ringkasan desertasi interferensi …repository.ugm.ac.id/digitasi/download.php?file=3141_rd...tabel...

17
1 RINGKASAN DESERTASI INTERFERENSI GRAMATIKA BAHASA INDONESIA KE DALAM BAHASA PRANCIS OLEH PEMBELAJAR BERBAHASA INDONESIA Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S3 (Doktor) Program Studi Linguistik Jurusan Ilmu-Ilmu Humaniora Oleh Roswita Lumban Tobing 09/293575/SSA/00306 PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS GAJAH MADA YOGYAKARTA 2012

Upload: vunguyet

Post on 10-Sep-2018

247 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

1

RINGKASAN DESERTASI

INTERFERENSI GRAMATIKA BAHASA INDONESIA

KE DALAM BAHASA PRANCIS

OLEH PEMBELAJAR BERBAHASA INDONESIA

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat

Sarjana S3 (Doktor) Program Studi Linguistik

Jurusan Ilmu-Ilmu Humaniora

Oleh

Roswita Lumban Tobing

09/293575/SSA/00306

PROGRAM PASCASARJANA

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS GAJAH MADA

YOGYAKARTA

2012

2

A. PENDAHULUAN

Masyarakat yang biasa menggunakan dua bahasa atau lebih secara bergantian

untuk tujuan yang berbeda merupakan agen pengontak dua bahasa. Semakin besar jumlah

orang yang seperti ini, semakin intensif pula kontak antara dua bahasa yang mereka

gunakan. Kontak ini menimbulkan saling pengaruh, yang manifestasinya menjelma di

dalam penerapan kaidah bahasa pertama (L1) di dalam penggunaan bahasa kedua ( L2 ).

Keadaan sebaliknya pun dapat terjadi di dalam pemakaian sistem L2, pada saat

penggunaan L1. Salah satu dampak negatif dari praktek penggunaan dua bahasa secara

bergantian adalah terjadinya kekacauan pemakaian bahasa, yang lebih dikenal dengan

istilah interferensi.

Sebagai sebuah sistem, bahasa memiliki norma-norma yang selalu digunakan dan

ditaati oleh penutur bahasa. Norma antara suatu bahasa berbeda dengan bahasa yang

lainnya. Demikian pula dengan bahasa Prancis dan bahasa Indonesia, kedua bahasa ini

berasal dari rumpun bahasa yang berbeda. Bahasa Prancis termasuk dalam rumpun

bahasa Roman, bahasa yang menggunakan perubahan bentuk leksikalnya, seperti

konjugasi verba dan konkordasi yang disesuaikan dengan jenis dan jumlah subjek dalam

kalimat (Crystal, 1992: 297). Sementara itu, bahasa Indonesia termasuk dalam rumpun

Austronesia, tidak memiliki perubahan bentuk dalam setiap morfemnya (Keraf, 1990: 57,

Lehman, 1995: 67-68)). Oleh karena itu, bagi penutur berbahasa Indonesia, hal tersebut

sering menimbulkan masalah pada saat mereka menggunakan bahasa Prancis, terutama

bagi yang sedang mempelajari bahasa tersebut. Mereka akan mencampur kaidah bahasa

Indonesia, yang merupakan bahasa ibu, dengan kaidah bahasa Prancis yang akan

dikuasainya. Percampuran unsur-unsur bahasa oleh penutur ini sering menimbulkan

kesalahan-kesalahan pada saat mereka menggunakan bahasa yang sedang dipelajarinya,

yang diakibatkan oleh interferensi bahasa mereka (bahasa Indonesia) ke dalam bahasa

Prancis. Salah satu usaha untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah menganalisis

bentuk-bentuk interferensi bahasa Indonesia (L1) ke dalam bahasa Prancis (L2) yang

dilakukan oleh pembelajar berbahasa Indonesia. Analisis terhadap bentuk-bentuk

interferensi tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan analisis struktural.

3

Selanjutnya Analisis terhadap penyebab terjadinya interferensi dilakukan dengan

membandingkan kaidah bahasa (Prancis dan Indonesia), yaitu dengan analisis kontrastif.

Analisis kontrastif adalah cabang ilmu linguistik yang mengkaji tentang sistem bahasa

dengan cara perbandingan dua bahasa atau lebih untuk menemukan persamaan dan

perbedaan bahasa-bahasa yang diperbandingkan (Poedjosoedarmo, 2003: 49,

Fisiak,1981: 1).

Penguasaan bahasa pertama dapat membantu pembelajar dalam upaya

mempelajari bahasa keduanya jika mereka menemukan persamaan-persamaan diantara

kedua bahasa tersebut. Namun perbedaan antara bahasa Prancis dan bahasa Indonesia

lebih banyak daripada persamaannya. Oleh karena itu, hal ini merupakan salah satu yang

perlu mendapatkan perhatian, dan dicari solusi pemecahannya. Seperti yang dikatakan

Richards (1977: 192) dan Chaer (1995: 158) bahwa adanya perbedaan kaidah bahasa

sering kali menyebabkan pembelajar mengalami kesulitan dan melakukan kesalahan

dalam mempersepsikan dan menginternalisasikan konsep bahasa asing yang

dipelajarinya. yang mengakibatkan interferensi dari bahasa ibu (L1) ke bahasa sedang

mereka pelajari (L2). Beranjak dari uraian di atas, perbedaan sistem bahasa Prancis dan

bahasa Indonesia yang mengakibatkan terjadinya interferensi berbahasa (dalam hal ini

interferensi bahasa Indonesia ke dalam bahasa Prancis) merupakan masalah yang menarik

dan penting untuk diteliti, sehingga diangkat menjadi masalah utama dalam penelitian ini.

Melalui penelitian ini diharapkan dapat diperoleh bentuk-bentuk interferensi

bahasa Indonesia ke dalam bahasa Prancis oleh pembelajar berbahasa Indonesia.

Selanjutnya, hasil analisis akan memberi sumbangan secara teoretis terhadap teori

pemerolehan bahasa. Informasi yang diperoleh dari analisis tersebut dapat digunakan

sebagai penentu langkah yang harus dilakukan penutur berbahasa Indonesia menuju ke

arah tercapainya kompetensi yang diharapkan sesuai dengan kebutuhan. Selain itu,

penelitian ini juga dapat digunakan sebagai masukan bagi para dwibahasawan yang ingin

memiliki kemampuan berbahasa Prancis dalam usahanya mencapai keberhasilan

berbahasa Prancis.

Analisis tentang perbedaan konstruksi kedua bahasa ini (bahasa Prancis dan

bahasa Indonesia), juga dapat digunakan untuk membantu meramalkan masalah-masalah

4

yang akan dihadapi penutur berbahasa Indonesia yang disebabkan perbedaan linguistik

antara bahasa ibu dan bahasa sasaran.

Penelitian ini akan dilaksanakan dengan menggunakan teori yang berhubungan dengan

(1) interferensi, (2), kontak bahasa (3), teori analisis kontrastif, dan (4) bahasa dan budaya.

1. Interferensi

Weinreich menjelaskan bahwa interferensi sebagai suatu bentuk penyimpangan

dalam penggunaan bahasa dalam norma-norma yang ada sebagai akibat adanya kontak

bahasa atau pengenalan lebih dari satu bahasa (penggunaan unsur bahasa yang satu pada

bahasa yang lain ketika berbicara atau menulis). Interferensi terjadi jika unsur-unsur

bahasa lain digunakan dalam suatu bahasa yang berbeda yang mengakibatkan terjadinya

penyimpangan-penyimpangan terhadap kaidah atau aturan bahasa yang digunakan (chaer,

1995; Beardsmore, 1982; Bialystok,1990).

2. Kontak Bahasa

Menurut Romaine (1995: 54) bilingualism adalah pemakaian dua bahasa secara

bergantian. Oleh karena itu, penggunaan dua bahasa atau lebih oleh seseorang akan

mengakibatkan terjadinya pengaruh diantara bahasa-bahasa yang dikuasai. Saling

pengaruh antara bahasa-bahasa yang dikuasai tersebut dapat mengakibatkan saling

kontak bahasa. Hal ini sejalan dengan yang diutarakan oleh Wijana (2004: 4-5), Romaine

(1989: 39), Kridalaksana (1985: 25), Weinreich (1979: 11) bahwa kontak bahasa dapat

terjadi karena adanya penggunaan dua bahasa atau lebih dan terjadi persentuhan antara

bahasa-bahasa tersebut yang mengakibatkan adanya kemungkinan pergantian pemakaian

bahasa-bahasa yang dipergunakan oleh penutur dalam konteks sosialnya. Peristiwa ini

tampak dalam wujud kedwibahasawan. Mereka yang meng- gunakan dua bahasa, tingkat

penguasaan bahasa keduanya bermacam-macam, dari tingkat pemula, yaitu mereka yang

sedang mempelajari bahasa pada tahap awal, hingga mereka yang telah menguasai bahasa

keduanya dengan baik. Tingkat kedwibahasawan dapat dilihat dari penguasaan unsur

gramatika, leksikal dan semantik (Chaer , 2004: 85-86).

3. Analisis Kontrastif

Menurut Fisiak (1981), analisis kontrastif merupakan subdisiplin dalam bidang

linguistik yang membandingkan ciri-ciri linguistik tertentu secara sistematik terhadap dua

5

bahasa atau lebih dengan tujuan untuk melihat perbedaan dan persamaan antara bahasa-

bahasa yang diteliti. Selanjutnya menurut James (1998), analisis kontrastif ialah analisis

yang digunakan untuk mencari perbedaan yang sering membuat pembelajar bahasa kedua

mengalami kesulitan dalam memahami dan menguasai bahasa tersebut. Dengan adanya

analisis kontrastif ini diharapkan pembelajar dapat memahami bahasa kedua atau bahasa

asing yang sedang dipelajarinya dengan lebih mudah. Secara khusus analisis kontrastif

adalah kegiatan membandingkan struktur bahasa ibu atau bahasa pertama (Ll) dengan

bahasa yang diperoleh atau dipelajari setelah bahasa ibu, yang lebih dikenal dengan

bahasa kedua (L2) untuk mengidentifikasi perbedaan antara kedua bahasa tersebut.

4. Bahasa dan Budaya

Wijana (2004: 109), yang mengatakan bahwa keterkaitan antara bahasa dan

budaya serta permasalahan-permasalahan yang berhubungan dengan hal tersebut akan

selalu tampak dalam segala aktivitas komunikasi suatu masyarakat tutur. Selanjutnya

Gunarwan (2003: 40-41) mene- kankan bahwa bahasa memegang peran penting sebagai

alat transmisi budaya dari satu generasi ke generasi berikutnya. Dengan demikian,

pengungkapan nilai-nilai budaya dan pandangan dunia hanya dapat dilakukan secara

tepat dengan menggunakan bahasa.

Demikian pula dalam penggunaan bahasa Prancis akan selalu terkait dengan

budaya masyarakat Prancis, misalnya pada bentuk sapaan tutoiyer dan vousvoyer.

Bentuk sapaan tutoiyer digunakan untuk teman sebaya atau untuk seseorang yang berada

pada level lebih rendah dari penyapa, misal: Ferme la porte, il fait froid dehors (tutuplah

pintu itu, udara dingin di luar). Ujaran ini bisa dilakukan oleh seseorang kepada orang

lain yang berusia sama dengannya, atau oleh seorang ayah kepada anaknya dan

sebaliknya ujaran di atas bisa juga diujarkan oleh seorang adik kepada kakaknya. Namun

jika ujaran ini dilakukan oleh seorang atasan kepada bawahannya maka bentuk sapaan

vousvoyer yang akan digunakan. Dengan demikian ujaran di atas akan berubah menjadi:

Fermez la porte, il fait froid dehors (tutuplah pintu itu, udara dingin di luar). Bentuk-

bentuk seperti contoh ini juga perlu mendapat perhatian agar komunikasi dapat berjalan

baik.

6

Penelitian ini menggunakan data tulis dari buku gramatikal bahasa Prancis dan

bahasa Indonesia dan data tulis yang merupakan hasil tulisan berbahasa prancis

mahasiswa Jurusan Pendidikan bahasa Prancis Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas

Negeri Yogyakarta. Oleh karena itu, pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini,

untuk melihat sistem gramatika bahasa Indonesia dan bahasa Prancis, adalah pendekatan

struktural dan fungsional. Pendekatan struktural untuk melihat hal-hal yang berhubungan

dengan kaidah bahasa standard (bahasa Indonesia dan bahasa Prancis), seperti yang

dikatakan oleh Kramsch (1998: 75-76) bahwa standard language is always a written

form of the language (bahasa standard selalu bahasa tulis). Pendekatan fungsional

digunakan untuk melihat fungsi /penggunaannya. Kedua pendekatan linguistik tersebut

oleh Leech (1984: 46-47) disebut dengan formalism (formalism) dan functionalism

(fungsionalisme). Menurut Leech, penjelasan-penjelasan gramatika bersifat formal,

sebaliknya pejelasan-pejelasan pragmatik bersifat fungsional. Dalam pejelasan mengenai

bahasa harus memperhatikan kedua hal tersebut, karena bahasa merupakan fenomena

sosial. Bentuk tuturan yang diutarakan secara tertulis tentu harus menggunakan kaidah

linguistik bahasa yang digunakan (bahasa Indonesia dan bahasa Prancis). Selanjutnya,

metode yang digunakan untuk menganalisis per- bedaan yang mengakibatkan terjadinya

bentuk-bentuk interferensi bahasa Indonesia ke dalam bahasa Prancis adalah metode

analisis kontrastif.

B. Bentuk-Bentuk Interferensi Bahasa Indonesia Ke Dalam Bahasa Prancis

1. Interfernsi pada Tataran Frasa

Bentuk-bentuk interferensi bahasa Indonesia ke dalam bahasa Prancis, dalam hasil

tulisan berbahasa Prancis pembelajar, pada tataran frasa terdapat pada (1) konstruksi

frasa nominal, (2) konstruksi frasa verbal, (3) konstruksi frasa adverbial dan (4)

konstruksi frasa preposisional.

a. Interferensi pada Konstruksi Frasa Nominal

Dalam kaidah bahasa Prancis, perbedaan antara jumlah nomina tunggal dan nomina

jamak adalah dengan penambahan sufiks penanda jamak pada nomina maskulin dan nomina

feminin jamak (Dubois, 1984: 32-36, Delatour, 2004: 18-24). Bentuk interferensi yang

mengakibatkan timbulnya kesalahan pada pembentukan frasa nominal terjadi karena pembelajar

7

mentransfer bentuk frasa nominal bahasa Indonesia yang tidak mengalami perubahan pada

nomina sesuai dengan jenis dan jumlah yang tampak pada pewatas yang mendampingi

nominanya. Bahasa Indonesia juga mempunyai pewatas, namun pewatas tersebut bukan

merupakan penanda terhadap jenis (maskulin atau feminin) nomina yang menyertainya.

Berdasarkan analisis data di atas dapat dikatakan bahwa pembelajar yang berbahasa

Indonesia menggunakan kaidah konstruksi frasa nominal bahasa Indonesia dalam

konstruksi frasa nominal bahasa Prancis, yaitu tidak membedakan jenis nomina

(maskulin/feminin) bahasa Prancis, hal tersebut tampak pada penggunaan pewatas yang

tidak sesuai dengan jenis nomina yang menyertainya.

Selain itu, bahasa Indonesia tidak memiliki penanda jenis dan jumlah pada

nominanya. Dengan demikian pembelajar menyamakan hal-hal tertentu antara bahasa

pertama (L1) dan bahasa kedua (L2), dalam hal ini pembelajar menyamakan kaidah

yang berhubungan dengan nomina (penanda untuk jenis dan jumlah nomina dalam

bahasa Prancis yang tidak dimiliki oleh bahasa Indonesia). Akibatnya pembelajar

melakukan interferensi, yaitu mentransfer kaidah nomina bahasa Indonesia ke dalam

nomina bahasa Prancis. Berikut dapat dilihat bentuk-bentuk frasa nominal bahasa Prancis

dan frasa bahasa Indonesia.

Tabel 1: frasa nominal bahasa Prancis dan bahasa Indonesia

Frasa nominal bahasa Prancis Frasa nominal bahasa Indonesia

1. Jenis determinant : L’article indéfini

Un livre (nomina maskulin tunggal)

Une maison (nomina feminin tunggal)

Des cahiers (nomina maskulin jamak)

Sebuah buku

Sebuah rumah

Buku-buku tulis

1. Jenis determinant : L’article défini

La voiture (nomina feminin tunggal)

Le stylo (nomina maskulin tunggal)

Les vestes (nomina feminin jamak)

Mobil itu

Bolpoin itu

Jas-jas itu

2. Jenis determinant : L’article partitif

Du riz (nomina maskulin tunggal)

De la viande (nomina feminin tunggal)

Des legumes (nomina maskulin jamak)

Nasi

Daging

Sayur-sayuran

3. Jenis determinant: L’adjectif

démonstratif

Ce batiment (nomina maskulin tunggal)

Bangunan ini

8

Cette robe (nomina feminin tunggal)

Ces tables (nomina feminin jamak)

Rok ini

Meja-meja ini

4. Jenis determinant: L’adjectif possessif

Mon sac (nomina maskulin tunggal)

Ma valise (nomina feminin tunggal)

Mes lunettes (nomina feminin jamak)

Tas saya

Koper saya

Kacamata saya

b. Interferensi pada Konstruksi Frasa Verbal

Interferensi yang berhubungan dengan frasa verbal terjadi pada sistem

pengkonjugasian. Bentuk-bentuk interferensi tersebut terjadi pada (1) konstruksi frasa

verbal sesuai dengan kala dan (2) konstruksi frasa verbal sesuai dengan modus. Dalam

bahasa Prancis bentuk verba selalu berubah sesuai dengan konjugasi berdasarkan subjek

kala dan modus. Perubahan verba dalam bentuk konjugasi tidak ditemukan dalam bahasa

Indonesia, baik yang sesuai dengan kala ataupun modus. Penanda kala dalam bahasa

Indonesia adalah dengan menggunakan kata keterangan (waktu). Selanjutnya, untuk

modus menggunakan kata tugas yang sesuai dengan tujuan pembicara tentang modus

yang diinginkannya.

Tabel 2: konstruksi frasa verbal bahasa Prancis dan bahasa Indonesia

Frasa verbal bahasa Prancis Frasa verbal bahasa Indonesia

Kala kini :

Je dois venir …

Il aime jouer …

Elle veut étudier …

Kala kini :

Saya harus datang …

Dia suka bermain …

Dia ingin belajar …

Kala yang akan datang :

M.et Mmd Denis vont arriver … .

Le ciel est noir; il va …

Nous allons prendre …

Kala yang akan datang :

Pak Denis akan tiba …

Langit mendung; hujan akan …

Pemerintah akan …

Kala lampau : le passé composé

Ils sont venus …

Nous avons pris …

Vous etes arrivés …

Ils se sont promenés …

Kala lampau :

Mereka datang …

Kita sudah sarapan …

Kamu tiba …

Mereka berjalan-jalan …

9

Kala lampau : l’imparfait

il pleuvait …

je faisais …

il était …

turun hujan …

Saya kuliah …

dia sakit …

Modus : subjonctif

Je veux qi’il ..

Je préfère que tu ne dise …

… pour que vous puissiez mieux

comprendre

Saya ingin dia …

Saya lebih suka kamu tidak

mengatakan …

… agar kamu dapat lebih mengerti

Mode : conditionnel

Félix et Béatrice aimeraient … .

On pourrait aller …

Tu devrais faire .

Félix dan Béatrice berharap .

Apakah kita pergi …

Engkau sebaiknya melakukan …

Mode : Impératif

Ferme … (subjek „tu‟)

Fermez … ( subjek „vous‟)

Allons … (subjek „nous)

Tutuplah …!

Tutuplah … !

Mari pergi … !

Konstruksi klausa bahasa Prancis yang menggunakan verba bantu être dan verba

inti dalam bentuk participe passé, terdapat pua pada klausa pasif. Pada klausa pasif,

verba bantu être berkonjugasi sesuai dengan jenis subjek dan verba inti (dalam bentuk

participe passé). Selain itu, verba bantu être ini juga menyesuaikan dengan jumlah

subjek pada klausa.

Hal yang perlu mendapat perhatian pada klausa pasif adalah: jika kala (temps)

yang digunakan adalah kala lampau, selain menggunakan verba bantu être, (sebagai

penanda pasif), digunakan pula verba bantu avoir (sebagai penanda kala lampau dan

verba bantu être berubah bentuk menjadi participe passé). Walaupun verba bantu yang

digunakan pada kala lampau adalah avoir, namun verba inti dalam bentuk participe passé

dan menyesuaikan dengan jenis dan jumlah subjek. Dengan demikian konstruksi klausa

pasif bahasa Prancis adalah:

Pada tabel berikut dapat dilihat konstruksi bentuk pasif dalam bahasa Indonesia

dan bahasa Prancis berdasarkan kala (temps) dan modus (mode).

10

Tabel 3: konstruksi klausa pasif bahasa Prancis berdasarkan kala dan modus

Indicatif

Kala(temps)

Dalam bahasa Prancis Dalam bahasa Indonesia

présent Notre équipe de football est

dirigée par M Lévéque

Persatuan sepak bola kita

dipimpin oleh pak Lévéque

futur Notre équipe de football

sera dirigée par M Lévéque

Persatuan sepak bola kita

akan dipimpin oleh pak

Lévéque

Futur proche Notre équipe de football va

être dirigée par M Lévéque

Persatuan sepak bola kita

akan dipimpin oleh pak

Lévéque

Passé composé Notre équipe de football a

été dirigée par M Lévéque

Persatuan sepak bola kita

telah dipimpin oleh pak

Lévéque

Passé recent Notre équipe de football

vient d’être dirigée par M

Lévéque

Persatuan sepak bola kita

baru saja dipimpin oleh

pak Lévéque

imparfait Notre équipe de football

était dirigée par M Lévéque

Persatuan sepak bola kita

waktu itu dipimpin oleh

pak Lévéque

Plus que parfait Notre équipe de football

avait été dirigée par M

Lévéque

Persatuan sepak bola kita

waktu itu (sudah) dipimpin

oleh pak Lévéque

Conditionnel

Kala(temps)

Dalam bahasa Prancis Dalam bahasa Indonesia

présent Notre équipe de football

serait dirigée par M

Lévéque

Persatuan sepak bola kita

(sebaiknya) dipimpin oleh

pak Lévéque

passé Notre équipe de football

aurait été dirigée par M

Lévéque

Persatuan sepak bola kita

(sebaiknya) pada saat itu

dipimpin oleh pak Lévéque

Subjonctif

Kala(temps)

Dalam bahasa Prancis Dalam bahasa Indonesia

présent Notre équipe de football soit

dirigée par M Lévéque

Persatuan sepak bola kita

(sebaiknya) dipimpin oleh

pak Lévéque

11

passé Notre équipe de football ait

été dirigée par M Lévéque

Persatuan sepak bola kita

(sebaiknya) pada saat itu

dipimpin oleh pak Lévéque

Pada tabel di atas tampak bahwa verba selalu diikuti oleh preposisi par. Selain

preposisi tersebut, verba pada bentuk pasif juga diikuti oleh preposisi lainnya, yaitu

preposisi de.

c. Interferensi pada Konstruksi Frasa Preposisional

Dalam bahasa Prancis, preposisi yang digunakan secara umum adalah à , au, en,

aux dan de. Penggunaan masing-masing preposisi ini tidak dapat saling menggantikan.

Penggunaannya sesuai dengan kaidah preposisi dalam bahasa tersebut. Sebaliknya kaidah

penggunaan preposisi dalam bahasa Indonesia tidak serumit dalam bahasa Prancis.

Perbedaan ini bisa mengakibatkan transfer kaidah oleh pembelajar yang akhirnya

menimbulkan interferensi berbahasa. Mahasiswa melakukan interferensi dengan cara

memasukkan kaidah bahasa Indonesia ke dalam tuturan berbahasa Prancis. Pemilihan

preposisi pada setiap data tersebut tidak mengindahkan kaidah penggunaan preposisi

dalam bahasa Prancis, terjadi pencampuradukan antara penggunaan preposisi yang satu

dengan preposisi yang lain yang tidak sesuai dengan yang seharusnya.

Table 4: frasa preposisional bahasa Prancis dan bahasa Indonesia

Frasa preposisional bahasa Prancis Frasa preposisional bahasa Indonesia

… en France

… à Paris

… au supermarché

… à la maison

… chez toi

… dans le salon

… aux Philippines

… de la maison

… du bureau

… di Prancis/ … ke Prancis

… di Paris/ … ke Paris

…di supermarket/… ke supermarket

… di rumah/ … ke rumah

… di rumahmu/… ke rumahmu

… di ruang tamu

… di/ke kepulauan Filiphina

… dari rumah

… dari kantor

12

2. Interferensi pada Tataran Klausa

Bentuk-bentuk interferensi bahasa Indonesia ke dalam bahasa Prancis, dalam hasil tulisan

berbahasa Prancis pembelajar, pada tataran klausa terdapat pada (1) konstruksi pronomina

sebagai objek langsung (le complément d’objet direct) pada klausa, (2) konstruksi

pronomina sebagai objek tak langsung (le complément d’objet indirect), (3) konstruksi

pronomina sebagai objek langsung dan tak langsung (le complément d’objet direct dan

le complément d’objet indirect) yang digunakan bersama-sama pada sebuah klausa dan

(4) penggunaan pronomina y dan en yang berfungsi sebagai adverbia.

a. Konstruksi Pronomina Persona yang Berfungsi sebagai Objek Langsung dalam

Bahasa Prancis dan Bahasa Indonesia

Bentuk pronomina yang berfungsi sebagai objek pada klausa bahasa Prancis

disebut les pronoms compléments. Seperti yang telah diuraikan di atas pronomina

digunakan untuk menggantikan orang (personnes) atau benda (choses). Pronomina yang

berfungsi sebagai objek dalam bahasa Prancis sama dengan pronomina yang berfungsi

sebagai objek dalam bahasa Indonesia, yaitu (1) pronomina objek langsung, yang dalam

bahasa Indonesia selanjutnya disebut O1 (dalam bahasa Prancis disebut les pronoms

compléments d’objet direct selanjutnya disebut O1). Namun bentuk dan konstruksi

pronomina objek langsung dan pronomina objek tak langsung dalam bahasa Prancis dan

bahasa Indonesia sangat berbeda, hal ini tentu saja akan mengakibat pembelajar

berbahasa Indonesia mengalami kesulitan dan mengakibatkan terjadinya interferensi

berbahasa, yaitu pembelajar memasukkan kaidah penggunaan O1 bahasa Indonesia ke

dalam penggunaan O1 dalam bahasa Prancis.

b. Konstruksi Pronomina Persona yang Berfungsi sebagai Objek Tak Langsung

dalam Bahasa Prancis dan Bahasa Indonesia

Dalam bahasa Prancis pronomina objek tak langsung yang terletak di depan verba

memiliki bentuk yang berbeda dengan pronomina objek tak langsung yang terletak

setelah verba. Sebaliknya dalam bahasa Indonesia, pronomina objek tak langsung yang

terletak di depan verba memiliki bentuk yang sama dengan pronomina objek tak langsung

yang terletak setelah verba. Hal ini tentu saja merupakan salah satu kesulitan bagi

pembelajar berbahasa Indonesia, dan dapat mengakibatkan timbulnya interferensi

13

penggunaan objek langsung dan objek tak langsung dari bahasa Indonesia ke dalam

bahasa Prancis.

c. Konstruksi Pronomina yang berfungsi sebagai Keterangan Tempat dalam

Klausa Bahasa Prancis dan Bahasa Indonesia

Dalam bahasa Indonesia frasa preposisional yang berfungsi sebagai keterangan

tempat (di/dari sana, di/dari sini, ke sana, ke sini), tidak dapat diletakkan di depan verba

yang berfungsi sebagai predikat. Namun karena kehadiran verba tidak wajib pada klausa

berbahasa Indonesia, maka setelah subjek bisa langsung keterangan tempat: S + Ket.

Oleh karena itu frasa preposisional berfungsi sebagai predikat pada klausa yang tidak ada

verbanya. Dalam bahasa Indonesia predikat biasanya berupa frasa verbal atau frasa

adjektival, namun pada klausa yang berpola SP, predikat dapat diisi oleh frasa nominal,

frasa numeral atau frasa preposisional (Hasan Alwi, 2003 : 326-327).

Dalam bahasa Prancis, pronomina „en’ dan ‘y’, yang berfungsi sebagai pronomina

pengganti frasa preosisional terletak di depan verba yang berfungsi sebagai predikat,

sehingga urutan posisi dalam klausa sebelum menggunakan pronomina keterangan

tempat adalah: S + P + K, dan setelah menggunakan pronomina keterangan tempat

menjadi: S + K + P. Dalam bahasa Indonesia tidak ada perbedaan kata ganti baik untuk

konstruksi verba dengan preposisi „ke‟ dan „dari‟. Demikian pula dengan konstruksi

klausa yang menggunakan kata ganti „nya‟, yang dalam bahasa Indonesia merupakan

objek langsung, tetap terletak setelah predikat.

Perbedaan-perbedaan kaidah penggunaan frasa preposisional yang berfungsi

sebagai keterangan tempat dalam bahasa Prancis dan bahasa indonesia tentu saja dapat

menyebabkan pembelajara berbahasa Indonesia melakukan interferensi kaidah bahasa

Indonesia ke dalam kaidah bahasa Prancis. Perbedaan konstruksi ini akan menyulitkan

pembelajar berbahasa Indonesia. Oleh karena itu bentuk-bentuk interferensi pada

penggunaan kaidah bahasa Indonesia kedalam penggunaan pronomina ini dalam klausa

berbahasa Prancis sangat mungkin terjadi.

C. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian yang terdapat pada bab-bab

terdahulu, dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut.

14

Bentuk-bentuk interferensi gramatika bahasa Indonesia ke dalam bahasa Prancis

pada tataran frasa yang dilakukan oleh mahasiswa terdapat pada frasa nominal, frasa

adjektival, frasa verbal, frasa adverbial dan frasa preposisional. Hal ini terjadi karena

mahasiswa menggunakan kaidah konstruksi frasa nominal bahasa Indonesia ke dalam

konstruksi frasa nominal bahasa Prancis. Mahasiswa tidak menyesuaikan determinan

yang digunakan sebagai pewatas dengan jenis dan jumlah nomina. Dalam bahasa

Indonesia, determinan sebagai pewatas tidak menyesuaikan dengan jenis dan jumlah

nomina. Selain itu, Interferensi pada tataran frasa nominal juga terjadi akibat

penghilangan determinan sebagai pewatas nomina pada frasa nominal bahasa Prancis.

Dalam bahasa Indonesia nomina tidak selalu/tidak wajib diikuti determinan seperti yang

terdapat dalam bahasa Prancis. Secara umum, nomina dalam bahasa Indonesia tidak

memiliki jenis, kecuali pada nomina-nomina tertentu yang berhubungan dengan sebutan

untuk manusia. Interferensi pada tataran frasa nominal lainnya terjadi pada

pembentukan adjektiva sebagai pewatas nomina, mahasiswa tidak melakukan

perubahan adjektiva sesuai dengan jenis dan jumlah nomina. Perbedaan yang sangat

mendasar antara keduanya adalah bahwa pewatas nomina dalam bahasa Indonesia tidak

membutuhkan adanya konkordansi dengan nomina yang dibatasinya, sebaliknya dalam

bahasa Prancis frasa nomina mengenal adanya deklinasi pada pembentukan nomina dan

konkordansi antara determinan dan nominanya. Akibatnya pembelajar mentransfer

kaidah pembentukan frasa nominal dalam Indonesia ke dalam kaidah pembentukan

frasa nominal bahasa Prancis. Hal tersebut tentu saja akan menghasilkan interferensi

yang menimbulkan kesalahan-kesalahan pada pembentukan frasa nominal bahasa

Prancis.

Bentuk-bentuk interferensi pada tataran frasa verbal terjadi karena mahasiswa

mentransfer kaidah pembentukan frasa verbal bahasa Indonesia ke dalam bahasa

Prancis, interfernsi ini bersifat interlingual. Selain itu mahasiswa menyamakan semua

kaidah pembentukan frasa verbal dalam bahasa Prancis, interfernsi ini bersifat

intralingual. Interferensi interlingual terjadi karena mahasiswa tidak mengkojugasikan

verba bahasa Prancis sesuai dengan subjek, kala dan modus. Verba dalam bahasa

Indonesia tidak mengalami perubahan, karena tidak mengenal sistem konjugasi, baik

15

yang berhubungan dengan subjek maupun yang berhubungan dengan kala dan modus.

Penanda kala dan modus dalam bahasa Indonesia leksikon yang berfungsi sebagai

keterangan waktu dan penanda modus..

Bentuk-bentuk interferensi pada frasa preposisional terjadi pada penyamaan

penggunaan preposisi dalam bahasa Prancis dengan penggunaan preposisi dalam

bahasa Indonesia. Dalam bahasa Prancis, preposisi yang digunakan secara umum

adalah à , au, en, aux dan de. Penggunaan masing-masing preposisi ini tidak dapat

saling menggantikan. Penggunaannya preposisi à , au, en, aux dan de pada frasa

preposisional, disesuaikan dengan nama tempat /waktu dan jenis serta jumlah nomina

yang berfungsi sebagai nama tempat atau waktu. Preposisi dalam bahasa Indonesia

tidak serumit dalam bahasa Prancis. Bahasa Indonesia tidak memiliki perbedaan dalam

penggunaan preposisi untuk nama tempat (yang dituju atau asal), dan tidak perlu

menyesuaikan dengan jenis serta jumlah nomina yang berfungsi sebagai nama tempat

atau waktu bentuk preposisi lebih sederhana. Selain itu, dalam bahasa Prancis terdapat

preposisi yang menjadi satu dengan nomina (sebagai penunjuk tempat), yaitu chez (di

rumah). Bahasa Indonesia tidak memiliki bentuk tersebut. kaidah penggunaan preposisi

bahasa Prancis, yang disesuaikan dengan jenis, tempat tujuan, dan jumlah nomina

(yang merupakan tempat tujuan) tidak dimiliki oleh bahasa Indonesia. Bentuk dan

penggunaan preposisi bahasa Prancis dan bahasa Indonesia sangat berbeda. Perbedaan

ini mengakibatkan mahasiswa mentransfer kaidah penggunaan preposisi bahasa

Indonesia ke dalam penggunaan preposisi bahasa Prancis. yang menimbulkan

interferensi berbahasa.

Bentuk-bentuk interferensi pada tataran klausa terdapat pada penggunaan

adjektiva yang berfungsi sebagai atribut subjek, penggunaan pronomina untuk objek

langsung dan objek tak langsung, pronomina keterangan tempat dan interferensi pada

pembentukan dan konstruksi klausa pasif. Interferensi pada pada penggunaan

adjektiva yang berfungsi sebagai atribut subjek terjadi karena mahasiswa mentransfer

kaidah pembentukan adjektiva dalam klausa bahasa Indonesia ke dalam kaidah

pembentukan adjektiva dalam klausa bahasa Prancis. Frasa adjektiva yang berfungsi

sebagai atribut subjek pada sebuah kalimat, memiliki kaidah yang sama dengan

16

adjektiva yang menjelaskan nomina yang terletak di depannya. Dalam bahasa Prancis

konkordansi antara adjektiva yang berfungsi sebagai atribut dan nomina yang berfungsi

sebagai subjek dalam klausa memiliki kaidah: jika adjektiva merupakan atribut dari

subjek (nomina) yang berjenis feminin tunggal ada penambahan sufiks {–e} pada

adjektivanya, penambahan sufiks {–s} jika adjektiva merupakan atribut dari subjek

(nomina) maskulin jamak, dan penambahan sufiks {–es} jika adjektiva merupakan

atribut dari subjek (nomina) feminin jamak. Perubahan-perubahan bentuk adjektiva

yang selalu menyesuaikan dengan nomina ini sering terlupakan oleh pembelajar. Hal

tersebut tentu saja mengakibatkan kesalahan-kesalahan dalam bentuk interferensi.

Bentuk-bentuk interferensi pada penggunaan pronomina untuk objek langsung

dan objek tak langsung (le pronom complement d’objet direct dan le pronom

complement d’objet indirect) terjadi karena mahasiswa menggunakan pola konstruksi

bahasa Indonesia ke dalam pola konstruksi bahasa Prancis. Bahasa Prancis memiliki

pronomina untuk objek langsung dan objek tidak langsung, baik pronomina objek

untuk persona maupun pronomina objek untuk benda. Pronomina objek untuk persona

bentuknya tidak sama dengan pronomina persona untuk subjek. Pronomina objek

untuk benda menyesuaikan dengan jenis dan jumlah benda yang akan diganti. Dalam

bahasa Indonesia juga ada pronomina objek untuk persona maupun pronomina objek

untuk benda, namun pronomina objek untuk persona sama bentuknya dengan

pronomina persona untuk subjek, namun pronomina objek untuk nomina tidak

dimiliki oleh bahasa Indonesia. Berdasarkan kaidah bahasa Prancis, pronomina untuk

objek langsung dan tak langsung pada suatu klausa selalu terletak di depan verba

dengan pola : COD + V . Pola ini berbeda dengan pola konstruksi bahasa Indonesia :

V + O. Selain itu, jika pronomina objek langsung dan pronomina objek tak langsung

digunakan bersama-sama, „le pronom complement d’objet direct‟ (pronomina objek

langsung) terletak di depan „le pronom complement d’objet indirect’(pronomina objek

tak langsung). Namun jika „le pronom complement d’objet indirect’ adalah orang

pertama dan kedua tunggal atau jamak, maka posisi „le pronom complement d’objet

indirect’ terletak di depan „le pronom complement d’objet direct‟. Konstruksi

pronomina objek langsung (le pronom complément d’objet direct) dan pronomina objek

17

tak langsung (le pronom complément d’objet indirect) dalam bahasa Prancis dapat

diletakkan di belakang atau di depan verba yang berfungsi sebagai predikat tidak

dimiliki oleh bahasa Indonesia. Pronomina objek langsung dan tak langsung dalam

bahasa Indonesia terletak setelah predikat. Pronomina objek langsung dalam bahasa

Indonesia selalu terletak di depan objek tak langsung. Perubahan bentuk untuk

pronomina persona yang berfungsi sebagai objek langsung dan objek tak langsung

dalam bahasa Prancis tidak dimiliki oleh bahasa Indonesia. Sebagai akibatnya, dalam

upaya menguasai bahasa Prancis, mahasiswa melakukan interferensi kaidah, dari

bahasa Indonesia ke dalam bahasa Prancis,

Bentuk-bentuk interferensi pada penggunaan pronomina yang berfungsi

sebagai keterangan tempat (pronomina y dan en) terjadi karena pembelajar tidak

menggunakan kaidah penggunaan pronomina y dan en yang sesuai dengan kaidah

bahasa Prancis. Bahasa Prancis memiliki pronomina yang selalu digunakan untuk

menghindari pengulangan, sehingga konstruksi klausa yang menggunakan pronomina

tersebut tidak sama dengan konstruksi klausa dalam bahasa Indonesia. Berdasarkan

kaidah bahasa Prancis, pronomina y digunakan untuk mengganti frasa preposisional

yang menggunakan preposisi à + nom. Pronom en untuk menggantikan frasa

preposisional yang menggunakan preposisi „de + nom. Bentuk-bentuk seperti ini ini

merupakan salah satu kesulitan bagi mahasiswa ketika mereka akan menggunakan

kedua pronomina ini pada sebuah klausa, sehingga mereka melakukan interferensi

kaidah yang telah mereka kuasai (dalam bahasa Indonesia) ke dalam bahasa Prancis.

Interferensi pada pembentukan dan pola konstruksi klausa pasif. Verba inti pada

klausa pasif bahasa Prancis berbentuk „participe passé’, yang didahului oleh auxiliare

être. Auxiliaire être yang berkonjugasi sesuai dengan subjek. Dalam kaidah bahasa

Indonesia, konstruksi klausa pasif tampak pada penggunaan afiks yang menempel pada

verba dasar. Selain itu bahasa Indonesia tidak mengenal penyesuaian bentuk verba

terhadap subjek. Kaidah klausa pasif bahasa Indonesia berbeda dengan bahasa Prancis.

Hal ini merupakan salah satu penyebab terjadinya interferensi konstruksi klausa pasif

bahasa Indonesia ke dalam pola konstruksi klausa pasif bahasa Prancis.