resusitasi pada neonatus

21
JURNAL READING NEONATAL RESUSCITATION: Current Issues Oleh: Fanniyah 0810713065 Pembimbing: dr. Ruddi Hartono, SpAn

Upload: kleos-d

Post on 26-Oct-2015

220 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

Tata cara resusitasi neonatus

TRANSCRIPT

Page 1: Resusitasi Pada Neonatus

JURNAL READING

NEONATAL RESUSCITATION: Current Issues

Oleh:

Fanniyah 0810713065

Pembimbing:

dr. Ruddi Hartono, SpAn

Page 2: Resusitasi Pada Neonatus

RESUSITASI PADA NEONATUS: CURRENT ISSUES

ABSTRAK

Guideline berikut ini ditujukan terhadap praktisi yang bertanggung jawab untuk

resusitasi neonatus. Mereka melakukan secara primer terhadap neonatus yang

sedang mengalami transisi dari lingkungan intrauterin ke ekstrauterin. Guideline

terbaru dari Neonatal Resuscitation telah diasimilasikan terhadap bukt-bukti

paling akhir pada resusitasi neonatus. Kontroversi tentang isu-isu resusitasi

neonatus direview dan didebatkan pada konteks konsensus ILCOR 2005.

PENDAHULUAN

Asfiksia pada neonatus terjadi pada 20,9% kematian neonatus. Walaupun

sebagian besar bayi baru lahir (90%) tidak memerlukan intervensi untuk dapat

bernafas pada saat transisi dari kehidupan intrauterin ke ekstrauterin, sedangkan

10% dari bayi baru lahir membutuhkan bantuan untuk memulai bernafas saat

lahir, dan sekitar 1% membutuhkan resusitasi yang ekstensif.

Tujuan utama resusitasi pada neonatus adalah untuk mencegah terjadinya

morbiditas dan mortalitas yang berkaitan dengan hipoksia-iskemik kerusakan

jaringan (otah, jantung, ginjal) dan juga mengupayakan respirasi dan cardiac

output yang spontan dan adekuat.

Guideline untuk resusitasi pada neonatus telah di paparkan oleh American Heart

Association dan American Academy of Paediatrics. Guideline tersebut sangat

bermanfaat untuk mengingat urut-urutan resusitasi. Kegagalan untuk mengikuti

guideline tersebut akan menghasilkan hasil yang buruk.

Assesment yang cepat pada bari bayu lahir yang tidak memerlukan resusitasi

dapat secara umum di identifikasikan dengan empat karakter berikut:

1. Apakah lahir cukup bulan?

2. Apakah cairan ketubannya bebas dari meconeal dan tanda-tanda infeksi?

3. Apakah bayi benafas atau menangis?

4. Apakah bayi tersebut memiliki tonus otot yang baik?

Jika seluruh jawaban dari pertanyaan tersebut adalah “iya”, maka bayi tersebut

tidak memerlukan resusitasi dan seharusnya tidak dipisahkan dari ibunya. Bayi

tersebut dapat dikeringkan dan diletakkan langsung pada dada ibunya dan di

Page 3: Resusitasi Pada Neonatus

selimuti dengan kain kering, untuk menjaga suhunya. Observasi pernafasan,

aktifitas dan warna harus dilakukan.

Jika terdapat jawaban yang “tidak”, terdapat persetujuan secara umum, bahwa

seharusnya bayi tersebut mendapat satu atau lebih diantara empat kategori

tindakan yang berurutan:

1. Step awal pada stabilisasi (menyediakan lingkungan yang hangat,

memposisikan, membebaskan airway, mengeringkan, stimulasi, re-posisi)

2. Ventilas

3. Kompresi dada

4. Pemberian epinefrin dan atau volume ekspansi

Keputusan untuk menuju ke kategori tindakan berikutnya dinyatakan dengan

assesment yang simultan dari ketiga tanda-tanda vitas: respirasi, denyut jantung,

dan warna. Sekitar 30 detik yang di izinkan untuk menyelesaikan setiap step, re-

evaluasi, dan memutuskan untuk beranjak ke step berikutnya (gambar 1).

INITIAL STEP

Step awal resusitasi adalah untuk menyediakan kehangatan dengan meletakkan

bayi dibawah radiant heat source, memposisikan kepala pada posisi “menghidu”

untuk membuka jalan nafas, membersihakan jalan nafas dengan bulb syringe

atau dengan suction catheter, mengeringkan bayi dan menstimulasi nafas.

Evaluasi terhadap respirasi, denyut jantung, dan warna pada bayi harus

dilakukan setiap 30 detik (gambar 1).

Saat kelahiran, jika cairan ketuban terdapat meconeal:

a. Jika bayi dalam kondisi kuat (usaha nafas yang kuat, sepeti menangis,

tonus otot yang baik, HR> 100x/menit) saat kelahiran, bersihkan jalan

nafas dengan menghisap mulut terlebih dahulu kemudian dilanjutkan

pada hidung dengan bulb syringe atau sucction catheter. Jika timbul

bradikardi saat menghisap, maka hentikan suction dan evaluasi ulang

HR. No intubation suctioning is required.

b. Jika bayi terlihat lemah (respirasi menurun, tonus otot menurun dan HR<

100 x/menit), bayi tersebut membutuhkan suction trakhea. Pertama

masukann laringoskop dan bersihkan mulut dan faring posterior dengan

suction catheter dibawah pengelihatan, kemudian masukkan

endotracheal tube ke trakea. Sertakan alat suction pada ETT. Lakukan

Page 4: Resusitasi Pada Neonatus

suction seperti tabung yang pelan-pelan di jauhkan. Ulangi bila perlu

hingga mekoneal terrecover atau hingga HR < 60 x.menit, resusitasi

harus dilakukan tanpa penundaan. Stimulasi yang lembut dan kuat

diberikan yaitu dengan mengusap telapak kaki dan memijat punggung.

c. Jika HR rendah, yaitu < 100 x/menit, ventilasi tekanan positif (VTP)

searusnya dilakukan tanpa suction trakhea

d. Jika bayi bernafas dan kulit merah muda dan memiliki HR >100 x/menit,

lakukan observasi

e. Jika bayi tidak bernafas dan terdapat apneu atau gasping, disertai HR <

100 x/menit atau tampak biru, langkah selanjutnya adalah membatu

pernafasan (assist breathing) dengan ventilasi tekanan positif dan bila

bayi sianosis diberikan supplemental oxygen

f. Setelah ventilasi 30 detik dan atau supplemental oksigen, dilakukan

evaluasi lagi

g. Jika bayi mulai bernafas, merah muda dan HR > 100 x/menit, dilakukan

tatalaksana post resusitasi

h. Jika HR >60 x/menit, tingkatkan sirkulasi dengan kompresi dada dan

ventilasi tekanan positif yang dilakukan secara berkelanjutan hingga HR

mencapai >100 x/menit dan bayi berwarna merah muda

i. Jika HR < 60 x/menit, tingkatkan sirkulasi dengan komresi dada dan VTP,

lakukan evaluasi 30 detik kemudian

j. Jika HR masi < 60 x/menit, berikan epinefrin dengan dilanjutkannya VTP

dan kompresi dada. Jika HR< 60 x/menit, kompresi dada, VTP, dan

epinefrin dapat diulang setiap 3-5 menit

k. Pada kasus plasenta previa atau kehilangan darah dari tali pusar, bayi

dapatt tidak menunjukan perkembangan meskipun telah dilakukan

ventilasi yang efektif, kompresi dada dan epinefrin. Bayi akan terlihat

pucat, capillary refill time yang menurun, nadi lemah dan denyut jantung

yang rendah. Bayi dapat jatuh ke kondisi syok hipovolemic dan

membutuhkan volume support.

Guideline tersebut digunakan pada setiap bayi lahir.

Walaupun APGAR score adalah petunjuk yang sederhana dan bermanfaat untuk

kondisi neonatus dan resusitasi, namun hal itu hanya sebuah petunjuk. Hal

tersebut bermanfaar untuk menyampaikan kondisi secara umum dan menilai

respon resusitasi sesaat, pada saat dilakukannya resusitasi. Nilai pada menit

Page 5: Resusitasi Pada Neonatus

pertama berkaitan dengan asidosis dan survival. Menit ke lima dapat atau tidak

dapat menjadi prediksi neurological outcome

Pada setiap kamar bersalin, harus terdapat area untuk dilakukannya resusitasi

neonatus, dengan dilengkapi seluruh peralatan dan obat-obatan yang dibutuhkan

(Tabel 1). Pada setiap proses kelahiran, paling tidak terdapat seseorang yang

bertanggung jawab pada bayi yang lahir. Orang tersebut harus mampu

melakukan resusitasi, termasuk pemberian ventilasi tekanan positif dan kompresi

dada.

Pada kelahiran dengan resiko tinggi, kebanyakan bayi baru lahir membutuhkan

resusitasi yang sebelumnya telah diperkirakan sebelum proses kelahiran. Jika

diperlukan resusitasi maka antisipasi sebaiknya diperlukan dengan menambah

orang yang memiliki skill dan peralatan yang telah dipersiapkan. Sebuah tim

yang terdiri dari orang-orang terlatih dibutuhkan pada saat proses kelahiran, satu

orang pada suction dan pengeringan dan sisanya untuk jalan nafas dan intubasi

endotrakhea, dan orang ke empat untuk medikasi. Jika kelahiran premature (< 37

minggu usia kehamilan), maka dibutuhkan sebuah preparasi khusus.

SPECIAL SITUATION

Kondisi seperti atresia koana, malformasi jalan nafas faring, laringeal web,

pneumothoraks, efusi pleura, hernia diafragmatika harus diperhatikan. Pada

kondisi tersebut membutuhkan intervensi yang segera seperti meletakkan airway

pada mulut untuk patensinya dengan menggunakan nasofaring airwat,

tracheotomy atau dengan insersi intercostal drain.

POST-RESUSCITATION CARE

Infant yang membutuhkan resusitasi adalah dalam resiko menunnya kondis

setelah tanda-tanda vitalnya kembali normal. Apabila ventilasi dan sirkulasi yang

adekuat telah dicapai, bayi tersebut harus dipertahankan atau dipindahkan ke

lingkungan yang mana monitoringnya lebih ketat dan penatalaksanaan antisipasi

dapat dilakukan.

GUIDELINES FOR WITHHOLDING AND DISCONTINUING RESUSCITATION.

Morbiditas dan mortalitas dari bayi baru lahir bermcam-macam tergantung dari

regio dan kemampuan sumber daya.

1. Withholding resuscitation

Page 6: Resusitasi Pada Neonatus

Pada kondisi yang berhubungan dengan mortalitas yang tinggi dan hasil yang

buruk, usaha withholding resusitasi dapat dipertimbangkan, terutama ketika

disertai dengan persetujuan orang tua. Suatu pendekatan yang konsisten dan

terkoordinasi terhadap individu yang dilakukan oleh tim obstetric dan

neonatus dan orang tua pasien adalah suatu tujuan yang penting.

Non-inisiasi resusitasi dan discontinuitas dari terapi untuk mempertahankan

hidup atau setelah resusitasi secara etik ekuivalen, dan klinisi seharusnya

tidak perlu ragu untuk menarik tindakan tanpa kelangsungan hidup

fungsional. Guideline selanjutnya harus ditafsirkan”

a. Ketika kehamilan, berat bayi lahir atau kongenital anomali berkaitan

dengan kematian yang cepat dan menimbulkan kecacatan yang tinggi

dan tidak dapat diterima, maka resusitasi tidak diindikasikan, sebagi

contoh, prematuritas yang ekstreme (usia kehamilan < 23 minggu

atau berat badan lahir < 400 g), anensepaly atau abnormalitas

kromosom, seperti trisomi 13

b. Pada kondisi dengan angka kelangsungan hidup yang tinggi dan

morbiditas yang dapat diterima, resusitasi hampir selalu diindikasikan,

sebagai contoh bayi dengan usia kehamilan 25 minggu dan bayi

dengan kongenital malformasi

c. Pada kondis yang berkaitan dengan prognosis yang tidak dapat

diperkirakan, dimana kelangsunga hidup pada borderline, angka

morbiditas yang tinggi dan antisipasi beban pada anak tinggi,

keinginan orang tua untuk dilakaukan inisiasi resusitasi harus di

dukung.

2. Discontinuing resuscitative efforts

Bayi tanpa tanda-tanda kehidupan (tidak ada denyut jantung dan tidak ada

usaha nafas) setelah 10 menit resusitasi menunjukkan mortalitas yang tinggi

atau neuro-developmental disability. Bagaimanpun juga setelah 10 menit

dilakukannya usaha resusitasi yang adekuat dan berkelanjutan,

pengehentian resusitasi dibenarkan.

CURRENT ISSUES

Kontrol Suhu

Page 7: Resusitasi Pada Neonatus

Sebagai standar secara umum bayi baru lahir, thermal care (menganti selimut

yang basah, pengeringan yang sesuai, mengahngatkan tempat, membungkus

bayi dengan selimut yang hangat, meletakkan bayi pada kulit-ke-kulit dengan

ibunya dan menyelimuti keduangan dengan selimut) dan meletakkan bayi yang

telah kering dibawah infant warmer adalah tindakan yang efktif untuk menjaga

suhu tubuh agar tetap normal. Beberapa percobaan telah menunjukkan, untuk

menyertai pemanasan dengan radiasi, menyelimuti bayi prematur hingga leher

dengan plastik transparan (tahan panas, food-grade) tanpa dilakukan

pengeringan terlebih dahulu, menghasilkan suhu tubuh yang lebih tinggi pada

bayi baru lahir, khususnya pada bayi dengan usia kehamilan < 28 minggu. Hanya

bagian kepala saja yang dikeringkan dan ditutupi dengan topi. Seluruh prosedur

resusitasi tersebut, termasuk intubasi, kompresi dada, dan pemasangan central

line, dapat dilakukan dengan plastik yang ditutpi pada bayi tersebut. Saat ini,

tidak ditemukannya adanya bukti bahwa prosedur tersebut meningkatkan

mortalitas atau hasil akhir jangka panjang. Monitoring dari suhu tubuh harus

dilakukan, khususnya ketika resusitasi dalam waktu lama, untuk menjegah

timbulnya hipertemia.

Bayi yang lahir dari ibu yang sedang febris telah dilaporkan memiliki insiden

depresi nafas perinatal yang lebih tinggi, neonatal seizure, cerebral palsy dan

meningkatnya resiko mortalitas. Hipertermia harus dihindari. Tujuannya adalah

untuk mencapai normotermi dan menghindari hipertermia iatrogenik.

Membersihkan jalan nafas dari meconium

Aspirasi mekoneal sebelum kelahiran, saat proses kelahiran atau saat resusitasi

dapat menyebabkan meconeal aspiration pneumonia (MAS) yang berat pada 2-

9% dari bayi baru lahir. Salah satu teknik obstetrik dengan tujuan untuk

menurunkan aspirasi dengan melakukan suction mekoneal dari jalan nafas bayi

setelah kepala dilahirkan, namun sebelum melahirkan bahu (intrapartum suction).

Beberapa study menyebutkan bahwa suction intrapartum dapat efektif untuk

menurunkan resiko aspirasi sindrom, namun bukiti dari percobaan yang besar

tidak menunjukan hasil tersebut. Sehingga, rekomendasi saat ini hal tersebut

sudah tidak lagi disarankan untuk dilakukan suction intrapartum orofaring dan

nasofaring secara rutin. Pada kasus adanya mekoneal pada cairan amnion dan

bayi yang tampak tidak kuat, suction endotrakheal dengan intubasi atau suction

secara langsung disarankan. Jika bayi tersebut kuat, suction endotrakhea tidak

Page 8: Resusitasi Pada Neonatus

direkomendasikan, karena hal tersebut dapat menyebabkan hal yang berbahaya

dan tidak dapat meningkatkan hasil yang baik.

Pemberian oksigen

Bayi baru lahir yang normal dapat memiliki dan mempertahamkan membran

mukosa yang berwarna merah muda tanpa diberikan oksigen. Pemberian

oksimetri secara berkelanjutan menunjukkan bahwa transisi neonatus adalah

suatu proses yang gradual. Healthy term newborn memiliki pre-ductal oksigen

saturasi antara 79-91%, 5 menit setelah kelahiran, dan membutuhkan waktu > 10

menit untuk mecapa saturasi oksigen preductal >95% dan hampir 1 jam untuk

mencapai saturasi preduktal >95%.

Kelahiran bayi melalui proses sectio caesaria dan prematur mecapai saturasi

oksigen preduktal rata-rata 90%, 2 menit lebih lama dari bayi sehat yang cukup

bulan. terdapat perhatian tentang potensial adverse effect dari pemberian

oksigen 100% pada fisiologi penafasan, sirkulasi otak, dan kerusakan jaringan

dari radikal bebas oksigen. Namun, juga terdapat perhatian terhadap kerusakan

jarungan dari oksigen deprivasi daat dan setelah asfiksi. Studi tentang tekanan

darah, perfusi cerebral, dan pengukuran biokimia terhadap kerusakan sel pada

hewan coba yang asfiksi, dilakukan resusitasi dengan oksigen 100% dan oksigen

21% (udara ruangan) menunjukkan hasil yang menimbulkan konflik. Studi pada

bayi prematur (usia kehamilan < 33 minggu) yang dipaparkan dengan oksigen

80% memiliki cerebral blood flow yang lebih rendah ketika dibandingkan dengan

yang menggunakan oksigen 21%. Meta analisis menyatakan adanya reduksi dari

angka mortalitas dan tidak ada bahaya yang timbul pada bayi yang diresusitasi

pada suhu ruangan daripada dengan oksigen 100%,

Suplementasi oksigen di rekomendasikan ketika ventilasi tekanan positif

diindikasikan untuk resusitasi; free-flow oksigen seharusnya diberikan ke bayi

yang bernafas, namun terdapat sianosis sentral. Pendekatan standar untuk

resusitasi adalah dengan menggunakan oksigen 100%. Beberapa klinisi memulai

resusitasi dengan konsentrasi oksigen kurang dari 100% dan beberapa

menggunakan oksigen ruangan. Kedua hal tersebut dalam resusitasi merupakan

hal yang masuk akal. Jika klinisi memulai resusitasi dengan udara ruangan,

suplementasi oksigen harus siap untuk digunakan bila tidak diapatkan adanya

peningkatan dalam 90 detik setelah kelahiran. Pada situasi dimana

supplementasi oksigen tidak siap diberikan, VTP harus dilakukan dengan udara

Page 9: Resusitasi Pada Neonatus

ruangan. Pemberian berbagai konsentrasi dari oksigen yang di amati dengan

pulse oximetri dapat meningkatkan kemampuan mencapai normoxia lebih cepat.

Initial breath dan assisted ventilation

Pad bayi cukup bulan, inflasi inisial- baik spontai maupun dibantu- menghasilkan

kapasitas residual fungsional. Tekanan yang optimal, waktu inflasi dan flow rate

dibutuhkan untuk menimbulkan fungsional kapitas residual belum dinyatakan.

Inflation breath digunakan pada resusitasi bayi baru lahir, untuk memfasilitasi

aerasi dari cairan yang mengisi paru-paru dengan memberikan tekanan yang

tinggi pada jangka waktu yang lama. Ketika tekanan 30 cm H2O diberikan

dealam waktu 5 detik, volume paru yang lebih tinggi dicapai daripada

convensional one-second inflation. Salah satu percobaal pada bayi preterm

menunjukkan inisial inflasi melalui nasofaring tub yang diikuti oleh nasal

ContinousPositive Airway Pressure (CPAP), menurunkan kebutuhan intubasi.

Walaupun bukti berdasarkan beberapa studi, inflasi pernafasan memiliki efek

positif pada postnatal adapsi untuk bay baru lahin dalam kebutuhan resusitasi.

Biasanya, rata-rata inisasi puncak tekanan inflasi dari 30 hingga 40 cm H2)

secara sukses mampu memventilasi bayi yang tidak berespon. Ventilasi assited

rate dari 40 hingga 69 nafas/menit secara umum digunakan, namun efikasi relatif

dari berbagai rate telah di infestigasi.

Pengukuran primer dari inisiasi ventilasi yang adekuat sesuai peningkatan denyut

jantung. Pergerakan dinding dada harus di asses jika denyut jantung tidak ada

perbaikan. Jika tekanan inflasi di monitor, tekanan inisial inflasi dari 20 cm H2O

dapat efektif, namun 30-40 cm H2O diperlukan pada beberapa kondisi bayi tanpa

ventilasi spontan. Jika tekanan tidak dimonitor, inflasi minimal dibutuhkan untuk

mencapai peningkatan denyut jantung digunakan. Terdapat bukti yang kurang

untuk direkomendasi waktu inflasi yang optimum. Kesimpulannya, assisted

ventilation sehursnya di berikan dengan kecepatan 40-60 kali/menit, untuk

mecapai atau mempertahankan denyut jantung >100 x/menut. Tekanan yang

optimal, waktu inflasi dan alirannya dibutuhkan untuk menyediakan efektif

fungsional residual kapasitas belum dinyatakan.

Alat

Ventilasi yang efektif dapat dicapai dengan self-inflating bag, flow-inflating bag

atau dengan T-piece. T-piece adalah alat mekanik yang berkatub, yang di atur

Page 10: Resusitasi Pada Neonatus

untuk mengkontrol aliran dan tekanan yang terbatas. Katub pop-off dari self-

inflating bag bergantung dengan aliran, dan pengatur tekaa dapat meningkatkan

katub. Target tekanan inflasi dan waktu inspirasi yang panjang secara konsisten

dicapai dengan T-piece, daripada dengan bag, walaupun dengan implikasi

klinisnya belum jelas.

Laringeal mask airway (LMA) yang sesuai dengan laringeal inlet menunjukkan

memiliki efektifitas untuk ventilasi pada bayi baru lahir nearly-term dan bayi full-

term. Terdapat keterbatasan data pada pengguaan LMA pada bayu preterm

yang kecil. Penggunaan LMA dapat menyediakan ventilasi yang efektif pada

suatu waktu yang konstan dengan petunjuk resusitasi. Sebuah percobaan

menemukan tidak adanya perbedaan klinis yang signifikan antara penggunaan

LMA dan endotrakheal intubasi ketika penggunaan bag-mask ventilation gagal.

Ketika bag-mask ventilasi tidak berhasil dan intubasi endotrakheal tidak dapat

dilakukan maupun tidak berhasil, LMA mampu menyediakan ventilasi yang

efektif. Terdapat bukti yang kurang untuk untuk menyokong penggunaan rutin

LMA sebagai alat primer untuk jalan nafas saat dilakukan resusitasi neonatus,

pada kasus didapatkannya meconeal pada cairan ketuban, ketika butuh

dilakukannya kompresi dada, pada bayi berat lahir rendah atau untuk proses

kelahiran yang dibutuhkan memasukkan obat emergensi melalui intratrakhea.

Pada kondisi ventialasi masker tidak berhasil,dimana menggunakan

endotrakheal intubasi tidak memungkinkan dilakukan, LMA dapat dijadikan

pilihan alternatif yang baik.

Endotrakheal tube placement

Intubasi endotrakheal dapat diindikasikan pada beberapa kondisi saat resusitasi

neonatus:

a. Ketika suction trakhea untuk mekonium diperlukan

b. Jika ventilassi bag-mask tidak efektif atau lama

c. Ketika kompresi dada dilakukan

d. Ketika diperlukan pemberian medikasi melalui endotrakhea

Pada kasus resusitasi yang khusus seprti congenital diafragmatika hernia atau

berat badal lahir sangat rendah (<1000 gram), penggunaan intubasi endotrakhea

tergantung pada skill dan pengalam dari penyedia layanan.

Setelah intubasi endotrakhea dan administrasi tekanan positif yang intermiten,

peningkatan denyut jantung adalah indikasi yang terbaik bila ETT tersebut pada

Page 11: Resusitasi Pada Neonatus

tracheobronchial tree dan memilki ventilasi yang efektif. Deteksi CO2 yang

dikeluarkan efektif sebagai konfirmasi peletakan ETT pada infant dan infant

dengan berat badan lahir sangat rendah. Deteksi CO2 yang dihembuskan

bermanfaat sebagi informasi yang cepak untuk posisi yang akurat dari ETT,

khususnya bila masih ada keraguan dari klinis. Hasil tes yang positif (deteksi

CO2 yang dihembuskan) pada pasien dengan cardiac output yang adekuat

menyatakan bahwa peletakan ETT pada trakhea, namun apabila hasil tes negatif

(tidak ada CO2 yang terdeteksi) sangat kuat diduga terjadi intubasi esofagus.

Tanda klinis lainnya peletakan ETT sesuai di tempatnya adalah dengan visual

asessment saat dilakukan intubasi, condensed humidified gas saat ekshalasi,

adanya atau tidak adanya oergerakan dinding dada dan metode konfirmasi

setelah intubasi, jika denyut jantung masih rendah dan tidak meningkat. Metode-

metode tersebut harus di evaluasi secara sistematis pada neonatus.

Kompresi dada

Kompresi dada diindikasikan untuk HR< 60 x/menit seain adekuat ventilasi

dengan pksigen supplementasi selama 30detik. Ventilasi sebagai tindakan yang

paling efektif pada resusitasi neonatus dan karena kompresi dada sepertinya

berkompetisi dengan ventilasi yang efektif, penolong harus memastikan bila

asissted ventilasi harus diberikan optimal sebelum dilakukan kompresi dada.

Kompresi dilakukan pada 1/3 sternum, dan dengan kedalaman 1/3 diameter

jarak anterior-posterior dada.

Dua teknik yang dapat dilakukan (gambar 2):

a. Kompresi dengan kedua ibu jari dengan jari lainnya mengitari dada dan

menopang punggung

b. Kompresi denga 2 jari dengan tangan satunya menyokong punggung.

Teknik yang pertama dapat memicu puncak sistolik yang lebih tinggi begitu juga

dengan perfusi koronernya dari pada dengan teknik 2 jari. Teknik yang pertama

direkomendasikan pada bayi yang baru saja lahir. Bagaimanapun juga, teknik 2

jari lebih dipilih ketika akses terhadap umbilikus di butuhkan saat pemasangan

kateter umbilikal.

Kompresi dan ventilasi harus terkoordinasi untuk mencegah simultaneous

delivery. Dada harus dikondisikan untuk dapat ekspansi secara maksimal saat

Page 12: Resusitasi Pada Neonatus

relaksasi, namun jari tidak boleh lepas dari dinding dada. Perbadingan kompresi

dan ventilasi adalah 3:1 dengan 90 kompresi dan 30 ventilasi untuk mencapai

120 tindakan permenitnya, untuk memaksimalkan ventilasi pada pada rate yang

dapat diterima. Sehingga pada setiap tindakan dilakukan dalam hitungan detik.

Bagaimanapun juga, kompresi dada hanya akan efektif jika paru telah teraerrasi,

memiliki pernafasan yang berkualis dan komresi lebih penting dari pada rate-nya.

Medication

Obat-oabatan jarang diindikasikan saat resusitasi dari bayi baru lahir. Bradikardi

biasanya karena inflasi paru yang tidak adekuat atau hipoksemia dalam, dan

mengupayakan ventilasi yang adekuat adalah hal yang penting untuk di koreksi.

Bagaimanapun juga bila HR masih < 60 x/menit selain adekuat ventilasi dengan

oksigen 100% dan kompresi dada, pemberian epinefrin atau ekpasi volume, atau

keduanya dapat diindikasikan. Yang jarang digunakan adalah buffer, antagonis

narkotik atau vasopressor bermanfaat setelah reusitasi.

Epinephrine

Guideline yang terdahulu merekomendasikan dosis inisial epinefrin diberikan

melalui endotracheal tube karena pada dosis tersebut lebih cepat tercapai

daripada melalui intravena. Studi pada hewan coba menunjukkan efek positif dari

epinefrin endotrakhea, menggunakan dosis lebih tinggi daripada yang

direkomendasikan. Bagaimanapun juga, dosis rekomendasi 0.01 atau 0.03

mg/kg yang diberikan endotrakhea tidak menimbulkan efek. Studi pada hewan

dan pediatri menunjukkan exaggerated hypertension, penurunan fungsi

miokardium dan memperburuk fungsi neurologis setelah pemberian dosis yang

lebih tinggi (0.1 mg/kg) melalui IV. Maka, pemebrian secara IV dengan dosis

0.01-0.03 ,g/kgBB per dosis merupakan rute pemberian yang disarankan, karena

akses intravena pada neonatus dapat dengan mudah dicapai dengan memasang

kateter vena umbilikus. Ketika akses tidak dapat tercapai, dosis yang lebih tinggi

(0.1 mg/kgBB) melalui ETT dapat digunakan, namun keamanan dan efikasi dari

pelakuan tersebut belum dapat di evaluasi. Konsentrasi epinefrin yang diberikan

baik melalui ETT maupun IV 1:10000 (0.1mg/ml). Studi observasional pada anak-

anak dan hewan coba menunjukkan hasil akhir yang tidak lebih baik ketika ketika

dosis intravena yang lebih tinggi digunakan. Sebagai tambahan, dosis intravena

yang tinggi dapat meningkatkan resiko perdarahan intrabentrikular pada bayi

Page 13: Resusitasi Pada Neonatus

preterm. Sehingga dosis yang direkomendasikan melalui intravena (vena

umbilikalis) 0,01-0.03 mg/kg. Dosis tersebut dapat diulang setiap satu hinga tiga

menit.

Volume expansion

Volume ekspansi harus dipikirkan ketika dicurigai adanya kehilangan darah pada

bayi yang terlihat mengalami syoj (kulit yang pucat, perfusi yang buruk, nadi yang

lemah) dan tidak berespon terhadap resuscitative measures. Daripada albumin,

larutan kristaloid isotonik lebih dipilih sebagai larutan untuk volume ekspansi

pada kamar bersalin. Dosis yang direkomendasikan adalah 10 ml/kg normal

saline, yang mana dapat diulang. Pada bayi prematur, pemberian volume

ekspander yang terlalu cepat harus dihindari, karena pemberian yang cepat dan

dalam jumlah banyak dapat menyebabkan perdarahan intraventrikular. Volume

ekspansi emergensi dapat disertai dengan larutan kristaloid isotonik atau O-

negatif sel darah merah. Cairan yang mengandung albumin sudah tidak

digunakan sebagai volume ekspansi inisial. Akses intraoseus dapat menyediakan

rute alternatif untuk medikasi atau volume ekspansi.

Naloxone

Nalokson bukan merupakan obat pilihan sebagai usaha awal resusitasi pada bayi

baru lahir dengan depresi pernafasan. Jika pemberian nalokson dilakukan,

denyut jantung dan warna harus didukung dengan ventilasi. Cara pemberian

yang direkomendasikan melalui intravena atau intamuskular. Dosis yang

direkomendasikan adalah 0.1 mg/kg, namun tidak ada penelitian yang meneliti

tentang efikasi dosis tersebut pada bayi baru lahir. Naloxon yang diberikan pada

bayi yang lahir dari ibu yang ketergantungan opioid berkaitan dengan kejang.

Sehingga, naloxon harus dihindari pada bayi dengan ibu yang mengalami

penyalahgunaan opioid. Nalokson diindikasikan pada bayi untuk reversal

respiratory depresi, sekunder dari maternal opioid, diberikan 4 jam sebelum

proses kelahiran. Malokson memiliki half-life yang lebih singkat daripada

maternal opiod yang original. Sehingga, neonatus harus dimonitor secara ketat

untuk timbul kembalinya apneu atau hipoventilasi dan beberapa dosis nalokson

dapat dibutuhkan.

Glukosa

Page 14: Resusitasi Pada Neonatus

Kadar glukosa yang rendah berkaitan dengan adverce neurologic outcome pada

hewan coba neonatus. Hewan neonatus yang hipoglikemia pada saat anoksia

atau hipoksik-iskemi menimbulkan area infark serebral yang lebih besar atau

menurunnya kemampuan untuk bertahan atau keduanya, ketika dibandingkan

dengan kontrol. Salah satu studi klinis menunjukkan buhungan antara

hipoglikemi dan buruknya neurologic outcome pada asfiksia perinatal.

Kadar glukosa darahberkaitan dengan kerusakan otak setelah asifiksi dan

resusitasi tidak dapat dinyatakan berdasarkan bukti yang ada. Infant

membutuhkan resusitasi harus dimonitor dan diterapi untuk menjaga level

glukosa; 50% dekstrosa dalam dosiis 0.5 ml/kg dapat diberikan untuk

mengkoreksi hipoglikemia

Sodium bicarbonate

Penggunaan natrium bikarbonat saat resusitasi masih kontroversial. Hal tersebut

tidak dapat bernamfaat untuk koreksi metabolik asidosis setelah diberikan

resusitasi dalam waktu lama. Bagaimanapun hal ini dapat berbahaya, jika

diberikan lebih awal, seperti tercampur dengan asam dan membentuk karbon

dioksida. Paru-paru harus secara adekuat diventilasi untuk membuang karbon

dioksida. Dosis yang diberikan adalah 1-2 mEq/Kg dosis diberikan sebagai 4.2%

cairan ().5 mEq/ml) pada rate 1 mEq/Kg/menit

Induced hipotermia

studi yang dilakukan masih memiliki konflik. Salah satu percobaan mulicenter

tidak menunjukkan perbedaan pada jumlah bayi yang bertahan dengan

disabilitas yang banyak ketika head cooling dilakukan. Percoban multicenter

yang besar juga menyatakan, dengan percobaan yang kecil yang mengevaluasi

hipotermia sistemik, menemukan penurunan yang signifikan pada kematian atau

diasabitilas yang sedang pada usia 12-18 bulan. peningkatan yang cepat pada

suhu tubuh dapat menyebabkan hipotensi. Pendinginan dibawah suhu inti <33 C

dapat menyebabkan aritmia, perdarahan, trombosis dan sepsis, namun penetiliat

tidak melaporkan komplikasi tersebut dengan hipotermias. Menghindari

hipertermia penting bagi infant yang mana dapat memiliki kejadian hipoksik-

iskemik.

Terdapat data yang kurang untuk direkomendasikan untuk melakukan sistemik

atau selektif hipotermia cerebral secara rutin setelah resusitasi pada infant yang

Page 15: Resusitasi Pada Neonatus

dicurigai asfiksi. Penelitian lebih laanjut dibutuhkan untuk menyatakan mana

yang paling menguntungkan dan metode pendinginan mana yang efektif.

KESIMPULAN

Resusitasi neonatus berkontribusi untuk penatalaksanaan yang lebih baik dari

bayi baru lahir. Banyak hal penting yang harus diperhatikan saat resusitasi

neonatus yang masih perlu dijawab kedepannya, seperti efek dari suction

endotracheal pada kondisi ketuban mekoneal, bayi yang tidak kuat, hasil akhir

bayi yangg diterapi dengan ditutp oleh plastik, efek inflasi pernafasan dengan

postive-end ekspiratory pressure pada adaptasi postnatal untuk bayi, persentasi

dan waktu penambahan oksigen pada bayi baru lahir tidak berespon diawal,

penggunaan CPAP saat resusitasi neonatus, efikasi dosis intravena epinefrin

pada bayi baru lahir dengan asistol dan hasil akhir pada bayi yang diterapi

dengan hiptermia, sebagai tambahan,implementasi dan latihan dari guidline

terbaru pada Neonatal life support program akan lebih berkonstribusi terhadap

peningkatan tatalaksana bayi baru lahir.