekonium sindrom.Perangkap udara, menyebar, kekeruhan nodular kasar, dan bidang fokus emfisema khas
aspirasi mekonium berbeda dari meredakan kekeruhan granular halus terlihat pada RDS.Paru-paru biasanya
hyperaerated.Gambar juga menunjukkan pneumomediastinum dengan tanda diafragma terus menerus yang disebabkan
oleh udara di mediastinum bawah jantung.
Fitur radiografi yang paling umum adalah hyperaeration dan bilateral, daerah
menyebar, dan sangat tidak merata dari radiopacity meningkat.Pneumotoraks pada
sindrom aspirasi janin biasanya tidak tension pneumothorax, sehingga sering tidak
Kepaniteraan Klinik Radiologi
Rumah Sakit Sumber Waras Page 14
Periode 24 Oktober s/d 26 November 2011
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
HMD Monica (406102005)
memerlukan terapi spesifik. Dalam HMD, paru-paru hypoaerated, dan paru-paru yang
abnormal radiopacities karena atelektasis resorpsi alveolar butiran yang halus. Selain
itu, pneumotoraks terkait dengan HMD sering di bawah ketegangan, dan intubasi bedah
diperlukan.
Takipnea transient pada bayi baru lahir (TTN), terlihat pada gambar di bawah,
biasanya terjadi pada bayi panjang, biasanya setelah melahirkan sesar.Gejala klinis
biasanya terwujud dalam waktu 6 jam setelah kelahiran.Temuan radiografik termasuk
volume paru-paru meningkat atau normal, dengan edema interstisial dan efusi
pleura. Dalam HMD, bilateral kekeruhan parenkim retikuler atau granular yang hadir
untuk setidaknya 3-4 hari, sedangkan di takipnea sementara, ini adalah sekilas
kekeruhan.Hypoaeration khas dari HMD, berbeda dengan hyperaeration dari takipnea
sementara.
Transient tachypnea pada bayi baru lahir (TTN).Hyperaeration khas dari TTN, berbeda dengan
hypoaeration sindrom gangguan pernapasan (RDS).Kepadatan reticulogranular bilateral sekilas dengan
TTN dan menghilang dengan ventilasi, sedangkan kekeruhan ini hadir untuk setidaknya 3-4 hari di RDS.
Pneumonia neonatal biasanya berhubungan dengan ketuban pecah dini. Gejala
klinis muncul kurang dari 6 jam setelah lahir. Temuan radiografik termasuk melesat
perihilar. Neonatal pneumonia sering menghasilkan hyperaeration dari paru-paru, tetapi
secara umum, bidang pneumonia fokus daripada menyebar. Efusi pleura mungkin
hanya fitur pembeda; mereka bukan fitur HMD tidak rumit, tetapi yang hadir dalam
sebanyak dua pertiga pasien dengan pneumonia. Grup B beta-hemolitik streptokokus
pneumonia sering terjadi dengan HMD, atau dapat meniru penampilan HMD. Oleh
karena itu, unit neonatal banyak memberikan antibiotik untuk semua neonatus dengan
kondisi ini sampai kultur darah negatif.
Kepaniteraan Klinik Radiologi
Rumah Sakit Sumber Waras Page 15
Periode 24 Oktober s/d 26 November 2011
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
HMD Monica (406102005)
Membedakan HMD dari perdarahan paru difus mungkin sulit. Salah satu fitur
yang membantu dalam diagnosis diferensial adalah identifikasi dari efusi pleura. Efusi
pleura jarang terjadi di HMD tetapi umum di perdarahan paru.
Tingkat kepercayaan
Jika dada gambar dalam bayi prematur menunjukkan kekeruhan
reticulogranular, HMD dapat didiagnosis dengan keyakinan 90%.
Salah positif / negatif
Entitas lain yang dapat menghasilkan kekeruhan mirip dengan HMD termasuk
paru-paru belum matang, penyakit paru-paru basah, pneumonia neonatal, hipoglikemia
idiopatik, gagal jantung kongestif, diabetes ibu, dan perdarahan paru dini.
Ultrasonografi
Kekeruhan homogen paru-paru karena konsolidasi dari lobus bawah dapat
terlihat pada USG perut bagian atas. Selain itu, ultrasonografi dapat berguna untuk
mendiagnosa atau mengecualikan efusi pleura simultan atau rumit.
VIII. DIAGNOSIS
a. Gejala klinis (17)
Bayi kurang bulan (Dubowitz atau New Ballard Score) disertai
adanya takipneu (>60x/menit), retraksi kostal, sianosis yang menetap atau
progresif setelah 48-72 jam pertama kehidupan, hipotensi, hipotermia,
edema perifer, edema paru, ronki halus inspiratoir.
Manifestasi klinis berupa distress pernafasan dapat dinilai dengan
APGAR score (derajat asfiksia) dan Silverman Score. Bila nilai Silverman
score > 7 berarti ada distress nafas, namun ada juga yang menyatakan bila
nilainya > 2 selama > 24 jam.
Tabel 1. Silverman score
Grade Gerakan dada
atas
Dada bawah
(retraksi ICS)
Retraksi
epigastrium
PCH Grunting
Kepaniteraan Klinik Radiologi
Rumah Sakit Sumber Waras Page 16
Periode 24 Oktober s/d 26 November 2011
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
HMD Monica (406102005)
0 Sinkron - - - -1 Tertinggal pada
inspirasi
Ringan ringan Minimal Terdengar pada
stetoskop2 See-saw Jelas Jelas Jelas Terdengar tanpa
stetoskop
b. Gambaran Rontgen (3,5,9,11,13)
Berdasarkan foto thorak, menurut kriteria Bomsel ada 4 stadium
HMD yaitu :
• Stadium 1: Terdapat sedikit bercak retikulogranular dan
sedikit bronchogram udara
• Stadium 2: Bercak retikulogranular homogen pada kedua
lapangan paru dan gambaran airbronchogram udara terlihat
lebih jelas dan meluas sampai ke perifer menutupi bayangan
jantung dengan penurunan aerasi paru
• Stadium 3: Kumpulan alveoli yang kolaps bergabung
sehingga kedua lapangan paru terlihat lebih opaque dan
bayangan jantung hampir tak terlihat, bronchogram udara
lebih luas
• Stadium 4: Seluruh thorax sangat opaque ( white lung )
sehingga jantung tak dapat dilihat
c. Laboratorium (1,2,4,7,12)
Kimia darah :
• Meningkatnya asam laktat dan asam organik lain > 45 mg/dl
• Merendahnya bikarbonat standar
• pH darah dibawah 7,2
• PaO2 menurun
• PaCO2 meninggi.
d. Echocardiografi (17)
Echocardiografi dilakukan untuk mendiagnosa PDA dan
menentukan arah dan derajat pirau. Juga berguna untuk mendiagnosa
Kepaniteraan Klinik Radiologi
Rumah Sakit Sumber Waras Page 17
Periode 24 Oktober s/d 26 November 2011
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
HMD Monica (406102005)
hipertensi pulmonal dan menyingkirkan kemungkinan adanya kelainan
struktural jantung.
e. Tes kocok (Shake test) (17)
Dari aspirat lambung dapat dilakukan tes kocok. Aspirat lambung
diambil melalui nasogastrik tube pada neonatus sebanyak 0,5 ml. Lalu
tambahkan 0,5 ml alkohol 96 %, dicampur di dalam tabung 4 ml, kemudian
dikocok selama 15 detik dan didiamkan selama 15 menit. Pembacaan :
• Neonatus imatur : tidak ada gelembung 60 % resiko terjadi HMD
• +1 : gelembung sangat kecil pada meniskus (< 1/3) 20 % resiko terjadi
HMD
• +2 : gelembung satu derat, > 1/3 permukaan tabung
• +3 : gelembung satu deret pada seluruh permukaan dan beberapa
gelembung pada dua deret
• +4 : gelembung pada dua deret atau lebih pada seluruh
permukaan neonatus matur
f. Amniosentesis(17)
Berbagai macam tes dapat dilakukan untuk memprediksi
kemungkinan terjadinya HMD, antara lain mengukur konsentrasi lesitin dari
cairan amnion dengan melakukan amniosentesis (pemeriksaan antenatal).
Rasio lesitin-spingomielin
g. Tes apung paru(17)
Tes apung paru-paru (docimacia pulmonum hydrostatica),
dikerjakan untuk mengetahui apakah bayi yang diperiksa pernah hidup.
Untuk melakukan test ini syaratnya mayat harus segar.
Keluarkan alat-alat dalm rongga mulut, leher dan rongga dada dalam
satu kesatuan, pangkal dari esofagus dan trakhea boleh diikat. Apungkan
seluruh alat-alat tersebut pada bak yang berisi air. Bila terapung, lepaskan
organ paru-paru, baik yang kiri maupun yang kanan. Apungkan kedua organ
paru-paru tadi, bila terapung lanjutkan dengan pemisahan masing-masing
lobus, kanan terdapat 5 lobus, kiri 2 lobus. Apungkan semua lobus tersebut,
Kepaniteraan Klinik Radiologi
Rumah Sakit Sumber Waras Page 18
Periode 24 Oktober s/d 26 November 2011
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
HMD Monica (406102005)
catat mana yang tenggelam, mana yang terapung. Lobus yang terapung
diambil sebagian, yaitu tiap-tiap lobus 5 potong dengan ukuran 5mm x
5mm, dari tempat yang terpisah dan perifer. Apungkan ke-25 potongan
kecil-kecil tersebut. Bila terapung, letakan potongan tersebut pada 2 karton,
dan lakukan penginjakan dengan berat badan, kemudian dimasukkan
kembali ke dalam air. Bila terapung berarti tes apung positif, paru-paru
mengandung udara, bayi tersebut pernah dilahirkan hidup. Bila hanya
sebagian yang terapung, kemungkinan terjadi pernafasan partial, bayi tetap
pernah dilahirkan hidup.
IX. PENATALAKSANAAN
Dasar tindakan pada penderita adalah mempertahankan penderita dalam suasana
fisiologik yang sebaik-baiknya, agar bayi mampu melanjutkan perkembangan paru dan
organ lain, sehingga bayi tersebut dapat mengadakan adaptasi sendiri terhadap
sekitarnya. Tergantung dari ringannya penyakit maka tindakan yang dapat dilakukan
terdiri dari tindakan umum dan tindakan khusus.
Tindakan umum ini terutama dilakukan pada penderita ringan atau sebagai
tindakan penunjang pada penderita ringan atau sebagai tindakan penunjang pada
penderita berat. Termasuk dalam tindakan ini adalah mengurangi manipulasi terhadap
penderita dan mengusahakan agar penderita ada dalam suasana lingkungan yang paling
optimal. Suhu bayi dijaga agar tetap normal (36,3 – 37°C) dengan meletakkan bayi
dalam inkubator antara 70 – 80%.
Makanan peroral sebaiknya tidak diberikan dan bayi diberi cairan intravena
yang disesuaikan dengan kebutuhan kalorinya. Adapun pemberian cairan ini bertujuan
untuk memberikan kalori yang cukup, menjaga agar bayi tidak mengalami dehidrasi,
mempertahankan pengeluaran cairan melalui ginjal dan mempertahankan keseimbangan
asam basa tubuh. Dalam 48 jam pertama biasanya cairan yang diberikan terdiri dari
glukosa/dekstrose 10% dalam jumlah 100 ml/KgBB/hari. Dengan pemberian secara ini
diharapkan kalori yang dibutuhkan (40 kkal/KgBB/hari) untuk mencegah katabolisme
tubuh dapat dipenuhi. Tergantung ada tidaknya asidosis, maka cairan yang diberikan
dapat pula berupa campuran glukosa 10% dan natrium bikarbonat 1,5% dengan
Kepaniteraan Klinik Radiologi
Rumah Sakit Sumber Waras Page 19
Periode 24 Oktober s/d 26 November 2011
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
HMD Monica (406102005)
perbandingan 4 : 1. Untuk hal ini pemeriksaan keseimbangan asam basa tubuh perlu
dilakukan secara sempurna. Disamping itu pemeriksaan elektrolit perlu diperhatiakn
pula.
Tindakan khusus meliputi :
1. Pemberian O2 (2,7,12)
Oksigen mempunyai pengaruh yang kompleks terhadap bayi baru
lahir. Pemberian O2 yang terlalu banyak dapat menimbulkan komplikasi
yang tidak diinginkan seperti fibrosis paru, kerusakan retina (retrolental
fibroplasta) dan lain-lain. Untuk mencegah timbulnya komplikasi ini,
pemberian O2 sebaiknya diikuti dengan pemeriksaan tekanan O2 arterial
(PaO2) secara teratur. Konsentrasi O2 yang diberikan harus dijaga agar
cukup untuk mempertahankan tekanan PaO2 antara 80 – 100 mmHg. Bila
fasilitas untuk pemeriksaan tekanan gas arterial tidak ada, O2 dapat
diberikan sampai gejala cyanosis menghilang.
Pada HMD yang berat, kadang-kadang perlu dilakukan ventilasi
dengan respirator. Cara ini disebut Intermitten Positive Pressure Ventilation
(IPPV). IPPV ini baru dikerjakan apabila pada pemeriksaan O2 dengan
konsentrasi tinggi (100%), bayi tidak memperlihatkan perbaikan dan tetap
menunjukkan : PaO2 kurang dari 50 mmHg, PaCO2 lebih dari 70 mmHg dan
masih sering terjadi asphyxial attact walaupun kemungkinan hipotermia,
hipoglikemia dan acidosis metabolik telah disingkirkan.
Pemberian O2 dengan ventilasi aktif ini dapat dilakukan pula dengan
bermacam cara, misalnya pemberian O2 secara hiperbasik, intermittent
negative pressure ventilation, nasopharyngeal tube ventilation dan lain-lain.
2. Pemberian Antibiotika
Setiap penderita HMD perlu mendapat antibiotika untuk menegah
terjadinya infeksi sekunder. Antibiotik diberikan adalah yang mempunyai
Kepaniteraan Klinik Radiologi
Rumah Sakit Sumber Waras Page 20
Periode 24 Oktober s/d 26 November 2011
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
HMD Monica (406102005)
spektrum luas penisilin (50.000 U-100.000 U/KgBB/hari) atau ampicilin
(100 mg/KgBB/hari) dengan gentamisin (3-5 mg/KgBB/hari).(2,12)
Antibiotik diberikan selama bayi mendapatkan cairan intravena
sampai gejala gangguan nafas tidak ditemukan lagi.
3. Pemberian Surfaktan Buatan (1,8)
Pengobatan lain yang membuka harapan baru berdasar atas
penelitian Fujiwara (1980) dan Morley (1981). Surfaktan artifisial yang
dibuat dari dipalmitoilfosfatidilkolin dan fosfatidilgliserol dengan
perbandingan 7 : 3 telah dapat mengobati penderita penyakit tersebut. Bayi
tersebut diberi surfaktan artifisial sebanyak 25 mg dosis tunggal dengan
menyemprotkan ke dalam trakea penderita. Akhir-akhir ini telah dapat
dibuat surfaktan endogen yang berasal dari cairan amnion manusia.
Surfaktan ini disemprotkan ke dalam trakea dengan dosis 60 mg/KgBB.
Walaupun cara pengobatan ini masih dalam taraf penelitian, tetapi hasilnya
telah memberikan harapan baru.
X. PENCEGAHAN(4,7)
1. Tindakan pencegahan utama sebenarnya adalah menghindari terjadinya
kelahiran bayi prematur.
2. Mengetahui maturitas paru dengan menghitung perbandingan lesitin dan
sfengomielin dalam cairan amnion bila perbandingan antara lesitin dan
sfengomielin kurang dari 2 maka berarti jumlah surfaktan pada penderita masih
kurang.
3. Pemberian kortikosteroid yang dilakukan pada persalinan prematur yang dapat
ditunda selama 48 jam yang biasa dipakai berupa kortisol 1, 2, 4 dengan dosis
12 mg/hari diberikan 2 hari berturut-turut.
Kepaniteraan Klinik Radiologi
Rumah Sakit Sumber Waras Page 21
Periode 24 Oktober s/d 26 November 2011
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
HMD Monica (406102005)
4. Pemberian satu dosis surfaktan ke dalam trakea bayi prematur segera sesudah
lahir atau selama umur 24 jam.
XI. KOMPLIKASI
Komplikasi jangka pendek ( akut ) dapat terjadi :(9)
1. Ruptur alveoli : Bila dicurigai terjadi kebocoran udara ( pneumothorak,
pneumomediastinum, pneumopericardium, emfisema intersisiel ), pada bayi
dengan RDS yang tiba2 memburuk dengan gejala klinis hipotensi, apnea, atau
bradikardi atau adanya asidosis yang menetap.
2. Dapat timbul infeksi yang terjadi karena keadaan penderita yang memburuk dan
adanya perubahan jumlah leukosit dan thrombositopeni. Infeksi dapat timbul
karena tindakan invasiv seperti pemasangan jarum vena, kateter, dan alat2
respirasi.
3. Perdarahan intrakranial dan leukomalacia periventrikular : perdarahan
intraventrikuler terjadi pada 20-40% bayi prematur dengan frekuensi terbanyak
pada bayi RDS dengan ventilasi mekanik.
4. PDA dengan peningkatan shunting dari kiri ke kanan merupakan komplikasi
bayi dengan RDS terutama pada bayi yang dihentikan terapi surfaktannya.
Komplikasi jangka panjang dapat disebabkan oleh toksisitas oksigen, tekanan
yang tinggi dalam paru, memberatnya penyakit dan kurangnya oksigen yang menuju ke
otak dan organ lain. Komplikasi jangka panjang yang sering terjadi :
1. Bronchopulmonary Dysplasia (BPD): merupakan penyakit paru kronik yang
disebabkan pemakaian oksigen pada bayi dengan masa gestasi 36 minggu. BPD
berhubungan dengan tingginya volume dan tekanan yang digunakan pada
waktu menggunakan ventilasi mekanik, adanya infeksi, inflamasi, dan defisiensi
vitamin A. Insiden BPD meningkat dengan menurunnya masa gestasi.
2. Retinopathy premature
Kepaniteraan Klinik Radiologi
Rumah Sakit Sumber Waras Page 22
Periode 24 Oktober s/d 26 November 2011
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
HMD Monica (406102005)
Kegagalan fungsi neurologi, terjadi sekitar 10-70% bayi yang berhubungan
dengan masa gestasi, adanya hipoxia, komplikasi intrakranial, dan adanya
infeksi.
XII. DIAGNOSIS BANDING (17)
1. Pneumonia neonatal
Dalam diagnosis banding, sepsis akibat Streptococcus grup B kurang bisa
dibedakan dengan HMD. Pada pneumonia yang muncul saat lahir, gambaran
rontgen dada dapat identik dengan HMD, namun ditemukan coccus gram positif
dari aspirat lambung atau trakhea, dan apus buffy coat. Tes urin untuk antigen
streptococcus positif, serta adanya netropenia.
2. Transient Tachypnea of The Newborn
Takipnea sementara dapat disingkirkan karena gejala klinisnya pendek dan
ringan. Hiperaerasi adalah ciri khas TTN (kebalikan dari RDS –
hipoaerasi). Densitas retikulogranular bilateral akan hilang bilang diberi ventilasi,
sementara pada RDS gambaran opak menetap minimal 3 – 4 hari.
3. Sindroma aspirasi mekonium
Kepaniteraan Klinik Radiologi
Rumah Sakit Sumber Waras Page 23
Periode 24 Oktober s/d 26 November 2011
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
HMD Monica (406102005)
Pada gambaran rontgen terlihat adanya air trapping, gambaran opak noduler kasar
difus, serta area emfisema fokal. Berbeda dengan gambaran opak granuler halus
pada RDS. Paru-paru biasanya hiperaerasi.
4. Lain-lain
Penyakit jantung sianotik ( anomali total aliran balik vena pulmonal),
sirkulasi fetal yang persisten, sindroma aspirasi, pneumotorax spontan, efusi pleura,
eventrasi diafragma, dan kelainan kongenital seperti malformasi kistik
adenomatoid, limfangiektasi pulmonal, hernia diafragma, atau emfisema lobaris
harus dipertimbangkan, dan untuk membedakannya diperlukan gambaran rontgen.
Proteinosis alveoli kongenital adalah kelainan familial yang jarang dan
kadang muncul sebagai respiratory distress syndrome (RDS) yang berat dan
mematikan. Perdarahan paru, sepsis.
Hal-hal yang dapat menimbulkan edema paru seperti PDA, obstruction of
pulmonary venous drainage, hypoplastic left heart syndrome, dan edema pulmo
neurogenik, sekunder darimperdarahan intracranial.
Hal-hal yang diasosiasikan dengan hipoaerasi paru seperti sedasi ibu,
hipoksemia berat, hipotermia, kerusakan CNS. Keadan ini tidak menimbulkan
gambaran opak granular bilateral pada rontgen thoraks (berbeda dengan RDS).
Kepaniteraan Klinik Radiologi
Rumah Sakit Sumber Waras Page 24
Periode 24 Oktober s/d 26 November 2011
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
HMD Monica (406102005)
predisposisiUsia
kehamilanDerajat distress
Mulainya gejala
Hipoksemia HipecapneaRespon
terhadap O2Respon
terhadap IPPVSuara nafas Tanda infeksi Rontgen dada
Turun, kabur
cracklesAir
bronchogram granuler
SC Full term Kabur
ibu overhidrasi Near termVaskular marking
Cardiomegali
PretermBercak / granuler
Full term Efusi pleura
Full term Crackles. Bercak
Post term Suara bronkial Hiperinflasi
Asfiksia :MAS
Sepsis
Paru hipoplastik
Preterm Turun Kolaps paru
Full term asimetris
Mediastinal shiftnaik sampai
dikoreksi
CHD Full term Normal
Kabur, turun sampai
dikoreksivaskular marking
PBF naik Preterm crackles Cardiomegali
Full term Gelap
PretermVascular marking
Tidak ada, memburuk
dengan tekanan
berlebihan
normal -
Variabel, mungkin membaik
-
PBF turun ? -/+ Hari pertama ++/++++ - -/+
++ variabel -
? +/+++Variabel : 2-3
hari+ +/++ ++
Kebocoran udara paru
Ventilasi tekanan positif
+/++++ Variabel +/++++ +/++++
+/++++
Membaik disertai
hiperventilasi Memburuk
dengan tekanan
berlebihan
variabel -/+ Variabel
++Variabel, mungkin membaik
-
PPHN Full term ++/+++ Hari pertama ++++ -/+
MAS Fetal distress ++/+++ Sejak lahir +/++++ +/+++
+/++ ++Variabel, mungkin membaik
Turun crackles +
+++Bukan
indikasicrackles -
pneumoniaIbu mengalami
infeksi++/++++
Hari pertama / lebih
++/++++
+/+++ ++ Membaik -
TTN ++ Beberapa jam + -/+
HMD prematur preterm +++/++++ Beberapa jam ++/++++
XIII. PROGNOSIS
Prognosis sindrom ini tergantung dari tingkat prematuritas dan beratnya
penyakit. Pada penderita yang ringan penyembuhan dapat terjadi pada hari ke-3 atau
ke-4 dan pada hari ke-7 terjadi penyembuhan sempurna. Pada penderita yang lanjut
mortalitas diperkirakan 20-40 %. Dengan perawatan yang intensif dan cara pengobatan
terbaru mortalitas ini dapat menurun. Prognosis jangka panjang sulit diramalkan.
Kelainan yang timbul dikemudian hari lebih cenderung disebabkan komplikasi
pengobatan yang diberikan dan bukan akibat penyakitnya sendiri. Pada fungsi paru
yang normal pada kebanyakan bayi yang dapat hidup dari HMD, prognosisnya sangat
baik.(2)
Keseluruhan mortalitas bayi BBLR yang dirujuk ke pusat perawatan intensif
maupun secara mantap; sekitar 75% dari mereka yang berada di bawah 1.000 g
Kepaniteraan Klinik Radiologi
Rumah Sakit Sumber Waras Page 25
Periode 24 Oktober s/d 26 November 2011
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
HMD Monica (406102005)
bertahan hidup, dan mortalitas secara progresif menurun pada berat badan yang lebih
tinggi, dengan lebih dari 95% bayi sakit yang bertahan hidup beratnya lebih dari 2.500
g. walaupun 85 - 90% dari semua bayi HMD, yang bertahan hidup setelah mendapat
dukungan ventilasi dengan respirator adalah normal, harapan yang ada pada mereka
yang beratnya diatas 1.500 g adalah jauh lebih baik; sekitar 80% dari mereka yang
beratnya dibawah 1.500 g tidak mengalami sekuele neurologis atau mental. Prognosis
jangka panjang untuk tercapainya fungsi paru yang normal pada kebanyakan bayi HMD
yang bertahan hidup adalah sangat baik. Namun bayi yang berhasil bertahan hidup dari
kegagalan pernapasan neonatus yang berat dapat mengalami gangguan paru dan
perkembangan saraf yang berarti.(7)
Kepaniteraan Klinik Radiologi
Rumah Sakit Sumber Waras Page 26
Periode 24 Oktober s/d 26 November 2011
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
HMD Monica (406102005)
XIV. DAFTAR PUSTAKA
1. Asril Aminullah & Arwin Akib. Penyakit membran Hialin, dalam Markum
(editor), Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, Jilid I, Bagian Ilmu Kesehatan Anak
FKUI, Jakarta, 1991, hal. 303-306.
2. Asril Aminullah. Gangguan Pernapasan, dalam Rusepno Hassan & Husein
Alatas (editor), Ilmu Kesehatan Anak, Jilid I, Bagian IKA FKUI, Jakarta, 1985,
hal. 1083-1087.
3. Bermanshah E. Pencitraan pada kegawatan neonatus. Pendidikan Kedokteran
Berkelanjutan II (Continuing Medical Education) IDAI JAYA 2005;59-74.
4. Edited by George F. Smith, and Dharmapuri Vidyasagar, Published by Nead
Johnson Nutritional Division, 1980 Not Copyrighted by Publisher, The
Treatment of Hyaline Membrane Disease, Victor Chernick, M.D., F.R.C.P.(c.)
available from http://Historical_Review_and_Recent_Advances.
5. Honrubia.D; Stark.AR. Respiratory Distress Syndrome. Dalam : Cloherthy J,
Eichenwald EC, Stark AR,Eds. Manual of Neonatal Care,edisi 5. Philadelphia:
Lippincott Williams & Wilkins,2004:341-61.
6. Jobe.A. Pulmonary Surfactant Therapy. N Engl J Med 1993;328:861-68.
Kepaniteraan Klinik Radiologi
Rumah Sakit Sumber Waras Page 27
Periode 24 Oktober s/d 26 November 2011
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
HMD Monica (406102005)
7. Lowell A. Glasgow & James C. Over all JR. IRDS dalam Behrman & Vaughan
(editor), Nelson Textbook of Pediatric, 1st (Chapter, 12th edition, EGC, Jakarta,
1988, hal. 622-627.
8. Lucile packard children’s Hospital at Stanford. High Risk Newborn Hyaline
membrane disease/Respiratory Distress Syndrome, USA available from
http://www.google.com.
9. Pramanik.A.MD. Respiratory Distress Syndrome. dari:
http://www.emedicine.com/topic 1993 htm updated july 2,2002.
10.Pusponegoro TS. Penggunaan Surfaktan pada Sindrom Gawat Nafas Neonatal.
Continuing Education Ilmu Kesehatan Anak no 27, Nopember 1997; 89-96.
11. Rennie JM, Roberton NRC. Respiratory Distress Syndrome. Dalam A Manual
of Neonatal Intensive Care, Edisi 4.London ; Arnold, 2002:128-78.
12. Waldemar Carlo. Sindrom Distress Respirasi, dalam Klaus & Fanaroff (editor),
Penatalaksanaan Neonatus Risiko Tinggi, 4th Edition, EGC, Jakarta, 1998, hal.
286-289.
13. Ware.L, Matthay.M. The acute respiratory distress syndrome. Dari :
http;//www.N Engl J Med org. pada tgl 2 april 2005.
14. William F. Ganong. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 17, editor M.
Djauhari Widjajakusumah, EGC, Jakarta, 1998.
15.Wright Jo. Pulmonary surfactant: a front line of lung host defense. dari:
http://www.pediatrics.com/ updated juny 4, 2003.
16. http://emedicine.medscape.com/article/409409-overview
17.http://referensikedokteran.blogspot.com/2010/07/hyalin-membran-disease-
hmd.html
Kepaniteraan Klinik Radiologi
Rumah Sakit Sumber Waras Page 28
Periode 24 Oktober s/d 26 November 2011
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara