sekilas tentang sejarah mayday file · web viewgsbi: gabungan serikat buruh independen, agra:...

22
Panitia Bersama Peringati May Day 2008 GSBI: Gabungan Serikat Buruh Independen, AGRA : Aliansi Gerakan Reforma Agraria, FMN : Front Mahasiswa Nasional, GRI : Gerakan Rakyat Indonesia, SHI : Sarekat Hijau Indonesia. Peringati May Day dengan Persatuan Buruh dan Tani Melawan Rejim Anti Rakyat SBY-Kalla! HAPUSKAN SISTEM KERJA KONTRAK DAN OUTSOURCING SEDIAKAN LAPANGAN PEKERJAAN DENGAN UPAH LAYAK BAGI RAKYAT TURUNKAN HARGA SEMBAKO Pendahuluan Tidak lama lagi, klas buruh akan memperingati peristiwa penting dalam tonggak perjuangan buruh sedunia, yaitu Hari Buruh Sedunia (May Day) setiap 1 Mei. Hampir seluruh dunia merayakan peristiwa ini, tak terkecuali di Indonesia. Sudah menjadi tradisi dalam pergerakan di Indonesia, May Day selalu diperingati dengan gelombang aksi-aksi massa guna menyuarakan aspirasi dan tuntutan rakyat atas persoalan klas buruh,dan rakyat secara umum. Pada kenyataannya May Day di Indonesia tidak hanya mencerminkan perjuangan dari kelas buruh semata, tetapi lebih dari itu adalah perjuangan yang seharusnya dilakukan oleh seluruh rakyat tertindas di Indonesia, dengan aliansi dasar klas buruh dan kaum tani. Kita melihat penindasan yang begitu hebat dialami oleh rakyat saat ini adalah akibat dari bercokolnya kekuatan Imperialisme asing di Indonesia yang masuk dan kokoh berdiri atas bantuan para pembantunya para borjuasi besar komprador yang saat ini di bawah pimpinan Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla (SBY - Kalla). Sebagai bawahan atau boneka Imperialis tentu SBY – Kalla harus menuruti segala kehendak tuan Imperialisnya saat ini yaitu AS. Di bawah rejim penghamba Imperialis inilah rakyat Indonesia terus dihimpit dengan berbagai penghisapan dan penindasan, berbagai cara digunakan untuk menyenangkan tuan Imperialisnya, kita memahami bahwa Imperialisme sangat bernafsu pada kekayaan yang dimiliki Indonesia, mulai dari bahan tambang, sumber bahan mentah untuk Industri sampai pada jumlah penduduk yang sangat cocok untuk pasar bahkan untuk penyedia tenaga kerja/buruh. Selain borjuasi besar komprador dan kapitalis birokrat, Imperialisme juga menggunakan sisa – sisa sampah feodalisme yang saat ini masih bercokol di Indonesia yang dimanifestasikan pada tuan – tuan tanah lokal, seperti Jusuf Kalla, atau PTPN dan Perhutani. Lewat kolaborasi tiga poros utama (komprador-kapitalis 1

Upload: dolien

Post on 08-Jun-2019

217 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Sekilas Tentang Sejarah Mayday file · Web viewGSBI: Gabungan Serikat Buruh Independen, AGRA: Aliansi Gerakan Reforma Agraria, FMN: Front Mahasiswa Nasional, GRI: Gerakan Rakyat Indonesia,

Panitia Bersama Peringati May Day 2008GSBI: Gabungan Serikat Buruh Independen, AGRA : Aliansi Gerakan Reforma Agraria,

FMN : Front Mahasiswa Nasional, GRI : Gerakan Rakyat Indonesia, SHI : Sarekat Hijau Indonesia.

Peringati May Day dengan Persatuan Buruh dan Tani Melawan Rejim Anti Rakyat SBY-Kalla!

HAPUSKAN SISTEM KERJA KONTRAK DAN OUTSOURCINGSEDIAKAN LAPANGAN PEKERJAAN

DENGAN UPAH LAYAK BAGI RAKYAT TURUNKAN HARGA SEMBAKO

Pendahuluan

Tidak lama lagi, klas buruh akan memperingati peristiwa penting dalam tonggak perjuangan buruh sedunia, yaitu Hari Buruh Sedunia (May Day) setiap 1 Mei. Hampir seluruh dunia merayakan peristiwa ini, tak terkecuali di Indonesia. Sudah menjadi tradisi dalam pergerakan di Indonesia, May Day selalu diperingati dengan gelombang aksi-aksi massa guna menyuarakan aspirasi dan tuntutan rakyat atas persoalan klas buruh,dan rakyat secara umum.

Pada kenyataannya May Day di Indonesia tidak hanya mencerminkan perjuangan dari kelas buruh semata, tetapi lebih dari itu adalah perjuangan yang seharusnya dilakukan oleh seluruh rakyat tertindas di Indonesia, dengan aliansi dasar klas buruh dan kaum tani. Kita melihat penindasan yang begitu hebat dialami oleh rakyat saat ini adalah akibat dari bercokolnya kekuatan Imperialisme asing di Indonesia yang masuk dan kokoh berdiri atas bantuan para pembantunya para borjuasi besar komprador yang saat ini di bawah pimpinan Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla (SBY - Kalla). Sebagai bawahan atau boneka Imperialis tentu SBY – Kalla harus menuruti segala kehendak tuan Imperialisnya saat ini yaitu AS. Di bawah rejim penghamba Imperialis inilah rakyat Indonesia terus dihimpit dengan berbagai penghisapan dan penindasan, berbagai cara digunakan untuk menyenangkan tuan Imperialisnya, kita memahami bahwa Imperialisme sangat bernafsu pada kekayaan yang dimiliki Indonesia, mulai dari bahan tambang, sumber bahan mentah untuk Industri sampai pada jumlah penduduk yang sangat cocok untuk pasar bahkan untuk penyedia tenaga kerja/buruh.

Selain borjuasi besar komprador dan kapitalis birokrat, Imperialisme juga menggunakan sisa – sisa sampah feodalisme yang saat ini masih bercokol di Indonesia yang dimanifestasikan pada tuan – tuan tanah lokal, seperti Jusuf Kalla, atau PTPN dan Perhutani. Lewat kolaborasi tiga poros utama (komprador-kapitalis birokrat-tuan tanah) di bawah kepemimpinan SBY-Kalla inilah Imperialisme dengan leluasa menggerakkan roda penindasannya terhadap rakyat di Indonesia. Petani disingkirkan dari tanah–tanahnya, jutaan petani hidup dalam kemiskinan. Padahal Indonesia selama ini dikatakan sebagai Negara agraris, tetapi dalam kenyataannya tanah di Indonesia sama sekali tidak mampu menghidupi rakyatnya sendiri.

Dalam sejarah Negara agraris ini, hanya sekali Indonesia mampu swasembada pangan yaitu tahun 1986. Selain tahun 1986, Indonesia hanyalah Negara pengimpor bahan pangan yang tiap tahun kian meningkat jumlah impornya. Saat ini di pulau Jawa yang merupakan basis utama penghasil beras di Indonesia petani rata–rata hanya memiliki tanah di bawah 0,5 hektar pada tahun 2003, sebagian besar petani sekarang menjadi buruh tani. SBY–Kalla lebih memilih memperluas tanah untuk perkebunan dan pembangunan industri dari pada harus memberikan tanah untuk kaum tani yang pada hakekatnya untuk kesejahteraan dan pembangunan industri nasional. Kebijakan SBY–Kalla justru tidak sekalipun bisa memberikan harapan untuk petani hidup sejahtera. Justru kebijakan yang dikeluarkan rejim semakin menindas dan menghimpit penghidupan petani. Perampasan tanah (land grabbing) kian sering terjadi bahkan seringkali disertai dengan cara–cara keras, seperti

1

Page 2: Sekilas Tentang Sejarah Mayday file · Web viewGSBI: Gabungan Serikat Buruh Independen, AGRA: Aliansi Gerakan Reforma Agraria, FMN: Front Mahasiswa Nasional, GRI: Gerakan Rakyat Indonesia,

intimidasi, penangkapan bahkan menembak petani pun seringkali dilakukan. Berbagai jenis produk perundang–undangan seperti Perpres No 20 tahun 2003 tentang tanah untuk kepentingan publik seringkali dijadikan alasan untuk merampas tanah petani. Di tengah perampasan tanah petani oleh Negara, petani juga dihadapkan pada persoalan pertanian lainnya seperti subsidi bagi sektor pertanian yang dicabut oleh Negara. Hal ini mengakibatkan melambungnya harga kebutuhan bagi pertanian seperti bibit, pupuk dan pestisida, karena tidak diimbangi dengan perlindungan (proteksi) pemerintah untuk hasil pertanian. Akhirnya petani harus berhadapan dengan begitu banyak persoalan, mulai persoalan kepemilikan tanah, rendahnya upah untuk buruh tani, mahalnya biaya kebutuhan untuk pertanian, rendahnya harga produksi pertanian, belum lagi petani harus berhadapan dengan tengkulak dan tukang ijon.

Politik Perburuhan Rezim SBY-KallaDi sisi lain industri di Indonesia juga tidak mampu memberikan nilai apapun untuk kesejahteraan rakyat, bahkan keadaan buruh di Indonesia tidak jauh beda dengan keadaan kaum tani di Indonesia. Kini, secara umum kondisi perburuhan di Indonesia masih menghadapi masalah yang serius, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Angka pengangguran masih terus bergerak naik. Jika pada tahun 1997 jumlah pengangguran mencapai 5,4 persen, di tahun 2004 naik hingga 10,8 persen. Dengan memasukkan kategori pengangguran tersembunyi, yakni mereka yang setengah menganggur, angka pengangguran mencapai lebih dari 40 juta jiwa.

Ironisnya, pengangguran yang menimpa tenaga kerja muda dan perempuan juga merangkak naik. Sekitar tiga dari sepuluh angkatan kerja berusia 15 hingga 24 tahun adalah penganggur. Kelompok muda penganggur ini mencapai dua pertiga dari total pengangguran yang ada (26,7 juta jiwa).

Berdasarkan jenis kelamin, angka perempuan penganggur lebih besar dibanding dengan penganggur laki-laki. Proporsi yang tumbuh dari perempuan penganggur ini menunjukkan bahwa kemajuan ekonomi tidak cukup tinggi untuk menyerap lulusan perguruan tinggi dan mereka yang telah tamat sekolah. Tingkat pendidikan formal dan keterampilan yang rendah menjadi sebagian dari masalah, karena sekitar 55 persen angakatan kerja adalah lulusan sekolah dasar ke bawah.

Pada tahun 2005, pemerintah menjanjikan akan menyerap 2 juta tenaga kerja bila target pertumbuhan bisa mencapai 5,5 persen. Namun angkatan kerja yang baru setiap tahun tumbuh lebih dari 2,5 juta. Bagaimanapun, pemerintah tampak terjebak pada mitos bahwa pertumbuhan ekonomi selalu menjadi obat mujarab bagi masalah sosial-ekonomi, termasuk pengangguran dan kemiskinan.

Seperti disebut dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2004-2009, pemerintah secara bertahap akan memindahkan buruh informal ke lapangan kerja formal. Penciptaan lapangan kerja formal ini akan diupayakan melalui industri padat karya (labour intensive), industri kecil dan menengah, serta industri yang berorientasi ekspor. Prioritas kerja ini sebetulnya sudah pernah diprogramkan oleh pemerintah sebelumnya, namun tampaknya belum banyak mengalami kemajuan.

Politik SBY-Kalla tentang Liberalisasi Perburuhan

Menciptakan fleksibilitas pasar kerja dengan memperbaiki aturan main ketenagakerjaan yang berkaitan dengan rekrutmen, outsourcing, pengupahan, PHK, serta memperbaiki aturan main yang mengakibatkan perlindungan yang berlebihan.

Menciptakan kesempatan kerja melalui investasi. Dalam hal ini Pemerintah akan menciptakan iklim usaha yang kondusif dengan peningkatan investasi. Iklim usaha yang kondusif memerlukan stabilitas ekonomi, politik dan keamanan, biaya produksi yang rendah, kepastian hukum serta peningkatan ketersediaan infrastruktur.

Meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia yang dilakukan antara lain dengan

2

Page 3: Sekilas Tentang Sejarah Mayday file · Web viewGSBI: Gabungan Serikat Buruh Independen, AGRA: Aliansi Gerakan Reforma Agraria, FMN: Front Mahasiswa Nasional, GRI: Gerakan Rakyat Indonesia,

memperbaiki pelayanan pendidikan, pelatihan serta memperbaiki pelayanan kesehatan.

Memperbarui program-program perluasan kesempatan kerja yang dilakukan oleh pemerintah, antara lain adalah program pekerjaan umum, kredit mikro, pengembangan UKM, serta program-program pengentasan kemiskinan.

Memperbaiki berbagai kebijakan yang berkaitan dengan dengan migrasi tenaga kerja, baik itu migrasi tenaga kerja internal maupun eksternal.

Menyempurnakan kebijakan program pendukung pasar kerja dengan mendorong terbentuknya informasi pasar kerja serta membentuk bursa kerja.

Sumber: Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Di sisi lain, wajah imperialisme yang kerap berhadap-hadapan dengan klas buruh masih tetap sama. Setidaknya hal ini tampak dari garis yang relatif sama selalu ditempuh imperialisme dan rejim boneka dalam negeri untuk menghisap klas buruh. Garis itu adalah gelombang PHK yang tidak terkendali. Seperti yang sudah-sudah pemerintah tidak bisa berbuat banyak. Menteri Tenaga Kerja hanya berapologi bahwa salah satu alasan pengusaha melakukan PHK adalah adanya ekonomi biaya tinggi dan berbagai regulasi baru di daerah yang menurunkan daya saing dan merugikan perusahaan.

Di Kalimantan Barat, PHK massal yang terjadi di lebih dari 22 perusahaan kayu hingga September 2004 menimpa sedikitnya 13.346 buruh. Pesangon dan hak normatif lain dalam proses PHK tersebut tak diterima para buruh, bahkan perusahaan tidak membayar upah buruh yang beberapa bulan sebelumnya tidak mereka terima. Hanya beberapa perusahaan yang mau bernegosiasi dengan buruh. Itupun berjalan alot dan tetap meminimalkan tuntutan buruh. Hal ini memaksa beberapa di antara mereka melakukan aksi mogok makan.

Perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang kehutanan di Riau dan Kalimantan saja, dengan alasan terjadinya penurunan dalam kegiatan usaha, melakukan PHK terhadap lebih dari 50.000 buruh. Ditambah dengan yang terjadi di propinsi-propinsi lain, PHK di industri ini diperkirakan para pengusaha mencapai sekitar 500-600 ribu buruh.

Sementara itu di Batam kasus PHK pada periode Juli-Desember 2004 menimpa 4.500 buruh perusahaan Amerika, McDermott. Perusahaan yang bergerak di bidang industri pendukung usaha minyak dan gas lepas pantai itu beralasan bahwa usahanya tengah menurun dalam beberapa bulan terakhir hingga harus mem-PHK 90 persen jumlah buruhnya, dari 5.000 hingga hanya 500 saja. Sementara di Kabupaten Tangerang, sejak Januari-Oktober 2005 PHK mencapai angka 11.000 buruh, di mana pada 2004 PHK telah menimpa 12.500 buruh.

PHK juga menimpa ratusan ribu buruh garmen dan tekstil di berbagai wilayah. Asosiasi pengusaha industri ini bahkan mengklaim bahwa sektor tekstil dan garmen telah mem-PHK 1 juta lebih buruhnya, akibat berakhirnya jatah kuota ekspor ke AS dan Uni Eropa. Di sektor lain, PHK menimpa ratusan buruh perhotelan (Kediri, Jawa Timur), 800 Buruh Mentari Toys di Jombang, Ribuan Buruh PT. Bentoel Prima, di Malang, ratusan buruh proyek vital di Aceh, ratusan buruh perusahaan Kimia di Bekasi, ratusan buruh perkebunan teh di Cianjur, dan Rencana PHK 3000 Buruh PT Maspion Group di Surabaya-Sidoarjo Jawa Timur. Daftar ribuan buruh ter-PHK tentu masih panjang berderet. GSBI misalkan mengatakan selama periode 2003-2007 tidak kurang dari 6.000 anggota nya ter PHK dengan berbagai alasan. Fenomena PHK massal yang tidak adil mendapat respon beragam oleh buruh. Ada yang menolak sama sekali dengan alasan bertentangan dengan prosedur hukum, ada pula yang akhirnya menerima setelah perundingan alot, juga ada yang pasrah tak tahu bagaimana menghadapi kenyataan PHK.

Pada semester II 2005, PHK menjadi isu yang banyak memicu aksi buruh. Berikut ini secara berurutan menunjukkan masalah PHK (kategori pemutusan hubungan kerja) menempati angka tertinggi dalam daftar tuntutan dan protes buruh selama aksi, disusul

3

Page 4: Sekilas Tentang Sejarah Mayday file · Web viewGSBI: Gabungan Serikat Buruh Independen, AGRA: Aliansi Gerakan Reforma Agraria, FMN: Front Mahasiswa Nasional, GRI: Gerakan Rakyat Indonesia,

tuntutan atas upah/tunjangan (kategori kesejahteraan) yang kerap tidak atau lambat diterima buruh. Di urutan ketiga, aksi dipicu oleh uang jaminan sosial yang sering tidak disetorkan pengusaha (biasanya pengusaha menggelapkan uang jaminan sosial tersebut).

Sistem kerja dan status kerja (kontrak dan outsourcing) masing-masing menempati penyebab keempat dan kelima yang memicu aksi buruh. Sedangkan Undang-Undang perburuhan yang baru (UU No.13/2003, UU No.2/2004) serta pelanggaran kebebasan berserikat (kategori hak politik) masih kerap memicu aksi buruh, di samping intimidasi dan tekanan kepada mereka yang mencoba membangun dan melakukan kegiatan berserikat.

Aksi-aksi klas buruh tidak terlepas dari intimidasi dan kekerasan yang dilakukan preman serta aparat kepolisian. Pada Agustus hingga September 2005, aksi kekerasan preman dan aparat kepolisian menimpa para buruh PT. Shamrock Manufacturing Corpora di Deli Serdang, Sumatera Utara. Demonstrasi ribuan buruh perusahaan sarung tangan karet berlabel Shamrock itu bermula dari kasus PHK atas 14 buruh yang hendak mendirikan serikat (Serikat Buruh Medan Independen/SBMI) di luar serikat yang “jinak” di hadapan pengusaha. Kesewenang-wenangan ini memunculkan aksi spontan selama dua bulan oleh ribuan buruh yang tergabung dalam SBMI atas pelanggaran hak-hak buruh yang selama ini terjadi. Aksi ini juga melibatkan ribuan buruh PT Medan Tropical Canning dengan kasus yang sama.

Seperti dilaporkan Kelompok Pelita Sejahtera (KPS), Medan, pelanggaran yang dirasakan para buruh selama ini meliputi kebebasan berorganisasi, PHK sepihak yang terus-menerus, skala upah yang tidak tetap, jaminan pelayanan kesehatan yang buruk, perlengkapan kerja yang tidak memadai, dan peraturan-peraturan perusahaan yang aneh seperti paksaan pengunduran diri dari bekerja bila menikah dengan sesama buruh di perusahaan. Belum lagi sistem target yang memeras keringat buruh serta “proyek thank you” (kerja lembur yang tidak dibayar) yang terjadi di beberapa bagian tertentu yang dilakukan di luar jam kerja.

Isu aksi sempat berbelok menjadi kriminalisasi yang ditujukan pada beberapa  buruh yang aktif mengikuti aksi. Sejumlah buruh sempat ditahan oleh Poltabes Kota Medan dan beberapa orang lainnya menjadi tersangka dengan tuduhan mengada-ngada, yaitu perampasan roti. Aksi kerap kali diwarnai dengan bentrokan dengan aparat/preman dan adu domba di antara para buruh oleh pengusaha dengan memperhadapkan para buruh yang tengah aksi dengan serikat buruh yang loyal terhadap pengusaha (Serikat Pekerja Seluruh Indonesia/SPSI).

Dibandingkan dengan yang terjadi di tahun 2004 lalu, resistensi buruh selama 2005 mengalami peningkatan yang cukup tajam baik dari jumlah aksi maupun keterlibatan buruhnya. Sedangkan jika dibandingkan dengan yang terjadi pada tahun 2003, jumlah aksi menurun tipis, namun keterlibatan buruhnya meningkat hingga 30 ribu lebih. Resistensi serikat buruh dan keterlibatan buruh dalam aksi selama 1999-2005 mengalami fluktuasi, di mana aksi buruh terbanyak terjadi pada tahun 2001 (357 aksi), sementara keterlibatan buruh dalam aksi terbanyak pada tahun 2000 (730.922 buruh)

Secara umum laju PHK di perkotaan dan di pedesaan pada kurun waktu 2001-2003 masih tetap tinggi. Pada tahun 2001 terjadi PHK di pedesaan sebanyak 3,3 juta orang. Pada tahun 2002 PHK 1,5 juta buruh, sekitar 0,5 juta bekerja di kegiatan ekonomi formal perkotaan. Dalam tahun 2003 hal yang sama berulang kembali dengan hilangnya 1,2 juta pekerjaan, di mana sekitar 0,7 juta pekerja di kegiatan ekonomi formal perkotaan. Pengurangan pekerja formal ini diperkirakan terjadi di industri yang diperkirakan padat karya. Pada tahun 2001 industri makanan dan minuman kehilangan sekitar 15,6 ribu buruh, industri tekstil kehilangan 66,4 ribu buruh, industri radio, televisi, dan peralatan komunikasi kehilangan 79 ribu buruh, dan industri pakaian kehilangan 40 ribu buruh, serta industri-industri lainnya.

Menghitung dampak PHK ternyata tidak sekedar menghitung jumlah buruh yang menjadi korban PHK, melainkan juga menghitung masalah kemanusiaan yang ditimbulkan akibat adanya PHK bagi buruh dan keluarganya. PHK adalah salah satu bentuk penghancuran kekuatan produktif sebagai satu-satunya cara untuk menyelamatkan hubungan produksi yang kini berada di bawah dominasi imperialisme. Gelombang PHK, di

4

Page 5: Sekilas Tentang Sejarah Mayday file · Web viewGSBI: Gabungan Serikat Buruh Independen, AGRA: Aliansi Gerakan Reforma Agraria, FMN: Front Mahasiswa Nasional, GRI: Gerakan Rakyat Indonesia,

samping menjadi alat untuk membungkam perlawanan buruh, juga bertujuan untuk mempertinggi persaingan di lapangan kerja sebagai metode untuk mempertahankan politik upah rendah.

Gejala ini, bila disertai dengan penyempurnaan dalam sistem perekrutan tenaga kerja yang fleksibel akan memberikan keuntungan yang menggiurkan bagi kaum pemodal komprador dan imperialis. Usaha untuk mempermudah PHK dan perekrutan tenaga kerja inilah yang dikenal dengan sebutan “fleksibilitas pasar tenaga kerja” (labor market flexibility).

Secara lebih khusus, sistem perburuhan fleksibel itu terbagi dalam juga jenis, yakni “external flexibilization” dan “internal flexibilization”. “External flexibilization” adalah skema yang memungkinkan pengusaha untuk memakai atau membuang (hire and fire) buruh sesuai kebutuhan. Dalam praktiknya, sistem ini diterapkan melalui berbagai pola outsourcing (subkontrak), sistem kerja kontrak (contractualization) dan pelembagaan perusahaan-perusahaan yang memberi layanan berupa tenaga kerja siap pakai. Yang termasuk dalam skema ini adalah dalam skema ini adalah penggunaan tenaga magang atau partimers (tenaga kerja paruh waktu).

Melalui Undang-Undang No. 2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI), rejim boneka pelayan imperialisme berusaha untuk memuluskan kepentingan kapitalis monopoli asing untuk memecat buruh sesuka hatinya. Dalam skema UU No. 2 tahun 2004, perselisihan perburuhan diringkas dalam serangkaian prosedur yang pada intinya menekankan maksimalisasi peranan bipartit dalam penyelesaiannya. Dalam konteks itu, UU mengidamkan buruh dan pengusaha berada dalam posisi sejajar dan memiliki kesempatan untuk saling mempengaruhi dalam negosiasi selayaknya di negeri-negeri imperialis.

Secara kontekstual, UU ini memiliki kelemahan-kelemahan fundamental. Salah satunya adalah lemahnya fungsi pengawasan perburuhan (labor inspector) yang semestinya diperankan oleh jajaran instansi perburuhan atau ketenagakerjaan. Di negeri setengah-jajahan dan setengah-feodal seperti Indonesia, lembaga pengawas perburuhan tidak ditujukan untuk membela kepentingan buruh, melainkan guna memuluskan keinginan-keinginan pengusaha. Dengan demikian, meskipun berdalih demi kepentingan buruh, UU No. 2/2004 sesungguhnya tidak lebih dari salah satu alat pamungkas untuk memangkas gerakan buruh.

Konsep Fleksibilitas Perburuhan Dalam Ketentuan-Ketentuan UU Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003

1. Beberapa peraturan tentang sistem kerja kontrak atau yang dalam istilah yang dimuat dalam undang-undang tersebut disebut dengan istilah “Perjanjian Kerja untuk Waktu Tertentu” atau disingkat PKWT. Dalam UUK No.13/2003, ketentuan mengenai Perjanjian Kerja Waktu Tertentu diatur dalam Bab IX tentang Hubungan kerja pasal 58 dan 59.

2. Ketentuan yang membenarkan adanya percaloan dalam perekrutan tenaga kerja yang termuat dalam pasal-pasal yang mengatur lembaga penyalur tenaga kerja (pasal 64-66).

3. Ketentuan yang mempersulit hak buruh untuk melaksanakan mogok (pasal 137-145).

4. Adanya pasal yang mempermudah pengusaha untuk melakukan penutupan pabrik atau “lock out” (pasal 146-149).

Sumber: Undang-Undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

Pemerintah SBY-Kalla pada tanggal 15 Januari 2006 telah memaksakan memberlakukan UU No. 2/2004, meskipun pada kenyataannya prasyarat untuk

5

Page 6: Sekilas Tentang Sejarah Mayday file · Web viewGSBI: Gabungan Serikat Buruh Independen, AGRA: Aliansi Gerakan Reforma Agraria, FMN: Front Mahasiswa Nasional, GRI: Gerakan Rakyat Indonesia,

operasionalnya lembaga peradilan buruh belum mencukupi. Dengan demikian semakin lengkaplah penindasan dan penghisapan yang dialami oleh kaum buruh di Indonesia.

Akibat dari mudahnya PHK dan pemberlakuan sistem perburuhan fleksibel adalah melemahnya peranan serikat dalam memperjuangkan kepentingan-kepentingan dan hak-hak demokratis klas buruh. Melemahnya peranan serikat buruh sama dengan rusaknya “benteng terakhir” pertahanan klas buruh.

Pemerintah SBY-Kalla juga atas kepentingan dan desakan kaum imperialis mengeluarkan kebijakan perburuhan yang sangat tidak populis, yaitu akan melakukan revisi UUK 13/2003, yang mana revisi UUK tersebut hanya untuk mereduksi hak-hak pekerja, dan mengarah pada perbudakan modern. Hal ini tidak terlepas dari tekanan dan kemauan negara-negara Imperialis, dengan dalih menciptakan iklim yang ramah investasi. Padahal, sebenarnya hanya ingin mendapatkan tenaga kerja murah, revisi UUK lebih merupakan upaya untuk menghilangkan hambatan-hambatan, dalam rangka penciptaan fleksibilitas pasar tenaga kerja (labor market flexibility). Hal tersebut di antaranya dibuktikan dengan pengaturan outsourcing yang lebih bebas. Padahal, praktik outsourcing tersebut, jelas-jelas merupakan bentuk praktik perbudakan modern (modern slavery). Di Indonesia malah dilegalisasi pengaturan perjanjian outsourcing -antara perusahaan outsourcing dengan pekerja- dianggap sebagai hubungan perdata biasa yang dinilai tidak perlu diatur dalam UUK. Begitu pun dalam hal tenaga kerja pendamping untuk menggantikan tenagakerja asing, sama sekali tidak dicantumkan dalam draf revisi UUK.

Selain itu, masalah pekerjaan kontrak waktu tertentu (PKWT), dalam pembahasan revisi menjadi semakin tak jelas. Batasan, jenis, kategori pekerjaan yang bisa di-PKWT-kan semakin kabur, begitu pun waktu kontrak yang sebelumnya dibatasi maksimal 3 tahun malah dijadikan menjadi 5 tahun. Semua ini mengarah pada penciptaan tenaga kerja murah, dengan mengatasnamakan investasi. Padahal, dari penelitian yang pernah juga diberitakan harian Kompas, masalah ketenagakerjaan hanya menempati urutan 9 dalam hal kendala yang membuat investor enggan masuk Indonesia.

Dalam draf revisi UUK, hak-hak buruh/pekerja bukannya jadi membaik malah semakin buruk dan sangat merugikan buruh. Seperti pasal cuti besar yang akan dihilangkan, batas maksimum pemberian uang pesangon yang hanya 6 tahun dari 9 tahun, tidak diberikannya pesangon apabila di PHK bagi buruh yang upahnya di atas 1,1 juta dan penentuan upah minimum yang tidak lagi berdasarkan kebutuhan hidup layak.

Meskipun terhadap rencana itu sudah dilakukan protes ribuan kaum buruh di berbagai daerah, tapi pemerintah tetap memaksakannya dan sudah tidak memperdulikan lagi jeritan rakyatnya yang dulu pernah mempunyai harapan besar dengan memberikan suaranya. Dia malah mengikuti dan membela kepentingan imperialis dari pada rakyat yang memilihnya. Kini pemerintah tengah merancang RUU tentang Pesangon yang intinya memudahkan adanya proses PHK dan pesangon yang semakin kecil. Juga rencana untuk mengamandemen UU No. 3 tahun 1992 Tentang Jamsostek, yang intinya mengurangi beban pengusaha untuk memberikan jaminan sosial kepada buruh.

Gejala lain yang diakibatkan oleh dominasi imperialisme adalah informalisasi tenaga kerja. Situasi ini adalah konsekuensi logis dari meningkatnya laju PHK dan menyempitnya lapangan kerja. Sektor informal adalah lapangan kerja yang tersedia untuk menyambung penghidupan. Banyaknya masyarakat yang bekerja di sektor ini berakibat pada berkurangnya tingkat pendapatan per kapita buruh yang sebelumnya sudah sangat rendah.

Terkait dengan politik upah rendah dan peningkatan kontrol atas buruh, industri semakin identik dengan karakter perempuan sebagai konsekuensi dari massifnya penggunaan buruh perempuan di sektor industri. Oleh karenanya tidak salah bila pada abad ke-21 akan mengalami gejala yang disebut dengan feminization of industry. Hal ini sudah tampak di Indonesia. Dari sekitar 12 juta buruh di Indonesia, sekitar lebih dari 80 persennya adalah industri yang bergerak di sektor hilir dengan dominasi sektor sandang (tekstil, garmen, sepatu). Sektor-sektor ini adalah sektor yang melibatkan tenaga kerja perempuan dalam jumlah yang sangat besar.

Perempuan-perempuan yang bekerja di sektor industri berasal dari wilayah-wilayah pedesaan agraris dengan rata-rata pendidikan hanya mampu sampai pada pendidikan

6

Page 7: Sekilas Tentang Sejarah Mayday file · Web viewGSBI: Gabungan Serikat Buruh Independen, AGRA: Aliansi Gerakan Reforma Agraria, FMN: Front Mahasiswa Nasional, GRI: Gerakan Rakyat Indonesia,

dasar (setingkat SD dan SLTP). Karena masalah-masalah budaya, misalnya menikah atau masih kuatnya nilai yang melarang perempuan bekerja di luar rumah, atau masalah-masalah struktur, rata-rata usia kerja perempuan tidak terlampau panjang.

Meskipun banyak yang memiliki usia kerja di atas lima sampai 10 tahun, namun umumnya motivasi perempuan bekerja di sektor industri hanya untuk mengisi waktu luang di masa lajang. Sedangkan bagi perempuan-perempuan yang memiliki usia kerja di atas lima tahun, tidak sedikit yang dipaksa mengundurkan diri atau dipecat dari pekerjaannya dengan alasan menurunnya produktivitas. Seiring dengan memburuknya kehidupan ekonomi pertanian, jumlah perempuan yang terserap di sektor industri pun terus mengalami peningkatan. Hal ini menyebabkan kecenderungan baru dalam realitas sosial, di mana jumlah perempuan yang menjadi tulang punggung keluarga ternyata mengalami peningkatan yang signifikan.

Di samping penggunaan tenaga kerja perempuan, baru-baru ini juga diketahui bahwa paling tidak 3 juta anak Indonesia (usia di bawah 18 tahun) dipekerjakan pada sektor-sektor yang berbahaya. Massifnya penggunaan tenaga kerja anak, selain disebabkan oleh meluasnya kemiskinan, juga tidak terlepas dari kepentingan imperialisme untuk mengumpulkan sebanyak mungkin kekuatan produktif tanpa harus mengeluarkan imbalan biaya (upah) yang besar.

Kemudian kesenjangan pendapatan yang sangat tinggi antar buruh sektor formal dan informal. Bagi buruh-buruh industri, meskipun setiap tahun selalu ada kebijakan kenaikan upah, namun secara riil nilai kenaikan tersebut tidak sebanding dengan laju kenaikan harga yang didorong oleh kebijakan-kebijakan imperialis melalui rejim bonekanya di Indonesia. Dengan demikian, upah buruh yang bekerja di sektor formal tidak bisa dijadikan indikator minimum kemiskinan. Sebab, dengan nilai upah yang saat ini diberlakukan, buruh-buruh sudah pasti harus hidup di tengah kemiskinan. Dengan demikian, tentu saja, buruh-buruh yang bekerja di sektor informal, yang secara pengupahan tidak mengikuti ketentuan formal, akan dipaksa hidup dalam situasi yang serba terancam.

Pemerintah selalu mengambil kebijakan kenaikan upah pada prosentase yang lebih rendah dibanding laju inflasi. Kebijakan ini ditempuh, dengan dalih, menghindari terjadinya inflasi yang diakibatkan oleh kenaikan upah. Kebijakan ini ternyata tidak didasarkan pada analisis yang komprehensif. Kenaikan upah di Indonesia bukanlah faktor yang memicu laju inflasi. Inflasi justru lebih banyak disebabkan oleh adanya inefisiensi dalam tubuh pemerintahan karena ekonomi biaya tinggi dan korupsi, serta oleh kebijakan-kebijakan penaikan harga yang hampir dilakukan setiap tahun, terutama sejak krisis ekonomi 1997 lalu.

Pertumbuhan upah riil lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan nilai tambah per pekerja untuk industri besar dan menengah sejak kuartal pertama tahun 2001. Bila hal ini berlangsung terus maka dikuatirkan akan terjadi penurunan produktivitas yang berakibat pada penurunan daya saing.

Minimnya permodalan dan rendahnya inovasi teknologi menyebabkan industri di Indonesia tidak mampu mengimplementasikan fleksibilitas industri untuk memenangkan persaingan global. Hal ini terlihat dari ketidakmampuan industri dalam negeri untuk bangkit dengan cepat pasca terjadinya krisis. Contohnya, dari data Depperindag tahun 2003, diketahui utilisasi industri di Indonesia tahun 2002 hanya bergerak dalam kisaran 62,68 persen. Hal ini menunjukkan bahwa sektor riil berjalan seret, meskipun secara makro perekonomian Indonesia dikatakan mengalami perbaikan (Kompas, 15 Januari 2003).

Masalah lain juga dialami industri tekstil. Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia, Benny Sutrisno menyatakan bahwa tahun 2004 bukanlah tahun yang ringan. Dihapuskannya “penjatahan” ekspor tekstil melalui berakhirnya multifiber agreement (MFA) akhir tahun 2004 menyebabkan tahun 2004 menjadi penentuan bagi industri tekstil. Bila industri tekstil di Indonesia gagal melakukan perbaikan maka sedikitnya 150 ribu dari 1,2 juta buruh industri tekstil bisa dipastikan terancam PHK.

Kelangkaan bahan baku berupa kokas (batu bara berkarbonasi tinggi) dan scrap (potongan baja/besi tua) menyebabkan kenaikan harga yang otomatis mendongkrak pengeluaran pengusaha pengecoran logam Ceper. Pada awal Januari 2002 harga scrap

7

Page 8: Sekilas Tentang Sejarah Mayday file · Web viewGSBI: Gabungan Serikat Buruh Independen, AGRA: Aliansi Gerakan Reforma Agraria, FMN: Front Mahasiswa Nasional, GRI: Gerakan Rakyat Indonesia,

masih berkisar Rp 1.200 per kilogram. Kini sudah menjadi Rp 2.600 sampai Rp 3.000 per kilogram. Dampaknya, sekitar 4.500 buruh yang bekerja di sektor ini terancam PHK (Kompas, 26 April 2004).

Masalah-masalah yang menggelinding di sektor industri kian membesar sampai-sampai memunculkan asumsi akan terjadinya de-industrialisasi di Indonesia. Tentu saja uluran tangan pemerintah paling diharapkan oleh kalangan pengusaha. Kalangan pengusaha tekstil misalnya, mereka mendesak pemerintah untuk segera mengambil langkah-langkah tertentu untuk menyelamatkan industri yang sempat menjadi primadona Indonesia. Begitupun dengan kalangan industri pengecoran besi yang meminta pemerintah untuk segera membantu penyediaan bahan baku guna menopang kelangsungan industrinya.

Persoalan lain yang juga mengemuka sebagai akibat dari imperialisme adalah meningkatnya jumlah buruh migran Indonesia. Tidak ada catatan resmi yang menyebutkan berapa banyak buruh migran Indonesia yang bekerja di luar negeri. Hal ini menunjukkan rendahnya perhatian pemerintah Indonesia pada keberadaan buruh-buruh migran. Padahal persoalan yang dialami buruh-buruh migran tidak kecil, bahkan mungkin jauh lebih besar dibanding puluhan miliar rupiah yang disumbangkan buruh-buruh migran untuk membiayai krisis imperialisme di dalam negeri.

Pada saat ini, mayoritas BMI bekerja dalam keadaan “tiga d” (dirty, dangerours, dan difficult). Intinya, pekerjaan-pekerjaan yang kasar, berbahaya, dan merendahkan derajat kemanusiaan. Hampir seratus persen buruh migran Indonesia terjebak dalam perbudakan utang akibat tingginya biaya penempatan yang dibebankan oleh agensi, PJTKI, maupun pemerintah. Perbudakan utang ini menyebabkan mayoritas BMI sesungguhnya bekerja dalam keadaan yang tidak bebas tidak memiliki kemerdekaan atas pendapatan yang diraih melalui kerja keras dan keringatnya. Keadaan ini sesungguhnya semakin menyingkap selubung jargon-jargon hipokrit neoliberal yang melegitimasi perampokkan imperialisme. Tidak salah bila para buruh migran Indonesia mulai melahirkan perlawanan-perlawanan dari para buruh migran baik secara terorganisasi maupun sendiri-sendiri. Perlawanan-perlawanan ini semakin meninggi dan menemukan simpul-simpul pokok perlawanan yang menghubungkannya dengan gerakan-gerakan lain di Indonesia.

Pengorbanan yang diberikan buruh-buruh migran Indonesia tidaklah kecil. Saat ini tidak sedikit buruh-buruh migran Indonesia yang menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga (domestic violence), kekerasan dan pelecehan seksual, perbudakan, bahkan ancaman hukuman mati karena berbagai kesalahan. Semua itu menuntut perhatian lebih dari pemerintah untuk memberikan perlindungan yang konkret terhadap sebagian warga negaranya yang menjadi buruh migran.

Pemerintah tidak berani menohok akar soal yang menyebabkan terjadinya fenomena buruh migran di Indonesia, dengan hanya “bermain-main” pada wilayah permukaan tanpa mau menyentuh dasar. Salah satu contoh permainan tidak mutu dari pemerintah adalah keluarnya Undang-Undang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri (UU-PPTKILN). Buruh-buruh migran adalah manusia yang “dipindahkan” eksistensi dan pekerjaannya oleh imperialisme dan untuk kepentingan imperialisme (displaced person by imperialism).

Klas Buruh dan Kaum Tani sebagai Kekuatan Pokok PerubahanKlas buruh adalah klas yang secara konkret terkait erat dengan dominasi imperialisme di Indonesia. Klas inilah yang merupakan klas termaju sekaligus klas yang paling besar menanggung beban krisis imperialisme. Akan tetapi perjuangan melawan imperialisme adalah perjuangan yang tidak hanya milik klas buruh. Oleh karenanya, menjadi sangat penting bagi gerakan buruh untuk membangun kerjasama dengan kaum tani sebagai kalangan yang mayoritas di Indonesia. Perjuangan melawan imperialisme juga merupakan perjuangan kaum tani untuk menghancurkan feodalisme yang menjadi basis sosial dari eksistensi imperialisme di Indonesia.

Klas buruh dan kaum tani merupakan kekuatan pokok bagi perubahan dalam perjuangan demokratis nasional menghancurkan dominasi imperialisme dan sisa-sisa

8

Page 9: Sekilas Tentang Sejarah Mayday file · Web viewGSBI: Gabungan Serikat Buruh Independen, AGRA: Aliansi Gerakan Reforma Agraria, FMN: Front Mahasiswa Nasional, GRI: Gerakan Rakyat Indonesia,

feodalisme yang termanifestasikan dalam kekuasaan rejim boneka SBY-Kalla saat ini. Sehingga, persekutuan atau persatuan klas buruh dan kaum tani dalam mengobarkan perjuangan demokratis nasional adalah keniscayaan yang tidak bisa dielakkan. Kedua kekuataan inilah yang paling merasakan pahit dan pedihnya penindasan imperialisme dan sisa-sisa feodalisme. Kedua klas ini pula dalam sejarah perjuangan pembebasan rakyat Indonesia sejak zaman kolonialisme hingga saat ini paling konsisten dalam menuntaskan tugas-tugas sejarah pembebasan rakyat Indonesia. Kedua kekuatan ini pula yang akan menjadi penopang utama bagi reforma agraria sejati dan pembangunan industrialisasi nasional ketika Pemerintahan Demokrasi Rakyat telah tegak berdiri di seluruh pelosok negeri ini.

Selain itu yang harus dilakukan adalah Memperkuat Konsolidasi dan Mempererat Kerjasama Kaum Buruh dengan Seluruh Rakyat Tertindas Indonesia Melawan Imperialisme dan Rezim Boneka Dalam Negeri yang Menindas Kaum Buruh dan Rakyat Indonesia. Perjuangan melawan imperialisme adalah perjuangan di dalam negeri yang dilakukan oleh Rakyat—terutama rakyat dari negeri terjajah dan setengah terjajah—melawan klas-klas reaksioner lokal yang selama ini menjadi tulang-punggung dan basis dominasinya. Saat ini, klik yang berkuasa di panggung politik Indonesia adalah klik Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla (SBY-Kalla).

Harapan yang dimandatkan kepada klik ini yang sesungguhnya tetap mewakili kepentingan klas tuan-tanah, kapitalis komprador, dan kapitalis-birokrat ini sudah pasti tidak akan pernah menjadi kenyataan. Selama kekuasaannya, kebijakan-kebijakan anti-rakyat sudah menyebar di berbagai bidang. Perubahan yang dijanjikan ternyata bukan perubahan untuk perbaikan, melainkan kerusakan sosial yang semakin hebat.

Hal terpenting yang harus dilakukan di dalam negeri adalah melakukan mobilisasi massa dalam jumlah besar untuk bergabung dan front demokratik yang berhaluan patriotik, yakni front anti-feodalisme dan anti-imperialisme. Front ini bersifat luas dengan melibatkan elemen kelas-kelas progresif dan dipimpin oleh persekutuan klas paling progresif yakni klas buruh dan kaum tani. Klas buruh dan kaum tani merupakan sandaran pokok dalam kerjasama tersebut, yang menjadi segi yang memimpin dan menentukan arah gerak perjuangan.

Tujuan jangka pendek dari penggalangan front ini adalah untuk memencilkan klik paling reaksioner, yakni klik tuan-tanah, komprador, dan kapitalis birokrat yang tengah berkuasa dan menjadi boneka atau kepanjangan tangan imperialisme AS. Tujuan jangka panjangnya adalah melaksanakan demokratisasi dan menancapkan pilar-pilar melakukan pembebasan nasional guna mengakhiri dominasi imperialisme atau kapitalisme monopoli.

Keberhasilan perjuangan melawan imperialisme akan sangat bergantung pada ketepatan kalangan demokratik dan patriotik Indonesia—dengan dasar aliansi klas buruh dan kaum tani—untuk mengusung perjuangan demokratis sebagai jalan satu-satunya meraih kemerdekaan sejati. Di dalam perjuangan ini, perjuangan kaum tani untuk melaksanakan land-reform sebagai cara untuk menghancurkan dominasi feodalisme dan perjuangan klas buruh untuk membangun industrialisasi nasional yang kokoh berada sebagai segi yang menentukan.

Perjuangan demokratis adalah perjuangan yang memiliki karakter luas, menghimpun segenap potensi demokratis massa untuk bersatu padu merebut hak-hak reform sebagai cara untuk menggulingkan imperialisme dan meraih kemerdekaan dan kehidupan yang layak di masa yang akan datang.

Terkait dengan peringatan May Day, sudah sepatutnya peringatan ini menjadi ajang persatuan klas buruh dan kaum tani dengan dukungan luas dari klas/sektor/golongan lainnya yang anti imperialisme dan anti feodalisme untuk semakin tajam mengasah aras perjuangannya terhadap sendi-sendi kekuasaan rejim boneka Amerika dan Anti Rakyat, SBY-Kalla. Krisis ekonomi yang telah banyak memukul penghidupan massa dan menghancurkan harapan hidup rakyat Indonesia, bersumber dari biang kerok besar; rejim SBY-Kalla. Karena itu May Day sepatutnya adalah perjuangan bersama antara klas buruh dengan kaum tani melawan rejim anti rakyat SBY – Kalla.

9

Page 10: Sekilas Tentang Sejarah Mayday file · Web viewGSBI: Gabungan Serikat Buruh Independen, AGRA: Aliansi Gerakan Reforma Agraria, FMN: Front Mahasiswa Nasional, GRI: Gerakan Rakyat Indonesia,

Sekilas Tentang Sejarah Mayday

Setiap tanggal 1 Mei, kaum buruh dari seluruh dunia memperingati peristiwa besar yaitu demonstrasi kaum buruh di Amerika Serikat pada tahun 1886, yang menuntut pemberlakuan delapan jam kerja. Tuntutan ini terkait dengan kondisi saat itu, ketika kaum buruh dipaksa bekerja selama 12 sampai 16 jam per hari. Demonstrasi besar yang berlangsung sejak April 1886 pada awalnya didukung oleh sekitar 250 ribu buruh. Dalam jangka waktu dua minggu membesar menjadi sekitar 350 ribu buruh. Kota Chicago adalah jantung gerakan diikuti oleh sekitar 90 ribu buruh. Di New York, demonstrasi yang sama diikuti oleh sekitar 10 ribu buruh, di Detroit diikuti 11 ribu buruh. Demonstrasi pun menjalar ke berbagai kota seperti Louisville dan di Baltimore demonstrasi mempersatukan buruh berkulit putih dan hitam. Sampai pada tanggal 1 Mei 1886, demonstrasi yang menjalar dari Maine ke Texas, dan dari New Jersey ke Alabama diikuti oleh setengah juta buruh di negeri tersebut. Perkembangan ini memancing reaksi yang juga besar dari kalangan pengusaha dan pejabat pemerintahan setempat saat itu. Melalui Chicago’s Commercial Club, dikeluarkan dana sekitar US$2.000 untuk membeli peralatan senjata mesin guna menghadapi demonstrasi.

Demonstrasi damai menuntut pengurangan jam kerja itu pun berakhir dengan korban dan kerusuhan. Sekitar 180 polisi menghadang demonstrasi dan memerintahkan agar demonstran membubarkan diri. Sebuah bom meledak di dekat barisan polisi. Polisi pun membabi-buta menembaki buruh yang berdemonstrasi. Akibatnya korban pun jatuh dari pihak buruh pada tanggal 3 Mei 1886, empat orang buruh tewas dan puluhan lainnya terluka. Dengan tuduhan terlibat dalam pemboman delapan orang aktivis buruh ditangkap dan dipenjarakan. Akibat dari tindakan ini, polisi menerapkan pelarangan terhadap setiap demonstrasi buruh. Namun kaum buruh tidak begitu saja menyerah dan pada tahun 1888 kembali melakukan aksi dengan tuntutan yang sama. Selain itu, juga memutuskan untuk kembali melakukan demonstrasi pada 1 Mei 1890.

Rangkaian demonstrasi yang terjadi pada saat itu, tidak hanya terjadi di Amerika Serikat. Bahkan menurut Rosa Luxemburg (1894), demonstrasi menuntut pengurangan jam kerja menjadi 8 jam perhari tersebut sebenarnya diinsipirasikan oleh demonstrasi serupa yang terjadi sebelumnya di Australia pada tahun 1856. Tuntutan pengurangan jam kerja juga singgah di Eropa. Saat itu, gerakan buruh di Eropa tengah menguat. Tentu saja, fenomena ini semakin mengentalkan kesatuan dalam gerakan buruh se-dunia dalam satu perjuangan. Peristiwa monumental yang menjadi puncak dari persatuan gerakan buruh dunia adalah penyelenggaraan Kongres Buruh Internasional tahun 1889. Kongres yang dihadiri ratusan delegasi dari berbagai negeri dan memutuskan delapan jam kerja per hari menjadi tuntutan utama kaum buruh seluruh dunia. Selain itu, Kongres juga menyambut usulan delegasi buruh dari Amerika Serikat yang menyerukan pemogokan umum 1 Mei 1890 guna menuntut pengurangan jam kerja dengan menjadikan tanggal 1 Mei sebagai Hari Buruh se-Dunia. Delapan jam/hari atau 40 jam/minggu (lima hari kerja) telah ditetapkan menjadi standar perburuhan internasional oleh ILO melalui Konvensi ILO No. 01 tahun 1919 dan Konvensi No. 47 tahun 1935.

Ditetapkannya konvensi tersebut merupakan suatu pengakuan internasional yang secara tidak langsung merupakan buah dari perjuangan kaum buruh se-dunia untuk mendapatkan pekerjaan yang layak. Penetapan 8 jam kerja per hari sebagai salah satu ketentuan pokok dalam hubungan industrial perburuhan adalah penanda berakhirnya bentuk-bentuk kerja-paksa dan perbudakan yang bersembunyi di balik hubungan industrial. Selain itu, perjuangan klas buruh di AS yang kemudian diikuti oleh gelombang kebangkitan gerakan buruh di negeri-negeri lainnya, juga telah memberikan inspirasi kepada golongan klas pekerja dan rakyat tertindas lainnya untuk bangkit berlawan. Oleh karenanya, kemenangan hari buruh yang diperingati setiap tanggal 1 Mei dalam setiap tahunnya tersebut sesungguhnya juga milik seluruh rakyat tertindas di semua negeri.

Sekilas Tentang Krisis Umum Imperialisme dan Situasi Dalam Negeri Serta Keadaan Kehidupan Massa Rakyat

10

Page 11: Sekilas Tentang Sejarah Mayday file · Web viewGSBI: Gabungan Serikat Buruh Independen, AGRA: Aliansi Gerakan Reforma Agraria, FMN: Front Mahasiswa Nasional, GRI: Gerakan Rakyat Indonesia,

Situasi internasional yang saat ini ditandai oleh menajamnya krisis ekonomi di negeri-negeri imperialisme sangat berpengaruh secara menentukan terhadap situasi ekonomi seluruh negeri di semua kawasan di dunia. Over produksi barang-barang teknologi tinggi dan over produksi di bidang persenjataan utamanya di negeri-negeri imperialisme pimpinan AS yang telah berlangsung dalam satu dekade ini, semakin bertambah hebat ketika pada saat yang bersamaan, imperialisme AS dilanda krisis keuangan dengan meluasnya gejolak pasar saham pada sejumlah perusahaan milik kaum imperialisme serta kasus kredit macet di bidang perumahan maupun pada bidang properti lainnya. Akibatnya, secara keseluruhan perkembangan ekonomi AS, pada kuartal pertama tahun 2008 pertumbuhan ekonominya hanya mencapai 0,6 persen, angka pertumbuhan ekonomi ini sangat jauh menurun bila dibandingkan dengan periode-periode sebelumnya. Dimana, berdasarkan pada data pertumbuhan ekonomi AS, kemerosotan ini terjadi secara drastis semenjak AS melancarkan perang agresi ke Irak atas nama demokrasi dan perang melawan terorisme global. Meningkatnya jumlah pengangguran karena PHK, seperti yang dialami oleh perusahaan penerbangan dan perusahaan IT seperti Yahoo maupun merosotnya pendapatan dan daya beli rakyat miskin di AS merupakan akibat-akibat yang ditimbulkan oleh keadaan ekonomi tersebut. Selain itu, keadaan ekonomi ini juga mengakibatkan terjadinya defisit anggaran pendapatan dan belanja negeri AS. Dengan demikian, situasi ekonomi imperialisme AS saat ini sedang menuju resesi. Keadaan ini sangat berpengaruh terhadap sejumlah besar negeri-negeri di banyak kawasan, di mana secara ekonomi negeri-negeri di Eropa, kawasan Asia, Amerika Latin maupun Afrika merasakan imbasnya dan mengalami keterpurukan ekonomi yang berakibat semakin tingginya jumlah pengangguran.

Tentu saja, klas buruh dan sebagian besar rakyat miskin merupakan pihak yang paling menanggung beban atas situasi tersebut. Klas buruh dan rakyat di negeri imperialisme merupakan pihak yang paling menanggung beban atas krisis yang terjadi tersebut. Keadaan inilah yang meningkatkan perlawanan rakyat dan klas buruh di dalam negeri imperialisme terhadap kapitalis monopoli dalam negerinya. Selain itu, pertentangan juga semakin meninggi di antara negeri maupun di antara kekuatan imperialisme sendiri. Hal ini berkenaan dengan hebatnya kompetisi diantara mereka dalam memperebutkan sumber-sumber energi (bahan bakar minyak) bagi kepentingan industri mereka, akibat perebutan sumber bahan mentah lainnya serta perebutan perluasan pasar dan penyerapan tenaga kerja murah. Akibat keserakahan dan kemaharakusan imperialisme pimpinan AS ini telah menimbulkan sejumlah krisis di bidang lainnya seperti krisis lingkungan dan krisis pangan pada skala dunia, disamping krisis energi yang ditandai dengan melambungnya harga minyak dunia hingga mencapai 110 dolar AS per barel. Banyak negeri jajahan, setengah jajahan maupun negeri bergantung lainnya harus mencabut subsidi dan menaikkan harga minyak di dalam negerinya, sehingga berakibat semakin hebatnya dan beratnya beban rakyat terhadap pemenuhan kebutuhan minyak.

Karenanya dapat disimpulkan bahwa imperialisme pimpinan AS untuk bisa keluar dari situasi krisis yang ada, mereka menempuh upaya-upaya ekonomi dan politik dengan cara meningkatkan penindasan dan penghisapan terhadap seluruh rakyat dan bangsa-bangsa di seluruh negeri. Situasi demikianlah yang memberi arti penting pada saat ini bagi seluruh rakyat dan bangsa-bangsa di dunia untuk memperhebat perjuangan melawan imperialisme pimpinan AS.

Sementara, bagi Indonesia sendiri, akibat dominasi imperialisme pimpinan AS tersebut yang dipadukan dengan sisa-sisa feodalisme yang masih bercokol luas di pedesaan, penderitaan rakyat dari waktu ke waktu semakin hebat dan memerikan hati kita semua. Semua klas, sektor dan golongan mayoritas rakyat berada dalam himpitan beban ekonomi dan represi politik yang semakin tinggi. Selain pukulan-pukulan pada beban ekonomi dengan melambungnya sejumlah harga bahan-bahan pokok rakyat, seperti beras, terigu, minyak goreng, minyak tanah dan kedelai, seluruh rakyat tertindas mengalami hambatan-hambatan dan tekanan-tekanan kebebasan berorganisasi dan di dalam

11

Page 12: Sekilas Tentang Sejarah Mayday file · Web viewGSBI: Gabungan Serikat Buruh Independen, AGRA: Aliansi Gerakan Reforma Agraria, FMN: Front Mahasiswa Nasional, GRI: Gerakan Rakyat Indonesia,

menyampaikan pendapat di muka umum. Dengan demikian tendensi fasisme dari rezim SBY-Kalla mengalami peningkatan.

Rezim SBY-Kalla semakin menunjukkan watak reaksionernya terhadap rakyat dan watak kompradornya serta ketertundukannya terhadap kepentingan kapitalisme monopoli internasional. Berbagai kebijakan yang dikeluarkannya, untuk semua klas, sektor dan golongan rakyat tertindas lainnya semakin memperhebat penderitaan ekonomi dan politik. Klas buruh dipaksa menerima sistem politik upah murah, kerja kontrak dan outsourcing, PHK dan berbagai perundang-undangan yang mencerminkan anti buruh, serta tekanan-tekanan terhadap kebebasan berserikat dan berpendapat. Sementara kaum tani, dari waktu ke waktu dihadapkan dengan ancaman perampasan tanah (land grabbing) akibat perluasan perkebunan skala besar untuk bahan bakar nabati (etanol), perluasan areal eksplorasi pertambangan, dan penggundulan hutan yang dilegitimasi melalui berbagai produk perundangan seperti UU Penanaman Modal, UU Perkebunan dan UU Kehutanan. Situasi inilah yang telah menimbulkan meluasnya sengketa antara kaum tani dan masyarakat pedesaaan dengan pemerintahan SBY-Kalla. Di mana, dalam sejumlah peristiwa yang ada, kaum tani selalu menjadi pihak yang paling menanggung beban dan kerugian baik secara materil maupun non materil. Banyak kalangan dari kaum tani yang ditahan, ditangkap, dipenjarakan, dan menerima serangkaian tindakan teror dan intimidasi. Di samping itu, kaum tani juga dihadapkan oleh berbagai sistem pertukaran dan distribusi hasil-hasil pertanian yang tidak adil. Tiadanya proteksi maupun perlindungan terhadap produk pertanian dalam negeri serta pencabutan subsidi atas beberapa sarana produksi pertanian, mulai dari pupuk, obat-obatan hingga benih adalah sejumlah persoalan yang dimaksudkan. Oleh karenanya secara keseluruhan, akibat soal-soal tersebut, kedaulatan pangan nasional telah hancur dan sepenuhnya berada dalam kontrol kepentingan imperialisme.

Sementara, bagi kaum miskin kota di sejumlah kota-kota besar di Indonesia, seperti pedagang kecil hampir setiap hari mengalami penggusuran dari tempat-tempat berdagang mereka. Atas dalih ketertiban, keindahan dan penataan ulang kota, para pedagang kecil harus menerima paksaan kehilangan mata pencahariannya. Situasi demikian tentu saja semakin menambah jumlah angka pengangguran yang sesungguhnya telah menggunung akibat ketidak mampuan pemerintahan SBY-Kalla dalam menyediakan lapangan pekerjaan. Demikian halnya dengan apa yang dialami oleh sektor pemuda dan mahasiswa, selain dihadapkan pada tingginya biaya pendidikan, mereka juga dihadapkan pada sulitnya lapangan pekerjaan. Berbagai kebijakan pemerintahan SBY-Kalla pada sektor pendidikan semakin membangun sistem pendidikan di Indonesia jatuh dalam cengkeraman kepentingan imperialisme dan feodalisme. Berbagai persoalan itu di antaranya adalah, rendahnya anggaran pendidikan yang disediakan oleh negara, yang hingga saat ini tidak pernah mencapai 20 persen seperti yang diamanatkan oleh Konstitusi (Undang-Undang Dasar), meluasnya privatisasi perguruan tinggi negeri, semakin mahalnya biaya pendidikan, hingga sarana-prasarana sekolah atau proses belajar-mengajar yang minim. Semua itu telah menyebabkan kualitas pendidikan di negeri ini semakin merosot serta semakin menghalangi akses rakyat miskin terhadap hak atas pendidikan.

Singkatnya seluruh klas, sektor dan golongan rakyat, termasuk golongan perempuan dan golongan profesional rendahan lainnya dalam situasi saat ini, akibat krisis ekonomi yang terjadi merupakan pihak yang paling menderita dan menanggung beban atas krisis yang berlangsung. Oleh karenanya, keadaan ini telah meningkatkan serta memperluas perlawanan dan perjuangan rakyat di dalam negeri terhadap Rezim SBY-Kalla yang terbukti merupakan rezim anti-rakyat.

SASARAN AKSI MAY DAY 2008:

Sasaran yang harus ditetapkan dalam puncak kampanye massa Hari Buruh Se-dunia kali ini adalah seluruh badan-badan pemerintahan di semua tingkatan, mulai dari istana

kepresidenan di Jakarta, kantor-kantor gubernur hingga kantor-kantor bupati. Selain itu,

12

Page 13: Sekilas Tentang Sejarah Mayday file · Web viewGSBI: Gabungan Serikat Buruh Independen, AGRA: Aliansi Gerakan Reforma Agraria, FMN: Front Mahasiswa Nasional, GRI: Gerakan Rakyat Indonesia,

aksi tersebut harus dilakukan serempak secara nasional dengan mengambil waktu yang sama, yaitu pada tanggal 1 Mei 2008 mulai Pukul 09.00-selesai wib.

13

Page 14: Sekilas Tentang Sejarah Mayday file · Web viewGSBI: Gabungan Serikat Buruh Independen, AGRA: Aliansi Gerakan Reforma Agraria, FMN: Front Mahasiswa Nasional, GRI: Gerakan Rakyat Indonesia,

TUNTUTAN AKSI MAY DAY 2008:

Adapun tuntutan aksi yang dapat diperjuangkan berdasar pada penilaian terhadap situasi krisis umum imperialisme dan situasi dalam negeri paling tidak mencakup hal-hal sebagai berikut :

1. Turunkan harga-harga bahan pokok rakyat serta berikan subsidi bagi rakyat, seperti pelayanan kesehatan, pendidikan dan pelayanan publik lainnya.

2. Naikkan upah buruh sesuai standar kebutuhan hidup layak (KHL), termasuk buruh tani dan pekerja pertanian di pedesaan serta golongan pekerja rendahan lainnya.

3. Menolak dan menuntut penghapusan sistem kerja kontrak dan outsourcing serta menuntut penghentian Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

4. Menuntut penyediaan lapangan pekerjaan serta pendidikan gratis bagi anak-anak buruh, buruh tani dan petani miskin serta pendidikan murah bagi seluruh rakyat.

5. Legalisasi tanah-tanah yang telah diolah dan dimanfaatkan oleh kaum tani, kembalikan tanah-tanah yang dirampas kepada rakyat dan kaum tani, berikan perlindungan dan subsidi atas hasil-hasil pertanian kaum tani dalam negeri serta terhadap sarana-prasarana produksi pertanian, mulai dari pupuk, obat dan benih. Selain itu, juga menuntut pelaksanaan UUPA No.5 tahun 1960 secara murni dan konsekuen serta cabut berbagai perundang-undangan yang bertentangan dengan UUPA No.5 tahun 1960 dan yang bertentangan dengan kepentingan kaum tani Indonesia.

6. Hentikan Kriminalisasi terhadap buruh dan Aktivis buruh serta kaum tani, Bebaskan tanpa syarat kaum tani dan rakyat lainnya yang ditahan dan menuntut penghentian segala bentuk intimidasi dan teror terhadap seluruh rakyat yang berjuang menuntut hak-hak sosial-ekonomi dan hak-hak sipil demokratisnya. Selain itu, juga menuntut kebebasan berserikat dan berpendapat dimuka umum.

7. Menuntut penghentian penggusuran terhadap para pedagang dan memberikan kebebasan kepada para pedagang dalam menjalankan aktivitas ekonominya. Demikian juga kebebasan dan kesamaan hak bagi perempuan di semua lapangan kehidupan.

8. Menuntut penghapusan segala biaya yang berlebih (overcharging) yang dibebankan kepada buruh-buruh migran Indonesia serta menuntut persamaan hak bagi buruh migran untuk dipandang sebagaimana buruh-buruh lain yang bekerja di sektor-sektor lain.

9. Menuntut ratifikasi konvensi PBB tahun 1990 tentang perlindungan bagi Buruh Migran Indonesia dan Keluarga dan menuntut penghapusan seluruh MoU bilateral yang telah ditandatangani Pemerintah Indonesia dengan negara-negara penerima yang tidak mengindahkan perlindungan dan pengakuan hak bagi buruh migran dan keluarganya..

10. Menuntut dicabutnya UUK No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, UU No. 2 tahun 2004 tentang PPHI, RUU Jamsospek sebagai pengganti UU Jamsostek serta UU No. 39 tahun 2004 tentang PPTKILN.

11. Menuntut dihentikannya praktek diskriminasi dan eksploitasi terhadap perempuan termasuk praktek-praktek perdagangan anak dan perempuan.

12. Menuntut dan menolak segala bentuk privatisasi asset-aset/perusahaan-perusahaan Negara (BUMN).

13. Menuntut untuk ditangkap, diadili dan disita seluruh harta para koruptor, termasuk menuntut para pengusaha yang melakukan pelanggaran terhadap hak-hak kaum buruh.

14. Menuntut dan menolak campurtangan IMF, WB, ADB, WTO dan lembaga-lembaga keuangan internasional lainnya terhadap kebijakan ekonomi dan politik Indonesia, termasuk menolak utang luar negeri yang telah menjadi beban rakyat.

14

Page 15: Sekilas Tentang Sejarah Mayday file · Web viewGSBI: Gabungan Serikat Buruh Independen, AGRA: Aliansi Gerakan Reforma Agraria, FMN: Front Mahasiswa Nasional, GRI: Gerakan Rakyat Indonesia,

Penutup

Demikian pandangan dan sikap serta tuntutan perjuangan dalam memperingati May Day 2008, yang menjadi tugas kita untuk menyebarluaskannya ke segala kalangan terutama seluruh rakyat. Dengan ini kami juga menyerukan kepada seluruh klas buruh, serikat-serikat buruh, kaum tani dan serikat-serikat tani, pemuda mahasiswa, perempuan, miskin kota dan kaum pergerakan di Indonesia untuk lebih memperhebat perjuangan dan persatuan kita di bawah pimpinan dan kekuatan klas buruh dan kaum tani dalam melawan rejim boneka imperialis AS dan anti rakyat, SBY-Kalla yang telah membuat penghidupan rakyat semakin merosot, susah dan miskin.

Kobarkan terus semangat kita pertinggi kerja konsolidasi serta galang terus persatuan rakyat untuk menyongsong SATU MEI dengan gegap gempita, karena hanya ditangan kitalah perubahan ini datang.

Jakarta, 1 Mei 2008

Klas Buruh Indonesia…Pemimpin Pembebasan!Kaum Tani Indonesia…Sokoguru Pembebasan!

Pemuda-Mahasiswa…Bersatu, Berjuang Bersama Rakyat!Perempuan Indonesia…Bangkit Melawan Penindasan!

HIDUP RAKYAT INDONESIA...!

Imperialisme......Hancurkan!!!Feodalisme......Musnahkan!!!

Kapitalis Birokrat.....Musuh Rakyat!!!

15