sindroma nefrotik
DESCRIPTION
sindroma nefrotikTRANSCRIPT
RESPONSI KASUS ANAKSindrom Nefrotik
Oleh:Dimas Wicaksono
H1A011019
Pembimbing:
dr. Sukardi, SpA
DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK DI SMF
ANAK RSUP NTB FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
MATARAM
2015
LAPORAN KASUS
0
A. IDENTITAS
Identitas Pasien:
Nama Lengkap : Sdri. H
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat tanggal lahir : Selong, 24 Agustus 2001
Umur : 14 tahun
Agama : Islam
Alamat : Pringga Jurang
MRS : 1 Oktober 2015
Tanggal pemeriksaan : 2 Oktober 2015
Diagnosis MRS : Sindrom Nefrotik resisten Steroid dengan Hipoalbumin
Identitas Keluarga
Ibu Ayah
Nama Ny. H Tn. M
Umur 35 tahun 45 tahun
Pendidikan SMP SMA
Pekerjaan IRT Petani
B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama:
Bengkak
2. Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien rujukan dari RSUD Selong dengan diagnosis Sindroma Nefrotik resisten steroid
dengan hipoalbumin. Bengkak terjadi diseluruh tubuh sudah dimulai sejak 3 bulan yang
lalu. Mulanya bengkak dirasakan berawal dari mata kanan kemudian mata kiri mulai
bengkak, selanjutnya bagian leher, perut dan yang terakhir adalah bagian kaki. Saat
bengkak pasien merasakan tubuhnya lemas seperti tidak memiliki tenaga. Pasien juga
mengeluhkan saat awal-awal pasien mulai bengkak pasien pernah merasa terlalu capek
hingga pasien menjadi tidak sadar dan bengkaknya bertambah berat. Pasien memiliki
riwayat mengkonsumsi makanan berminyak, pedas dan berlemak. Pasien juga
1
mengeluhkan badannya demam, namun batuk, nyeri pinggang dan sesak napas disangkal.
BAB normal dengan konsistensi padat-lunak, cair disangkal, berwarna kecoklatan tanpa
disertai dengan darah, lendir maupun bau amis dan bau busuk. Pasien dapat BAK hanya
saja tiap kali BAK berjumlah ±10cc.
3. Riwayat Penyakit Dahulu:
Pasien telah didiagnosis Sindroma Nefrotik sejak setahun yang lalu, pasien mengaku
apabila pasien sedang memiliki masalah ataupun sedang berfikir hal-hal yang berat maka
bengkaknya akan muncul, bila pasien kelelahan maka bengkaknya semakin berat dan
biasanya bengkaknya akan membaik apabila pasien beristirahat. Pasien mengaku sering
mengalami nyeri pinggang kiri. Demam, batuk, pilek, kejang dan keluhan lainnya
disangkal.
4. Riwayat Penyakit Keluarga:
Tidak ada riwayat keluhan yang serupa di keluarga pasien.
5. Riwayat Pengobatan:
Untuk kondisi saat ini pasien sempat dirawat di RSUD Selong lalu kemudian dirujuk ke
RSUP Provinsi NTB. Selama di RSUD Selong pasien sempat diberikan obat prednison,
furosemide, simvastatin, aspar K, orbumin serta tranfusi albumin 2 kantong namun
kondisi pasien tidak kunjung membaik.
6. Riwayat Kehamilan dan Persalinan
a) Riwayat Kehamilan
Selama hamil ibu rutin ANC ke posyandu namun ibu lupa untuk frekuensinya, tidak
pernah di USG serta ibu tidak pernah sakit berat saat hamil, tidak pernah meminum obat
dan hanya berani meminum vitamin yang diberikan apabila melakukan ANC. Riwayat
hipertensi, kencing manis dan demam selama kehamilan disangkal.
b) Persalinan
Pasien merupakan anak ke-2. Lahir dengan usia kehamilan cukup bulan. Pasien lahir di
rumah ditolong oleh dukun dengan berat badan 3.000 gram. Menurut keterangan ibu saat
lahir pasien langsung mengangis, wajah biru dan kulit kuning disangkal, tidak mengalami
trauma, tidak terdapat memar pada bagian kepala, ataupun kelainan bentuk kepala
2
(benjolan), dan tidak memerlukan alat untuk membantu kelahiran. Ibu pasien tidak
memperhatikan air ketuban. Riwayat ibu demam tinggi selama persalinan (-).
7. Riwayat Nutrisi:
Pasien meminum ASI sampai usia 2 bulan dan mulai memakan MP-ASI sampai usia 2
tahun. Menurut pengakuan pasien, sebelum didiagnosis Sindroma Nefrotik pasien sering
mengkonsumsi soda, minuman ringan dan snack, selain itu pasien juga suka memakan
makanan yang berminyak, pedas dan berlemak.
8. Riwayat Imunisasi:
Menurut pengakuan keluarga imunisasi pasien lengkap sesuai usia.
9. Riwayat Sosioekonomi:
Sosioekonomi menengah, penghasilan perbulan sekitar Rp.3.000.000-Rp.5.000.000 per
bulan. Penghasilan diakui cukup untuk kebutuhan sandang dan pangan. Pasien tinggal di
daerah perkampungan bersama dengan kedua orang tua, satu kakak kandung dan dua adik
kandung. Rumah beratap genteng, ventilasi ruangan baik. Kamar mandi ada, sumber air
dari PDAM.
C. PEMERIKSAAN FISIK
Status Present
KU : Sedang
Kesadaran : Compos Mentis
TD : 120/80 mmHg
HR : 72 x/mnt
RR : 20 x/mnt
Suhu : 36,7 ºC
Status Gizi
BB : 52 kg
TB : 153 cm
LK : Tidak dievaluasi
3
Status Lokalis
Kepala-Leher:
Bentuk : Simetris, UUB tertutup, wajah kekuningan (-), pucat (-),
cephalhematoma (-), edema (+)
Mata : Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-), mata cowong (-),
konjungtivitis (-/-), edema palpebra (+/+)
Mulut : Bibir sianosis (-), mukosa bibir basah, atrofi papil lidah (-)
Telinga : Bentuk dan ukuran normal, otorhea (-), bentuk dan kekerasan sudah
baik, rekoil langsung (+)
Hidung : Rinorhea (-), hiperemis (-)
Tenggorokan : Faring hipemis (-)
Leher : Pembesaran KGB (-), pembesaran kelenjar tiroid (-)
Thorax:
Inspeksi: Retraksi dinding dada (-), bentuk dan ukuran normal, kulit kekuningan (-)
Palpasi : Pergerakan dinding dada simetris, Trhill (-), areola agak menonjol, bantalan 3-4
mm.
Perkusi: Sonor
Auskultasi:
- Pulmo : Bronkovesikuler +/+, Rhonki -/-, Wheezing -/-
- Cor : S1S2, Tunggal, Reguler, Murmur (-), Gallop (-)
Abdomen:
Inspeksi : Distensi (+)
Auskultasi : Bising usus tidak dapat dievaluasi
Perkusi : Redup pada seluruh lapang abdomen
Palpasi : Hepar, lien dan ren tidak dapat dievaluasi, nyeri tekan (-), Shifting dullness
(+), undulasi (+)
Ekstremitas:
Tungkai Atas Tungkai Bawah
Kanan Kiri Kanan Kiri
Akral hangat + + + +
Edema + + + +
Pucat - - - -
4
Hematom - - - -
Ikterus - -
Permukaan plantar - Garis kaki di seluruh
telapak
CRT >3 detik
Kulit: Ikterik (-), pucat (-), pustula (-), ruam (-), kulit tampak kering (-), lanugo (+) halus
minimal pada daerah punggung bagian atas, vena tidak terlihat.
Urogenitalia: Tidak dievaluasi
Anal perianal: Tidak dievaluasi
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1) Darah Lengkap (1 Oktober 2015)
Parameter Hasil Normal
HGB 10.2 13,4 – 19,6 [g/dL]
RBC 3.64 4,0 – 5,0 [10^6/µL]
WBC 5.79 6 – 21 [10^3/ µL]
HCT 29.1 41-65 [%]
MCV 79.9 88-110 [fL]
MCH 28.0 27,0-31,0 [pg]
MCHC 35.1 32,0-37,0 [g/dL]
PLT 487 150-450 [10^3/ µL]
2) Kimia Klinik
Parameter Hasil Normal
GDS 85 < 160
Kreatinin 0.9 0.9-1.3
Ureum 28 10-15
As. Urat 3.0 3.5-7.2
SGOT 14 < 40
SGPT 7 < 41
Albumin 1.6 3.5-5.0
Kolesterol 516 < 200
Trigliserida 367 < 200
HDL 28 > 45
LDL 415 < 130
5
3) Elektrolit
Parameter Hasil Normal
Na 133 135-146
K 4.4 3.4-5.4
Cl 111 95-108
E. RESUME
Pasien rujukan RSUD Selong dengan diagnosis Sindroma Nefrotik resisten Steroid
dan Hipoalbumin. Pasien mengalami bengkak di seluruh tubuh. Bengkak sudah dirasakan
sejak 3 bulan yang lalu berawal dari daerah mata kanan yang kemudain menyebar hingga
keseluruh tubuh. Pasien memiliki riwayat didiagnostik Sindroma Nefrotik sejak 1 tahu
yang lalu. Sebelum dirujuk ke RSUP NTB terkait keluhan yang sekarang pasien sempat
dirawat di RSUD Selong dan diberikan terapi furosimid, prednison, simvastatin, aspar K,
orbumin dan transfusi albumin 2 kantong namun kondisi pasien tidak kunjung membaik.
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 72
x/menit, RR 20 x/menit, suhu aksila 36.7 0C, BB 52 kg, TB 153 cm. Pada pemeriksaan
status lokalis didapatkan edema daerah wajah (+), konjungtiva anemis (+/+), edema
palpebra (+), Abdomen distensi (+), bising usus tidak dapat dievaluasi, redup diseluruh
regio abdomen, Shifting dullness (+), tes undulasi (+), edema diseluruh ekstremitas, CRT
>3 detik. Pada pemeriksaan penunjang didapatkan HB 10.2, HCT 29.1, MCV 79.9, MCH
28, MCHC 35.1, WBC 5.79, PLT 487, GDS 85 mg/dL Kreatinin 0.9 mg/dL, Ureum 28
mg/dL, As. urat 3 mg/dL, SGOT 14 mg/dL, SGPT 7 mg/dL, Albumin 1,6 mg/dL,
Kolesterol 516 mg/dL,Trigliserida 367 mg/dL, HDL 28 mg/dL, LDL 415 mg/dL, Na 133
mmo/l, Ka 4.4 mmo/l, Cl 111 mmo/l.
F. DIAGNOSIS BANDING
G. DIAGNOSIS
Sindrom Nefrotik dengan Hipoalbumin
6
H. PLANNING
Terapeutik
IVFD D5% 10 tpm
Cefotaxim 2x1 g
Vit albumin 3x2 tab
Furosemide 1x1 amp
Simvastatin 1x10 mg
Transfusi albumin 2 flash
Prednison oral 8-8-0
Cek UL/2 hari
7
FOLLOW UP PASIENTanggal Subjective Objective Assessment Planning
1/10/15-
5/10/15
Bengkak (+) HR : 72 x/mnt
RR : 20 x/mnt
Suhu: 36,7 ºC
BB: 52 kg
K/L: An +/+, Ikt -/-, Sianosis (-),
Edema palpebra +/+
Thoraks: Retraksi (-), Pulmo BV (+/+),
Rh (-/-), Wh (-/-), Cor dbn
Abdomen: Distensi (+), BU sde,
Shifting Dullness (+), Tes undulasi (+)
Ekstremitas: Edema di seluruh
ekstremitas, CRT >3 detik
Urine tampung 200cc-1200cc/hari
Proteinuria +3
Albumin 1,7
Sindrom
Nefrotik
IVFD D5%
10 tpm
Cefotaxim
2x1 g
Vit
albumin
3x2 tab
Furosemide
1x1 amp
Simvastatin
1x10 mg
Transfusi
albumin 2
flash
Prednison
oral 8-8-0
Cek UL/2
hari
6/10/15-
8/10/15
Bengkak sudah jauh
berkurang, berat badan
berkurang
HR: 100 x/menit
RR: 22 x/menit
t: 370C
K/L: An -/-, Ikt -/-, Sianosis (-), Edema
palpebra +/+
Thoraks: Retraksi (-), Pulmo BV (+/+),
Rh (-/-), Wh (-/-), Cor dbn
Abdomen: Distensi (+), BU (+),
Shifting Dullness (+), Tes undulasi (+)
Ekstremitas: Edema di seluruh
ekstremitas, CRT >3 detik
Urine tampung 300cc-1000cc/hari
Proteinuria +3
Albumin 1,6
Sindrom
Nefrotik
Terapi
lanjut
Terapi
tambahan
catopril
2x12,5 mg
Cek UL/2
hari
9/10/15-
12/10/15
Bengkak berkurang, berat
badan berkurang
HR: 98 x/menit
RR: 24 x/menit
Sindrom
Nefrotik
Terapi
lanjut
Prednison
8
t: 370C
BB: 51 kg
K/L: An -/-, Ikt -/-, Sianosis (-), Edema
palpebra +/+
Thoraks: Retraksi (-), Pulmo BV (+/+),
Rh (-/-), Wh (-/-), Cor dbn
Abdomen: Distensi (+), BU (+),
Shifting Dullness (+), Tes undulasi (+)
Ekstremitas: Edema di seluruh
ekstremitas, CRT >3 detik
Proteinuria +3 hingga +4
stop ganti
Methyl
prednisolon
3x125 mg
Terapi
tambahan
Ranitidin
2x1 mg
Cek UL/2
hari
13/10/15-
14/10/15
Bengkak berkurang, berat
badan menurun
HR: 92 x/menit
RR: 20 x/menit
t: 36.50C
BB: 50 kg
K/L: An -/-, Ikt -/-, Sianosis (-), Edema
palpebra +/+
Thoraks: Retraksi (-), Pulmo BV (+/+),
Rh (-/-), Wh (-/-), Cor dbn
Abdomen: Distensi (+), BU (+),
Shifting Dullness (+), Tes undulasi (+)
Ekstremitas: Edema di seluruh
ekstremitas, CRT >3 detik
Urine tampung 1500cc-2000cc/hari
Proteinuria +3 hingga +4
Sindrom
Nefrotik
Terapi
lanjut
Terapi
tambahan
INH
100mg/hari
Cek UL/2
hari
15/10/15-
22/10/15
Bengkak berkurang, berat
badan menurun
HR: 88 x/menit
RR: 20 x/menit
t: 36.80C
BB: 42.5 kg
K/L: An -/-, Ikt -/-, Sianosis (-), Edema
palpebra +/+
Thoraks: Retraksi (-), Pulmo BV (+/+),
Rh (-/-), Wh (-/-), Cor dbn
Abdomen: Distensi (+), BU (+)
Ekstremitas: Edema di ekstremitas
Sindrom
Nefrotik
Terapi
lanjut
Stop
cefotaxime
Cek DL,
Protein,
Albumin,
Kolesterol,
Ureum,
Kreatinin
Cek UL/2
9
bagian bawah, CRT >3 detik
Urine tampung 1500cc/hari
Proteinuria +3
Hasil Lab 21/10/15
HGB 9.3, HCT 27.1, WBC 14.23, PLT
280, Total protein 3.4, Albumin 1.7,
Kolesterol total 456, Ureum 40,
Kreatinin 0.4
hari
23/09/15-
28/10/15
Bengkak berkurang, berat
badan tetap
HR: 82 x/menit
RR: 22 x/menit
t: 370C
BB: 42 kg
K/L: An -/-, Ikt -/-, Sianosis (-), Edema
palpebra +/+
Thoraks: Retraksi (-), Pulmo BV (+/+),
Rh (-/-), Wh (-/-), Cor dbn
Abdomen: Distensi (-), BU (+),
Ekstremitas: Edema ekstremitas (-),
CRT >3 detik
Proteinuria +3
Sindrom
Nefrotik
Terapi
lanjut
Terapi
tambahan
kalsium
1x1 tab
Cek UL/2
hari
29/10/15 Bengkak berkurang, berat
badan menurun, keluar
darah daari hidung,
telinga berdenging
HR: 78 x/menit
RR: 20 x/menit
t: 36.80C
BB: 41 kg
K/L: An -/-, Ikt -/-, Sianosis (-), Edema
palpebra +/+
Thoraks: Retraksi (-), Pulmo BV (+/+),
Rh (-/-), Wh (-/-), Cor dbn
Abdomen: Distensi (-), BU (+)
Ekstremitas: Edema ekstremitas (-),
CRT >3 detik
Proteinuria +4
Hasil Lab 29/10/15
HGB 9.9, HCT 28.7, WBC 17.61, PLT
134, Bleeding time 2’10”, Cloting time
5’10”
Sindrom
Nefrotik
Terapi
lanjut
Terapi
tambahan
ciprofloxac
ine 2x1/2
tab
Stop
furosemide
UP infus
Cek DL,
BT, CT
Cek UL/2
hari
Konsul
THT
hasil otitis
10
eksterna
30/10/15-
4/11/15
Bengkak berkurang, berat
badan menurun, keluar
darah dari hidung,
keluhan telinga
berkurang, lidah kotor
dan makanan terasa
hambar
HR: 92 x/menit
RR: 24 x/menit
t: 370C
BB: 35 kg
K/L: An -/-, Ikt -/-, Sianosis (-), Edema
palpebra +/+
Thoraks: Retraksi (-), Pulmo BV (+/+),
Rh (-/-), Wh (-/-), Cor dbn
Abdomen: Distensi (-), BU (+),
Ekstremitas: Edema ekstremitas (-),
CRT >3 detik
Urine tampung 1500cc/hari
Proteinuria +2 hingga +3
Hasil Lab 30/10/15
HGB 13.6, HCT 38.8, WBC 10.41, PLT
91, Retikulosit 5.1
Sindrom
Nefrotik
Terapi
lanjut
Terapi
tambahan:
- Mimiko salep
mulut
- Ketokonazol
2x1 tab
- B comsed 1x1
- Transfusi PRC
400cc
Cek DL
post
transfusi
dan MDT
retikulosit
Cek UL/2
hari
5/11/15/-
8/11/15
Bengkak berkurang, berat
badan menurun, napsu
makan membaik, keluhan
telinga berkurang
HR: 88 x/menit
RR: 21 x/menit
t: 37,10C
BB: 35.5 kg
K/L: An -/-, Ikt -/-, Sianosis (-), Edema
palpebra +/+
Thoraks: Retraksi (-), Pulmo BV (+/+),
Rh (-/-), Wh (-/-), Cor dbn
Abdomen: Distensi (-), BU (+),
Ekstremitas: Edema ekstremitas (-),
CRT >3 detik
Urine tampung 1500cc/hari
Proteinuria +2 hingga +3
Hasil Lab 21/10/15
HGB 915.7, HCT 42.8, WBC 7.91, PLT
180
Sindrom
Nefrotik
Terapi
lanjut
Terapi
tambahan
siklofosfam
id
Cek DL
Cek UL/2
hari
11
9/11/15 Bengkak hanya di daerah
wajah, berat badan tetap
sama
HR: 145 x/menit
RR: 32 x/menit
t: 36.80C
BB: 36 kg
K/L: An -/-, Ikt -/-, Sianosis (-), Edema
palpebra +/+
Thoraks: Retraksi (-), Pulmo BV (+/+),
Rh (-/-), Wh (-/-), Cor dbn
Abdomen: Distensi (-), BU (+),
Ekstremitas: Edema ekstremitas (-),
CRT >3 detik
Proteinuria +2
Sindrom
Nefrotik
BPL
12
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Sindrom nefrotik, adalah salah satu penyakit ginjal yang sering dijumpai pada anak,
merupakan suatu kumpulan gejala-gejala klinis yang terdiri dari proteinuria masif,
hipoalbuminemia, hiperkholesterolemia serta sembab. Yang dimaksud proteinuria masif
adalah apabila didapatkan proteinuria sebesar 50-100 mg/kg berat badan/hari atau lebih.
Albumin dalam darah biasanya menurun hingga kurang dari 2,5 gram/dl.
Epidemiologi
Pada anak-anak (< 16 tahun) paling sering ditemukan nefropati lesi minimal (75%-
85%) dengan umur rata-rata 2,5 tahun, 80% < 6 tahun saat diagnosis dibuat dan laki-laki dua
kali lebih banyak daripada wanita. Pada orang dewasa paling banyak nefropati membranosa
(30%-50%), umur rata-rata 30-50 tahun dan perbandingan laki-laki dan wanita 2 : 1.
Kejadian SN idiopatik 2-3 kasus/100.000 anak/tahun sedangkan pada dewasa
3/1000.000/tahun.
Etiologi
Sebab pasti belum diketahui; akhir-akhir ini dianggap sebagai suatu penyakit auto imun.
Jadi merupakan suatu antigen-antibodi. Secara klinis sindrom nefrotik dibagi menjadi 2
golongan, yaitu:
1. Sindrom nefrotik primer, faktor etiologinya tidak diketahui. Dikatakan sindrom
nefrotik primer oleh karena sindrom nefrotik ini secara primer terjadi akibat kelainan pada
glomerulus itu sendiri tanpa ada penyebab lain. Golongan ini paling sering dijumpai pada
anak. Termasuk dalam sindrom nefrotik primer adalah sindrom nefrotik kongenital, yaitu
salah satu jenis sindrom nefrotik yang ditemukan sejak anak itu lahir atau usia di bawah 1
tahun. Penyakit ini diturunkan secara resesif autosom atau karena reaksi fetomaternal.
Resisten terhadap semua pengobatan. Gejalanya adalah edema pada masa neonatus.
13
Pencangkokan ginjal pada masa neonatus telah dicoba, tapi tidak berhasil. Prognosis buruk dan
biasanya pasien meninggal dalam bulan-bulan pertama kehidupannya.
Tabel 1. Klasifikasi kelainan glomerulus pada sindrom nefrotik primer3
Kelainan minimal (KM)
Glomerulosklerosis (GS)
Glomerulosklerosis fokal segmental (GSFS)
Glomerulosklerosis fokal global (GSFG)
Glomerulonefritis proliferatif mesangial difus (GNPMD)
Glomerulonefritis proliferatif mesangial difus eksudatif
Glomerulonefritis kresentik (GNK)
Glomerulonefritis membrano-proliferatif (GNMP)
GNMP tipe I dengan deposit subendotelial
GNMP tipe II dengan deposit intramembran
GNMP tipe III dengan deposit transmembran/subepitelial
Glomerulopati membranosa (GM)
Glomerulonefritis kronik lanjut (GNKL)
Kelainan histopatologik glomerulus pada sindrom nefrotik primer dikelompokkan
menurut rekomendasi dari ISKDC (International Study of Kidney Disease in Children).
Kelainan glomerulus ini sebagian besar ditegakkan melalui pemeriksaan mikroskop cahaya,
dan apabila diperlukan, disempurnakan dengan pemeriksaan mikroskop elektron dan
imunofluoresensi. Tabel di bawah ini menggambarkan klasifikasi histopatologik sindrom
nefrotik pada anak berdasarkan istilah dan terminologi menurut rekomendasi ISKDC
(International Study of Kidney Diseases in Children, 1970) serta Habib dan Kleinknecht
(1971).
14
Sindrom nefrotik primer yang banyak menyerang anak biasanya berupa sindrom
nefrotik tipe kelainan minimal. Pada dewasa prevalensi sindrom nefrotik tipe kelainan
minimal jauh lebih sedikit dibandingkan pada anak-anak.
Di Indonesia gambaran histopatologik sindrom nefrotik primer agak berbeda dengan
data-data di luar negeri. Wila Wirya menemukan hanya 44.2% tipe kelainan minimal dari 364
anak dengan sindrom nefrotik primer yang dibiopsi, sedangkan Noer di Surabaya
mendapatkan 39.7% tipe kelainan minimal dari 401 anak dengan sindrom nefrotik primer
yang dibiopsi.
2. Sindrom nefrotik sekunder, timbul sebagai akibat dari suatu penyakit sistemik atau
sebagai akibat dari berbagai sebab yang nyata seperti misalnya efek samping obat. Penyebab
yang sering dijumpai adalah :
a. Penyakit metabolik atau kongenital: diabetes mellitus, amiloidosis, sindrom Alport,
miksedema.
b. Infeksi : hepatitis B, malaria, schistosomiasis, lepra, sifilis, streptokokus, AIDS.
c. Toksin dan alergen: logam berat (Hg), penisillamin, probenesid, racun serangga, bisa ular.
d. Penyakit sistemik bermediasi imunologik: lupus eritematosus sistemik, purpura Henoch-
Schönlein, sarkoidosis.
e. Neoplasma : tumor paru, penyakit Hodgkin, tumor gastrointestinal.
Patofisiologi
Reaksi antigen antibody menyebabkan permeabilitas membrane basalis glomerulus
meningkat dan diikuti kebocoran sejumlah protein (albumin). Tubuh kehilangan albumin
lebih dari 3,5 gram/hari menyebabkan hipoalbuminemia, diikuti gambaran klinis sindrom
nefrotik seperti sembab, hiperliproproteinemia dan lipiduria.
Patofisiologi beberapa gejala dari sindrom nefrotik :
1. Proteinuria (albuminuria)
15
Proteinuria (albuminuria) masif merupakan penyebab utama terjadinya sindrom
nefrotik, namun penyebab terjadinya proteinuria belum diketahui benar. Salah satu teori
yang dapat menjelaskan adalah hilangnya muatan negatif yang biasanya terdapat di
sepanjang endotel kapiler glomerulus dan membran basal. Hilangnya muatan negatif
tersebut menyebabkan albumin yang bermuatan negatif tertarik keluar menembus sawar
kapiler glomerulus. Terdapat peningkatan permeabilitas membrane basalis kapiler-kapiler
glomeruli, disertai peningkatan filtrasi protein plasma dan akhirnya terjadi
proteinuria(albuminuria). Beberapa faktor yang turut menentukan derajat
proteinuria(albuminuria) sangat komplek
- Konsentrasi plasma protein
- Berat molekul protein
- Electrical charge protein
- Integritas barier membrane basalis
- Electrical charge pada filtrasi barrier
- Reabsorpsi, sekresi dan katabolisme sel tubulus
- Degradasi intratubular dan urin
2. Hipoalbuminemia
Plasma mengandung macam-macam protein, sebagian besar menempati ruangan
ekstra vascular(EV). Plasma terutama terdiri dari albumin yang berat molekul 69.000.
Hepar memiliki peranan penting untuk sintesis protein bila tubuh kehilangan sejumlah
protein, baik renal maupun non renal. Mekanisme kompensasi dari hepar untuk
meningkatkan sintesis albumin, terutama untuk mempertahankan komposisi protein
dalam ruangan ekstra vascular(EV) dan intra vascular(IV).
NORMAL SINDROM NEFROTIK
16
Sintesis albumin dalam hepar normal sintesis albumin meningkat
Walaupun sintesis albumin meningkat dalam hepar, selalu terdapat hipoalbuminemia
pada setiap sindrom nefrotik. Keadaan hipoalbuminemia ini mungkin disebabkan
beberapa factor :
- kehilangan sejumlah protein dari tubuh melalui urin (prooteinuria) dan usus (protein
losing enteropathy)
- Katabolisme albumin, pemasukan protein berkurang karena nafsu makan menurun
dan mual-mual
- Utilisasi asam amino yang menyertai penurunan faal ginjal
Bila kompensasi sintesis albumin dalam hepar tidak adekuat, plasma albumin menurun,
keadaan hipoalbuminemia. Hipoalbuminemia ini akan diikuti oleh hipovolemia yang
mungkin menyebabkan uremia pre-renal dan tidak jarang terjadi oligouric acute renal
failure. Penurunan faal ginjal ini akan mengurangi filtrasi natrium Na+ dari glomerulus
(glomerular sodium filtration) tetapi keadaan hipoalbuminemia ini akan bertindak untuk
mencegah resorpsi natrium Na+ kedalam kapiler-kapiler peritubular. Resorpsi natrium
na+ secara peasif sepanjang Loop of Henle bersamaan dengan resorpsi ion Cl- secara
aktif sebagai akibat rangsangan dari keadaan hipovolemia. Retensi natrium dan air H2O
yang berhubungan dengan system rennin-angiotensin-aldosteron (RAA) dapat terjadi bila
sindrom nefrotik ini telah memperlihatkan tanda-tanda aldosteronisme sekunder. Retensi
natrium dan air pada keadaan ini (aldosteronisme) dapat dikeluarkan dari tubuh dengan
pemberian takaran tinggi diuretic yang mengandung antagonis aldosteron.
17
IV EV IVEV
3. Sembab
Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan onkotik dari kapiler-kapiler
glomeruli, diikuti langsung oleh difusi cairan kejaringan interstisial, klinis dinamakan
sembab. Penurunan tekanan onkotik mungkin disertai penurunan volume plasma dan
hipovolemia. Hipovolemia menyebabkan retensi natrium dan air. (lihat skema)
Proteinuria masih menyebabkan hipoalbuminemia dan penurunan tekanan onkotik
dari kapiler-kapiler glomeruli dan akhirnya terjadi sembab.
Mekanisme sembab dari sindrom nefrotik dapat melalui jalur berikut :
a. Jalur langsung/direk
Penurunan tekanan onkotik dari kapiler glomerulus dapat langsung menyebabkan
difusi cairan ke dalam jaringan interstisial dan dinamakan sembab.
b. Jalur tidak langsung/indirek
Penurunan tekanan onkotik dari kepiler glomerulus dapat menyebabkan penurunan
volume darah yang menimbulkan konsekuensi berikut:
- Aktivasi system rennin angiotensin aldosteron
Kenaikan plasma rennin dan angiotensin akan menyebabkan rangsangan kelenjar adrenal
untuk sekresi hormone aldosteron. Kenaikan konsentrasi hormone aldosteron akan
mempengaruhi sel-sel tubulus ginjal untuk mengabsorbsi ion natrium sehingga ekskresi ion
natrium menurun.
- Kenaikan aktivasi saraf simpatetik dan circulating cathecolamines.
Kenaikan aktivasi saraf simpatetik dan konsentrasi katekolamin, menyebabkan tahanan atau
resistensi vaskuler glomerulus meningkat. Kenaikan tahanan vaskuler renal ini dapat
diperberat oleh kenaikan plasma rennin dan angiotensin.
Gejala Klinis
Apapun tipe sindrom nefrotik, manifestasi klinik utama adalah sembab, yang tampak pada
sekitar 95% anak dengan sindrom nefrotik. Seringkali sembab timbul secara lambat sehingga
keluarga mengira sang anak bertambah gemuk. Pada fase awal sembab sering bersifat
intermiten; biasanya awalnya tampak pada daerah-daerah yang mempunyai resistensi
18
jaringan yang rendah (misal, daerah periorbita, skrotum atau labia). Akhirnya sembab
menjadi menyeluruh dan masif (anasarka).
Sembab berpindah dengan perubahan posisi, sering tampak sebagai sembab muka pada pagi
hari waktu bangun tidur, dan kemudian menjadi bengkak pada ekstremitas bawah pada siang
harinya. Bengkak bersifat lunak, meninggalkan bekas bila ditekan (pitting edema). Pada
penderita dengan sembab hebat, kulit menjadi lebih tipis dan mengalami oozing. Sembab
biasanya tampak lebih hebat pada pasien SNKM dibandingkan pasien-pasien GSFS atau
GNMP. Hal tersebut disebabkan karena proteinuria dan hipoproteinemia lebih hebat pada
pasien SNKM.
Gangguan gastrointestinal sering timbul dalam perjalanan penyakit sindrom nefrotik. Diare
sering dialami pasien dengan sembab masif yang disebabkan sembab mukosa usus.
Hepatomegali disebabkan sintesis albumin yang meningkat, atau edema atau keduanya. Pada
beberapa pasien, nyeri perut yang kadang-kadang berat, dapat terjadi pada sindrom nefrotik
yang sedang kambuh karena sembab dinding perut atau pembengkakan hati. Nafsu makan
menurun karena edema. Anoreksia dan terbuangnya protein mengakibatkan malnutrisi berat
terutama pada pasien sindrom nefrotik resisten-steroid. Asites berat dapat menimbulkan
hernia umbilikalis dan prolaps ani.
Oleh karena adanya distensi abdomen baik disertai efusi pleura atau tidak, maka pernapasan
sering terganggu, bahkan kadang-kadang menjadi gawat. Keadaan ini dapat diatasi dengan
pemberian infus albumin dan diuretik.
Anak sering mengalami gangguan psikososial, seperti halnya pada penyakit berat dan kronik
umumnya yang merupakan stres nonspesifik terhadap anak yang sedang berkembang dan
keluarganya. Kecemasan dan merasa bersalah merupakan respons emosional, tidak saja pada
orang tua pasien, namun juga dialami oleh anak sendiri. Kecemasan orang tua serta
perawatan yang terlalu sering dan lama menyebabkan perkembangan dunia sosial anak
menjadi terganggu. Manifestasi klinik yang paling sering dijumpai adalah sembab,
didapatkan pada 95% penderita. Sembab paling parah biasanya dijumpai pada sindrom
nefrotik tipe kelainan minimal (SNKM). Bila ringan, sembab biasanya terbatas pada daerah
yang mempunyai resistensi jaringan yang rendah, misal daerah periorbita, skrotum, labia.
Sembab bersifat menyeluruh, dependen dan pitting. Asites umum dijumpai, dan sering
menjadi anasarka. Anak-anak dengan asites akan mengalami restriksi pernafasan, dengan
kompensasi berupa tachypnea. Akibat sembab kulit, anak tampak lebih pucat.
19
Hipertensi dapat dijumpai pada semua tipe sindrom nefrotik. Penelitian International Study of
Kidney Disease in Children (SKDC) menunjukkan 30% pasien SNKM mempunyai tekanan
sistolik dan diastolik lebih dari 90th persentil umur.
Tanda utama sindrom nefrotik adalah proteinuria yang masif yaitu > 40 mg/m2/jam atau > 50
mg/kg/24 jam; biasanya berkisar antara 1-10 gram per hari. Pasien SNKM biasanya
mengeluarkan protein yang lebih besar dari pasien-pasien dengan tipe yang lain.
Hipoalbuminemia merupakan tanda utama kedua. Kadar albumin serum < 2.5 g/dL.
Hiperlipidemia merupakan gejala umum pada sindrom nefrotik, dan umumnya, berkorelasi
terbalik dengan kadar albumin serum. Kadar kolesterol LDL dan VLDL meningkat,
sedangkan kadar kolesterol HDL menurun. Kadar lipid tetap tinggi sampai 1-3 bulan setelah
remisi sempurna dari proteinuria.
Hematuria mikroskopik kadang-kadang terlihat pada sindrom nefrotik, namun tidak dapat
dijadikan petanda untuk membedakan berbagai tipe sindrom nefrotik.
Fungsi ginjal tetap normal pada sebagian besar pasien pada saat awal penyakit. Penurunan
fungsi ginjal yang tercermin dari peningkatan kreatinin serum biasanya terjadi pada sindrom
nefrotik dari tipe histologik yang bukan SNKM.
Tidak perlu dilakukan pencitraan secara rutin pada pasien sindrom nefrotik. Pada
pemeriksaan foto toraks, tidak jarang ditemukan adanya efusi pleura dan hal tersebut
berkorelasi secara langsung dengan derajat sembab dan secara tidak langsung dengan kadar
albumin serum. Sering pula terlihat gambaran asites. USG ginjal sering terlihat normal
meskipun kadang-kadang dijumpai pembesaran ringan dari kedua ginjal dengan ekogenisitas
yang normal.
Penegakkan diagnosis
20
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang.
I. Anamnesis
Keluhan yang sering ditemukan adalah bengkak di ke dua kelopak mata, perut,
tungkai, atau seluruh tubuh dan dapat disertai jumlah urin yang berkurang. Keluhan lain juga
dapat ditemukan seperti urin berwarna kemerahan.
II. Pemeriksaan fisis
Pada pemeriksaan fisik sindrom nefrotik dapat ditemukan edema di kedua kelopak
mata, tungkai, atau adanya asites dan edema skrotum/labia. Kadang-kadang ditemukan
hipertensi
III. Pemeriksaan penunjang
Pada urinalisis ditemukan proteinuria masif (3+ sampai 4+), dapat disertai hematuria.
Pada pemeriksaan darah didapatkan hipoalbuminemia (< 2,5 g/dl), hiperkolesterolemia, dan
laju endap darah yang meningkat, rasio albumin/globulin terbalik. Kadar ureum dan kreatinin
umumnya normal kecuali ada penurunan fungsi ginjal. Bila terjadi hematuria mikroskopik
(>20 eritrosit/LPB) dicurigai adanya lesi glomerular (mis. Sclerosis glomerulus fokal).
Komplikasi
Shock akibat sepsis, emboli atau hipovolemia
Thrombosis akibat hiperkoagulabilitas
Infeksi sekunder, terutama infeksi kulit yang disebabkan oleh Streptokokus,
Stafilokokus
Hambatan pertumbuhan
Gagal ginjal akut atau kronik
Efek samping steroid, misalnya sindrom Cushing, hipertensi, osteoporosis, gangguan emosi
dan perilaku
21
Penatalaksanaan
Bila diagnosis sindrom nefrotik telah ditegakkan, sebaiknya janganlah tergesa-gesa
memulai terapi kortikosteroid, karena remisi spontan dapat terjadi pada 5-10% kasus. Steroid
dimulai apabila gejala menetap atau memburuk dalam waktu 10-14 hari
Untuk menggambarkan respons terapi terhadap steroid pada anak dengan sindrom
nefrotik digunakan istilah-istilah seperti tercantum pada tabel 2 berikut:
Tabel 2. Istilah yang menggambarkan respons terapi steroid pada anak dengan
sindrom nefrotik
Remisi Proteinuria negatif atau seangin, atau
proteinuria < 4 mg/m2/jam selama 3 hari
berturut-turut
Kambuh Proteinuria ³ 2 + atau proteinuria > 40
mg/m2/jam selama 3 hari berturut-turut,
dimana sebelumnya pernah mengalami
remisi
Kambuh tidak sering Kambuh < 2 kali dalam masa 6 bulan,
atau < 4 kali dalam periode 12 bulan
Kambuh sering Kambuh ³ 2 kali dalam 6 bulan pertama
setelah respons awal, atau ³ 4 kali
kambuh pada setiap periode 12 bulan
Responsif-steroid Remisi tercapai hanya dengan terapi
steroid saja
Dependen-steroid Terjadi 2 kali kambuh berturut-turut
selama masa tapering terapi steroid, atau
dalam waktu 14 hari setelah terapi steroid
dihentikan
Resisten-steroid Gagal mencapai remisi meskipun telah
diberikan terapi prednison 60 mg/m2/hari
22
selama 4 minggu
Responder lambat Remisi terjadi setelah 4 minggu terapi
prednison 60 mg/m2/hari tanpa tambahan
terapi lain
Nonresponder awal Resisten-steroid sejak terapi awal
Nonresponder lambat Resisten-steroid terjadi pada pasien yang
sebelumnya responsif-steroid
PROTOKOL PENGOBATAN
International Study of Kidney Disease in Children (ISKDC) menganjurkan untuk
memulai dengan pemberian prednison oral (induksi) sebesar 60 mg/m2/hari dengan dosis
maksimal 80 mg/hari selama 4 minggu, kemudian dilanjutkan dengan dosis rumatan sebesar
40 mg/m2/hari secara selang sehari dengan dosis tunggal pagi hari selama 4 minggu, lalu
setelah itu pengobatan dihentikan.
A. Sindrom nefrotik serangan pertama
1. Perbaiki keadaan umum penderita
a. Diet tinggi kalori, tinggi protein, rendah garam, rendah lemak. Rujukan ke bagian
gizi diperlukan untuk pengaturan diet terutama pada pasien dengan penurunan
fungsi ginjal. Batasi asupan natrium sampai ± 1 gram/hari, secara praktis dengan
menggunakan garam secukupnya dalam makanan yang diasinkan. Diet protein 2-3
gram/kgBB/hari.
b. Tingkatkan kadar albumin serum, kalau perlu dengan transfusi plasma atau
albumin konsentrat
c. Berantas infeksi
d. Lakukan work-up untuk diagnostik dan untuk mencari komplikasi
e. Berikan terapi suportif yang diperlukan: Tirah baring bila ada edema anasarka.
Diuretik diberikan bila ada edema anasarka atau mengganggu aktivitas. biasanya
furosemid 1 mg/kgBB/kali, bergantung pada beratnya edema dan respons
pengobatan. Bila edema refrakter, dapat digunakan hidroklortiazid (25-50
mg/hari). Selama pengobatan diuretic perlu dipantau kemungkinan hipokalemia,
23
alkalosis metabolic, atau kehilangan cairan intravascular berat Jika ada hipertensi,
dapat ditambahkan obat antihipertensi.
2. Terapi prednison sebaiknya baru diberikan selambat-lambatnya 14 hari setelah
diagnosis sindrom nefrotik ditegakkan untuk memastikan apakah penderita
mengalami remisi spontan atau tidak. Bila dalam waktu 14 hari terjadi remisi spontan,
prednison tidak perlu diberikan, tetapi bila dalam waktu 14 hari atau kurang terjadi
pemburukan keadaan, segera berikan prednison tanpa menunggu waktu 14 hari
B. Sindrom nefrotik kambuh (relapse)
1. Berikan prednison sesuai protokol relapse, segera setelah diagnosis relapse ditegakkan
2. Perbaiki keadaan umum penderita
a. Sindrom nefrotik kambuh tidak sering
Adalah sindrom nefrotik yang kambuh < 2 kali dalam masa 6 bulan atau < 4 kali
dalam masa 12 bulan.
1. Induksi
Prednison dengan dosis 60 mg/m2/hari (2 mg/kg BB/hari) maksimal 80 mg/hari,
diberikan dalam 3 dosis terbagi setiap hari selama 3 minggu
2. Rumatan
Setelah 3 minggu, prednison dengan dosis 40 mg/m2/48 jam, diberikan selang
sehari dengan dosis tunggal pagi hari selama 4 minggu. Setelah 4 minggu,
prednison dihentikan.
b. Sindrom nefrotik kambuh sering
adalah sindrom nefrotik yang kambuh > 2 kali dalam masa 6 bulan atau > 4 kali
dalam masa 12 bulan
1. Induksi
Prednison dengan dosis 60 mg/m2/hari (2 mg/kg BB/hari) maksimal 80 mg/hari,
diberikan dalam 3 dosis terbagi setiap hari selama 3 minggu
2. Rumatan
Setelah 3 minggu, prednison dengan dosis 60 mg/m2/48 jam, diberikan selang
sehari dengan dosis tunggal pagi hari selama 4 minggu. Setelah 4 minggu, dosis
prednison diturunkan menjadi 40 mg/m2/48 jam diberikan selama 1 minggu,
24
kemudian 30 mg/m2/48 jam selama 1 minggu, kemudian 20 mg/m2/48 jam selama
1 minggu, akhirnya 10 mg/m2/48 jam selama 6 minggu, kemudian prednison
dihentikan.
Pada saat prednison mulai diberikan selang sehari, siklofosfamid oral 2-3 mg/kg/hari
diberikan setiap pagi hari selama 8 minggu. Setelah 8 minggu siklofosfamid dihentikan.
Indikasi untuk merujuk ke dokter spesialis nefrologi anak adalah bila pasien tidak respons
terhadap pengobatan awal, relapse frekuen, terdapat komplikasi, terdapat indikasi kontra
steroid, atau untuk biopsi ginjal.
Prognosis
Prognosis umumnya baik, kecuali pada keadaan-keadaan sebagai berikut :
1. Menderita untuk pertamakalinya pada umur di bawah 2 tahun atau di atas 6 tahun.
2. Jenis kelamin laki-laki.
3. Disertai oleh hipertensi.
4. Disertai hematuria
5. Termasuk jenis sindrom nefrotik sekunder
6. Gambaran histopatologik bukan kelainan minimal
7. Pengobatan yang terlambat, diberikan setelah 6 bulan dari timbulnyaa gambaran klinis
Pada umumnya sebagian besar (+ 80%) sindrom nefrotik primer memberi respons yang baik
terhadap pengobatan awal dengan steroid, tetapi kira-kira 50% di antaranya akan relapse
berulang dan sekitar 10% tidak memberi respons lagi dengan pengobatan steroid.
25