silvi ade novra - repository.uinjkt.ac.id

66
ANALISIS BAWAH PERMUKAAN MENGGUNAKAN METODE RESISTIVITAS UNTUK MENGETAHUI POTENSI LONGSOR PADA KAWASAN GEOSTECH, PUSPIPTEK Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sains (S.Si) Oleh Silvi Ade Novra NIM: 11150970000052 PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1440 H / 2019 M

Upload: others

Post on 06-Oct-2021

17 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Silvi Ade Novra - repository.uinjkt.ac.id

ANALISIS BAWAH PERMUKAAN MENGGUNAKAN

METODE RESISTIVITAS UNTUK MENGETAHUI POTENSI

LONGSOR PADA KAWASAN GEOSTECH, PUSPIPTEK

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sains

(S.Si)

Oleh

Silvi Ade Novra NIM: 11150970000052

PROGRAM STUDI FISIKA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1440 H / 2019 M

Page 2: Silvi Ade Novra - repository.uinjkt.ac.id

i

ANALISIS BAWAH PERMUKAAN MENGGUNAKAN

METODE RESISTIVITAS UNTUK MENGETAHUI POTENSI

LONGSOR PADA KAWASAN GEOSTECH, PUSPIPTEK

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sains

(S.Si)

Oleh

Silvi Ade Novra NIM: 11150970000052

PROGRAM STUDI FISIKA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1440 H / 2019 M

Page 3: Silvi Ade Novra - repository.uinjkt.ac.id

ii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

Page 4: Silvi Ade Novra - repository.uinjkt.ac.id

iii

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN

Page 5: Silvi Ade Novra - repository.uinjkt.ac.id

iv

LEMBAR PERNYATAAN

2

Page 6: Silvi Ade Novra - repository.uinjkt.ac.id

v

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian mengenai identifikasi potensi longsor dengan metode

resistivitas konfigurasi Wenner-Alpha di Kawasan Geostech, Puspiptek, Serpong.

Penelitian ini bertujuan untuk melakukan pengambilan data geolistrik,

menginterpretasikan batuan pada bawah permukaan, dan mengidentifikasi potensi

longsor pada Kawasan Geostech berdasarkan pemodelan 2D dan 3D. Data

geolistrik diambil di 2 lintasan dengan spasi 2 m dan 3m di Kawasan Geostech.

Pemodelan dilakukan menggunakan Res2Dinv untuk 2D dan RockWorks16 untuk

3D. Hasil penelitian menunjukkan nilai distribusi resistivitas yaitu 7.31 – 765.5 Ωm

pada lintasan 1, dan 2.09 – 1822.3 Ωm pada lintasan 2. Terdapat potensi longsor

pada kedua lintasan, pada lintasan 1 terdapat pada bentangan 12 – 20 m dari arah

barat laut dan pada lintasan 2 terdapat pada bentangan 3 – 33 m dari arah timur laut.

Kata kunci: Geolistrik, Geostech, Longsor, Res2Dinv, Resistivitas, RockWorks16,

Wenner-Alpha

Page 7: Silvi Ade Novra - repository.uinjkt.ac.id

vi

ABSTRACT

The research of potential for landslides has been carried out using the resistivity

method Wenner-Alpha configuration in Geostech, Puspiptek, Serpong. The

research has study aims to take geoelectric data, interpret subsurface rocks, and

manage potential landslides in the Geostech using 2D and 3D modeling.

Geoelectric data was taken on 2 lines with spaces of 2 m and 3 m in the Geostech

Region. Modeling is done using Res2Dinv for 2D and RockWorks16 for 3D. The

results showed the resistivity distribution values are 7.31 - 765.5 Ωm on line 1, and

2.09 - 1822.3 Ωm on line 2. There was a potential for landslides on both lanes, on

lane 1 there was stretch 12 - 20 m from the northwest and on track 2 there is a

stretch of 3 - 33 m from the northeast direction.

Keyword: Geoelectrical, Geostech, Landslides, Res2Dinv, Resistivity, RockWorks,

Wenner- Alpha

Page 8: Silvi Ade Novra - repository.uinjkt.ac.id

vii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan segala karunia, nikmat iman, nikmat islam, dan nikmat kesehatan

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya. Shalawat

serta salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW.

Selama penulisan skripsi ini, penulis menyadari penuh bahwa banyak sekali

kekurangan dalam penulisan dan keterbatasan dalam kemampuan maupun

pengetahuan. Namun, berkat usaha, do’a, dorongan serta nasehat positif dari

berbagai pihak, skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Oleh karena ini, pada

kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Tati Zera, M.Si., selaku dosen pembimbing I yang dengan penuh

kesabaran memberikan bimbingan, arahan, waktu, dan nasihat dalam

penulisan skripsi ini.

2. Bapak Ir. Heru Sri Naryanto, M.Sc., selaku Pembimbing II yang dengan

penuh kesabaran telah memberikan bimbingan, arahan, waktu, dan nasihat

dalam membimbing penulis selama penulisan skripsi ini.

3. Bapak Nur Hidayat, S.T., M.Si., selaku Kepala Bagian Pusat Teknologi

Reduksi Bencana (PTRRB) BPPT yang telah memberikan arahan, waktu,

dan saran pada penulis selama penulisan skripsi ini.

4. Bapak Ir. Eko Widi Santoso, M.Si., selaku Direktur Pusat Teknologi

Reduksi Bencana (PTRRB) BPPT yang telah memberikan izin untuk

melakukan penelitian di PTRRB.

5. Pak Rochman, Kak Puspa, Mas Shomim, Kak Syakira, dan seluruh staff

PTRRB yang telah banyak membantu penulis dalam pengambilan data dan

penyusunan penulisan skripsi ini.

6. Ibu Prof. Dr. Lily Surraya Eka Putri, M.Env.Stud., selaku Dekan Fakultas

Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah

memberikan persetujuan pelaksanaan tugas akhir skripsi ini.

Page 9: Silvi Ade Novra - repository.uinjkt.ac.id

viii

7. Ibu Dr. Sitti Ahmiatri Saptari, M.Si., selaku Ketua Program Studi Fisika

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta serta seluruh dosen dan staff pengajar

yang telah memberikan ilmu pengetahuan serta bimbingan kepada penulis

selama mengikuti perkuliahan, semoga ilmu yang telah Bapak dan Ibu

berikan dapat bermanfaat dan memperoleh keberkahan dari Allah SWT.

8. Keluarga besar tercinta, terutama kedua orang tua dan kakak adik yang

selalu memberikan kasih sayang, do’a, dukungan, bantuan dan semangat

kepada penulis.

9. Sahabat tersayang Ici, Marina, Nuyuy, Ririn, dan Tutut yang selalu

memberi bantuan, semangat dan do’a kepada penulis untuk dapat

menyelesaikan skripsi ini.

10. November S.Si, Adya dan Shania yang sudah memberi semangat, nasihat,

hiburan dan bantuan kepada penulis selama kuliah maupun selama

penyusunan skripsi ini.

11. Seluruh teman-teman seperjuangan Fisika Angkatan 2015. Terima kasih

atas kebersamaan dan bantuannya baik langsung maupun tidak langsung.

12. Dan kepada semua pihak terkait yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Semoga bantuan, bimbingan, dukungan, semangat, masukan, dan do’a

yang telah diberikan menjadi pintu datangnya ridha dan kasih sayang

Allah SWT di dunia dan akhirat. Aamiin.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak terdapat

kekurangan dan jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang

membangun dari berbagai pihak sangat penulis harapkan demi kesempurnaan

penulis dimasa mendatang. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis

khususnya dan bagi pembaca sekalian pada umumnya.

Jakarta, 19 Agustus 2019

Penulis,

Silvi Ade Novra

Page 10: Silvi Ade Novra - repository.uinjkt.ac.id

ix

DAFTAR ISI

ABSTRAK v

ABSTRACT vi

KATA PENGANTAR vii

DAFTAR ISI ix

DAFTAR TABEL xi

DAFTAR GAMBAR xii

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Identifikasi Masalah 5

1.3 Batasan Masalah 6

1.4 Rumusan Masalah 6

1.5 Tujuan Penelitian 6

1.6 Manfaat Penelitian 7

1.7 Sistematika Penulisan 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8

2.1 Kondisi Regional 8

2.1.1 Letak Geografis Wilayah 8

2.1.2 Kondisi Geologi Wilayah 9

2.2 Metode Geofisika 11

2.3 Metode Geolistrik 13

2.4 Metode Resistivitas 14

2.5 Konsep Resistivitas Semu 16

2.6 Sifat Kelistrikan Batuan 17

2.7 Konfigurasi Geolistrik 18

2.8 Pengertian Longsor 20

2.9 Klasifikasi Longsor 22

2.10 Penyebab Longsor 25

Page 11: Silvi Ade Novra - repository.uinjkt.ac.id

x

x

BAB III METODE PENELITIAN 28

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian 28

3.2 Instrumen Penelitian 28

3.2.1 Perangkat Keras 29

3.2.2 Perangkat Lunak 30

3.3 Diagram Alir 31

3.4 Cara Kerja Pengambilan Data 31

3.5 Prosedur Pengolahan Data 32

3.5.1 Pengolahan Data Geolistrik 2D 32

3.5.2 Pengolahan Data Geolistrik 3D 33

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 35

4.1 Hasil Analisa Geolistrik 35

4.1.1 Hasil Koordinat Wilayah 36

4.1.2 Hasil Penampang Lintasan 1 37

4.1.3 Hasil Penampang Lintasan 2 38

4.2 Pembahasan 39

4.2.1 Interpretasi Lintasan 1 41

4.2.2 Interpretasi Lintasan 2 43

4.2.3 Interpretasi dan Hasil Pemodelan 3D 45

4.2.4 Identifikasi Potensi Tanah Longsor 46

BAB V PENUTUP 49

5.1 Kesimpulan 49

5.2 Saran 50

DAFTAR PUSTAKA 51

Page 12: Silvi Ade Novra - repository.uinjkt.ac.id

xi

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Metode Survei Geofisika 11

Tabel 2. Nilai Resistivitas Batuan 18

Tabel 3. Bagian-Bagian Longsoran 21

Tabel 4. Koordinat Pengambilan Data 36

Tabel 5. Hasil Korelasi Peta Geologi, Tabel Resistivitas, dan Hasil Penampang 40

Page 13: Silvi Ade Novra - repository.uinjkt.ac.id

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian Di Kota Tangerang Selatan 8

Gambar 2. Morfologi Daerah Penelitian 9

Gambar 3. Peta Geologi Regional 9

Gambar 4. Aliran Arus dari Satu Permukaan Elektroda 15

Gambar 5. Konfigurasi Wenner-Alpha 19

Gambar 6. Bagian-Bagian Longsoran 20

Gambar 7. Jenis Gerakan Longsor Jatuhan 22

Gambar 8. Jenis Gerakan Longsor Robohan 23

Gambar 9. Jenis Gerakan Longsor Gelincir 23

Gambar 10. Jenis Gerakan Longsor Pancaran Lateral 24

Gambar 11. Jenis Gerakan Longsor Aliran 24

Gambar 12. Jenis Gerakan Longsor Amblasan 25

Gambar 13. Lokasi Penelitian 28

Gambar 14. Komponen Alat Penelitian 30

Gambar 15. Diagram Alir Penelitian 31

Gambar 16. Hasil Pengolahan Data Res2Dinv 33

Gambar 17. Hasil Pemodelan 3D menggunakan RockWorks 16 34

Gambar 18. Sebaran Lintasan Pengambilan Data 35

Gambar 19. Hasil Pengolahan Data Res2Dinv pada Penampang Lintasan 1 37

Gambar 20. Hasil Pengolahan Data Res2Dinv pada Penampang Lintasan 2 38

Gambar 21. Data Korelasi Interpretasi Penampang 39

Gambar 22. Hasil Interpretasi pada Lapisan Penampang Lintasan 1 42

Gambar 23. Hasil Analisa Lintasan 2. 44

Gambar 24. Hasil Pemodelan 3D menggunakan Rock Works 16 45

Gambar 25. Hasil Plot Pemodelan 3D dalam Google Earth 45

Gambar 26. Potensi Longsor pada Lintasan 1 46

Gambar 27. Potensi Longsor pada Lintasan 2 47

Gambar 28. Sketsa Longsoran di Lintasan 2 yang Terjadi pada Tahun 2017 47

Page 14: Silvi Ade Novra - repository.uinjkt.ac.id

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Allah SWT menciptakan Bumi dengan sebaik-baiknya dan penuh manfaat.

Dalam penciptaannya Bumi terdiri dari beberapa lapis seperti yang dijelaskan

dalam Al-Qur’an Surah Al Mu’minun 17 dan 18:

نزلا من (١٧)ولقد خلقنا فوقكم سبع طرائق وما كنا عن اللق غفلين ﴿وأ

ذه رض وإنا علسكناه ف ال

ماء ماء بقدر فأ ﴾ ( ١٨)اب به لقادرون الس

Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan di atas kamu tujuh buah jalan

(tujuh buah langit); dan Kami tidaklah lengah terhadap ciptaan (Kami). Dan Kami

turunkan air dari langit menurut suatu ukuran; lalu Kami jadikan air itu menetap di

bumi, dan sesungguhnya Kami benar-benar berkuasa menghilangkannya.

Demikianlah kuasa Allah untuk menciptakan manusia melalui tahapan-

tahapan yang sangat mengagumkan. Begitu besar nikmat yang Allah karuniakan

kepada manusia. Dan di antara nikmat itu adalah bahwa sungguh, kami telah

menciptakan tujuh lapis langit di atas kamu, dan kami tidaklah lengah terhadap

ciptaan kami. Kami akan selalu menjaganya untuk kebaikan manusia dan makhluk

hidup lainnya. Dan di antara bentuk pemeliharaan kami adalah bahwa kami

turunkan air tawar dalam berbagai bentuk, dari yang cair hingga butiran es, dari

langit dengan suatu ukuran bagi makhluk ciptaan kami; lalu untuk memudahkan

pemanfaatannya kami jadikan air itu menetap dan tersimpan di bumi, dan pasti kami

Page 15: Silvi Ade Novra - repository.uinjkt.ac.id

2

berkuasa pula untuk melenyapkannya, namun kami tidak melakukannya karena

rahmat kami kepada para makhluk. [1]

Bencana tanah longsor (gerakan tanah) merupakan bencana alam yang sering

terjadi di Indonesia, salah satunya terjadi pada 10 Febuari di Kabupaten Lebak

Provinsi Banten pada tahun 2019. Indonesia merupakan wilayah yang rentan

mengalami kejadian bencana longsor karena berada pada wilayah tropis dengan

curah hujan tinggi yang menjadi salah satu faktor utama terjadinya longsor. Tanah

longsor atau sering disebut gerakan tanah adalah suatu peristiwa geologi yang

terjadi karena pergerakan masa batuan atau tanah dengan berbagai tipe dan jenis.

Secara umum kejadian longsor disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor pendorong

dan faktor pemicu. Faktor pendorong adalah faktor-faktor yang mempengaruhi

kondisi material sendiri, sedangkan faktor pemicu adalah faktor yang menyebabkan

bergeraknya material tersebut [2].

Menurut data [3] sepanjang tahun 2019 bencana longsor merupakan salah

satu bencana yang sering terjadi yakni berada pada peringkat kedua di Indonesia

setelah puting beliung. Jumlah bencana longsor yang terjadi pada tahun 2019

sebanyak 522 kasus dengan 178 korban meninggal dunia serta luka-luka, 1.185

bangunan rusak, dan 5.082 warga harus mengungsi. Bencana longsor

mengakibatkan kerusakan yang membuat kegiatan masyarakat terhambat.

Salah satu wilayah yang berpotensi mengalami bencana longsor adalah

Provinsi Banten khususnya Kawasan PUSPIPTEK. Menurut [2], yang menjadi

faktor penentu terjadinya gerak tanah ini adalah sifat fisik tanah dan batuan, struktur

geologi, kemiringan lereng, vegetasi penutup serta faktor beban dan getaran. Hal

Page 16: Silvi Ade Novra - repository.uinjkt.ac.id

3

tersebut mendukung bahwa Kawasan PUSPIPTEK berpotensi longsor dengan

intensitas tidak terlalu tinggi, disebabkan karena morfologi Kawasan PUSPIPTEK

yang bergelombang serta terdapat banyak tebing curam. Batuan penyusun Kawasan

ini yang terdiri dari batuan vulkanik yang halus merupakan salah satu faktor

terjadinya tanah longsor. Batuan halus memiliki sifat porositas yang menyebabkan

air mudah terserap pada batuan sehingga menimbulkan gerakan tanah atau longsor.

PUSPIPTEK yang berada di Serpong, Tangerang Selatan merupakan unit

kerja di bawah Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi didirikan

berdasarkan Keputusan Presiden nomor 43/1976 tanggal 1 Oktober 1976. Terdapat

50 Pusat/Balai/Balai Besar dalam Kawasan PUSPIPTEK yang terdiri atas 3 LPNK

(BATAN, BPPT, dan LIPI) dan 2 Kementerian (Kementerian Riset, Teknologi, dan

Pendidikan Tinggi; dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan). Kawasan

ini berdiri di atas lahan seluas 460 hektar. Sebagian besar kawasan merupakan

ruang terbuka hijau (RTH). [4]

Gedung Geostech yang terletak di Kawasan Puspipitek dibangun pada tahun

2013. Morfologi awal Kawasan Puspiptek tidak rata maka dalam pembangunan

gedung geostech dilakukan pemotongan lereng dan pengurugan (cut and fill) untuk

membentuk morfologi yang relative datar. Komplek gedung geostech di Kawasan

Puspiptek menjadi salah satu daerah yang mengalami bencana tanah longsor.

Bencana tanah longsor pernah terjadi di Geostech pada tahun 2017. Sebagai pusat

penelitian yang merupakan sarana strategis, infrastruktur didalamnya harus kuat

selain itu keadaan lingkungan harus pada kondisi yang selalu aman. Kondisi

lingkungan yang aman merupakan hal penting dari berdirinya kawasan penelitian

Page 17: Silvi Ade Novra - repository.uinjkt.ac.id

4

yang aktif, hal itu dapat menghindarkan atau meminimalisir terjadinya kecelakaan

kerja pada Kawasan penelitian. Maka dari itu, penulis memutuskan melakukan

penelitian di Kawasan Puspiptek.

Berdasarkan data [5] Pusat Vulkanologi Mitigasi Bencana Geologi

(PVMBG), Kawasan Puspiptek yang berada di Kecamatan Setu, Kota Tangerang

Selatan memiliki potensi longsor tipe menengah. Tipe menengah merupakan daerah

yang mempunyai potensi menengah untuk terjadi longsor. Pada zona ini dapat

terjadi longsor jika curah hujan di atas normal, terutama pada daerah yang

berbatasan dengan lembah sungai, gawir, tebing jalan atau jika lereng mengalami

gangguan.

Untuk mengetahui lebih rinci kondisi daerah yang berpotensi tanah longsor,

perlu diketahui kondisi bawah permukaan. Geometri longsor ditetapkan

berdasarkan analisis litologi dan struktur bawah permukaan, sehingga dapat

ditentukan litologi yang berperan sebagai pemicu terjadinya longsor. Pengukuran

geolistrik 2D merupakan salah satu pekerjaan metode geolistrik yang dilakukan

untuk mengetahui informasi bawah permukaan, yang antara lain bisa untuk

mendeteksi kondisi geometri longsor, lapisan batuan, ketebalan, kedalaman dan

penyebarannya. Dengan demikian batas dan arah hamparan serta kontinuitas

material dapat diketahui secara vertikal dan horisontal. [6]

Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi lapisan bawah

permukaan yang berpotensi longsor adalah menggunakan metode resistivitas

konfigurasi Wenner-Alpha. Tujuan melakukan survei dengan metode resistivitas

adalah untuk mengetahui distribusi nilai resistivitas di dalam bumi namun

Page 18: Silvi Ade Novra - repository.uinjkt.ac.id

5

pengukurannya di permukaan bumi. Nilai resisitivitas yang didapatkan akan

dihubungkan dengan parameter-parameter geologi seperti kandungan air, porositas,

mineral dan lain sebagainya. Distribusi nilai resistivitas di bawah permukaan

dihasilkan berdasarkan pada kemampuan batuan menghantarkan listrik. Aliran

listrik terdiri dari gerakan muatan listrik yang diwakili oleh elektron atau ion. Ion

sendiri bergerak dalam cairan pada pori-pori batuan. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa arus listrik bergerak melalui batuan dan formasi geologi sangat dipengaruhi

oleh jumlah kadar airnya. Penggunaan metode resistivitas konfigurasi Wenner-

Alpha ini memiliki keunggulan dibanding dengan metode geofisika lainnya yaitu

mampu menyajikan struktur bawah permukan tanah secara detail meliputi

kedalaman, lebar, panjang dan lintasan penelitian [7].

1.2 Identifikasi Masalah

Dari latar belakang yang telah ditulis didapat beberapa identifikasi masalah,

yaitu:

1. Adanya beberapa potensi kerentanan tanah longsor di lingkungan Gedung

Geostech, Kawasan Puspiptek

2. Pentingnya mengetahui potensi longsor untuk mengurangi dampak bencana

yang ditimbulkan

3. Belum ada penelitian yang dibuat untuk menentukan bidang gelincir di

lingkungan Gedung Geostech, Kawasan Puspiptek

Page 19: Silvi Ade Novra - repository.uinjkt.ac.id

6

1.3 Batasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah dari latar belakang yang telah ditulis dapat

ditentukan batasan masalah yang akan dibuat, yaitu:

1. Penelitian ini dilakukan di lingkungan Geostech, Kawasan Puspiptek

2. Mengkaji potensi longsor di lingkungan Geostech

3. Pengolahan data dilakukan menggunakan Res2Dinv

1.4 Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah yang dibuat, dapat dirumuskan masalah

sebagai berikut:

1. Bagaimana lapisan batuan penyusun pada bawah permukaan lingkungan

Gedung Geostech?

2. Bagaimana potensi tanah longsor berdasarkan nilai resistivitas di

lingkungan Gedung Geostech?

1.5 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini adalah untuk

mengkaji potensi longsor di kawasan geostech degan motode resistivitas dan alat

Ares v 5.6, yang meliputi:

1. Melakukan pengambilan data survei geolistrik dengan alat Ares v 5.6

2. Membuat pemodelan 2D dan 3D

3. Menginterpretasikan batuan yang berada di bawah permukaan tanah

4. Mengidentifikasikan potensi longsor di lingkungan Gedung Geostech

Page 20: Silvi Ade Novra - repository.uinjkt.ac.id

7

1.6 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Memahami aplikasi metode geolistrik Resistivity 2D untuk mengetahui

potensi longsor

2. Memberikan informasi kondisi bawah permukaan

3. Memberikan informasi potensi longsor di lingkungan Gedung Geostech

4. Dapat dijadikan sebagai referensi penelitian potensi longsor selanjutnya

1.7 Sistematika Penulisan

BAB I: Pendahuluan

Bab ini menjelaskan mengenai Latar Belakang, Identifikasi Masalah, Batasan

Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, dan

Sistematika Penulisan.

BAB II: Tinjauan Pustaka

Bab ini menjelaskan mengenai kondisi regional penelitian yang terdiri dari letak

geografis, kondisi wilayah, dasar teori yang terdiri dari metode geolistrik,

resistivitas semu, sifat kelistrikan batuan, longsor, dan hipotesis.

BAB III: Metode Penelitian

Bab ini menjelaskan mengenai lokasi dan waktu penelitian, instrumen penelitian,

teknik pengumpulan data, teknik pengolahan data, dan diagram alir penelitian.

BAB IV: Pembahasan

Bab ini menjelaskan mengenai hasil pengolahan data, pembahasan, dan interpretasi.

BAB V: Kesimpulan

Merupakan kesimpulan dan saran untuk penelitian selanjutnya.

Page 21: Silvi Ade Novra - repository.uinjkt.ac.id

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kondisi Regional

2.1.1 Letak Geografis Wilayah

Kota Tangerang Selatan merupakan sebuah kota di Provinsi Banten yang

beribukota di Ciputat. Wilayah kota Tangerang selatan ini terletak pada koordinat

6°17’20’’ Lintang Selatan dan 106°43’05’’ Bujur Timur dengan luas wilayah

sebesar 147,2 km2. Di sebelah utara kota ini berbatasan dengan Kota Tangerang,

sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Bogor, sebelah timur berbatasan

dengan Ibukota Jakarta, serta sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten

Tangerang.

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian Di Kota Tangerang Selatan [8]

Kawasan PUSPIPTEK terletak pada koordinat 6°21’31’’ Lintang Selatan dan

106°40’22’’ Bujur Timur berada di bagian Selatan Kota Tangerang Selatan. Luas

Kawasan PUSPIPTEK sebesar 350 hektar atau 3,5 km2 setara dengan 0.02% luas

total wilayah Tangerang Selatan. Kondisi topografi daerah penelitian merupakan

dataran rendah relatif datar dengan lahan yang bergelombang dengan kemiringan

tanah rata-rata 3-8%.

Page 22: Silvi Ade Novra - repository.uinjkt.ac.id

9

2.1.2 Kondisi Geologi Wilayah

Gambar 3. Peta Geologi Regional [9]

Gambar 2. Morfologi Daerah Penelitian

Page 23: Silvi Ade Novra - repository.uinjkt.ac.id

10

Morfologi daerah penelitian terdiri dari morfologi bergelombang ringan

sampai sedang di daerah perhutani yang arahnya memanjang. Dengan ketinggian

60 m hingga 85 m di atas permukaan laut dan kemiringan sampai 80°. Provinsi

Banten memiliki kondisi alam dengan struktur geologi yang kompleks dengan

wilayah pegunungan berada di bagian tengah dan selatan serta dataran rendah di

wilayah utara. Memiliki curah hujan dengan kisaran antara 2000-4000 mm/th.

Geologi regional daerah penelitian dapat dilihat pada peta geologi lembar

Jakarta dan Kepulauan Seribu, Jawa skala 1: 100.000 oleh [9]. Berdasarkan peta

geologi tersebut dan pengamatan di lokasi penelitian di jumpai litologi sebagai

berikut:

a. Batuan Gunung Api Muda (Qv) terdiri dari breksi, lahar, tuf breksi, dan tuf

batu apung.

b. Alluvium (Qa) terdiri dari lempung, lanau, pasir, kerikil, kerakal dan

bongkah.

c. Kipas Alluvium (Qav) terdiri dari tuf halus berlapis, tuf pasiran, berselingan

dengan tuf konglomeratan.

d. Formasi Serpong (Tpss) terdiri dari perselingan konglomerat, batu pasir,

batu lanau, dan batu lempung dengan sisa tanaman, konglomerat batu apung

dan tuf batu apung.

e. Formasi Genteng (Tpg) terdiri dari tuf batu apung, batu pasir tufan, breksi

andesit, konglomerat dan sisipan batu lempung tufan

f. Formasi Bojong Manik (Tmb) terdiri dari perselingan batu pasir dan batu

lempung dengan sisipan batu gamping

Page 24: Silvi Ade Novra - repository.uinjkt.ac.id

11

2.2 Metode Geofisika

Geofisika adalah ilmu yang mempelajari bumi dengan menggunakan prinsip-

prinsip fisika. Metode geofisika terbagi menjadi dua kategori, yaitu metode pasif

dan aktif. Metode pasif dilakukan dengan mengukur medan alami seperti radiasi

gelombang gempa bumi, medan gravitasi bumi, medan magnet bumi, medan listrik

dan elektromagnetik bumi yang dipancarkan oleh bumi. Metode aktif dilakukan

dengan membuat medan gangguan kemudian mengukur respon yang dilakukan

oleh bumi. Medan buatan dapat berupa ledakan dinamit, pemberian arus listrik ke

dalam tanah, pengiriman sinyal radar dan lain sebagainya.

Dalam kegiatan eksplorasi, metode geofisika terdiri dari beberapa metode yaitu

metode geolistrik, metode seismik, metode gravitasi, metode geomagnet, dan

ground penetrating radar (GPR). Setiap metode memiliki fungsi dan pencarian

parameter yang berbeda, seperti yang dtunjukkan pada tabel di bawah:

Tabel 1. Metode Survei Geofisika [10]

Metode Parameter Terukur Sifat Fisika Yang

Digunakan

Seismik Waktu tempuh gelombang

seismik

Densitas dan Modulus

Elastisitas

Gravitasi Perbedaan medan gravitasi Densitas

Magnetik Perbedaan nilai medan

magnetik

Suseptibilitas Magnetik

dan Remanen

Elektrik

Resistivitas Resistivitas Bumi Konduktivitas Elektrik

Induksi Polarisasi Polaritas Tegangan Kapasitansi Elektrik

Potensial Diri Potensial Elektrik Konduktivitas Elektrik

Radar Waktu tempuh dari sinyal

radar yang terefleksi

Konstanta Dielektrik

Elektromagnetik Respon dari radiasi

elektromagnetik

Konduktivitas Elektrik

dan Induksi

Page 25: Silvi Ade Novra - repository.uinjkt.ac.id

12

Metode geolistrik adalah salah satu metode geofisika yang memanfaatkan

aliran listrik yang bertegangan tinggi ke bawah permukaan bumi untuk

memperlihatkan struktur bawah permukaan. Metode ini bertujuan untuk

mengetahui karakteristik lapisan batuan bawah permukaan berdasarkan nilai

kelistrikan.

Metode seismik adalah salah satu metode geofisika yang memanfaatkan

penjalaran gelombang seismik di bawah permukaan bumi untuk dapat

memperlihatkan struktur bawah permukaan. Metode seismik secara umum

didasarkan pada perambatan gelombang seismik dari sumber getar (source) ke

dalam lapisan-lapisan bumi yang kemudian gelombang tersebut mengalami refleksi

ataupun refraksi akibat perbedaan elastisitas medium di bawah permukaan dan

selanjutnya gelombang tersebut akan diterima oleh geophone (receiver).

Metode geomagnet adalah salah satu metode geofisika yang didasarkan pada

perbedaan tingkat magnetisasi suatu batuan yang diinduksi oleh medan magnet

bumi. Tujuan dari survei magnetik adalah untuk menyelidiki geologi bawah

permukaan berdasarkan anomali di bidang magnet bumi yang dihasilkan dari sifat

magnetik batuan yang mendasari. Hal ini terjadi sebagai akibat adanya perbedaan

sifat kemagnetan suatu material. Kemampuan untuk termagnetisasi tergantung dari

suseptibilitas magnetik masing-masing batuan. Harga suseptibilitas ini sangat

penting di dalam pencarian benda anomali karena sifat yang khas untuk setiap jenis

mineral atau mineral logam. [11]

Page 26: Silvi Ade Novra - repository.uinjkt.ac.id

13

Metode gravitasi merupakan salah satu metode geofisika yang didasarkan

pada variasi dalam bidang gravitasi bumi yang timbul dari perbedaan kepadatan

antara batuan bawah permukaan. Metode ini memanfaatkan variasi densitas yang

terdistribusi dalam lapisan tanah. Setiap batuan atau material mempunyai besar

densitas yang berbeda-beda dan dapat mempengaruhi terhadap variasi medan

gravitasi bumi, sehingga terjadi anomali gravitasi.

Ground penetrating radar (GPR) adalah teknik pencitraan bawah permukaan

pada resolusi tinggi. Meskipun analog dalam beberapa hal mirip dengan metode

seismik, metode ini dimasukkan dalam elektromagnetik karena perambatan

gelombang radar melalui suatu medium dikendalikan oleh sifat-sifat kelistrikannya

pada frekuensi tinggi. GPR adalah teknik non-destruktif yang cocok diterapkan di

lingkungan perkotaan dan sensitif. GPR memiliki banyak aplikasi geologi, seperti

pencitraan tanah dangkal dan struktur batuan pada resolusi tinggi dan menemukan

saluran yang terkubur.

2.3 Metode Geolistrik

Metode geolistrik adalah suatu teknik investigasi dari permukaan tanah untuk

mengetahui lapisan-lapisan batuan atau material berdasarkan pada prinsip bahwa

lapisan batuan atau masing-masing material mempunyai nilai resistivitas atau

hambatan jenis yang berbeda-beda. Tujuan dari survei geolistrik adalah untuk

menentukan distribusi nilai resistivitas dari pengukuran yang dilakukan di

permukaan tanah [12]. Metode geolistrik merupakan metode geofisika aktif karena

memerlukan medan gangguan berupa arus listrik yang diinjeksikan ke dalam tanah

untuk mendapatkan respon bumi. Metode geolistrik dibedakan menjadi lima

Page 27: Silvi Ade Novra - repository.uinjkt.ac.id

14

metode yaitu metode potensial diri atau self-potential (SP), polarisasi induksi atau

induced polarization (IP), tahanan jenis, elektromagnetik, dan magnetotelurik.

Setiap metode mencari parameter fisik yang berbeda dan memiliki tujuan yang

berbeda. Metode geolistrik sangat berguna untuk eksplorasi geofisika dan survei

lingkungan kebencanaan karena dapat melihat kondisi bawah permukaan secara

lateral.

Prinsip kerja metode geolistrik dilakukan dengan cara menginjeksikan arus

listrik ke permukaan tanah melalui sepasang elektroda dan mengukur beda

potensial dengan sepasang elektroda yang lain. Bila arus listrik diinjeksikan ke

dalam suatu medium dan diukur beda potensialnya (tegangan), maka nilai hambatan

dari medium tersebut dapat diperkirakan.

2.4 Metode Resistivitas

Metode resistivitas adalah salah satu dari kelompok metode geolistrik yang

bertujuan untuk mempelajari sifat fisis batuan yang terdapat dibawah permukaan

berdasarkan distribusi nilai tahanan jenis. Dalam metode resistivitas, arus listrik

yang dihasilkan secara buatan dimasukkan ke dalam tanah dan perbedaan potensial

yang dihasilkan diukur di permukaan. Penyimpangan dari pola perbedaan potensial

yang diharapkan dari tanah homogen memberikan informasi tentang bentuk dan

sifat listrik dari ketidakhomogenan bawah permukaan. [10]

Metode resistivitas merupakan salah satu dari kelompok metode geolistrik

yang digunakan untuk mempelajari keadaan bawah permukaan dengan cara

mempelajari sifat aliran listrik di dalam batuan di bawah permukaan bumi. Metode

ini dilakukan dengan mengalirkan arus listrik searah ke dalam bumi melalui

Page 28: Silvi Ade Novra - repository.uinjkt.ac.id

15

elektroda arus, selanjutnya distribusi medan potensial diukur dengan elektroda

potensial. Variasi nilai tahanan jenis dihitung berdasarkan besar arus dan potensial

yang terukur. [12]

Arus listrik mengalir ke dalam bumi yang homogen isotropic melalui

elektroda arus, maka arus mengalir ke segala arah dalam bumi, seperti gambar

berikut:

Gambar 4. Aliran Arus dari Satu Permukaan Elektroda [10]

Karena arus yang mengalir adalah kontinu pada medium yang homogen

isotropik, maka arus yang melalui permukaan δA adalah J. δA dimana δA adalah

elemen permukaan dan J adalah rapat arus dalam ampere/meter2. Berdasarkan

hukum ohm hubungan antara rapat arus J dengan medan listrik E adalah:

𝐽 = 𝜎𝐸 (2.1)

Dimana E adalah medan listrik dengan satuan volt/meter, σ adalah

konduktivitas bahan dengan satuan meter/ohm, dan ρ adalah resistivity dengan

satuan ohm meter. Medan listrik E dapat dinyatakan sebagai gradien potensial:

𝐸 = −∇V (2.2)

Dengan V dalam satuan volt, maka persamaan 2.2 disubtitusikan dengan

persamaan 2.1 menjadi:

Page 29: Silvi Ade Novra - repository.uinjkt.ac.id

16

𝐽 = 𝜎𝐸 = −𝜎∇𝑉 (2.3)

Aliran arus listrik dalam suatu medium memenuhi hukum kontinuitas untuk

arus dan didasarkan pada prinsip hukum kekalan muatan yang dapat dituliskan

sebagai berikut:

∇. 𝐽 = −𝜕𝑞

𝜕𝑡

(2.4)

Dimana q adalah rapat muatan dengan satuan coulomb/m3. Jika arus

stasioner, maka:

∇. 𝐽 = 0 (2.5)

Jika persamaan 2.3 disubtitusikan ke dalam persamaan 2.5 maka diperoleh:

∇. (𝜎∇𝑉) = 0 (2.6)

Untuk medium yang homogen isotropik, potensial adalah konstan maka

persamaan memenuhi persamaan Laplace:

∇2𝑉 = 0 (2.7)

2.5 Konsep Resistivitas Semu

Metode resistivitas diasumsikan bahwa bumi memiliki sifat homogen

isotropis. Dengan asumsi ini, resistivitas yang terukur merupakan resistivitas

sebenarnya dan tidak bergantung pada elektroda. Pada kenyataannya, bumi ini

terdiri dari lapisan-lapisan dengan ρ yang berbeda-beda, sehingga potensial yang

terukur merupakan pengaruh dari lapisan-lapisan tersebut. Maka harga resistivitas

yang terukur bukan merupakan harga resistivitas untuk satu lapisan terutama pada

spasi elektroda yang lebar. Resistivtas semu dapat dirumuskan dengan persamaan:

Page 30: Silvi Ade Novra - repository.uinjkt.ac.id

17

𝜌𝑎 =𝐾 ∆𝑉

𝑙

(2.8)

Dimana ρa adalah resistivitas semu (ohm meter), K adalah faktor geometri, ΔV

adalah beda potensial (Volt), dan I adalah kuat arus (amper).

2.6 Sifat Kelistrikan Batuan

Sifat kelistrikan batuan merupakan karakteristrik batuan saat dialirkan arus

listrik ke dalamnya. Batuan di bawah permukaan dianggap sebagai media

penghantar listrik, sehingga mempunyai nilai tahanan jenis. Menurut [13] sifat

kelistrikan batuan dibedakan menjadi tiga macam, sebagai berikut:

a. Konduksi secara elektronik terjadi ketika batuan memiliki banyak elektron

bebas, sehingga arus listrik yang mengalir dalam batuan dialirkan oleh

elektron bebas

b. Konduksi secara elektrolitik terjadi jika batuan bersifat poros dan pori-pori

tersebut terisi fluida elektrolitik. Pada kondisi ini aliran listrik oleh ion

elektrolit.

c. Kondisi secara dielektrik terjadi jika batuan bersifat dielektrik artinya

batuan tersebut mempunyai elektron bebas sedikit bahkan tidak memiliki

elektron bebas. [14]

Berdasarkan nilai resistivitas listrik, batuan dan mineral dapat dibedakan

sebagai berikut:

1. Konduktor baik : 10-8<ρ<1 Ωm

2. Konduktor pertengahan : 1< ρ<107 Ωm

3. Isolator : ρ<107 Ωm

Page 31: Silvi Ade Novra - repository.uinjkt.ac.id

18

Tabel 2. Nilai Resistivitas Batuan [13]

Batuan Resistivitas (Ωm)

Pirit 0.01 - 100

Kwarsa 500 - 8 x 105

Kalsit 1012 – 1013

Garam Batu 30 – 1013

Granit 200 – 105

Andesit 1.7 x 102 – 45 x 104

Basal 200 – 105

Gamping 500 – 104

Batu Pasir 200 – 8 x 103

Serpih 20 – 2 x 103

Pasir 1 – 103

Lempung 1 – 100

Air Tanah 0.5 – 300

Air Asin 0.2

Magnetit 0.01 – 103

Kerikil Kering 600 – 104

Aluvium 10 – 800

Kerikil 100 – 600

Konglomerat 100 – 500

Tufa 20 – 200

2.7 Konfigurasi Geolistrik

Pada dasarnya, peletakaan posisi elektroda secara substansial sangat

memengaruhi hasil pengambilan data. Konfigurasi yang berbeda memiliki

sensitivitas yang berbeda untuk ketidak homogenan bawah permukaan dan juga

resistensi yang berbeda terhadap noise. Konfigurasi elektroda pasti mempengaruhi

pembacaan arus dan potensial. Untuk dapat membandingkan pengukuran dengan

konfigurasi elektroda yang berbeda, nilai yang diukur harus dikoreksi untuk efek

konfigurasi elektroda. Ini dilakukan dengan mengalikan bacaan dengan konfigurasi

konstanta, k:

Page 32: Silvi Ade Novra - repository.uinjkt.ac.id

19

𝜌 =𝑘∆𝑉

𝐼

(2.9)

Konstanta array hanya bergantung pada jarak antara masing-masing elektroda:

𝐾 =2𝜋

1𝑐𝑝

(2.10)

Berdasarkan letak elektroda, dapat dibedakan beberapa jenis konfigurasi yaitu

konfigurasi Wenner-Beta, Wenner-Gamma, Schlumberger, Dipole – Dipole, Pole

– Dipole, Pole – Pole, dan Wenner – Alpha.

Konfigurasi Wenner-Alpha merupakan konfigurasi dengan sistem aturan

spasi yang konstan pada setiap elektroda arus dan eletroda potensial. Peletakan

elektroda seperti C1 – P1 – P2 – C2 dengan C sebagai elektroda arus dan P sebagai

elektroda potensial. Kelebihan dari konfigurasi ini sangat cocok untuk medan yang

sulit atau terjal karena penggunaan yang cukup mudah. Konfigurasi ini memiliki

nilai faktor geometri sebesar:

𝑘 = 2𝜋𝑎 (2.11)

Gambar 5. Konfigurasi Wenner-Alpha

Page 33: Silvi Ade Novra - repository.uinjkt.ac.id

20

2.8 Pengertian Longsor

Tanah longsor atau gerakan tanah adalah gerakan perpindahan atau gerakan

lereng dari bagian atas atau perpindahan massa tanah maupun batu pada arah tegak,

mendatar atau miring dari kedudukan semula. [15]

Sedangkan menurut [16] tanah longsor adalah proses perpindahan massa

batuan (tanah) akibat gaya berat (gravitasi). Longsor terjadi karena adanya

gangguan kesetimbangan gaya yang bekerja pada lereng yakni gaya penahan dan

gaya peluncur. Gaya peluncur dipengaruhi oleh kandungan air, berat masa tanah itu

sendiri berat beban bangunan. Ketidakseimbangan gaya tersebut diakibatkan

adanya gaya dari luar lereng yang menyebabkan besarnya gaya peluncur pada suatu

lereng menjadi lebih besar daripada gaya penahannya, sehingga menyebabkan masa

tanah bergerak turun.

Pada gerakan longsor terdapat beberapa bagian-bagian longsoran yaitu sebagai

berikut:

Gambar 6. Bagian-Bagian Longsoran [17]

Page 34: Silvi Ade Novra - repository.uinjkt.ac.id

21

Tabel 3. Bagian-Bagian Longsoran [15]

Nama Definisi

Mahkota Longsoran Daerah yang tidak bergerak dan berdekatan dengan bagian

tertinggi dari tebing atau gawir utama longsoran

Tebing atau gawir utama

longsoran

Permukaan lereng yang curam pada tanah yang tidak

terganggu dan terletak pada bagian atas dari longsoran.

Puncak longsoran Titik tertinggi terletak di antara kontak material yang

bergerak atau pindah dengan tebing atau gawir utama

longsoran

Kepala longsoran Bagian atas dari longsoran sepanjang kontak antara material

yang bergerak atau pindah dan tebing atau gawir utama

longsoran

Tubuh utama Bagian longsoran yang terletak pada material yang bergerak

yang merupakan tampalan antara bidang gelincir, tebing

utama longsoran dan jari bidang gelincir

Kaki longsoran Bagian dari longsoran yang bergerak mulai dari jari bidang

gelincir dan bertampalan dengan permukaan tanah asli

Ujung longsoran Titik pada jari kaki longsoran yang letaknya paling jauh dari

puncak longsoran

Jari kaki longsoran Bagian paling bawah longsoran yang biasanya berbentuk

lengkung, berasal dari material longsoran yan bergerak dan

letaknya paling jauh dari tebing utama

Bidang gelincir Bidang kedap air yang menjadi landasan bergeraknya massa

tanah

Permukaan pemisah Bagian dari permukaan tanah asli yang bertampalan dengan

kaki longsoran

Material yang bergerak Material yang bergerak dari posisi asli yang digerakkan oleh

longsoran yang dibentuk oleh massa yang tertekan dan

akumulasi massa

Daerah yang tertekan Daerah dari longsoran yang terdapat di dalam material yang

bergerak dan terletak di bawah permukaan tanah asli

Zona akumulasi Daerah dari longsoran yang terdapat di dalam material yang

bergerak dan terletak di atas pemukaan tanah asli

Massa yang tertekan Volume dari material yang bergerak bertampalan dengan

bidang gelincir tetapi berada di bawah permukaan tanah asli

Akumulasi Volume dari material yang bergeak dan terletak di atas

permukaan tanah asli

Sayap Material yang tidak mengalami pergerakan yang berdekatan

dengan sisi samping bidang gelincir

Permukaan tanah yang

asli

Permukaan lereng sebelum terjadi longsoran

Page 35: Silvi Ade Novra - repository.uinjkt.ac.id

22

2.9 Klasifikasi Longsor

Menurut [15], longsor menunjukkan gerakan ke bawah dan ke luar dari

bahan-bahan pembentuk lereng yang terdiri dari batuan alam, tanah, isian artifisial,

atau kombinasi bahan-bahan tersebut. Massa yang bergerak dilanjutkan melalui tiga

jenis gerakan utama, yaitu jatuh, meluncur, dan mengalir atau kombinasi gerakan

tersebut. Tanah longsor dapat diklasifikasikan ke dalam dua tipe yakni berdasarkan

tipe pergerakan dan tipe material yang terlibat. Material dalam massa tanah longsor

adalah batu dan tanah. Jenis gerakan menjelaskan bagaimana massa tanah longsor

dipindahkan. Gerakan tanah longsor diklasifikasikan menjadi lima jenis, yaitu [15]:

a. Jatuhan (Falls)

Jatuhan merupakan tipe gerakan tanah longsor yang disebabkan pergerakan

massa material geologi berupa tanah atau batuan yang terlepas dari tebing atau

lereng yang curam akibat gravitasi. Pada tipe ini massa tanah atau batuan lepas

dari suatu lereng atau tebing curam dengan sedikit atau tanpa terjadi pegeseran

(tanpa terjadi longsoran) kemudian meluncur sebagian di udara seperti jatuh

bebas, loncat atau menggelending. [18]

Gambar 7. Jenis Gerakan Longsor Jatuhan [17]

Page 36: Silvi Ade Novra - repository.uinjkt.ac.id

23

b. Jungkiran (Topple)

Jungkiran merupakan tipe gerakan tanah memutar ke depan dari beberapa

blok tanah atau batuan terhadap titik pusat putaran di bawah massa batuan oleh

gaya gravitasi dan atau gaya dorong dari massa batuan di belakangnya atau gaya

yang ditimbulkan oleh tekanan air yang mengisi rekahan batuan. Tipe gerakan

tanah ini biasa terjadi pada tebing yang sangat curam sampai tegak dan tidak

mempunyai bidang longsoran. [18]

Gambar 8. Jenis Gerakan Longsor Robohan [17]

c. Gelinciran (Slides)

Gelinciran merupakan gerakan tanah menuruni lereng oleh material

penyusun lereng, melalui bidang gelincir pada lereng. Retakan berbentuk

lengkung tapal kuda pada bagian permukaan lereng merupakan tanda awal

gelinciran ini.

Gambar 9. Jenis Gerakan Longsor Gelincir [17]

Page 37: Silvi Ade Novra - repository.uinjkt.ac.id

24

d. Sebaran (Spreads)

Pancaran lateral (lateral spread) adalah material tanah atau batuan yang

bergerak dengan cara perpindahan translasi pada bagian dengan kemiringan

landai sampai datar. Pergerakan terjadi pada lereng yang tersusun atas tanah

lunak dan terbebani oleh massa tanah diatasnya. Pembebanan inilah yang

mengakibatkan lapisan tanah lunak tertekan dan mengembang ke arah lateral.

Gambar 10. Jenis Gerakan Longsor Pancaran Lateral [17]

e. Aliran (Flows)

Aliran (flows) yaitu aliran massa yang berupa aliran fluida kental. Aliran

pada bahan rombakan dapat dibedakan menjadi aliran bahan rombakan

(debris), aliran tanah (earth flow) apabila massa yang bergerak didominasi oleh

material tanah berukuran butir halus, dan aliran lumpur (mud flow) apabila

massa yang jenuh air.

Gambar 11. Jenis Gerakan Longsor Aliran [17]

Page 38: Silvi Ade Novra - repository.uinjkt.ac.id

25

f. Amblesan (Land-Subsidence)

Amblesan (land subsidence) adalah gerakan ke bawah di permukaan bumi dari

suatu datum, sehingga ketinggian muka tanah berkurang dari semula [19].

Amblesan, terjadi pada penambangan bawah tanah, penyedotan air tanah yang

berlebihan, proses pengikisan tanah dan pelarutan pada batugamping, serta pada

daerah yang dilakukan proses pemadatan tanah [2].

Gambar 12. Jenis Gerakan Longsor Amblasan [17]

2.10 Penyebab Longsor

Tanah longsor terjadi karena dua faktor utama yaitu faktor pengontrol dan

faktor pemicu. Faktor pengontrol adalah faktor-faktor yang memengaruhi kondisi

material itu sendiri seperti kondisi geologi, kemiringan lereng, litologi, sesar dan

kekar pada batuan. Faktor pemicu adalah faktor yang menyebabkan bergeraknya

material tersebut seperti curah hujan, gempabumi, erosi kaki lereng dan aktivitas

manusia [2]. Berikut beberapa faktor penyebab tanah longsor:

Page 39: Silvi Ade Novra - repository.uinjkt.ac.id

26

a. Curah Hujan Tinggi

Kejadian longsor sering terjadi saat sedang musim hujan, hal ini disebabkan

karena saat musim kemarau terjadi penguapan pada tanah sehingga muncul pori-

pori pada tanah. Pori-pori ini membuat retakan pada tanah di permukaan, sehingga

saat musim hujan air yang turun akan langsung memasuki retakan lalu membuat

tanah kembali mengembang. Saat awal musim hujan intensitas hujan yang turun

sangat tinggi menyebabkan kandungan air pada tanah menjadi jenuh dalam waktu

yang singkat. Hujan dengan intensitas tinggi dapat menyebabkan longsor karena air

akan masuk ke rekahan tanah lalu terakumulasi dibagian dasar sehingga

menimbulkan gerakan lateral. [20]

b. Kemiringan Lereng

Kemiringan lereng akan memperbesar gaya pendorong. Lereng yang terjal

terbentuk karena pengikisan air sungai, mata air, air laut, dan angin. Kebanyakan

sudut lereng yang menyebabkan longsor adalah 180º apabila ujung lerengnya terjal

dan bidang longsornya mendatar. [12]

c. Tata Guna Lahan

Vegetasi merupakan faktor yang penting dalam kekuatan lereng. Hilangnya

pepohonan di dataran tinggi akan mempengaruhi terhadap proses terjadinya

longsor. Akar tumbuhan berfungsi mengikat tanah sekaligus menjaga pori-pori

tanah dibawahnya, sehingga aliran air hujan ke dalam tanah berjalan lancar.

Tanah longsor banyak terjadi di daerah tata lahan perladangan dan adanya

genangan air di lereng yang terjal. Pada lahan perladangan disebabkan karena akar

pohon yang tidak dapat menembus bidang longsoran yang dalam. [21]

Page 40: Silvi Ade Novra - repository.uinjkt.ac.id

27

d. Aktivitas Manusia

Adanya bangunan disekitar lereng dan kendaraan yang melintas akan

memperbesar gaya pendorong terjadinya longsor terutama pada bagian sekitar

tikungan jalan pada daerah lembah. Akibatnya adalah terjadi penuruna tanah dan

retakan yang mengarah ke lembah. [12]

e. Gempa

Goncangan dari gempa membuat pelebaran retakan tanah sehingga air

mengalir ke dalam tanah dengan cepat. Selain itu, getaran kuat yang disebabkan

dari gempa menyebabkan material diatasnya menjadi goyang dan tidak stabil yang

menyebabkan material tersebut menjadi longsoran.

f. Jenis Batuan

Batuan endapan gunung api dan sedimen berukuran pasir dan campuran antara

kerikil, pasir dan lempung umumnya kurang kuat. Batuan tersebut akan mudah

menjadi tanah apabila mengalami proses pelapukan dan umumnya rentan terhadap

tanah longsor bila terdapat pada lereng yang terjal. [20]

Page 41: Silvi Ade Novra - repository.uinjkt.ac.id

28

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan pada bulan Maret 2019 sampai

dengan bulan Juni 2019 di lingkungan Gedung Geosystem Technology

(GEOSTECH) BPPT, kawasan PUSPIPTEK, Serpong. Secara administrasi daerah

penelitian berada di dalam wilayah Kelurahan Muncul, Kecamatan Setu, Kota

Tangerang Selatan, Provinsi Banten. Lokasi penelitian berjarak 16 km dari kota

Tangerang Selatan yang bisa ditempuh dengan kendaraan roda empat dan roda dua

dengan waktu tempuh 45 menit.

Gambar 13. Lokasi Penelitian

3.2 Instrumen Penelitian

Penelitian ini menggunakan data geolistrik resistivitas sebagai data primer

yang akan dianalisis. Data ini diperoleh dari Pusat Teknologi Reduksi Resiko

Bencana (PTRRB) Badan Pengkajian Dan Penerapan Teknologi (BPPT) pada

Page 42: Silvi Ade Novra - repository.uinjkt.ac.id

29

Tahun 2019. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah perangkat keras

dan perangkat lunak.

3.2.1 Perangkat Keras

Perangkat keras yang digunakan dalam penelitian ini yaitu :

a. Ares Resistivity Meter v.5.6

b. Garmin Global Positioning System (GPS) digunakan untuk menentukan

posisi elevasi dan koordinat lokasi pada setiap titik penelitian

c. Kompas yang digunakan untuk menunjukkan arah pengukuran dan

menentukan kelurusan lintasan

d. Aki digunakan sebagai sumber arus

e. Elektroda besi 48 batang untuk menginjeksikan arus ke bawah permukaan

f. Kabel multicore panjang 235 m untuk menghubungkan elektroda potensial

dengan elektroda arus

g. Palu yang digunakan untuk menancapkan elektroda ke dalam tanah

h. Meteran digunakan untuk mengukur jarak bentangan dan jarak antar

elektroda

i. Terpal yang digunakan untuk menutupi Ares Resistivity Meter agar tidak

terkena panas matahari

j. Buku pengamatan dan alat tulis

k. Laptop

l. Peta geologi lembar Jakarta dan Kepulauan Seribu [9]

Page 43: Silvi Ade Novra - repository.uinjkt.ac.id

30

Gambar 14. Komponen Alat Penelitian

3.2.2 Perangkat Lunak

Perangkat lunak Software Res2Dinv, RockWorks 16, Google Earth, Microsoft

Word, Microsoft Excel, dan Notepad.

a. Ares yang digunakan untuk mentransfer data penelitian dan mengubah

format .2dm menjadi .dat

b. Google Earth yang digunakan untuk menampilkan kondisi lokasi penelitian

c. Res2Dinv yang digunakan untuk menghitung inversi resistivitas dan

pemodelan penampang

d. Notepad yang digunakan untuk mengolah data yang akan dimasukkan pada

Res2Dinv

e. Microsoft Excel 2016 yang digunakan untuk mengolah nilai resistivitas

semu menjadi resistivitas sejati

f. Microsoft Word 2016 yang digunakan untuk membuat dan menyusun draft

skripsi

g. Rockwork 16 yang digunakan untuk membuat pemodelan 3D

Page 44: Silvi Ade Novra - repository.uinjkt.ac.id

31

3.3 Diagram Alir

Gambar 15. Diagram Alir Penelitian

3.4 Cara Kerja Pengambilan Data

1. Melakukan survei awal untuk mengukur panjang lintasan dan menentukan

spasi yang akan digunakan

2. Mengukur dan menentukan titik pengambilan data sesuai dengan spasi yang

digunakan

3. Menancapkan elektroda menggunakan palu geologi

4. Bentangkan kabel dan masukkan kabel ke dalam rongga elektroda

Page 45: Silvi Ade Novra - repository.uinjkt.ac.id

32

5. Mengukur koordinat menggunakan GPS tepat di atas elektroda

6. Menentukan arah lintasan menggunakan kompas

7. Mengoperasikan Ares resistivity meter v.5.6.

3.5 Prosedur Pengolahan Data

Pada pengolahan data geolistrik ini digunakan dua jenis pengolahan data.

Berikut tahapan-tahapan dalam pengolahan data:

3.5.1 Pengolahan Data Geolistrik 2D

Pada pengolahan ini software yang digunakan adalah Ares, Res2Dinv,

Notepad, dan Google Earth.

1. Software Ares digunakan untuk menyimpan raw data penelitian dalam

format 2DM. Software ini dapat melakukan export format 2DM menjadi

.dat untuk diolah melalui notepad dan Res2Dinv dengan cara

mendownload file terlebih dahulu.

2. Software Google Earth digunakan untuk membaca koordinat dalam

Global Positioning System (GPS).

3. File yang sudah didownload dalam bentuk format .dat dibuka dan diolah

menggunakan notepad. Pada pengolahan data menggunakan notepad,

masukkan data elevasi yang sudah didapat pada Global Positioning System

(GPS). Hal ini bertujuan untuk memasukkan data topografi dalam file yang

akan di inversi menggunakan Res2Dinv.

4. Untuk menyisipkan hasil inversi dalam bentuk topgrafi dapat dilakukan

pada software Res2Dinv dengan cara memilih menu Topography Options

lalu klik display topography. Setelah itu pilih menu Display Sections

Page 46: Silvi Ade Novra - repository.uinjkt.ac.id

33

kemudian klik include topography in model display maka muncul tampilan

seperti ini.

Gambar 16. Hasil Pengolahan Data Res2Dinv

3.5.2 Pengolahan Data Geolistrik 3D

Pada pengolahan ini software yang digunakan adalah Ms. Excel,

RockWorks16, dan Google Earth.

1. Memasukkan nilai koordinat titik awal dan titik akhir pada penampang ke

Ms. Excel sebagai nilai UTM Easting dan Northing.

2. Pada penampang Res2Dinv dapat dilihat nilai elevasi awal dan akhir, data

ini dimasukkan sebagai Lower Elevation dan Upper Elevation.

3. Hasil gambar penampang Res2Dinv setiap lintasan dimasukkan pada

RockWorks16, inversikan tabel tersebut pada tab Imagery lalu pilih

Vertical.

Page 47: Silvi Ade Novra - repository.uinjkt.ac.id

34

Gambar 17. Hasil Pemodelan 3D menggunakan RockWorks 16

Page 48: Silvi Ade Novra - repository.uinjkt.ac.id

35

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Analisa Geolistrik

Sebelum dilakukan pengambilan data geolistrik, terlebih dahulu dilakukan

survei awal untuk menentukan panjang lintasan sehingga dapat ditentukan spasi

elektroda yang akan digunakan. Berikut sebaran lintasan pengukuran geolistrik

yang telah dilakukan:

Setelah melakukan pengambilan data geolistrik menggunakan ARES

Resistivity meter, raw data yang didapatkan diolah melalui beberapa pengolahan

data. Data mentah atau raw data diolah terlebih dahulu menggunakan Microsoft

Excel yang selanjutnya dimasukkan ke dalam software notepad agar mendapat

format data (.dat). Selanjutnya format (.dat) dimasukkan ke dalam software

Res2Dinv. Hal tersebut dilakukan untuk mendapatkan model penampang dalam

Gambar 18. Sebaran Lintasan Pengambilan Data

Page 49: Silvi Ade Novra - repository.uinjkt.ac.id

36

bentuk 2D dan 3D yang selanjutnya dianalisis untuk menentukan potensi longsor

di Lingkungan Geostech Kawasan Puspiptek, Serpong.

4.1.1 Hasil Koordinat Wilayah

Pengambilan data geolistrik membutuhkan hasil koordinat titik pengkuran

untuk dilanjtutkan pada pengolahan data. Berikut hasil koordinat titik pengukuran

pada pengambilan data geolistrik:

Tabel 4. Koordinat Pengambilan Data

LINTASAN 1 LINTASAN 2

Name X Y ρa Elevation Name X Y ρa Elevation

T48 106.67186 -6.359068 43.56 82 S1 106.67263 -6.358469 59.72 83

T47 106.67187 -6.359072 41.49 82 S2 106.67261 -6.358484 52.92 82

T46 106.67189 -6.35906 37.8 82 S3 106.67259 -6.35851 45.61 82

T45 106.67191 -6.359084 54.92 82 S4 106.67255 -6.358525 35.65 80

T44 106.67192 -6.359093 49.21 83 S5 106.67255 -6.358543 32.61 80

T43 106.67195 -6.359088 46.39 85 S6 106.67252 -6.358562 33.62 81

T42 106.67196 -6.359102 45.21 86 S7 106.67249 -6.358582 35.9 80

T41 106.67197 -6.359103 42.44 84 S8 106.67247 -6.358589 41.44 81

T40 106.67199 -6.359098 43.62 84 S9 106.67245 -6.358608 58.87 81

T39 106.67201 -6.359122 64.58 86 S10 106.67243 -6.358627 86.2 81

T38 106.67204 -6.359131 55.96 84 S11 106.67241 -6.358649 78.68 81

T36 106.67206 -6.359149 55.17 81 S12 106.67239 -6.358674 71.23 80

T37 106.67206 -6.359149 53.18 81 S13 106.67237 -6.35869 65.25 80

T35 106.67208 -6.359156 52.31 84 S14 106.67236 -6.358707 60.35 81

T34 106.67208 -6.359173 47.82 85 S15 106.67236 -6.358728 54.88 81

T33 106.6721 -6.35917 44.88 85 S16 106.67234 -6.358758 49.64 80

T32 106.67213 -6.359175 47.26 87 S17 106.67233 -6.358789 37.49 80

T31 106.67215 -6.359196 51.88 87 S18 106.6723 -6.358807 30.67 81

T28 106.6722 -6.359207 80.95 86 S19 106.67229 -6.358823 28.12 82

T29 106.6722 -6.359207 72.92 86 S20 106.67227 -6.358842 28.77 81

T30 106.6722 -6.359207 68.38 86 S21 106.67226 -6.358872 28.6 81

T27 106.67219 -6.359216 66.78 86 S22 106.67224 -6.358895 77.11 81

T28 106.67219 -6.359216 60.04 86 S23 106.67223 -6.358917 69.76 82

T26 106.6722 -6.359239 58.63 86 S24 106.67221 -6.358942 61.78 82

T25 106.67221 -6.359247 53.99 84 S25 106.6722 -6.358963 55.34 83

T24 106.67223 -6.359249 52.56 88 S26 106.67218 -6.358986 52.94 83

Page 50: Silvi Ade Novra - repository.uinjkt.ac.id

37

4.1.2 Hasil Penampang Lintasan 1

Gambar dibawah merupakan hasil penampang lintasan satu dengan panjang

lintasan 94 m dan jarak antar elektrodanya sebesar 2 meter. Jumlah elektroda yang

digunakan sebanyak 48 buah dengan arah lintasan N 280° E. Tingkat elevasi pada

lintasan ini berkisar antara 84 – 85.75 m dengan titik koordinat 6°21’32” - 6°21’34”

pada bagian latitude dan 106°40’18” - 106°40’21” pada bagian longitude.

Konfigurasi yang digunakan adalah Wenner Alpha dan pengambilan data dilakukan

di Kawasan Geostech, Puspiptek pada kondisi cuaca yang cerah.

Terdapat 360 titik datum dan 15 layer pada lintasan ini. Nilai RMS Error yang

didapat sebesar 2.9% dengan lima kali iterasi. Lintasan ini memiliki total

kedalaman sebesar 15.8 m yang dapat terbagi menjadi empat lapisan. Nilai

resistivitas yang didapat berkisar antara 7.31 – 765.5 Ωm.

Gambar 19. Hasil Pengolahan Data Res2Dinv pada Penampang Lintasan 1

Page 51: Silvi Ade Novra - repository.uinjkt.ac.id

38

4.1.3 Hasil Penampang Lintasan 2

Gambar diatas merupakan hasil penampang lintasan dua dengan panjang

lintasan 144 m dan jarak antar elektrodanya sebesar 3 m. Jumlah elektroda yang

digunakan sama seperti lintasan satu yaitu sebanyak 48 buah dengan arah lintasan

N 215° E. Tingkat elevasi pada lintasan ini berkisar antara 82.3 – 86.2 m dengan

titik koordinat 6°21’30” - 6°21’34” pada bagian latitude dan 106°40’21” -

106°40’18” pada bagian longitude. Konfigurasi, lokasi, dan cuaca sama seperti

lintasan satu.

Terdapat 360 titik datum dan 15 layer pada lintasan ini. Nilai RMS Error yang

didapat sebesar 5.92% dengan lima kali iterasi. Lintasan ini memiliki total

kedalaman sebesar 24 m yang dapat terbagi menjadi empat lapisan. Nilai resistivitas

yang didapat berkisar antara 2.09 – 1822.3 Ωm.

Gambar 20. Hasil Pengolahan Data Res2Dinv pada Penampang Lintasan 2

Page 52: Silvi Ade Novra - repository.uinjkt.ac.id

39

4.2 Pembahasan

Untuk menganalisis hasil penampang yang didapat, digunakan dua data yang

dipakai sebagai bahan korelasi yaitu peta geologi regional lembar Jakarta dan

Kepulauan Seribu skala 1:100.000 [9] lihat Gambar 3 serta tabel resistivitas batuan

oleh [13] lihat Tabel 2. Hal ini dilakukan untuk menghilangkan nilai ambiguitas

pada hasil analisis laporan dengan cara menentukan jenis batuan berdasarkan nilai

resistivitas dan dikonfirmasi oleh peta geologi regional. Berikut data peta geologi

regional dan tabel resistivitas batuan yang digunakan:

Gambar 21. Data Korelasi Interpretasi Penampang

Page 53: Silvi Ade Novra - repository.uinjkt.ac.id

40

Dalam Peta Geologi Regional Jakarta dan Kepulauan Seribu oleh [9] dapat

dilihat bahwa lokasi penelitian yang berada di Kawasan Serpong memiliki dua

formasi yaitu Alluvium dan Kipas Alluvium. Pada Aluvium terdapat batuan

lempung, lanau, pasir, kerikil, kerakal dan bongkah. Untuk Kipas Aluvium terdapat

tuf halus berlapis dan tuf pasiran berselingan dengan tuf konglomeratan. Dalam

tabel nilai resistivitas batuan oleh [13] didapat kisaran nilai pada setiap batuan. Peta

ini digunakan untuk menentukan batuan yang terdapat pada Kawasan Serpong dan

tabel ini digunakan untuk menentukan batuan berdasarkan nilai resistivitas yang

didapat dari gambar penampang.

Berdasarkan dua data diatas maka dapat ditentukan batuan yang mengisi

lapisan pada gambar penampang seperti yang ditunjukkan pada tabel berikut:

Tabel 5. Hasil Korelasi Peta Geologi, Tabel Resistivitas, dan Hasil Penampang

Tipe Resistivitas Nilai Jenis Batuan

Rendah 2 – 25 Ωm Air Tanah

Lempung

Menengah 26 – 129 Ωm Pasir

Tufa

Tinggi 130 – 1800 Ωm Pasir Kasar

Kerikil

Konglomerat

Resistivitas tipe rendah ditemukan pada warna biru tua sampai biru muda,

resistivitas menengah berada pada warna hijau muda sampai kuning, dan resistivitas

tinggi ditemukan pada warna coklat sampai ungu.

Page 54: Silvi Ade Novra - repository.uinjkt.ac.id

41

4.2.1 Interpretasi Lintasan 1

Menurut gambar penampang yang sudah ditambahkan data topografi terlihat

ada 4 lapisan yang terbagi berdasarkan jenis batuannya. Pada lapisan pertama di

kedalaman 0 - 6 m dari permukaan tanah ditempat pengukuran didapat nilai

resistivitas sebesar 25 – 200 Ωm. Lapisan 1 diisi oleh tanah urugan dengan

ketebalan maksimal sebesar 6 m, pada bentangan 36 sampai 48 m dari arah timur

(0 meter) menunjukkan nilai resistivitas cukup kecil dikarenakan pada lintasan ini

dijumpai oleh saluran air sehingga membuat air terdistribusi disekitarnya dan

membuat tanah mengandung air. Pada bentangan 80 m resistivitas yang kecil

disebabkan karena lapisan dibawahnya merupakan lapisan yang padat sehingga air

sulit untuk terserap.

Pada lapisan kedua terdapat lapisan dengan ukuran pasir kasar, diduga adalah

material pasir dan kerikil yang ditandai dengan nilai resistivitas sebesar 130 – 500

Ωm dengan ketebalan maksimal yang sama dengan lapisan satu yaitu sebesar 6 m

di kedalaman 6 – 12 m. Pada lapisan ketiga terdapat lapisan pasiran yang lebih

halus ukurannya, ditandai dengan nilai resistivitas sebesar 45 – 140 Ωm dengan

ketebalan maksimal yaitu 2 m yang berada di kedalaman 12 – 14 m. Pada lapisan

ini diduga terdapat bapasir dengan ukuran yang lebih halus. Pada lapisan keempat

di kedalaman 14 m ke bawah terdapat lapisan dengan nilai resistivitas rendah yang

diduga merupakan air tanah.

Daerah yang dilingkari pada gambar menunjukkan daerah yang berpotensi

terjadi tanah longsor, hal ini dikarenakan perbedaan morfologi yaitu berupa

cekungan yang dapat membuat air terjebak. Selain itu salah satu sifat dari pasir ialah

Page 55: Silvi Ade Novra - repository.uinjkt.ac.id

42

memiliki porositas yang tinggi sehingga dapat dengan mudah mengalir saat musim hujan yang menyebabkan gerakan tanah

sangat berpotensi di daerah ini.

Gambar 22. Hasil Interpretasi pada Lapisan Penampang Lintasan 1

Tanah urugan yang basah

karena terdapat saluran air

Lapisan tanah

urugan

Lapisan 2 terdapat lapisan

dengan ukuran pasir kasar

Lapisan 3 terdapat

lapisan batuan dengan

ukuran pasir halus

Lapisan 4 terdapat lapisan dengan

nilai resistivitas yang rendah dan

mengandung air

Daerah berpotensi

longsor

Tenggara Barat

Laut

Page 56: Silvi Ade Novra - repository.uinjkt.ac.id

43

4.2.2 Interpretasi Lintasan 2

Gambar penampang yang sudah ditambahkan dengan data topografi dapat

dibagi menjadi 4 lapisan berdasarkan jenis batuan seperti yang sudah dijelaskan

dalam gambar. Pada lapisan pertama di kedalaman antara 0 – 12.5 m didapat nilai

resistivitas sebesar 2,55 – 150 Ωm. Lapisan 1 diisi oleh tanah urugan dengan

ketebalan maksimal sebesar 12.5 m, pada bentangan 54 sampai 90 m dari arah utara

menunjukkan nilai resistivitas yang cukup kecil dikarenakan pada bagian ini dialiri

oleh saluran air yang berhubungan dengan saluran yang berada di lintasan 1

sehingga membuat tanah mengandung air. Pada lapisan kedua terdapat lapisan pasir

dengan ukuran kasar, yang ditandai dengan nilai resistivitas sebesar 300 – 1200 Ωm

dengan ketebalan maksimal sebesar 15 m di kedalaman 7.5 – 22.5 m. Pada lapisan

kedua diduga diisi oleh batu pasir dikarenakan nilai resistivitas yang cukup tinggi.

Pada lapisan ketiga terdapat lapisan pasiran yang lebih halus ukurannya,

ditandai dengan nilai resistivitas sebesar 27 – 115 Ωm dengan ketebalan 12.5 m

yang berada di kedalaman 12.5 – 25 m. Pada lapisan ini diduga terdapat pasir

dengan ukuran kasar. Pada lapisan keempat di kedalaman 25 m dan seterusnya

terdapat lapisan dengan nilai resistivitas rendah yang diduga merupakan air tanah

dengan ketebalan 3 m.

Daerah yang dilingkari pada gambar menunjukkan daerah yang berpotensi

terjadi tanah longsor, hal ini dikarenakan perbedaan morfologi yaitu berupa lereng

yang cukup tinggi dan merupakan tempat akhir dari saluran air yang membuat air

terjebak. Selain itu daerah ini pernah terjadi longsor sebelumnya pada tahun 2017

yang membuat keadaan lapisan tanah bercampur menjadi tanah urugan yang

Page 57: Silvi Ade Novra - repository.uinjkt.ac.id

44

membuat tanah ini labil. Di samping daerah yang berpotensi terdapat batupasir yang salah satu sifatnya adalah memiliki porositas yang

tinggi sehingga dapat dengan mudah mengalir saat musim hujan.

Gambar 23. Hasil Analisa Lintasan 2.

Timur

Laut Barat

Daya

Page 58: Silvi Ade Novra - repository.uinjkt.ac.id

45

4.2.3 Interpretasi dan Hasil Pemodelan 3D

Berdasarkan gambar lapisan penampang 2D yang telah dibuat menggunakan

Res2Dinv, selanjutnya gambar penampang 2D tersebut diolah menggunakan

RockWork. Pada RockWork digunakan tool utilities lalu imagery untuk

menampilkan pemodelan vertical 3D. Terdapat beberapa point yang harus diisikan

dalam datasheet yaitu koordinat latitude, koordinat longitude, dan selisih elevasi.

Semua point yang dimasukkan dalam datasheet didapat dari data GPS saat

pengambilan data geolistrik. Penentuan nilai koordinat sangat menentukan

pemodelan yang akan dibuat karena rockwork bekerja menggunakan titik

koordinat yang sudah diinput.

Gambar 24. Hasil Pemodelan 3D menggunakan Rock Works 16

Gambar 25. Hasil Plot Pemodelan 3D dalam Google Earth

Page 59: Silvi Ade Novra - repository.uinjkt.ac.id

46

Hasil dari pemodelan 3D ini adalah untuk menggambarkan crossing yang

dilakukan saat pengambilan data sehingga terlihat hasil overlay pada rockwork.

4.2.4 Identifikasi Potensi Tanah Longsor

Pada lintasan 1 daerah yang berpotensi longsor disebabkan karena bentuk

morfologi yang menurun dan bergelombang yang ditunjukkan seperti gambar di

bawah:

Garis putus-putus diatas menunjukkan blok tanah yang akan turun saat tejadi

longsor. Bagian yang mencekung akan membuat air hujan terjebak sehingga tanah

menjadi basah hingga labil yang membuat lapisan diatasnya dapat tergeser dengan

mudah. Di samping lintasan ini terdapat jalanan yang sering dilalui oleh kendaraan

pribadi dan bus jemputan yang membuat getaran secara kontinu di lintasan ini. Saat

tanah mendapatkan beban yang berlebih dari getaran kendaraan, material yang lebih

keras dan material yang tidak terkompaksi akan terlepas dari bagian puncak

dikarenakan lapisan dibawahnya yang tidak kuat atau lebih halus.

Gambar 26. Potensi Longsor pada Lintasan 1

Page 60: Silvi Ade Novra - repository.uinjkt.ac.id

47

Pada hasil interpretasi lapisan terdapat material pasir halus dan kerikil, pasir

halus memiliki sifat porositas yang tinggi sehingga saat terjadi longsoran lapisan

ini akan menjadi bagian dari bidang gelincir dan kerikil akan menjadi material yang

menjadi longsoran. Porositas yang tinggi merpakan salah satu faktor penyebab

terjadinya longsor, karena porositas yang tinggi mengartikan suatu batuan

menyerap banyak air.

Pada lintasan 2 yang berpotensi longsor disebabkan karena bentuk morfologi

yang bergelombang dan lereng terjal seperti gambar di bawah:

Gambar 28. Sketsa Longsoran di Lintasan 2 yang Terjadi pada Tahun 2017

Kedalaman lereng 35 meter

Gambar 27. Potensi Longsor pada Lintasan 2

Page 61: Silvi Ade Novra - repository.uinjkt.ac.id

48

Lintasan ini sebelumnya pernah terjadi longsor pada tahun 2017 dengan arah

longsoran ke arah timur laut. Disekitar lintasan ini terdapat jalanan yang biasa

dilewati kendaraan sehingga membuat tanah bergetar. Penyebab utama terjadi

longsor saat itu dikarenakan adanya sedang adanya pembangunan gedung tambahan

dalam Kawasan Geostech yang membuat jalanan dilewati oleh kendaraan besar

yang membawa material-material dengan jumlah yang banyak dan berat. Hal ini

membuat jalanan mendapatkan beban yang besar secara terus menerus sehingga

getaran yang dialirkan ke tanah pun semakin sering. Getaran yang terus menerus

itu membuat tanah – tanah bergerak sehingga terjadi longsor pada lintasan ini.

Akibat dari longsor tahun 2017 lalu adalah meninggalkan material urugan

yang bersifat labil dan tidak terkompaksi. Batuan yang tidak terkompaksi memiliki

porositas yang cukup besar sehingga membuat lapisan tersebut labil dan mudah

bergerak saat terkena getaran yang besar. Disekitar lintasan 2 terdapat lereng tajam

dengan kedalaman sekitar 35 meter, lereng ini menjadi daerah utama berpotensi

longsor. Arah terusan dari lereng tersebut adalah saluran air dan sawah yang

membuat lapisan dibawah lereng ini menjadi basah karena terdistribusi air dari

saluran. Pada kedalaman 0 – 3 m dari permukaan tanah terdapat batuan yang

memiliki ukuran kasar, diduga batuan ini akan menjadi material yang menjadi

longsoran dengan arah longsoran menuju ke sawah.

Berdasarkan gambar dari pemodelan 3D dapat terlihat lintasan 1 merupakan

longsor lanjutan dari lintasan 2. Pemodelan 3D dimaksudkan untuk merefleksikan

bentuk lintasan dan mengetahui kelanjutan dari lapisan selanjutnya yang dibantu

dan dikonfirmasi oleh peta geologi regional Jakarta dan Kepulauan Seribu.

Page 62: Silvi Ade Novra - repository.uinjkt.ac.id

49

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab

sebelumnya, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Telah dilakukan akuisisi data geolistrik menggunakan Ares v 5.6 pada

tanggal 16 April 2019 di Kawasan Geostech, Puspiptek, Serpong

2. Telah dilakukan pengolahan data menggunakan Res2Dinv yang

menghasilkan penampang 2D dan RockWorks16 yang menghasilkan

pemodelan 3D.

3. Pada lintasan 1 terdapat 4 lapisan yaitu lapisan tanah urugan dengan nilai

resistivitas 25 – 200 Ωm, lapisan dengan nilai resistivitas 130 – 500 Ωm

yang diduga pasir dan kerikil, lapisan dengan nilai resistivitas 45 – 140

Ωm diduga pasiran halus, dan lapisan dengan nilai resistivitas 8 – 30 yang

diduga air tanah.

Pada lintasan 2 terdiri dari 4 lapisan yaitu lapisan dengan nilai resistivitas

2.55 – 150 Ωm yang diisi oleh material urugan, lapisan dengan nilai

resistivitas 300 – 1200 Ωm yang diduga adalah material batu pasir, lapisan

dengan nilai resistivitas 27 – 115 Ωm diduga diisi oleh pasiran kasar, dan

lapisan dengan nilai resistivitas 2 – 15 Ωm yang diduga adalah air tanah.

Page 63: Silvi Ade Novra - repository.uinjkt.ac.id

50

4. Terdapat potensi longsor pada kedua lintasan, pada lintasan 1 terdapat

pada bentangan 12 – 20 m dari arah barat laut dengan tipe longsoran

amblasan (land subsidence) dan pada lintasan 2 terdapat pada bentangan 3

– 33 m dari arah timur laut dengan tipe longsoran rombakan (debris flows).

5.2 Saran

Terdapat beberapa saran dari penulis untuk penelitian selanjutnya antara lain:

1. Diperlukan data log bor untuk mengetahui bentuk litologi secara pasti

2. Untuk penanggulangan longsor pada daerah penelitian disarankan membuat

bronjong, pondasi beton, vegetasi, dan suntik semen.

Page 64: Silvi Ade Novra - repository.uinjkt.ac.id

51

DAFTAR PUSTAKA

[1] M. Bin Musa, Tafsir Al-Qur’an Hidayatul Insan, Jilid 3. Tafsir Al Qur’an

Al Karim.

[2] H. Naryanto, “Kajian Kondisi Bawah Permukaan Kawasan Rawan Longsor

Dengan Geolistrik Untuk Penentuan Lokasi Penempatan Instrumentasi

Sistem Peringatan Dini Longsor di Kecamatan Talegong, Kabupaten

Garut,” J. Ris. Kebencanaan Indones., vol. 2, no. 2, 2016.

[3] Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), “Data Informasi

Bencana Indonesia,” BNPB, 2017. [Online]. Available:

http://dibi.bnpb.go.id/. [Accessed: 06-Jul-2019].

[4] A. J. Karunianto, D. Haryanto, H. Syaeful, and D. Kamajati, “Interpretasi

Bawah Permukaan Berdasarkan Distribusi Nilai Tahanan Jenis di Daerah

Puspiptek, Serpong,” Eksplorium, vol. 39, no. 2, p. 113, 2019.

[5] “Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi - Badan Geologi,”

Badan Geologi Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, 2016.

[Online]. Available: http://www.vsi.esdm.go.id/index.php/gerakan-

tanah/peringatan-dini-gerakan-tanah/2535-juni-2019. [Accessed: 23-Jun-

2019].

[6] H. Naryanto, “Analisis Konfigurasi Bawah Permukaan Daerah Potensi

Tanah Longsor (Gerakan Tanah) Dengan Metode Pengukuran Geolistrik Di

Kabupaten Karanganyar, Provinsi Jawa Tengah,” J. Ris. Kebencanaan

Indones., vol. 1, no. 1, p. 41, 2015.

[7] M. Sutasoma, A. Susilo, and E. A. Suryo, “Penyelidikan Zona Longsor

Dengan Metode Resistivitas dan Analisis Stabilitas Lereng Untuk Mitigasi

Bencana Tanah Longsor,” Indones. J. Appl. Phys., vol. 7, no. 1, p. 35,

2017.

Page 65: Silvi Ade Novra - repository.uinjkt.ac.id

52

[8] “Administrasi Kota Tangerang Selatan | Peta Tematik Indonesia,” 2015.

[Online]. Available:

https://petatematikindo.wordpress.com/2015/12/24/administrasi-kota-

tangerang-selatan/. [Accessed: 10-Jul-2019].

[9] T. Turkandi, “Peta Geologi Lembar Jakarta dan Kepulauan Seribu,” 1992.

[10] P. Kearey, An Introduction to Geophysical Exploration, Third. Berlin:

Blackwell Science, 2002.

[11] Ismail, Metode Geomagnetik. Surakarta: Universitas Sebelas Maret, 2010.

[12] M. Romosi, “Pendugaan Bidang Gelincir Menggunakan Metode Geolistrik

Tahanan Jenis, MASW, dan Data Mekanika Tanah di Desa Cimuncang,

Kec. Malausma Kab. Majalengka,” Universitas Lampung, Lampung, 2016.

[13] W. . Telford, Applied Geophysics, 2nd ed., vol. 3. New York: University of

Cambridge, 1990.

[14] Paulus, “Pemodelan 3D Cavity Daerah ‘ X ’ Dengan Menggunakan Metode

Resistivity Konfigurasi Dipole-Dipole,” Universitas Indonesia, Depok,

2012.

[15] J. Novotný, “Varnes Landslide Classification,” no. November, 2013.

[16] H. S. Naryanto, “Analisis Kejadian Bencana Tanah Longsor Banjarnegara ,

Provinsi Jawa Tengah,” Alami, vol. 1, no. 1, pp. 1–10, 2017.

[17] P. Highland, lynn M. Bobrowsky, The Landslide Handbook — A Guide to

Understanding Landslides. Virginia: United States Geological Survey,

2008.

[18] A. Wibowo, “Identifikasi Wilayah Rentan Longsor di Kecamatan

Cicalengka, Kabupaten Bandung,” Universitas Indonesia, Depok, 2009.

[19] L. N. Bintari, “Pemetaan Multi Rawan Bencana Jalur Kereta Api Lintas

Cirebon-Semarang Berbasis Sistem Informasi Geografis (SIG),”

Muhammadiyah Yogyakarta, 2018.

Page 66: Silvi Ade Novra - repository.uinjkt.ac.id

53

[20] B. A. Prakoso, Analisis Tingkat Risiko Tanah Longsor Berdasarkan Nilai

Peak Ground Acceleration (PGA) di Desa Purwosari Kecamatan

Girimulyo Kabupaten Kulon Progo. Yogyakarta: UNIVERSITAS NEGERI

YOGYAKARTA, 2018.

[21] H. S. Naryanto, Analisis dan Evaluasi Kejadian Bencana Tanah Longsor di

Cililin, Kabupaten Bandung Barat, Provinsi Jawa Barat Tanggal 25 Maret

2013, Sains dan Teknol. Mitigasi Bencana, vol. 8, p. 39, 2013.