saran koreksi laporan kasus parkinson's disease (ruri nur indah 03011261) print
DESCRIPTION
neurologyTRANSCRIPT
LAPORAN KASUSPENYAKIT PARKINSON
PEMBIMBING:
dr. Julintari Bidramnanta, Sp.S
DISUSUN OLEH:
Ruri Nur Indah
NIM: 030.11.261
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAFRUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUDHI ASIH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTIPERIODE 23 NOVEMBER 2015 – 26 DESEMBER 2015
PENDAHULUAN
Penyakit parkinson adalah bagian dari parkinsonism yang secara patologi ditandai
oleh degenerasi ganglia basalis terutama di substansia nigra pars kompakta yang disertai
adanya inklusi sitoplasmik eosinofilik (lewy bodies). Parkinsonism adalah suatu kumpulan
gejala yang ditandai tremor waktu istirahat, rigiditas, bradikinesia, dah hilangnya reflek
postural akibat penurunan kadar dopamine dengan berbagai macam sebab.(1,2)
Penyakit Parkinson adalah salah satu penyakit neurodegeneratif yang bersifat kronik
progresif tersering kedua setelah penyakit Alzheimer. Penyakit Parkison paling banyak
dialami pada usia lanjut dan jarang ditemukan pada umur dibawah 30 tahun. Sebagian besar
kasus ditemukan pada usia 40-70 tahun, rata-rata pada usia 58-62 tahun dan kirakira 5%
dapat muncul pada usia dibawah 40 tahun.(3) Angka prevalensi penyakit Parkinson di
Amerika Utara diperkirakan sebesar 160 per 100.000 populasi dengan angka kejadian sekitar
20 per 100.000 populasi. Prevalensi dan insidensi penyakit Parkinson semakin meningkat
seiring bertambahnya usia. Prevalensi berkisar antara 0,5-1% pada usia 65-69 tahun.
Prevalensi meningkat sampai 1-3% pada usia 80 tahun atau lebih. Di Indonesia belum ada
data prevalensi penyakit Parkinson yang pasti, namun diperkirakan terdapat sekitar 400.000
penderita penyakit Parkinson. Penyakit ini lebih banyak ditemukan pada pria dari pada
wanita dengan angka perbandingan 3:2. Insiden lebih tinggi pada laki-laki, ras kulit putih dan
didaerah industri tertentu, insidensi terendah terdapat pada populasi Asia dan kulit hitam
Afrika.(4)
Klasifikasi dari penyakit parkinson digolongkan menjadi tiga kategori, yaitu,
parkinsonisme idiopatik (primer), parkinsonisme simtomatik (sekunder), dan parkinsonism
plus (multiple system degeneration). Sejauh ini etiologi penyakit Parkinson belum diketahui,
tipe paling sering adalah idiopatik.(1) Berbagai teori menyebutkan parkinson yang bersifat
idiopatik terjadi diduga karena 2 faktor yaitu genetik dan lingkungan. Faktor lingkungan
meliputi penggunaan pestisida, paparan herbisida, konsumsi air yang kurang sehat, daerah
tempat tinggal yang kumuh, serta daerah industri atau daerah pertambangan. Faktor genetik
mungkin mempunyai peranan penting pada beberapa keluarga, khususnya bila terdapat pada
usia di bawah 40 tahun.
Perjalanan penyakit atau derajat keparahan dari penyakit Parkinson diukur
berdasarkan stadium Hoehn dan Yahr atau Unified Parkinson’s Disease Rating Scale
(UPDRS).
Penyakit parkinson tidak hanya menimbulkan gejala motorik namun juga
menimbulkan gejala non motorik pada stadium lanjut seperti gangguan kognitif dan
demensia, psikosis, depresi, anxiety, gangguan tidur, nyeri otot, serta gangguan otonom
berupa gejala gastrointestinal, gangguan keringat, dan gangguan urologi yang disebabkan
oleh efek samping obat antiparkinson maupun bagian dari perjalanan penyakitnya.
Komplikasi terjadi 50% diantaranya timbul setelah 5 tahun dan 80% setelah 10 tahun.
Komplikasi inilah yang nantinya akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas penyakit
Parkinson stadium lanjut sehingga perlu penanganan jangka panjang untuk memperbaiki
kualitas hidup pasien, dan mencegah disabilitas yang berkepanjangan pada pasien.(1,2)
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. S
No. Rekam Medik : 92-17-16
Usia : 46 Tahun (09/07/69)
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status Perkawinan : Menikah
Pekerjaan : Tukang kebun
Alamat : Jl. Mampang prapatan, Jakarta
Suku Bangsa : Jawa - Indonesia
Agama : Islam
Pendidikan terakhir : SD
Tanggal Masuk Poli : 7 Desember 2015
II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 7 Desember 2015 pada pukul 09.00
WIB di poliklinik saraf RSUD Budhi Asih.
Keluhan Utama :
Pasien datang untuk kontrol dan mendapatkan pengobatan parkinson.
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke poli neurologi RSUD Budhi Asih dengan keluhan kedua tangan
gemetaran sejak ±2 tahun yang lalu. Kedua tangan gemetaran secara terus menerus sepanjang
hari. Keluhan dirasakan pertama kali pada bulan November 2013 yang lalu. Pada awalnya
pasien merasa gemetaran pada tangan sebelah kiri, kemudian gemetaran juga dirasakan pada
tangan sebelah kanan. Sebelumnya kedua tangan gemetaran hanya sedikit tidak begitu
kencang, namun lama kelamaan gemetaran semakin menghebat sampai dirasa mengganggu
aktivitas. Pasien mengeluh tangan kirinya dirasa gemetarannya lebih hebat dibanding tangan
sebelah kanan. Terkadang terasa nyeri dan lama kelamaan tangan kirinya juga dirasa menjadi
lebih kaku. Gemetar pada kedua tangan tidak dapat dihentikan oleh pasien, gemetaran dirasa
walaupun sedang istirahat atau tidak sedang digunakan untuk aktifitas.
Selain itu pasien juga mengeluh nyeri pada kaki kiri di daerah atas lutut, tetapi kaki
tidak gemetar, hanya terasa pegal saja. Keluhan ini muncul sekitar 6 bulan setelahnya dan
diikuti dengan kaki kanan ikut terasa pegal yang semakin memberat, hingga pasien
menyadari ketika berjalan, memutarkan atau membalikkan tubuh menjadi sulit. Ketika
sedang berjalan langkahnya menjadi kecil-kecil dan menjadi lebih lambat ketika berjalan,
karena itu pasien juga merasa tidak seimbang.
. Pasien mengaku menjadi lambat dalam melakukan aktivitas sehari-hari seperti
mengancing baju, menulis, atau mengikat sesuatu barang menjadi sulit karena tangannya
yang bergetar dan kaku. Hal tersebut membuat pasien sekarang tidak bekerja karena sulit
melakukan aktivitas pekerjaan sebelumnya.
Pasien menyangkal adanya nyeri kepala, lemas satu sisi tubuh, kesemutan, bicara
pelo, mual, muntah, kejang, gangguan tidur, gangguan pendengaran, gangguan penglihatan,
batuk, sesak, nyeri dada, jantung berdebar-debar, dan demam. BAB dan BAK tidak ada
keluhan, makan dan minum baik.
Sebelum mengalami keluhan tersebut pasien tidak mempunyai riwayat trauma
khususnya kepala, riwayat pernah terkena infeksi otak, pengobatan tb juga disangkal. Pasien
juga menyangkal pernah keracunan bahan bahan kimia seperti pestisida dan sebagainya.
Ini merupakan kunjungan pasien kontrol ke poli saraf yang ke 21 kalinya. Pasien
pertama kali datang ke poli saraf RSBA pada tanggal 9 Maret 2014 didiagnosis parkinson’s
disease dan mendapatkan terapi Levazide (kombinasi Levodopa 100 mg dan Benserazid) 3x1
tablet, triheksiphenidil 3x1gram. Kemudian pasien datang kembali setiap bulannya untuk
kontrol, pada tanggal 18 Agustus 2014 pasien diberi obat tambahan kombinasi vitamin
neurotropik dengan analgetik 2x1 tablet dan sifrol (pramipexole) 1x 0,375 mg. Setelah
minum obat pasien merasa keluhannya membaik, gemetarannya berkurang sedikit. Pasien
terkadang kontrol tidak tepat waktu dan pasien pernah tidak kontrol minum obat selama 6
bulan (dari Oktober 2014- 2 April 2015) hal tersebut membuat pasien gemetarannya semakin
bertambah, tangannya kaku dan nyeri, sehingga semenjak itu pasien datang kontrol ke poli
saraf dan meminum obat rutin kembali.
Riwayat penyakit dahulu :
Riwayat darah tinggi, kencing manis, kolesterol, asam urat, stroke disangkal.
Riwayat penyakit keluarga :
Tidak ada dalam keluarga pasien yang mengalami gejala seperti ini. Riwayat darah tinggi,
kencing manis dalam keluarga pasien disangkal.
Riwayat pengobatan :
Tidak ada obat lain yang dikonsumsi pasien selain obat yang diberi dokter saraf.
RiwayatAlergi :
Pasien menyangkal adanya alergi terhadap obat atau makanan tertentu.
Riwayat sosial dan kebiasaan:
Pola makan pasien sehari-hari baik, pasien tidak memiliki kebiasaan merokok, tidak minum
kopi dan tidak mengkonsumsi minuman beralkohol. Pasien dahulu bekerja sebagai tukang
kebun namun semenjak keluhan gemetarannya menganggu pasien berhenti bekerja. Pasien
tinggal dilingkungan padat penduduk bukan kawasan industri.
III. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Tekanan Darah : 120 / 80 mmHg
Nadi : 80x/menit
Suhu : 36,5oC
Pernafasaan : 18x/menit
Kepala
Ekspresi wajah : Datar
Rambut : Hitam merata
Bentuk : Normocephali
Mata
Konjungtiva : pucat (-/-)
Sklera : ikterik (-/-)
Kedudukan bola mata : ortoforia/ortoforia
Pupil : bulat isokor 3mm/3mm.
Telinga
Selaput pendengaran : tidak dinilai Lubang : lapang
Penyumbatan : -/- Serumen : +/+
Perdarahan : -/- Cairan : -/-
Mulut
Bibir : Sianosis (-) luka (-)
Leher
Trakhea terletak ditengah
Tidak teraba benjolan/KGB yang membesar
Kelenjar Tiroid: tidak teraba membesar
Kelenjar Limfe: tidak teraba membesar
Thoraks
Bentuk : Simetris
Pembuluh darah : Tidak tampak pelebaran pembuluh darah
Paru – Paru
Pemeriksaan Depan Belakang
Inspeksi Kiri Tidak di lakukan pemeriksaan Tidak di lakukan pemeriksaan
Kanan Tidak di lakukan pemeriksaan Tidak di lakukan pemeriksaan
Palpasi Kiri Tidak di lakukan pemeriksaan Tidak di lakukan pemeriksaan
Kanan Tidak di lakukan pemeriksaan Tidak di lakukan pemeriksaan
Perkusi Kiri Tidak di lakukan pemeriksaan Tidak di lakukan pemeriksaan
Kanan Tidak di lakukan pemeriksaan Tidak di lakukan pemeriksaan
Auskultasi Kiri - Suara vesikuler
- Wheezing (-), Ronki (-)
- Suara vesikuler
- Wheezing (-), Ronki (-)
Kanan - Suara vesikuler
- Wheezing (-), Ronki (-)
- Suara vesikuler
- Wheezing (-), Ronki (-)
Jantung
Inspeksi : Tidak di lakukan pemeriksaan
Palpasi : Tidak di lakukan pemeriksaan
Perkusi : Tidak di lakukan pemeriksaan
Auskultasi : Bunyi jantung I-II murni reguler, Gallop (-), Murmur (-).
Abdomen
Inspeksi : Datar, simetris, dilatasi vena (-)
Palpasi : Dinding perut : supel, nyeri tekan (-)
Hati : tidak dilakukan pemeriksaan
Limpa : tidak dilakukan pemeriksaan
Ginjal : tidak dilakukan pemeriksaan
Perkusi : Timpani di keempat kuadran abdomen
Auskultasi : bising usus (+) normal
Ekstremitas
Akral Teraba hangat pada keempat ekstremitas. edema (-).
STATUS NEUROLOGIS
A. Kesadaran : Compos mentis
B. Gerakan Abnormal : Resting tremor pada kedua tangan (+)
C. Leher : Sikap baik, Gerak bebas
D. NervusKranialis
N.I ( Olfaktorius )
Subjektif Tidak Dilakukan
N. II ( Optikus )
Tajam penglihatan (visus
bedside)
Normal Normal
Lapang penglihatan Normal Normal
Melihat warna Tidak Dilakukan Tidak Dilakukan
Ukuran Isokor, D 3mm Isokor, D 3mm
Fundus Okuli Tidak dilakukan
N.III, IV, VI ( Okulomotorik, Trochlearis, Abduscen )
Nistagmus - -
Pergerakan bola mata Baik ke
segala
arah
Baik ke
segala
arah
Kedudukan bola mata Ortofori
a
Ortofori
a
ReflekCahayaLangsung&TidakLangsung + +
Diplopia - -
N.V (Trigeminus)
Membuka mulut + +
Menggerakan Rahang + +
Oftalmikus + +
Maxillaris + +
Mandibularis + +
N. VII ( Fasialis )
Perasaanlidah ( 2/3 anterior ) Tidak Dilakukan
Motorik Oksipito frontalis Baik Baik
Motorik orbikularis okuli Baik Baik
Motorik orbikularis oris Baik Baik
N.VIII ( Vestibulokoklearis )
Tes pendengaran Tidak dilakukan
Tes Keseimbangan Tidak dilakukan
N. IX,X ( Vagus )
Perasaan Lidah ( 1/3 belakang ) Tidak Dilakukan
Refleks Menelan Baik
Refleks Muntah Tidak Dilakukan
N.XI (Assesorius)
Mengangkat bahu Baik
Menoleh Baik
N.XII ( Hipoglosus )
Pergerakan Lidah Simetris
Disatria Tidak
E. Sistem Motorik Tubuh
Ekstremitas Atas Kanan Kiri
Postur Tubuh Membungkuk &
Fleksi jari tangan (+)
Membungkuk &
Fleksi jari tangan (+)
Atrofi Otot Eutrofik Eutrofik
Tonus Otot Jari tangan dan
pergelangan tangan
Rigiditas (+)
Jari tangan,
pergelangan tangan,
dan siku: Rigiditas (+)
Gerak involunter Tremor (+) Tremor (++)
Kekuatan otot 5555 5555
Ekstremitas Bawah Kanan Kiri
Postur Tubuh Baik Baik
Atrofi Otot Eutrofik Eutrofik
Tonus Otot Pergelangan kaki
Rigiditas (-)
Pergelangan kaki
Rigiditas(-)
Gerak involunter (-) (-)
Kekuatan otot 5555 5555
F. Refleks
G. Gerakan Involunter
Kanan Kiri
Tremor + ++
Chorea - -
Athetosis - -
Myocloni - -
Ties - -
Pemeriksaan Kanan Kiri
Refleks Fisiologis
Bisep + +
Trisep + +
Patela + +
Achiles + +
Pemeriksaan Kanan Kiri
Refleks Patologis - -
Babinski
Chaddok
-
-
-
-
Oppenheim
Gordon
-
-
-
-
Klonus - -
Hoffman Tromer - -
Resting tremor (+) pada kedua tangan (getaran berkurang saat pasien diminta untuk
memegang palu)
H. Tes Sensorik (sentuhan )
Regio Kanan Kiri
Brachii + +
Antebrachii + +
Femoralis + +
Cruris + +
I. Fungsi Autonom
Menurut anamnesis tidak ada gangguan pola BAB maupun BAK
J. Keseimbangan dan koordinasi
Hasil
Tes disdiadokinesis Baik
Tes tunjuk hidung dan jari Baik
Tes tunjuk jari kanan dan kiri Baik
Tes romberg Baik
Tes tandem gait Pasien merasa ingin jatuh (tidak seimbang)
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak dilakukan pemeriksaan
V. RESUME
Seorang laki-laki berumur 46 tahun datang ke poli neurologi RSUD Budhi Asih
dengan keluhan kedua tangan gemetar yang dirasa semakin memberat sejak ± 2 tahun
sebelum masuk Rumah Sakit. Awalnya gemetaran dirasakam pada tangan sebelah kiri
kemudian disusul tangan sebelah kanan, sebelumnya getaran dirasakan sedikit namun makin
lama semakin memberat sampai mengganggu aktivitas sehari hari seperti mengkancing baju,
menulis, maupun mengikat suatu barang. Tangan kiri gemetarannya dirasa lebih hebat
dibanding yang kanan, juga dirasakan nyeri dan menjadi kaku. Langkah berjalan menjadi
kecil-kecil dan jika membalikan badan menjadi agak susah karena lambat, kaku dan dirasa
tidak seimbang.
Pada pemeriksaan neurologis didapatkan kesadaran compos mentis. Muka datar
seperti topeng. Postur tubuh membungkuk, lengan dan jari jemari kedua tangan nampak
fleksi. Pemeriksaan motorik diperoleh : rigiditas pada kedua tangan, resting tremor pada
kedua pergelangan tangan, pergelangan tangan kiri tremor lebih hebat dibanding pergelangan
tangan kanan.
VI. Diagnosis
Diagnosis klinis : Resting Tremor, Bradikinesia, Rigiditas, ketidakstabilan postural
Diagnosis etiologi : Parkinson’s Syndrome
Diagnosis topis : Substansia nigra pada ganglia basalis
Diagnosa patologis : proses degeneratif
VII. Penatalaksanaan:
1. Non medikamentosa
- Edukasi. Pasien serta keluarga diberi pemahaman mengenai penyakitnya,
pentingnya meminum obat teratur, dan menghindari jatuh.
- Latihan fisik seperti latihan kebugaran, melemaskan otot, cara berjalan, latihan
keseimbangan.
- Dukungan dari keluarga dan masyarakat agar pasien mendapat dukungan fisik dan
psikis.
2. Medikamentosa
Levazide (kombinasi Levodopa 100 mg dan Benserazid) 3x1 tablet
Triheksiphenidil 2x2gram
sifrol (pramipexole) 1x 0,375 mg
kombinasi vitamin neurotropik dengan metampiron 500mg 2x1 tablet
IX. Prognosis
Ad vitam : Ad bonam
Ad fungsionam : Dubia ad malam
Ad Sanationam : Dubia ad malam
ANALISA KASUS
Pasien seorang laki-laki berusia 46 tahun datang dengan keluhan gemetar pada kedua
tangan. Dari inspeksi pertama kali pasien datang dengan tubuh yang agak membungkuk,
langkah kecil kecil, dengan kedua tangan yang di fleksikan dan bergetar pada pergelangan
tangan kirinya, mukanya datar tanpa ekspresi seperti muka topeng. Dari hal tersebut dapat
dipikirkan kemungkinan pasien ini menderita parkinson sindrom. Berdasarkan usia pasien
yaitu 46 tahun yang merupakan umur rata-rata penderita parkinson yaitu 40-70 tahun dan
jarang timbul pada usia kurang dari 30 tahun.(1-3)
Keluhan gemetaran pada kedua tangan pasien dirasakan sejak ±2 tahun lalu. Keluhan
dirasakan pada awalnya pada tangan sebelah kiri kemudian disusul pada tangan sebelah
kanan. Dahulu hanya kecil lama kelamaan getaran semakin hebat sehingga dirasa
mengganggu aktifitas pasien. Tangan kiri dirasa getarannya lebih hebat dibanding yang
kanan. Gemetaran timbul walaupun disaat pasien sedang tidak melakukan aktivitas namun
berkurang ketika pasien sedang beraktivitas. Pada hasil pemeriksaan, tremor timbul dan
kemudian hilang saat pasien diminta untuk memegang suatu benda, hal ini disebut dengan
tremor saat istirahat atau resting tremor. Resting tremor ini merupakan salah satu dari 4 tanda
kardinal parkinson yang biasanya merupakan gejala pertama pada penyakit parkinson dan
±75% bermula pada satu tangan kemudian meluas pada tungkai sisi yang sama. Kemudian
sisi yang lain juga akan turut terkena seperti kepala, bibir, dan lidah sering tidak terlihat,
kecuali pada stadium lanjut. Selain itu bentuk gerakan khas dari resting tremor pada
parkinson dikenal dengan pill-rolling, yaitu seperti menggulung pil atau menghitung uang
logam. Tremor terdapat pada jari tangan, tremor kasar pada sendi metakarpofalangis.
Frekuensi tremor berkisar antara 4-7 gerakan per detik dan terutama timbul pada keadaan
istirahat dan berkurang bila ekstremitas digerakkan.Resting tremor akan bertambah pada
keadaan emosi dan hilang pada waktu tidur.1,2
Resting tremor adalah tremor yang timbul pada bagian tubuh yang sepenuhnya
ditopang melawan gravitasi dan tidak ada kontraksi otot volunter. Hal ini terjadi disebabkan
karena defisiensi dopaminergik yang berada di striatum, karena adanya lesi pada substansia
nigra pars retikulata.4
Pasien mengeluh tangannya menjadi kaku lama kelamaan dan merasa kesulitan saat
mengancing baju, menulis atau mengikat suatu barang. Kaku juga ditemukan pada pasien saat
lengan dan jari jarinya digerakkan. Pada hasil pemeriksaan pasien ini, terdapat rigiditas pada
pergelangan dan jari-jari tangan kanan dan kiri. Ketika digerakkan fleksi dan ekstensi,
terdapat kekakuan ketika digerakkan, dan pasien juga merasa agak nyeri. Rigiditas atau
adanya tahanan gerakan pasif pada persendian merupakan salah satu gejala dari Parkinson’s
syndrome yang disebabkan oleh peningkatan tonus otot secara involunter yang melibatkan
seluruh kelompok otot, yaitu otot-otot tubuh maupun anggota gerak, baik fleksor maupun
ekstensor.(5)
Rigiditas disebabkan oleh peningkatan tonus pada otot antagonis dan otot protagonist
dan terdapat pada kegagalan inhibisi aktivitas motorneuron otot protagonist dan otot
antagonis sewaktu gerakan. Meningkatnya aktivitas alfa motoneuron pada otot protagonist
dan otot antagonis menghasilkan rigiditas yang terdapat pada seluruh luas gerakan dari
ekstremitas yang terlibat. Hipotesis menyebutkan bahwa rigiditas terjadi karena keterlibatan
dari traktus retikulospinal dimana aktivitas dari interneuron inhibitori di spinal di fasilitasi
oleh motor neuron alpha yang prosesnya dipengaruhi oleh L-DOPA.4
Pasien juga mengeluh kaki terasa kaku dan pegal sehingga menyebabkan kesulitan
saat berjalan, sulit memutarkan atau membalikkan tubuh karena gerakan badannya menjadi
lambat. Pada hasil observasi cara berjalan tampak lambat dengan langkah kecil-kecil dan
agak membungkuk. Cara berjalan ini dikenal dengan istilah Parkinsonian Gait, yang
disebabkan oleh bradikinesia atau perlambatan dari gerak volunter. Karakteristik dari
Parkinsonian Gait adalah langkah lambat, kecil-kecil dan agak diseret dengan postur
membungkuk, serta tangan cenderung fleksi dikarenakan hilangnya gerakan ayunan tangan
yang normalnya ada ketika berjalan, serta sulit memulai, dan sulit berhenti ketika sedang
berjalan. Hal ini disebabkan karena adanya Saraf eferen dari globus palidus segmen interna
ke talamus adalah GABAnergik yang menyebabkan kegiatan talamus akan tertekan dan
selanjutnya rangsangan dari thalamus ke korteks lewat saraf glutamatergik akan menurun dan
output korteks motorik ke neuron motorik medulla spinalis melemah terjadi hipokinesia.
Perubahan postur tubuh dari pasien merupakan mekanisme kompensasi untuk
menyimbangkan tubuhnya agar tetap terjadi keseimbangan.5
Pada bradikinesia ditandai dengan gerakan pasien yang serba melambat. Pasien
menjadi sulit juga melakukan gerakan halus seperti merisleting baju, mengikat sepatu dan
sulit untuk menulis. Ketika pasien diminta untuk menulis di atas kertas dengan menggunakan
tangan dominannya yaitu tangan kanan, tulisan terlihat kecil-kecil dan rapat dan sulit dibaca.
Ekspresi wajah pada pasien juga datar dimana tampak kelainan wajah yang umum pada
parkinson yaitu wajah seperti topeng (masklike face) dengan ciri-ciri berkurangnya ekspresi
wajah, kedipan mata berkurang, dan keluarnya ludah secara spontan.(6)
Pada pasien Parkinson’s syndrome dapat ditemukan refleks postural yang hilang.
Berdasarkan hasil anamnesa dan pemeriksaan pada pasien ini terdapat adanya instabilitas
postural. Instabilitas postural disebabkan kegagalan integrasi dari saraf proprioseptif dan
labirin dan sebagian kecil impuls dari mata, pada level talamus dan ganglia basalis yang akan
mengganggu kewaspadaan posisi tubuh. Keadaan ini yang menyebabkan pasien mudah
terjatuh.
Gejala yang dialami pasien meliputi tremor, rigiditas, dan bradikinesia disebabkan
oleh disfungsi dari Ganglia Basalis. Ganglia basalis memiliki peran dalam mengontrol
gerakan diseluruh tubuh dengan cara memodifikasi aktifitas jalur motorik yang sedang
berjalan. Secara khusus, ganglia basalis penting dalam menghambat tonus otot di seluruh
tubuh (tonus otot yang sesuai normalnya dipertahankan oleh keseimbangan antara input
eksitatorik dan inhibitorik ke neuron-neuron yang mempersyarafi otot rangka). Selain itu
ganglia basal berfungsi untuk memilih dan mempertahankan aktivitas motorik yang bertujuan
dan menahan pola gerakan yang tidak diinginkan, serta berperan dalam koordinasi kontraksi
otot yang bersifat lambat yang menetap, terutama yang berkaitan dengan postur dan
penopangan. Pada penyakit Parkinson, disfungsi ganglia basalis disebabkan oleh defisiensi
dopamin, suatu neurotransmitter penting di ganglia basalis.(7)
Secara umum dapat dikatakan bahwa penyakit Parkinson terjadi karena penurunan
kadar dopamin akibat kematian neuron di substansia nigra pars compacta (SNc) sebesar 40-
50% yang disertai dengan inklusi sitoplasmik eosinofilik (Lewy bodies) dengan penyebab
multifaktor. Substansia nigra adalah suatu regio kecil di otak yang terletak sedikit di atas
medula spinalis. Sel-selnya menghasilkan dopamin, neurotransmiter yang berfungsi untuk
komunikasi elektrokimia antara sel-sel neuron di otak terutama dalam mengatur pergerakan,
keseimbangan dan refleks postural. Hipotesis proses patologi yang mendasari proses
degenerasi neuron SNc adalah stres oksidatif. Stres oksidatif menyebabkan terbentuknya
formasi oksiradikal yang menumpuk akan menyebabkan kematian sel-sel SNc. Selain
dopamin, asetilkolin juga merupakan neurotransmiter yang berperan dalam timbulnya gejala
kardinal gangguan motorik. Pada Parkinson idiopatik, keseimbangan dari kedua
neurotransmiter yang bersifat antagonis ini terganggu akibat menurunnya kadar dopamin.(8)
Diagnosa dari Parkinson’s syndrome dapat ditegakkan dengan menggunakan kriteria
diagnosis Hughes, dimana pada pasien ini masuk ke dalam kriteria Definite yaitu terdapat
kombinasi tiga dari empat gejala atau dua gejala dengan satu gejala lain yang tidak simetris.
Pada pasien ini ditemukan kombinasi dari keempat gejala yaitu tremor, rigiditas, bradikinesia
dan ketidakstabilan postural.
Berdasarkan kriteria Hoehn dan Yahr, perjalanan penyakit yang dialami pasien ini
masuk kedalam stadium II, dimana terdapat tremor dan kekakuan pada kedua ekstremitas
kanan dan kiri, serta gangguan dari sikap dan cara berjalan yang menjadi lambat, agak
terseret dengan langkah kecil-kecil. Tetapi pasien masih bisa berjalan dan masih bisa
melakukan aktifitas secara mandiri. Pada pasien juga tidak terdapat gangguan non-motorik
berdasarkan dari hasil anamnesa pasien yaitu tidak adanya gangguan tidur, dan gangguan
gastrointestinal.
Penyebab dari parkinson sindrom umumnya adalah idiopatik (parkinson primer),
diduga ada faktor genetik dan faktor lingkungan yang mempengaruhi. Namun pasien
menyangkal pernah keracunan bahan bahan kimia seperti pestisida dan lain lainnya. Pasien
juga menyangkal pernah menderita penyakit infeksi di otak maupun trauma di kepala yang
merupakan penyebab dari parkinson sekunder. Kekurangan dopamine juga dapat
menyebabkan tertekan, motivasi rendah, kesulitan memberikan perhatian dan berkonsentrasi,
berpikir lambat, mengalami gangguan tidur dan merasa ada gejala depresi. Namun pasien
menyangkal hal ini.
Tatalaksana pada kasus ini adalah diberikan terapi kombinasi dari dopaminergik dan
dekarboksilase inhibitor yaitu Levazide (Levodopa 100 mg dan Benserazid). Levodopa akan
masuk melewati blood-brain-barrier, masuk ke otak dan berubah menjadi dopamin. Levodopa
cepat mengalami dekarboksilasi sehingga hanya sedikit obat yang dapat melewati sawar
darah otak, karena itu biasanya dikombinasi dengan benserazide. Benserazide adalah suatu
inhibitor dekarboksilase perifer (yang tidak melewati sawar darah otak) yang akan
menghambat biotransformasi levodopa menjadi dopamin di perifer, meningkatkan jumlah
levodopa yang mencapai sawar darah otak, sehingga kerja levodopa lebih efektif. Selain itu
terapi kombinasi ini juga mengurangi efek fluktuasi yang sering ditimbulkan levodopa yang
dikenal dengan fenomena on-off. Diharapkan dengan terapi ini akan meningkatkan kadar
dopamin sehingga gejala ekstrapiramidal berkurang.
Pemberian antikolinergik yaitu triheksifenidil (THP) dengan dosis 3-15 mg per hari
bertujuan untuk menurunkan asetilkolin sehingga kadar dopamin dan asetilkolin menjadi
seimbang dengan tujuan untuk mengurangi gejala tremor. karena pada kasus pasien ini gejala
tremor paling dominan. Tremor ini terjadi karena ketidak seimbangan antara Dopamin yang
berkurang dengan asetilkolin yang lebih dominan. Sehingga pemberian antikolinergik ini
akan menurunkan asetilkolin yang berfungsi membangkitkan dan membuat kadar dopamin
dan asetilkolin lebih seimbang. Efek samping obat ini antara lain mulut kering, dan mata
kabur.
Pasien diberi terapi tambahan dompanin antagonis yaitu sifrol (pramipexole) 1x 0,375
mg dikarenakan pasien masih mengeluhkan tremor. Pemberian obat ini akan menaikkan
kadar dopamin dan membuat terapi levodopa makin meningkat efeknya. Obat ini juga
merupakan obat yang dipertimbangkan berdasarkan penelitian MDS evidence based sebagai
terapi yang efektif untuk mengurangi resiko komplikasi motorik akibat pemberian Levodopa
bila digunakan pada permulaan pengobatan penyakit parkinson kurang usia dari 60 tahun.
Pengobatan levodopa dengan pramipexole mengakibatkan insiden terjadinya diskinesia dan
wearing-off lebih rendah.(11)
Terapi pada parkinson meliputi simptomatik, neuroprotektan, dan neurorestorasi.
Terapi lini pertama sesuai dengan ketersediaan obat, harga obat, dan lain lain hal yang perlu
dipertimbangkan. Bila gejala tremor dominan, antikolinergik adalah obat pilihan utama untuk
gejala tremornya. Levodopa adalah obat tertua, dan murah, dan bisa mengurangi gejala
parkinson karena dia adalah precursor dari dopamin. Namun untuk jangka panjang obat ini
banyak memiliki efek samping karena diteliti obat ini dalam tubuh mempunyai zat sisa
metabolit yang neurotoksis terhadap neuron sel otak yang masih sehat. Jangka panjang dapat
menimbulkan gejala motorik yang lebih seperti korea, mioklonus, distonia, akatisia, dan
timbul gejala non motorik seperti gangguan otonom seperti sulit berkemih dan konstipasi,
gangguan suasana perasaan depresi dan terdapat gangguan tidur. Gejala ini muncul bila kadar
dopamin sudah lebih tinggi dibanding asetilkolin.
Apalagi bila parkinson yang terjadi pada pasien di bawah 40 tahun (juvenil
parkinson), terapi dengan penggunaan levodopa dihindari sebisa mungkin karena besar risiko
akan terjadi efek samping pada jangka panjang nya nanti. Terapi yang lebih dianjurkan
adalah dengan menggunakan dopamin agonis.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sjahrir H, Nasution D, Gofir A. Parkinson’s Disease & Other Movement Disorders. Pus-
taka Cedekia dan Departemen Neurologi FK USU Medan. 2007. Hal 4-53.
2. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I. Penyakit Parkinson. BukuAjarIlmuPenyakitDalamJilid
III. FKUI. 2007. Hal 1373-1377.
3. Anthony,L. : prevalence of parkinsonism and relationship to exposure in a large sample of
Alabama welders. Neurology 2006; 66: 617-618.
4. De lau, LML, Breteler, MM : Epidemiology of parkinson’s disease. Lancet Neurology,
2006; 5:525-535.
5. Price SA, Wilson LM, Hartwig MS. Gangguan Neurologis dengan Simtomatologi Gener-
alisata. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Vol 2. Penerbit Buku Kedok-
teran EGC. 2006. Hal 1139-1144.
6. Harsono. Penyakit Parkinson. BukuAjarNeurologisKlinis. Perhimpunan Dokter Spesialis
Saraf Indonesia dan UGM. 2008. Hal 233-243.
7. Joesoef A, Agoes A, Purnomo H, et al. Konsensus Tatalaksana Penyakit Parkinson.
Kelompok Studi Movement Disorder PERDOSSI. Jakarta:2001.p.1-13
8. Alarcon, F, Zijlmans JCM, Duerias G, Cevallos N. (2004). Post-Stroke Movement Disor-
ders : report of 65 patients. J. Neurol Neurosurg Psychiatry (75) : 1568-1574.
9. Aminoff M, Greenberg D, Simon R. Clinical Neurology. 6th Ed. Lange:2015. P.233-47
10. Jankovic J. Parkinson’s disease: clinical features and diagnosis. J Neurosurg Psychiatry
2008;79:p.368-76.
11. The Parkinson study Group.Pramipexole vs levodopa as Initial Treatment for Parkinson
disease. Arch Neurol. 2004;61:1044-1053.