ruptur uretra

32
BAB I PENDAHULUAN Dari semua trauma yang ada di Unit Gawat Darurat, 10 % diantaranya merupakan cedera sistem urogenital. Kebanyakan dari trauma tersebut terabaikan dan sulit untuk didiagnosis dan memerlukan keahlian diagnosis yang baik. Diagnosis awal sangat perlu untuk mencegah komplikasi lanjut dan gejala sisa jangka panjang yang serius. Pasien dengan kelainan striktur uretra sekunder akibat peristiwa traumatik jika tidak dikelola dengan baik, cenderung memiliki masalah berkemih yang signifikan dan berulang serta membutuhkan intervensi lebih lanjut. Pria dan wanita yang mengalami trauma traktus urinarius bagian bawah biasanya dengan cara yang berbeda. Pada wanita sering berhubungan dengan kasus obstetri, jarang karena trauma fisik. Sedangkan trauma traktus urinarius bagian bawah pada pria biasanya karena trauma fisik dan dapat menyebabkan berbagai macam ruptur, seperti : (A) ruptur buli intraperitoneal, (B) ruptur buli ekstraperitoneal, (C) ruptur uretra posterior, (D) ruptur uretra pars membranosa, (E) ruptur uretra pars bulbosa, dan (F) ruptur penil uretra. Uretra pars prostatika terlindungi oleh prostat sehingga jarang ruptur. 1

Upload: oktavia-candra-utami

Post on 25-Sep-2015

66 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

kasus

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

Dari semua trauma yang ada di Unit Gawat Darurat, 10 % diantaranya merupakan cedera sistem urogenital. Kebanyakan dari trauma tersebut terabaikan dan sulit untuk didiagnosis dan memerlukan keahlian diagnosis yang baik. Diagnosis awal sangat perlu untuk mencegah komplikasi lanjut dan gejala sisa jangka panjang yang serius. Pasien dengan kelainan striktur uretra sekunder akibat peristiwa traumatik jika tidak dikelola dengan baik, cenderung memiliki masalah berkemih yang signifikan dan berulang serta membutuhkan intervensi lebih lanjut.

Pria dan wanita yang mengalami trauma traktus urinarius bagian bawah biasanya dengan cara yang berbeda. Pada wanita sering berhubungan dengan kasus obstetri, jarang karena trauma fisik. Sedangkan trauma traktus urinarius bagian bawah pada pria biasanya karena trauma fisik dan dapat menyebabkan berbagai macam ruptur, seperti : (A) ruptur buli intraperitoneal, (B) ruptur buli ekstraperitoneal, (C) ruptur uretra posterior, (D) ruptur uretra pars membranosa, (E) ruptur uretra pars bulbosa, dan (F) ruptur penil uretra. Uretra pars prostatika terlindungi oleh prostat sehingga jarang ruptur.

Trauma tumpul pada abdomen bagian bawah dapat menyebabkan ruptur buli intraperitoneal. Fraktur pelvis dapat menyebabkan ruptur buli ekstraperitoneal, ruptur uretra posterior, dan ruptur uretra pars membranosa. Trauma pada perineum dan uretra dapat menyebabkan ruptur uretra pars membranosa, ruptur uretra pars bulbosa, dan ruptur penil uretra. Pria dapat mengalami lebih dari satu organ yang ruptur, sering terjadi kombinasi ruptur buli ekstraperitoneal dan ruptur uretra posterior. Luka tembus dapat menyebabkan trauma di setiap bagian traktus urinarius.

Sebagian besar trauma uretra berhubungan dengan peristiwa yang dapat dideteksi dengan baik, termasuk trauma tumpul berat seperti yang disebabkan oleh kecelakaan kendaraan bermotor atau karena jatuh.Luka tembus di daerah uretra juga dapat menyebabkan trauma uretra. Straddle injury dapat menyebabkan masalah jangka pendek maupun jangka panjang.Trauma iatrogenik ke uretra akibat trauma pemasangan kateter, prosedur transuretral juga sering dijumpai.

Secara klinis trauma uretra dapat diklasifikasikan menjadi 2 kategori besar berdasarkan lokasi anatomi trauma menjadi trauma uretra anterior dan trauma uretra posterior, hal ini karena keduanya menunjukkan perbedaan dalam hal etiologi trauma, tanda klinis, pengelolaan, serta prognosisnya. Trauma uretra posterior terletak di uretra pars membranosa dan uretra pars prostatika.Trauma ini paling sering berhubungan dengan trauma tumpul besar seperti tabrakan kendaraan bermotor dan jatuh, dan sebagian besar kasus tersebut disertai dengan patah tulang panggul. Trauma pada uretra anterior terletak di distal uretra pars membranosa.Kebanyakan trauma uretra anterior disebabkan oleh trauma tumpul ke perineum (straddle injury), dan banyak yang manifestasinya tertunda, muncul beberapa tahun kemudian sebagai striktur uretra. Trauma tembus eksternal ke uretra jarang terjadi, tetapi luka iatrogenik cukup umum di kedua segmen uretra.Kebanyakan berhubungan dengan kateterisasi uretra yang sulit.

BAB II

KASUS

A. IDENTITAS

1. Nama:Tn. B

2. Umur:40 tahun

3. Jenis kelamin:Laki- laki

4. Alamat :Kembang RT01/ X Sidorejo Wonogiri

5. Pekerjaan :Buruh bangunan

6. No. RM:452945

7. Tanggal masuk:19 Juli 2014

B. ANAMNESIS

Anamnesis dilakukan di bangsal Anggrek RSUD Tugurej pada tanggal 20 Juli 2014.

1. Keluhan Utama

Darah menetes melalui saluran kencing

2. Riwayat Penyakit Sekarang

30 menit sebelum dibawa ke IGD RSUD Tugurejo Semarang, pasien terpeleset dari bak truk dan selangkangan membentur besi. Setelah kejadian, pasien mengeluh darah menetes dari saluran kencing. Darah menetes terus menerus. Pasien belum dilakukan tatalaksana apapun untuk mengurangi keluhan. Pasien juga mengeluh saat BAK bercampur darah, sedikit nyeri pada skrotum, dan demam.

3. Riwayat Penyakit Dahulu

a. Diabetes Melitus: disangkal

b. Hipertensi: disangkal

c. Alergi: disangkal

4. Riwayat Penyakit Keluarga

a. Diabetes Melitus: disangkal

b. Hipertensi: disangkal

c. Alergi: disangkal

C. PEMERIKSAAN FISIK

1. Keadaan umum: Baik

2. Kesadaran: Compos mentis, GCS 15 (E4, V5, M6)

3. Vital sign

a. TD : 120/80 mmHg

b. Nadi: 80x/menit regular, isi dan tegangan cukup

c. RR: 20 x/menit (reguler)

d. Suhu: 37,5 C (aksiler)

4. Status Internus

a. Kulit: warna sawo matang, turgor kulit turun (-), ikterik (-), petekie (-)

b. Kepala: kesan mesosefal, rambut hitam lurus

c. Mata: konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil bulat, central, reguler dan isokor 3mm, mata keruh (-/-)

d. Hidung: deformitas (-), nafas cuping hidung (-), sekret (-)

e. Telinga : hiperemis (-/-), serumen (-/-), nyeri tekan tragus (-/-), nyeri tekan mastoid (-/-)

f. Mulut: bibir kering (-), bibir sianosis (-), bibir pucat (-), lidah kotor (-), gusi berdarah (-), caries (-), tonsil (T1/T1)

g. Leher: pembesaran kelenjar limfe (-), deviasi trakea (-)

h. Thorax:

i. Paru-paru

Paru depan

Paru belakang

Inspeksi

Statis

Dinamis

Normochest, simetris, kelainan kulit (-/-), sudut arcus costa dalam batas normal, ICS dalam batas normal

Pengembangan pernafasan paru Normal

Normochest, simetris, kelainan kulit (-/-)

Pengembangan pernapasan paru normal

Palpasi

Simetris (N/N), Nyeri tekan (-/-), ICS dalam batas normal, taktil fremitus dalam batas normal

Simetris (N/N), Nyeri tekan (-/-), ICS dalam batas normal, taktil fremitus dalam batas normal

Perkusi

Kanan

Kiri

Sonor seluruh lapang paru

Sonor seluruh lapang paru.

Sonor seluruh lapang paru

Sonor seluruh lapang paru.

Auskultasi

Suara dasar vesicular, Ronki (-/-), Wheezing (-/-)

Suara dasar vesicular, Ronki (-/-), Wheezing (-/-)

Tampak anterior paruTampak posterior paru

SD : vesikuler SD : vesikuler

ST : ronki (-), wheezing (-) ST : ronki (-), wheezing (-)

ii. Jantung

Inspeksi

ictus cordis tidak tampak

Palpasi

Ictus cordis teraba pada ICS IV 1-2 cm ke arah medial linea midclavikula sinistra, thrill (-), pulsus epigastrium (-), pulsus parasternal (-), sternal lift (-)

Perkusi

Kesan

Batas atas jantung: ICS II linea parastrenal sinistra

Pinggang jantung: ICS III linea parasternal sinistra

Batas kanan bawah: ICS V linea parasternal dextra

Batas kiri bawah: ICS V 2 cm kearah linea midcalvicula sinistra

Konfigurasi jantung dalam batas normal

Auskultasi

Suara jantung murni: SI,SII (normal) reguler,

suara jantung tambahan (-)

Inspeksi

ictus cordis tidak tampak

Palpasi

Ictus cordis teraba pada ICS IV 1-2 cm ke arah medial linea midclavikula sinistra, thrill (-), pulsus epigastrium (-), pulsus parasternal (-), sternal lift (-)

Perkusi

Kesan

Batas atas jantung: ICS II linea parastrenal sinistra

Pinggang jantung: ICS III linea parasternal sinistra

Batas kanan bawah: ICS V linea parasternal dextra

Batas kiri bawah: ICS V 2 cm kearah linea midcalvicula sinistra

Konfigurasi jantung dalam batas normal

Auskultasi

Suara jantung murni: SI,SII (normal) reguler,

suara jantung tambahan (-)

i. Abdomen

Inspeksi

Permukaan datar, warna sama seperti kulit di sekitar, ikterik (-), striae (-), spider angioma (-), venectasi (-), benjolan suprapubik (-)

Auskultasi

Bising usus (+) normal 9x/ menit, bunyi usus suprapubik (+)

Perkusi

Tympani seluruh lapang abdomen, ketok ginjal (-/-)

Palpasi

Nyeri tekan seluruh regio abdomen (-)

Hepar dan lien tidak teraba

5. Status Urologi

a. Flank: bulging -/-, Nyeri tekan -/-, Nyeri ketok -/-

b. Suprapubik: bulging -/-, Nyeri tekan -/-

c. Genital

i. Penis

Inspeksi: posisi meatus orificium eksterna berada di ujung glands penis. Tampak darah menetes dari meatus orificium eksterna

Palpasi: discharge uretra darah merah segar

ii. Skrotum

Inspeksi: Pada inspeksi tampak hematom

Palpasi: testis teraba +/+, tidak nyeri tekan

D. Pemeriksaan Penunjang

1. Darah Rutin

Pemeriksaan

Hasil

Nilai normal

DARAH RUTIN

Leukosit

10.09

3.8 - 10.6

Eritrosit

4.25

4.4 - 5.9

Hemoglobin

12.60

13.2 - 17.3

Hematocrit

37.20

40 - 52

MCV

87.50

80 - 100

MCH

29.60

26 - 34

MCHC

33.90

32 - 36

Trombosit

334

150 - 440

RDW

13.10

11.5- 14.5

Diff Count

Eosinifil Absolute

0.31

0.045 - 0.44

Basofil Absolute

0.01

0 0.2

Netrofil Absolute

6.63

1.8 - 8

Limfosit Absolute

2.31

0.9 - 5.2

Monosit Absolute

0.83

0.16 - 1

Eosinofil

3.10

2 - 4

Basofil

0.10

0 - 1

Neutrofil

65.70

50 - 70

Limfosit

22.90

25 - 40

Monosit

8.20

2 - 8

2. Foto Uretrografi

a. Foto pelvis: tak tampak fraktur

b. Foto uretrografi

Kontras masuk melalui OUE mengisi sebagian uretra

i. Tampak kontras berhenti pada pars bulbosa

ii. Tampak gambaran pada bagian pars bulbosa ada bagian yang lebih besar

c. Kesan: Tampak ujung pars bulbosa lebih besar, ekstravasasi kontras tetapi belum tampak ruptur.

E. Diagnosis kerja

Ruptur uretra anterior

F. Initial plan

1. Ip. Diagnosis:

S: -

O: -

2. Ip. Terapi:

a. Medika mentosa:

i. Infus RL 20 tpm

ii. Asam tranexamat 500mg/ 5mL 3x1

iii. Ceftriaxon 1gr 2x1

iv. Ketorolac 2x1

v. Asam mefenamat 500mg 3x1

3. Ip. Monitoring

a. Keadaan umum dan tanda vital

b. Monitoring efek samping antibiotic

c. Monitoring darah yang keluar dari meatus uretra eksterna

4. Ip. Edukasi

a. Menjelaskan kepada pasien dan keluarga tentang penyakit yang dialami pasien

G. Prognosis

1. Quo ad vitam: dubia ad bonam

2. Quo ad sanam: dubia ad bonam

3. Quo ad fungsionam: dubia ad bonam

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Trauma uretra adalah trauma atau cedera yang mengenai uretra yang terjadi akibat tenaga/ tekanan dari luar atau akibat instrumentasi pada uretra. Trauma uretra ini merupakan suatu kegawatdaruratan bedah urologi biasanya di sebabkan oleh kecelakaan lalu lintas atau jatuh dari ketinggian.

B. Anatomi

Uretra merupakan tabung yang menyalurkan urin keluar dari buli-buli melalui proses miksi. Secara anatomis uretra dibagi menjadi 2 bagian yaitu uretra posterior dan uretra anterior. Pada pria, organ ini berfungsi juga dalam menyalurkan cairan mani. Uretra dilengkapi dengan sfingter uretra interna yang terletak pada perbatasan buli-buli dan uretra, serta sfingter uretra eksterna yang terletak pada perbatasan uretra anterior dan posterior. Sfingter uretra interna terdiri atas otot polos yang dipersarafi oleh sistem simpatik sehingga pada saat buli-buli penuh, sfingter ini terbuka. Sfingter uretra eksterna terdiri atas otot lurik dipersarafi oleh sistem somatik yang dapat diperintah sesuai dengan keinginan seseorang. Pada saat miksi sfingter ini tetap terbuka dan tetap tertutup pada saat menahan miksi.

Panjang uretra laki-laki dewasa sekitar 18 cm, dengan perbandingan uretra posterior 3 cm dan uretra anterior 15 cm, titik baginya berada antara 2 lokasi pada membran perineal. Uretra dapat dibedakan ke dalam 5 segmen yaitu :

1. Uretra posterior

a. Uretra pars prostatika

b. Uretra pars membranasea

2. Uretra anterior

a. Uretra pars bulbosa

b. Uretra pars pendulosa

c. Fossa naviculare

Gambar 1. Sistem Reproduksi Laki- laki

Gambar 2. Skema anatomi normal urethra pria pada potongan sagital

Uretra adalah saluran kecil sempit dan dapat mengembang yang berpangkal dan berjalan dari kandung kemih yang berfungsi menyalurkan air kemih keluar tubuh. Uretra merupakan saluran fibromuskular yang berawal di leher vesika urinaria dan menyalurkan urin ke bagian luar tubuh. Lapisan luminal uretra merupakan suatu membran mukosa pelindung, dimana terdapat glandula uretral yang menghasilkan musin. Dinding uretra terdiri dari 3 lapisan: 1) Lapisan otot polos merupakan kelanjutan otot polos dari vesika urinaria. Mengandung jaringan elastis dan otot polos. Sphincter urethra menjaga agar uretra tetap tertutup. 2) Lapisan submukosa, lapisan longgar mengandung pembuluh darah dan saraf. 3) Lapisan mukosa.

Terdapat dua sphincter urethra yang mencegah urin keluar sampai vesika urinaria penuh dan mengaktifkan aktivitas volunter yang di butuhkan untuk pelepasan urin. Sphincter urethra internal merupakan sphincter involunter, superior, dan mengelilingi leher vesica urinaria, yang berawal di uretra. Sphincter ini di kendalikan oleh sistem saraf otonom. Sphincter urethral external terletak inferior dari sphincter urethra internal dan di bentuk oleh serat otot skeletal dari diafragma urogenital. Sphincter ini merupakan sphincter volunter yang di kendalikan oleh sistem saraf somatik.

Uretra laki laki dewasa mempunyai panjang 15 20 cm . Pada laki- laki uretra berjalan berkelok kelok melalui pertengahan prostat kemudian menembus lapisan fibrosa yang menembus tulang pubis ke bagian penis.

Uretra pria meluas dari leher vesika urinaria menuju meatus eksternus pada gland penis. Uretra laki laki terdiri dari: 1) Uretra pars prostatika 2) Uretra pars membranosa ( terdapat spinchter uretra eksterna) 3) Uretra pars spongiosa/penil. Uretra pars prostatika panjangnya sekitar 1,25 inchi (3 cm) dan berjalan melalui prostat dari dasar ke apeks. Merupakan bagian uretra yang terlebar . Uretra pars membranosa panjangnya sekitar 0,5 inchi (1,25 cm) dan terletak di dalam diafgrama urogenital, di kelilingi oleh otot sphincter urethra dan otot perineal. Uretra pars spongiosa/penile panjangnya sekitar 6 inchi (15,75 cm), dan di bagi lagi menjadi bulbar (proksimal) dan pendulous (distal). Bagian uretra yang terletak dalam, glans penis yang melebar membentuk fossa terminalis (fossa navicular).

Secara radiologis, uretra pria dapat di bagi menjadi bagian posterior dan bagian anterior. Uretra posterior terdiri dari prostatika dan membranosa, sedangkan uretra anterior terdiri dari bulbosa dan penil.

Pada uretra laki-laki, pars prostatika mendapat suplai darah terutama dari arteri vesikalis inferior dan arteri rektalis media. Uretra pars membranosa diberi suplai darah dari cabang-cabang arteri dorsalis penis dan arteri profunda penis. Aliran darah venous menuju pleksus venosus prostatikus dan ke vena pudenda interna. Aliran limfe dari uretra pars prostatika dan pars membranosa dibawa oleh pembuluh-pembuluh limfe yang berjalan mengikuti vasa pudenda interna menuju ke lymphonodus iliaka interna (sebagian besar) dan ke lymphonodus iliaka eksterna (sebagian kecil). Aliran limfe dari uretra pars spongiosa, sebagian besar dibawa menuju lymphonodus inguinalis profunda dan sebagian besar dibawa menuju ke lymphonodus iliaka interna.

Uretra laki-laki, pars prostatika menerima persarafan dari pleksus nervosus prostatikus. Uretra pars membranosa dipersarafi oleh nervus kavernosus penis, pars spongiosa dipersarafi oleh pleksus nervosus vesikalis dan pleksus nervosus uretrovaginalis, pars kaudalis dipersarafi oleh nervus pudendus

C. Etiologi

Seperti pada kejadian trauma, etiologi trauma uretra dapat diklasifikasikan sebagai trauma tumpul dan penetrasi.Trauma uretra anterior secara khas disebabkan oleh cedera langsung pada pelvis dan uretra. Secara klasik, trauma uretra anterior disebabkan oleh straddle injury atau tendangan atau pukulan pada daerah perineum, dimana uretra pars bulbosa terjepit diantara tulang pubis dan benda tumpul. Straddle injury dapat menyebabkan laserasi atau kontusio dari uretra. Trauma tembus uretra (luka tembak atau luka tusuk) dapat juga menyebabkan trauma uretra anterior. Penyebab lain dari trauma uretra anterior adalah trauma penis yang berat, trauma iatrogenic dari kateterisasi, atau masuknya benda asing. Instrumentasi atau iatrogenik dapat menyebabkan disrupsi parsial. Trauma tumpul uretra anterior paling sering terjadi pada pukulan ke segmen bulbar seperti terjadi ketika mengangkangi suatu objek atau dari serangan langsung atau tendangan ke perineum.

D. Patologi

Uretra anterior terbungkus di dalam korpus spongosum penis. Korpus spongiosum bersama dengan korpora kavernosa penis dibungkus oleh fasia Buck dan fasia Colles.

Jika terjadi ruptur uretra beserta korpus spongiosum, darah dan urin keluar dari uretra tetapi masih terbatas pada fasia Buck, dan secara klinis terlihat hematoma yang terbatas pada penis. Namun jika fasia Buck ikut robek, ekstravasasi urin dan darah hanya dibatasi oleh fasia Colles sehingga darah dapat menjalar hingga skrotum atau ke dinding abdomen. Oleh karena itu, robekan ini memberikan gambaran seperti kupu- kupu sehingga disebut butterfly hematoma atau hematoma kupu- kupu.

Gambar 3. Patologi straddle injury

E. Klasifikasi

Klasifikasi rupture uretra anterior dideskripsikan oleh McAninch dan Armenakas berdasarkan atas gambaran radiologi

1. Kontusio : Gambaran klinis memberi kesan cedera uretra, tetapi uretrografi retrograde normal

2. Incomplete disruption : Uretrografi menunjukkan ekstravasasi, tetapi masih ada kontinuitas uretra sebagian. Kontras terlihat mengisi uretra proksimal atau vesika urinaria.

3. Complete disruption : Uretrografi menunjukkan ekstravasasi dengan tidak ada kontras mengisi uretra proksimal atau vesika urinaria. Kontinuitas uretra seluruhnya terganggu.

F. Gambaran Klinis

Pada rupture uretra anterior terdapat memar atau hematom pada penis dan skrotum. Beberapa tetes darah segar di meatus uretra merupakan tanda klasik cedera uretra. Bila terjadi rupture uretra total, penderita mengeluh tidak bisa buang air kecil sejak terjadi trauma dan nyeri perut bagian bawah dan daerah suprapubik. Pada perabaan mungkin ditemukan kandung kemih yang penuh.

Cedera uretra karena kateterisasi dapat menyebabkan obstuksi karena udem atau bekuan darah. Abses periuretral atau sepsis mengakibatkan demam. Ekstravasasi urin dengan atau tanpa darah dapat meluas jauh, tergantung fascia yang turut rusak. Pada ekstravasasi ini mudah timbul infiltrate yang disebut infiltrate urin yang mengakibatkan selulitis dan septisemia, bila terjadi infeksi.

Kecurigaan ruptur uretra anterior timbul bila ada riwayat cedera kangkang atau instrumentasi dan darah yang menetes dari uretra. Jika terjadi rupture uretra beserta korpus spongiosum, darah dan urin keluar dari uretra tetapi masih terbatas pada fasia Buck, dan secara klinis terlihat hematoma yang terbatas pada penis. Namun jika fasia Buck ikut robek, ekstravasai urin dan darah hanya dibatasi oleh fasia Colles sehingga darah dapat menjalar hingga skrotum atau dinding abdomen. Oleh karena itu robekan ini memberikan gambaran seperti kupu-kupu sehingga disebut butterfly hematoma atau hematoma kupu-kupu.

Pemeriksaan radiologis trauma uretra yang sering dilakukan uretrografi retrograd, pemeriksaan ini harus dilakukan sebelum pemasangan kateter uretra untuk menghindari trauma lebih lanjut pada uretra. Ekstravasasi kontras menunjukkan lokasi kerusakan.Pengelolaan selanjutnya didasarkan pada temuan uretrografi dan kombinasi dengan kondisi umum pasien.

Uretrografi retrograd adalah studi pencitraan standar untuk diagnosis cedera uretra.Pemeriksaan ini dilakukan dengan menggunakan injeksi kontras pelan-pelan 20-30 ml ke dalam uretra. Pemeriksaan dilakukan untuk melihat ekstravasasi, yang dapat diketahui dengan adanya titik-titik dan lokasi dari gambaran air mata (urethral tear) pada uretra.

Gambar 4. Uretrogram retrograde pada pria, obliq view

1. Balloon of catheter in navicular fossa

2. Penile urethra

3. Bulbous urethra

4. Membranous urethra

5. Impression of verumontanum in prostatic urethra

6. Filling of utricle (not usually seen)

7. Air bubbles in contrast

G. Penatalaksanaan

Gambar 5. Tatalaksana trauma uretra anterior pada pria

1. Penanganan Awal

Kehilangan darah yang banyak biasanya tidak ditemukan pada straddle injury. Jika terdapat pendarahan yang berat dilakukan bebat tekan dan resusitasi. Armenakas dan McAninch (1996) merencanakan skema klasifikasi praktis yang sederhana yang membagi cedera uretra anterior berdasarkan penemuan radiografi menjadi kontusio, ruptur inkomplit, dan ruptur komplit. Kontusio dan cedera inkomplit dapat ditatalaksana hanya dengan diversi kateter uretra. Tindakan awal sistotomi suprapubik adalah pilihan penanganan pada cedera staddle mayor yang melibatkan uretra.

Pilihan utama berupa surgical repair direkomendasikan pada luka tembak dengan kecepatan rendah, Ukuran kateter disesuaikan dengan berat dari striktur uretra. Debridement dari korpus spongiosum setelah trauma seharusnya dibatasi karena aliran darah korpus dapat terganggu sehingga menghambat penyembuhan spontan dari area yang mengalami kontusi. Diversi urin dengan suprapubik direkomendasikan setelah luka tembak uretra dengan kecepatan tinggi, diikuti dengan rekonstruksi lambat.

2. Penanganan Spesifik

a. Kontusio Uretra

Pasien dengan kontusio uretra tidak ditemukan bukti adanya ekstravasasi dan uretra tetap utuh. Setelah uretrografi, pasien dibolehkan untuk buang air kecil; dan jika buang air kecil normal, tanpa nyeri dan pendarahan, tidak dibutuhkan penanganan tambahan. Jika pendarahan menetap, drainase uretra dapat dilakukan.

b. Laserasi Uretra

Instrumentasi uretra setelah uretrografi harus dihindari. Insisi midline pada suprapubik dapat membuka kubah dari buli-buli supaya pipa sistotomi suprapubik dapat disisipkan dan dibolehkan pengalihan urin sampai laserasi uretra sembuh. Jika pada uretrogram terlihat sedikit ekstravasasi, berkemih dapat dilakukan 7 hari setelah drainase kateter suprapubik untuk menyelidiki ekstravasasi. Pada kerusakan yang lebih parah, drainase kateter suprapubik harus menunggu 2 sampai 3 minggu sebelum mencoba berkemih. Penyembuhan pada tempat yang rusak dapat menyebabkan striktur. Kebanyakan striktur tidak berat dan tidak memerlukan rekonstuksi bedah. Kateter suprapubik dapat dilepas jika tidak ada ekstravasasi. Tindakan lanjut dengan melihat laju aliran urin akan memperlihatkan apakah terdapat obstuksi uretra oleh striktur.

c. Laserasi Uretra dengan Ekstravasasi Urin yang Luas

Setelah laserasi yang luas, ekstravasasi urin dapat menyebar ke perineum, skrotum, dan abdomen bagian bawah. Drainase pada area tersebut diindikasikan. Sistotomi suprapubik untuk pengalihan urin diperlukan. Infeksi dan abses biasa terjadi dan memerlukan terapi antibiotik.

i. Rekonstruksi segera

Perbaikan segera laserasi uretra dapat dilakukan, tetapi prosedurnya sulit dan tingginya resiko timbulnya striktur.

ii. Rekonstruksi lambat

Sebelum semua rencana dilakukan, retrograde uretrogram dan sistouretrogram harus dilakukan untuk mengetahui tempat dan panjang dari uretra yang mengalami cedera. Pemeriksaan ultrasound uretra dapat membantu menggambarkan panjang dan derajat keparahan dari striktur. Injeksi retrograde saline kombinasi dengan antegrade bladder filling akan mengisi uretra bagian proksimal dan distal, dan sonogram 10-MHz akan mengambarkan dengan jelas bagian yang tidak bisa terdistensi untuk di eksisi. Jaringan fibrosa padat yang terbentuk karena trauma sering menjadi significant shadow.

Uretroplasty anastomosis adalah prosedur pilihan pada ruptur total uretra pars bulbosa setelah straddle injury.

H. Komplikasi

Komplikasi dini setelah rekontruksi uretra adalah infeksi, hematoma, abses periuretral, fistel uretrokutan, dan epididimitis. Komplikasi lanjut yang paling sering terjadi adalah striktur uretra.

I. Prognosis

Striktur uretra adalah komplikasi utama tetapi pada banyak kasus tidak memerlukan rekonstruksi bedah. Jika, striktur ditetapkan, laju aliran urin kurang baik dan infeksi urinaria dan terdapat fistel uretra, rekonstruksi dibutuhkan.

BAB IV

KESIMPULAN

Seorang laki- laki 40 tahun datang dengan keluhan darah menetes dari saluran kencing. Hal tersebut terjadi karena pasien terpeleset dari bak truk dan selangkangan membentur besi. Darah menetes terus menerus. Pasien belum dilakukan tatalaksana apapun untuk mengurangi keluhan. Pasien juga mengeluh saat BAK bercampur darah, sedikit nyeri pada skrotum, dan demam. Hasil pemeriksaan fisik didapatkan tampak darah menetes dari meatus orificium eksterna. Pada skrotum tampak hematom.

Ruptur uretra anterior paling sering karena straddle injury. Manifestasi klinis sesuai dengan ruptur uretra yaitu nyeri pada saat kencing, kencing keluar darah dari orifisium uretra eksterna. Uretrografi retrograde merupakan pemeriksaan standar dalam mendiagnosis trauma uretra, dimana pemeriksaan ini akurat, sederhana, dan dapat di lakukan dengan cepat pada keadaan trauma. Uretrografi retrograde merupakan prosedur diagnostik untuk menilai pasien dengan suspek trauma uretra, diantaranya pasien dengan darah di meatus, hematuria, ketidakmampuan berkemih. Dengan pemeriksaan ini kita dapat mengetahui lokasi trauma.

Pada pemeriksaan uretrografi pada pasien ini didapatkan kesan Tampak ujung pars bulbosa lebih besar, ekstravasasi kontras tetapi belum tampak ruptur. Hal ini sesuai klasifikasi rupture uretra anterior Incomplete disruption yang didiskripsikan oleh McAninch dan Armenakas berdasarkan atas gambaran radiologi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Jong WD. 2005.. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2: Jakarta : EGC.

2. Kapita selekta Kedokteran Jilid 2. 2000. Jakarta: Media Aesculapius FKUI.

3. Grace P.,Borley N. 2005. At a glance Ilmu Bedah Edisi ketiga. Jakarta: Penerbit Erlangga.

4. Purnomo, B. Dasar-dasar Urologi. Edisi kedua. Jakarta: Sagung Seto; 2008

1