saya yang bertanda tangan dibawah ini, mahasiswa program
TRANSCRIPT
RANCANG BANGUN ALAT UJI KOROSI SALT SPRAY
CHAMBER DAN PERHITUNGAN HEAT TRANSFER
PADA CHAMBER
Skripsi
Oleh :
YOSEP PURNAMA
003201305006
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN
FAKULTAS TEKNIK
PRESIDENT UNIVERSITY
2017
i
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini, mahasiswa Program Studi Teknik Mesin,
Fakultas Teknik, President University.
Nama : Yosep Purnama
NIM : 003201305006
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa Tugas Akhir dengan Judul Rancang
Bangun Alat Uji Korosi Salt Spray Chamber dan Perhitungan Heat Transfer
pada Chamber, adalah:
Dibuat dan diselesaikan sendiri dengan menggunakan standar literatur, hasil
kuliah, Rancang bangun penelitian, bimbingan dari dosen, serta jurnal acuan
yang tertera dalam referensi pada tugas akhir ini.
Bukan merupakan duplikasi karya tulis yang telah dipublikasikan atau
pernah dipakai untuk mendapatkan gelar sarjana di perguruan tinggi lain,
kecuali bagian-bagian tertentu digunakan sebagai referensi pendukung untuk
melengkapi sumber informasi.
Bukan merupakan karya tulis terjemahan dari kumpulan buku-buku atau
jurnal acuan yang tertera dalam referensi pada tulisan tugas akhir saya.
Jika terbukti saya tidak memenuhi apa yang telah dinyatakan seperti diatas, maka
tugas akhir saya ini akan dibatalkan.
Cikarang, Mei 2017
Yang membuat pernyataan,
Yosep Purnama
ii
LEMBAR PENGESAHAN
TUGAS AKHIR
TEKNIK MESIN
RANCANG BANGUN ALAT UJI KOROSI SALT SPRAY
CHAMBER DAN PERHITUNGAN HEAT TRANSFER
PADA CHAMBER
Disusun oleh : Yosep Purnama
NIM : 003201305006
Program Studi : Teknik Mesin
Telah diperiksa dan disetujui untuk diajukan serta dipertahankan dalam
ujian komprehensif guna memperoleh gelar Sarjana Teknik pada
Fakultas Teknik President University
Cikarang, Mei 2017
Menyetujui,
Dosen pembimbing I Dosen pembimbing II
(Dr. Ir. Erwin Siahaan, M.Si) (Dr. Eng. Ir. Rudi Suhradi Rachmat, M.Eng)
iii
Motto
“Hari ini harus lebih baik dari hari kemarin, dan hari esok
harus lebih baik dari hari ini”
كان من ــو امسھ من خـــیر یومــھ ـــح فھ كان ومن ,راب ــو أمسھ من ســواء یومــھ كان ومن ,خاســر فھ یومــھ
سھ من شــر ــو ام ھالك فھ
“Barangsiapa yang harinya (hari ini) lebih baik dari sebelumnya, maka ia telah
beruntung, barangsiapa harinya seperti sebelumnya, maka ia telah merugi, dan
barangsiapa yang harinya lebih jelek dari sebelumnya, maka ia tergolong orang-orang
yang terlaknat”, (Sayidina Ali Ra)
حمن حیم الر بسم الله الر
اتقوا آمنوا الذین أیھا یا واتقوا ◌ لغد قدمت ما نفس ولتنظر الله إن ◌ الله تعملون بما خبیر الله
"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri
memperhatikan apa yang telah disiapkannya untuk hari esok, dan bertakwalah kepada
Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan."
(Qs. Al-Hasyr [59]: 18)
iv
ABSTRAK
Rancang bangun alat uji korosi sall spray chamber menggunakan standar
ASTM B117-09. Alat ini digunakan untuk mengetahui laju korosi suatu material baja.
Terjadinya korosi tidak dapat dicegah namun dapat dikendalikan, salah satu cara
pengendalian korosi yaitu pemilihan material. Dengan menggunakan material yang
memiliki ketahan korosi yang tinggi diharapkan tidak terjadi kegagalan dalam
membuat sebuah kontruksi. Untuk mengetahui ketahan terhadap korosi maka
diperlukan uji korosi menggunakan salt spray chamber.
Dalam merancang dan membuat alat uji salt spray chamber agar parameter
yang dibutuhkan sesuai standar metode pengujian maka alat ini dirancang dan dibuat
berdasarkan standar ASTM B117-09, selain mengacu pada standar tersebut rancang
bngun alat uji korosi ini juga mereferensi dengan mempelajari standar ISO, dan JIS
dalam pembuatan alat tersebut. Dengan dibuatnya alat ini diharapkan mampu
melakukan pengujian terhadap sebuah spesimen suatu material baja. Selain pengujian,
perhitungan heat transfer serta analisa di daerah chamber diperlukan untuk
menentukan heat lost yang terjadi dan power heater yang dibutuhkan.
Dari hasil pengujian pengumpulan semprot kabut garam didapat 1.5 ml larutan
garam dalam colecting cup dengan daerah luas 80��� dalam waktu 1 jam yang
dilakukan pada dua posisi, sehingga untuk pemerataan kabut garam tersebut sudah
sesuai dengan standar ASTM B117 pengumpulan semprot kabut garam 1-2 ml/jam.
Parameter berikutnya yaitu temperatur pada chamber harus dijaga pada temperatur
35° ±2℃ dari hasil pengujian temperatur sudah sesuai dengan standar ASTM B117.
Dari hasil pengujian material plat JIS G 3141 SPCC (Steel Plate Cold Rolled Coiled)
dimensi 76 x 127 x 0.7 mm selama 48 jam dengan metode pengujian.neutral salt
spray hasil dari perhitungan laju korosi didapat laju korosi sebesar 27.4665mpy .
Dari hasil rancang bangun alat uji salt spray chamber didapat pengetahuan
tentang sistem kerja alat uji korosi salt spray chamber. Selain mengetahui sistem
kerja alat diperoleh juga cara pengujian laju korosi suatu material baja. Kemudian
menambah pengetahuan tentang proses pemesinan dalam pembuatan kontruksi
chamber.
Kata Kunci: Salt spray chamber , Heat transfer , dan Uji korosi
v
ABSTRACT
The design of sall spray chamber corrosion test using ASTM B117-09
standard. This tool is used to determine the rate of corrosion of a steel material. The
occurrence of corrosion can not be prevented but can be controlled, one of them to
controlling the corrosion of material selection. By using materials that have high
corrosion resistance expected no failure in making a construction. For corrosion
resistance, corrosion test is required using salt spray chamber.
In designing and producing a salt spray chamber test apparatus for the
required parameters to be standardized for the test method, the tool is designed and
manufactured according to ASTM B117-09 standards, in addition to the standards
mentioned, the design of this corrosion test apparatus also refers by studying ISO
standards and JIS In the manufacture of such tools. By making this tool is expected to
be able to test a specimen of a steel material. In addition to testing, heat transfer
calculations and analysis in the chamber daerah are needed to determine the heat lost
and the required power heater.
From the result of spray salt collecting test obtained 1.5 ml salt solution in
colecting cup with wide daerah 80 ��� within 1 hour done in two positions, so for
equalization of salt fog is in accordance with standard ASTM B117 collecting salt
spray 1-2 ml / hr. The next parameter is that the temperature of the chamber must be
maintained at 35 ° ± 2 ℃ from the temperature test results in accordance with ASTM
B117 standard. From the test result of plate material JIS G 3141 SPCC (Steel Plate
Cold Rolled Coiled) dimension 76 x 127 x 0.7 mm for 48 hours with test
method.neutral salt spray result from corrosion rate calculation got corrosion rate
equal to 27.4665 mpy.
From the design result of test equipment salt spray chamber obtained
knowledge about working system of corrosion salt spray chamber. In addition to
knowing the working system of the tool also obtained how to test the corrosion rate of
a steel material. Then add knowledge about machining process in making chamber
construction.
Keywords: Salt spray chamber, Heat transfer, and Corrosion test
vi
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang
telah melimpahkan nikmat dan karunia-NYA, sehingga penulis dapat menyelesaikan
laporan skripsi dengan judul “RANCANG BANGUN ALAT UJI KOROSI SALT
SPRAY CHAMBER DAN PERHITUNGAN HEAT TRANSFER PADA
CHAMBER”, tepat pada waktunya. Laporan ini dibuat sebagai syarat untuk
memperoleh gelar sarjana teknik mesin di fakultas teknik President University. Dalam
menyelesaikan laporan ini tidak terlepas dari dukungan banyak pihak, untuk itu
penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada:
1. Ibu Dr. Lydia Anggraini, S.T, M.Eng, selaku Kepala Program Studi Teknik Mesin
sekaligus dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, saran dan
masukan kepada penulis dalam menyelesaikan laporan ini.
2. Bapak Dr. Eng. Ir. Rudi Suhradi Rachmat, M.Eng, yang telah memberikan
masukan dalam pembuatan alat serta laporan.
3. Bapak Dr. Ir. Erwin Siahaan, M.Si, yang telah memberikan masukan dalam
pembuatan alat serta laporan.
4. Dosen pengajar dan juga staf di lingkungan President University yang telah
membantu dalam proses dan selesainya laporan ini.
5. Orang tua tercinta yang selalu memberikan doa, semangat dan dukungan kepada
penulis dalam banyak hal, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan
laporan ini.
6. Keluarga yang senantiasa menjadi tempat untuk berbagi dalam setiap suka dan
duka.
7. Teman-teman satu angkatan jurusan Teknik Mesin President University, yang
telah memberikan semangat, motivasi dan bantuan dalam menyelesaikan setiap
problem dalam perkuliahan, terutama dalam menyelesaikan laporan skripsi ini.
8. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam melakukan kegiatan penelitian
sampai menyelesaikan laporan ini.
Semoga Allah Yang Maha Kuasa selalu memberikan rahmat dan berkah atas semua
dukungan dan bantuan dari semua pihak. Penulis sadar dalam menyusun laporan ini
vii
menemui beberapa kesulitan dan hambatan. Di samping itu juga menyadari bahwa
penulisan laporan ini masih jauh dari sempurna dan masih banyak kekurangan-
kekurangan lainnya, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang
membangun dari semua pihak. Penulis berharap laporan ini dapat bermanfaat bagi
penulis pribadi dan bagi pembaca pada umumnya.
Cikarang, Mei 2017
Penulis:
Yosep Purnama
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN .................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN ....................................................................................... ii
Motto ........................................................................................................................ iii
ABSTRAK ............................................................................................................... iv
ABSTRACT ................................................................................................................ v
KATA PENGANTAR .............................................................................................. vi
DAFTAR ISI .......................................................................................................... viii
DAFTAR SIMBOL .................................................................................................. xi
DAFTAR TABEL ................................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. xiii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ............................................................................................... 1
1.2. Perumusan Masalah ....................................................................................... 1
1.3. Batasan Masalah ............................................................................................ 2
1.4. Tujuan dan Manfaat ....................................................................................... 2
1.5. Sistematika Penulisan Laporan ....................................................................... 2
BAB II LANDASAN TEORI .................................................................................... 4
2.1. Korosi ............................................................................................................ 4
2.1.1. Prinsip Korosi..................................................................................... 4
2.1.2. Jenis-jenis Korosi ............................................................................... 5
2.1.3. Cara Pengandalian Korosi .................................................................. 7
2.1.4. Faktor-Faktor Yang Mempengrui Laju Korosi .................................. 10
2.1.5. Perhitungan Laju Korosi ................................................................... 11
2.2. Salt spray Chamber ...................................................................................... 11
1.2.1. Desain Chamber ............................................................................... 12
1.2.2. Polimer ............................................................................................. 12
1.2.3. Heat Transfer Chamber .................................................................... 14
2.3. Pneumatik Spray Nozzle (Twin-Fluid) .......................................................... 15
2.3.1. Klasifikasi Ukuran Droplet ............................................................... 15
2.3.2. Sistem Pencampuran Udara dan Cairan ............................................ 15
ix
2.3.3. Sistem Pengumpanan Cairan ............................................................ 15
2.3.4. Spray Pattern ................................................................................... 16
2.3.5. Spray Angle ...................................................................................... 16
2.4. Salt Spray Test ............................................................................................. 17
2.4.1. Neutral Salt Spray (NSS) .................................................................. 17
2.5. Faktor-faktor Pengaruh Salt Spray Test ........................................................ 18
2.6. Cara Penangan Masalah yang Terjadi Pada Salt spray Test .......................... 19
2.6.1. Laju Pengumpulan Rendah ............................................................... 19
2.6.2. Laju Pengumpulan Tingi .................................................................. 19
2.6.3. Laju Pengumpulan Tidak Merata ...................................................... 19
BAB III METODE PERANCANGAN DAN CARA KERJA SISTEM .................... 20
3.1. Tempat Perancangan .................................................................................... 20
3.2. Alat dan Bahan ............................................................................................ 20
3.2.1. Alat yang Digunakan ........................................................................ 20
3.2.2. Bahan yang Diperlukan .................................................................... 24
3.3. Desain Perancangan ..................................................................................... 26
3.3.1. Karakterisasi Alat ............................................................................. 27
3.3.2. Rancangan Kontruksi Salt Spray Chamber ....................................... 27
3.3.3. Pembuatan Kontruksi Salt Spray Chamber ....................................... 31
3.4. Prinsip Kerja Salt spray Chamber ................................................................ 35
3.5. Perangkat Salt spray Chamber Test yang Siap Dirakit .................................. 36
3.6. Tahap Pengujian Salt Spray Chamber .......................................................... 37
BAB IV HASIL DAN ANALISIS ........................................................................... 39
4.1. Hasil Perancangan Alat Uji Korosi Salt spray Chamber ............................... 39
4.2. Hasil Uji Korosi Pada Plat Baja.................................................................... 40
4.3. Perhitungan Sudut Pada Chamber ................................................................ 42
4.4. Perhitungan Heat Transfer pada Chamber .................................................... 43
4.3.1. Perhitungan Temperatur Pada Dinding Insulasi Udara ...................... 43
4.3.2. Perhitungan Temperatur Permukaan Heater dan Waktu Pre-Heating 44
4.3.3. Perhitungan Heat Lost Chamber ....................................................... 45
4.3.4. Perhitungan Heat Lost Radiasi, Konveksi, dan Konduksi .................. 47
4.3.5. Perhitungan Besarnya Power Heater yang Dibutuhkan ..................... 50
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................... 51
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 52
x
LAMPIRAN ............................................................................................................ 53
xi
DAFTAR SIMBOL
R : Konstanta gas (8314,41 J/kg mol.K)
T : Temperatur absolut
L : Panjang
A : Luas Daerah
V : Volume
� : Kecepatam
� : Berat jenis
W : Berat
� : Massa
P : Tekanan
q : Heat flux
c : Specific heat
k : Thermal conductivity
h : Convection heat-transfer coefficient
Q : Heat Lost
Sc : Schmidt number
Pr : Printel number
�� : Nussel number
Gr : Grashof number
� : Tegangan permukaan
� : Emisivity
S : Shape factor
�� : Hambatan
TSC : Theori spray coverage
TSA : Theori spray angle
t : Waktu, (jam)
mpy : Milli inch per year
xii
DAFTAR TABEL
Tabel II.1. Temperatur leleh proses thermoplastik................................................ 13
Tabel II.2. Metode pengujian ............................................................................... 17
Tabel II.3. Bagian-bagian pada chamber .............................................................. 29
Tabel II.4. Komposisi kimia material SPCC. ....................................................... 41
Tabel II.5. Perhitungan shape factor chamber luar ............................................... 46
Tabel II.6. Perhitungan shape factor chamber dalam ........................................... 47
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar II.1. Korosi merata ................................................................................... 5
Gambar II.2. Korosi galvanik................................................................................. 6
Gambar II.3. Korosi celah ...................................................................................... 6
Gambar II.4. Korosi sumuran ................................................................................ 7
Gambar II.5. Korosi batas butir ............................................................................. 7
Gambar II.6. Skema heat transfer ........................................................................ 14
Gambar II.7. Sistem campuran udara dan larutan external ................................... 15
Gambar II.8. Sistem siphon ................................................................................. 16
Gambar II.9. Full cone spray pattern .................................................................. 16
Gambar II.10. Spray angle .................................................................................... 16
Gambar II.11. Theorical spray coverage ............................................................... 17
Gambar III.1. Mesin bubut horizontal.konvensional (Model: 530X1100) .............. 20
Gambar III.2. Mesin gerinda tangan Bosch GWS 5-100 ......................................... 21
Gambar III.3. Mesin milling dan drill Krisbow (Model: KW1500010) .................. 21
Gambar III.4. Jigsaw Bosch .................................................................................. 22
Gambar III.5. Bor tangan Metabo.......................................................................... 22
Gambar III.6. Cutter akliric Tajima (Model: LC-701) ........................................... 22
Gambar III.7. Mesin bending akrilic 400 mm dan 600 mm .................................... 23
Gambar III.8. Mistar baja ...................................................................................... 23
Gambar III.9. Penyiku ........................................................................................... 23
Gambar III.10. Kompresor NLG (Model: AC1001) ............................................. 24
Gambar III.11. Lembaran akrilic ......................................................................... 24
Gambar III.12. Akrilic siku ................................................................................. 25
Gambar III.13. Lem Polyacryl ............................................................................. 25
Gambar III.14. Selang pneumatik diameter 12 mm .............................................. 25
Gambar III.15. Rod material plastik nylon diameter 70 mm ................................. 26
Gambar III.16. Flow chart perancangan alat ........................................................ 26
Gambar III.17. Kontruksi salt spray chamber ...................................................... 27
Gambar III.18. Dimensi dan bagian salt spray chamber ...................................... 28
Gambar III.19. Posisi untuk pemotong bagian-bagian pada chamber ................... 31
Gambar III.20. Proses drilling inner chamber bagian bawah dan kanan ............... 32
xiv
Gambar III.21. Proses drilling outer chamber bagian bawah dan kanan ............... 32
Gambar III.22. Proses pengelaman siphon, chamber luar dan dalam .................... 33
Gambar III.23. Proses bending tutup chamber ..................................................... 33
Gambar III.24. Dudukan thermocouple dan sambungan lurus .............................. 34
Gambar III.25. Pengunci chamber ....................................................................... 34
Gambar III.26. Tempat spesimen ......................................................................... 35
Gambar III.27. Proses perakitan slat spray test .................................................... 37
Gambar IV.1. Hasil pengumpulan kabut garam .................................................. 39
Gambar IV.2. Diagram alir pengujian ................................................................ 40
Gambar IV.3. A. Sebelum pengujian, B. Setelah pengujian................................ 41
Gambar IV.4. Sudut mist generation regulator .................................................. 42
Gambar IV.5. Analogi electrical heat lost .......................................................... 43
Gambar IV.6. Aktual pengukuran T1 (permukaan insulasi)................................ 44
Gambar IV.7. Shape factor ................................................................................ 46
Gambar IV.8. Dimensi chamber luar dan dalam ................................................ 46
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampian 1. Jadwal Pelaksanaan Pembuatan Salt Spray Chamber .......................... 53
Lampian 2. Theoretical Spray Width ..................................................................... 54
Lampian 3. Properties of Saturasi Water .............................................................. 55
Lampian 4. Thermal Condutivity of Varioues Material at 0º C .............................. 56
Lampian 5. Coefficient Csf and n for Various Fluid-Surface Combination ............ 57
Lampian 6. Surface Tension of Liquid-Vapor Interface for Water ......................... 58
Lampian 7. Approximate Value of Convection Heat-transfer Coefficients ............. 58
Lampian 8. Nama dan Spesifikasi Alat .................................................................. 59
Lampian 9. Hasil Validasi Alat ............................................................................. 60
Lampian 10. Dokumentasi ...................................................................................... 62
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Korosi merupakan suatu kendala bagi para insinyur ketika akan
merancang suatu alat dengan berbahan dasar logam. Logam adalah sumber
daya yang tidak dapat diperbaharui dan sering terjadi masalah pada logam
berupa korosi. Korosi mengakibatkan kerugian baik dari segi ekonomis
maupun segi struktural. Salah satu pengujian laju korosi yang dilakukan di
laboratorium yaitu menggunakan alat uji salt spray chamber, di dalam mata
kuliah korosi dituntut untuk mengerti dan memahami serta mampu
mempraktekannya, agar mampu mempraktrekannya serta memahami materi
tentang korosi. Dikarenakan alat uji tersebut belum tersedia di laboratorium
President University maka kami mencari referensi serta standar dalam
membuat alat tersebut dan menjadikannya sebagai bahan karya tulis dan
dengan harapan alat tersebut dapat dibuat dan dijadikan alat praktek ketika
mempelajari mata kuliah tentang korosi. Dalam membuat suatu alat uji yang
dapat digunakan untuk mengetahui laju korosi terhadap suatu material baja,
maka rancang bangun alat uji tersebut dibuat menggunakan suatu standar agar
hasil pengujian mendapatkan data yang akurat serta pembuatan alat yang
sesuai dengan spesifikasi yang dibutuhkan dengan biaya yang tidak terlalu
mahal serta proses pembuatan yang dapat dikerjakan dengan proses
pemesinan yang tersedia di laboratorium President University.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut dapat dirumuskan permasalahan yang ada
yaitu:
1. Bagaimana perancangan salt spray chamber yang benar sesuai standar
ASTM yang telah ditentukan untuk mengukur laju korosi suatu material
logam.
2. Bagaimana aplikasi perhitungan heat lost yang terjadi dalam chamber saat
dilakukan uji semprot kabut garam serta power heater yang dibutuhkan.
2
1.3. Batasan Masalah
Dari perumusan masalah di atas, batasan masalah yang di bahas adalah:
1. Perancangan dilakukan dengan mengacu pada Standar ASTM B117-09.
2. Hanya membahas bagian pada chamber.
3. Tidak melakukan pengukuran droplet yang terjadi di daerah spesimen dan
chamber.
4. Tidak membahas bagian salt solution, automizer, tank saturasi serta sistem
kontrol.
5. Mengunakan media korosif NaCl
6. Metode pengujian spesimen yang digunakan yaitu Neutral Salt spray
(NSS).
1.4. Tujuan dan Manfaat
Tujuan dan manfaat yang ingin diperoleh adalah:
1. Menghasilkan alat uji korosi salt spray chamber yang baik agar dapat
melakukan pengujian pada spesimen untuk mengukur laju korosi pada
suatu material logam sesuai dengan standar ASTM B117.
2. Menambah wawasan tentang ilmu korosi mahasiswa/mahasiswi teknik
mesin President University mengenai proses pembuatan dan cara kerja salt
spray chamber.
3. Mengetahui dan mampu melakukan perhitungan laju korosi yang terjadi
pada suatu material logam dengan menggunakan alat tersebut.
1.5. Sistematika Penulisan Laporan
Dalam melakukan penulisan laporan ini terdiri dari 5 bab yaitu:
BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab ini berisi tentang latar belakang, perumusan masalah,
tujuan dan manfaat, batasan masalah serta sitematika penulisan
laporan.
3
BAB II LANDASAN TEORI
Dalam bab ini akan dibahas mengenai teori-teori yang berkaitan
dengan salt spray chamber.
BAB III METODE PERANCANGAN DAN CARA KERJA SISTEM
Dalam bab ini akan dibahas mengenai metode, diagram alir dan
proses yang dilakukan dalam melakukan penelitian.
BAB IV HASIL DAN ANALISIS
Dalam bab ini akan dibahas mengenai hasil dari penelitian dan
analisis yang dilakukan.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Dalam bab ini berisi tentang kesimpulan yang sudah didapat dalam
melakukan penelitian dan juga saran yang diharapkan dapat
bermanfaat bagi masyarakat umum.
4
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Korosi
Korosi diartikan sebagai degradasi atau kerusakan material yang disebabkan
oleh reaksi dengan lingkungan. Dengan kata lain korosi merupakan serangan yang
merusak logam karena logam bereaksi secara kimia dengan lingkungan sehingga
menyebabkan menurunnya sifat material. Korosi dapat berlangsung sangat cepat atau
lambat. Korosi merupakan proses atau reaksi elektrokimia yang bersifat alamiah dan
berlangsung dengan sendirinya, sehingga korosi tidak dapat dicegah tetapi dapat
dikendalikan lajunya sehingga memperlambat proses perusakannya [1]:
2.1.1. Prinsip Korosi
Proses korosi yang terjadi pada logam sebagian besar merupakan sebuah
proses reaksi elektrokimia, yang melibatkan transfer elektron dari satu jenis material
ke material yang lain. Reaksi elektrokimia terjadi jika ada dua reaksi setengah sel,
yaitu reaksi setengah sel yang memproduksi elektron yang disebut reaksi anodik atau
oksidasi, dan satu reaksi setengah sel yang mengkonsumsi elektron yang disebut
reaksi katodik atau reduksi [1].
Berikut ini merupakan contoh dari kedua reaksi tersebut:
1. Reaksi anodik pada proses korosi
Korosi logam: M → M+n
+ ne- (II.1)
Oksidasi ion ferrous: Fe2+
→ Fe3+
+ e- (II.2)
2. Evolusi Oksigen: 2H2O → O2 + 4H + 4e- (II.3)
3. Reaksi katodik pada proses korosi
Evolusi hidrogen: 2H+ + 2e → H2 (II.4)
Reduksi oksigen (asam):O2 + 4H+ + 4e → 2H2O (II.5)
Reduksi oksigen (netral/basa):O2 + 2H2O + 4e → 4OH-
(II.6)
Reduksi ion logam: M+3
+ e → M+2
(II.7)
Deposisi logam: M+ + e → M (II.8)
Sedangkan proses korosi yang terjadi pada baja (Fe) sebagai berikut:
5
1. Reaksi anodik pada baja adalah reaksi oksidasi atau penguraian baja menjadi
ion. Berdasarkan pada persamaan (II.1), reaksi anodik pada baja dapat ditulis
sebagai berikut:
Fe → Fe2+
+ 2e (II.9)
Reaksi katodik yang terjadi adalah:
O2 + 2H2O + 4e → 4OH-
(II.10)
2. Kemudian dari persamaan (II.9) dan persamaan (II.10) didapat:
2Fe + 2H2O + O2 → 2Fe2+
+ 4OH- → 2Fe (OH)2
3. Selanjutnya ferrous hydroxide (Fe(OH)2) yang terjadi akan bereaksi
(teroksidasi) secara alami oleh air dan udara membentuk ferric hydroxide
kemudian menjadi hydrated ferric oxide sebagai berikut :
2Fe (OH)2 + H2O + 1/2 O2 → 2Fe(OH)3
2Fe (OH)3 → Fe2O3H2O + 2H2O
2.1.2. Jenis-jenis Korosi
Bentuk kerusakan yang dihasilkan berdasarkan penyebab korosi seperti
lingkungan tempat terjadinya korosi, maupun jenis material yang bereaksi,
korosi terbagi menjadi, diantaranya adalah [1]:
2.1.1.1. Korosi Merata
Korosi merata merupakan korosi yang terjadi secara merata pada
semua permukaan logam yang disebabkan oleh reaksi kimia atau elektrokimia.
Korosi ini terjadi pada permukaan yang terekspos pada lingkungan korosif.
Korosi ini mengakibatkan penipisan pada permukaan yang kemudian
menyebabkan kegagalan karena ketidak mampuan material dalam menahan
beban.
Gambar II.1. Korosi merata
6
2.1.1.2. Korosi Galvanik
Korosi galvanik terjadi karena adanya beda potensial antara dua logam
yang berada pada fluida atau media konduktif dan korosif. Akibatnya, logam
dengan ketahanan terhadap korosi yang rendah akan mengalami laju korosi
lebih tinggi dibandingkan dengan logam yang memiliki ketahanan terhadap
korosi tinggi atau perbedaan potensial yang dimiliki. Pada kasus ini terbentuk
sebuah sel galvanic, dengan logam berpotensial korosi lebih tinggi sebagai
anoda dan logam yang berpotensial korosi lebih rendah sebagai katoda.
Gambar II.2. Korosi galvanik [1]
2.1.1.3. Korosi Celah
Korosi celah yaitu sel korosi yang diakibatkan oleh perbedaan
konsentrasi zat asam. Korosi ini terjadi karena celah sempit terisi elektrolit (air
dengan pH rendah) maka terjadilah suatu sel korosi dengan katodanya
permukaan sebelah luar celah yang basa dengan air yang lebih banyak
mengandung zat asam sehingga bersifat anodic. Korosi yang terjadi di sela-
sela gasket, sambungan bertindih, sekrup-sekrup atau kelingan yang terbentuk
oleh kotoran-kotoran endapan atau timbul dari produk-produk karat.
Gambar II.3. Korosi celah [1]
7
2.1.1.4. Korosi Sumuran
Korosi ini terjadi karena adanya serangan korosi lokal yang terjadi
pada permukaan logam yang akhirnya menyebabkan terjadinya lubang pada
permukaan tersebut. Korosi ini biasanya disebabkan oleh chloride atau ion
yang mengandung chlorine. Arah perkembangan korosi tidak menyebar ke
seluruh permukaan logam, melainkan menusuk kearah ketebalan logam yang
mengkibatkan kebocoran pada suatu kontruksi.
Gambar II.4. Korosi sumuran [1]
2.1.1.5. Korosi Batas Butir
Di daerah batas butir memilki sifat yang lebih reaktif. Banyak-
sedikitnya batas butir akan sangat mempengaruhi kegunaan logam tersebut.
Jika semakin sedikit batas butir pada suatu material maka akan menurunkan
kekuatan material tersebut. Jika logam terkena karat, maka di daerah batas
butir akan terkena serangan terlebih dahulu dibandingkan daerah yang jauh
dari batas butir. Serangan yang terjadi pada daerah batas butir dan daerah yang
berdekatan dengan batas butir hal ini biasa disebut intergranular corrosion.
Gambar II.5. Korosi batas butir [1]
2.1.3. Cara Pengandalian Korosi
2.1.3.1. Seleksi Material
Dalam merancang suatu kontruksi perlu diperhatikan dalam pemilihan
material yang digunakan. Metode umum yang sering digunakan dalam
pencegahan korosi yaitu pemilihan logam yang tahan terhadap lingkungan
8
korosif. Ketahanan korosi masing-masing material tidak sama pada berbagai
macam lingkungan. Jenis material ada yang sangat tahan korosi dibanding
material lainnya lain pada lingkungan tertentu. Tetapi material yang sama
mungkin adalah yang paling rawan korosi pada lingkungan yang berbeda
dibanding dengan material yang lain.
2.1.3.2. Desain
Pada tahahapan desain hendaknya sudah direncanakan dalam
pengendalian korosi. Para pakar korosi sebaiknya ikut dilibatkan dalam desain
proses dari sejak pemilihan proses, penentuan kondisi-kondisi prosesnya,
penentuan material konstruksi, pemilihan lay-out, saat konstruksi sampai tahap
pembuatannya. Di antara cara-cara penanggulangan korosi dari segi desain
yang sering digunakan adalah:
1. Mengisolasi alat dari lingkungan korosif
2. Mencegah hadir atau terbentuknya elektrolit
3. Memastikan aliran fluida mengalir dengan lancar
4. Mencegah korosi erosi atau abrasi akibat kecepatan aliran terjadi
5. Mencegah kondisi terjadinya sel galvanik akibat perbedaan dua logam.
2.1.3.3. Inhibitor Korosi
Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadi korosi
adalah inhibitor. Inhibitor adalah senyawa kimia yang apabila ditambahkan
kedalam lingkungan dalam jumlah sedikit yang dapat menghambat laju korosi.
Inhibitor merupakan metoda perlindungan yang fleksibel, yaitu mampu
memberikan perlindungan dari lingkungan yang kurang agresif sampai pada
lingkungan yang tingkat korosifitasnya sangat tinggi, mudah diaplikasikan
(tinggal tetes), dan tingkat keefektifan biayanya paling tinggi karena lapisan
yang terbentuk sangat tipis sehingga dalam jumlah kecil mampu memberikan
perlindungan yang luas. Adapun mekanisme kerjanya dapat dibedakan sebagai
berikut:
1. Inhibitor terserap pada permukaan logam, dan membentuk suatu lapisan
tipis dengan ketebalan beberapa molekul inhibitor. Lapisan ini mampu
menghambat pengaruh lingkungan terhadap logam.
9
2. Melalui pengaruh lingkungan (misal pH) menyebabkan inhibitor dapat
mengendap selanjutnya terserap pada permukaan logam serta
melidunginya terhadap korosi dan endapan yang terjadi cukup banyak.
3. Inhibitor lebih dulu mengkorosi logamnya, dan menghasilkan suatu zat
kimia yang kemudian melalui peristiwa penyerapan dari produk korosi
tersebut membentuk suatu lapisan pasif pada permukaan logam.
4. Inhibitor menghilangkan kontituen yang agresif dari lingkungannya
2.1.3.4. Catodic and Anodic Protection
Proteksi katodik merupakan metode pencegahan korosi pada logam
dengan cara logam yang ingin dilindungi dijadikan lebih bersifat katodik.
Apabila dilakukan dengan arus listrik dari power suplay maka disebut arus
tanding, dan jika dihubungkan dengan logam lain disebut anoda. Proteksi
katodik sangat efektif untuk melindungi korosi eksternal pada pipa saluran
yang berada di bawah tanah atau dibawah air laut. Namun penggunaan metoda
ini dapat menimbulkan masalah baru yang harus dipertimbangkan, seperti arus
tidak dikenal (stray-current) yang justru dapat meningkatkan laju korosi pada
logam lain di sekitar logam yang dilindungi, melepuhnya permukaan logam
(blistering), retak pada struktur, rusaknya lapisan cat, dan apabila dilakukan
pada alumunium maka dapat merusak lapisan pasif. Proteksi anodik adalah
metoda perlindungan logam terhadap korosi dengan cara merubah potensial
logam menjadi lebih positif.
2.1.3.5. Pelapisan (Coating)
Metode pelapisan atau coating adalah suatu upaya mengendalikan
korosi dengan menerapkan suatu lapisan pada permukaan logam besi.
Misalnya, dengan pengecatan atau penyepuhan logam. Penyepuhan besi
biasanya menggunakan logam krom atau timah. Kedua logam ini dapat
membentuk lapisan oksida yang tahan terhadap lapisan film permukaan dari
oksida logam hasil oksidasi yang tahan terhadap korosi lebih lanjut. Logam
seng juga digunakan untuk melapisi besi (galvanisir), tetapi seng tidak
membentuk lapisan oksida seperti pada krom dan timah, melainkan berkarbon
demi besi. Ada dua macam cara pelapisan, yaitu:
10
1. Pelapisan dengan bahan logam. Pada pelapisan dengan bahan logam, dapat
digunakan bahan-bahan logam yang lebih inert maupun yang kurang inert
sebagai bahan pelapis. Pemakaian kedua macam bahan tersebut
mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing.
2. Pelapisan dengan bahan non logam. Yaitu dengan pelapis berbahan dasar
organik seperti cat polimer dan pelapis berbahan dasar anorganik
2.1.4. Faktor-Faktor Yang Mempengarui Laju Korosi
Beberapa faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi proses korosi
antara lain, yaitu:
1. Temperatur
Penambahan temperatur umumnya mempercepat laju korosi walaupun
pada kenyataannya kelarutan oksigen berkurang dengan bertambahnya
temperatur. Temperatur merupakan faktor penting dalam proses terjadinya
korosi, Kenaikan temperatur menyebabkan bertambahnya kecepatan reaksi
korosi. Hal ini terjadi karena makin tinggi temperatur maka energi kinetik dari
partikel-partikel yang bereaksi akan meningkat sehingga melampaui besarnya
harga energi aktivasi [2].
2. Faktor padatan terlarut
Padatan terlarut seperti klorida (Cl) menyebabkan terjadinya korosi yang
menyerang lapisan logam. Karbonat (���) juga sering digunakan sebagai
pengontrol korosi dimana film karbonat diendapkan sebagai pelindung lapisan
logam akan tetapi sering timbul masalah scale. Konsentrasi Sulfat (���) yang
biasa terdapat dalam minyak, selain itu di dalam air juga ditemukan ion Sulfat.
Jika konsentrasinya tinggi maka akan bersifat kontamin dan oleh bakteri SRB
(Sufat Redcing Bacteria) sulfat berubah menjadi sulfide yang korosif [2].
3. Faktor pH
Hal ini berhubungan dengan pH atau keasaman dan kebasaan suatu
larutan. pH < 7 bersifat asam dan korosif, sedangkan pH > 7 bersifat basa dan
juga korosif. Untuk pH netral yaitu 7, laju korosi rendah pada pH 7-13
sedangkan pada pH < 7 dan > 13 laju korosi akan meningkat [2].
11
4. Oksigen
Adanya oksigen yang terlarut akan menyebabkan korosi pada logam.
Terdapat, udara dapat bersentuhan dengan permukaan logam yang lembab,
sehingga kemungkinan menjadi korosi lebih besar.
5. Waktu Kontak
Dalam proses terjadinya korosi, laju reaksi sangat berkaitan erat dengan
waktu. Pada dasarnya semakin lama waktu logam berinteraksi dengan
lingkungan korosif maka semakin tinggi tingkat korosifitasnya [3].
2.1.5. Perhitungan Laju Korosi
Laju korosi dapat dihitung dengan metode kehilangan berat atau weight
gain loss (WGL) dan korosi tersebut harus terjadi secara merata pada sebuah
material logam. Pengujian ini sesuai dengan standar ASTM G 31-72. Laju
korosi dinyatakan dalam mpy (milli inch per year). Dengan menimbang berat
spesimen yang telah dibersihkan dari oksida dan beras tersebut dinyatakan
sebagai berat awal kemudian dilakukan pengujian dengan semprot kabut
garam. Setelah itu dilakukan penimbangan berat kembali dari suatu logam
setelah dibersihkan logam tersebut dari hasil korosi yang terbentuk dan berat
tersebut dinyatakan sebagai berat akhir. Persamaan laju korosi dapat dituliskan
dengan persamaan berikut:
��� = 534�/��� Persamaan (II.11)
2.2. Salt spray Chamber
Chamber merupakan ruang tempat pengujian logam dalam ruang tertutup.
Untuk ukuran dan bentuk chamber standar ASTM B117 disesuaikan dengan
pengkabutan dan jumlah pengumpulan kabut. Berdasarkan standar ISO 9227 ukuran
chamber disarankan tidak terlalu besar atau terlalu kecil. Jika terlalu kecil akan sedikit
sulit dalam pemerataan semprot kabut garam, untuk chamber berkapasitas besar perlu
memastikan bahwa kondisi homogenitas dan distribusi semprot gambut garam
terpenuhi, ukuran minimum 0.4 ��. Sedangkan berdasarkan standar JIS Z 2371
ukuran minimum 0.2 ��. Bagian atas dari chamber didesain dan dirancang agar
tetesan larutan yang disemprotkan tidak jatuh pada spesimen yang diuji dan aliran
kabut mengikuti sudut dari tutup chamber tersebut berdasarkan standar ASTM B117
12
sudut diantara 90-125º. Ukuran dan bentuk chamber harus dirancang agar laju
semprot kabut garam dalam chamber dalam batas yang ditentukan dalam Tabel II.2,
collector cup harus memiliki diameter kurang lebih 100 mm, yang sesuai dengan
daerah pengumpulan sekitar 80 ��� dan tabung ukur yang disesuaikan dengan
kapasitas alat. Perangkat tersebut harus ditempatkan di daerah chamber di mana
spesimen uji ditempatkan. Perangkat harus ditempatkan sehingga hanya kabut yang
dikumpulkan, dan tidak ada cairan garam jatuh pada spesimen atau dari bagian
chamber jatuh pada spesimen. Selain itu desain chamber harus dilengkapi dengan
sistem pembuangan dan pengisian air serta ventilasi untuk semprotan kabut garam [4].
1.2.1. Desain Chamber
Chamber harus memiliki reservoir larutan garam yang dilengkapi denga level
kontrol serta saluran pembuangan larutan serta kabut garam. Level kontrol pada
reservoir berfungsi untuk menjaga level larutan air garam dengan udara saturasi pada
nozzle. Hal ini untuk menjaga debit larutan garam agar tetap stabil saat proses
pengujian [5].
Material yang digunakan untuk pembuatan chamber harus memiliki ketahanan
terhadap kororsi. Material chamber bagian dalam tidak diperbolehkan menggunakan
metal atau sejenis logam. Untuk elemen pemanas serta thermo couple harus
menggunakan material yang tahan terhadap korosi seperti stainless steel. Tempat
spesimen dibuat dengan sudut yang disesuaikan dengan proses pengujian berikut
standar sudut untuk proses pengujian dari beberapa standar:
1. ASTM B117 sudut peletakan spesimen dari garis vertical yaitu 15º-30º.
2. JIS Z 2371 sudut peletakan spesimen dari garis vertical yaitu 20º±5º.
3. ISO 9227 sudut peletakan spesimen dari garis vertical yaitu 15º-30º.
Proses peletakan pesimen tidak diperbolehkan menyentuh spesimen satu dengan
spesimen yang lain.
1.2.2. Polimer
Polimer merupakan suatu bahan yang terdiri dari unit molekul yang disebut
monomer. Monomer yang sejenis disebut homopolimer sedangkan yang berbeda
menghasilkan kopolimer. Polimer dibagi menjadi dua kelompok, yaitu [6]:
13
1. Plastik Thermoplast.
Thermoplast merupakan plastic yang dapat dicetak berulang-ulang
diantaranya : Polyvinil Cloride (PVC), dan Poli Amide (PA).
2. Plastik Thermoset.
Thermoset adalah plastik yang bila mengalami kondisi tertentu tidak dapat
dicetak kembali karena bangun polimernya berbentuk jaringan tiga
dimensi diantaranya: Poly Urethene (PU)
Setiap jenis polimer memiliki titik didih yang berbeda seperti pada table
dibawah ini:
Tabel II.1. Temperatur leleh proses thermoplastik
Nama Material ºC
PA 260-290
PVC 160-180
1.2.2.1. Polyvinil Cloride (PVC)
PVC termasuk dalam polimer berjenis thermoplastik yang mempunyai
bentuk monomer seta memiliki karakteristik sebagai berikut:
1. Temperatur transisi antara 70-100 °C.
2. Berat jenisnya antara 1.49-1.58 g/���.
3. Kekuatan tarik antara 51.75-62.1 MPa, dengan temperatur kerja maksimum
tanpa pembebanan sebesar 110 °C.
4. Mudah diproses pemesinan.
5. Tersedia warna transparan atau bening dan mudah dibersihkan.
6. Bersifat isolasi.
1.2.2.2. Poli Amide (PA)
PA atau yang dikenal dengan sebutan nylon yang mempunyai sifat-sifat
dapat berbentuk serat, film dan plastik, dengan karakteristik seperti di bawah ini:
1 Bersifat keras.
2 Bersifat isolasi
3 Memiliki ketahanan pukul tinggi
4 Mudah diproses pemesinan
5 Tahan terhadap korosi
14
Dalam pembuatan salt spray shamber seperti pada penjelasan sebelumnya
maka desain dan pemelihan material sangat berpengaruh terhadap terjadinya korosi
sehingga material menggunakan bahan dari jenis polimer, karena tahan terhadap
korosi. Berdasarkan karakteristik di atas maka untuk pembuatan chamber digunakan
material PVC dan PA.
1.2.3. Heat Transfer Chamber
Pada bagian kabinet atau chamber terjadi perpindahan kalor secara konveksi,
konduksi dan radiasi yang mempengaruhi temperatur di ruang chamber. Guna
menjaga temperatur di ruang chamber agar tetap stabil seperti yang ditentukan dalam
Tabel II.1 maka perhitungan pada bagian ini harus dilakukan agar temperatur di ruang
chamber terjaga perhitungan tersebut menggunakan pers (II.12~II.14).
Gambar II.6. Skema heat transfer
Konduksi :
The Fourier’s law of heat conduction [7].
�� = −� ��
�� Persamaan (II.12)
Konveksi :
The Newton’s law of cooling [7].
� = ℎ�(�� − ��) Persamaan (II.13)
Radiasi:
The Stefan-Boltzmann Law [7].
�������� = ��� � Persamaan (II.14)
Insulasi
udara
Elemen
pemanas PVC
T (°C)
Temperatur
ruangan
T (°C) temperatur
chamber dijaga pada
35°C
15
2.3. Pneumatik Spray Nozzle (Twin-Fluid)
Pneumatik spray nozzle memiliki alat yang terdiri dari kompresi udara
sehingga memiliki kecepatan yang tinggi dengan perpaduan suatau zat cair atau liquid
[8].
2.3.1. Klasifikasi Ukuran Droplet [8]
1. Light rain (300~1.000 μm): Semi-coarse atomization
2. Fine drizzle (100~300 μm): Semi-fine atomization
3. Fine mist (10~100 μm): Fine mist atomization
4. Dry fog (<10 μm): Ultra fine atomization
2.3.2. Sistem Pencampuran Udara dan Cairan
Salah satu sistem pencampuran udara dan cairan dalam pneumatiK
spray nozzle yaitu tipe pencampuran external sebagaimana diperlihatkan pada
Gambar II.7.
Gambar II.7. Sistem campuran udara dan larutan external
2.3.3. Sistem Pengumpanan Cairan
Salah satu sistem pengumpanan cairan yaitu sistem siphon dimana
kapasitas penyemprotan tergantung pada tinggi siphon sebagaimana
diperlihatkan pada Gambar II.8.
Air
udara
16
Gambar II.8. Sistem siphon [8]
2.3.4. Spray Pattern
Spray pattern merupakan bentuk hasil semprot yang dihasilkan nozzle.
Salah satu bentuk spray pattern yaitu full cone seperti diperlihatkan pada
Gambar II.9.
Gambar II.9. Full cone spray pattern [8]
2.3.5. Spray Angle
Spray angle diukur dari atas spray yang dibuat dengan perpanjangan
garis lurus dari garis luar spray seperti diperlihatkan pada Gambar II.10.
Gambar II.10. Spray angle [8]
Dimana: H = Tinggi siphon
17
Secara theori spray coverage dapat dirumuskan sebagai berikut:
��� = 2. �. �������
�� Persamaan (II.15)
Gambar II.11. Theorical spray coverage [9]
2.4. Salt Spray Test
Salt spray test merupakan alat yang digunakan untuk menguji ketahanan korosi
suatu logam menggunakan semprot kabut garam pada temperatur tertentu untuk
mempercepat proses terjadinya korosi [10].
2.4.1. Neutral Salt Spray (NSS)
Salah satu metode pengujian semprot kabut garam yaitu Neutral Salt spray
merupakan metode pengujian dengan pH 6.5 sampai 7.2 dengan konsentrai larutan
NaCl 5% dari total larutan [10].
Tabel II.2. Metode pengujian
Metode pengujian dengan kondisi pada temperatur 35 °C ± 2 °C dimana pada luasan 80 ���
rata-rata pengumpulan kabut garam skitar 1,5 ml/h ± 0,5 ml/h dan konsentrasi air garam 50 g/l ± 5 g/l
dengan kondisi pH diantara 6,5 sampai 7,2 .
Dimana:
ASC = Aktual spray coverage
TSC = Theorical spray coverage
ASA = Actual spray coverage
TSA = Theorical spray angle
Metode pengujian Neutral salt spray (NSS)
Temperatur 35 °C ± 2 °C
Rata-rata pengumpulan kabut garam dalam luas area 80���posisi horizontal
1,5 ml/h ± 0,5 ml/h
Konsentrasi NaCl 50 g/l ± 5 g/l
pH (Kabut garam yang terkumpul) 6,5 to 7,2
18
2.5. Faktor-faktor Pengaruh Salt Spray Test
Beberapa faktor yang mempengaruhi salt spray test seperti dibawah ini:
1. Test Solution
a. Larutan yang disemprotkan
b. PH larutan
c. Konsentrasi Larutan
2. Penyemprotan
a. Metode penyemprotan
b. Tekanan udara
c. Waktu penyemprotan
d. Ukuran droplet
e. Laju penyemprotan
3. Prosedur pengetesan
a. Temperatur dari larutan dan chamber
b. Relatif Humidity
c. Ukuran dan bentuk Chamber
d. Besar derajat spesimen
e. Metode peletakan spesimen
4. Spesimen
a. Larutan yang disemprotkan
b. Persiapan spesimen
c. Evaluasi metode
Dari faktor di atas diketahui bahwa larutan yang digunakan juga mempengaruhi
laju korosi terhadap suatu logam. Unsur-unsur kimia yang terdapat dalam
larutan sangat mempengaruhi laju korosi. Unsur yang paling besar
mempengaruhi yaitu [11]:
1. Unsur Sulfat
2. Unsur Klorida
3. Unsur Nitrat
19
2.6. Cara Penangan Masalah yang Terjadi Pada Salt spray Test
Dalam proses pengujian sering terjadi masalah atau kendala yang terjadi,
berikut cara penangan masalah yang sering terjadi pada saat akan dilakukan pengujian
dan ataupun saat pengujian [12].
2.6.1. Laju Pengumpulan Rendah
1. Menaikan tekanan udara pada saturasi tower
2. Mengatur mist generation regulator
3. Mengecek Nozzle
4. Menaikan level reservoir larutan garam
2.6.2. Laju Pengumpulan Tingi
1. Menurunkan tekanan pada saturasi tower
2. Mengatur mist generation regulator
3. Menurunkan temperatur pada saturasi tower
4. Menurunkan level reservoir larutan garam
2.6.3. Laju Pengumpulan Tidak Merata
1. Mengatur mist generation regulator
2. Mengecek saluran pembuangan kabut garam
3. Mengecek tetesan pada pengumpul kabut garam
20
BAB III
METODE PERANCANGAN DAN CARA KERJA SISTEM
3.1. Tempat Perancangan
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2017 sampai dengan bulan
April 2017 di Laboratorium Teknik Mesin President University.
3.2. Alat dan Bahan
Ada beberapa alat dan bahan dalam pembuatan salt spray chamber
diantaranya adalah:
3.2.1. Alat yang Digunakan
1. Mesin bubut
Mesin bubut digunakan untuk membuat nozzle, penghubung masuk dan keluar
udara, air garam serta kabel kontrol seperti level siphon.
Gambar III.1. Mesin bubut horizontal.konvensional (Model: 530X1100)
21
2. Mesin gerinda tangan
Mesin gerinda tangan digunakan untuk memotong dan menghaluskan di
daerah permukaan yang kasar.
Gambar III.2. Mesin gerinda tangan Bosch GWS 5-100
3. Mesin milling
Mesin miling digunakan untuk pembuatan pengunci chamber serta pembuatan
lubang slot penahan tutup chamber.
Gambar III.3. Mesin milling dan drill Krisbow (Model: KW1500010)
22
4. Jigsaw
Mesin jigsaw digunakan untuk memotong akrilic terutama bagian dudukan
pengatur penyemprotan kabut.
Gambar III.4. Jigsaw Bosch
5. Bor tangan
Bor tangan digunakan untuk membuat lubang penyambung di daerah
chamber.
Gambar III.5. Bor tangan Metabo
6. Pisau akliric
Pisau akrilic digunakan untuk memotong lembaran akrilic untuk chamber
bagian dalam dan chamber bagian luar serta penutupnya.
Gambar III.6. Cutter akliric Tajima (Model: LC-701)
23
7. Bending akliric
Mesin bending akrilic digunakan untuk menekuk bagian penutup akrilic. Serta
bagian aksesoris chamber lainnya.
Gambar III.7. Mesin bending akrilic 400 mm dan 600 mm
8. Mistar baja
Mistar baja digunaka untuk mengukur dan menggaris lembaran akrilic sesuai
dengan desain perancangan.
Gambar III.8. Mistar baja
9. Penyiku
Untuk sudut tegak lurus di daerah chamber digunakan penyiku dalam proses
pengeleman daerah chamber.
Gambar III.9. Penyiku
24
10. Kompresor
Kompresor digunakan untuk penyuplai udara yang masuk ke bagian saturasi
dan nozzle.
Gambar III.10. Kompresor NLG (Model: AC1001)
3.2.2. Bahan yang Diperlukan
1. Akliric
Pembuatan alat uji salt spray chamber menggunakan akrilic untuk semua
bagian chamber dalam dan chamber luar, karena mudah diproses serta
transparan sehingga proses pengkabutan bisa dilihat dari luar.
Gambar III.11. Lembaran akrilic
2. Akrilic siku
Digunakan untuk menutup celah diantara siku chamber agar tidak bocor.
25
Gambar III.12. Akrilic siku
3. Lem Polyacryl
Lem akrilic berfungsi utuk merekatkan antara bagian-bagian lembaran akrilic
pada daerah chamber.
Gambar III.13. Lem Polyacryl
4. Selang PU 12
Selang pneumatik untuk menghubungkan saluran udara dan air garam dari
kompresor menuju saturasi tower dan nozzle.
Gambar III.14. Selang pneumatik diameter 12 mm
26
5. Rod material plastik nylon diameter 70
Material plastik digunakan untuk membuat mur, baut, serta saluran udara dan
air garam dan pembuat aksesoris lainnya.
Gambar III.15. Rod material plastik nylon diameter 70 mm
3.2.3. Desain Perancangan
Diagram alir perancangan
Gambar III.16. Flow chart perancangan alat
27
3.3.1. Karakterisasi Alat
Alat uji Salt spray Test ini dirancang dengan rencana spesifikasi
sebagai berikut:
1. Dimensi Inner chamber 550 mm (P) x 450 mm (L) x 400 mm (T).
2. Dimensi outer chamber 634 mm (P) x 534 mm (L) x 436 mm (T).
3. Spase udara 30 mm.
4. Sudut penutup chamber 120°.
5. Sudut pengatur semprot kabut 80°.
6. Bahan yang tahan karat, transparan, mudah diproses dan murah.
7. Corong pengumpul kabut 80���.
3.3.2. Rancangan Kontruksi Salt Spray Chamber
Konstruksi salt spray chamber menggunakan konsep seperti karakter
diatas dengan ukuran yang disesuaikan dengan kebutuhan pengujian di
laboratorium teknik mesin President University seperti diperlihatkan pada
Gambar III.17.
Gambar III.18. Kontruksi salt spray chamber
28
Gambar III.19. Dimensi dan bagian salt spray chamber
29
Tabel II.3. Bagian-bagian pada chamber
No Nama Bahan Ukuran
(mm) Jumlah Satuan Keterangan
1 Penutup
chamber
PVC (Akrilic) T : 6 mm 653 (P) x
590 (L)
1 Buah
2 Outer chamber PVC (Akrilic) T : 6 mm 1462 (P) x
856 (L)
1 Buah
3 Inner chamber PVC (Akrilic) T : 6 mm 1064 (P) x
1612 (L)
1 Buah
4 Nozzle
(Dudukan)
PA(Polyamide)/Nylon 50 (P) X 25
(L) X 45 (T)
1 Buah Bagian 1
Nozzle Udara PA(Polyamide)/Nylon Ø10 x 50 (L) 1 Buah Bagian 2
Nozzle Air PA(Polyamide)/Nylon Ø10 x 50 (L) 1 Buah Bagian 3
Mur Nozzle PA(Polyamide)/Nylon Ø20 x 10 (L) 2 Buah Bagian 4
5 Reservoir Salt
Solution
PVC (Akrilic) T : 6 mm 370 (P) x
265 (L)
1 Buah
6 Corong
pengumpul
kabut dan gelas
ukur
PVC Ø100 x
Sudut 60 °
1 Buah
7 Pengunci tutup
chamber
PA(Polyamide)/Nylon 21 (P) x 590
(L)
1 Buah Bagian 1
Mur PA(Polyamide)/Nylon 30 (P) X 25
(L) X 15 (T)
1 Buah Bagian 2
Baut PA(Polyamide)/Nylon 10 (P) X 20
(L) X 50 (T)
1 Buah Bagian 3
Dudukan
pengunci
PA(Polyamide)/Nylon 22 (P) X 20
(L) X 37 (T)
1 Buah Bagian 4
8 Pengatur kabut
garam
PA(Polyamide)/Nylon Ø70 x 90 (L) 1 Set
9 Thermocouple Stainless steel Ø7 x 175 (L) 1 Buah Bagian 1
Sambungan
thermocouple
PA(Polyamide)/Nylon Ø20 (Ø12) x
79 (L)
1 Set Bagian 2
10 Sambungan
udara tank
saturasi
PA(Polyamide)/Nylon Ø20 (Ø12) x
79 (L)
1 Set
30
No Nama Bahan Ukuran
(mm) Jumlah Satuan Keterangan
11 Sambungan air
garam (NaCl
PA(Polyamide)/Nylon Ø20 (Ø12) x
79 (L)
1 Set
12 Sambungan
level siphon
PA(Polyamide)/Nylon Ø20 (Ø12) x
79 (L)
1 Set
13 Tempat uji
spesimen
PVC Ø10 x 550
(L)
2 Buah Bagian 1
PVC 300 (P) x 40
(L)
4 Buah Bagian 2
14 Penahan tutup
chamber
PVC (Akrilic) T : 6 mm 240 (P) x 24
(L)
2 Buah Bagian 1
PVC (Akrilic) T : 6 mm 50 (P) x 24
(L)
1 Buah Bagian 2
PVC (Akrilic) T : 6 mm 20 (P) x 70
(L)
1 Buah Bagian 3
15 Dudukan kaki
chamber
PVC (Akrilic) T : 6 mm 70 (P) x 70
(L)
4 Buah
16 Dudukan
chamber
PVC (Akrilic) T : 6 mm 1,5 in 6 m
PVC (Akrilic) T : 6 mm Sambungan
T
16 Buah
Heater Stainless steel Ø8 x 200
(L), 400 watt
1 Buah
18 Ventilasi kabut
garam
PVC 1/2 in 1 m Bagian 1
PVC Sambungan
T
1 Buah Bagian 2
PVC Sambungan
L
1 Buah Bagian 3
19 Selang nozzle PU(Polyurethane) Pu Ø12 dan
Ø4
1 m
31
3.3.3. Pembuatan Kontruksi Salt Spray Chamber
3.3.3.1. Proses Pembuatan Chamber
Pada proses ini pembuatan chamber bagian dalam, Luar, tutup dan
bagian lainnya yang menggunakan lembaran akrilic dijadikan dalam satu
posisi. Karena material lembaran akrilic yang sudah ada berukuran 1220
mm x 2240 mm, yang kemudian posisi pemotongan diatur agar lebih
efisien dalam penggunaan material maka dibuatlah sket pada gambar
menggunakan bantuan aplikasi di komputer, seperti diperlihatkan pada
Gambar III.20.
Gambar III.21. Posisi untuk pemotong bagian-bagian pada chamber
32
Langkah-langkah pembuatan chamber seperti berikut:
1. Lembaran akrilic ditandai dan digaris sesuai dengan ukuran pada posisi,
kemudian dipotong menggunakan pisau akrilic agar hasil pemotongan bisa
lurus gunakan penyiku saat penandaan garis ukuran.
2. Setelah proses pemotong selesai dilanjut dengan proses drilling hanya
pada bagian bawah dan kanan chamber dalam serta bagian luar
menggunakan mesin bor tangan secara bertahap diawali dengan dia meter
yang lebih kecil Ø 10 dan Ø11 sebelum menggunakan mata bor Ø12.
Gambar III.22. Proses drilling inner chamber bagian bawah dan kanan
Gambar III.23. Proses drilling outer chamber bagian bawah dan kanan
3. Setelah proses drilling selesai maka bagian-bagian tersebut direkatkan
dengan lem akrilic menggunakan kuas, seperti diperlihatkan pada Gambar
III.24.
33
Gambar III.25. Proses pengelaman siphon, chamber luar dan dalam
Untuk bagian tutup chamber harus ditekuk terlebih dahulu kemudian
direkatkan dengan lem akrilik.
Gambar III.26. Proses bending tutup chamber
3.3.3.2. Proses Pembuatn Sambungan Udara, Larutan Garam,
Level Siphon, dan Thermocouple
Urutan pembuatan sambungan lurus udara, air, dan kabel level seperti
berikut:
1. Untuk sambungan lurus air garam dan udara, yaitu bubut material PA
(Poliamide atau Nylon) dengan spek Ø12 (Ø10) dan panjang 72 mm
sebanyak 2 buah (untuk sambungan lurus udara dan air garam).
34
2. Untuk dudukan thermocouple, bubut material PA(Poliamide atau
Nylon) dengan spek Ø20 (Ø12) dan panjang 90 mm kemudian disnai
M12x1 pada bagian diameter kecil dan dipotong untuk bagian baut
sepanjang 10 mm yang kemudian ditap M12x1 .
3. Untuk sambungan tempat kabel, yaitu bubut material PA(Poliamide
atau Nylon) dengan spek Ø15 (Ø10) dan panjang 60 mm, kemudian
disnai M10x1.5 pada bagian diameter kecil dan dipotong untuk bagian
baut sepanjang 10 mm yang kemudian ditap M10x1.5.
Gambar III.27. Dudukan thermocouple dan sambungan lurus
3.3.3.3. Proses Pembuatan Pengunci Chamber
Urutan pembuatan Pengunci Chamber seperti berikut:
1. Milling material PA (Poliamide atau Nylon) dengan spek 30 X 25 X 15
mm, kemudian dilubangi di daerah tengah dengan drill Ø8.5, kemudian
ditap dengan tap M10x1.5. seperti diperlihatkan pada Gambar III.25.
Gambar III.28. Pengunci chamber
Dudukan thermocouple Sambungan lurus air garam
Sambungan lurus udara Tempat kabel
35
3.3.3.4. Proses Pembuatan Tempat Spesimen
Urutan pembuatan tempat spesimen seperti berikut:
1. Untuk tempat peletakan spesimen yaitu dengan memotong Akrilic
dengan ukuran panjang dan lebar 538 X 30 mm sebanyak 4 buah
kemudian ditandai dengan kemiringan 20º ±5º. Proses berikutnya
yaitu menggunakan jigsaw mengikuti alur yang telah ditandai.
2. Untuk tempat peletakan specimen dengan cara digantug yaitu
dengan memotong Akrilic dengan ukuran Ø10mm dengan panjang
538 mm sebanyak 2 buah.
3. Untuk penguat yaitu dengan memotong Akrilic dengan ukuran
panjang dan lebar 290 x 40 mm sebanyak 4 buah.
Setelah semua selesai diproses tahap berikutnya adalah proses
perakitan seperti gambar di bawah:
Gambar III.29. Tempat spesimen
3.4. Prinsip Kerja Salt spray Chamber
Prinsip kerja salt spray chamber sangat mudah yaitu tekanan udara pada
kompresor mengisi tabung saturasi melalui pipa akrilic udara mengalir dari bawah
keatas dengan kondisi bercampur uap air dengan temperatur dijaga pada
temperature 47 ± 2℃ ° C dengan menggunakan temperatur kontrol dan tekanan
pada 0.83-1.24 bar pada tabung saturasi menggunakan valve pengatur udara.
Kemudian uap air menuju nozzle pada pagian chamber dan dengan sistem siphon
larutan garam mengalir ke dalam reservoir larutan NaCl. Hasil dari semprotan ini
menjadi kabut yang menyebar di daerah chamber dan temperatur dijaga pada 35°
C dengan menggunakan tempertur kontrol. Sudut tutup chamber dibuat 120° agar
36
sirkulasi kabut garam tidak menetes pada benda kerja dengan cara mengatur
penyebar kabut garam pada bagian siphon.
3.5. Perangkat Salt spray Chamber Test yang Siap Dirakit
Setelah semua peralatan telah selesai dibuat maka proses selanjutnya adalah
proses perakitan sebagai berikut:
1. Kompresor
Kompresor berfungsi untuk menyuplai udara pada saturasi tower dan
mengalirkannya ke nozzle sehingga menghasilkan kabut.
2. Selang
Selang digunakan untuk mengalirkan udara dari kompresor, tank saturasi,
Nozzle dan larutan garam.
3. Thermocouple
Alat yang tersambung pada panel kontrol yang berfungsi sebagai pengukur
temperatur yang diletakkan pada tiang pengabut chamber dalam alat uji salt
spray
4. Thermo kontrol dan relay
Alat ukur untuk mengatur besar kecilnya tegangan yang masuk pada heater
untuk menjaga temperatur agar tetap stabil saat pengujian berlangsung.
5. Saturasi tower
Berfungsi sebagai pencampuran antara udara dan uap agar kelembaban udara
sesuai dan dapat terjaga saat pengujian berlangsung.
6. Salt solution
Salt solution berfungsi untuk menampung air garam dan mengisi otomatis ke
dalam siphon menggunakan level kontrol.
7. Siphon dan nozzle.
Siphon berfungi untuk menjaga ketinggian batas air terhadap nozzle agar aliran
air garam sesuai dengan yang diharapkan saat pengujian berlangsung. Nozzle
merupakan pencampuran udara dan air garam dalam proses pengkabutan.
37
Gambar III.30. Proses perakitan slat spray test
3.6. Tahap Pengujian Salt Spray Chamber
1. Persiapan pembuatan larutan uji
Larutan uji yang digunakan dalam pengujian kabut garam adalah natrium
klorida (NaCl) karena larutan yang mengandung klorida mampu meberikan
efek korosif yang agresif pada logam. Natrium klorida (NaCl) yang
digunakan dengan kadar sebanyak 5% dari total larutan.
2. Pembuatan material uji
Adapun material uji yang digunakan dalam penelitian ini dengan melihat
pada standar ASTM B117 sebagai berikut:
A. Material berupa plat dengan ketebalan 76 mm x 127 mm, tebal 0.7 mm
sebanyak 3 spesimen dengan material yang berbeda.
3. Prosedur persiapan benda uji
A. Benda uji dibersihkan dari kotoran (minyak dan debu) dan karat-karat
dipermukaan logam.
B. Spesimen dibersihkan dan dilarutkan didalam aquades hingga 1000 mL.
C. Semua spesimen yang masuk ke larutan pembersih kemudian dibersihkan
dengan aquades kemudian dikeringkan.
D. Setelah itu ditimbang berat awal masing-masing spesimen sebelum diuji.
E. Setelah diuji kemudian ditimbang berat akhir masing-masing spesimen.
F. Kemudian dihitung laju korosinya.
38
4. Uji kabut garam
Pengujian semprot kabut garam menggunakan standar ASTM B117.
Langkah-langkah persiapan alat uji kabut garam (salt spray chamber) yaitu:
a. Buka tutup salt spray chamber dengan memutar baut dan mur pengunci
yang terpasang pada salt spray chamber.
b. Meletakkan sampel pelat hingga kemiringan 20° ±5° C terhadap garis
vertikal dan ditempatkan pada rak-rak yang terbuat dari PVC.
c. Larutan uji 5% natrium klorida (NaCl) dari total berat air.
d. Temperatur chamber dijaga pada temperatur 35°C dengan pH 6.5-7.2 dan
temperatur saturasi dijaga pada temperature 47°C dengan tekanan 1-2 bar.
e. Waktu eksposure spesimen uji secara periodik mulai 1x24 jam.
f. Nozzle harus dilihat secara berkala dikarenakan rawan mengalami
pengendapan garam.
g. Pada saat melakukan pengujian diambil 3 spesimen uji kemudian
membersihkannya, setelah itu ditimbang untuk mendapatkan berat akhir.
39
BAB IV
HASIL DAN ANALISIS
4.1. Hasil Perancangan Alat Uji Korosi Salt spray Chamber
Setelah melakukan pengujian kelayakan alat guna mengetahui kinerja alat uji
korosi yang telah dirancang dengan melakukan pengumpulan kabut garam pada
Colector Cup dengan daerah luas 80���dalam waktu 1 jam yang dilakukan pada dua
posisi didapat rata-rata 1.5ml larutan NaCl dari hasil pengumpulan kabut garam
tersebut, sehingga untuk pemerataan kabut garam tersebut sudah memenuhi standar
parameter uji pada ASTM B117 yaitu 1-2 ml/jam.
Gambar IV.1. Hasil pengumpulan kabut garam
Parameter uji berikutnya yaitu temperatur chamber dijaga pada 35°±2°. Dari
hasil visual yang ditampilkan pada display temperatur kontrol menunjukan temperatur
berada pada 35°±2°. Maka parameter dari alat tersebut sudah memenuhi standar
pengujian ASTM B117. Sehingga kelayakan alat sudah memenuhi standar parameter
uji pada ASTM B117.
40
4.2. Hasil Uji Korosi Pada Plat Baja
Dari hasil pengujian yang dilakukan dalam rentang waktu 48 jam dengan
standar pengujian ASTM B117, alat uji salt spray chamber tersebut dapat beroperasi
dengan baik.
Diagram Alir Pengujian
Gambar IV.2. Diagram alir pengujian
41
Gambar IV.3. A. Sebelum pengujian, B. Setelah pengujian
Dari hasil pengujian semprot kabut garam dapat dilihat bahwa terdapat
Perbedaan berat spesimen uji sebelum dan setelah dilakukan pengujian sebesar 0.6 g.
Melalui perbedaan berat awal dan berat akhir maka laju korosi yang terjadi dapat di
hitung menggunakan persamaan II.11 yaitu seperti berikut:
��� = 534�/���
Spesimen : JIS G 3141 SPCC [13]
Tabel II.4. Komposisi kimia material SPCC.
Unsur Kadar
Carbon (C) 0.010
Silikon (Si) <0.0001
Sulfur (S) 0.007
Phospor (P) 0.011
Mangan (Mn) 0.091
Dimensi : 76 mm x 127 mm, tebal 0.7 mm
Waktu exposure : 48 jam
Berat awal : 53.9356 g, berat akhir: 53.3372 g
A. Sebelum pengujian B. Setelah pengujian
42
Dari data diatas maka untuk selisih berat (W), berat jenis spesimen (�) dan
luas spesimen uji (A) yaitu:
W = Berat awal-Berat akhir = 53.9356 g - 53.3372 g = 0.5984 g = 598.4 mg
� = massa/volume = 53.9356 g / (76 x 127 x 0.7) mm
= 53.9356 g / (7.6 x 12.7 x 0.07) cm = 7.9829��
���� �
A = Luat atas bawah + Luas kiri dan kanan + Luas depan dan belakang
Dimensi spesimen = 76 mm x 127 mm, tebal 0.7 mm
= 2.9921276 �� x 5.0000027 �� x 0.02755907 ��
Luat atas bawah = 2 x 2.9921276 x 5.0000027 = 29.92129216 ���
Luas kiri dan kanan = 2 x 2.9921276 x 0.02755907 = 0.164920508 ���
Luas depan dan belakang =2 x 5.0000027 x 0.02755907 = 0.275590849 ���
A = 30.36180351 ���, t = 48 jam
Dari variabel di atas maka laju korosinya adalah sebagai berikut:
���� ������ = 534 (598.4 )/(7.9829)(30.36180351 )(48) ���
���� ������ = 27.4665 ���
Dari hasil perhitungan didapat laju korosi pelat SPCC sebesar 27.4665 ���
4.3. Perhitungan Sudut Pada Chamber
Perhitungan ini bertujuan agar kabut dapat menyebar secara merata di dalam
chamber. Dengan menggunakan theori spray coverage diharapkan kabut dapat
menyebar secara merata di dalam chamber. Berikut perhitungan Spray coverage
berdasarkan persamaan (II.15).
��� = 2. �. ���(��� 2⁄ )
Gambar IV.4. Sudut mist generation regulator
43
��� = 2. �. ��� ����
2� = 2(300). ��� �
80
2� = 503.46 ��
Dari hasil perhitungan maka diperoleh diameter full cone penyemprotan
sebesar 503.46 mm sehingga dapat menutupi dimensi ruang chamber 550 x 450 mm.
4.4. Perhitungan Heat Transfer pada Chamber
4.3.1. Perhitungan Temperatur Pada Dinding Insulasi Udara
Perhitungan ini bertujuan untuk mengetahui temperatur pada dinding
insulasi udara menggunakan analogi electrical heat lost seperti ditunjukan
pada Gambar IV.5:
Gambar IV.5. Analogi electrical heat lost [5]
� = ���� ����
� ������ W, � = �
��� ���
� ������ W
Variabel yang diketahui:
��(���� �ℎ����� ����) = 1.371068 ��
��(���� �ℎ����� �����) = 1.091132 ��
ℎ�(��������� �������� ����� ����) = 10 � ���
ℎ�(���������� �������� ����� �����) = 25 ����
���� = 0.03 �
��,������� = 0.006 �
��,������� = 0.006 �
���� = 0.09 � �.� ℃
������ = 0.024 � �.� ℃ .
��� = 25 ℃
��� = 35 ℃
Maka:
44
�� = � ����,� =1
ℎ���= 0.1371068 ℃ ��
�� = � � = � ��� =��,�������
������= 0.0914045 ℃ ��
�� = � ����� =����
����= 0.0914045 ℃ ��
�� = � ����,�=1
ℎ���= 0.0436453 ℃ ��
������ = � ����,�+ 2� � + � � + � ����,�= 1.708814 ℃ ��
� = ���� ����
� ������ = 5.852013 W
�� = ��� − �. �����,�= 34.74459 ℃
Hasil perhitungan didapat temperatur dinding insulasi udara yaitu 34.7 ℃ .
Hasil perhitungan ini kemudian dibandingkan dengan actual pengukuran.
Gambar IV.6. Aktual pengukuran T1 (permukaan insulasi)
Dari hasil perhitungan didapat temperatur dinding pada insulasi atau
water jacket 34.74459℃ . Kemudian dilakukan pengukuran menggunakan
thermometer untuk mengetahui temperatur aktual pada dinding insulasi. Dari
hasil pengukuran didapat temperatur 34℃ . Terdapat perbedaan 0.74459℃ , hal
ini dikarenakan thermometer yang digunakan memiliki digit nol.
4.3.2. Perhitungan Temperatur Permukaan Heater dan Waktu Pre-
Heating
Untuk menaikan temperatur saat pertama alat dihidupkan elemen
pemanas membutuhkan waktu untuk maikan temperatur sesuai dengan yang
diharapkan. Untuk mengetahui berapa lama temperatur tersebut mencapai
temperatur yang diharapkan sebagai berikut:
45
Properties Air pada temperatur 35℃ :
ρ�= 993.99 kg m�⁄ , ρ� = 0.039674 kg m�⁄ , σ = 0.070402 N m⁄ , Pr� = 4.8235,
h��= 2564500 J kg⁄ , μ�= 0.00071931 Pa-s, Cp� = 4179.5 J kg. K⁄
Jenis elemen pemanas Stainless steel surface
C�� = 0.013, n = 1, A� = 3.14 x 0.01 x 0.5 = 0.015 m �
Air pada temperatur ruangan mendekati 1kg/L , maka masa 1 liter air pada 18º
C mendekati 1 kg. Kecepatan transfer energy yang dibutuhkan untuk
menguapkan sebagian air dalam 25 menit dengan volume air yang dibutuhkan
untuk insulasi sebanyak 10.5 L maka untuk ∆� adalah:
∆�= 25 x 60 10.5 = 15750 s
Q = Q.∆t = m. h�� → Q = m. h��/∆t = 854.8333333 W
q = Q/A� = 54447.98301
Dengan menggunakan nucleate boiling heat flux untuk temperatur permukaan
tertentu dapat ditentukan menggunakan relasi Rohsenow:
q��������= μ �. h���g(ρ�− ρ �)
σ�
�/�
�Cp�(T� − T���)
C��. h��.Pr�� �
�
= (0.00071931)(2564500)�9.81(993.99 − 0.039674)
0.070402�
�/�
�4179.5(T� − 100 )
(0.013)(2564500)(4.8235)�
�
�� = 44.39 ℃
∆T = 44.39℃ − 18℃ = 26.39267821 ℃ , C� = 4195.2, ∆� = m.C� .∆�
�
∆� = 5.25 x 4195.2 � 26.39267821 854.8333333⁄ = 1360 s
∆� = ��. � �����
Dari hasil perhitungan diatas diperoleh waktu yang diperlukan untuk
mencapai temperatur 35°C pada chamber yaitu selama 22.7 menit. Sehingga
dari perhitungan ini dapat diketahui waktu pre-heating alat sebelum beropersi.
4.3.3. Perhitungan Heat Lost Chamber
Perhitungan ini bertujuaan mencari heat lost di daerah dinding chamber,
perhitungannya sebagai berikut:
46
Gambar IV.7. Shape factor [5]
Gambar IV.8. Dimensi chamber luar dan dalam
Untuk menghitung heat lost dinding:
� = � ��� . �. ∆� (W)
Untuk menghitung shape factor dinding:
Dinding = � �⁄
Diding pinggir = 0.54D
Diding pojok = 0.15L
Deketahui:
���� = 0.09 � �.⁄ ℃ , ∆�= 34.7°� − 25°� = 9.7 ℃
Tabel II.5. Perhitungan shape factor chamber luar
Daerah Rumus Jumlah Panjang Lebar P x L Satuan
Dinding A/L 2 0.43 0.622 89.15333 m
A/L 2 0.522 0.622 0.401868 m
(Dikurangi
Lubang)
0.45 0.55 - 0.2475 m
A/L 2 0.43 0.522 74.82 sm
47
Daerah Rumus Jumlah Panjang Lebar P x L Satuan
Diding
pinggir
0.54 4 0.43 0.9288 m
0.54 4 0.622 1.34352 m
0.54 4 0.522 1.12752 m
Diding pojok 0.15 8 0.006 0.0072 m
S total 167.7822 m
Tabel II.6. Perhitungan shape factor chamber dalam
Daerah Rumus Jumlah Panjang Lebar P x L Satuan
Dinding A/L 1 0.45 0.55 41.25 m
A/L 2 0.4 0.55 73.33333 m
A/L 2 0.45 0.4 0.002146 m
Diding
pinggir
0.54 2 0.45 0.486 m
0.54 2 0.4 0.432 m
0.54 2 0.55 0.594 m
Diding pojok 0.15 4 0.006 0.0036 m
S total 116.1011 m
�������� ���� = � ��� . �. ∆� = (0.09)( 167.7822)( 9.7)= 146.4738967 W
�������� ����� = � ��� . �. ∆� = (0.09)( 116.1011)( 9.7)= 101.3562419 W
������= � ������� ���� + � ������� ����� = ���. �� �
Dari hasil perhitungan diatas diperoleh besarnya heat lost yang
disebabkan oleh konduksi di daerah dinding chamber yaitu 247.83 W.
4.3.4. Perhitungan Heat Lost Radiasi, Konveksi, dan Konduksi
Perhitungan heat lost yang disebabkan oleh radiasi, konveksi dan
konduksi sebagai berikut:
A. Heat lost radiasi
Diketahui:
�� = 35℃ = 308° �, �� = 44℃ = 317° �
48
���� =308° + 317°
2� = 317° �
� = 0.02662 � �. ℃⁄ , �� = 0.7255, � = 0.00002346 �� �⁄ , � =
0.00001702 �� �⁄
��� (���� �����������)= � (���)− ����� = (1.87�10���)��.���
�
��� (���� �����������)= (1.87�10��� )313�.���
1= 2.76292�10�� �� �⁄
Tekanan saturasi air pada temperatur 35℃ :
����@��℃ = 5.628 ���
Tekanan saturasi air pada temperatur 45℃ :
�� = 9.593 ���, ℎ�� = 2395 �� ��⁄
Gas konstanta:
������ = 0.287 ���. �� ��. �⁄ , ���� = 0.4615 ���. �� ��. �⁄
Emisivity air:
� = 0.95
Luas permukaan chamber daerah bawah:
� = ��� = 0.622 � 0.522 = 0.324684 ��
Surface Tension:
� = 5.67�10�� � ��. ��⁄ , ���� = ��� (��� − �����
� )
� ��� = 0.95(0.324684)(5.67�10��)(317� − 273 �)= ��. �������� �
Dari hasil perhitungan diatas diperoleh besarnya heat lost yang
disebabkan oleh radiasi yaitu 80.33786622 W.
B. Heat lost konveksi
Air dan udara adalah saturasi:
��,� = 0.6(����@��℃ )= 0.6(5.628)= 3.3768 ���
Densitas uap air, udara kering,dan percampuran air-udara dari permukaan:
��,�= ��,� ����⁄ = 0.065491635 �� ��⁄
��,� = ��,� ����⁄ = 1.007029195 �� ��⁄
�� = � �,�+ � �,� = 1.072520831 �� ��⁄
��,� = ��,� ����⁄ = 0.023776242 �� ��⁄
��,� = ��,� ����⁄ = 1.108981087 �� ��⁄
�� = � �,�+ � �,� = 1.132757329 �� ��⁄
49
Parameter permukaan atas:
p = 2PL = 2(0.622+ 0.522) = 2.288 m
Karakteristik panjang:
�� = (0.622)( 0.522)= 0.324684 ��, � = � � �⁄ = 0.324684/ 2.288 =
0.141907343 m
Grushoff number untuk densitas campuran:
�� =�(�� − � �)��
������
�� =9.81(1.132757329 − 1.072520831)0.14190734�
((1.132757329 − 1.072520831)/2)0.00001702�= 5286775.055
Nussel number untuk natural konveksi dan keofisien konveksi:
�� = 0.15(����)� �⁄ = 0.15(5286775.055 � 0.7255 = 23.48013964
ℎ���� = ��. � �⁄
ℎ���� = 23.48013964 � 0.02662 0.141907343 ⁄
= 4.404573474 � ��⁄ ℃
����� = ℎ ������(�� − ��)
� ���� = 4.404573474 � 0.324684 (317 − 308 )= ��. �������� �
Dari hasil perhitungan diatas diperoleh besarnya heat lost yang
disebabkan oleh konveksi yaitu 140.4251547 W.
C. Heat lost evaporasi
Dengan menggunakan analogi antara heat dan mass konveksi , mass koefisien
ditentukan dengan mengganti bilangan Pr number dengan Sc (Schmidt
number) sebagai berikut:
�� = � � ��⁄ = 0.00001702 − 2.76292�10�� = 0.616014727
�� = 0.15���� = 0.15(5286775.055)(0.616014727 )= 22.23404949
ℎ���� = � ���� �⁄ =22.23404949(2.76292�10��)
0.141907343= 0.004328946 � �⁄
Kemudian untuk kecepatan penguapan dan kecepatan heat transfer oleh
penguapan:
�� = ℎ ���������,�− � �,��
�� = 0.004328946 (0.324684)(0.065491635 − 0.023776242)
�� = 5.86326�10�� �� �⁄
50
� ���� = � �ℎ�� = (5.86326�10��)(2395�10�) = ���. ������� �
Dari hasil perhitungan diatas diperoleh besarnya heat lost yang
disebabkan oleh penguapan yaitu 140.4251547 W.
4.3.5. Perhitungan Besarnya Power Heater yang Dibutuhkan
Power heater yang dibutuhkan merupakan total heat lost yang yang
terjadi pada chamber seperti berikut:
������ = � �����,�������+ � ��� + � ���� + � ����
������ = 247.83 + 80.33786622 + 13.79768213 + 140.4251547
������ = 482.39 W ≈ 500 W
Untuk menentukan power heater yang dibutuhkan untuk menjaga
temperatur pada daerah chamber maka diperlukan perhitungan total heat lost
pada chamber Karena total heat lost merupakan power heater yang
dibutuhkan dari chamber tersebut. Dari hasil perhitungan total heat lost
chamber ditambah heat lost yang diakibatkan oleh radiasi, konveksi dan
penguapan yaitu sebesar 482.39 W. Maka heater yang dipilih untuk sistem
tersebut sebesar 500 Watt.
51
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan mengenai perancangan alat dan penelitian
yang dilakukan, dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Dihasilkan dari perancangan tersebut berupa alat uji korosi salt spray chamber,
dimana sudah memenuhi parameter sesuai standar ASTM B117. Parameter
tersebut ialah:
A. Pengukuran laju semprot kabut garam menghasilkan 1.5 ml/ jam dengan luas
daerah pengumpulan semprot kabut garam 80 ��� sesuai dengan parameter
standar ATSM B117 yaitu 1-2 ml/jam.
B. Temperatur chamber dapat dijaga stabil yaitu 35º C dan dalam batas
toleransi penyimpangan saat beroperasi yaitu sesuai dengan standar ASTM
B117 temperatur chamber 35 ± 2℃ .
2. Parameter pengujian laju korosi menggunakan alat salt spray chamber hasil
perancangan sudah sesuai dengan standar ASTM B117. Hasil pengujian
terhadap material plat JIS G 3141 SPCC menghasilkan laju korosi yaitu 27.4665
��� .
Saran
Dari hasil keseluruhan perancangan serta pengujian yang telah dilakukan,
maka saran dan rekomendasi bagi pengembangan lanjut penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Perlunya sirkulasi pembuangan dari sisa penyemprotan kabut garam di
laboratorium, agar tidak memberi efek kontaminasi pada alat-alat yang
terdapat di laboratorium.
2. Perlu melakukan validasi dengan menggunakan sumber data standar ASTM
B117-11 X3.8 Precision and Bias Steel Panel Test: UNS G10080 steel plates
76 x 127 x 0.8 mm. Waktu pengujian 48 jam dengan berat hilang sebesar
0.8170 g.
52
DAFTAR PUSTAKA
[1]. Fontana, M.G., (1987), “Corrosion Engineering, 3rd edition”, McGraw
Hill Book Company, Sao Paulo, New York.
[2]. Sidiq, M.F. (2013), “Analisa Korosi dan Pengendaliannya”, Jurnal
Foundry Vol.3 No.1 April 2013 ISSN: 2087-2259.
[3]. Uhlig, H.M., (2000),”Uhlig’s Corrosion Handbook, Second Edition”,
John Wiley & Sons, Inc.
[4]. ISO 9227:2006, “Corrosion Test in Artificial Atmospheres-Salt Spray Tests
Standar”.
[5]. (Jay) Yoo, C. H. (1988). “Performance Evaluation of Protective Painting System
on Steel Bridges”, Report, Departement Of Civil Engineering Auburn University
[6]. Mujiarto, I. (2005). “Sifat dan Karakteristik Material Plastik dan Bahan Aditif”
Traksi, 3(2). Retrieved from:
http://server2.docfoc.us/uploads/Z2015/12/02/mBisDcAuD0/71f940bd998fd282
c0bdea8c110121af.pdf.
[7]. Holman, J.P. “Heat Transfer,10�� ed”. McGraw-Hill Iternational Book Company.
[8]. Ikeuchi & Co., ltd, “The Mist Engineer”, Catalog on Pneumatic Spray
Nozzles.
[9]. SH 07 EU, ”Spray Engineering Handbook”, Catalog on PNR.
[10]. ASTM Organization, (2003) “Test Methode For Salt Spray Test - Standar ASTM
B117-09”, Annual Book of ASTM Standar. United States.
[11]. H. W. Ashadi, W. Sulistyoweni, dan I. Gusniani, (2002) “Pengaruh Unsur -
Unsur Kimia Korosif Terhadap Laju Korosi Tulangan Beton di dalam Lumpur
Rawa”, vol. 6, no. 2, pp. 71–74.
[12] PAVCO (2014), “Corrosion Testing Method and Equipment”, ISO 9001:2008.
53
LAMPIRAN
Lampian 1. Jadwal Pelaksanaan Pembuatan Salt Spray Chamber
Nama : Yosep Purnama, Nim: 003201305006
Jurusan : Mechanical Engineering
No Uraian Des
2016
Jan
2017
Feb
2017
Maret
2017
April
2017
Mei
2017
1 Pengajuan proposal
Tugas Akhir
2 Presentasi proposal
3 Paper BAB I
4 Paper BAB II
5 Presentasi dan Revisi
BAB I & BAB II
6 Pembuatan Nozle
7 Pembuatan Siphon
Spray
8 Pembuatan Chamber
9 Pembuatan BAB III
10 Pembuatan BAB IV
11 Pembuatan BAB V
12 Presentasi
13 Revisi
Cikarang, Desember 2016
Dosen Pembimbing Yosep P
54
Lampian 2. Theoretical Spray Width
Sumber: Ikeuchi & Co., ltd, “The Mist Engineer”, Catalog on Pneumatic Spray
Nozzles
55
Lampian 3. Properties of Saturasi Water
Sumber: Holman, J.P. “Heat Transfer,10�� ed”. McGraw-Hill Iternational Book
Company
56
Lampian 4. Thermal Condutivity of Varioues Material at 0º C
Sumber: Holman, J.P. “Heat Transfer,10�� ed”. McGraw-Hill Iternational Book
Company
57
Lampian 5. Coefficient Csf and n for Various Fluid-Surface Combination
Sumber: Holman, J.P. “Heat Transfer,10�� ed”. McGraw-Hill Iternational Book
Company
58
Lampian 6. Surface Tension of Liquid-Vapor Interface for Water
Lampian 7. Approximate Value of Convection Heat-transfer Coefficients
Sumber: Holman, J.P. “Heat Transfer,10�� ed”. McGraw-Hill Iternational Book
Company
59
Lampian 8. Nama dan Spesifikasi Alat
Model Name SST ME2013 PU
Collecting Cup 1Pc
Power of Heater
Chamber 500W
Tank Saturasi 500W
Temperature Range
Chamber Room Temp. 35℃
Air Saturasi Room Temp. 47℃
Machine Functions
Temp. Accuracy ± 0.5℃
Saturated air Pressure
(Kg/cm2)
0.8 ~ 2.0 ± 0.01
Spray volume (ml/80
cm2 /hr.)
0.5 ~ 3.0
P.H Salt Spray 6.5 ~ 7.2
Material
Exterior P.V.C. or P.A
Interior P.V.C. or P.A
Systems
Salt Solution Salt Spray
Heating Stainless Steel Heater
Control PID Digital electronic
Power Single phase 220V 50/60Hz
Internal Dim. W × H × D (mm) 550 × 450 × 400
External Dim. W × H × D (mm) 634 × 534 × 436
60
Lampian 9. Hasil Validasi Alat
Paramater Uji:
1. NaCl : 4-6%
2. Temperatur : 35°C (chamber), 47°C (tank saturasi),
3. Tekanan Udara : 0-1.2 bar
A. Hasil pengujian spesimen menggunakan SST di PT. Fumira
Time
Hours Produk Spek Tebal
Berat
sebelum
pengujian
(g)
Berat
setelah
pengujian
(g)
Selisih
berat
(g)
%
(b/b) Keterangan
500
Color
G508 0.2 26.71 26.25 0.46 1.75%
Korosi G508 0.2 26.71 26.15 0.56 2.14%
G508 0.2 26.71 26.09 0.62 2.37%
G508 0.2 26.71 26.23 0.48 1.83%
Galvalum
Galvalum 0.35 42.92 42.92 0 0%
Tidak
Korosi
Galvalum 0.35 42.92 42.92 0 0%
Galvalum 0.35 42.92 42.92 0 0%
Galvalum 0.35 42.92 42.92 0 0%
B. Hasil Pengujian spesimen menggunakan SST di President University
1. Spesimen: Color
Berat Sebelum Pengujian Berat Setelah Pengujian
Color : G 508
61
2. Spesimen: Galvalum
Time
Hours Produk Spek Tebal
Berat
sebelum
pengujian
(g)
Berat
setelah
pengujian
(g)
Selisih
berat
(g)
%
(b/b) Keterangan
500
Color G508 0.2 16.47 16.25 0.23 1.3% Korosi
Galvalum Galvalum 0.35 28.12 28.12 0.00 0% Tidak
Korosi
Dengan membandingkan hasil pengujian spesimen color kehilangan berat
pengujian SST ME2013 PU 1.3% kurang dari hasil pengujian PT. Fumira yaitu
1.75%-2.37%. Hal ini dikarenakan mesin SST ME2013 PU mengalami masalah yaitu
heater pada tank saturasi putus. Sehingga total waktu pengujian 500 jam berkurang
menjadi 404 jam karena mesin berhenti selama 4 hari atau skitar 96 jam dan harus
mengganti heater yang putus.
Kemudian untuk spesimen kedua yaitu galvalum kehilangan berat pengujian
SST ME2013 PU 0% sama dengan hasil pengujian PT. Fumira yaitu 0% atau tidak
mengalami korosi. Dari hasil perbandingan di atas menunjukan bahwa selisih yang
terjadi karena masalah perbedaan waktu pengujian dikarenakan harus mengganti
heater dan memperbaiki sistem pada tank saturasi. Dari hasil uji coba selama 500 jam
hanya terjadi masalah heater putus dan sudah diperbaiki sehingga kelayakan alat
sudah teruji.
Berat Sebelum Pengujian Berat Setelah Pengujian
Galvalum
62
Lampian 10. Dokumentasi
Pembuatan sambungan udara,
salt solution, kabel level siphon,
dukukan thermo couple pengunci
chamber.
Pembuatan mist generation
regulator atomizer.
Pembuatan tempat dudukan
pengunci chamber Proses tapping
63
Pengujian Nozzle Pengeleman chamber
Pengeleman reservoir sihphon Perakitan reservoir Siphon,
Nozzle, dan mist generation
regulator.