skripsi optimasi padat tebar yang berbeda terhadap …

59
SKRIPSI OPTIMASI PADAT TEBAR YANG BERBEDA TERHADAP SINTASAN DAN PERTUMBUHAN UDANG WINDU(Penaeus Monodon) PASCA LARVA (TAHAP PENGGELONDONGAN) DENGAN SISTEM RESIRKULASI PADA WADAH TERKONTROL KASMAWATI 10594 00549 10 PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 2014

Upload: others

Post on 02-Oct-2021

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: SKRIPSI OPTIMASI PADAT TEBAR YANG BERBEDA TERHADAP …

SKRIPSI

OPTIMASI PADAT TEBAR YANG BERBEDA TERHADAPSINTASAN DAN PERTUMBUHAN UDANG WINDU(PenaeusMonodon) PASCA LARVA (TAHAP PENGGELONDONGAN)

DENGAN SISTEM RESIRKULASI PADA WADAHTERKONTROL

KASMAWATI

10594 00549 10

PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRANFAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR2014

Page 2: SKRIPSI OPTIMASI PADAT TEBAR YANG BERBEDA TERHADAP …

OPTIMASI PADAT TEBAR YANG BERBEDA TERHADAPSINTASAN DAN PERTUMBUHAN UDANG WINDU(PenaeusMonodon) PASCA LARVA (TAHAP PENGGELONDONGAN)

DENGAN SISTEM RESIRKULASI PADA WADAHTERKONTROL

SKRIPSI

KASMAWATI

10594 00549 10

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana PerikananPada Program Studi Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas

Muhammadiyah Makassar

PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRANFAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR2014

Page 3: SKRIPSI OPTIMASI PADAT TEBAR YANG BERBEDA TERHADAP …
Page 4: SKRIPSI OPTIMASI PADAT TEBAR YANG BERBEDA TERHADAP …
Page 5: SKRIPSI OPTIMASI PADAT TEBAR YANG BERBEDA TERHADAP …

i

KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa dipanjatkan kepada tuhan yang maha kuasa yang

telah memberikan hidayah dan rahmatnya, tak lupa pula penulis kirim salam dan

shalawat kepada Rasulullah Muhammad SAW selaku pengembang amanah mulia

dan guru ilmu pengetahuan bagi umat manusia, sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini dengan judul Optimasi Padat Tebar Yang Berbeda

Pasca Larva Udang Windu (Penaeus Monodon) Terhadap Sintasan Dan

Pertumbuhan Pada Penggelondongan Dengan Sistem Resirkulasi Pada

Wadah Terkontrol, Di Balai Budidaya Air Payau (BBAP) Takalar.

Penyusunan skripsi ini dapat terlaksana berkat bantuan berbagai pihak

sehingga dapat selesai tepat pada waktunya. Olehnya itu, penulis dengan segala

kerendahan hati mengucapkan terima kasih kepada seluruh keluarga yang selalu

memberi dukungan, motivasi dan doa yang tulus kepada penulis. Sebagai

penghargaan atas segala bimbingan dan bantuan kepada penulis dalam menyusun

skripsi ini, maka penulis dengan tulus dan ikhlas menyampaikan terima kasih

kepada pembimbing dan penguji: Bapak Ir. Burhanuddin, MP selaku pembimbing

pertama yang telah bersedia meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan,

arahan, dan saran dalam menyusun skripsi ini, Ibu Murni, S.Pi, M.Si selaku

pembimbing kedua yang telah bersedia meluangkan waktu memberikan

bimbingan, arahan, dan saran dalam menyusun skripsi ini, Ibu Ir. Andi Khaeriyah,

M.Si, selaku penguji pertama yang telah bersedia meluangkan waktu untuk

menguji, memberikan arahan, dan saran dalam menyusun skripsi ini,

Dr. Abd. Haris Sambu, S.Pi, M.Si, selaku penguji kedua yang telah bersedia

Page 6: SKRIPSI OPTIMASI PADAT TEBAR YANG BERBEDA TERHADAP …

ii

meluangkan waktu untuk menguji, memberikan arahan, dan saran dalam

menyusun skripsi ini.

Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat kepada pihak pembaca

terutama bagi penulis sendiri dan selalu mendapat ridho Allah SWT.

Amin….

Makassar, 16 Juni 2014

Kasmawati

Page 7: SKRIPSI OPTIMASI PADAT TEBAR YANG BERBEDA TERHADAP …

iii

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Pengesahan i

Kata Pengantar ii

Daf tar Isi iv

Daf tar Tabel vi

Daftar Gambar vii

Daftar Lampiran viii

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Tujuan Dan Kegunaan Penelitian 2

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi dan morfologi Udang windu 3

2.2 Makanan Dan kebiasaan Makan 4

2.3 Habitat 5

2.4 Pertumbuhan 6

2.5 Sintasan 9

2.6 Kualitas air 12

2.6.1 Suhu 13

2.6.2 Salinitas 13

2.6.3 pH 14

2.6.4 Oksigen Terlarut 15

2.6.5 Ammonia (NH3) 16

III. METODE PENELITIAN

3.1 Waktu Dan Tempat 17

3.2 Alat Dan Bahan 17

3.3 Hewan Uji 18

3.4 Prosedur Penelitian 18

3.4.1 Persiapan Wadah Dan Peralatan 19

3.4.2 Persiapann Air Media Pemeliharaan 19

Page 8: SKRIPSI OPTIMASI PADAT TEBAR YANG BERBEDA TERHADAP …

iv

3.4.3 Pemeliharaan Benih 20

3.5 Perlakuan Dan Penempatan Wadah Percobaan 21

3.6 Pengukuran Peubah 22

3.7 Analisa Data 23

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pertumbuhan Mutlak Udang Windu 24

4.2 Laju Pertumbuhan Harian 26

4.3 Sintasan 29

4.4 Kualitas Air 31

V. PENUTUP

5.1 Kesimpulan 35

5.2 Saran 35

VI. DAFTAR PUSTAKA 36

VII. DAFTAR LAMPIRAN 39

VIII. RIWAYAT HIDUP 46

Page 9: SKRIPSI OPTIMASI PADAT TEBAR YANG BERBEDA TERHADAP …

v

DAFTAR TABEL

No Halaman

1. Alat dan kegunaannya 17

2. Bahan dan kegunaannya 18

3. Pertumbuhan mutlak udang windu 24

4. Laju pertumbuhan harian udang windu 26

5. Sintasan benih udang windu setiap perlakuan 29

6. Kisaran parameter kualitas air media pemeliharaan udang

Windu setiap perlakuan 32

Page 10: SKRIPSI OPTIMASI PADAT TEBAR YANG BERBEDA TERHADAP …

vi

DAFTAR GAMBAR

No Halaman

1. Udang windu 3

2. Morfologi udang windu 4

3. Siklus hidup udang windu 6

4. Tata letak unit percobaan setelah pengacakan 21

5. Histogram pertumbuhan mutlak benih udang windu tiap perlakuan 25

6. Grafik pertumbuhan berat harian udang windu 28

7. Histogram sintasan udang windu 30

Page 11: SKRIPSI OPTIMASI PADAT TEBAR YANG BERBEDA TERHADAP …

vii

DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman

1. Analisis sidik ragam (Ansira) laju pertumbuhan mutlak

benih udang windu setiap perlakuan selama penelitian 40

2. Uji Beda Nyata Terkecil Laju Pertumbuhan mutlak

benih udang windu pada Setiap Perlakuan Selama Penelitian 40

3. Laju pertumbuhan benih udang windu setiap perlakuan

selama penelitian 41

4. Gambar kegiatan penelitian 42

Page 12: SKRIPSI OPTIMASI PADAT TEBAR YANG BERBEDA TERHADAP …

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Budidaya Udang Windu (Penaeus monodon) masih menjadi komoditi

perikanan yang memiliki peluang usaha cukup baik karena sangat digemari oleh

konsumen lokal dan konsumen luar negeri. Hal ini disebabkan oleh rasa udang

windu yang enak dan gurih serta kandungan gizinya sangat tinggi. Namun disisi

lain keterpurukan usaha budidaya udang pada beberapa dekade terakhir, tidak

terlepas dari merebaknya berbagai penyakit udang. Hal ini diperparah dengan

menurunya degradasi lingkungan akibat pengunaan berbagai pupuk maupun obat

kimia, sehingga kondisi tambak tidak mampu untuk periode pemeliharaan yang

panjang. Oleh sebab itu untuk memperpendek periode pembesaran udang di

tambak yang sesuai dengan daya dukung lingkungan yang tersedia, maka

diperlukan segmen penggelondongan benih udang. Sebagai usaha efesiensi waktu

selama proses persiapan tersebut dilakukan pemeliharaan benih sebelum ditebar

ke tambak pembesaran. Pada saat tambak siap, benih hasil penggelondongan

dapat ditebar sehingga waktu pembesaran relatif singkat.

Budidaya udang windu pada bulan pertama merupakan tahapan penting

karena akan mempengaruhi pemeliharaan selanjutnya. Untuk itu diperlukan

kondisi yang relatif terkontrol seperti pada kegiatan penggelondongan yang

bertujuan untuk menghasilkan benih yang lebih tahan terhadap perubahan

lingkungan tambak.. Pada umumnya proses penggelondongan dilakukan selama

dua sampai empat minggu dengan kepadatan tinggi. Tingginya padat tebar pada

Page 13: SKRIPSI OPTIMASI PADAT TEBAR YANG BERBEDA TERHADAP …

2

penggelondongan diharapkan tidak mengakibatkan penurunan kualitas maupun

kuantitas benih udang yang dihasilkan. Metode penggelondongan yang

diterapkan mengacu pada Resirculasion Aquakultur System (RAS) sebagaimana

telah berkembang di sejumlah negara maju. Penggelondongan merupakan salah

satu usaha untuk meningkatkan kualitas benih udang windu (Penaeus monodon).

Semakin seragam udang yang dihasilkan, semakin baik kualitas udang dan

semakin tinggi pula nilai jualnya, serta kegiatan penggelondongan diharapkan

dapat meningkatkan tingkat kelangsungan hidup dan pertumbuhan udang untuk

memenuhi target produksi.

Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka dilakukan penelitian tentang

pengaruh padat tebar pasca larva udang windu (Penaeus monodon) terhadap

pertumbuhan dan sintasan pada penggelondongan dengan system resirkulasi pada

wadah terkontol.

1.2 Tujuan dan Kegunaan

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan padat tebar

yang optimal untuk meningkatkan pertumbuhan dan sintasan benih udang windu

pada tahap penggelondongan dengan sistem resirkulasi pada wadah terkontrol.

Sedangkan kegunaan penelitian ini adalah sebagai bahan informasi tentang padat

tebar yang sesuai untuk pertumbuhan dan peningkatan sintasan benih udang

windu (peneaus monodon) kepada masyarakat pembudidaya.

Page 14: SKRIPSI OPTIMASI PADAT TEBAR YANG BERBEDA TERHADAP …

3

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi dan Morfologi Udang Windu

Dalam dunia internasional, udang windu dikenal dengan nama black tiger,

tiger shrimp, atau tiger prawn. Adapun pengklasifikasian udang windu

diklasifikasikan sebagai berikut (Soetomo, 1990) :

Gambar 1. Udang Windu

Kingdom : Animalia

Filum : Arthropoda

Subfilum : Crustacea

Kelas : Malacostraca

Ordo : Decapoda

Family : Penaeidae

Genus : Penaeus

Spesies : Penaeus monodon

Tubuh udang secara morfologi dapat dibedakan dalam dua bagian yaitu

bagian depan (anterior) dan bagian belakang (posterior). Bagian depan disebut

Page 15: SKRIPSI OPTIMASI PADAT TEBAR YANG BERBEDA TERHADAP …

4

bagian kepala dan bagian dada yang menyatu (cephalotrax). Bagian perut

(abdomen) terdapat ekor pada bagian belakangnya, semua bagian badan beserta

anggotanya terdiri dari ruas-ruas (segmen). Kepala sampai dada terdiri dari 13

ruas yaitu kepala terdiri 5 ruas dan dadanya 8 ruas, sedangkan bagian perut terdiri

dari 6 ruas. Seluruh tubuh tertutup oleh kerangka luar yang disebut eksoskeleton

yang terbuat dari bahan kitin. Bagian kepala-dada tertutup oleh sebuah kelopak

kepala (karapaks). Dibagian bawah pangkal cucuk kepala terdapat mata majemuk

yang bertangkai dan dapat digerak-gerakan. Mulut terdapat dibagian bawah

kepala diantara mandibula serta terdapat insang disisi kanan kiri kepala yang

tertutup oleh kelopak kepala (Sunaryanto dan Pudjianto, 1987). Morfologi udang

windu dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 2. Morfologi Udang Windu

2.2 Makanan Dan Kebiasaan Makan

Udang merupakan organisme yang aktif mencari makan pada malam hari

(nocturnal). Jenis makannya sangat bervariasi tergantung pada tingkatan umur

Page 16: SKRIPSI OPTIMASI PADAT TEBAR YANG BERBEDA TERHADAP …

5

udang. Pada stadia benih, makanan utamanya adalah plankton (fitoplankton dan

zooplankton). Udang dewasa menyukai daging binatang lunak atau molusca

(kerang, tiram, siput), cacing, annelida yaitu cacing polychaeta, dan krustasea.

Dalam usaha budidaya, udang mendapatkan pakan alami yang tumbuh di tambak,

yaitu kelekap, lumut, plankton, dan benthos. Udang akan bersifat kanibal bila

kekurangan makanan (Soetomo, 1990).

Udang windu tergolong omnivor dan mempunyai kemampuan yang

terbatas dalam memanfaatkan karbohidrat pakan (FAO, 1987). Walaupun udang

merupakan pemakan segala, akan tetapi pada umumnya udang merupakan

predator bagi invertebrata yang pergerakannya lambat (Semeru dan Anna, 1992).

Selain itu, udang windu mempunyai sifat kanibalisme yang pada kondisi

kekurangan pakan dapat memangsa udang lain yang dalam kondisi lemah, seperti

pada saat ganti kulit.

2.3 Habitat

Udang windu bersifat euryhaline yaitu toleransi terhadap kisaran salinitas

yang lebar dan menempati habitat yang berbeda dengan stadium dari daur

hidupnya. benih udang, juvenile dan tokolan mempunyai kebiasaan tinggal dekat

permukaan pada perairan daerah pantai dan di daerah estuaria hutan mangrove,

sedangkan tingkat dewasa kelamin kebanyakan berada pada perairan yang

kedalamanya sekitar 100-200 m. Larva yang mencapai daerah pantai biasanya

berukuran sekitar 15 mm, akan tetapi kadang-kadang dijumpai yang berukuran

lebih kecil, yakni sekitar 8 mm. Di bawah ini gambar tentang siklus hidup udang

windu.

Page 17: SKRIPSI OPTIMASI PADAT TEBAR YANG BERBEDA TERHADAP …

6

Gambar 3. Siklus hidup udang windu (Semeru dan Anna, 1992)

Udang windu umumnya menyukai dasar perairan yang berpasir, lumpur

berpasir atau lempung berdebu. Keuntungan yang diperoleh udang windu dengan

hidup pada substrat yang berlumpur adalah bahwa pada substrat yang demikian

makanan alami dapat tumbuh. Pada waktu siang hari umumnya mencari tempat

berteduh atau bahkan membenamkan diri ke dalam lumpur bila intensitas cahaya

mencapai 600 lux. Induk udang windu pada umumnya lebih menyukai substrat

yang berlumpur pada kedalaman 10-40 m. Poernomo (1978) menerangkan bahwa

udang windu akan lebih cepat tumbuh pada kedalaman lebih dari 100 cm dan

salinitasnya sekitar 10-25 ppt.

2.4 Pertumbuhan

Pertumbuhan merupakan pertambahan jumlah panjang dan berat suatu

organisme dan tidak dapat kembali dalam keadaan semula yang dapat dinyatakan

dengan bilangan. Pertumbuhan juga merupakan total energi yang diubah menjadi

Page 18: SKRIPSI OPTIMASI PADAT TEBAR YANG BERBEDA TERHADAP …

7

penyusun tubuh, kebutuhan energi ini diperoleh dari makanan. Pertumbuhan juga

merupakan suatu proses pertambahan bobot maupun panjang tubuh ikan. Adapun

perbedaan laju pertumbuhan dapat disebabkan karena adanya pengaruh padat

penebaran dan persaingan di dalam mendapatkan makanan. Seperti jenis

organisme lain bahwa larva udang windu dalam penggelondongan pertumbuhanya

dipengaruhi oleh dua faktor yaitu sifat genetik dari udang itu sendiri sebagai

faktor internal dan lingkungan sebagai faktor eksternal (Effendi, 1997). Salah

satu faktor eksternal adalah ketersediaaan makanan yang cukup dan tingkat

kebutuhan nutrisi yang sesuai dengan larva udang windu pada penggelondongan.

Pada penggelondongan udang windu dengan kepadatan 500 ekor/m2 dan

1000 ekor/m2 selama empat minggu dapat menghasilkan panjang rata-rata 30,08

mm dan 25,28 mm (Djumadi, 2005). Dengan demikian kepadatan mempengaruhi

pertumbuhan panjang mutlak benih udang windu. Perlakuan dengan kepadatan

500 ekor/m2 menghasilkan pertumbuhan panjang mutlak terbaik yaitu sebesar

33,99 mm. Hasil pertumbuhan panjang mutlak terus menurun seiring

meningkatnya perlakuan kepadatan yaitu 30,55 mm untuk kepadatan 1000

ekor/m2, 29,33 mm untuk kepadatan 1500 ekor/m2 dan hasil terendah didapat dari

perlakuan kepadatan 2000 ekor/m2 yaitu sebesar 27,70 mm. Hal ini sesuai

dengan pernyataan bahwa peningkatan padat penebaran akan menurunkan

pertumbuhan (Allen, 1974 dalam Supriyono, et al, 2006). Menurut Muzaki

(2004), pada kepadatan lebih rendah udang lebih mudah dalam mendapatkan

makanan dan oksigen sehingga udang lebih mudah untuk tumbuh.

Page 19: SKRIPSI OPTIMASI PADAT TEBAR YANG BERBEDA TERHADAP …

8

Pada penelitian lain produksi benih udang windu dalam hapa dengan

kepadatan 250 ekor/m2 ,500 ekor/m2 , 750 ekor/m2 , 1000 ekor/m2 tidak

mempengaruhi kelangsungan hidup dan koefisien keragaman. Perlakuan hanya

mempengaruhi pertumbuhan. Kepadatan 250 ekor/m2 menghasilkan pertumbuhan

terbaik namun total produksi dicapai pada kepadatan 1000 ekor/m2.

Peningkatan kepadatan tidak mempengaruhi koefisien keragaman panjang

udang pada pemeliharaan minggu kedua sampai minggu ke empat (p>0,05). Pada

penggelondongan udang windu sampai kepadatan 1000 ekor/ m2 (Djumadi, 2005).

Kondisi ini terjadi karena pakan yang diberikan cukup dan merata sehingga tidak

ada dominasi udang dalam memanfaatkannya.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan maksimum untuk

udang dapat dicapai pada pemberian pakan mengandung karbohidrat 1% dengan

kandungan protein tinggi, yaitu hingga 50% (Mangampa dan Suswoyo, 2008),

Melihat hal tersebut maka diharapkan dengan padat tebar yang tinggi mampu

meningkatkan laju pertumbuhan dan sintasan larva udang windu, seperti pada

penelitian terdahulu yang melihat pengaruh padat tebar terhadap larva udang yang

memberikan pertumbuhan yang lebih baik.

Salah satu tujuan dari penggelondongan udang windu adalah

menghasilkan benur siap tebar dan berukuran seragam untuk dipelihara pada

tambak. Ukuran benur yang seragam akan mengurangi tingkat kompetisi dan

dominansi udang dalam mendapatkan ruang, pakan dan oksigen. Semakin

seragam udang yang dihasilkan, semakin baik kualitas udang yang dihasilkan dan

semakin tinggi pula nilai jualnya. Berbeda dengan udang windu yang memiliki

Page 20: SKRIPSI OPTIMASI PADAT TEBAR YANG BERBEDA TERHADAP …

9

sifat individu dan kanibal padat penebaran yang tinggi serta asupan pakan yang

diberikan tidak mencukupi sehingga menimbulkan sifat kanibal antar sesama

untuk memenuhi kebutuhan asupan makanannya, akibatnya banyak udang windu

yang mati sehingga persaingan lebih sedikit (Budiardi, et al, 2005).

Menurut (Mangampa, et al, 2008), menyatakan bahwa semakin besar

kepadatan yang kita berikan, akan semakin kecil laju pertumbuhan per individu.

Dengan kepadatan rendah mempunyai kemampuan memanfaatkan makanan

dengan baik dibandingkan dengan kepadatan yang cukup tinggi, karena makanan

merupakan faktor luar yang mempunyai peranan di dalam pertumbuhan (Syahid,

et al, 2006). Kekurangan pakan akan memperlambat laju pertumbuhan sehingga

dapat menyebabkan kanibalisme, sedangkan kelebihan pakan akan mencemari

perairan sehingga menyebabkan udang stres dan menjadi lemah serta nafsu makan

udang akan menurun (Anonimous, 2000). Ruang gerak juga merupakan faktor

luar yang mempengaruhi laju pertumbuhan, dengan adanya ruang gerak yang

cukup luas udang dapat bergerak dan memanfaatkan unsur hara secara maksimal

(Anonimous, 1993). Pada padat penebaran yang tinggi udang mempunyai daya

saing di dalam memanfaatkan makanan, unsur hara dan ruang gerak, sehingga

akan mempengaruhi laju pertumbuhan.

2.5 Sintasan

Kelangsungan hidup atau sintasan adalah jumlah organisme yang hidup

dari seluruh organisme yang dipelihara dalam wadah. Pada dasanya sintasan biota

dapat dicapai oleh populasi yang mempunyai gambaran hasil interaksi antara

Page 21: SKRIPSI OPTIMASI PADAT TEBAR YANG BERBEDA TERHADAP …

10

individu dan lingkungannya (Cholik, dkk,2005). Kelangsungan hidup merupakan

komponen utama yang perlu diperhatikan dalam usaha budidaya. Kelangsungan

hidup udang ditentukan oleh dua faktor utama yaitu sifat genetik dari udang itu

sendiri sebagai faktor internal dan faktor lingkungan dimana udang itu hidup

sebagai faktor eksternal. Effendie (1997) menyatakan bahwa pertumbuhan dan

kelangsungan hidup dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor dalam seperti

keturunan dan umur serta faktor luar diantaranya lingkungan perairan, makanan,

penyakit dan parasit.

Penelitian pada penggelondongan udang vanamei dan udang windu,

dimana kelangsungan hidup udang vanamei dengan kepadatan 500 ekor/m2 dan

1000 ekor/m2 selama dua minggu pertama berkisar 93,93 % dan 93,47 %. Nilai

tesebut tidak berbeda jauh dengan penggelondongan udang windu dengan

perlakuan dan metode yang sama yaitu 95,60 % dan 86,72 % (Djumadi, 2005).

Pada penggelondongan udang windu dengan menggunakan hapa sampai

kepadatan 1000 ekor/m2 tidak mempengaruhi kelangsungan hidup (Djumadi,

2005). Sedangkan pada udang vanamei kelangsungan hidup belum berpengaruh

sampai perlakuan kepadatan 2000 ekor/m2.

Pada penelitian lain produksi benih udang windu dalam hapa dengan

kepadatan 250 ekor/m2 ,500 ekor/m2 , 750 ekor/m2 , 1000 ekor/m2 tidak

mempengaruhi kelangsungan hidup dan koefisien keragaman. Berdasarkan

efisiensi produksi, kepadatan 1000 ekor/m2 menghasilkan pertumbuhan yang

seragam dengan tingkat kelangsungan hidup yang tinggi sehingga menghasilkan

produktitifitas tertinggi dibandingkan dengan kepadatan yang lebih rendah (250,

Page 22: SKRIPSI OPTIMASI PADAT TEBAR YANG BERBEDA TERHADAP …

11

500 dan 750 ekor/m2). Namun dalam proses penokolan, masih memungkinkan

untuk dilakukan peningkatan padat tebar sampai diatas 1000 ekor/m2 karena hasil

yang didapatkan masih progresif dan belum diperoleh titik puncak dalam

kaitannya dengan pemanfaatan daya dukung lingkungan (Budiardi, 2005).

Menurut (Sandifer, 1991), mengatakan bahwa pengaruh kepadatan pada

pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup pada penggelondongan sampai pada

pembesaran sangat kecil, sementara biomass standing crop meningkat secara

langsung dengan meningkatnya kepadatan. Hasil penelitian juga membuktikan

bahwa padat penebaran tidak mempengaruhi pertumbuhan, kelangsungan hidup

dan koefisien keragaman udang windu stadia post larva yang dipelihara selama 14

hari, akan tetapi pemberian pakan yang cukup serta dukungan kualitas air yang

optimal mengakibatkan optimalnya pertumbuhan udang selama pemeliharan

walupun dilakukan dengan kepadatan tinggi (Budiardi et al, 2005).

Dari hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa angka kematian

yang tinggi disebabkan oleh faktor padat penebaran yang tidak seimbang.

(Syahid et al, 2006 dalam Kholifah, 2008), menyatakan bahwa kepadatan benih

udang yang terlalu padat menyebabkan terjadinya variasi kematian benih yang

berbeda-beda, sebagai akibat dari adanya sifat kanibal, selanjutnya dikatakan

bahwa apabila keadaan dasar wadah benih yang digunakan terlalu sempit

dibandingkan dengan jumlah benih yang ditampung akan menyebabkan

bertumpuknya benih satu sama lain, akibatnya akan terjadi persaingan tempat.

Dalam hal ini harus ada keseimbangan antara luas dasar wadah dengan jumlah

padat penebaran.

Page 23: SKRIPSI OPTIMASI PADAT TEBAR YANG BERBEDA TERHADAP …

12

Ruang gerak karena adanya padat penebaran secara langsung berpengaruh

terhadap kelangsungan hidup, karena udang windu mempunyai sifat kanibal

terhadap lainnya (Tjoronge, 2005 dalam Kholifah, 2008). Ketersediaan makanan

yang cukup dan kualitas air yang menunjang sangat mempengaruhi tingkat

kelangsungan hidup udang. Hal ini sesuai dengan pernyataan Spote (1987) dalam

Kholifah, 2008), bahwa kualitas air turut mempengaruhi kelangsungan hidup dan

pertumbuhan dari organisme perairan yang dibudidayakan. Selain itu,

sebagaimana yang dinyatakan oleh Mc Cormick et.al (1998) Kholifah, 2008),

bahwa padat penebaran yang tinggi akan menyebabkan tingkat persaingan

terhadap makanan dan ruang menjadi tinggi yang akan menurunkan tingkat

kelangsungan hidup suatu organisme.

2.6 Kualitas air

Udang adalah hewan air yang segala kehidupan, kesehatan dan

pertumbuhannya sangat tergantung kepada kualitas air sebagai media hidupnya.

Apabila kualitas air baik maka udang yang dipelihara menjadi sehat dan nafsu

makannya tidak terganggu, pertumbuhan dan sintasan udang akan menjadi tinggi

(Taslihan et al., 1991).

Kualitas air merupakan faktor penting dalam pemeliharaan larva. Agar

udang windu yang dipelihara dapat hidup dan tumbuh dengan baik, maka selain

harus tersedia pakan bergizi dalam jumlah yang cukup, kondisi lingkungan harus

berada pada kisaran yang optimum.

Page 24: SKRIPSI OPTIMASI PADAT TEBAR YANG BERBEDA TERHADAP …

13

2.6.1 Suhu

Keberhasilan produksi pada kegiatan penggelondongan udang windu PL

12 akan dipengaruhi kualitas air selama pelaksanaan penelitian. Suhu air selama

masa pemeliharaan berkisar antara 26 – 34 oC. Suhu air tersebut masih dalam

kisaran yang optimal bagi kehidupan udang pada stadia pascalarva

(Tiensongrusmee, 1980). Pada kisaran suhu tersebut proses metabolisme berjalan

dengan baik sehingga kelangsungan hidup dan pertumbuhan udang diharapkan

dapat optimum (Wardoyo dan Djokosetiyanto, 1988)

Menurut (Poernomo, 1978) udang windu PL12 membutuhkan kisaran

suhu 25-32°C agar dapat tumbuh secara normal. Semakin tinggi suhu perairan

maka semakin tinggi laju metabolisme dalam tubuh udang. Kondisi ini akan

diikuti dengan meningkatnya laju konsumsi pakan. Suhu di atas 32°C akan

menyebabkan stres pada udang dan suhu 35°C merupakan suhu kritis (Poernomo,

1978). Sementara menurut (Soetomo, 2002), kisaran suhu yang baik untuk udang

windu PL12 adalah berkisar 28°C-32 °C. Bila suhu terus meningkat, udang akan

mengalami stress dan akan mengeluarkan lendir yang berlebihan, sebaliknya bila

suhu terlalu rendah akan kurang aktif makan dan bergerak, sehingga

pertumbuhannya akan semakin lambat.

2.6.2 Salinitas

Salinitas sangat besar pengaruhnya terhadap proses metabolisme dan

sintasan udang windu. Menurut Semeru dan Anna (1992) udang windu

mempunyai toleransi hidup pada kisaran salinitas 4–40 ppt dan tumbuh dengan

Page 25: SKRIPSI OPTIMASI PADAT TEBAR YANG BERBEDA TERHADAP …

14

baik pada kisaran 12-30 ppt. Pada suatu penelitian penggelondongan udang

windu PL12 salinitas air berada pada kisaran 9-14 ppt. Nilai tersebut kurang

mendukung untuk pertumbuhan udang tetapi tidak sampai mengakibatkan

kematian, dan sebaiknya kisaran salinitas 15-35 ppt (Chen, 1976 dalam Budiardi,

1999). Jika salinitas terlalu rendah dan terlalu tinggi, nafsu makan masih ada

tetapi konversi pakan menjadi tinggi karena energi tubuh banyak terbuang.

Sementara menurut Khairul, (2003) dalam Jumani (2008) salinitas untuk

pertumbuhan udang windu PL12 yang baik diperoleh pada kisaran 10–35 ppt.

2.6.3 pH

pH berpengaruh terhadap pertumbuhan dan tingkat produksi udang.

Fluktuasi pH air sangat mengganggu aktivitas udang. Fluktuasi pH air juga

sangat menentukan berhasil tidaknya pemeliharaan udang (Ghufron, 1997). pH

air dapat berpengaruh terhadap meningkat tidaknya daya racun amoniak.

Sedangkan nilai pH pada kegiatan penggelondongan udang windu PL12 pada

media pemeliharaan berkisar antara 7-8. Kondisi tersebut masih mendukung untuk

pertumbuhan dan kelangsungan hidup udang (Wardoyo, 1997). Sementara

menurut (Wickins, 1987), untuk pertumbuhan udang windu PL12 memerlukan

kisaran pH 7,4–8,5 dan akan mematikan bila pH mencapai angka terendah 6 dan

angka tertinggi 9. Bila pH air terlalu rendah atau sering rendah pada malam hari,

maka lapisan kapur pada kulit udang akan berkurang karena terserap secara

internal, pada kondisi ini konsumsi oksigen meningkat, insangnya rusak,

selanjutnya pH 6,4 dapat menyebabkan laju pertumbuhan udang akan menurun

sebesar 60% dan sebaliknya pH 9,0-9,5 akan menyebabkan peningkatan kadar

Page 26: SKRIPSI OPTIMASI PADAT TEBAR YANG BERBEDA TERHADAP …

15

amoniak sehingga secara tidak langsung membahayakan udang. Sementara hasil

penelitian (Rakhmatun dan Mudjiman, 2003), di peroleh tingkat pH terbaik bagi

kehidupan dan pertumbuhan udang windu adalah diantara 6,8–8,7 dan akan

mematikan bila pH mencapai angka terendah di bawah 6 dan tertinggi 9.

2.6.4 Oksigen Terlarut

Oksigen dibutuhkan oleh organisme untuk membantu proses metabolisme

yang terjadi dalam tubuh. Jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh organisme

dipengaruhi oleh laju metabolismenya, organisme yang mengalami peningkatan

konsumsi oksigen menunjukkan adanya peningkatan laju metabolisme (Djawad,

1997). Oksigen merupakan gas yang terpenting untuk respirasi dan metabolisme

dalam tubuh. Oksigen sebagai bahan pernapasan dibutuhkan oleh sel untuk

berbagai reaksi metabolisme, oleh sebab itu kelangsungan hidup ikan sangat

ditentukan oleh kemampuannya memperoleh oksigen dari lingkungannya (Fujaya,

1999). Oksigen terlarut dalam suatu perairan mutlak dibutuhkan oleh organisme

air, namun untuk setiap spesies mempunyai kisaran optimal untuk menunjang

kehidupan. Oksigen diperlukan untuk membakar zat-zat makanan yang

dikonsumsi udang dan diserap tubuh atau diuraikan menjadi energi. Kelarutan

oksigen yang baik bagi pertumbuhan udang adalah 4-8 ppm (Susanto, 1992).

Pada penelitian udang windu PL12 selama masa pemeliharaan nilainya

berkisar antara 2,39– 4,30 ppm (kritis bawah). Nilai tersebut cenderung rendah,

tetapi selama pemeliharaan udang tidak menunjukan aktivitas kekurangan oksigen

seperti berenang dipermukaan (Supriyono, 2006). Menurut (Susanto, 1992)

bahwa kisaran oksigen yang dibutuhkan oleh jenis-jenis suatu organisme kadang

Page 27: SKRIPSI OPTIMASI PADAT TEBAR YANG BERBEDA TERHADAP …

16

berbeda, namun perbedaan itu tidak jauh, oksigen terlarut sebanyak 4–8 ppm

dianggap ideal.

Dalam air yang mengandung cukup oksigen aktifitas udang yang terlihat

adalah udang beristirahat dan sesekali bergerak mencari pakan. Sebaliknya pada

air yang kandungan oksigennya rendah, udang akan tampak aktif bergerak dan

berenang karena stres. Mangampa dan Mustafa (1992), menyatakan bahwa

oksigen terlarut cenderung semakin rendah dengan meningkatnya padat

penebaran. Pada padat penebaran tinggi kebutuhan oksigen dan ekskresi sisa

metabolisme dalam media semakin tinggi.

2.6.5 Amoniak

Amoniak merupakan perombakan bahan-bahan organik dan pengeluaraan

hasil metabolisme ikan melalui ginjal dan jaringan insang. Amonia dapat berasal

dari buangan bahan organik yang mengandung senyawa nitrogen seperti protein

maupun sebagai hasil ekskresi. Amonia juga dihasilkan melalui amonifikasi bahan

organik pakan yang tidak terkonsumsi (Effendi, 2003). Pada penggelondongan

udang windu PL12, kandungan amonia tertinggi selama masa pemeliharaan

adalah 0,0149 mg/l. Nilai tersebut masih aman untuk udang yang dipelihara

(Wardoyo dan Djokosetiyanto, 1988)

Page 28: SKRIPSI OPTIMASI PADAT TEBAR YANG BERBEDA TERHADAP …

17

III. METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2013 sampai Januari

2014 bertempat di Laboratorium Basah Divisi Pakan Alami Balai Budidaya Air

Payau Takalar, Desa Mappakalompo Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Alat dan kegunaannya

No Nama Alat Kegunaan

1 Galon air Sebagai media pemeliharaan

2 Pompa Untuk memompa air kemedia pemeliharaan

3 Perlengkapan aerasi Untuk mensuplai oksigen

4 Hendrafroctometer Untuk mengukur salinitas

5 pH meter Untuk mengukur pH dan suhu

6 DO meter Untuk mengukur oksigen terlarut

7 Timbangan elektrik Untuk menimbang pakan dan hewan uji

8 Saringan mekanis Untuk menyaring kotoran pada air media

9 Filter bag Untuk menyaring air

10 Bak plastic Untuk penampungan air

11 Kamera Untuk mendokumentasikan kegiatan.

Page 29: SKRIPSI OPTIMASI PADAT TEBAR YANG BERBEDA TERHADAP …

18

Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Tabel 2. Bahan dan kegunaannya

No Nama Bahan Kegunaan

1 Benih udang windu Sebagai hewan uji

2 Pakan komersil Sebagai pakan uji

3 Air laut Sebagai air media

4 Air tawar Untuk mengencerkan air media

5 Deterjen Untuk mencuci wadah pemeliharaan

3.3 Hewan Uji

Hewan uji yang digunakan pada peneletian ini adalah benih udang windu

PL 12 panjang rata-rata 1,0 cm dengan berat rata-rata 0,042 gr. Benih udang

windu diperoleh dari divisi pembenihan udang Balai Budidaya Air Payau Takalar,

hewan uji yang ditebar pada perlakuan A yaitu 1000 ekor, Perlakuan B yaitu 1500

ekor, Perlakuan C yaitu 2000 ekor, Perlakuan D yaitu 2500 ekor. Galon yang akan

digunakan pada penelitian ini berkapasitas 15 liter dengan volume air 12 liter air.

3.4 Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian yang dilakukan adalah persiapan wadah dan peralatan,

persiapan air media pemeliharaan, dan pemeliharaan benih.

Page 30: SKRIPSI OPTIMASI PADAT TEBAR YANG BERBEDA TERHADAP …

19

3.4.1 Persiapan Wadah dan Peralatan

Wadah yang digunakan pada penelitian ini adalah galon sebanyak 12 buah

yang masing-masing telah dipotong bagian bawahnya, dipasang pada suatu rak

besi secara terbalik dengan memasangkan masing-masing galon tersebut pipa

pembuangan dan pemasukan serta dilengkapi dengan peralatan aerasi. Pada pipa

pembuangan dipasang paralel dari tiap galon dengan satu kran pembuangan untuk

memudahkan pada proses pengantian air dan membuang kotoran. Selain itu,

dipasang pula 3 buah bak penampungan secara paralel dengan memasangkan

pompa pada bak ketiga serta saringan mekanis yang terdiri dari arang, pasir, dan

kerikil pada bak pertama, sehingga air media yang akan di pompakan ke setiap

wadah pemeliharaan harus melewati penyaringan pada bak pertama, kemudian air

mengalir ke bak kedua dan ketiga, dari bak ketigalah air baru dipompakan

kesetiap wadah pemeliharaan.

3.4.2 Persiapan Air Media Pemeliharaan

Air yang digunakan pada pemeliharaan benih udang windu diperoleh dari

laut dengan menggunakan pompa, pada bagian pengeluaran diberi saringan

berupa filter bag dan ditampung dengan menggunakan bak fiber berkapasitas 1

ton, air media tersebut didiamkan selama ± 2 hari kemudian siap untuk

dipompakan ke bak penelitian. Air tersebut diisi pada bak pertama yang telah

diberi saringan mekanis, dari bak pertama air akan mengalir kebak kedua dan

ketiga, dari bak ketiga barulah air media dipompakan kesetiap wadah

pemeliharaan.

Page 31: SKRIPSI OPTIMASI PADAT TEBAR YANG BERBEDA TERHADAP …

20

3.4.3 Pemeliharaan Benih

Pada pemeliharaan benih wadah yang digunakan adalah galon air

berkapasitas 15 liter akan tetapi hanya diisi air 12 liter dengan penebaran benih

panjang rata-rata 1 cm dengan berat rata-rata 0,042 gr/ekor dengan kepadatan

berdasarkan perlakuan. Selama masa pemeliharaan benih udang windu diberi

pakan komersil dengan dosis 5 % sebanyak tiga kali sehari. Selain itu sistem

pemeliharaan benih udang windu menggunakan sistem resirkulasi dimana air yang

kelur dari pipa pembuangan akan masuk ke bak pertama yang telah diberi

saringan mekanis untuk disaring kembali, air tersebut akan mengalir ke bak kedua

dan ketiga, dari bak ketiga air kemudian dipompakan lagi ke media pemeliharaan

yang telah dilengkapi masing-masing kran pemasukan dan begitu seterusnya. Air

media baru ditambahkan apabila terjadi kekurangan air akibat penguapan dan

pembuangan air karena sisa pakan dan hasil metabolisme. Sistem resirkulasi

dipilih pada pemeliharaan benih karena pada sistem ini parameter kualitas air

lebih stabil dan seragam sehingga dapat menghindari benih udang mengalami

stres dan kurang nafsu makan akibat perubahan parameter kualitas air secara

mendadak. Untuk mengetahui dan menjaga parameter kualitas air masih dalam

kondisi aman bagi benih maka setiap hari dilakukan pengukuran suhu, salinitas,

pH, dan Do, serta pengukuran alkalinitas, amoniak, nitrit dilakukan setiap 1

minggu sekali.

Page 32: SKRIPSI OPTIMASI PADAT TEBAR YANG BERBEDA TERHADAP …

21

3.5 Perlakuan dan Penempatan Wadah Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap

(RAL) dengan 4 perlakuan dan 3 ulangan sebagai berikut:

Perlakuan A : padat tebar 1000 ekor

Perlakuan B : padat tebar 1500 ekor

Perlakuan C : padat tebar 2000 ekor

Perlakuan D : padat tebar 2500 ekor

Penempatan setiap wadah pemeliharaan dilakukan secara acak dengan cara

lotre atau undian (Gazper, 1991) seperti yang terlihat pada gambar 3 dibawah ini:

Gambar 4. Tata letak unit percobaan setelah pengacakan.

C2 C3

A2 D3

D2

D1

B3

A1

B1 A3 C1 B2

Page 33: SKRIPSI OPTIMASI PADAT TEBAR YANG BERBEDA TERHADAP …

22

3.6 Pengukuran Peubah

Peubah yang diamati dalam penelitian adalah meliputi:

1. Pertumbuhan mutlak

Pertumbuhan mutlak dapat ditetapkan berdasarkan pertambahan biomassa

hewan uji untuk masing-masing media percobaan. Perhitungan biomassa mutlak

sesuai dengan rumus Effendi, 1997 yaitu:

G = Wt – Wo

Keterangan :

G = Pertumbuhan mutlak hewan uji (g)

Wt = Bobot hewan uji pada akhir penelitian (g)

Wo = Bobot hewan uji pada awal penelitian (g)

2. Laju pertumbuhan harian (SGR)

Pengukuran laju pertumbuhan berat harian akan dilakukan setiap 7 hari

sekali dan dapat ditentukan dengan rumus Effendi, 1997 sebagai berikut:

Wt- WoSGR =

t

Keterangan :

SGR = laju pertumbuhan harian (g/hari)

Wt = panjang/berat tubuh akhir penelitian (g)

Wo = panajng/berat tubuh awal penelitian (g)

t = lama penelitian (hari)

Page 34: SKRIPSI OPTIMASI PADAT TEBAR YANG BERBEDA TERHADAP …

23

3. Sintasan

Untuk menghitung tingkat kelangsungan hidup hewan uji selama

penelitian dapat menggunakan rumus yang ditemukan oleh Effendi (1997), yaitu:

Nt

S = x 100 %No

Dimana :

S = Tingkat Kelangsungan Hidup benih (%)

Nt = Jumlah ikan yang hidup pada akhir penelitian (ekor)

No = Jumlah ikan yang ditebar pada awal penelitian (ekor)

3.7 Analisis Data

Untuk mengetahui pengaruh perlakuan padat tebar terhadap sintasan dan

pertumbuhan benih udang windu pada setiap perlakuan maka dianalisis

menggunakan analisis sidik ragam. Apabila hasilnya menunjukkan adanya

pengaruh maka dilanjutkan dengan uji beda nyata terkecil (BNT) untuk

mengetahui perbedaan diantara perlakuan (Gasper, 1991).

Page 35: SKRIPSI OPTIMASI PADAT TEBAR YANG BERBEDA TERHADAP …

24

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pertumbuhan Mutlak Udang Windu (Penaeus monodon)

Hasil perhitungan berat mutlak Udang Windu (Penaeus monodon) pada

setiap perlakuan setelah masa pemeliharaan 4 minggu (28 hari) disajikan pada

Tabel 3.

Tabel 3. Pertumbuhan Mutlak Udang Windu (Penaeus monodon)

PerlakuanUlangan (gr) Jumlah

(gr)Rata-rata

(gr)1 2 3

A = Padat tebar 1000 ekor 0.048 0.047 0.047 0.142 0.047

B = Padat tebar 1500 ekor 0.046 0.043 0.045 0.134 0.045

C = Padat tebar 2000 ekor 0.041 0.039 0.039 0.119 0.040

D = Padat tebar 2500 ekor 0.035 0.034 0.034 0.103 0.034

Pada Tabel 3 terlihat bahwa pada pertumbuhan mutlak dari benih Udang

Windu tertinggi berada pada perlakuan A yaitu 0,047 gr, kemudian perlakuan B

yaitu 0,045 gr, disusul perlakuan C yaitu 0,040 gr dan terakhir pada perlakuan D

yaitu 0,034 gr. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (Lampiran 1)

memperlihatkan bahwa perlakuan padat tebar yang berbeda sangat berpengaruh

nyata (p>0,05) terhadap pertumbuhan berat mutlak Udang Windu (Penaeus

monodon), sementara pada uji lanjut BNT (Lampiran 2) memperlihatkan bahwa

perlakuan padat tebar yang berbeda tidak berbeda nyata (p<0,05). Perlakuan A

menghasilkan perlakuan terbaik karena pada perlakuan ini diduga pada perlakuan

A tingkat kepadatan paling rendah sehingga udang windu mempunyai ruang yang

cukup untuk bergerak, sehingga benih udang windu tidak saling bertumpukan.

Page 36: SKRIPSI OPTIMASI PADAT TEBAR YANG BERBEDA TERHADAP …

25

Hal ini sesuai pendapat (Gomes et al., 2000), Peningkatan kepadatan

menyebabkan penurunan panjang dan berat individu, selanjutnya dikatakan pada

Brycon cephalus, meningkatnya kepadatan menurunkan pertumbuhan. Sementara

menurut Savolainena et al., (2004), menyatakan bahwa peningkatan kepadatan

menyebabkan penurunan berat dan panjang individu yang dihasilkan tetapi akan

meningkatkan biomassa total. Kepadatan juga berpengaruh terhadap tingkat

kelangsungan hidup organisme yang dipelihara. Histogram pertumbuhan berat

mutlak dari benih udang windu pada setiap perlakuan dapat dilihat pada Gambar

5.

Gambar 5. Histogram pertumbuhan mutlak benih udang windu tiap perlakuan.

Histogram diatas dapat terlihat bahwa pencapaian berat tertinggi terdapat

pada perlakuan A dengan padat tebar 1000 ekor/media, disusul perlakuan B

dengan padat tebar 1500 ekor/media, kemudian perlakuan C dengan padat tebar

2000 ekor/media, dan terakhir pelakuan D dengan padat tebar 2500 ekor/media.

0.0470.045

0.0400.034

0.0000.0050.0100.0150.0200.0250.0300.0350.0400.0450.050

A B C D

Ber

at m

utla

k (g

r)

Perlakuan

Page 37: SKRIPSI OPTIMASI PADAT TEBAR YANG BERBEDA TERHADAP …

26

Pengaruh berbeda tersebut diduga karena adanya perbedaan padat tebar yang

berbeda dari masing-masing perlakuan. Hal ini diduga pada perlakuan A dengan

padat tebar 1000 ekor/media merupakan padat tebar terendah dari perlakuan lain.

Hal ini sesuai Pernyataan (Gomes et al., 2000), Peningkatan kepadatan

menyebabkan penurunan berat individu, selanjutnya dikatakan pada Brycon

cephalus, meningkatnya kepadatan menurunkan pertumbuhan. Sementara

menurut Savolainena et al., (2004) menyatakan bahwa peningkatan kepadatan

menyebabkan penurunan berat dan panjang individu yang dihasilkan tetapi akan

meningkatkan biomassa total. Sementara Pada penelitian lain produksi benih

udang windu dalam hapa dengan kepadatan 250 ekor/m2 ,500 ekor/m2 , 750

ekor/m2 , 1000 ekor/m2 mempengaruhi kelangsungan hidup dan pertumbuhan.

Kepadatan 250 ekor/m2 menghasilkan pertumbuhan terbaik namun biomassa

tertinggi dicapai pada kepadatan 1000 ekor/m2. Selanjutnya pada penelitian

penokolan udang windu dengan kepadatan 500 ekor/ m2,dan 1000 ekor/ m2

selama empat minggu dapat menghasilkan panjang rata-rata 30,08 mm dan 25,28

mm seiring dengan peningkatan berat (Djumadi, 2005). Hal diatas terlihat bahwa

perlakuan padat tebar mempengaruhi pertumbuhan mutlak, dimana padat tebar

terendah menghasilkan pertumbuhan mutlak tertinggi.

4.2 Laju Pertumbuhan Harian

Pengaruh padat tebar yang berbeda terhadap pertumbuhan berat harian

benih udang windu (Peaneaus monodon) pada setiap waktu pengamatan (setiap

interval 7 hari selama 28 hari pengamatan) dapat dilihat pada Tabel 4.

Page 38: SKRIPSI OPTIMASI PADAT TEBAR YANG BERBEDA TERHADAP …

27

Tabel 4. Laju Pertumbuhan berat harian udang windu (Peaneaus monodon)

PerlakuanLaju Pertumbuhan Berat Harian (gr)

H-7 H-14 H-21 H-28

A (1000 ekor) 0,0003 0,0013 0,0023 0,0029

B (1500 ekor) 0,0001 0,0014 0,0023 0,0026

C (2000 ekor) 0,0001 0,0014 0,0021 0,0020

D (2500 ekor) 0,0001 0,0013 0,0017 0,0017

Peningkatan laju pertumbuhan berat tubuh benih udang windu yang

bervariasi dari setiap minggunya mengalami peningkatan diduga adanya

perbedaan padat tebar yang berbeda. Seperti yang diketahui bahwa pertumbuhan

yang baik harus sejalan dengan pertambahan panjang dan berat dari benih udang

windu. Dari Tabel 4 di atas terlihat bahwa pertumbuhan berat tertinggi terdapat

pada perlakuan A , disusul perlakuan B, kemudian perlakuan C, dan terakhir pada

perlakuan D. Pertumbuhan yang bervariasi serta peningkatan pertumbuhan setiap

minggu dari semua perlakuan diduga karena adanya padat penebaran yang

berbeda. Hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya, dimana pertumbuhan

udang windu pada tambak monokultur relatif lebih tinggi dibandingkan dengan

tambak polikultur. Laju pertumbuhan udang windu pada tambak monokultur

berkisar antara 0.27-0.28 gram/hari dengan rata-rata 0.28 gram/hari, sedangkan

pada polikultur berkisar antara 0.22 - 0.23 gram/hari dengan rata-rata 0.24

gram/hari, hal ini terlihat adanya perbedaan laju pertumbuhan harian antara

tambak monokultur dengan tambak polikultur karena adanya kepadatan yang

berbeda. Sementara pengaruh padat tebar berbeda pada udang windu pada

Page 39: SKRIPSI OPTIMASI PADAT TEBAR YANG BERBEDA TERHADAP …

28

penilitian lain dengan kepadatan 20 ekor/m2 menghasilkan berat rata-rata 6,41 %,

kepadatan 30 ekor/m2 menghasilkan berat rata-rata 5,8 %, kepadaatan 40 ekor/m2

menghasilkan berat rata-rata 5,6 % m2, sementara kepadatan 50 ekor/m2 dengan

berat rata-rata 5,4 % m2.

Menurut Mangampa dkk (2008), menyatakan bahwa semakin besar

kepadatan yang kita berikan, akan semakin kecil laju pertumbuhan per individu.

Dengan kepadatan rendah udang mempunyai kemampuan memanfaatkan

makanan dengan baik dibandingkan dengan kepadatan yang cukup tinggi, karena

makanan merupakan faktor luar yang mempunyai peranan di dalam pertumbuhan

(Syahid dkk, 2006). Sedangkan menurut (Anonimous, 1993), bahwa ruang gerak

juga merupakan faktor luar yang mempengaruhi laju pertumbuhan, dengan adanya

ruang gerak yang cukup luas udang dapat bergerak dan memanfaatkan unsur hara

secara maksimal. Pada padat penebaran yang tinggi udang mempunyai daya saing

di dalam memanfaatkan makanan, unsur hara dan ruang gerak, sehingga akan

mempengaruhi laju pertumbuhan udang tersebut.. Laju pertumbuhan berat harian

benih udang windu juga dapat dilihat pada Gambar 6 berikut:

Gambar 6. Grafik Pertumbuhan Berat harian udang windu

00.00050.001

0.00150.002

0.00250.003

0.0035

ke-o ke-7 ke-14 ke-21 ke-28Laj

u pe

rtum

buha

n be

rat

hari

an (g

r)

Lama pemeliharaan

A (1000 ekor)

B (1500 ekor)

C (2000 ekor)

D (2500 ekor)

Page 40: SKRIPSI OPTIMASI PADAT TEBAR YANG BERBEDA TERHADAP …

29

Pada Gambar 6 diatas terlihat bahwa pertumbuhan berat harian benih

udang windu setiap minggu mulai dari minggu pertama mengalami peningkatan

seiring dengan waktu pemeliharaan, adapun pada perlakuan C (2000 ekor) pada

hari ke 28 mengalami penurunan. Hal ini diduga adanya perubahan lingkungan

yang menyebabkan benih udang windu menjadi stress yang berakibat pada

penurunan nafsu makan, hal ini menyebabkan penurunan laju pertumbuhan. Hal

ini sesuai pendapat(Taslihan et al, 1991). Apabila kualitas air baik maka udang

yang dipelihara menjadi sehat dan nafsu makannya tidak terganggu, pertumbuhan

dan sintasan udang akan menjadi tinggi, selanjutnya dikatakan bahwa perubahan

lingkungan akan menyebabkan stress pada udang, hal ini akan mempengaruhi

nafsu makan pada udang.

Pencapaian laju pertumbuhan berat harian tertinggi dicapai perlakuan A

(1000 ekor), disusul perlakuan B (1500 ekor), kemudian perlakuan C (2000 ekor),

dan terakhir perlakuan D (2500 ekor). Perbedaan laju pertumbuhan berat harian

tersebut diduga karena adanya perbedaan tingkat penebaran yang berbeda, dimana

perlakuan A jumlah padat tebar 1000 ekor sehingga benih udang windu masih

mempunyai ruang gerak yang cukup sehingga benih udang windu tidak saling

bertumpukan sehingga sifat kanibal udang pun bisa diminimalisir. Pernyataan ini

diperkuat (Sastrakusumah, 1988), pada batas-batas tertentu, daya dukung satuan

luas tidak berbeda untuk padat penebaran yang berbeda-beda, yang menetukan

adalah daya tumbuh dari jaringan udang untuk mengubah makanan menjadi

biomasa. selanjutnya jumlah tebar juvenil yang padat akan menghasilkan banyak

udang dewasa yang berukuran kecil, sedangkan kepadatan tebar yang rendah akan

Page 41: SKRIPSI OPTIMASI PADAT TEBAR YANG BERBEDA TERHADAP …

30

menghasilkan udang yang berukuran besar. Pada penelitian ini perlakuan yang

lebih padat menghasilkan individu yang relatif kecil.

4.4 Sintasan

Tingkat kelangsungan hidup adalah persentase organisme yang hidup pada

akhir penelitian dari jumlah seluruh organisme awal yang dipelihara dalam suatu

wadah (Cholik, dkk 2005). Hasil perhitungan sintasan benih udang windu dengan

4 perlakuan padat tebar yang berbeda yang dipelihara selama 4 minggu atau 28

hari dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Sintasan (%) Benih Udang Windu Setiap Perlakuan.

PerlakuanUlangan Jumlah Rata-rata

1 2 3

A= 1000 ekor 84 89 72 245 81,67

B= 1500 ekor 80 77 74 231 77,00

C= 2000 ekor 71 67 76 214 71,33

D= 2500 ekor 69 60 63 192 64,00

Pada Tabel 5 terlihat bahwa pada keempat perlakuan tersebut yang

memperoleh sintasan terbaik terdapat pada perlakun A, disusul perlakuan B,

kemudian perlakuan C, dan terakhir pada perlakuan D. Sementara itu pada hasil

analisis sidik ragam bahwa perlakuan padat tebar yang berbeda tidak

menunjukkan perbedaan yang nyata dari keempat perlakuan (p<0,05).Sintasan

dari benih udang windu juga terlihat pada Gambar 7.

Page 42: SKRIPSI OPTIMASI PADAT TEBAR YANG BERBEDA TERHADAP …

31

e

Gambar 7. Histogram sintasan Benih Udang Windu

Pada Gambar 7 terlihat bahwa sintasan tertinggi berada pada perlakuan A,

disusul perlakuan B, kemudian perlakuan C, dan terakhir pada perlakuan D.

Perlakuan A sebagai perlakuan terbaik dengan sintasan 81,67% diduga karena

jumlah padat tebar pada perlakuan A yang paling rendah yaitu 1000 ekor sehingga

diduga ruang gerak untuk benih udang windu cukup, kemudian perlakuan B

dengan sintasan 77% sebagai perlakuan kedua diduga jumlah padat tebar yang

lebih tinggi dari perlakuan A sehingga sintasannya lebih rendah dari perlakuan A.

Sedangkan pada perlakuan C dengan sintasan 71,33% dan perlakuan D dengan

sintasan 64% sebagai perlakuan ketiga dan keempat dengan sintasan terendah,

diduga pada perlakuan D merupakan perlakuan dengan padat tebar paling tinggi,

sehingga mempengaruhi sintasan pada udang windu.

Menurut (Mc Cormick et.al, 1998 dalam Ninef, 2002), bahwa padat

penebaran yang tinggi akan menyebabkan tingkat persaingan terhadap makanan

dan ruang menjadi tinggi yang akan menurunkan tingkat kelulushidupan suatu

81.6777

71.3364

0102030405060708090

A 1000 ekor B 1500 ekor C 2000 ekor D 2500 ekor

Sint

asan

(%)

Perlakuan

Page 43: SKRIPSI OPTIMASI PADAT TEBAR YANG BERBEDA TERHADAP …

32

organisme. Dari hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa angka

kematian yang tinggi disebabkan oleh faktor padat penebaran yang tidak

seimbang. Syahid dkk (2006), menyatakan bahwa kepadatan benih udang yang

terlalu padat menyebabkan terjadinya variasi kematian benih yang berbeda-beda,

sebagai akibat dari adanya sifat kanibal.

Savolainena et al., (2004) menyatakan bahwa peningkatan kepadatan

menyebabkan penurunan berat dan panjang individu yang dihasilkan tetapi akan

meningkatkan biomas total. Kepadatan juga berpengaruh terhadap tingkat

kelangsungan hidup organisme yang dipelihara.

Dari keempat perlakuan tersebut tidak ada sintasan yang mencapai 100%

diduga juga karena faktor internal dari benih udang itu sendiri. Hal ini sesuai

pernyataan (Effendi, 1997), bahwa setiap organisme termasuk udang windu dalam

pertumbuhanya dipengaruhi oleh dua faktor yaitu sifat genetik dari udang tersebut

sebagai faktor internal dan lingkungan sebagai faktor eksternal.

4.5 Kualitas Air

Selama penelitian berlangsung dilakukan pengukuran parameter fisika-

kimia air media pemeliharaan benih ikan kerapu tikus meliputi : pH, suhu,

salinitas, oksigen terlarut, dan amoniak. Nilai parameter kualitas air dapat dilihat

pada Tabel 6 berikut:

Page 44: SKRIPSI OPTIMASI PADAT TEBAR YANG BERBEDA TERHADAP …

33

Tabel 6.Kisaran Parameter Kualitas Air Media Pemeliharaan Benih Udang WinduSetiap Perlakuan.

ParameterPerlakuan

A B C B

pH 7,21 – 8,14 7,21 – 8,14 7,21 – 8,14 7,21 – 8,14

Suhu (°C) 28,3-29 28,3-29 28,3-29 28,3-29

Salinitas (ppt) 33-34 33-34 33-34 33-34

DO (ppm) 7,01-8,14 7,01-8,14 7,01-8,14 7,01-8,14

Amoniak (ppm) <0,006 <0,006 <0,006 <0,006

Suhu air media pemeliharaan udang windu selama penelitian berkisar

antara 28,3-29 °C. Kisaran tersebut masih layak untuk kelangsungan hidup benih

udang windu. Hal ini sesuai pernyataan (Tiensongrusmee, 1980), bahwa suhu air

selama masa pemeliharaan berkisar antara 26 – 34 oC. Suhu air tersebut masih

dalam kisaran yang optimal bagi kehidupan udang pada stadia pascalarva.

Sementara menurut Menurut (Poernomo, 1978) udang windu PL12 membutuhkan

kisaran suhu 25-32°C agar dapat tumbuh secara normal. Suhu di atas 32°C akan

menyebabkan stres pada udang dan suhu 35°C merupakan suhu kritis (Poernomo,

1978). Sementara menurut (Soetomo, 2002), kisaran suhu yang baik untuk udang

windu PL12 adalah berkisar 28°C-32 °C. Semakin tinggi suhu perairan maka

semakin tinggi laju metabolisme dalam tubuh udang. Kondisi ini akan diikuti

dengan meningkatnya laju konsumsi pakan, suhu dapat menyebabkan beberapa

variabel kualitas air berada dibawa batas toleransi organisme. Meningkatnya

tingkat metabolisme dapat diakibatkan oleh peningkatan suhu air dan pada

akhirnya meningkatkan kebutuhan oksigen, dilain pihak kelarutan oksigen

menurun sejalan dengan peningkatan suhu.

Page 45: SKRIPSI OPTIMASI PADAT TEBAR YANG BERBEDA TERHADAP …

34

pH air media pemeliharaan udang windu untuk semua perlakuan selama

penelitian berkisar antara 7,21 – 8,14. Kisaran ini masih dalam batas yang layak

untuk kehidupan udang windu. Hal ini sesuai pernyataan (Wardoyo, 1997),

bahwa nilai pH pada kegiatan penggelondongan udang windu PL12 pada media

pemeliharaan berkisar antara 7-8. Kondisi tersebut masih mendukung untuk

pertumbuhan dan kelangsungan hidup udang. Sementara menurut Wickins (1987),

untuk pertumbuhan udang windu PL12 memerlukan kisaran pH 7,4–8,5 dan akan

mematikan bila pH mencapai angka terendah 6 dan angka tertinggi 9.

Salinitas air media pemeliharaan udang windu untuk semua perlakuan

selama penelitian berkisar antara 33-34 ppt. Kisaran ini masih dalam batas yang

layak untuk kehidupan udang windu. Hal ini sesuai pernyataan Semeru dan Anna

(1992), bahwa udang windu mempunyai toleransi hidup pada kisaran salinitas 4–

40 ppt dan tumbuh dengan baik pada kisaran 12-30 ppt. Pada suatu penelitian

penggelondongan udang windu PL12 salinitas air berada pada kisaran 9-14 ppt.

Nilai tersebut kurang mendukung untuk pertumbuhan udang tetapi tidak sampai

mengakibatkan kematian, dan sebaiknya kisaran salinitas 15-35 ppt (Chen, 1976

dalam Budiardi, 1999). Jika salinitas terlalu rendah dan terlalu tinggi, nafsu

makan masih ada tetapi konversi pakan menjadi tinggi karena energi tubuh

banyak terbuang. Sementara menurut Khairul, (2003) dalam Jumani (2008)

salinitas untuk pertumbuhan udang windu PL12 yang baik diperoleh pada kisaran

10–35 ppt.

Kandungan Oksigen terlarut (O²) selama penelitian berkisar antara 7,01–

8,14 ppm. Kisaran ini masih dalam batas yang layak untuk kehidupan udang

Page 46: SKRIPSI OPTIMASI PADAT TEBAR YANG BERBEDA TERHADAP …

35

windu. Pada penelitian udang windu PL12 selama masa pemeliharaan nilainya

berkisar antara 2,39– 4,30 ppm (kritis bawah). Nilai tersebut cenderung rendah,

tetapi selama pemeliharaan udang tidak menunjukan aktivitas kekurangan oksigen

seperti berenang dipermukaan (Supriyono, 2006). Menurut (Susanto, 1992)

bahwa kisaran oksigen yang dibutuhkan oleh jenis-jenis suatu organisme kadang

berbeda, namun perbedaan itu tidak jauh, oksigen terlarut sebanyak 4–8 ppm

dianggap ideal.

Kandungan amonia yang diukur selama penelitian <0,006 ppm. Nilai

kisaran ini masih layak untuk kehidupan udang windu. Pada penggelondongan

udang windu PL12, kandungan amonia tertinggi selama masa pemeliharaan

adalah 0,0149 mg/l. Nilai tersebut masih aman untuk udang yang dipelihara

(Wardoyo dan Djokosetiyanto, 1988). Amoniak dapat berasal dari buangan bahan

organik yang mengandung senyawa nitrogen seperti protein maupun dari hasil

ekskresi. Amoniak juga dihasilkan melalui amonifikasi bahan organik seperti

pakan yang tidak terkomsumsi (Effendie, 2003). Pada penelitian ini, parameter

kualitas air lebih stabil dan seragam karena sistem pemeliharaan yang digunakan

adalah sistem resirkulasi dimana air media pemeliharaan yang terbuang akan

diproses kembali.

Page 47: SKRIPSI OPTIMASI PADAT TEBAR YANG BERBEDA TERHADAP …

36

V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penilitian selama 28 hari, dapat disimpulkan sebagai

berikut:

1. Perlakuan padat tebar berpengaruh terhadap pertumbuhan dan sintasan benih

udang windu (Penaeus monodon), pertumbuhan tertinggi diperoleh perlakuan

A dengan padat tebar 1000 ekor/media.

2. Padat tebar yang ideal untuk benih udang windu (Penaeus monodon) yaitu

83.333 ekor/m3.

3. Semakin tinggi padat penebaran maka pertumbuhan mutlak semakin rendah.

5.2 Saran

Bedasarkan hasil penelitiaan disarankan untuk melanjutkan dengan wadah

yang lebih besar dan penebaran yang lebih padat dengan metode yang lain, serta

dengan memperhatikan pemberian pakan agar tidak mempengaruhi kualitas air.

Page 48: SKRIPSI OPTIMASI PADAT TEBAR YANG BERBEDA TERHADAP …

37

DAFTAR PUSTAKA

Amri, K., 2003. Budidaya Udang Windu Secara Intensif. Agromedia Pustaka.Jakarta.

Boyd, C.E. 1990. Water Quality in Ponds for Aquaculture. BirminghamPublishing Co. Alabama.

Budiardi. T, Salleng. R. T dan Utomo. N. B. P, 2005. Penokolan Udang Windu,Penaeus monodon Fab. Dalam Hapa Pada Tambak Intensif DenganPadat Tebar Berbeda. Jurnal Akuakultur Indonesia, 4 (2): 153–158Available:http://journal.ipb.ac.id/index.php/jai.http://jurnalakuakulturindonesia.ipb.ac.id

Cholik. 2005. Akuakultur Tumpuan Harapan Masa Depan Bangsa. KerjasamaMasyarakat Perikanan Nusantara dengan Taman Akuarium Air tawar -Taman Mini Indonesia Indah. Victoria Kreasi Mandiri. Jakarta.

Djawad, I. 1997. Pengaruh Pelaparan Terhadap Laju Metabolisme Larva IkanRed Sea Bream (Pagrus major). Fakultas Ilmu kelautan dan Perikanan.Universitas Hasanuddin. Makassar.

Djumadi, R. 2005. Produksi tokolan udang windu (Penaeus monodon Fabricius)dalam hapa pada yambak intensif dengan padat tebar 250 ekor/m2, 500ekor/m2, 750 ekor/m2 dan 1000 ekor/m2. [Skripsi]. Fakultas Perikanandan Ilmu Kelautan, IPB. Bogor.

Effendi, M.I. 1997. Metode Biologi Perikanan. Yayasan Dewi Sri. Bogor.

Effendi, H. 2003. Teknik Pengolahan Kualitas Air. Kanisius. Yogyakarta.

FAO. 1987. Feed and Feeding of fish and Shrimp. A manual on the preparationand presentation of compound Feeds for Shrimp and fish Aquaculture.

Fujaya, Y. 1999. Fisiologi Ikan, Dasar Pengembangan Teknik perikana. RinekaCipta. Jakarta

Gasper, E.V. 1991. Metode Perancangan Percobaan. Amrio. Jakarta.

Ghufron H. K, 1997. “Budidaya Air Payau”. Penerbit Dahara Prize. Semarang.

Jumani, 2008. “Kajian Tambak Tradisional Kota Tarakan” Fakultas Perikanandan Ilmu Kelautan. Universitas Borneo

Kholifah. U, Trisyani N, Yuniar. I. 2008. Pengaruh Padat Tebar yang Berbedaterhadap Kelangsungan Hidup dan Pertumbuhan pada Polikultur

Page 49: SKRIPSI OPTIMASI PADAT TEBAR YANG BERBEDA TERHADAP …

38

Udang Windu (Penaeus Monodon Fab) dan Ikan Bandeng (ChanosChanos) pada Hapa di Tambak Brebes - Jawa Tengah. Jurnal Neptunus,Vol. 14, No. 2, Januari 2008:152-158

Mangampa, M. Busran dan Suswoyo, H. S.2008. Optimalisasi Padat TebarTerhadap Sintasan Tokolan Udang Windu Dengan Sistem Aerasi diTambak. www.yahoo.com. 02 juli 2008.

Mangampa, M. dan A. Mustafa. 1992. Budidaya Udang Windu (Pennaeusmonodon) Pada padat Penebaran Berbeda Dengan Menggunakan Benihyang Dibantut. Jurnal Penelitian Budidaya Pantai Volume 8 No 4. BalaiPenelitian dan Pengembangan Pertanian. Balai Penelitian PerikananBudidaya Pantai. Maros 8(4), 37-48.

Muzaki, A. 2004. Produksi udang vanamei (Litopenaeus vannamei) pada padatpenebaran berbeda di Tambak Biocrete. [Skripsi]. Fakultas Perikanandan Ilmu Kelautan, IPB. Bogor.

Poernomo, A. 1978. Masalah Budidaya Udang Penaeid Di Indonesia. Paper PadaSimposium Modernisasi Perikanan rakyat, Jakarta 27-30 Juni 1978.

Rakhmatun. S dan Mudjiman, A (2003) “Budidaya Udang Windu”. PenebarSwadaya, Jakarta. 2003

Soetomo, M.J.A., 1990. Teknik Budidaya Udang Windu (Penaeus monodon).Kanisius. Yogyakarta.

Soetomo, 2002. “Teknik Budidaya Udang Windu”. Penerbit Sinar BaruAlgensindo Bandung. Anggota IKAPI. Bandung

Sumeru, S.U., dan S. Anna, 1992. Pakan Udang Windu Penaeus monodon.Kanisius. Jakarta.

Sunaryanto, A,., A. Mariam dan Pudjianto. 1987. Penyakit Udang. JaringanInformasi Perikanan Indonesia. Direktoral Jendral Perikanan DepartemenPertanian. Jakarta.

Susanto, 1992. “Kriteria Kualitas Air Untuk Keperluan Perikanan”. PenerbitInsitut Pertanian Bogor. Bogor

Supriyono, E, Purwanto, E dan Utomo, N.B.P. 2006. Produksi Tokolan UdangVanamei (Litopenaeus Vannamei) Dalam Hapa Dengan PadatPenebaran Yang Berbeda . Jurnal Akuakultur Indonesia, 5(1): 57-64(2006) Available : http://journal.ipb.ac.id/index.php/jai .http://jurnalakuakulturindonesia.ipb.ac.id

Page 50: SKRIPSI OPTIMASI PADAT TEBAR YANG BERBEDA TERHADAP …

39

Taslihan, A, A. Widjajati, S. M. Astuti. dan Sumartini. 1991. Laporan Uji CobaPengaruh Kanamycin, Terramycin dan Neomycin TerhadapKelangsungan Hidup dan Pertumbuhan Udang Windu (Pennaeusmonodon). Stadia Z1 – PL5. Balai Budidaya Air Payau. Jepara

Tiensongrusme, B. 1980. Shrimp culture improvement in Indonesia. Bull. Brack.Aqua. Dev. Centre. 6: 404-412

Wardoyo, T. H dan Djokosetiyanto, D. 1988. Pengelolaan kualitas air di tambakudang. Fakultas Perikanan. IPB. Bogor.

Wardoyo, T. H. 1997. Pengelolaan kualitas air tambak udang. Makalah padapelatihan manajemen tambak udang dan hatchery. Fakultas Perikanandan Ilmu Kelautan, IPB. Bogor.

Wickins, J.F. 1987. Effects of size, culling and social history on growth ofcultured elvers, Anguilla anguilla L. Journal of Fish Biology, 31: 71-82.

Page 51: SKRIPSI OPTIMASI PADAT TEBAR YANG BERBEDA TERHADAP …

40

LAMPIRAN KEGIATAN PENELITIAN

Lampiran 1. Analisis sidik ragam (Ansira) laju pertumbuhan mutlak benih udangwindu setiap perlakuan selama penelitian

Keterangan : * Berbeda nyata** Sangat berbeda nyata

Lampiran 2. Uji Beda Nyata Terkecil Laju Pertumbuhan mutlak benih udangwindu pada Setiap Perlakuan Selama Penelitian.

Keterangan : ns tidak berbeda nyata

SumberKeragaman

Db JK KT Fhit

Ftabel

0.05 0.01

Perlakuan 3 0,0002 0,000066 12,347** 4,07 7,59

Galak 8 0,0001 0,000008

Total 11 0,0003

PerlakuanSelisih BNT

A B C D 0.05 0.01

A _ 2,30 3,30

B 0,0026ns _

C 0,0076 ns 0.0050 ns _

D 0,0130 ns 0,0104 ns 0,0054 ns _

Page 52: SKRIPSI OPTIMASI PADAT TEBAR YANG BERBEDA TERHADAP …

41

Lampiran 3. Laju pertumbuhan benih udang windu setiap perlakuan selamapenelitian.

Perlakuan UlanganHari ke-

Ke-0 Ke-7 Ke-14 Ke-21 Ke-28A= 1000 ekor 1 0.004 0.006 0.015 0.032 0.052

2 0.004 0.006 0.016 0.031 0.0513 0.004 0.006 0.015 0.030 0.051

jml 0.012 0.018 0.046 0.093 0.154rata-rata 0.004 0.006 0.015 0.031 0.051

B=1500 ekor 1 0.004 0.005 0.015 0.032 0.0502 0.004 0.005 0.016 0.031 0.0473 0.004 0.005 0.014 0.030 0.049

jml 0.012 0.015 0.045 0.093 0.146rata-rata 0.004 0.005 0.015 0.031 0.049

C= 2000 ekor 1 0.004 0.005 0.015 0.031 0.0452 0.004 0.005 0.016 0.030 0.0433 0.004 0.005 0.014 0.029 0.043

Jml 0.012 0.015 0.045 0.090 0.131rata-rata 0.004 0.005 0.015 0.030 0.044

D= 2500 ekor 1 0.004 0.005 0.014 0.026 0.0392 0.004 0.005 0.015 0.026 0.0383 0.004 0.005 0.012 0.026 0.038

Jml 0.012 0.015 0.041 0.078 0.115rata-rata 0.004 0.005 0.014 0.026 0.038

Page 53: SKRIPSI OPTIMASI PADAT TEBAR YANG BERBEDA TERHADAP …

42

Lampiran 4. Gambar kegiatan penelitian

Gambar 8. Tata letak wadah penelitian

Gambar 9. Penimbangan pakan

Gambar 10. Pengambilan sampel hewan uji

Page 54: SKRIPSI OPTIMASI PADAT TEBAR YANG BERBEDA TERHADAP …

43

Gambar 11. Penimbangan sampel

Gambar 12. Pemberian pakan

Gambar 13. Pengambilan sampel kualitas air

Page 55: SKRIPSI OPTIMASI PADAT TEBAR YANG BERBEDA TERHADAP …

46

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Barua tanggal 23 Juli 1993.

Adapun pendidikan yang telah dilalui yaitu SDI.

Bontomarannu tahun 2004, SLTP NEG. 2 Galesong

tahun 2007, SMK NEG. 1 Galesong Selatan tahun

2010, kemudian pada tahun 2010 penulis melanjutkan

Kuliah Strata Satu (S1) di Universitas Muhammadiyah

Makassar dengan jurusan Budidaya Perairan dan selesai pada tahun 2014 dengan

judul skripsi Optimasi Padat Tebar Yang Berbeda Pasca Larva Udang Windu

(Penaeus Monodon) Terhadap Sintasan Dan Pertumbuhan Pada

Penggelondongan Dengan Sistem Resirkulasi Pada Wadah Terkontrol.

Page 56: SKRIPSI OPTIMASI PADAT TEBAR YANG BERBEDA TERHADAP …

44

Lampiran 5. Data kualitas air selama penelitian.

DAFTAR KUALITAS AIR

NO HARI KUALITAS AIRSUHU (°C) SAL. pH Do AMONIA

1 10-12-13 28,3 33 8,02 7,122 11-12-13 28,4 34 8,13 7,01 <0,0063 12-12-13 28,9 33 7,43 8,104 13-12-13 29,0 33 7,21 7,265 14-12-13 28,7 34 8,40 7,31 <0,0066 15-12-13 29,1 34 8,01 8,077 16-12-13 28,5 34 7,98 7,228 17-12-13 28,9 34 7,92 7,089 18-12-13 28,8 34 8,14 7,26 <0,006

10 19-12-13 28,4 34 8,07 7,3111 20-12-13 29,1 33 7,98 8,1212 21-12-13 28,6 33 8,01 8,09 <0,00613 22-12-13 29,1 33 7,93 7,3614 23-12-13 28,5 34 7,99 7,2815 24-12-13 29,1 34 8,03 8,0716 25-12-13 29 34 8,14 7,29 <0.00617 26-12-13 28,7 34 7,95 8,0218 27-12-13 28,9 34 8,03 7,4319 28-12-13 29,0 34 8,14 7,57 <0.00620 29-12-13 28,6 33 7,89 8,1421 30-12-13 28,6 34 7,85 8,0122 31-12-13 28,7 33 8,01 7,81 <0.00623 01-1-14 29,0 33 7,85 7,6824 02-1-14 28,5 33 8,04 7,0925 03-1-14 28,9 34 7,94 7,3526 04-1-14 28,7 34 7,99 8,12 <0.00627 05-1-14 29,0 34 7,94 7,4028 06-1-14 28,7 34 7,87 7,1129 07-1-14 28,4 34 7,82 7,25

Page 57: SKRIPSI OPTIMASI PADAT TEBAR YANG BERBEDA TERHADAP …

Lampiran 4. Data penimbangan udang windu awal sampaiakhir penelitian.

tgl 17-12-13 tgl 24-12-13 tgl 1-1-14 tgl 8-1-14BERAT AWAL BAK A 1 2 3 BAK A 1 2 3 BAK A 1 2 3 BAK A 1 2 3No Panjang Berat No Berat Berat Berat No Berat Berat Berat No Berat Berat Berat No Berat Berat Berat1 1 0.006 1 0.007 0.006 0.006 1 0.015 0.015 0.011 1 0.035 0.049 0.047 1 0.055 0.069 0.0672 1 0.005 2 0.005 0.005 0.005 2 0.015 0.018 0.011 2 0.022 0.036 0.035 2 0.042 0.056 0.0553 1 0.002 3 0.005 0.006 0.007 3 0.014 0.020 0.020 3 0.040 0.032 0.022 3 0.060 0.052 0.0424 1 0.004 4 0.006 0.007 0.006 4 0.015 0.016 0.014 4 0.027 0.043 0.022 4 0.047 0.063 0.0555 1 0.002 5 0.006 0.007 0.006 5 0.015 0.017 0.010 5 0.044 0.022 0.020 5 0.064 0.042 0.0406 1 0.005 6 0.007 0.005 0.006 6 0.015 0.018 0.020 6 0.034 0.023 0.024 6 0.054 0.043 0.0447 1 0.004 7 0.007 0.005 0.005 7 0.016 0.011 0.010 7 0.026 0.022 0.032 7 0.046 0.042 0.0528 1 0.002 8 0.005 0.007 0.005 8 0.016 0.018 0.018 8 0.041 0.026 0.030 8 0.061 0.046 0.0509 1 0.006 9 0.006 0.006 0.006 9 0.021 0.010 0.016 9 0.032 0.041 0.029 9 0.052 0.061 0.049

10 1 0.006 10 0.005 0.005 0.006 10 0.011 0.020 0.015 10 0.019 0.021 0.041 10 0.039 0.041 0.061JML 10 0.042 JML 0.059 0.059 0.059 JML 0.153 0.164 0.145 JML 0.319 0.314 0.303 JML 0.519 0.514 0.515

RTRT 1 0.004rata-rata 0.006 0.006 0.006

rata-rata 0.015 0.016 0.015

rata-rata 0.032 0.031 0.030

rata-rata 0.052 0.051 0.051

BAK B 1 2 3 BAK B 1 2 3 BAK B 1 2 3 BAK B 1 2 3No Berat Berat Berat No Berat Berat Berat No Berat Berat Berat No Berat Berat Berat1 0.006 0.006 0.005 1 0.014 0.015 0.011 1 0.034 0.048 0.046 1 0.054 0.048 0.0522 0.004 0.005 0.005 2 0.015 0.018 0.011 2 0.021 0.035 0.035 2 0.041 0.055 0.0553 0.004 0.006 0.006 3 0.014 0.019 0.019 3 0.040 0.031 0.022 3 0.060 0.051 0.0424 0.005 0.006 0.005 4 0.015 0.016 0.014 4 0.027 0.043 0.022 4 0.046 0.053 0.0545 0.006 0.006 0.005 5 0.015 0.017 0.010 5 0.044 0.022 0.020 5 0.064 0.042 0.0406 0.006 0.004 0.005 6 0.015 0.017 0.019 6 0.034 0.022 0.023 6 0.054 0.042 0.0437 0.006 0.005 0.005 7 0.015 0.011 0.010 7 0.025 0.021 0.032 7 0.045 0.042 0.0528 0.005 0.006 0.005 8 0.015 0.018 0.018 8 0.041 0.025 0.029 8 0.051 0.045 0.0499 0.006 0.006 0.006 9 0.021 0.010 0.016 9 0.031 0.041 0.028 9 0.051 0.051 0.048

10 0.005 0.005 0.006 10 0.010 0.020 0.014 10 0.018 0.020 0.041 10 0.038 0.040 0.050JML 0.054 0.054 0.054 JML 0.149 0.161 0.142 JML 0.316 0.309 0.298 JML 0.503 0.469 0.487Rata-rata 0.005 0.005 0.005 RATA 0.015 0.016 0.014

rata-rata 0.032 0.031 0.030 RATA 0.050 0.047 0.049

Page 58: SKRIPSI OPTIMASI PADAT TEBAR YANG BERBEDA TERHADAP …

Lanjutan lampiran 4.

BAKC 1 2 3

BAKC 1 2 3 BAK C 1 2 3

BAKC 1 2 3

No Berat Berat Berat No Berat Berat Berat No Berat Berat Berat No Berat Berat Berat1 0.006 0.005 0.005 1 0.014 0.014 0.010 1 0.034 0.048 0.045 1 0.043 0.047 0.0442 0.004 0.005 0.005 2 0.015 0.018 0.010 2 0.020 0.035 0.034 2 0.040 0.044 0.0433 0.004 0.005 0.006 3 0.013 0.019 0.019 3 0.040 0.030 0.022 3 0.048 0.050 0.0414 0.005 0.006 0.005 4 0.014 0.015 0.013 4 0.025 0.043 0.021 4 0.045 0.042 0.0425 0.005 0.006 0.005 5 0.015 0.016 0.010 5 0.043 0.021 0.019 5 0.043 0.041 0.0406 0.006 0.005 0.004 6 0.014 0.017 0.018 6 0.034 0.022 0.022 6 0.053 0.041 0.0417 0.006 0.004 0.005 7 0.015 0.010 0.010 7 0.025 0.020 0.031 7 0.043 0.041 0.0418 0.004 0.006 0.005 8 0.014 0.017 0.017 8 0.040 0.025 0.027 8 0.051 0.043 0.0479 0.005 0.006 0.006 9 0.020 0.010 0.016 9 0.031 0.040 0.028 9 0.050 0.041 0.046

10 0.004 0.004 0.006 10 0.010 0.019 0.014 10 0.018 0.020 0.040 10 0.038 0.040 0.046JML 0.051 0.052 0.052 JML 0.145 0.156 0.138 JML 0.309 0.304 0.290 JML 0.453 0.429 0.432

RATA 0.005 0.005 0.005 RATA 0.014 0.016 0.014rata-rata 0.031 0.030 0.029 RATA 0.045 0.043 0.043

BAKD 1 2 3

BAKD 1 2 3 BAK D 1 2 3

BAKD 1 2 3

No Berat Berat Berat No Berat Berat Berat No Berat Berat Berat No Berat Berat Berat1 0.005 0.005 0.005 1 0.013 0.013 0.010 1 0.024 0.032 0.035 1 0.042 0.032 0.0402 0.004 0.005 0.005 2 0.014 0.017 0.010 2 0.020 0.032 0.034 2 0.040 0.034 0.0333 0.004 0.005 0.005 3 0.013 0.018 0.014 3 0.032 0.030 0.022 3 0.041 0.040 0.0414 0.005 0.005 0.005 4 0.014 0.014 0.013 4 0.022 0.031 0.021 4 0.045 0.042 0.0325 0.005 0.004 0.005 5 0.014 0.015 0.010 5 0.033 0.021 0.019 5 0.043 0.041 0.0406 0.005 0.005 0.004 6 0.014 0.015 0.014 6 0.032 0.022 0.022 6 0.033 0.041 0.0417 0.005 0.004 0.005 7 0.014 0.010 0.010 7 0.025 0.020 0.021 7 0.041 0.041 0.0318 0.004 0.004 0.005 8 0.013 0.015 0.013 8 0.020 0.025 0.027 8 0.041 0.033 0.0429 0.005 0.005 0.005 9 0.020 0.010 0.013 9 0.031 0.029 0.028 9 0.030 0.041 0.046

10 0.004 0.004 0.004 10 0.010 0.019 0.013 10 0.018 0.018 0.030 10 0.038 0.040 0.036JML 0.048 0.046 0.048 JML 0.138 0.146 0.121 JML 0.257 0.260 0.260 JML 0.394 0.384 0.383

RATA 0.005 0.005 0.005 RATA 0.014 0.015 0.012rata-rata 0.026 0.026 0.026 RATA 0.039 0.038 0.038

Page 59: SKRIPSI OPTIMASI PADAT TEBAR YANG BERBEDA TERHADAP …

45

Lampiran 6. Sintasan

PADAT TEBAR UDANG WINDU

NO BAKPADATTEBAR

JMLTEBAR

TIAP BAK

JUMLAHPANEN

TOTAL SR %1

A1000

EKOR

1,000 8372452

842 1,000 891 89 81.673 1,000 724 721

B1500

EKOR

1,500 12053470

80 77.112 1,500 1158 773 1,500 1107 741

C2000

EKOR

2,000 14184275

71 71.332 2,000 1336 673 2,000 1521 761

D2500

EKOR

2,500 17354809

69 642 2,500 1491 603 2,500 1583 63