sagu-03

11

Click here to load reader

Upload: skak-mat

Post on 25-Oct-2015

301 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Sagu Indonesia

TRANSCRIPT

Page 1: Sagu-03

Perspektif Vol. 10 No. 2 /Des 2011. Hlm 81 - 91ISSN: 1412-8004

Sagu Mendukung Ketahanan Pangan Dalam Menghadapi Dampak Perubahan Iklim (J.B. ALFONS DAN A.A. RIVAIE) 81

SAGU MENDUKUNGKETAHANAN PANGAN DALAM MENGHADAPI DAMPAK

PERUBAHAN IKLIM

JANES BERTHY ALFONS dan A. ARIVIN RIVAIEBalai Pengkajian Teknologi Pertanian Maluku

Jl. Chr. Soplanit Rumah Tiga, Poka, Ambon, MalukuTelp. (0911) 3303610, Faks. (0911) 322542

E-mail: [email protected]

Diterima : 10 September 2011 Disetujui : 5 Desember 2011

ABSTRAK

Sagu (Metroxylon spp) merupakan salah satu sumberpangan tradisional potensial yang dapat dikem-bangkan dalam diversifikasi pangan mendukungketahanan pangan lokal dan nasional. Bahan pangantradisional ini memiliki nilai gizi tidak kalah dengansumber pangan lainnya seperti beras, jagung, ubikayu,dan kentang. Potensi lahan sagu di Maluku cukupluas, demikian pula dengan potensi produksinyacukup tinggi (30 t/ha/th), jauh melebihi sumber panganlainnya (padi, jagung, dan kentang). Tepung sagu danproduk olahannya dapat dikelompokkan sebagaipangan fungsional karena memiliki kandungankarbohidrat (84,7%) dan serat pangan (3,69-5,96%)yang cukup tinggi, indeks glikemik (28) rendah, danmengandung pati resisten, polisakarida bukan pati,dan karbohidrat rantai pendek yang sangat bergunabagi kesehatan. Proses budidaya sagu (pra-panen)sampai pengolahan tepung sagu basah (pasca panen)dilakukan secara alami, sehingga tepung sagu dapatdikategorikan sebagai pangan organik 100%. Tepungsagu basah dapat dikeringkan untuk meningkatkandaya simpan dan daya tarik kemasan, serta dapatdiolah menjadi berbagai kue basah dan kue kering.Strategi yang ditempuh dalam upaya pengembangansagu sebagai komponen ketahanan pangan lokal dannasional perlu dilakukan mulai dari hulu ke hilir, baikaspek teknis maupun manajemen melaluipengembangan agribisnis sagu yang berdaya saing,berkerakyatan, berkelanjutan, dan terdesentralisasi.Dalam rangka memantapkan ketahanan pangan,pemanfaatan potensi sagu sebagai komponenketahanan pangan hendaknya memperhatikan hal-halsebagai berikut: (1) diversifikasi produk olahan saguagar beragam, bergizi, dan berimbang, (2) pertahankandan perbaiki pola konsumsi pangan berbasis sagu, (3)mutu dan keamanan pangan agar terjamin, (4)pemanfaatan teknologi tepat guna, dan (5) usahapeningkatan nilai tambah melalui perbaikan dan

peningkatan produk olahan berbasis sagu yangberdaya saing tinggi.

Kata kunci : Sagu, pangan tradisional, panganfungsional, pangan organik, ke-tahanan pangan.

ABSTRACT

Sago Supports Food Security Dealing with theImpact of Climate Change

Sago (Metroxylon spp.) is one source of traditionalfoods potentially to be developed to support local andnational food security. Nutritional value of sago isalmost equal to other food sources, such as rice, maize,cassava, and potato. The potential area of sago inMoluccas is large enough. In addition, its productionpotential in the region is high enough (30 t/ha/yr), farexceeding other sources of food (rice, corn, and potato).Sago flour and its processed products can be classifiedas functional foods because it has high carbohydratecontent (84.7%) and dietary fibre (3.69 to 5.96%), lowglycemic index (28), resistant starch, non-starchpolysaccharide, and short chain carbohydrates that arevery useful for health. In the sago farming, from thesago cultivation (pre-harvest) until the wet sago flourprocessing (post-harvest) is done naturally, hence, thesago starch can be categorized as 100% organic food.Wet sago starch can be dried to increase the storagedurability and the packaging attractiveness. Moreover,the flour can be processed into a variety of cakes andpastries. The strategy taken in the development effortsof sago as a component of local and national foodsecurity needs to be done starting from up-stream todown-stream, including technical and managementaspects by developing a competitive, pro-poor,sustainable, and decentralized sago agribusiness. Inorder to strengthen the food security, utilization of thesago as a component of food security should consider

Page 2: Sagu-03

82 Volume 10 Nomor 2, Des 2011 : 81 - 91

the following matters: (1) diversification of sagoprocessed products should be diverse, nutritious, andbalanced, (2) maintain and improve consumptionpatterns of the sago-based foods, (3 ) quality and foodsafety to be guaranteed, (4) use of appropriatetechnology, and (5) efforts increase added valuethrough improving and increasing highly competitivesago-based products.

Key words: Sago, traditional food, functional food,organic food, food security.

PENDAHULUAN

Perubahan iklim dunia yang ditandai olehpeningkatan rata-rata suhu udara, frekuensikejadian cuaca ekstrim, dan variabilitas cuacatelah mengakibatkan efek negatif terhadapkuantitas dan kualitas produksi pertanian.Kegagalan panen yang serius telah menjadi buktidi berbagai belahan dunia (Tompkins dan Adger,2004). Faktor perubahan iklim saat ini telahmenjadi faktor yang dominan dalam menentukanproduktivitas pertanian di negara kita,mengalahkan faktor-faktor lainnya yang selamaini menempati posisi penting, seperti faktorbenih, pupuk, pestisida, sistem tanam, danlainnya (Haryono, 2011).

Indonesia merupakan salah satu negarayang mempunyai komitmen tinggi terhadappembangunan ketahanan pangan. Komitmentersebut dituangkan dalam Undang-UndangNomor 7/1996, tentang Pangan yangmengamanatkan agar pemerintah bersamamasyarakat mewujudkan ketahanan pangan bagiseluruh rakyat Indonesia. Menurut undang-undang tersebut, ketahanan pangan adalahkondisi terpenuhinya kebutuhan pangan bagirumah tangga yang tercermin dari tersedianyapangan secara cukup, baik dalam jumlahmaupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau.Pembangunan ketahanan dan kemandirianpangan lokal sebagai komponen sistem pangannasional adalah sangat penting. MenurutAlimoeso (2009), setiap provinsi besertakabupatennya hendaknya mampu menjabarkanskenario rencana aksi peningkatan produksi danproduktivitas komoditas tanaman pangan.

Menurut Thahir (2004) sumberdaya alamIndonesia memiliki potensi ketersediaan pangan

yang beragam dari satu wilayah ke wilayahlainnya, baik sebagai sumber karbohidrat,protein, vitamin maupun mineral, yang berasaldari kelompok padi-padian, umbi-umbian,pangan hewani, kacang-kacangan, sayur, buah,dan biji berminyak. Dengan jumlah penduduksebanyak 1,5 juta (2007) dan 90% penduduknyabertumpu pada pertanian dan perikanan,Provinsi Maluku memiliki potensi keragamansumber daya genetik (SDG) lokal yang tinggiuntuk berbagai jenis tanaman pangan non-padi.Tanaman pangan tersebut diantaranya adalahsagu (26.410 ha), umbi-umbian (1.946 ha), pisang(1.444 ha), hotong, dan sukun (Biro Pusat StatistikProvinsi Maluku, 2010).

Akhir-akhir ini konsumsi sagu (Metroxylonspp) sebagai makanan pokok di Maluku sangatrendah bahkan cenderung beralih ke beras.Menurut Hetharia (2006) hal ini karena: (a)adanya transmigran, mendorong alih fungsilahan sagu menjadi lahan sawah, (b) berasmerupakan komoditas ”bergengsi” yang dapatmeningkatkan status sosial, disamping berastersedia dalam jumlah yang memadai dan mudahdiperoleh, (c) umur panen sagu relatif lama (8-10tahun), (d) pemerintah daerah kurang/belummemperhatikan sagu sebagai pangan lokal,sehingga lahan sagu dikonversi menjadi lahansawah, (e) lemahnya sosialisasi kebiasaan(tradisi) makan sagu dari generasi ke generasi, (f)tidak tersedianya produk sagu dalam kualitas,kuantitas, waktu, dan tempat yang memadai, (g)diversifikasi produk masih terbatas, dan (h)meningkatnya status sosial karena kodisi sosialekonomi masyarakat semakin membaik, sehinggaberalih ke beras.

Suatu kebijakan ketahanan pangan yangdalam pelaksanaannya memanfaatkan semak-simal mungkin pangan lokal merupakan suatulangkah yang sangat tepat, karena pangan lokaltersedia dalam jumlah yang cukup di seluruhdaerah dan mudah dikembangkan karena sesuaidengan agroklimat setempat. Sagu sebagai salahsatu komoditas tanaman perkebunan, merupakanpangan lokal bagi masyarakat di beberapawilayah (termasuk di Maluku) memiliki peluangpengembangan yang sangat strategis sebagaikomponen ketahanan pangan dalammemantapkan ketahanan pangan lokal maupun

Page 3: Sagu-03

Sagu Mendukung Ketahanan Pangan Dalam Menghadapi Dampak Perubahan Iklim (J.B. ALFONS DAN A.A. RIVAIE) 83

nasional. Makalah ini bertujuan memaparkanpotensi sagu sebagai komponen ketahananpangan dan strategi pengembangan sagu sebagaipangan tradisional dan pangan fungsional-organik mendukung ketahanan pangan daerahdan nasional.

POTENSI SAGU DI MALUKU

Potensi ketersediaan sumberdaya panganyang beragam dari satu wilayah ke wilayahlainnya di Indonesia sampai saat ini belumseluruhnya dimanfaatkan secara optimal. Polakonsumsi pangan rumah tangga umumnyamasih didominasi oleh beras. Sagu di Malukumerupakan makanan pokok menyusul ubikayu,jagung, ubi jalar dan ubi-ubian lainnya. Sejakdahulu secara turun temurun masyarakat desaterbiasa memanfaatkan sumber-sumber panganyang beragam itu sebagai basis pemenuhankebutuhan pangan pokok sehari-hari maupunsebagai makan kecil. Pangan yang diolah dengancara pengolahan tradisional dan dikonsumsisecara turun-temurun dikategorikan sebagaipangan tradisional (Purwani, 2003; Darmawan,2004; Thahir, 2004). Ini berarti bahwa sagusebagai pangan tradisional juga mempunyaiperan strategis dalam memantapkan ketahananpangan lokal dan nasional.

Potensi Lahan dan Produktivitas Sagu

Indonesia memiliki keunggulan komparatifdan kompetitif dalam pengembangan sagudibandingkan negara lain seperti Papua NewGuinea, Malaysia, Kepulauan Pasifik, Filipinadan Thailand. Hal ini karena Indonesiamerupakan daerah asal dan sentra penyebaransagu dunia (Budianto, 2003). Tanaman sagu diMaluku (seperti halnya di Papua, Sulawesi, dansebagian daerah di Sumatera) tumbuh di rawa-rawa, daerah pasang surut, dan tegalan.Tanaman ini umumnya juga berfungsimengoptimalkan lahan dan mencegah erosi,sehingga pengembangan sagu pada berbagaitipologi lahan tersebut memiliki berbagai macammakna dan kepentingan.

Pengembangan lahan sagu khususnyapada lahan-lahan tegalan (kering) dalam rangka

mendukung ketahanan pangan juga merupakansalah satu alternatif untuk mengurangi emisi gasrumah kaca (GRK) penyebab pemanasan global.Pengembangan padi sawah untuk menjaminkecukupan pangan akan menghasilkan GRK(terutama CH4) yang relatif jauh lebih banyak biladibandingkan dengan pengembangan sagu dilahan kering, karena kondisi sawah yang selalutergenang (Departemen Pertanian, 2009). Dalamkaitan ini, pengembangan sagu sebagaikomponen utama ketahanan pangan pada lahankering (khususnya di Maluku) merupakan upayadiversifikasi pangan yang diarahkan padakomoditas yang budidayanya tidak memerlukankondisi tergenang (anaerobik, sawah). Selainberkontribusi dalam upaya mitigasi emisi GRK,pengembangan lahan sagu juga dapatmeningkatkan kualitas ketahanan panganmelalui spektrum pilihan konsumsi yangsemakin luas. Pengembangan pengane-karagaman konsumsi pangan non-beras ini tentujuga harus didukung oleh ketersediaan teknologibudidaya tanaman sagu yang adaptif terhadapperubahan iklim.

Areal sagu di Indonesia terluas di dunia,yaitu 1,128 juta ha atau 51,3% dari areal sagudunia (2,201 juta ha), yang tersebar di Papua,Maluku, Maluku Utara, Kepulauan Riau, NAD,Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, SulawesiUtara, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Tenggara.Soedewo dan Haryanto (1983) menyatakan luaslahan sagu di Indonesia 716.000 ha. MenurutSoekarto dan Winjandi (1983) luasnya adalah850.000 ha, sedangkan menurut Manan danSupangkat (1986) luas lahan tersebut sebesar4.183.300 ha.

Di Maluku areal sagu potensialdiperkirakan seluas 31.360 ha (Alfons danBustaman, 2005). Areal sagu terluas yaitu 9.250ha (29,50%) terdapat di Kabupaten Seram BagianTimur, menyusul Kabupaten Seram Bagian Barat8.410 ha (26,82%), Kabupaten Maluku Tengah6.425 ha (20,50%), dan Kabupaten Buru 5.457 ha(17,40%). Kabupaten Aru memiliki areal saguterkecil hanya 1.318 ha (4,20%) menyusul KodyaAmbon 255 ha (0,80%) dan Maluku TenggaraBarat 245 ha (0,78%).

Produktivitas tepung sagu basah diMaluku bervariasi antara 100-500 kg/phn

Page 4: Sagu-03

84 Volume 10 Nomor 2, Des 2011 : 81 - 91

tergantung jenisnya (Alfons dan Bustaman, 2005).Jenis sagu Tuni memiliki potensi produksitertinggi (500 kg/phn) menyusul jenis Molat,Ihur, dan Makanaru masing-masing 400, 300, dan250 kg/ha. Jenis Duri Rotan dan Molat Berdurimemiliki potensi produksi terendah berturut-turut 100 dan 200 kg/phn. Dengan demikianpotensi produksi tepung sagu basah di Malukurata-rata 292 kg/phn dan potensi masa tebangrata-rata 102 phn/ha/th, maka produktivitastepung sagu basah ± 30 t/ha/th. Produktivitassagu yang dibudidayakan dapat mencapai 25t/ha/th (Flach, 1997; Suryana, 2007). Hal inimenunjukkan bahwa produktivitas sagu jauhmelebihi produktivitas padi 10-16 t/ha/th (2 xtanam) dan jagung 8-10 t/ha/th (1 x tanam).Potensi yang cukup besar ini bila dikelola secarabaik dapat merupakan sumber pangan potensialuntuk memenuhi kebutuhan kalori 210 jutapenduduk Indonesia.

Potensi Nilai Gizi Sagu Sebagai PanganFungsional

Menurut BPOM RI (2005 dalam Papilaya,2009), pangan fungsional adalah pangan olahanyang mengandung satu atau lebih komponenfungsional, yang berdasarkan kajian mempunyaifungsi fisiologis tertentu, terbukti tidakmembahayakan dan bermanfaat bagi kesehatan.Jepang merupakan negara yang paling tegasdalam memberi batasan mengenai panganfungsional dan paling maju dalamperkembangan industri pangan fungsionalnya.Para ilmuwan Jepang menekankan pada tigafungsi dasar pangan fungsional (Rachmat, 2004),yaitu; (1) sensory (warna dan penampilan menarikdan cita rasanya enak), (2) nutritional (bernilaigizi tinggi), dan (3) physiological (memberikanpengaruh fisiologi yang menguntungkan bagitubuh). Selanjutnya menurut Astawan (2008),golongan senyawa yang dianggap mempunyaifungsi-fungsi fisiologis tertentu di dalam panganfungsional adalah senyawa-senyawa alami diluar zat gizi dasar yang terkandung dalampangan yang bersangkutan, yaitu: (1) seratpangan (dietary fiber), (2) oligisakarida, (3) gulaalkohol (polyol), (4) asam lemak tidak jenuhjamak, (5) peptida dan protein tertentu,(6)glikosida dan isoprenoid, (7) polifenol dan

isoflavon, (8) kolin dan lesitin, (9) bakteri asamlaktat, (10) phytosterol, dan (11) vitamin danmineral tertentu

Lebih lanjut menurut Papilaya (2009) suatuproduk dapat disebut sebagai kelompok panganfungsional, bila: (1) produk pangan berasal daribahan alami, (2) layak dikonsumsi sebagai bahandari diet setiap hari, dan (3) mempunyai fungsitertentu pada saat dicerna, memberikan perankhusus dalam proses metabolisme tubuh sepertimeningkatkan imunitas tubuh, mencegahpenyakit tertentu, membantu pemulihan tubuhsetelah menderita sakit, menjaga kondisi fisik danmental serta memperlambat proses penuaan.

Mengacu pada definisi dan kriteria panganfungsional tersebut, maka pati atau tepung sagudan produk olahannya dapat dikelompokkansebagai pangan fungsional. Dengan kata lainsagu disamping sebagai salah satu sumberpangan tradisional potensial, juga merupakanpangan fungsional yang dapat dikembangkandalam diversifikasi pangan untuk mendukungketahanan pangan lokal dan nasional. Hal ini atasdasar pertimbangan bahwa sagu memiliki nilaigizi tidak kalah dengan sumber pangan lainnyaseperti beras, jagung, ubikayu, dan kentang.

Kandungan kalori sagu tidak jauh berbedadengan beras dan jagung, bahkan melebihikentang, sukun, ubikayu, ubijalar, dan yams(gembili dan uwi/ubi). Bahkan kandungankarbohidrat sagu melebihi beras dan bahanpangan lainnya (Tabel 1). Kandungan proteinsagu memang rendah, namun dapat dilengkapidengan protein ikan dan sayuran melalui menumakan seperti papeda dan atau sagu lempeng +ikan kuah, ikan bakar + colo-colo + sayuran(menu sagu khas Maluku). Pati sagu jugamengandung 3,69-5,96% serat pangan (Achmadet al., 1999) dan nilai Indeks Glikemik (IG) 28,termasuk dalam kategori rendah karena kurangdari 55 (Haliza, 2006 dalam Purwani et al., 2006).Disamping itu pati sagu mengandung sekitar27% amilosa dan 73% amilopektin(Wirakartakusumah et al., 1985). Rasio amilosadan amilopektin akan mempengaruhi sifat-sifatpati itu sendiri. Apabila kadar amilosa tinggi,maka pati akan bersifat kering, kurang lekat, dancenderung menyerap air lebih banyak(higroskopis).

Page 5: Sagu-03

Sagu Mendukung Ketahanan Pangan Dalam Menghadapi Dampak Perubahan Iklim (J.B. ALFONS DAN A.A. RIVAIE) 85

Serat pangan menurut Silalahi danHutagalung (2007) adalah karbohidrat(polisakarida) dan lignin yang tidak dapatdicerna oleh enzim pencernaan manusia.Sehingga serat pangan kebanyakan akan menjadibahan substrat untuk fermentasi bagi bakteriyang hidup di dalam usus besar. Serat pangandapat dikelompokkan berdasarkan strukturmolekul dan keturunannya. Kebanyakan jeniskarbohidrat yang sampai ke usus besar tidaktercerna, yaitu: (a) polisakarida yang bukan pati(non-starch polysacharides), (b) pati yang tak dapatdicerna, dan (e) karbohidrat rantai pendek (shortchain carbohydrates). Pati tak tercerna (resistentstarch) menghasilkan hidrogen, metana,karbondioksida, asam lemak rantai pendek dansejumlah energi (0-3 kal/gr). Asam lemak rantaipendek hasil fermentasi mikroba tersebut cepatdiserap ke hati, dan diduga asam propionat hasilfermentasi menghambat sintesis kolestrol didalam hati. Butirat bermanfaat sebagai probiotek,menjaga mikroflora usus, meningkatkankekebalan tubuh, mengurangi resiko terjadinyakanker usus, mengurangi resiko terjadinyakanker paru-paru, mengurangi kegemukan, danmempermudah buang air besar. Disamping ituproduk sagu juga dapat digunakan untuk anak-anak penderita penyakit authis (Papilaya, 2008).

Secara empirik, probiotek yang berasal daripati/tepung sagu sudah terbukti khasiatnya bagimereka yang makanan pokoknya sagu. Ibu-ibudi Maluku yang secara rutin memberikan”papeda” (makanan khas tradisonal Maluku)kepada bayi (di atas 6 bulan), mengemukakan

bahwa bobot badan bayinya bertambah secaraluar biasa, atau dalam istilah sehari-hari disebut”body pica-pica” atau badan besar, kuat, dansehat (Papilaya, 2009). Hal ini diduga berkaitanerat dengan peran probiotek yang dapat menjagamikroflora usus, meningkatkan daya tahantubuh, dan mengurangi diare pada bayi.Demikian pula dengan anak-anak dan orangdewasa yang kegemarannya mengkonsumsi”papeda” dengan ikan kuah kuning pakai kenarimembuat hidupnya terasa sehat dan bugar (AlStaa dan Jenie, 2008; Hegar, 2007). Hal ini didugaberkaitan erat dengan adanya efek sinbiotikantara probiotek yang berasal dari pati sagu danprobiotik yang berasal dari ikan (Rieuwpassa,2008; Pusponegoro, 2008; Abikusno, 2006;Surono, 2004).

Potensi Sagu Sebagai Pangan Organik

Pentingnya nilai kesehatan dan kepedulianterhadap lingkungan hidup telah mendorongmasyarakat untuk kembali mengkonsumsipangan organik. Beberapa alasan yang mendasarikeputusan tersebut antara lain: (1) berhentimengkonsumsi bahan-bahan kimia, (2)melindungi anak kita, (3) rasa pangan organiklebih baik/lebih enak, (4) mendukung petani-petani lokal berskala kecil, (5) melindungikualitas air dan udara, (6) mencegah erosi tanah,(7) melindungi kesehatan, (8) hemat energi, (9)mempromosikan keanekaragaman hayati, (10)harganya relatif tidak mahal, dan (11) bebas daribahan-bahan hasil rekayasa genetik (Sudrajat danSurahman, 2007).

Tabel 1. Nilai gizi sagu dan beberapa bahan pangan per 100 gram.

Komponen Sagu Beras giling Kentang Tepung jagung Ubi kayu Sukun Gembili Uwi/Ubi Ubi jalar

Kadar Air (%) 14,00 13,00 77,80 12,00 62,50 55,50 75,00 75,00 68,50Kalori (Kal) 343,00 349,00 85,00 367,00 146,00 96,00 97,00 89,00 125,00Protein (g) 0,70 6,80 2,00 9,20 1,20 1,00 1,50 2,00 1,80Lemak (g) 0,20 0,70 0,10 3,90 0,30 0,20 0,10 0,20 0,70Karbohidrat (g) 84,70 78,90 19,10 73,70 34,70 22,60 22,40 19,80 27,90Mineral (g) 0,40 0,60 1,00 1,20 1,30 0,70 1,00 3,00 1,10Kalsium (mg) 11,00 10,00 11,00 10,00 33,00 17,00 14,00 45,00 30,00Fosfor (mg) 13,00 140,00 56,00 256,00 40,00 47,00 49,00 280,00 49,00Besi (mg) 1,50 0,80 0,70 2,40 0,70 0,30 0,80 1,80 0,70Thiamine (mg) 0,01 0,12 0,11 0,38 0,06 0,10 0,05 0,10 0,09

Sumber: Kam (1992)

Page 6: Sagu-03

86 Volume 10 Nomor 2, Des 2011 : 81 - 91

Khomsan (2010) mengemukakan bahwapangan organik adalah semua jenis pangan yangberasal dan organisme hidup (hewan atautumbuhan). Istilah organik digunakan secaraterbatas untuk produk-produk tanaman yangtidak menggunakan pestisida dan pupuk buatan.Sejalan dengan definisi tersebut, Astawan (2008)menambahkan bahwa pangan organik adalahpangan yang ditumbuhkan dengan bahanorganik (organically grown) atau yang diproduksidari bahan-bahan organik (organically produced).Pengertian pangan organik dalam arti luasadalah pangan yang memenuhi pedomanpersyaratan internasional, misalnya tidakmenggunakan bibit GMO (genetic modifiedorganism) dan teknologi iradiasi untuk meng-awetkan produk (Papilaya, 2008). Berdasarkanpengertian pangan organik tersebut, maka sagumerupakan pangan organik karena prosesproduksi (budidaya) dilakukan secara organiktanpa penggunaan pupuk dan pestisida,demikian juga dalam proses pengolahan hasildilakukan tanpa penggunaan bahan kimia.

Potensi Sagu Sebagai Pangan Tradisional

Pangan tradisional adalah makanan danminuman yang biasa dikonsumsi olehmasyarakat pada wilayah tertentu, dengan citarasa khas yang diterima oleh masyarakat tersebut(Purwani, 2003; Syah dan Hariyadi, 2004).Pangan tradisional dicirikan dari penggunaanbahan pangan lokal oleh masyarakat dimanamakanan tersebut berasal (Syah dan Hariyadi,2004). Pangan tradisional di Indonesia terbuatdari beragam bahan mentah dengan aneka ragamresep dan proses pengolahannya. Beberapabahan lokal yang banyak diolah menjadi pangantradisional berasal dari sumber karbohidrat(serealia, umbi-umbian, dan sagu), sumberprotein nabati dan hewani (kacang-kacangan,susu, daging, dan ikan), dan dari sumber mineraldan vitamin (sayur-sayuran dan buah-buahan).Pangan tradisional juga dikonsumsi dalamberbagai bentuk, baik sebagai makanan lengkap(nasi dan lauk pauk), hidangan camilan ataumakanan ringan atau sebagai minuman.

Karena karakternya yang melekat denganbudaya setempat, maka pangan tradisionalmempunyai potensi yang besar untuk

dikembangkan sebagai pangan alternatifmendukung ketahanan pangan lokal dannasional. Menurut Syah dan Hariyadi (2004),terdapat beberapa potensi terkait denganpengembangan pangan tradisional antara lainadalah: (1) pemberdayaan ekonomi masyarakat,(2) peningkatan pendapatan asli daerah, (3)peningkatan status gizi dan kesehatanmasyarakat, dan (4) untuk tujuan wisata boga.Akan tetapi, potensi yang besar tersebutdihadapkan pada masalah mutu atau kualitasnyayang rendah, baik ditinjau dari segi penampilan,daya tahan simpan, maupun kebersihannya,sehingga keamanannya bagi kesehatan jugarendah. Untuk mengatasi hal ini, maka dukunganilmu pengetahuan dan teknologi sangatdiperlukan.

Disamping itu, pangan tradisional jugamerupakan salah satu bentuk dari kearifan lokal(indigenous knowledge) yang dimiliki daerahtertentu. Selama ini sudah sering kita saksikanbagaimana gerak langkah pembangunan akanlebih optimal jika kearifan-kearifan lokaldijadikan pijakan utama. Untuk itu, makapengembangan industri pangan denganmemanfaatkan potensi sagu sebagai pangantradisonal merupakan langkah strategis untukmengembangkan ekonomi secara keseluruhan.

Masyarakat Maluku mengonsumsi sagusebagai bahan pangan tradisional dalam bentukmakanan pokok (papeda, sinoli, tutupola, sagulempeng, dan buburne) maupun camilan (sarut,bagea, sagu tumbu, dan sagu gula). Di SulawesiSelatan dan Tenggara, makanan ini dikenaldengan nama kapurung dan sinonggi. Sedangkandi Sangihe Talaud dikenal dengan nama rirange(Lay et al., 1998; Wahid, 1988). Di daerah Riaudikenal berbagai makanan tradisional sepertisagu gabah, sagu rendang, sagu embel, laksasagu, kue bangkit, sagu opor, kerupuk sagu, danlain-lain (Hutapea et al., 2003). Bertitik tolak dariarti pentingnya sagu sebagai pangan tradisionaldan pangan fungsional-organik, makamemposisikan sagu sebagai komponen dalammembangun ketahanan pangan nasional yangtangguh merupakan langkah strategis yangberimplikasi jauh ke depan.

Page 7: Sagu-03

Sagu Mendukung Ketahanan Pangan Dalam Menghadapi Dampak Perubahan Iklim (J.B. ALFONS DAN A.A. RIVAIE) 87

STRATEGI PENGEMBANGAN SAGUMENDUKUNG KETAHANAN PANGAN

Sektor pertanian di negara kita mempunyaiperan yang sangat penting bagi kehidupan danperekonomian, yaitu terutama sebagai pemasokbahan pangan utama, penyerap angkatan kerja,dan penyumbang pertumbuhan ekonomi.Disamping itu, sektor ini di masa mendatangjuga harus berperan sebagai penyedia bahanbaku untuk bahan bakar nabati dan fungsiekologis bagi masyarakat. Mengingat pentingnyaperanan tersebut di atas, maka sudah merupakankeharusan bila dilakukan berbagai upayaantisipasi terhadap perubahan iklim pada sektorpertanian di berbagai wilayah di Indonesia, gunamengurangi dampak perubahan iklim yangdapat mengancam ketahanan pangan danmenimbulkan kerawanan sosial lainnya(Departemen Pertanian, 2009).

Pada dasarnya pemantapan ketahananpangan yang hendak diwujudkan adalahketahanan pangan rumah tangga, yaitu tentunyasecara kumulatif akan menopang ketahananpangan daerah dan nasional (Nainggolan, 2004).Masalah utama yang dihadapi untukmewujudkan hal tersebut adalah adanyapercepatan permintaan atau kebutuhan panganyang lebih tinggi daripada percepatanpenyediaannya. Sehubungan dengan itu, makadengan sasaran menjadikan sagu sebagai pangantradisional dan fungsional-organik, yang dapatmemenuhi kebutuhan dan kecukupan panganrumah tangga secara berkelanjutan, mempunyaiarti strategis guna mendukung ketahananpangan wilayah dan nasional. Beberapa strategidalam upaya pengembangan sagu untukmendukung ketahanan pangan lokal dannasional, dapat dilakukan dari hulu hingga kehilir, baik dari aspek teknis maupun manajemenmelalui:1. Pengembangan kapasitas produksi (on-farm)

melalui rehabilitasi kemampuan dan optima-lisasi pemanfaatan sumberdaya lahan dantanaman sagu.

2. Peningkatan pemberdayaan dan partisipasimasyarakat melalui berbagai bentuk kerjasama dan kemitraan usaha.

3. Pengembangan mutu dan keragaman produkolahan melalui perbaikan teknologi olahansagu sebagai bahan pangan, perbaikankemasan, pengepakan, dan pengiriman/transportasi.

4. Peningkatan cita rasa produk olahan sagumelalui festival, pameran, dan keteladanandalam masyarakat.

5. Pengembangan dan peningkatan intensitasjaringan kerja sama lintas pelaku, lintaswilayah, dan lintas waktu dalam sistemkoordinasi guna mensinergikan kebijakan,program, dan kegiatan.

6. Peningkatan peran lembaga penelitian(litbang dan perguruan tinggi) untukmengembangkan sagu sabagai pangantradisional menjadi pangan bergengsi danberkualitas (pangan fungsional-organik).

7. Peningkatan efektifitas dan kualitas kinerjapemerintahan dalam memfasilitasi masyara-kat untuk berpartisipasi dan pengembangansagu sebagai pangan tradisional maupunpangan fungsional-organik mendukungketahanan pangan daerah dan nasional.

8. Pengembangan agribisnis sagu yang berdayasaing, berkerakyatan, berkelanjutan, danterdesentralisasi dalam arti sebagai berikut:- Berdaya saing tinggi, yang diupayakan

melalui peningkatan efisiensi denganmemanfaatkan inovasi dan teknologi,peningkatan produktivitas dan nilaitambah, serta penajaman orientasi pasar.

- Berkerakyatan, yaitu memfasilitasi peluangyang lebih besar bagi masyarakat luasuntuk berpartisipasi dalam usaha kecildan menengah, dengan mendayagunakansumberdaya yang dimilikinya.

- Berkelanjutan, diupayakan melaluipeningkatan dan pemeliharaan kapasitassumberdaya alam, penerapan inovasiteknologi ramah lingkungan danpengembangan sistem distribusikeuangan yang adil.

- Terdesentralisasi, yang berarti keputusantentang hal-hal yang terkait denganpengelolaan sumberdaya sagu untukmeningkatkan ketahanan pangan beradaditangan masyarakat bersama pemerintahdaerah, dalam rangka mendorong

Page 8: Sagu-03

88 Volume 10 Nomor 2, Des 2011 : 81 - 91

pendayagunaan keunggulan sumberdayasagu sesuai dengan pilihan masyarakat didaerah.

Berdasarkan strategi-strategi pengem-bangan sagu seperti yang disebutkan di atas,maka diperlukan upaya-upaya teknis dalamrangka peningkatan mutu, keamanan, danprestise sebagai berikut:(a) Pemilihan bahan baku yang baik. Dalam

pemilihan bahan mentah harus selaludiingat bahwa produk olahan bermututinggi hanya akan diperoleh dari bahanmentah yang bermutu tinggi. Oleh karenaitu pemilihan dan penggunaan bahanmentah yang bermutu tinggi mutlakdilakukan.

(b) Pemilihan bahan tambahan pangan yang baik.Bahan tambahan pangan perlu dibedakanantara bahan tambahan pangan yangdiizinkan untuk digunakan dalam peng-olahan dengan bahan kimia berbahaya yangdilarang untuk digunakan dalampengolahan pangan.

(c) Penanganan yang lebih baik. Umumnyaproduksi pangan tradisional kurangmemperhatikan sanitasi dan higienis, baikdalam hal kebersihan ruang pengolahan,peralatan pengolahan, maupun kebersihanorang yang melakukan proses produksi.Akibatnya mikroba yang terdapat dimana-mana akan memcemari produk pangan,sehingga bukan saja dapat membusukkanproduk pangan, akan tetapi apabila terdapatmikroba patogen dan ikut masuk ke dalamtubuh konsumen akan menyebabkanpenyakit.

(d) Jaminan mutu, distribusi, dan pemasaran.Salah satu penyebab pangan tradisional sulituntuk berkembang adalah karena penam-pilan atau penyajiannya yang kurangmenarik. Oleh karena itu diperlukan upaya-upaya yang lebih serius untuk mem-perbaikinya, misalnya perbaikan dari aspeksensori yang meliputi banyak warna dankebersihan, serta menggunakan kemasanyang lebih baik dan menarik. Perlu puladiingat bahwa segala macam perbaikantersebut sedapat mungkin tidak meninggal-

kan sifat tradisionalnya, karena merupakanwarisan budaya dan perlu dipertahankan.

KESIMPULAN

Sagu merupakan sumber pangan yangpotensinya cukup besar di Indonesia, khususnyadi Maluku. Nilai kalori dan gizi sagu tidak kalahdengan sumber pangan lainnya, seperti beras,jagung, ubi kayu, dan kentang. Disamping itusagu memiliki serat pangan dengan indeksglikemik rendah, mengandung pati resisten(resistant starch), polisakarida bukan pati (non-starch polysacharides), dan karbohidrat rantaipendek (short chain carbohydrates), sehinggasangat potensial sebagai pangan fungsional.Memposisikan sagu sebagai komponen dalammembangun ketahanan pangan nasional yangtangguh adalah merupakan langkah strategisyang berimplikasi jauh ke depan. Kajiankebijakan yang menyeluruh perlu dilakukan danberbagai inovasi teknologi dari hulu sampai hiliryang dapat diaplikasikan perlu dikembangkan,guna mendukung pengembangan agribisnis saguyang berdaya saing, berkerakyatan, berkelanjutandan terdesentralisasi.

Beberapa hal penting yang perlu mendapatperhatian dalam rangka pemanfaatan potensisagu sebagai komponen ketahanan panganadalah sebagai berikut: (1) diversifikasi produkolahan sagu hendaknya beragam, bergizi, danberimbang, (2) pertahankan dan perbaiki polakonsumsi pangan berbasis sagu, (3) mutu dankeamanan pangan agar terjamin, (4) pemanfaatanteknologi tepat guna, dan (5) usaha peningkatannilai tambah melalui perbaikan dan peningkatanproduk olahan berbasis sagu yang berdaya saingtinggi.

DAFTAR PUSTAKA

Abikusno, N. 2006. Probiotek dan Probiotik.Manfaat Bagi Kesehatan.http://pjnhk.go.id [ 25 September 2008].

Achmad, F.B., P.A. Williams, J.L. Doublier, S.Durand, and A. Buleon. 1999. Physico-chemical Characterization of Sago Starch.Carbohydrate Polymers, 38: 361-370.

Page 9: Sagu-03

Sagu Mendukung Ketahanan Pangan Dalam Menghadapi Dampak Perubahan Iklim (J.B. ALFONS DAN A.A. RIVAIE) 89

Alfons, J.B. dan S. Bustaman. 2005. Prospek danArah Pengembangan Sagu di Maluku.Ambon: Balai Pengkajian TeknologiPertanian, Badan Litbang Pertanian, 45p.

Al Staa, K. dan B.S.L. Jenie. 2008. Probiotek AtasiMasalah Diare. http://www.tabloid.Nakita.com/artikel.php3?edisi=0210&rubrik=bayi [15 Maret 2009].

Alimoeso, S. 2009. Kebijakan PembangunanTanaman Pangan Tahun 2009. DirektoratJenderal Tanaman Pangan. DepartemenPertanian.

Astawan, M. 2008. Makanan Organik LebihSehat? http://www.tabloidnova.com [15Juni 2009].

Badan Pusat Statistik Provinsi Maluku. 2010.Maluku dalam Angka. BPS Maluku.

Bintoro, H.M.H. 1999. Pemberdayaan TanamanSagu Sebagai Bahan Pangan Alternatifdan Bahan Baku Agroindustri YangPotensial Dalam Rangka KetahananPangan Nasional. Orasi Ilmiah GuruBesar Tetap Ilmu Tanaman PerkebunanFakultas Pertanian Institut PertanianBogor, 11 Sept. 1999.

Budianto, J. 2003. Teknologi sagu bagi agribisnisdan ketahanan pangan. Dalam R.H.Akuba, Z. Mahmud, E. Karmawati, A.A.Lolong, dan A. Lay (Eds.). ProsidingSeminar Nasional, Sagu Untuk Ketahan-an Pangan. Manado, 6 Oktober 2003.Bogor. Pusat Penelitian dan Pengem-bangan Perkebunan, Badan LitbangPertanian, hlm. 5-15.

Dahrul, S. dan R.D. Hariyadi. 2004. DukunganIPTEK dalam Pengembangan PanganTradisional. Dalam J. Munarso, Risfaheri,Abubakar, Setyadjit, dan S. Prabawati.Prosiding Seminar Nasional PeningkatanDaya Saing Pangan Tradisional. Bogor: 6Agustus 2004. Balai Besar Penelitian danPengembangan Pasca Panen, BadanLitbang Pertanian, hlm. 11-15.

Darmawan, T. 2004. Aspek pasar mendukunginovasi teknologi pascapanen danpengolahan untuk pengembanganagribisnis di Indonesia. Makalah dalamTemu Konsultasi BB-Pasca PanenPertanian ”Dukungan Inovasi Teknologi

Pascapanen dan Pengolahan untukPengembangan Agribisnis di Indonesia”.Jakarta, 26 Januari 2004. (Tidak Dipubli-kasikan)

Departemen Pertanian. 2009. Road Map. StrategiSektor Pertanian Menghadapi PerubahanIklim. Departemen Pertanian.

Flach, M. 1997. Sago Palm, Metroxylon sago Rottb.IPGRI, Rome, Italy, 76p.

Haryanto, B. dan P. Pangloli. 1992. Potensi danPemanfaatan Sagu. Penerbit Kanisius,Yokyakarta, 140p.

Haryono. 2011. Sinergi Badan Litbang Pertaniandan BMKG dalam Percepatan ArusInformasi Iklim untuk Pertanian.Workshop Sinergi Badan LitbangPertanian dan BMKG dalam PercepatanArus Informasi Iklim. Jakarta, 4 Maret2011. Badan Litbang Pertanian. Kemen-terian Pertanian. (tidak dipublikasikan)

Hegar, B. 2007. Probiotik dan ProbiotekMencegah Diare pada Anak.http://www.halohalo.co.id/ berita [16 Juli2008].

Hetharia, M.E. 2006. Kembali Makan Sagu(Masalah dan Tantangan). Dalam M.E.Hetharia, M.J. Pattinama, J.A. Leatemia,E. Kaya, J.B. Alfons, dan M. Titahena(Eds.). Prosiding Sagu Dalam RevitalisasiPertanian Maluku, Ambon, 29-31 Mei2006. Kerjasama Pemerintah ProvinsiMaluku dengan Fakultas PertanianUniversitas Pattimura. Badan PenerbitFakultas Pertanian Universitas Pattimura,hlm. 52-59.

Hutapea, R.T.P., P.M. Pasang, D.J. Torar, dan A.Lay. 2003. Keragaan sagu menunjangdiversifikasi pangan. Dalam R.H. Akuba,Z. Mahmud, E. Karmawati, A.A. Lolong,dan A. Lay (Eds.). Prosiding SeminarNasional, Sagu Untuk KetahananPangan. Manado, 6 Oktober 2003. PusatPenelitian dan Pengembangan Perke-bunan, Badan Litbang Pertanian, hlm.173-184.

Kam, N. O. 1992. Daftar Analisis Bahan Makanan.Fakultas Kedokteran Universitas Indone-sia, Jakarta, 53p.

Page 10: Sagu-03

90 Volume 10 Nomor 2, Des 2011 : 81 - 91

Khomsan, A. 2007. Makanan Organik LebihSehat?. http://www.tabloidnova.com [25September 2009].

Lay, A., D. Allorerung, Amrizal, M. Djafar, danN. Barri. 1998. Pengolahan Sagu Berke-lanjutan. Prosiding Seminar RegionalKelapa dan Palma Lain. Balitka. Manado25-26 Februari 1998.

Manan, S. dan S. Supangkat. 1986. Managementof Sago Forets in Indonesia. Dalam TheDevelopment of the Sago Palm and ItsProducts. Report of the FAO/BPPTConsultation, Jakarta, January 16-21,1984. (Tidak Dipublikasikan)

Nainggolan, K. 2004. Strategi dan kebijakanpangan tradisional dalam rangkaketahanan pangan. Dalam J. Munarso,Risfaheri, Abubakar, Setyadjit, dan S.Prabawati (Eds.). Prosiding SeminarNasional Peningkatan Daya SaingPangan Tradisional. Bogor, 6 Agustus2004. Balai Besar Penelitian danPengembangan Pasca Panen, BadanLitbang Pertanian, hlm. 1-7.

Papilaya, E.C. 2008. Mewujudkan ketahananpangan organik berbasis nilai kearifansagu. Dalam J.B. Alfons, E. Papilaya, J..Salamena, M.P. Sirappa, S.Th. Raharjo,W. Girzang, dan M.L.J. Titahena (Eds.).Prosiding Seminar Nasional AkselerasiInovasi Teknologi Pertanian SpesifikLokasi Mendukung Ketahanan Pangan diWilayah Kepulauan, Ambon 29-30Oktober 2007. Balai Besar Pengkajian danPengembangan Teknologi Pertanian,Badan Litbang Pertanian, hlm. 161-169.

Papilaya, E.C. 2009. Sagu untuk PendidikanAnak Negeri. IPB Press, Bogor. 106p.

Purwani, E.Y. 2003. Penelitian teknologi pangantradisional prospektif sebagai alternatifpangan pokok. Laporan Penelitian BalaiBesar Penelitian dan PengembanganPasca Panen, Bogor (Tidak Dipublikasi-kan).

Purwani, E.Y., Widaningrum, H. Setiyanto, E.Savitri, dan R. Tahir. 2006. TeknologiPengolahan Mi Sagu. Balai Besar PPP-BPPT.

Pusponegoro, H. 2008. Sinbiotik Antara Probiotekdan Probiotik. http://www.anakku.net[25 September 2008].

Rachmat, R. 2004. Prospek pengembanganteknologi proses pangan tradisional.dalam J. Munarso, Risfaheri, Abubakar,Setyadjit, dan S. Prabawati (Eds.).Prosiding Seminar Nasional PeningkatanDaya Saing Pangan Nasional. Bogor,Bogor, 6 Agustus 2004. Balai BesarPenelitian dan Pengembangan Pasca-panen Pertanian, Badan LibangPertanian, Deptan, hlm. 209-214.

Rieuwpassa, F. 2008. Ikan dan Kualitas Sum-berdaya Manusia. Tinjauan Dari AspekGizi dan Kesehatan Masyarakat. PidatoPengukuhan Guru Besar Tetap Ilmu danTeknologi Pengolahan Hasil Perikanan.Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,Universitas Pattimura, Ambon. (TidakDipublikasi).

Silalahi, J. dan N. Hutagalung. 2007. Komponen-komponen Bioaktif dalam Makanan danPengaruhnya terhadap Kesehatan.http://www.tempo.co.id [5 Agustus2007].

Soedewo, D. dan B. Haryanto. 1983. ProspekPengembangan Daya Guna Sagu SebagaiBahan Industri. Seri Monitoring StrategisPengembangan IPTEK No. Monstra/5/1983, Biro Koordinasi dan KebijaksanaanIlmiah-LIPI.

Soekarto, S.T. dan S. Winjandi. 1983. ProspekPengembangan Sagu sebagai BahanPangan di Indonesia. Seri MonitoringStrategis Perkembangan IPTEK No.Monstra/4/1983, Biro Koordinasi danKebijaksanaan Ilmiah-LIPI.

Sudrajat dan M. Surahman. 2007. Good FarmingsPractices dalam rangka MenghasilkanProduk Pangan Bermutu. InstitutPertanian Bogor, Bogor.

Surono, E. 2004. Probiotik Susu Fermentasi danKesehatan. PT. Tri Cipta Karya.

Suryana, A. 2007. Arah dan strategi pengem-bangan sagu di Indonesia. Dalam E.Karmawati, N. Hengky, M. Syakir, A.Wahyudi, M.H. Bintoro, dan N. Haska(Eds.). Prosiding Lokakarya Pengem-

Page 11: Sagu-03

Sagu Mendukung Ketahanan Pangan Dalam Menghadapi Dampak Perubahan Iklim (J.B. ALFONS DAN A.A. RIVAIE) 91

bangan Sagu di Indonesia, Batam, 25-26Juli 2007. Pusat Penelitian danPengembangan Perkebunan, hlm. 1-13.

Thahir, R. 2004. Program penelitian danpengembangan teknologi pangantradisional untuk mendukung ketahananpangan. Dalam J. Munarso, Risfaheri,Abubakar, Setyadjit, dan S. Prabawati(Eds.). Prosiding Seminar NasionalPeningkatan Daya Saing PanganTradisional. Bogor, 6 Agustus 2004. BalaiBesar Penelitian dan PengembanganPascapanen Pertanian, Badan LitbangPertanian, hlm. 16-297.

Tompkins, E.L. and W.N. Adger. 2004. Does

adaptive management of naturalresources enhance resilience to climatechange? Ecology and Society, 9 (2).

Wahid, A.S. 1988. Prospek Pengembangan Sagudi Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian,7(4). Jakarta.

Wirakartakusumah, M.A., A. Apriantono, M.S.Ma’arif, Suliantari, D. Muchtadi, dan K.Otaka. 1985. Isolation and characteri-zation of sago strach and its utilizationfor production of liquid sugar. DalamFAO (Ed.). The Development of the SagoPalm and its Products. Report of theFAO/BPP-Teknologi Consultation, Jakar-ta, January 16-21, 1984 (Tidak Dipubli-kasikan).