skripsi optimasi padat tebar yang berbeda terhadap …
TRANSCRIPT
SKRIPSI
OPTIMASI PADAT TEBAR YANG BERBEDA TERHADAPSINTASAN DAN PERTUMBUHAN UDANG WINDU(PenaeusMonodon) PASCA LARVA (TAHAP PENGGELONDONGAN)
DENGAN SISTEM RESIRKULASI PADA WADAHTERKONTROL
KASMAWATI
10594 00549 10
PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRANFAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR2014
OPTIMASI PADAT TEBAR YANG BERBEDA TERHADAPSINTASAN DAN PERTUMBUHAN UDANG WINDU(PenaeusMonodon) PASCA LARVA (TAHAP PENGGELONDONGAN)
DENGAN SISTEM RESIRKULASI PADA WADAHTERKONTROL
SKRIPSI
KASMAWATI
10594 00549 10
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana PerikananPada Program Studi Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas
Muhammadiyah Makassar
PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRANFAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR2014
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa dipanjatkan kepada tuhan yang maha kuasa yang
telah memberikan hidayah dan rahmatnya, tak lupa pula penulis kirim salam dan
shalawat kepada Rasulullah Muhammad SAW selaku pengembang amanah mulia
dan guru ilmu pengetahuan bagi umat manusia, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan judul Optimasi Padat Tebar Yang Berbeda
Pasca Larva Udang Windu (Penaeus Monodon) Terhadap Sintasan Dan
Pertumbuhan Pada Penggelondongan Dengan Sistem Resirkulasi Pada
Wadah Terkontrol, Di Balai Budidaya Air Payau (BBAP) Takalar.
Penyusunan skripsi ini dapat terlaksana berkat bantuan berbagai pihak
sehingga dapat selesai tepat pada waktunya. Olehnya itu, penulis dengan segala
kerendahan hati mengucapkan terima kasih kepada seluruh keluarga yang selalu
memberi dukungan, motivasi dan doa yang tulus kepada penulis. Sebagai
penghargaan atas segala bimbingan dan bantuan kepada penulis dalam menyusun
skripsi ini, maka penulis dengan tulus dan ikhlas menyampaikan terima kasih
kepada pembimbing dan penguji: Bapak Ir. Burhanuddin, MP selaku pembimbing
pertama yang telah bersedia meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan,
arahan, dan saran dalam menyusun skripsi ini, Ibu Murni, S.Pi, M.Si selaku
pembimbing kedua yang telah bersedia meluangkan waktu memberikan
bimbingan, arahan, dan saran dalam menyusun skripsi ini, Ibu Ir. Andi Khaeriyah,
M.Si, selaku penguji pertama yang telah bersedia meluangkan waktu untuk
menguji, memberikan arahan, dan saran dalam menyusun skripsi ini,
Dr. Abd. Haris Sambu, S.Pi, M.Si, selaku penguji kedua yang telah bersedia
ii
meluangkan waktu untuk menguji, memberikan arahan, dan saran dalam
menyusun skripsi ini.
Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat kepada pihak pembaca
terutama bagi penulis sendiri dan selalu mendapat ridho Allah SWT.
Amin….
Makassar, 16 Juni 2014
Kasmawati
iii
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Pengesahan i
Kata Pengantar ii
Daf tar Isi iv
Daf tar Tabel vi
Daftar Gambar vii
Daftar Lampiran viii
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Tujuan Dan Kegunaan Penelitian 2
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Klasifikasi dan morfologi Udang windu 3
2.2 Makanan Dan kebiasaan Makan 4
2.3 Habitat 5
2.4 Pertumbuhan 6
2.5 Sintasan 9
2.6 Kualitas air 12
2.6.1 Suhu 13
2.6.2 Salinitas 13
2.6.3 pH 14
2.6.4 Oksigen Terlarut 15
2.6.5 Ammonia (NH3) 16
III. METODE PENELITIAN
3.1 Waktu Dan Tempat 17
3.2 Alat Dan Bahan 17
3.3 Hewan Uji 18
3.4 Prosedur Penelitian 18
3.4.1 Persiapan Wadah Dan Peralatan 19
3.4.2 Persiapann Air Media Pemeliharaan 19
iv
3.4.3 Pemeliharaan Benih 20
3.5 Perlakuan Dan Penempatan Wadah Percobaan 21
3.6 Pengukuran Peubah 22
3.7 Analisa Data 23
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pertumbuhan Mutlak Udang Windu 24
4.2 Laju Pertumbuhan Harian 26
4.3 Sintasan 29
4.4 Kualitas Air 31
V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan 35
5.2 Saran 35
VI. DAFTAR PUSTAKA 36
VII. DAFTAR LAMPIRAN 39
VIII. RIWAYAT HIDUP 46
v
DAFTAR TABEL
No Halaman
1. Alat dan kegunaannya 17
2. Bahan dan kegunaannya 18
3. Pertumbuhan mutlak udang windu 24
4. Laju pertumbuhan harian udang windu 26
5. Sintasan benih udang windu setiap perlakuan 29
6. Kisaran parameter kualitas air media pemeliharaan udang
Windu setiap perlakuan 32
vi
DAFTAR GAMBAR
No Halaman
1. Udang windu 3
2. Morfologi udang windu 4
3. Siklus hidup udang windu 6
4. Tata letak unit percobaan setelah pengacakan 21
5. Histogram pertumbuhan mutlak benih udang windu tiap perlakuan 25
6. Grafik pertumbuhan berat harian udang windu 28
7. Histogram sintasan udang windu 30
vii
DAFTAR LAMPIRAN
No Halaman
1. Analisis sidik ragam (Ansira) laju pertumbuhan mutlak
benih udang windu setiap perlakuan selama penelitian 40
2. Uji Beda Nyata Terkecil Laju Pertumbuhan mutlak
benih udang windu pada Setiap Perlakuan Selama Penelitian 40
3. Laju pertumbuhan benih udang windu setiap perlakuan
selama penelitian 41
4. Gambar kegiatan penelitian 42
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Budidaya Udang Windu (Penaeus monodon) masih menjadi komoditi
perikanan yang memiliki peluang usaha cukup baik karena sangat digemari oleh
konsumen lokal dan konsumen luar negeri. Hal ini disebabkan oleh rasa udang
windu yang enak dan gurih serta kandungan gizinya sangat tinggi. Namun disisi
lain keterpurukan usaha budidaya udang pada beberapa dekade terakhir, tidak
terlepas dari merebaknya berbagai penyakit udang. Hal ini diperparah dengan
menurunya degradasi lingkungan akibat pengunaan berbagai pupuk maupun obat
kimia, sehingga kondisi tambak tidak mampu untuk periode pemeliharaan yang
panjang. Oleh sebab itu untuk memperpendek periode pembesaran udang di
tambak yang sesuai dengan daya dukung lingkungan yang tersedia, maka
diperlukan segmen penggelondongan benih udang. Sebagai usaha efesiensi waktu
selama proses persiapan tersebut dilakukan pemeliharaan benih sebelum ditebar
ke tambak pembesaran. Pada saat tambak siap, benih hasil penggelondongan
dapat ditebar sehingga waktu pembesaran relatif singkat.
Budidaya udang windu pada bulan pertama merupakan tahapan penting
karena akan mempengaruhi pemeliharaan selanjutnya. Untuk itu diperlukan
kondisi yang relatif terkontrol seperti pada kegiatan penggelondongan yang
bertujuan untuk menghasilkan benih yang lebih tahan terhadap perubahan
lingkungan tambak.. Pada umumnya proses penggelondongan dilakukan selama
dua sampai empat minggu dengan kepadatan tinggi. Tingginya padat tebar pada
2
penggelondongan diharapkan tidak mengakibatkan penurunan kualitas maupun
kuantitas benih udang yang dihasilkan. Metode penggelondongan yang
diterapkan mengacu pada Resirculasion Aquakultur System (RAS) sebagaimana
telah berkembang di sejumlah negara maju. Penggelondongan merupakan salah
satu usaha untuk meningkatkan kualitas benih udang windu (Penaeus monodon).
Semakin seragam udang yang dihasilkan, semakin baik kualitas udang dan
semakin tinggi pula nilai jualnya, serta kegiatan penggelondongan diharapkan
dapat meningkatkan tingkat kelangsungan hidup dan pertumbuhan udang untuk
memenuhi target produksi.
Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka dilakukan penelitian tentang
pengaruh padat tebar pasca larva udang windu (Penaeus monodon) terhadap
pertumbuhan dan sintasan pada penggelondongan dengan system resirkulasi pada
wadah terkontol.
1.2 Tujuan dan Kegunaan
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan padat tebar
yang optimal untuk meningkatkan pertumbuhan dan sintasan benih udang windu
pada tahap penggelondongan dengan sistem resirkulasi pada wadah terkontrol.
Sedangkan kegunaan penelitian ini adalah sebagai bahan informasi tentang padat
tebar yang sesuai untuk pertumbuhan dan peningkatan sintasan benih udang
windu (peneaus monodon) kepada masyarakat pembudidaya.
3
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Klasifikasi dan Morfologi Udang Windu
Dalam dunia internasional, udang windu dikenal dengan nama black tiger,
tiger shrimp, atau tiger prawn. Adapun pengklasifikasian udang windu
diklasifikasikan sebagai berikut (Soetomo, 1990) :
Gambar 1. Udang Windu
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Subfilum : Crustacea
Kelas : Malacostraca
Ordo : Decapoda
Family : Penaeidae
Genus : Penaeus
Spesies : Penaeus monodon
Tubuh udang secara morfologi dapat dibedakan dalam dua bagian yaitu
bagian depan (anterior) dan bagian belakang (posterior). Bagian depan disebut
4
bagian kepala dan bagian dada yang menyatu (cephalotrax). Bagian perut
(abdomen) terdapat ekor pada bagian belakangnya, semua bagian badan beserta
anggotanya terdiri dari ruas-ruas (segmen). Kepala sampai dada terdiri dari 13
ruas yaitu kepala terdiri 5 ruas dan dadanya 8 ruas, sedangkan bagian perut terdiri
dari 6 ruas. Seluruh tubuh tertutup oleh kerangka luar yang disebut eksoskeleton
yang terbuat dari bahan kitin. Bagian kepala-dada tertutup oleh sebuah kelopak
kepala (karapaks). Dibagian bawah pangkal cucuk kepala terdapat mata majemuk
yang bertangkai dan dapat digerak-gerakan. Mulut terdapat dibagian bawah
kepala diantara mandibula serta terdapat insang disisi kanan kiri kepala yang
tertutup oleh kelopak kepala (Sunaryanto dan Pudjianto, 1987). Morfologi udang
windu dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 2. Morfologi Udang Windu
2.2 Makanan Dan Kebiasaan Makan
Udang merupakan organisme yang aktif mencari makan pada malam hari
(nocturnal). Jenis makannya sangat bervariasi tergantung pada tingkatan umur
5
udang. Pada stadia benih, makanan utamanya adalah plankton (fitoplankton dan
zooplankton). Udang dewasa menyukai daging binatang lunak atau molusca
(kerang, tiram, siput), cacing, annelida yaitu cacing polychaeta, dan krustasea.
Dalam usaha budidaya, udang mendapatkan pakan alami yang tumbuh di tambak,
yaitu kelekap, lumut, plankton, dan benthos. Udang akan bersifat kanibal bila
kekurangan makanan (Soetomo, 1990).
Udang windu tergolong omnivor dan mempunyai kemampuan yang
terbatas dalam memanfaatkan karbohidrat pakan (FAO, 1987). Walaupun udang
merupakan pemakan segala, akan tetapi pada umumnya udang merupakan
predator bagi invertebrata yang pergerakannya lambat (Semeru dan Anna, 1992).
Selain itu, udang windu mempunyai sifat kanibalisme yang pada kondisi
kekurangan pakan dapat memangsa udang lain yang dalam kondisi lemah, seperti
pada saat ganti kulit.
2.3 Habitat
Udang windu bersifat euryhaline yaitu toleransi terhadap kisaran salinitas
yang lebar dan menempati habitat yang berbeda dengan stadium dari daur
hidupnya. benih udang, juvenile dan tokolan mempunyai kebiasaan tinggal dekat
permukaan pada perairan daerah pantai dan di daerah estuaria hutan mangrove,
sedangkan tingkat dewasa kelamin kebanyakan berada pada perairan yang
kedalamanya sekitar 100-200 m. Larva yang mencapai daerah pantai biasanya
berukuran sekitar 15 mm, akan tetapi kadang-kadang dijumpai yang berukuran
lebih kecil, yakni sekitar 8 mm. Di bawah ini gambar tentang siklus hidup udang
windu.
6
Gambar 3. Siklus hidup udang windu (Semeru dan Anna, 1992)
Udang windu umumnya menyukai dasar perairan yang berpasir, lumpur
berpasir atau lempung berdebu. Keuntungan yang diperoleh udang windu dengan
hidup pada substrat yang berlumpur adalah bahwa pada substrat yang demikian
makanan alami dapat tumbuh. Pada waktu siang hari umumnya mencari tempat
berteduh atau bahkan membenamkan diri ke dalam lumpur bila intensitas cahaya
mencapai 600 lux. Induk udang windu pada umumnya lebih menyukai substrat
yang berlumpur pada kedalaman 10-40 m. Poernomo (1978) menerangkan bahwa
udang windu akan lebih cepat tumbuh pada kedalaman lebih dari 100 cm dan
salinitasnya sekitar 10-25 ppt.
2.4 Pertumbuhan
Pertumbuhan merupakan pertambahan jumlah panjang dan berat suatu
organisme dan tidak dapat kembali dalam keadaan semula yang dapat dinyatakan
dengan bilangan. Pertumbuhan juga merupakan total energi yang diubah menjadi
7
penyusun tubuh, kebutuhan energi ini diperoleh dari makanan. Pertumbuhan juga
merupakan suatu proses pertambahan bobot maupun panjang tubuh ikan. Adapun
perbedaan laju pertumbuhan dapat disebabkan karena adanya pengaruh padat
penebaran dan persaingan di dalam mendapatkan makanan. Seperti jenis
organisme lain bahwa larva udang windu dalam penggelondongan pertumbuhanya
dipengaruhi oleh dua faktor yaitu sifat genetik dari udang itu sendiri sebagai
faktor internal dan lingkungan sebagai faktor eksternal (Effendi, 1997). Salah
satu faktor eksternal adalah ketersediaaan makanan yang cukup dan tingkat
kebutuhan nutrisi yang sesuai dengan larva udang windu pada penggelondongan.
Pada penggelondongan udang windu dengan kepadatan 500 ekor/m2 dan
1000 ekor/m2 selama empat minggu dapat menghasilkan panjang rata-rata 30,08
mm dan 25,28 mm (Djumadi, 2005). Dengan demikian kepadatan mempengaruhi
pertumbuhan panjang mutlak benih udang windu. Perlakuan dengan kepadatan
500 ekor/m2 menghasilkan pertumbuhan panjang mutlak terbaik yaitu sebesar
33,99 mm. Hasil pertumbuhan panjang mutlak terus menurun seiring
meningkatnya perlakuan kepadatan yaitu 30,55 mm untuk kepadatan 1000
ekor/m2, 29,33 mm untuk kepadatan 1500 ekor/m2 dan hasil terendah didapat dari
perlakuan kepadatan 2000 ekor/m2 yaitu sebesar 27,70 mm. Hal ini sesuai
dengan pernyataan bahwa peningkatan padat penebaran akan menurunkan
pertumbuhan (Allen, 1974 dalam Supriyono, et al, 2006). Menurut Muzaki
(2004), pada kepadatan lebih rendah udang lebih mudah dalam mendapatkan
makanan dan oksigen sehingga udang lebih mudah untuk tumbuh.
8
Pada penelitian lain produksi benih udang windu dalam hapa dengan
kepadatan 250 ekor/m2 ,500 ekor/m2 , 750 ekor/m2 , 1000 ekor/m2 tidak
mempengaruhi kelangsungan hidup dan koefisien keragaman. Perlakuan hanya
mempengaruhi pertumbuhan. Kepadatan 250 ekor/m2 menghasilkan pertumbuhan
terbaik namun total produksi dicapai pada kepadatan 1000 ekor/m2.
Peningkatan kepadatan tidak mempengaruhi koefisien keragaman panjang
udang pada pemeliharaan minggu kedua sampai minggu ke empat (p>0,05). Pada
penggelondongan udang windu sampai kepadatan 1000 ekor/ m2 (Djumadi, 2005).
Kondisi ini terjadi karena pakan yang diberikan cukup dan merata sehingga tidak
ada dominasi udang dalam memanfaatkannya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan maksimum untuk
udang dapat dicapai pada pemberian pakan mengandung karbohidrat 1% dengan
kandungan protein tinggi, yaitu hingga 50% (Mangampa dan Suswoyo, 2008),
Melihat hal tersebut maka diharapkan dengan padat tebar yang tinggi mampu
meningkatkan laju pertumbuhan dan sintasan larva udang windu, seperti pada
penelitian terdahulu yang melihat pengaruh padat tebar terhadap larva udang yang
memberikan pertumbuhan yang lebih baik.
Salah satu tujuan dari penggelondongan udang windu adalah
menghasilkan benur siap tebar dan berukuran seragam untuk dipelihara pada
tambak. Ukuran benur yang seragam akan mengurangi tingkat kompetisi dan
dominansi udang dalam mendapatkan ruang, pakan dan oksigen. Semakin
seragam udang yang dihasilkan, semakin baik kualitas udang yang dihasilkan dan
semakin tinggi pula nilai jualnya. Berbeda dengan udang windu yang memiliki
9
sifat individu dan kanibal padat penebaran yang tinggi serta asupan pakan yang
diberikan tidak mencukupi sehingga menimbulkan sifat kanibal antar sesama
untuk memenuhi kebutuhan asupan makanannya, akibatnya banyak udang windu
yang mati sehingga persaingan lebih sedikit (Budiardi, et al, 2005).
Menurut (Mangampa, et al, 2008), menyatakan bahwa semakin besar
kepadatan yang kita berikan, akan semakin kecil laju pertumbuhan per individu.
Dengan kepadatan rendah mempunyai kemampuan memanfaatkan makanan
dengan baik dibandingkan dengan kepadatan yang cukup tinggi, karena makanan
merupakan faktor luar yang mempunyai peranan di dalam pertumbuhan (Syahid,
et al, 2006). Kekurangan pakan akan memperlambat laju pertumbuhan sehingga
dapat menyebabkan kanibalisme, sedangkan kelebihan pakan akan mencemari
perairan sehingga menyebabkan udang stres dan menjadi lemah serta nafsu makan
udang akan menurun (Anonimous, 2000). Ruang gerak juga merupakan faktor
luar yang mempengaruhi laju pertumbuhan, dengan adanya ruang gerak yang
cukup luas udang dapat bergerak dan memanfaatkan unsur hara secara maksimal
(Anonimous, 1993). Pada padat penebaran yang tinggi udang mempunyai daya
saing di dalam memanfaatkan makanan, unsur hara dan ruang gerak, sehingga
akan mempengaruhi laju pertumbuhan.
2.5 Sintasan
Kelangsungan hidup atau sintasan adalah jumlah organisme yang hidup
dari seluruh organisme yang dipelihara dalam wadah. Pada dasanya sintasan biota
dapat dicapai oleh populasi yang mempunyai gambaran hasil interaksi antara
10
individu dan lingkungannya (Cholik, dkk,2005). Kelangsungan hidup merupakan
komponen utama yang perlu diperhatikan dalam usaha budidaya. Kelangsungan
hidup udang ditentukan oleh dua faktor utama yaitu sifat genetik dari udang itu
sendiri sebagai faktor internal dan faktor lingkungan dimana udang itu hidup
sebagai faktor eksternal. Effendie (1997) menyatakan bahwa pertumbuhan dan
kelangsungan hidup dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor dalam seperti
keturunan dan umur serta faktor luar diantaranya lingkungan perairan, makanan,
penyakit dan parasit.
Penelitian pada penggelondongan udang vanamei dan udang windu,
dimana kelangsungan hidup udang vanamei dengan kepadatan 500 ekor/m2 dan
1000 ekor/m2 selama dua minggu pertama berkisar 93,93 % dan 93,47 %. Nilai
tesebut tidak berbeda jauh dengan penggelondongan udang windu dengan
perlakuan dan metode yang sama yaitu 95,60 % dan 86,72 % (Djumadi, 2005).
Pada penggelondongan udang windu dengan menggunakan hapa sampai
kepadatan 1000 ekor/m2 tidak mempengaruhi kelangsungan hidup (Djumadi,
2005). Sedangkan pada udang vanamei kelangsungan hidup belum berpengaruh
sampai perlakuan kepadatan 2000 ekor/m2.
Pada penelitian lain produksi benih udang windu dalam hapa dengan
kepadatan 250 ekor/m2 ,500 ekor/m2 , 750 ekor/m2 , 1000 ekor/m2 tidak
mempengaruhi kelangsungan hidup dan koefisien keragaman. Berdasarkan
efisiensi produksi, kepadatan 1000 ekor/m2 menghasilkan pertumbuhan yang
seragam dengan tingkat kelangsungan hidup yang tinggi sehingga menghasilkan
produktitifitas tertinggi dibandingkan dengan kepadatan yang lebih rendah (250,
11
500 dan 750 ekor/m2). Namun dalam proses penokolan, masih memungkinkan
untuk dilakukan peningkatan padat tebar sampai diatas 1000 ekor/m2 karena hasil
yang didapatkan masih progresif dan belum diperoleh titik puncak dalam
kaitannya dengan pemanfaatan daya dukung lingkungan (Budiardi, 2005).
Menurut (Sandifer, 1991), mengatakan bahwa pengaruh kepadatan pada
pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup pada penggelondongan sampai pada
pembesaran sangat kecil, sementara biomass standing crop meningkat secara
langsung dengan meningkatnya kepadatan. Hasil penelitian juga membuktikan
bahwa padat penebaran tidak mempengaruhi pertumbuhan, kelangsungan hidup
dan koefisien keragaman udang windu stadia post larva yang dipelihara selama 14
hari, akan tetapi pemberian pakan yang cukup serta dukungan kualitas air yang
optimal mengakibatkan optimalnya pertumbuhan udang selama pemeliharan
walupun dilakukan dengan kepadatan tinggi (Budiardi et al, 2005).
Dari hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa angka kematian
yang tinggi disebabkan oleh faktor padat penebaran yang tidak seimbang.
(Syahid et al, 2006 dalam Kholifah, 2008), menyatakan bahwa kepadatan benih
udang yang terlalu padat menyebabkan terjadinya variasi kematian benih yang
berbeda-beda, sebagai akibat dari adanya sifat kanibal, selanjutnya dikatakan
bahwa apabila keadaan dasar wadah benih yang digunakan terlalu sempit
dibandingkan dengan jumlah benih yang ditampung akan menyebabkan
bertumpuknya benih satu sama lain, akibatnya akan terjadi persaingan tempat.
Dalam hal ini harus ada keseimbangan antara luas dasar wadah dengan jumlah
padat penebaran.
12
Ruang gerak karena adanya padat penebaran secara langsung berpengaruh
terhadap kelangsungan hidup, karena udang windu mempunyai sifat kanibal
terhadap lainnya (Tjoronge, 2005 dalam Kholifah, 2008). Ketersediaan makanan
yang cukup dan kualitas air yang menunjang sangat mempengaruhi tingkat
kelangsungan hidup udang. Hal ini sesuai dengan pernyataan Spote (1987) dalam
Kholifah, 2008), bahwa kualitas air turut mempengaruhi kelangsungan hidup dan
pertumbuhan dari organisme perairan yang dibudidayakan. Selain itu,
sebagaimana yang dinyatakan oleh Mc Cormick et.al (1998) Kholifah, 2008),
bahwa padat penebaran yang tinggi akan menyebabkan tingkat persaingan
terhadap makanan dan ruang menjadi tinggi yang akan menurunkan tingkat
kelangsungan hidup suatu organisme.
2.6 Kualitas air
Udang adalah hewan air yang segala kehidupan, kesehatan dan
pertumbuhannya sangat tergantung kepada kualitas air sebagai media hidupnya.
Apabila kualitas air baik maka udang yang dipelihara menjadi sehat dan nafsu
makannya tidak terganggu, pertumbuhan dan sintasan udang akan menjadi tinggi
(Taslihan et al., 1991).
Kualitas air merupakan faktor penting dalam pemeliharaan larva. Agar
udang windu yang dipelihara dapat hidup dan tumbuh dengan baik, maka selain
harus tersedia pakan bergizi dalam jumlah yang cukup, kondisi lingkungan harus
berada pada kisaran yang optimum.
13
2.6.1 Suhu
Keberhasilan produksi pada kegiatan penggelondongan udang windu PL
12 akan dipengaruhi kualitas air selama pelaksanaan penelitian. Suhu air selama
masa pemeliharaan berkisar antara 26 – 34 oC. Suhu air tersebut masih dalam
kisaran yang optimal bagi kehidupan udang pada stadia pascalarva
(Tiensongrusmee, 1980). Pada kisaran suhu tersebut proses metabolisme berjalan
dengan baik sehingga kelangsungan hidup dan pertumbuhan udang diharapkan
dapat optimum (Wardoyo dan Djokosetiyanto, 1988)
Menurut (Poernomo, 1978) udang windu PL12 membutuhkan kisaran
suhu 25-32°C agar dapat tumbuh secara normal. Semakin tinggi suhu perairan
maka semakin tinggi laju metabolisme dalam tubuh udang. Kondisi ini akan
diikuti dengan meningkatnya laju konsumsi pakan. Suhu di atas 32°C akan
menyebabkan stres pada udang dan suhu 35°C merupakan suhu kritis (Poernomo,
1978). Sementara menurut (Soetomo, 2002), kisaran suhu yang baik untuk udang
windu PL12 adalah berkisar 28°C-32 °C. Bila suhu terus meningkat, udang akan
mengalami stress dan akan mengeluarkan lendir yang berlebihan, sebaliknya bila
suhu terlalu rendah akan kurang aktif makan dan bergerak, sehingga
pertumbuhannya akan semakin lambat.
2.6.2 Salinitas
Salinitas sangat besar pengaruhnya terhadap proses metabolisme dan
sintasan udang windu. Menurut Semeru dan Anna (1992) udang windu
mempunyai toleransi hidup pada kisaran salinitas 4–40 ppt dan tumbuh dengan
14
baik pada kisaran 12-30 ppt. Pada suatu penelitian penggelondongan udang
windu PL12 salinitas air berada pada kisaran 9-14 ppt. Nilai tersebut kurang
mendukung untuk pertumbuhan udang tetapi tidak sampai mengakibatkan
kematian, dan sebaiknya kisaran salinitas 15-35 ppt (Chen, 1976 dalam Budiardi,
1999). Jika salinitas terlalu rendah dan terlalu tinggi, nafsu makan masih ada
tetapi konversi pakan menjadi tinggi karena energi tubuh banyak terbuang.
Sementara menurut Khairul, (2003) dalam Jumani (2008) salinitas untuk
pertumbuhan udang windu PL12 yang baik diperoleh pada kisaran 10–35 ppt.
2.6.3 pH
pH berpengaruh terhadap pertumbuhan dan tingkat produksi udang.
Fluktuasi pH air sangat mengganggu aktivitas udang. Fluktuasi pH air juga
sangat menentukan berhasil tidaknya pemeliharaan udang (Ghufron, 1997). pH
air dapat berpengaruh terhadap meningkat tidaknya daya racun amoniak.
Sedangkan nilai pH pada kegiatan penggelondongan udang windu PL12 pada
media pemeliharaan berkisar antara 7-8. Kondisi tersebut masih mendukung untuk
pertumbuhan dan kelangsungan hidup udang (Wardoyo, 1997). Sementara
menurut (Wickins, 1987), untuk pertumbuhan udang windu PL12 memerlukan
kisaran pH 7,4–8,5 dan akan mematikan bila pH mencapai angka terendah 6 dan
angka tertinggi 9. Bila pH air terlalu rendah atau sering rendah pada malam hari,
maka lapisan kapur pada kulit udang akan berkurang karena terserap secara
internal, pada kondisi ini konsumsi oksigen meningkat, insangnya rusak,
selanjutnya pH 6,4 dapat menyebabkan laju pertumbuhan udang akan menurun
sebesar 60% dan sebaliknya pH 9,0-9,5 akan menyebabkan peningkatan kadar
15
amoniak sehingga secara tidak langsung membahayakan udang. Sementara hasil
penelitian (Rakhmatun dan Mudjiman, 2003), di peroleh tingkat pH terbaik bagi
kehidupan dan pertumbuhan udang windu adalah diantara 6,8–8,7 dan akan
mematikan bila pH mencapai angka terendah di bawah 6 dan tertinggi 9.
2.6.4 Oksigen Terlarut
Oksigen dibutuhkan oleh organisme untuk membantu proses metabolisme
yang terjadi dalam tubuh. Jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh organisme
dipengaruhi oleh laju metabolismenya, organisme yang mengalami peningkatan
konsumsi oksigen menunjukkan adanya peningkatan laju metabolisme (Djawad,
1997). Oksigen merupakan gas yang terpenting untuk respirasi dan metabolisme
dalam tubuh. Oksigen sebagai bahan pernapasan dibutuhkan oleh sel untuk
berbagai reaksi metabolisme, oleh sebab itu kelangsungan hidup ikan sangat
ditentukan oleh kemampuannya memperoleh oksigen dari lingkungannya (Fujaya,
1999). Oksigen terlarut dalam suatu perairan mutlak dibutuhkan oleh organisme
air, namun untuk setiap spesies mempunyai kisaran optimal untuk menunjang
kehidupan. Oksigen diperlukan untuk membakar zat-zat makanan yang
dikonsumsi udang dan diserap tubuh atau diuraikan menjadi energi. Kelarutan
oksigen yang baik bagi pertumbuhan udang adalah 4-8 ppm (Susanto, 1992).
Pada penelitian udang windu PL12 selama masa pemeliharaan nilainya
berkisar antara 2,39– 4,30 ppm (kritis bawah). Nilai tersebut cenderung rendah,
tetapi selama pemeliharaan udang tidak menunjukan aktivitas kekurangan oksigen
seperti berenang dipermukaan (Supriyono, 2006). Menurut (Susanto, 1992)
bahwa kisaran oksigen yang dibutuhkan oleh jenis-jenis suatu organisme kadang
16
berbeda, namun perbedaan itu tidak jauh, oksigen terlarut sebanyak 4–8 ppm
dianggap ideal.
Dalam air yang mengandung cukup oksigen aktifitas udang yang terlihat
adalah udang beristirahat dan sesekali bergerak mencari pakan. Sebaliknya pada
air yang kandungan oksigennya rendah, udang akan tampak aktif bergerak dan
berenang karena stres. Mangampa dan Mustafa (1992), menyatakan bahwa
oksigen terlarut cenderung semakin rendah dengan meningkatnya padat
penebaran. Pada padat penebaran tinggi kebutuhan oksigen dan ekskresi sisa
metabolisme dalam media semakin tinggi.
2.6.5 Amoniak
Amoniak merupakan perombakan bahan-bahan organik dan pengeluaraan
hasil metabolisme ikan melalui ginjal dan jaringan insang. Amonia dapat berasal
dari buangan bahan organik yang mengandung senyawa nitrogen seperti protein
maupun sebagai hasil ekskresi. Amonia juga dihasilkan melalui amonifikasi bahan
organik pakan yang tidak terkonsumsi (Effendi, 2003). Pada penggelondongan
udang windu PL12, kandungan amonia tertinggi selama masa pemeliharaan
adalah 0,0149 mg/l. Nilai tersebut masih aman untuk udang yang dipelihara
(Wardoyo dan Djokosetiyanto, 1988)
17
III. METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2013 sampai Januari
2014 bertempat di Laboratorium Basah Divisi Pakan Alami Balai Budidaya Air
Payau Takalar, Desa Mappakalompo Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Alat dan kegunaannya
No Nama Alat Kegunaan
1 Galon air Sebagai media pemeliharaan
2 Pompa Untuk memompa air kemedia pemeliharaan
3 Perlengkapan aerasi Untuk mensuplai oksigen
4 Hendrafroctometer Untuk mengukur salinitas
5 pH meter Untuk mengukur pH dan suhu
6 DO meter Untuk mengukur oksigen terlarut
7 Timbangan elektrik Untuk menimbang pakan dan hewan uji
8 Saringan mekanis Untuk menyaring kotoran pada air media
9 Filter bag Untuk menyaring air
10 Bak plastic Untuk penampungan air
11 Kamera Untuk mendokumentasikan kegiatan.
18
Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Tabel 2. Bahan dan kegunaannya
No Nama Bahan Kegunaan
1 Benih udang windu Sebagai hewan uji
2 Pakan komersil Sebagai pakan uji
3 Air laut Sebagai air media
4 Air tawar Untuk mengencerkan air media
5 Deterjen Untuk mencuci wadah pemeliharaan
3.3 Hewan Uji
Hewan uji yang digunakan pada peneletian ini adalah benih udang windu
PL 12 panjang rata-rata 1,0 cm dengan berat rata-rata 0,042 gr. Benih udang
windu diperoleh dari divisi pembenihan udang Balai Budidaya Air Payau Takalar,
hewan uji yang ditebar pada perlakuan A yaitu 1000 ekor, Perlakuan B yaitu 1500
ekor, Perlakuan C yaitu 2000 ekor, Perlakuan D yaitu 2500 ekor. Galon yang akan
digunakan pada penelitian ini berkapasitas 15 liter dengan volume air 12 liter air.
3.4 Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian yang dilakukan adalah persiapan wadah dan peralatan,
persiapan air media pemeliharaan, dan pemeliharaan benih.
19
3.4.1 Persiapan Wadah dan Peralatan
Wadah yang digunakan pada penelitian ini adalah galon sebanyak 12 buah
yang masing-masing telah dipotong bagian bawahnya, dipasang pada suatu rak
besi secara terbalik dengan memasangkan masing-masing galon tersebut pipa
pembuangan dan pemasukan serta dilengkapi dengan peralatan aerasi. Pada pipa
pembuangan dipasang paralel dari tiap galon dengan satu kran pembuangan untuk
memudahkan pada proses pengantian air dan membuang kotoran. Selain itu,
dipasang pula 3 buah bak penampungan secara paralel dengan memasangkan
pompa pada bak ketiga serta saringan mekanis yang terdiri dari arang, pasir, dan
kerikil pada bak pertama, sehingga air media yang akan di pompakan ke setiap
wadah pemeliharaan harus melewati penyaringan pada bak pertama, kemudian air
mengalir ke bak kedua dan ketiga, dari bak ketigalah air baru dipompakan
kesetiap wadah pemeliharaan.
3.4.2 Persiapan Air Media Pemeliharaan
Air yang digunakan pada pemeliharaan benih udang windu diperoleh dari
laut dengan menggunakan pompa, pada bagian pengeluaran diberi saringan
berupa filter bag dan ditampung dengan menggunakan bak fiber berkapasitas 1
ton, air media tersebut didiamkan selama ± 2 hari kemudian siap untuk
dipompakan ke bak penelitian. Air tersebut diisi pada bak pertama yang telah
diberi saringan mekanis, dari bak pertama air akan mengalir kebak kedua dan
ketiga, dari bak ketiga barulah air media dipompakan kesetiap wadah
pemeliharaan.
20
3.4.3 Pemeliharaan Benih
Pada pemeliharaan benih wadah yang digunakan adalah galon air
berkapasitas 15 liter akan tetapi hanya diisi air 12 liter dengan penebaran benih
panjang rata-rata 1 cm dengan berat rata-rata 0,042 gr/ekor dengan kepadatan
berdasarkan perlakuan. Selama masa pemeliharaan benih udang windu diberi
pakan komersil dengan dosis 5 % sebanyak tiga kali sehari. Selain itu sistem
pemeliharaan benih udang windu menggunakan sistem resirkulasi dimana air yang
kelur dari pipa pembuangan akan masuk ke bak pertama yang telah diberi
saringan mekanis untuk disaring kembali, air tersebut akan mengalir ke bak kedua
dan ketiga, dari bak ketiga air kemudian dipompakan lagi ke media pemeliharaan
yang telah dilengkapi masing-masing kran pemasukan dan begitu seterusnya. Air
media baru ditambahkan apabila terjadi kekurangan air akibat penguapan dan
pembuangan air karena sisa pakan dan hasil metabolisme. Sistem resirkulasi
dipilih pada pemeliharaan benih karena pada sistem ini parameter kualitas air
lebih stabil dan seragam sehingga dapat menghindari benih udang mengalami
stres dan kurang nafsu makan akibat perubahan parameter kualitas air secara
mendadak. Untuk mengetahui dan menjaga parameter kualitas air masih dalam
kondisi aman bagi benih maka setiap hari dilakukan pengukuran suhu, salinitas,
pH, dan Do, serta pengukuran alkalinitas, amoniak, nitrit dilakukan setiap 1
minggu sekali.
21
3.5 Perlakuan dan Penempatan Wadah Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap
(RAL) dengan 4 perlakuan dan 3 ulangan sebagai berikut:
Perlakuan A : padat tebar 1000 ekor
Perlakuan B : padat tebar 1500 ekor
Perlakuan C : padat tebar 2000 ekor
Perlakuan D : padat tebar 2500 ekor
Penempatan setiap wadah pemeliharaan dilakukan secara acak dengan cara
lotre atau undian (Gazper, 1991) seperti yang terlihat pada gambar 3 dibawah ini:
Gambar 4. Tata letak unit percobaan setelah pengacakan.
C2 C3
A2 D3
D2
D1
B3
A1
B1 A3 C1 B2
22
3.6 Pengukuran Peubah
Peubah yang diamati dalam penelitian adalah meliputi:
1. Pertumbuhan mutlak
Pertumbuhan mutlak dapat ditetapkan berdasarkan pertambahan biomassa
hewan uji untuk masing-masing media percobaan. Perhitungan biomassa mutlak
sesuai dengan rumus Effendi, 1997 yaitu:
G = Wt – Wo
Keterangan :
G = Pertumbuhan mutlak hewan uji (g)
Wt = Bobot hewan uji pada akhir penelitian (g)
Wo = Bobot hewan uji pada awal penelitian (g)
2. Laju pertumbuhan harian (SGR)
Pengukuran laju pertumbuhan berat harian akan dilakukan setiap 7 hari
sekali dan dapat ditentukan dengan rumus Effendi, 1997 sebagai berikut:
Wt- WoSGR =
t
Keterangan :
SGR = laju pertumbuhan harian (g/hari)
Wt = panjang/berat tubuh akhir penelitian (g)
Wo = panajng/berat tubuh awal penelitian (g)
t = lama penelitian (hari)
23
3. Sintasan
Untuk menghitung tingkat kelangsungan hidup hewan uji selama
penelitian dapat menggunakan rumus yang ditemukan oleh Effendi (1997), yaitu:
Nt
S = x 100 %No
Dimana :
S = Tingkat Kelangsungan Hidup benih (%)
Nt = Jumlah ikan yang hidup pada akhir penelitian (ekor)
No = Jumlah ikan yang ditebar pada awal penelitian (ekor)
3.7 Analisis Data
Untuk mengetahui pengaruh perlakuan padat tebar terhadap sintasan dan
pertumbuhan benih udang windu pada setiap perlakuan maka dianalisis
menggunakan analisis sidik ragam. Apabila hasilnya menunjukkan adanya
pengaruh maka dilanjutkan dengan uji beda nyata terkecil (BNT) untuk
mengetahui perbedaan diantara perlakuan (Gasper, 1991).
24
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pertumbuhan Mutlak Udang Windu (Penaeus monodon)
Hasil perhitungan berat mutlak Udang Windu (Penaeus monodon) pada
setiap perlakuan setelah masa pemeliharaan 4 minggu (28 hari) disajikan pada
Tabel 3.
Tabel 3. Pertumbuhan Mutlak Udang Windu (Penaeus monodon)
PerlakuanUlangan (gr) Jumlah
(gr)Rata-rata
(gr)1 2 3
A = Padat tebar 1000 ekor 0.048 0.047 0.047 0.142 0.047
B = Padat tebar 1500 ekor 0.046 0.043 0.045 0.134 0.045
C = Padat tebar 2000 ekor 0.041 0.039 0.039 0.119 0.040
D = Padat tebar 2500 ekor 0.035 0.034 0.034 0.103 0.034
Pada Tabel 3 terlihat bahwa pada pertumbuhan mutlak dari benih Udang
Windu tertinggi berada pada perlakuan A yaitu 0,047 gr, kemudian perlakuan B
yaitu 0,045 gr, disusul perlakuan C yaitu 0,040 gr dan terakhir pada perlakuan D
yaitu 0,034 gr. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (Lampiran 1)
memperlihatkan bahwa perlakuan padat tebar yang berbeda sangat berpengaruh
nyata (p>0,05) terhadap pertumbuhan berat mutlak Udang Windu (Penaeus
monodon), sementara pada uji lanjut BNT (Lampiran 2) memperlihatkan bahwa
perlakuan padat tebar yang berbeda tidak berbeda nyata (p<0,05). Perlakuan A
menghasilkan perlakuan terbaik karena pada perlakuan ini diduga pada perlakuan
A tingkat kepadatan paling rendah sehingga udang windu mempunyai ruang yang
cukup untuk bergerak, sehingga benih udang windu tidak saling bertumpukan.
25
Hal ini sesuai pendapat (Gomes et al., 2000), Peningkatan kepadatan
menyebabkan penurunan panjang dan berat individu, selanjutnya dikatakan pada
Brycon cephalus, meningkatnya kepadatan menurunkan pertumbuhan. Sementara
menurut Savolainena et al., (2004), menyatakan bahwa peningkatan kepadatan
menyebabkan penurunan berat dan panjang individu yang dihasilkan tetapi akan
meningkatkan biomassa total. Kepadatan juga berpengaruh terhadap tingkat
kelangsungan hidup organisme yang dipelihara. Histogram pertumbuhan berat
mutlak dari benih udang windu pada setiap perlakuan dapat dilihat pada Gambar
5.
Gambar 5. Histogram pertumbuhan mutlak benih udang windu tiap perlakuan.
Histogram diatas dapat terlihat bahwa pencapaian berat tertinggi terdapat
pada perlakuan A dengan padat tebar 1000 ekor/media, disusul perlakuan B
dengan padat tebar 1500 ekor/media, kemudian perlakuan C dengan padat tebar
2000 ekor/media, dan terakhir pelakuan D dengan padat tebar 2500 ekor/media.
0.0470.045
0.0400.034
0.0000.0050.0100.0150.0200.0250.0300.0350.0400.0450.050
A B C D
Ber
at m
utla
k (g
r)
Perlakuan
26
Pengaruh berbeda tersebut diduga karena adanya perbedaan padat tebar yang
berbeda dari masing-masing perlakuan. Hal ini diduga pada perlakuan A dengan
padat tebar 1000 ekor/media merupakan padat tebar terendah dari perlakuan lain.
Hal ini sesuai Pernyataan (Gomes et al., 2000), Peningkatan kepadatan
menyebabkan penurunan berat individu, selanjutnya dikatakan pada Brycon
cephalus, meningkatnya kepadatan menurunkan pertumbuhan. Sementara
menurut Savolainena et al., (2004) menyatakan bahwa peningkatan kepadatan
menyebabkan penurunan berat dan panjang individu yang dihasilkan tetapi akan
meningkatkan biomassa total. Sementara Pada penelitian lain produksi benih
udang windu dalam hapa dengan kepadatan 250 ekor/m2 ,500 ekor/m2 , 750
ekor/m2 , 1000 ekor/m2 mempengaruhi kelangsungan hidup dan pertumbuhan.
Kepadatan 250 ekor/m2 menghasilkan pertumbuhan terbaik namun biomassa
tertinggi dicapai pada kepadatan 1000 ekor/m2. Selanjutnya pada penelitian
penokolan udang windu dengan kepadatan 500 ekor/ m2,dan 1000 ekor/ m2
selama empat minggu dapat menghasilkan panjang rata-rata 30,08 mm dan 25,28
mm seiring dengan peningkatan berat (Djumadi, 2005). Hal diatas terlihat bahwa
perlakuan padat tebar mempengaruhi pertumbuhan mutlak, dimana padat tebar
terendah menghasilkan pertumbuhan mutlak tertinggi.
4.2 Laju Pertumbuhan Harian
Pengaruh padat tebar yang berbeda terhadap pertumbuhan berat harian
benih udang windu (Peaneaus monodon) pada setiap waktu pengamatan (setiap
interval 7 hari selama 28 hari pengamatan) dapat dilihat pada Tabel 4.
27
Tabel 4. Laju Pertumbuhan berat harian udang windu (Peaneaus monodon)
PerlakuanLaju Pertumbuhan Berat Harian (gr)
H-7 H-14 H-21 H-28
A (1000 ekor) 0,0003 0,0013 0,0023 0,0029
B (1500 ekor) 0,0001 0,0014 0,0023 0,0026
C (2000 ekor) 0,0001 0,0014 0,0021 0,0020
D (2500 ekor) 0,0001 0,0013 0,0017 0,0017
Peningkatan laju pertumbuhan berat tubuh benih udang windu yang
bervariasi dari setiap minggunya mengalami peningkatan diduga adanya
perbedaan padat tebar yang berbeda. Seperti yang diketahui bahwa pertumbuhan
yang baik harus sejalan dengan pertambahan panjang dan berat dari benih udang
windu. Dari Tabel 4 di atas terlihat bahwa pertumbuhan berat tertinggi terdapat
pada perlakuan A , disusul perlakuan B, kemudian perlakuan C, dan terakhir pada
perlakuan D. Pertumbuhan yang bervariasi serta peningkatan pertumbuhan setiap
minggu dari semua perlakuan diduga karena adanya padat penebaran yang
berbeda. Hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya, dimana pertumbuhan
udang windu pada tambak monokultur relatif lebih tinggi dibandingkan dengan
tambak polikultur. Laju pertumbuhan udang windu pada tambak monokultur
berkisar antara 0.27-0.28 gram/hari dengan rata-rata 0.28 gram/hari, sedangkan
pada polikultur berkisar antara 0.22 - 0.23 gram/hari dengan rata-rata 0.24
gram/hari, hal ini terlihat adanya perbedaan laju pertumbuhan harian antara
tambak monokultur dengan tambak polikultur karena adanya kepadatan yang
berbeda. Sementara pengaruh padat tebar berbeda pada udang windu pada
28
penilitian lain dengan kepadatan 20 ekor/m2 menghasilkan berat rata-rata 6,41 %,
kepadatan 30 ekor/m2 menghasilkan berat rata-rata 5,8 %, kepadaatan 40 ekor/m2
menghasilkan berat rata-rata 5,6 % m2, sementara kepadatan 50 ekor/m2 dengan
berat rata-rata 5,4 % m2.
Menurut Mangampa dkk (2008), menyatakan bahwa semakin besar
kepadatan yang kita berikan, akan semakin kecil laju pertumbuhan per individu.
Dengan kepadatan rendah udang mempunyai kemampuan memanfaatkan
makanan dengan baik dibandingkan dengan kepadatan yang cukup tinggi, karena
makanan merupakan faktor luar yang mempunyai peranan di dalam pertumbuhan
(Syahid dkk, 2006). Sedangkan menurut (Anonimous, 1993), bahwa ruang gerak
juga merupakan faktor luar yang mempengaruhi laju pertumbuhan, dengan adanya
ruang gerak yang cukup luas udang dapat bergerak dan memanfaatkan unsur hara
secara maksimal. Pada padat penebaran yang tinggi udang mempunyai daya saing
di dalam memanfaatkan makanan, unsur hara dan ruang gerak, sehingga akan
mempengaruhi laju pertumbuhan udang tersebut.. Laju pertumbuhan berat harian
benih udang windu juga dapat dilihat pada Gambar 6 berikut:
Gambar 6. Grafik Pertumbuhan Berat harian udang windu
00.00050.001
0.00150.002
0.00250.003
0.0035
ke-o ke-7 ke-14 ke-21 ke-28Laj
u pe
rtum
buha
n be
rat
hari
an (g
r)
Lama pemeliharaan
A (1000 ekor)
B (1500 ekor)
C (2000 ekor)
D (2500 ekor)
29
Pada Gambar 6 diatas terlihat bahwa pertumbuhan berat harian benih
udang windu setiap minggu mulai dari minggu pertama mengalami peningkatan
seiring dengan waktu pemeliharaan, adapun pada perlakuan C (2000 ekor) pada
hari ke 28 mengalami penurunan. Hal ini diduga adanya perubahan lingkungan
yang menyebabkan benih udang windu menjadi stress yang berakibat pada
penurunan nafsu makan, hal ini menyebabkan penurunan laju pertumbuhan. Hal
ini sesuai pendapat(Taslihan et al, 1991). Apabila kualitas air baik maka udang
yang dipelihara menjadi sehat dan nafsu makannya tidak terganggu, pertumbuhan
dan sintasan udang akan menjadi tinggi, selanjutnya dikatakan bahwa perubahan
lingkungan akan menyebabkan stress pada udang, hal ini akan mempengaruhi
nafsu makan pada udang.
Pencapaian laju pertumbuhan berat harian tertinggi dicapai perlakuan A
(1000 ekor), disusul perlakuan B (1500 ekor), kemudian perlakuan C (2000 ekor),
dan terakhir perlakuan D (2500 ekor). Perbedaan laju pertumbuhan berat harian
tersebut diduga karena adanya perbedaan tingkat penebaran yang berbeda, dimana
perlakuan A jumlah padat tebar 1000 ekor sehingga benih udang windu masih
mempunyai ruang gerak yang cukup sehingga benih udang windu tidak saling
bertumpukan sehingga sifat kanibal udang pun bisa diminimalisir. Pernyataan ini
diperkuat (Sastrakusumah, 1988), pada batas-batas tertentu, daya dukung satuan
luas tidak berbeda untuk padat penebaran yang berbeda-beda, yang menetukan
adalah daya tumbuh dari jaringan udang untuk mengubah makanan menjadi
biomasa. selanjutnya jumlah tebar juvenil yang padat akan menghasilkan banyak
udang dewasa yang berukuran kecil, sedangkan kepadatan tebar yang rendah akan
30
menghasilkan udang yang berukuran besar. Pada penelitian ini perlakuan yang
lebih padat menghasilkan individu yang relatif kecil.
4.4 Sintasan
Tingkat kelangsungan hidup adalah persentase organisme yang hidup pada
akhir penelitian dari jumlah seluruh organisme awal yang dipelihara dalam suatu
wadah (Cholik, dkk 2005). Hasil perhitungan sintasan benih udang windu dengan
4 perlakuan padat tebar yang berbeda yang dipelihara selama 4 minggu atau 28
hari dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Sintasan (%) Benih Udang Windu Setiap Perlakuan.
PerlakuanUlangan Jumlah Rata-rata
1 2 3
A= 1000 ekor 84 89 72 245 81,67
B= 1500 ekor 80 77 74 231 77,00
C= 2000 ekor 71 67 76 214 71,33
D= 2500 ekor 69 60 63 192 64,00
Pada Tabel 5 terlihat bahwa pada keempat perlakuan tersebut yang
memperoleh sintasan terbaik terdapat pada perlakun A, disusul perlakuan B,
kemudian perlakuan C, dan terakhir pada perlakuan D. Sementara itu pada hasil
analisis sidik ragam bahwa perlakuan padat tebar yang berbeda tidak
menunjukkan perbedaan yang nyata dari keempat perlakuan (p<0,05).Sintasan
dari benih udang windu juga terlihat pada Gambar 7.
31
e
Gambar 7. Histogram sintasan Benih Udang Windu
Pada Gambar 7 terlihat bahwa sintasan tertinggi berada pada perlakuan A,
disusul perlakuan B, kemudian perlakuan C, dan terakhir pada perlakuan D.
Perlakuan A sebagai perlakuan terbaik dengan sintasan 81,67% diduga karena
jumlah padat tebar pada perlakuan A yang paling rendah yaitu 1000 ekor sehingga
diduga ruang gerak untuk benih udang windu cukup, kemudian perlakuan B
dengan sintasan 77% sebagai perlakuan kedua diduga jumlah padat tebar yang
lebih tinggi dari perlakuan A sehingga sintasannya lebih rendah dari perlakuan A.
Sedangkan pada perlakuan C dengan sintasan 71,33% dan perlakuan D dengan
sintasan 64% sebagai perlakuan ketiga dan keempat dengan sintasan terendah,
diduga pada perlakuan D merupakan perlakuan dengan padat tebar paling tinggi,
sehingga mempengaruhi sintasan pada udang windu.
Menurut (Mc Cormick et.al, 1998 dalam Ninef, 2002), bahwa padat
penebaran yang tinggi akan menyebabkan tingkat persaingan terhadap makanan
dan ruang menjadi tinggi yang akan menurunkan tingkat kelulushidupan suatu
81.6777
71.3364
0102030405060708090
A 1000 ekor B 1500 ekor C 2000 ekor D 2500 ekor
Sint
asan
(%)
Perlakuan
32
organisme. Dari hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa angka
kematian yang tinggi disebabkan oleh faktor padat penebaran yang tidak
seimbang. Syahid dkk (2006), menyatakan bahwa kepadatan benih udang yang
terlalu padat menyebabkan terjadinya variasi kematian benih yang berbeda-beda,
sebagai akibat dari adanya sifat kanibal.
Savolainena et al., (2004) menyatakan bahwa peningkatan kepadatan
menyebabkan penurunan berat dan panjang individu yang dihasilkan tetapi akan
meningkatkan biomas total. Kepadatan juga berpengaruh terhadap tingkat
kelangsungan hidup organisme yang dipelihara.
Dari keempat perlakuan tersebut tidak ada sintasan yang mencapai 100%
diduga juga karena faktor internal dari benih udang itu sendiri. Hal ini sesuai
pernyataan (Effendi, 1997), bahwa setiap organisme termasuk udang windu dalam
pertumbuhanya dipengaruhi oleh dua faktor yaitu sifat genetik dari udang tersebut
sebagai faktor internal dan lingkungan sebagai faktor eksternal.
4.5 Kualitas Air
Selama penelitian berlangsung dilakukan pengukuran parameter fisika-
kimia air media pemeliharaan benih ikan kerapu tikus meliputi : pH, suhu,
salinitas, oksigen terlarut, dan amoniak. Nilai parameter kualitas air dapat dilihat
pada Tabel 6 berikut:
33
Tabel 6.Kisaran Parameter Kualitas Air Media Pemeliharaan Benih Udang WinduSetiap Perlakuan.
ParameterPerlakuan
A B C B
pH 7,21 – 8,14 7,21 – 8,14 7,21 – 8,14 7,21 – 8,14
Suhu (°C) 28,3-29 28,3-29 28,3-29 28,3-29
Salinitas (ppt) 33-34 33-34 33-34 33-34
DO (ppm) 7,01-8,14 7,01-8,14 7,01-8,14 7,01-8,14
Amoniak (ppm) <0,006 <0,006 <0,006 <0,006
Suhu air media pemeliharaan udang windu selama penelitian berkisar
antara 28,3-29 °C. Kisaran tersebut masih layak untuk kelangsungan hidup benih
udang windu. Hal ini sesuai pernyataan (Tiensongrusmee, 1980), bahwa suhu air
selama masa pemeliharaan berkisar antara 26 – 34 oC. Suhu air tersebut masih
dalam kisaran yang optimal bagi kehidupan udang pada stadia pascalarva.
Sementara menurut Menurut (Poernomo, 1978) udang windu PL12 membutuhkan
kisaran suhu 25-32°C agar dapat tumbuh secara normal. Suhu di atas 32°C akan
menyebabkan stres pada udang dan suhu 35°C merupakan suhu kritis (Poernomo,
1978). Sementara menurut (Soetomo, 2002), kisaran suhu yang baik untuk udang
windu PL12 adalah berkisar 28°C-32 °C. Semakin tinggi suhu perairan maka
semakin tinggi laju metabolisme dalam tubuh udang. Kondisi ini akan diikuti
dengan meningkatnya laju konsumsi pakan, suhu dapat menyebabkan beberapa
variabel kualitas air berada dibawa batas toleransi organisme. Meningkatnya
tingkat metabolisme dapat diakibatkan oleh peningkatan suhu air dan pada
akhirnya meningkatkan kebutuhan oksigen, dilain pihak kelarutan oksigen
menurun sejalan dengan peningkatan suhu.
34
pH air media pemeliharaan udang windu untuk semua perlakuan selama
penelitian berkisar antara 7,21 – 8,14. Kisaran ini masih dalam batas yang layak
untuk kehidupan udang windu. Hal ini sesuai pernyataan (Wardoyo, 1997),
bahwa nilai pH pada kegiatan penggelondongan udang windu PL12 pada media
pemeliharaan berkisar antara 7-8. Kondisi tersebut masih mendukung untuk
pertumbuhan dan kelangsungan hidup udang. Sementara menurut Wickins (1987),
untuk pertumbuhan udang windu PL12 memerlukan kisaran pH 7,4–8,5 dan akan
mematikan bila pH mencapai angka terendah 6 dan angka tertinggi 9.
Salinitas air media pemeliharaan udang windu untuk semua perlakuan
selama penelitian berkisar antara 33-34 ppt. Kisaran ini masih dalam batas yang
layak untuk kehidupan udang windu. Hal ini sesuai pernyataan Semeru dan Anna
(1992), bahwa udang windu mempunyai toleransi hidup pada kisaran salinitas 4–
40 ppt dan tumbuh dengan baik pada kisaran 12-30 ppt. Pada suatu penelitian
penggelondongan udang windu PL12 salinitas air berada pada kisaran 9-14 ppt.
Nilai tersebut kurang mendukung untuk pertumbuhan udang tetapi tidak sampai
mengakibatkan kematian, dan sebaiknya kisaran salinitas 15-35 ppt (Chen, 1976
dalam Budiardi, 1999). Jika salinitas terlalu rendah dan terlalu tinggi, nafsu
makan masih ada tetapi konversi pakan menjadi tinggi karena energi tubuh
banyak terbuang. Sementara menurut Khairul, (2003) dalam Jumani (2008)
salinitas untuk pertumbuhan udang windu PL12 yang baik diperoleh pada kisaran
10–35 ppt.
Kandungan Oksigen terlarut (O²) selama penelitian berkisar antara 7,01–
8,14 ppm. Kisaran ini masih dalam batas yang layak untuk kehidupan udang
35
windu. Pada penelitian udang windu PL12 selama masa pemeliharaan nilainya
berkisar antara 2,39– 4,30 ppm (kritis bawah). Nilai tersebut cenderung rendah,
tetapi selama pemeliharaan udang tidak menunjukan aktivitas kekurangan oksigen
seperti berenang dipermukaan (Supriyono, 2006). Menurut (Susanto, 1992)
bahwa kisaran oksigen yang dibutuhkan oleh jenis-jenis suatu organisme kadang
berbeda, namun perbedaan itu tidak jauh, oksigen terlarut sebanyak 4–8 ppm
dianggap ideal.
Kandungan amonia yang diukur selama penelitian <0,006 ppm. Nilai
kisaran ini masih layak untuk kehidupan udang windu. Pada penggelondongan
udang windu PL12, kandungan amonia tertinggi selama masa pemeliharaan
adalah 0,0149 mg/l. Nilai tersebut masih aman untuk udang yang dipelihara
(Wardoyo dan Djokosetiyanto, 1988). Amoniak dapat berasal dari buangan bahan
organik yang mengandung senyawa nitrogen seperti protein maupun dari hasil
ekskresi. Amoniak juga dihasilkan melalui amonifikasi bahan organik seperti
pakan yang tidak terkomsumsi (Effendie, 2003). Pada penelitian ini, parameter
kualitas air lebih stabil dan seragam karena sistem pemeliharaan yang digunakan
adalah sistem resirkulasi dimana air media pemeliharaan yang terbuang akan
diproses kembali.
36
V. SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penilitian selama 28 hari, dapat disimpulkan sebagai
berikut:
1. Perlakuan padat tebar berpengaruh terhadap pertumbuhan dan sintasan benih
udang windu (Penaeus monodon), pertumbuhan tertinggi diperoleh perlakuan
A dengan padat tebar 1000 ekor/media.
2. Padat tebar yang ideal untuk benih udang windu (Penaeus monodon) yaitu
83.333 ekor/m3.
3. Semakin tinggi padat penebaran maka pertumbuhan mutlak semakin rendah.
5.2 Saran
Bedasarkan hasil penelitiaan disarankan untuk melanjutkan dengan wadah
yang lebih besar dan penebaran yang lebih padat dengan metode yang lain, serta
dengan memperhatikan pemberian pakan agar tidak mempengaruhi kualitas air.
37
DAFTAR PUSTAKA
Amri, K., 2003. Budidaya Udang Windu Secara Intensif. Agromedia Pustaka.Jakarta.
Boyd, C.E. 1990. Water Quality in Ponds for Aquaculture. BirminghamPublishing Co. Alabama.
Budiardi. T, Salleng. R. T dan Utomo. N. B. P, 2005. Penokolan Udang Windu,Penaeus monodon Fab. Dalam Hapa Pada Tambak Intensif DenganPadat Tebar Berbeda. Jurnal Akuakultur Indonesia, 4 (2): 153–158Available:http://journal.ipb.ac.id/index.php/jai.http://jurnalakuakulturindonesia.ipb.ac.id
Cholik. 2005. Akuakultur Tumpuan Harapan Masa Depan Bangsa. KerjasamaMasyarakat Perikanan Nusantara dengan Taman Akuarium Air tawar -Taman Mini Indonesia Indah. Victoria Kreasi Mandiri. Jakarta.
Djawad, I. 1997. Pengaruh Pelaparan Terhadap Laju Metabolisme Larva IkanRed Sea Bream (Pagrus major). Fakultas Ilmu kelautan dan Perikanan.Universitas Hasanuddin. Makassar.
Djumadi, R. 2005. Produksi tokolan udang windu (Penaeus monodon Fabricius)dalam hapa pada yambak intensif dengan padat tebar 250 ekor/m2, 500ekor/m2, 750 ekor/m2 dan 1000 ekor/m2. [Skripsi]. Fakultas Perikanandan Ilmu Kelautan, IPB. Bogor.
Effendi, M.I. 1997. Metode Biologi Perikanan. Yayasan Dewi Sri. Bogor.
Effendi, H. 2003. Teknik Pengolahan Kualitas Air. Kanisius. Yogyakarta.
FAO. 1987. Feed and Feeding of fish and Shrimp. A manual on the preparationand presentation of compound Feeds for Shrimp and fish Aquaculture.
Fujaya, Y. 1999. Fisiologi Ikan, Dasar Pengembangan Teknik perikana. RinekaCipta. Jakarta
Gasper, E.V. 1991. Metode Perancangan Percobaan. Amrio. Jakarta.
Ghufron H. K, 1997. “Budidaya Air Payau”. Penerbit Dahara Prize. Semarang.
Jumani, 2008. “Kajian Tambak Tradisional Kota Tarakan” Fakultas Perikanandan Ilmu Kelautan. Universitas Borneo
Kholifah. U, Trisyani N, Yuniar. I. 2008. Pengaruh Padat Tebar yang Berbedaterhadap Kelangsungan Hidup dan Pertumbuhan pada Polikultur
38
Udang Windu (Penaeus Monodon Fab) dan Ikan Bandeng (ChanosChanos) pada Hapa di Tambak Brebes - Jawa Tengah. Jurnal Neptunus,Vol. 14, No. 2, Januari 2008:152-158
Mangampa, M. Busran dan Suswoyo, H. S.2008. Optimalisasi Padat TebarTerhadap Sintasan Tokolan Udang Windu Dengan Sistem Aerasi diTambak. www.yahoo.com. 02 juli 2008.
Mangampa, M. dan A. Mustafa. 1992. Budidaya Udang Windu (Pennaeusmonodon) Pada padat Penebaran Berbeda Dengan Menggunakan Benihyang Dibantut. Jurnal Penelitian Budidaya Pantai Volume 8 No 4. BalaiPenelitian dan Pengembangan Pertanian. Balai Penelitian PerikananBudidaya Pantai. Maros 8(4), 37-48.
Muzaki, A. 2004. Produksi udang vanamei (Litopenaeus vannamei) pada padatpenebaran berbeda di Tambak Biocrete. [Skripsi]. Fakultas Perikanandan Ilmu Kelautan, IPB. Bogor.
Poernomo, A. 1978. Masalah Budidaya Udang Penaeid Di Indonesia. Paper PadaSimposium Modernisasi Perikanan rakyat, Jakarta 27-30 Juni 1978.
Rakhmatun. S dan Mudjiman, A (2003) “Budidaya Udang Windu”. PenebarSwadaya, Jakarta. 2003
Soetomo, M.J.A., 1990. Teknik Budidaya Udang Windu (Penaeus monodon).Kanisius. Yogyakarta.
Soetomo, 2002. “Teknik Budidaya Udang Windu”. Penerbit Sinar BaruAlgensindo Bandung. Anggota IKAPI. Bandung
Sumeru, S.U., dan S. Anna, 1992. Pakan Udang Windu Penaeus monodon.Kanisius. Jakarta.
Sunaryanto, A,., A. Mariam dan Pudjianto. 1987. Penyakit Udang. JaringanInformasi Perikanan Indonesia. Direktoral Jendral Perikanan DepartemenPertanian. Jakarta.
Susanto, 1992. “Kriteria Kualitas Air Untuk Keperluan Perikanan”. PenerbitInsitut Pertanian Bogor. Bogor
Supriyono, E, Purwanto, E dan Utomo, N.B.P. 2006. Produksi Tokolan UdangVanamei (Litopenaeus Vannamei) Dalam Hapa Dengan PadatPenebaran Yang Berbeda . Jurnal Akuakultur Indonesia, 5(1): 57-64(2006) Available : http://journal.ipb.ac.id/index.php/jai .http://jurnalakuakulturindonesia.ipb.ac.id
39
Taslihan, A, A. Widjajati, S. M. Astuti. dan Sumartini. 1991. Laporan Uji CobaPengaruh Kanamycin, Terramycin dan Neomycin TerhadapKelangsungan Hidup dan Pertumbuhan Udang Windu (Pennaeusmonodon). Stadia Z1 – PL5. Balai Budidaya Air Payau. Jepara
Tiensongrusme, B. 1980. Shrimp culture improvement in Indonesia. Bull. Brack.Aqua. Dev. Centre. 6: 404-412
Wardoyo, T. H dan Djokosetiyanto, D. 1988. Pengelolaan kualitas air di tambakudang. Fakultas Perikanan. IPB. Bogor.
Wardoyo, T. H. 1997. Pengelolaan kualitas air tambak udang. Makalah padapelatihan manajemen tambak udang dan hatchery. Fakultas Perikanandan Ilmu Kelautan, IPB. Bogor.
Wickins, J.F. 1987. Effects of size, culling and social history on growth ofcultured elvers, Anguilla anguilla L. Journal of Fish Biology, 31: 71-82.
40
LAMPIRAN KEGIATAN PENELITIAN
Lampiran 1. Analisis sidik ragam (Ansira) laju pertumbuhan mutlak benih udangwindu setiap perlakuan selama penelitian
Keterangan : * Berbeda nyata** Sangat berbeda nyata
Lampiran 2. Uji Beda Nyata Terkecil Laju Pertumbuhan mutlak benih udangwindu pada Setiap Perlakuan Selama Penelitian.
Keterangan : ns tidak berbeda nyata
SumberKeragaman
Db JK KT Fhit
Ftabel
0.05 0.01
Perlakuan 3 0,0002 0,000066 12,347** 4,07 7,59
Galak 8 0,0001 0,000008
Total 11 0,0003
PerlakuanSelisih BNT
A B C D 0.05 0.01
A _ 2,30 3,30
B 0,0026ns _
C 0,0076 ns 0.0050 ns _
D 0,0130 ns 0,0104 ns 0,0054 ns _
41
Lampiran 3. Laju pertumbuhan benih udang windu setiap perlakuan selamapenelitian.
Perlakuan UlanganHari ke-
Ke-0 Ke-7 Ke-14 Ke-21 Ke-28A= 1000 ekor 1 0.004 0.006 0.015 0.032 0.052
2 0.004 0.006 0.016 0.031 0.0513 0.004 0.006 0.015 0.030 0.051
jml 0.012 0.018 0.046 0.093 0.154rata-rata 0.004 0.006 0.015 0.031 0.051
B=1500 ekor 1 0.004 0.005 0.015 0.032 0.0502 0.004 0.005 0.016 0.031 0.0473 0.004 0.005 0.014 0.030 0.049
jml 0.012 0.015 0.045 0.093 0.146rata-rata 0.004 0.005 0.015 0.031 0.049
C= 2000 ekor 1 0.004 0.005 0.015 0.031 0.0452 0.004 0.005 0.016 0.030 0.0433 0.004 0.005 0.014 0.029 0.043
Jml 0.012 0.015 0.045 0.090 0.131rata-rata 0.004 0.005 0.015 0.030 0.044
D= 2500 ekor 1 0.004 0.005 0.014 0.026 0.0392 0.004 0.005 0.015 0.026 0.0383 0.004 0.005 0.012 0.026 0.038
Jml 0.012 0.015 0.041 0.078 0.115rata-rata 0.004 0.005 0.014 0.026 0.038
42
Lampiran 4. Gambar kegiatan penelitian
Gambar 8. Tata letak wadah penelitian
Gambar 9. Penimbangan pakan
Gambar 10. Pengambilan sampel hewan uji
43
Gambar 11. Penimbangan sampel
Gambar 12. Pemberian pakan
Gambar 13. Pengambilan sampel kualitas air
46
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Barua tanggal 23 Juli 1993.
Adapun pendidikan yang telah dilalui yaitu SDI.
Bontomarannu tahun 2004, SLTP NEG. 2 Galesong
tahun 2007, SMK NEG. 1 Galesong Selatan tahun
2010, kemudian pada tahun 2010 penulis melanjutkan
Kuliah Strata Satu (S1) di Universitas Muhammadiyah
Makassar dengan jurusan Budidaya Perairan dan selesai pada tahun 2014 dengan
judul skripsi Optimasi Padat Tebar Yang Berbeda Pasca Larva Udang Windu
(Penaeus Monodon) Terhadap Sintasan Dan Pertumbuhan Pada
Penggelondongan Dengan Sistem Resirkulasi Pada Wadah Terkontrol.
44
Lampiran 5. Data kualitas air selama penelitian.
DAFTAR KUALITAS AIR
NO HARI KUALITAS AIRSUHU (°C) SAL. pH Do AMONIA
1 10-12-13 28,3 33 8,02 7,122 11-12-13 28,4 34 8,13 7,01 <0,0063 12-12-13 28,9 33 7,43 8,104 13-12-13 29,0 33 7,21 7,265 14-12-13 28,7 34 8,40 7,31 <0,0066 15-12-13 29,1 34 8,01 8,077 16-12-13 28,5 34 7,98 7,228 17-12-13 28,9 34 7,92 7,089 18-12-13 28,8 34 8,14 7,26 <0,006
10 19-12-13 28,4 34 8,07 7,3111 20-12-13 29,1 33 7,98 8,1212 21-12-13 28,6 33 8,01 8,09 <0,00613 22-12-13 29,1 33 7,93 7,3614 23-12-13 28,5 34 7,99 7,2815 24-12-13 29,1 34 8,03 8,0716 25-12-13 29 34 8,14 7,29 <0.00617 26-12-13 28,7 34 7,95 8,0218 27-12-13 28,9 34 8,03 7,4319 28-12-13 29,0 34 8,14 7,57 <0.00620 29-12-13 28,6 33 7,89 8,1421 30-12-13 28,6 34 7,85 8,0122 31-12-13 28,7 33 8,01 7,81 <0.00623 01-1-14 29,0 33 7,85 7,6824 02-1-14 28,5 33 8,04 7,0925 03-1-14 28,9 34 7,94 7,3526 04-1-14 28,7 34 7,99 8,12 <0.00627 05-1-14 29,0 34 7,94 7,4028 06-1-14 28,7 34 7,87 7,1129 07-1-14 28,4 34 7,82 7,25
Lampiran 4. Data penimbangan udang windu awal sampaiakhir penelitian.
tgl 17-12-13 tgl 24-12-13 tgl 1-1-14 tgl 8-1-14BERAT AWAL BAK A 1 2 3 BAK A 1 2 3 BAK A 1 2 3 BAK A 1 2 3No Panjang Berat No Berat Berat Berat No Berat Berat Berat No Berat Berat Berat No Berat Berat Berat1 1 0.006 1 0.007 0.006 0.006 1 0.015 0.015 0.011 1 0.035 0.049 0.047 1 0.055 0.069 0.0672 1 0.005 2 0.005 0.005 0.005 2 0.015 0.018 0.011 2 0.022 0.036 0.035 2 0.042 0.056 0.0553 1 0.002 3 0.005 0.006 0.007 3 0.014 0.020 0.020 3 0.040 0.032 0.022 3 0.060 0.052 0.0424 1 0.004 4 0.006 0.007 0.006 4 0.015 0.016 0.014 4 0.027 0.043 0.022 4 0.047 0.063 0.0555 1 0.002 5 0.006 0.007 0.006 5 0.015 0.017 0.010 5 0.044 0.022 0.020 5 0.064 0.042 0.0406 1 0.005 6 0.007 0.005 0.006 6 0.015 0.018 0.020 6 0.034 0.023 0.024 6 0.054 0.043 0.0447 1 0.004 7 0.007 0.005 0.005 7 0.016 0.011 0.010 7 0.026 0.022 0.032 7 0.046 0.042 0.0528 1 0.002 8 0.005 0.007 0.005 8 0.016 0.018 0.018 8 0.041 0.026 0.030 8 0.061 0.046 0.0509 1 0.006 9 0.006 0.006 0.006 9 0.021 0.010 0.016 9 0.032 0.041 0.029 9 0.052 0.061 0.049
10 1 0.006 10 0.005 0.005 0.006 10 0.011 0.020 0.015 10 0.019 0.021 0.041 10 0.039 0.041 0.061JML 10 0.042 JML 0.059 0.059 0.059 JML 0.153 0.164 0.145 JML 0.319 0.314 0.303 JML 0.519 0.514 0.515
RTRT 1 0.004rata-rata 0.006 0.006 0.006
rata-rata 0.015 0.016 0.015
rata-rata 0.032 0.031 0.030
rata-rata 0.052 0.051 0.051
BAK B 1 2 3 BAK B 1 2 3 BAK B 1 2 3 BAK B 1 2 3No Berat Berat Berat No Berat Berat Berat No Berat Berat Berat No Berat Berat Berat1 0.006 0.006 0.005 1 0.014 0.015 0.011 1 0.034 0.048 0.046 1 0.054 0.048 0.0522 0.004 0.005 0.005 2 0.015 0.018 0.011 2 0.021 0.035 0.035 2 0.041 0.055 0.0553 0.004 0.006 0.006 3 0.014 0.019 0.019 3 0.040 0.031 0.022 3 0.060 0.051 0.0424 0.005 0.006 0.005 4 0.015 0.016 0.014 4 0.027 0.043 0.022 4 0.046 0.053 0.0545 0.006 0.006 0.005 5 0.015 0.017 0.010 5 0.044 0.022 0.020 5 0.064 0.042 0.0406 0.006 0.004 0.005 6 0.015 0.017 0.019 6 0.034 0.022 0.023 6 0.054 0.042 0.0437 0.006 0.005 0.005 7 0.015 0.011 0.010 7 0.025 0.021 0.032 7 0.045 0.042 0.0528 0.005 0.006 0.005 8 0.015 0.018 0.018 8 0.041 0.025 0.029 8 0.051 0.045 0.0499 0.006 0.006 0.006 9 0.021 0.010 0.016 9 0.031 0.041 0.028 9 0.051 0.051 0.048
10 0.005 0.005 0.006 10 0.010 0.020 0.014 10 0.018 0.020 0.041 10 0.038 0.040 0.050JML 0.054 0.054 0.054 JML 0.149 0.161 0.142 JML 0.316 0.309 0.298 JML 0.503 0.469 0.487Rata-rata 0.005 0.005 0.005 RATA 0.015 0.016 0.014
rata-rata 0.032 0.031 0.030 RATA 0.050 0.047 0.049
Lanjutan lampiran 4.
BAKC 1 2 3
BAKC 1 2 3 BAK C 1 2 3
BAKC 1 2 3
No Berat Berat Berat No Berat Berat Berat No Berat Berat Berat No Berat Berat Berat1 0.006 0.005 0.005 1 0.014 0.014 0.010 1 0.034 0.048 0.045 1 0.043 0.047 0.0442 0.004 0.005 0.005 2 0.015 0.018 0.010 2 0.020 0.035 0.034 2 0.040 0.044 0.0433 0.004 0.005 0.006 3 0.013 0.019 0.019 3 0.040 0.030 0.022 3 0.048 0.050 0.0414 0.005 0.006 0.005 4 0.014 0.015 0.013 4 0.025 0.043 0.021 4 0.045 0.042 0.0425 0.005 0.006 0.005 5 0.015 0.016 0.010 5 0.043 0.021 0.019 5 0.043 0.041 0.0406 0.006 0.005 0.004 6 0.014 0.017 0.018 6 0.034 0.022 0.022 6 0.053 0.041 0.0417 0.006 0.004 0.005 7 0.015 0.010 0.010 7 0.025 0.020 0.031 7 0.043 0.041 0.0418 0.004 0.006 0.005 8 0.014 0.017 0.017 8 0.040 0.025 0.027 8 0.051 0.043 0.0479 0.005 0.006 0.006 9 0.020 0.010 0.016 9 0.031 0.040 0.028 9 0.050 0.041 0.046
10 0.004 0.004 0.006 10 0.010 0.019 0.014 10 0.018 0.020 0.040 10 0.038 0.040 0.046JML 0.051 0.052 0.052 JML 0.145 0.156 0.138 JML 0.309 0.304 0.290 JML 0.453 0.429 0.432
RATA 0.005 0.005 0.005 RATA 0.014 0.016 0.014rata-rata 0.031 0.030 0.029 RATA 0.045 0.043 0.043
BAKD 1 2 3
BAKD 1 2 3 BAK D 1 2 3
BAKD 1 2 3
No Berat Berat Berat No Berat Berat Berat No Berat Berat Berat No Berat Berat Berat1 0.005 0.005 0.005 1 0.013 0.013 0.010 1 0.024 0.032 0.035 1 0.042 0.032 0.0402 0.004 0.005 0.005 2 0.014 0.017 0.010 2 0.020 0.032 0.034 2 0.040 0.034 0.0333 0.004 0.005 0.005 3 0.013 0.018 0.014 3 0.032 0.030 0.022 3 0.041 0.040 0.0414 0.005 0.005 0.005 4 0.014 0.014 0.013 4 0.022 0.031 0.021 4 0.045 0.042 0.0325 0.005 0.004 0.005 5 0.014 0.015 0.010 5 0.033 0.021 0.019 5 0.043 0.041 0.0406 0.005 0.005 0.004 6 0.014 0.015 0.014 6 0.032 0.022 0.022 6 0.033 0.041 0.0417 0.005 0.004 0.005 7 0.014 0.010 0.010 7 0.025 0.020 0.021 7 0.041 0.041 0.0318 0.004 0.004 0.005 8 0.013 0.015 0.013 8 0.020 0.025 0.027 8 0.041 0.033 0.0429 0.005 0.005 0.005 9 0.020 0.010 0.013 9 0.031 0.029 0.028 9 0.030 0.041 0.046
10 0.004 0.004 0.004 10 0.010 0.019 0.013 10 0.018 0.018 0.030 10 0.038 0.040 0.036JML 0.048 0.046 0.048 JML 0.138 0.146 0.121 JML 0.257 0.260 0.260 JML 0.394 0.384 0.383
RATA 0.005 0.005 0.005 RATA 0.014 0.015 0.012rata-rata 0.026 0.026 0.026 RATA 0.039 0.038 0.038
45
Lampiran 6. Sintasan
PADAT TEBAR UDANG WINDU
NO BAKPADATTEBAR
JMLTEBAR
TIAP BAK
JUMLAHPANEN
TOTAL SR %1
A1000
EKOR
1,000 8372452
842 1,000 891 89 81.673 1,000 724 721
B1500
EKOR
1,500 12053470
80 77.112 1,500 1158 773 1,500 1107 741
C2000
EKOR
2,000 14184275
71 71.332 2,000 1336 673 2,000 1521 761
D2500
EKOR
2,500 17354809
69 642 2,500 1491 603 2,500 1583 63