skenario 1 emergensi

19
SANDI PUSPITA PRATIWI 1102012259 - SK I EMERGENCY SKENARIO I – PERDARAHAN PERSALINAN SASARAN BELAJAR LI.I Memahami dan Menjelaskan Kehamilan et causa Solutio Placenta LO.1.1 Definisi Solusio plasenta adalah terlepasnya sebagian atau keseluruhan plasenta dari implantasi normalnya (korpus uteri) setelah kehamilan 20 minggu dan sebelum janin lahir. (9) . Cunningham dalam bukunya mendefinisikan solusio plasenta sebagai separasi prematur plasenta dengan implantasi normalnya korpus uteri sebelum janin lahir .(1) Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta dari tempat implantasi normalnya sebelum janin lahir, dan definisi ini hanya berlaku apabila terjadi pada kehamilan di atas 22 minggu atau berat janin di atas 500 gram (2) LO.1.2 Etiologi Penyebab primer belum diketahui pasti, namun ada beberapa faktor yang menjadi predisposisi 1) Faktor kardio-reno-vaskuler Glomerulonefritis kronik, hipertensi essensial, sindroma preeklamsia dan eklamsia. Pada penelitian di Parkland, ditemukan bahwa terdapat hipertensi pada separuh kasus solusio plasenta berat, dan separuh dari wanita yang hipertensi tersebut mempunyai penyakit hipertensi kronik, sisanya hipertensi yang disebabkan oleh kehamilan . (7,8) 2) Faktor trauma Dekompresi uterus pada hidroamnion dan gemeli. Tarikan pada tali pusat yang pendek akibat pergerakan janin yang banyak/bebas, versi luar atau tindakan pertolongan persalinan Trauma langsung, seperti jatuh, kena tendang, dan lain-lain. 3) Faktor paritas ibu Lebih banyak dijumpai pada multipara dari pada primipara. Beberapa penelitian menerangkan bahwa makin tinggi paritas ibu makin kurang baik keadaan endometrium (7,8) 4) Faktor usia ibu

Upload: sandi-puspita

Post on 11-Dec-2015

214 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

perdarahan persalinan

TRANSCRIPT

Page 1: Skenario 1 emergensi

SANDI PUSPITA PRATIWI1102012259 - SK I EMERGENCY

SKENARIO I – PERDARAHAN PERSALINAN

SASARAN BELAJAR

LI.I Memahami dan Menjelaskan Kehamilan et causa Solutio Placenta

LO.1.1 Definisi

 Solusio plasenta adalah terlepasnya sebagian atau keseluruhan plasenta dari implantasi normalnya (korpus uteri) setelah kehamilan  20 minggu dan sebelum janin lahir.(9) .

 Cunningham dalam bukunya mendefinisikan solusio plasenta sebagai separasi prematur plasenta dengan implantasi normalnya korpus uteri sebelum janin lahir .(1)

Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta dari tempat implantasi normalnya sebelum janin lahir, dan definisi ini hanya berlaku apabila terjadi pada kehamilan di atas 22 minggu atau berat janin di atas 500 gram (2)

LO.1.2 Etiologi

Penyebab primer belum diketahui pasti, namun ada beberapa faktor yang menjadi predisposisi1) Faktor kardio-reno-vaskulerGlomerulonefritis kronik, hipertensi essensial, sindroma preeklamsia dan eklamsia. Pada penelitian di Parkland, ditemukan bahwa terdapat hipertensi pada separuh kasus solusio plasenta berat, dan separuh dari wanita yang hipertensi tersebut mempunyai penyakit hipertensi kronik, sisanya hipertensi yang disebabkan oleh kehamilan.(7,8)

2) Faktor trauma Dekompresi uterus pada hidroamnion dan gemeli. Tarikan pada tali pusat yang pendek akibat pergerakan janin yang banyak/bebas, versi luar

atau tindakan pertolongan persalinan Trauma langsung, seperti jatuh, kena tendang, dan lain-lain.

3) Faktor paritas ibuLebih banyak dijumpai pada multipara dari pada primipara. Beberapa penelitian menerangkan bahwa  makin tinggi paritas ibu makin kurang baik keadaan endometrium (7,8)

4) Faktor usia ibuMakin tua umur ibu, makin tinggi frekuensi hipertensi menahun. (2)

5) Leiomioma uteri (uterine leiomyoma) yang hamil dapat menyebabkan solusio plasenta apabila plasenta berimplantasi di atas bagian yang mengandung leiomioma (1,7)

6) Faktor pengunaan kokainPenggunaan kokain mengakibatkan peninggian tekanan darah dan peningkatan pelepasan katekolamin yang bertanggung jawab atas terjadinya vasospasme pembuluh darah uterus dan berakibat terlepasnya plasenta. Namun, hipotesis ini belum terbukti secara definitif

7.) Faktor kebiasaan merokokIbu yang perokok juga merupakan penyebab peningkatan kasus solusio plasenta sampai dengan 25% pada ibu yang merokok ≤ 1 (satu) bungkus per hari. Ini dapat diterangkan pada ibu yang

Page 2: Skenario 1 emergensi

SANDI PUSPITA PRATIWI1102012259 - SK I EMERGENCY

perokok plasenta menjadi tipis, diameter lebih luas dan beberapa abnormalitas pada mikrosirkulasinya

8.) Riwayat solusio plasenta sebelumnyaHal yang sangat penting dan menentukan prognosis ibu dengan riwayat solusio plasenta adalah bahwa resiko berulangnya kejadian ini pada kehamilan berikutnya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan ibu hamil yang tidak memiliki riwayat solusio plasenta

9.) Pengaruh lain, seperti anemia, malnutrisi/defisiensi gizi, tekanan uterus pada vena cava inferior dikarenakan pembesaran ukuran uterus oleh adanya kehamilan, dan lain-lain. (8)

LO.1.3 Klasifikasi

a.  Trijatmo Rachimhadhi membagi solusio plasenta menurut derajat pelepasan plasenta (2)

Solusio plasenta totalis, plasenta terlepas seluruhnya. Solusio plasenta partialis, plasenta terlepas sebagian. Ruptura sinus marginalis, sebagian kecil pinggir plasenta yang terlepas.

b.      Pritchard JA membagi solusio plasenta menurut bentuk perdarahan  (4)

Solusio plasenta dengan perdarahan keluar Solusio plasenta dengan perdarahan tersembunyi, yang membentuk hematoma

retroplacenter Solusio plasenta yang perdarahannya masuk ke dalam kantong amnion .

c. Cunningham dan Gasong masing-masing dalam bukunya mengklasifikasikan solusio plasenta menurut tingkat gejala klinisnya, yaitu: (5,6)

Ringan : perdarahan <100-200 cc,uterus tidak tegang, belum ada tanda renjatan, janin hidup,pelepasan plasenta <1/6 bagian permukaan,kadar fibrinogen plasma >150 mg%

Sedang : Perdarahan lebih 200 cc, uterus tegang, terdapat tanda pre renjatan, gawat janin atau janin telah mati, pelepasan plasenta 1/4-2/3 bagian permukaan, kadar fibrinogen plasma 120-150 mg%.

Berat : Uterus tegang dan berkontraksi tetanik, terdapat tanda renjatan, janin mati, pelepasan plasenta dapat terjadi lebih 2/3 bagian atau keseluruhan.

LO.1.4 Epidemiologi

Perdarahan pervaginam ringan merupakan hal yang lazim selama persalinan aktif.

“Bloody show” ini terjadi akibat pendataran dan pembukaan serviks disertai robeknya

pembuluh-pembuluh vena halus. Perdarahan uterus dari tempat diatas serviks sebelum

melahirkan merupakan hal yang mengkhawatirkan. Perdarahan dapat berasal dari

robeknya plasenta yang terletak di tempat lain di rongga uterus seperti solusio

plasenta. Lipitz  meneliti 65 wanita secara beruntutan yaitu hampir 1 persen dari

pasien mereka yang mengalami perdarahan uterus pada kehamilan antara 14 dan 26

minggu. Hampir seperempatnya mengalami solusio plasenta atau plasenta previa.

Frekuensi solusio plasenta yang dilaporkan adalah sekitar 1 dari 200 pelahiran.

Ananth  mengulas 13 penelitian dengan hampir 1,6 juta kehamilan dan melaporkan

Page 3: Skenario 1 emergensi

SANDI PUSPITA PRATIWI1102012259 - SK I EMERGENCY

insiden 1 dari 155. Seiring dengan berkurangnya jumlah wanita yang berparitas tinggi

yang dirawat serta tersedianya perawatan prenatal secara luas di masyarakat dan

membaiknya transportasi darurat, frekuensi solusio plasenta yang menyebabkan

kematian janin telah turun menjadi 1 dari 830 pelahiran dari tahun 1974-1989 .(1)

Kejadian solusio plasenta sangat bervariasi dari 1 di antara 75 sampai 830 persalinan

dan merupakan penyebab dari 20-35% kematian perinatal. Walaupun angka kejadian

cenderung menurun pada akhir-akhir ini namun morbiditas perinatal masih cukup

tinggi, termasuk gangguan neurologis pada tahun pertama kehidupan. Solusio

plasenta sering berulang pada kehamilan berikutnya. Kejadiannya tercatat sebesar 1 di

antara 8 kehamilan.(3)

LO.1.5 Patofisiologi

Solusio plasenta dimulai dengan terjadinya perdarahan ke dalam desidua basalis dan

terbentuknya hematom subkhorionik yang dapat berasal dari pembuluh darah

miometrium atau plasenta, dengan berkembangnya hematom subkhorionik terjadi

penekanan dan perluasan pelepasan plasenta dari dinding uterus. Biasanya

perdarahan akan berlangsung terus-menerus/tidak terkontrol karena otot uterus tidak

mampu berkontraksi untuk membantu dalam menghentikan perdarahan yang terjadi.

Hematom ini semakin membesar dan menekan jaringan plasenta sehingga bagian

plasenta yang terlepas juga semakin besar. Akhirnya hematom mencapai pinggir

plasenta dan mengalir keluar antara selaput janin dan dinding rahim. Darah dapat

berada diantara desidua dan membran yang dapat keluar melalui serviks kemudian ke

vagina (pardarahan eksternal). Jika ektravasasi darah masuk hingga miometrium dan

bagian bawah dari serosa bahkan sampai pada ligamentum latum dan melalui tuba

masuk ke rongga panggul dapat menyebabkan couvelaire uterus yakni uterus dengan

darah yang gelap kebiru-biruan, selain itu dapat menyebabkan perdarahan postpartum

karena gangguan kontraksi uterus. Akibat gangguan kontraksi pada uterus dan bekuan

retroplasenter menyebabkan pelepasan tromboplastin yang banyak ke dalam

peredaran darah ibu, sehingga berakibat pembekuan intravaskuler dimana-mana yang

akan menghabiskan sebagian besar persediaan fibrinogen. Akibatnya ibu jatuh pada

keadaan hipofibrinogenemia. Pada keadaan hipofibrinogenemia ini terjadi gangguan

pembekuan darah yang tidak hanya di uterus, tetapi juga pada alat-alat tubuh

lainnya  (4,11,12)

Besarnya permukaan plasenta yang menjadi terpisah dari suplai darah ibu menentukan

gambaran klinis dengan mempengaruhi jumlah kehilangan darah akut dari ibu dan

penurunan suplai oksigen ke janin, menyebabkan gawat janin atau kematian. Pasien

Page 4: Skenario 1 emergensi

SANDI PUSPITA PRATIWI1102012259 - SK I EMERGENCY

dengan perdarahan yang sedikit mungkin belum menimbulkan gejala pada awalnya.

Kejadian baru diketahui setelah plasenta lahir, yang pada pemeriksaan plasenta

didapatkan cekungan pada permukaan maternalnya dengan bekuan darah lama yang

berwarna kehitaman. Darah pada desidua basalis hasil dari pelepasan plasenta

menyebabkan hipoksia pada janin sedangkan darah pada lapisan serosa rahim dapat

menyebabkan Couvelair Uterus. Awalnya perdarahan di dalam desidua basalis terjadi

karena pecahnya arteri kecil pada lapisan desidua ibu disertai pembentukan

hematoma sehingga menyebabkan nekrosis lokal. Tekanan yang dihasilkan oleh

perdarahan menyebabkan plasenta terlepas. Pada kebanyakan pasien, perdarahan dari

pemisahan plasenta meluas ke tepi plasenta kemudian dapat terjadi pecahnya selaput

ketuban dan darah masuk ke dalam cairan amnion atau kasus yang lebih sering terjadi

adalah darah berada di antara korion dan desidua vera kemudian mencapai ostium

interna serviks dan vagina sehingga terjadi perdarahan ekternal (revealed

hemorrhage). Jika lapisan marginal plasenta tetap melekat pada uterus disertai letak

kepala janin pada segmen bawah uterus, hal ini dapat menyebabkan perdarahan yang

tersembunyi (conceled hemorrhage). Banyaknya darah yang keluar melalui vagina

hanya sebagian kecil dari total perdarahan yang terjadi di dalam uterus. (12,13)

Perdarahan pada solusio plasenta bisa mengakibatkan darah hanya ada di belakang

plasenta (hematoma retroplasenter); darah tinggal saja di dalam rahim yang

disebut internal hemorage (concealed haemorage); masuk merembes ke dalam

amnion; atau keluar melalui vagina (antara selaput ketunban dan dinding uterus), yang

disebut external haemorage (revealed haemorage).(13)

Solusio plasenta dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

a.    Menurut jenis Perdarahan(14)

1.        Jenis perdarahan tersembunyi (concealed), perdarahan terperangkap dalam

kavum uteri (hematoma retroplasenta)

2.        Jenis perdarahan keluar/ekternal (revealed), darah keluar dari ostium uteri

b.    Menurut lepasnya plasenta(4)

1.    Solusio plasenta parsialis, bila hanya sebagian saja plasenta terlepas dari

perlekatannya.

2.    Solusio plasenta totalis (komplit), bila seluruh plasenta sudah terlepas dari tempat

perlekatannya.

c.    Menurut derajatnya (grading)(4,15,16)

1.    Solusio plasenta ringan

Page 5: Skenario 1 emergensi

SANDI PUSPITA PRATIWI1102012259 - SK I EMERGENCY

a)    Perdarahan kurang dari 500 cc dengan lepasnya plasenta kurang dari 1/5 bagian

b)   Perut ibu masih lemas sehingga janin mudah di raba

c)    Tanda fetal distress belum tampak

d)   Terdapat perdarahan hitam pervaginam

e)    Tanpa gangguan pembekuan darah

2.      Solusio plasenta sedang

a)    Lepasnya plasenta antara ¼-2/3 bagian dengan perdarahan sekitar 1000 cc

b)   Perut mulai tegang, nyeri tekan uterus karena darah telah mengadakan infiltrasi di

antara serabut otot uterus dan janin sulit di raba

c)    Janin mengalami hipoksia dan denyut jantung abnormal

d)   Tanda persalinan ada dan dapat berlangsung cepat sekitar 2 jam.

3.      Solusio plasenta berat

a)      Lepasnya plasenta melebihi 2/3 bagian

b)      Ibu biasanya dalam keadaan syok

c)      Perut nyeri dan tegang, bagian janin sulit di raba

d)     Darah dapat masuk otot rahim, uterus couvelaire yang menyebabkan atonia uteri

serta perdarahan pasca partus

e)      Terdapat gangguan pembekuan darah

LO.1.6 Manifestasi

1.      Solusio plasenta ringanSolusio plasenta ringan ini disebut juga ruptura sinus marginalis, dimana terdapat pelepasan sebagian kecil plasenta yang tidak berdarah banyak. Apabila terjadi perdarahan pervaginam, warnanya akan kehitam-hitaman dan sedikit sakit. Perut terasa agak sakit, atau terasa agak tegang yang sifatnya terus menerus. Walaupun demikian, bagian-bagian janin masih mudah diraba. Uterus yang agak tegang ini harus selalu diawasi, karena dapat saja menjadi semakin tegang karena perdarahan yang berlangsung.

Page 6: Skenario 1 emergensi

SANDI PUSPITA PRATIWI1102012259 - SK I EMERGENCY

2.      Solusio plasenta sedangDalam hal ini plasenta terlepas lebih dari 1/4  bagian, tetapi belum 2/3 luas permukaan Tanda dan gejala dapat timbul perlahan-lahan seperti solusio plasenta ringan, tetapi dapat juga secara mendadak dengan gejala sakit perut terus menerus, yang tidak lama kemudian disusul dengan perdarahan pervaginam. Walaupun perdarahan pervaginam dapat sedikit, tetapi perdarahan sebenarnya mungkin telah mencapai 1000 ml. Ibu mungkin telah jatuh ke dalam syok, demikian pula janinnya yang jika masih hidup mungkin telah berada dalam keadaan gawat. Dinding uterus teraba tegang terus-menerus dan nyeri tekan sehingga bagian-bagian janin sukar untuk diraba. Jika janin masih hidup, bunyi jantung sukar didengar. Kelainan pembekuan darah dan kelainan ginjal mungkin telah terjadi,walaupun hal tersebut lebih sering terjadi pada solusio plasenta berat

3.      Solusio plasenta beratPlasenta telah terlepas lebih dari 2/3 permukaannnya. Terjadi sangat tiba-tiba. Biasanya ibu telah jatuh dalam keadaan syok dan janinnya telah meninggal. Uterus sangat tegang seperti papan dan sangat nyeri. Perdarahan pervaginam tampak tidak sesuai dengan keadaan syok ibu, terkadang perdarahan pervaginam mungkin saja belum sempat terjadi. Pada keadaan-keadaan di atas besar kemungkinan telah terjadi kelainan pada pembekuan darah dan kelainan/gangguan fungsi ginjal

LO.1.7 Diagnosis dan Diferential Diagnosis

1.      AnamnesisPerasaan sakit yang tiba-tiba di perutPerdarahan pervaginam yang sifatnya dapat hebat dan sekonyong-konyong(non-recurrent)  terdiri

dari darah segar dan bekuan-bekuan darah yang berwarna kehitamanPergerakan anak mulai hebat kemudian terasa pelan dan akhirnya berhentiKepala terasa pusing, lemas, muntah, pucat, mata berkunang-kunang.Kadang ibu dapat menceritakan trauma dan faktor kausal yang lain.

2.      Inspeksi Pasien gelisah, sering mengerang karena kesakitan.Pucat, sianosis dan berkeringat dingin.Terlihat darah keluar pervaginam (tidak selalu).3.      Palpasi

Tinggi fundus uteri (TFU) tidak sesuai dengan tuanya kehamilan .Uterus tegang dan keras seperti papan yang disebut uterus  in bois  (wooden uterus) baik waktu his maupun di luar his.Nyeri tekan di tempat plasenta terlepas.Bagian-bagian janin sulit dikenali, karena perut (uterus) tegang.

4.      AuskultasiSulit dilakukan karena uterus tegang, bila DJJ terdengar biasanya di atas 140, kemudian turun di bawah 100 dan akhirnya hilang bila plasenta yang terlepas lebih dari 1/3 bagian.

5.      Pemeriksaan dalamServiks dapat telah terbuka atau masih tertutup.Kalau sudah terbuka maka plasenta dapat teraba menonjol dan tegang

Page 7: Skenario 1 emergensi

SANDI PUSPITA PRATIWI1102012259 - SK I EMERGENCY

Apabila plasenta sudah pecah dan sudah terlepas seluruhnya, plasenta ini akan turun ke bawah dan teraba pada pemeriksaan, disebut prolapsus placenta

6.      Pemeriksaan umumTekanan darah semula mungkin tinggi karena pasien sebelumnya menderita penyakit vaskuler, tetapi akan turun dan pasien jatuh dalam keadaan syok. Nadi cepat dan kecil

7.      Pemeriksaan laboratoriumUrin : Albumin (+), pada pemeriksaan sedimen dapat ditemukan silinder dan leukosit.Darah : Hb menurun, periksa golongan darah, lakukan cross-match  test. Karena pada solusio plasenta sering terjadi kelainan pembekuan darah hipofibrinogenemia

8.      Pemeriksaan plasenta.Plasenta biasanya tampak tipis dan cekung di bagian plasenta yang terlepas (kreater) dan terdapat koagulum atau darah beku yang biasanya menempel di belakang plasenta, yang disebut hematoma retroplacenter.

9.      Pemeriksaaan Ultrasonografi (USG)Pada pemeriksaan USG yang dapat ditemukan antara lain :Terlihat daerah terlepasnya plasenta, Janin dan kandung kemih ibu, Darah, Tepian plasenta

DIAGNOSIS BANDING

a. Plasenta Previa

Plasenta Previa adalah keadaan dimana plasenta berimplantasi pada tempat abnormal,

yaitu pada segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh pembukaan

jalan rahir (ostium uteri internal). Klasifikasi antara lain adalah plasenta previa totalis,

plasenta previa parsialis, dam plasenta previa marginalis. (21)

Gejala Klinis dari plasenta previa ialah perdarahan pada kehamilan diatas 20 minggu,

tanpa nyeri (painless), dan berulang (recurrent). Sebab perdarahan ialah karena ada

plasenta yang robek yang berada pada segmen bawah rahim. Perdarahan bergantung

pada banyak pembuluh darah yang robek dan plasenta yg lepas. Pada sebagian kasus,

terutama pada mereka yang plasentanya tertanam dekat tetapi tidak menutupi ostium

serviks, perdarahan mungkin belum terjadi sampai persalinan dimulai. Perdarahan ini

bervariasi dari ringan sampai berat dan dapat menyerupai solusio plasenta.(1,4,21)

Mendiagnosis plasenta previa selalu harus dibandingkan dengan solusio plasenta

karena keduanya merupakan jenis perdarahan pada paruh terakhir kehamilan. Untuk

mendiagnosis dapat dilakukan anamnesis, pemeriksaan luar yang menunjukkan

terdapat kelaianan letak plasenta, inspekulo, dan USG. Kemungkinan plasenta previa

tidak boleh disingkirkan sampai pemeriksaan sesuai termasuk USG, jelas

membuktikan bahwa itu bukan plasenta previa. Diagnosis plasenta previa jarang dapat

dipastikan dengan pemeriksaan klinis. Dengan USG dapat terlihat jelas lokasi

implantasi plasenta, sehingga dengan USG dapat dipastikan diagnosis plasenta previa.

Page 8: Skenario 1 emergensi

SANDI PUSPITA PRATIWI1102012259 - SK I EMERGENCY

Pemakaian USG transvaginalmampu melakukan visualisasi ostium serviks pada semua

kasus.(1,21)

Penatalaksanaan plasenta previa pada janin prematur tetapi tanpa perdarahan aktif

adalah perawatan konservatif seperti tirah baring, infus dextrose 5%, pemeriksaan

laboratorium berupa pemeriksaan Hb, hematokrit, dan USG. Pasien dapat dipulangkan

setelah perdarahan berhenti dan janin dianggap sehat. Namun jika kehamilan telah

cukup bulan, terjadi perdarahan aktif, atau anak mati dapat dilakukan penanganan

aktif berupa persalinan pervaginam atau seksio sesarea. Persalinan pervaginam

dilakukan pada keadaan Plasenta previa lateralis/ marginalis dengan KJDR, serviks

matang, kepala masuk PAP,  maka lakukan amniotomi diikuti drip oksitosin diteruskan

persalinan pervaginam. Sedangkan Indikasi seksio sesarea adalah plasenta previa

totalis, perdarahan banyak tanpa henti, presentasi abnormal, panggul sempit, dan

gawat janin. (1,21)

b. Ruptura Uteri

Ruptur uteri atau robekan uterus merupakan peristiwa yang sangat berbahaya, yang

umumnya terjadi pada persalinan, kadang-kadang juga pada kehamilan tua. Robekan

pada uterus dapat ditemukan untuk sebagian besar pada bagian bawah uterus.

Peregangan berlebihan segmen bawah uterus (SBR) disertai pembentukan cincin

retraksi patologis pada rupture uteri. Ruptur uteri yang sebelumnya utuh saat

persalinan paling sering mengenai SBR yang menipis. Robekan apabila terletak dekat

dengan serviks, sering meluas secara melintang atau oblik. (1)

Gejala klinis dari ruptur uteri ialah rasa nyeri yang luar biasa saat datangnya his,

terlihat tanda-tanda syok hipovolemia, pernapasan dangkal dan cepat, karena partus

lama terjadi menyebabkan dehidrasi, tampak lingkaran retraksi patologis Bandl.

Setelah terjadinya ruptur uteri biasanya rasa nyeri menghilang sementara dan setelah

itu penderita mengeluh adanya rasa nyeri yang merata disertai dengan gawat janin,

bagian terendah janin mudah di dorong ke atas, bagian janin mudah diraba dengan

palpasi abdomen, dan countour janin terlihat melalui inspeksi abdomen. Pada ruptur

uteri jika dilakukan pemeriksaan dalam (vaginal toucher) kadang-kadang kita dapat

meraba robekan di dinding uterus yang dapat dilewati oleh jari untuk mencapai

rongga peritoneum. Tidak terdeteksinya robekan buka berarti bahwa tidak terjadi

ruptur uteri.(1,4,22)

Pada ruptur uteri spontan atau ruptur yang jelas sewaktu partus percobaan setelah

seksio sesarea, sering dilakukan histerektomi. Ligasi arteri iliaka interna kadang-

kadang mengurangi perdarahan secara bermakna.(1)

LO.1.8 Tatalaksana

Page 9: Skenario 1 emergensi

SANDI PUSPITA PRATIWI1102012259 - SK I EMERGENCY

1)      Solusio plasenta ringanBila usia kehamilan  kurang dari 36 minggu dan bila ada perbaikan (perdarahan berhenti, perut tidak sakit, uterus tidak tegang, janin hidup) dengan tirah baring dan observasi ketat, kemudian tunggu persalinan  spontan. (2)

Bila ada perburukan (perdarahan berlangsung terus, gejala solusio plasenta makin jelas, pada pemantauan dengan USG daerah solusio plasenta bertambah luas), maka kehamilan  harus segera diakhiri. Bila janin hidup, lakukan seksio sesaria, bila janin mati lakukan amniotomi disusul infus oksitosin untuk mempercepat persalinan

2)      Solusio plasenta sedang dan berat (2)

Apabila tanda dan gejala klinis solusio plasenta jelas ditemukan, penanganan di rumah sakit meliputi transfusi darah, amniotomi, infus oksitosin dan jika perlu seksio sesariaApabila diagnosis solusio plasenta dapat ditegakkan berarti perdarahan telah terjadi sekurang-kurangnya 1000 ml. Maka transfusi darah harus segera diberikan. Amniotomi akan merangsang persalinan dan mengurangi tekanan intrauterin.Dengan melakukan persalinan secepatnya dan transfusi darah dapat mencegah kelainan pembekuan darah. Persalinan diharapkan terjadi dalam 6 jam sejak berlangsungnya solusio plasenta. Tetapi jika tidak memungkinkan, walaupun sudah dilakukan amniotomi dan infus oksitosin, maka satu-satunya cara melakukan persalinan adalah seksio sesariaApoplexi uteroplacenta tidak merupakan indikasi histerektomi. Tetapi jika perdarahan tidak dapat dikendalikan setelah dilakukan seksio sesaria maka histerektomi perlu dilakukan.

LO.1.9 Komplikasi

Syok perdarahanPendarahan antepartum dan intrapartum pada solusio plasenta hampir tidak dapat dicegah, kecuali dengan menyelesaikan persalinan  segera. Bila persalinan  telah diselesaikan, penderita belum bebas dari perdarahan postpartum karena kontraksi uterus yang tidak kuat untuk menghentikan perdarahan pada kala III . Pada solusio plasenta berat keadaan syok sering tidak sesuai dengan jumlah perdarahan yang terlihat (1,10,17)

Gagal ginjalGagal ginjal merupakan komplikasi yang sering terjadi pada penderita solusio plasenta, pada dasarnya disebabkan oleh keadaan hipovolemia karena perdarahan yang terjadi.  Biasanya terjadi nekrosis tubuli ginjal yang mendadak, yang umumnya masih dapat ditolong dengan penanganan yang baik. (1,2)

Kelainan pembekuan darahKelainan pembekuan darah biasanya disebabkan oleh hipofibrinogenemia. (2)

Apoplexi uteroplacenta (Uterus couvelaire)Pada solusio plasenta yang berat terjadi perdarahan dalam otot-otot rahim dan di bawah perimetrium kadang-kadang juga dalam ligamentum latum. Perdarahan ini menyebabkan gangguan kontraktilitas uterus dan warna uterus berubah menjadi biru atau ungu yang biasa disebut Uterus couvelaire.

Komplikasi yang dapat terjadi pada janin:  

Page 10: Skenario 1 emergensi

SANDI PUSPITA PRATIWI1102012259 - SK I EMERGENCY

Fetal distress, Gangguan pertumbuhan/perkembangan, Hipoksia, anemia, Kematian

LO.1.10 Pencegahan

Pencegahan yang dapat dilakukan untuk menghindari solution plasenta, diantaranya adalah:

1. Melakukan pemeriksaan kehamilan secara teratur minimal 4 kali selama masa kehamilan.2. Mencukupi kebutuhan gizi dan vitamin baik untuk ibu maupun janin.3. Menjaga kesehatan kandungan dengan cara olahraga ringan teratur, istirahat yang cukup

dan menghindari aktifitas yang dapat membahayakan kehamilan.

LO.1.11 Prognosis

Prognosis untuk anak pada solutio plasenta yang berat adalah kematian anak 90%.

Untuk ibu solusio plasenta juga merupakan keadaan yang berbahaya tapi dengan

persediaan darah yang cukup dan penanganan yang baik, kematian dapat ditekan.

Prognosis bergantung pada besarnya bagian plasenta yang terlepas, banyaknya

perdarahan, beratnya hipofibrinogenemi, apakah perdarahan nampak atau

tersembunyi dan lamanya keadaan solusio plasenta berlangsung.(18)

Mortalitas terhadap ibu terjadi karena adanya perdarahan sebelum dan sesudah

partus, kerusakan organ terutama nekrosis korteks ginjal dan infeksi. Pada perdarahan

eksternal, resiko yang terjadi pada ibu bergantung pada banyaknya darah yang hilang,

namun kematian ibu jarang terjadi. Pada perdarahan yang tersembunyi, prognosisnya

sulit diperkirakan. Komplikasi bisa hanya satu ataupun kombinasi. (1)Perdarahan bisa

terjadi intraperitoneal ataupun hematoma pada ligamentum. (2) syok dapat terjadi

berdasarkan jumlah darah yang keluar. (3)Gangguan pembekuan darah. (4) oliguria

dan anuria biasanya dipengaruhi oleh syok hipovelemia. Faktor komplikasi

bertanggung jawab atas peningkatan kematian ibu. Penanganan yang baik terhadap

syok, kegagalan koagulasi dan gangguan ginjal, dapat menurunkan kematian ibu.(4,24)

Mortalitas terhadap anak lebih tinggi, hal ini bergantung pada pelepasan dari

plasenta, bila yang terlepas lebih dari 1/3 maka kemungkinan kematian anak 100%.

Selain itu juga bergantung pada prematuritas dan tindakan persalinan . Pada

perdarahan eksternal kematian janin mencapai 25-30% dan pada perdarahan

tersembunyi mencapai 50-100%. Kematian disertai dengan prematuritas dan anoxia

karena pelepasan plasenta.(4,24)

DAFTAR PUSTAKACunningham, F. Gary [et.al..]. 2005. Obstetri Williams. Jakarta : EGC Prawirohardjo, Sarwono. 2002. Ilmu Kebidanan. Jakarta : YBP – SP

Page 11: Skenario 1 emergensi

SANDI PUSPITA PRATIWI1102012259 - SK I EMERGENCY

Gasong MS, Hartono E, Moerniaeni N. Penatalaksanaan Perdarahan Antepartum. Bagian Obstetri dan Ginekologi FK UNHAS; 1997. 3-8.Pritchard JA, MacDonald PC, Gant NF. Williams Obstetrics, 20th ed. R Hariadi, R Prajitno Prabowo, Soedarto, penerjemah. Obstetri Williams. Edisi 20. Surabaya: Airlangga University Press, 2001; 456-70.Brudenell, Michael. 1996. Diabetes pada Kehamilan. Jakarta : EGCGray, Huon H [et.al..]. 2009. Kardiologi. Jakarta : Penerbit ErlanggaMoechtar R. Pedarahan Antepartum. Dalam: Synopsis Obstetri, Obstetri Fisiologis dan Obstetri Patologis, Edisi II. Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1998; 279Chalik TMH. Hemoragi Utama Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: Widya Medika, 1997; 109-26.

LI.II Memahami dan Menjelaskan Hipertensi dalam Kehamilan

Hipertensi adalah tekanan darah sekurang-kurangnya 140 mmHg sistolik atau 90 mmHg diastolik pada dua kali pemeriksaan berjarak 4-6 jam pada wanita yang sebelumnya normotensi.

Bila ditemukan tekanan darah tinggi (≥140/90 mmHg) pada ibu hamil, lakukan pemeriksaan kadar protein urin dengan tes celup urin atau protein urin 24 jam dan tentukan diagnosis.

KLASIFIKASI

Klasifikasi yang dipakai di Indonesia adalah berdasarkan Report of the National High Blood Pressure Education Program Working Group on High Blood Pressure in Pregnancy tahun 2001, ialah:

1.      Hipertensi kronik

2.      Preeclampsia-eklamsia

3.      Hipertensi kronik dengan superimposed preeklamsia

4.      Hipertensi gestasional.

Penjelasan pembagian klasifikasi

1.      Hipertensi kronik adalah hipertensi yang timbul sebelum umur kehamilan 20 minngu atau hipertensi yang pertama kali didiagnosis setelah umur kehamilan 20 minggu dan hipertensi menetapsampai 12 minggu persalinan.

2.      Preeklamsia adalah hypertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai dengan proteinuria

3.      Eklamsia adalah preeklamsi yang disertai dengan kejang-kejang dan/atau koma

4.      Hipertensi kronik dengan superimposed preeklamsia adalah hipertensi kronik disertai tanda-tanda preeklamsia atau hipertensi kronik disertai proteinuria

Page 12: Skenario 1 emergensi

SANDI PUSPITA PRATIWI1102012259 - SK I EMERGENCY

5.      Hipertensi gestasional( disebut juga transient hypertension) adalah hipertensi yang timbul pada kehamilan tanpa disertai dengan proteinuria dan hypertensi menghilang setelah 3 bulan pasca persalinan atau kehamilan dengan tanda-tanda preeklamsia tetapi tanpa proteinuria.

Penjelasan tambahan

Hipertensi ialah tekanan darah sistolik dan diastolic ≥ 140/90 mmHg. Pengukuran tekana darah sekurang-kurangnya dilakukan 2 kali selanh 4 jam. Kenaikan tekanan darah sistolik  ≥ 30 mmHg dan keniakan tekanan darah diastolik ≥ 15 mmHg sebagai parameter hipertensi sudah tidak dipaki lagi.

PRE-EKLAMPSIA

2.1. Definisi PreeklampsiaPreeklampsia adalah kelainan malafungsi endotel pembuluh darah atau vaskular yang menyebar luas sehingga terjadi vasospasme setelah usia kehamilan 20 minggu, mengakibatkan terjadinya penurunan perfusi organ dan pengaktifan endotel yang menimbulkan terjadinya hipertensi, edema nondependen, dan dijumpai proteinuria 300mg per 24 jam atau 30mg/dl (+1 pada dipstick) dengan nilai sangat fluktuatif saat pengambilan urin sewaktu (Brooks MD, 2011).

2.2. Klasifikasi Preeklampsia Dari berbagai gejala, preeklampsia dibagi menjadi preeklampsia ringan dan preeklampsia berat. 2.2.1. Kriteria preeklampsia ringan :

~ Hipertensi dengan sistolik/diastolik > 140/90 mmHg, sedikitnya enam jam pada dua kali pemeriksaan tanpa kerusakan organ.

~ Proteinuria > 300 mg/24 jam atau > 1 + dipstik.~ Edema generalisata yaitu pada lengan, muka, dan perut.

Preeklampsia berat dibagi menjadi : preeklampsia berat tanpa impending eclampsia dan preeklampsia berat dengan impending eclampsia. 2.2.2. Kriteria preeklampsia berat :

~ Tekanan darah sistolik/diastolik > 160/110 mmHg sedikitnya enam jam pada dua kali pemeriksaan. Tekanan darah ini tidak menurun meskipun ibu hamil sudah dirawat di rumah sakit dan telah menjalani tirah baring.

~ Proteinuria > 5 gram/24 jam atau > 3 + dipstik pada sampel urin sewaktu yang dikumpulkan paling sedikit empat jam sekali.

~ Oliguria < 400 ml / 24 jam. ~ Kenaikan kadar kreatinin plasma > 1,2 mg/dl. ~ Gangguan visus dan serebral : penurunan kesadaran, nyeri kepala persisten, skotoma, dan

pandangan kabur. ~ Nyeri epigastrium pada kuadran kanan atas abdomen akibat teregangnya kapsula glisson. ~ Edema paru dan sianosis. ~ Hemolisis mikroangipatik karena meningkatnya enzim laktat dehidrogenase.~ Trombositopenia ( trombosit < 100.000 mm3).~ Oligohidroamnion, pertumbuhan janin terhambat, dan abrupsio plasenta. ~ Gangguan fungsi hepar karena peningkatan kadar enzim ALT dan AST.

2.4. Gejala dan tanda PreeklampsiaGejala dan tandanya dapat berupa :

Page 13: Skenario 1 emergensi

SANDI PUSPITA PRATIWI1102012259 - SK I EMERGENCY

2.4.1. Hipertensi Hipertensi merupakan kriteria paling penting dalam diagnosa penyakit preeklampsia. Hipertensi ini sering terjadi sangat tiba-tiba. Banyak primigravida dengan usia muda memiliki tekanan darah sekitar 100-110/60-70 mmHg selama trimester kedua. Peningkatan diastolik sebesar 15 mmHg atau peningkatan sistolik sebesar 30 mmHg harus dipertimbangkan (William obstetri, 2010).

2.4.2. Hasil pemeriksaan laboratoriumProteinuria merupakan gejala terakhir timbul. Proteinuria berarti konsentrasi protein dalam urin yang melebihi 0,3 gr/liter dalam urin 24 jam atau pemeriksaan kualitatif menunjukan (+1 sampai 2+ dengan metode dipstik) atau > 1 gr/liter melalui proses urinalisis dengan menggunakan kateter atau midstream yang Universitas Sumatera Utaradiambil urin sewaktu minimal dua kali dengan jarak waktu 6 jam (Wiknjosastro, 2006). Hemoglobin dan hematokrit meningkat akibat hemokonsentrasi. Trombositopenia biasanya terjadi. Terjadi peningkatan FDP, fibronektin dan penurunan antitrombin III. Asam urat biasanya meningkat diatas 6 mg/dl. Kreatinin serum biasanya normal tetapi bisa meningkat pada preeklampsia berat. Alkalin fosfatase meningkat hingga 2-3 kali lipat. Laktat dehidrogenase bisa sedikit meningkat dikarenakan hemolisis. Glukosa darah dan elektrolit pada pasien preeklampsia biasanya dalam batas normal. Urinalisis ditemukan proteinuria dan beberapa kasus ditemukan hyaline cast.

2.4.3. Edema Edema pada kehamilan normal dapat ditemukan edema dependen, tetapi jika terdapat edema independen yang djumpai di tangan dan wajah yang meningkat saat bangun pagi merupakan edema yang patologis. Kriteria edema lain dari pemeriksaan fisik yaitu: penambahan berat badan > 2 pon/minggu dan penumpukan cairan didalam jaringan secara generalisata yang disebut pitting edema > +1 setelah tirah baring 1 jam.

Penatalaksanaan Preeklampsia Berata) Penanganan umum.

• Jika tekanan diastolik > 110 mmHg, berikan antihipertensi, sampai tekanan diastolik diantara 90-100 mmHg.

• Pasang infus RL ( Ringer Laktat )• Ukur keseimbangan cairan, jangan sapai terjadi overload• Kateterisasi urin untuk pengeluaran volume dan proteinuria• Jika jumlah urin < 30 ml perjam: Infus cairan dipertahankan 1 1/8 jam Pantau kemungkinan

edema paru• Jangan tinggalkan pasien sendirian. Kejang disertai aspirasi dapat mengakibatkan kematian

ibu dan janin. • Observasi tanda vital, refleks, dan denyut jantung janin setiap jam. • Auskultasi paru untuk mencari tanda edema paru. Krepitasi merupakan tanda edema paru.

Jika terjadi edema paru, stop pemberian cairan dan berikan diuretik misalnya furosemide 40 mg intravena.

• Nilai pembekuan darah dengan uji pembekuan bedside. Jika pembekuan tidak terjadi sesudah 7 menit, kemungkinan terdapat koagulapati (Abdul Bari, 2001).

Page 14: Skenario 1 emergensi

SANDI PUSPITA PRATIWI1102012259 - SK I EMERGENCY

b) Antikonvulsan. Pada kasus preeklampsia yang berat dan eklampsia, magnesium sulfat yang diberikan secara parenteral adalah obat anti kejang yang efektif tanpa menimbulkan depresi susunan syaraf pusat baik bagi ibu maupun janinnya. Obat ini dapat diberikan secara intravena melalui infus kontinu atau intramuskular dengan injeksi intermiten. Infus intravena kontinu

• Berikan dosis bolus 4 – 6 gram MgSO4 yang diencerkan dalam 100 ml cairan dan diberikan dalam 15-20 menit.

• Mulai infus rumatan dengan dosis 2 g/jam dalam 100 ml cairan intravena. • Ukur kadar MgSO4 pada 4-6 jam setelah pemberian dan disesuaikan kecepatan infuse untuk

mempertahankan kadar antara 4 dan 7 mEg/l (4,8-8,4 mg/l). • MgSO4 dihentikan 24 jam setelah bayi lahir.Injeksi intramuskular intermiten:• Berikan 4 gram MgSO4 sebagai larutan 20% secara intravena dengan kecepatan tidak

melebihi 1 g/menit. • Lanjutkan segera dengan 10 gram MgSO4 50%, sebahagian (5%) disuntikan dalam di

kuadran lateral atas bokong (penambahan 1 ml lidokain 2 % dapat mengurangi nyeri). Apabila kejang menetap setelah 15 menit, berikan MgSO4 sampai 2 gram dalam bentuk larutan 20% secara intravena dengan kecepatan tidak melebihi 1g/menit. Apabila wanita tersebut bertubuh besar, MgSo4 dapat diberikan sampai 4 gram perlahan.

• Setiap 4 jam sesudahnya, berikan 5 gram larutan MgSO4 50% yang disuntikan dalam ke kuadran lateral atas bokong bergantian kiri-kanan, tetapi setelah dipastikan bahwa:

o Refleks patela (+)o Tidak terdapat depresi pernapasano Pengeluaran urin selama 4 jam sebelumnya melebihi 100 ml

• MgSO4 dihentikan 24 jam setelah bayi lahir.• Siapkan antidotum

Jika terjadi henti napas, berikan bantuan dengan ventilator atau berikan kalsium glukonat 2 g (20 ml dalam larutan 10%) secara intravena perlahanlahan sampai pernapasan mulai lagi.

c) Antihipertensi.• Obat pilihan adalah hidralazin, yang diberikan 5 mg intravena pelanpelan selama 5 menit

sampai tekanan darah turun. • Jika perlu, pemberian hidralazin dapat diulang setiap jam, atau 12,5 intramuskular setiap 2

jam. • Jika hidralazin tidak tersedia, dapat diberikan:

o Nifedipine dosis oral 10 mg yang diulang tiap 30 menit.o Labetalol 10 mg intravena sebagai dosis awal, jika tekanan darah tidak membaik dalam

10 menit, maka dosis dapat ditingkatkan sampai 20 mg intravena (Cunningham, 2003).

d) Persalinan.Pada preeklampsia berat, persalinan harus terjadi dalam 24 jam. Jika seksio sesarea akan dilakukan, perhatikan bahwa tidak terdapat koagulopati. Anestesi yang aman/terpilih adalah anastesia umum. Jangan lakukan anastesia lokal, sedangkan anestesia spinal berhubungan dengan hipotensi.