skripsi pendidikan islam bab iii

Upload: erwinprayogi

Post on 07-Jul-2015

143 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB III BIOGRAFI IMAM SYAHID HASAN AL BANNA

A. Riwayat Hidup Hasan Al-Banna dilahirkan pada bulan Oktober 1906 di Al-Mahmudiyah, sebuah kota kecil di arah barat daya kota Kairo.1 Ayahnya Ahmad bin Abdurrahman al Banna adalah seorang ulama hadits terkemuka di Mesir. Karya-karyanya telah tersebar di dunia, di antaranya: Fat-hu ar Rabbani fi Tartibi Musnad al Imam Ibnu Hambal asy Syaibani, dan kitab al Qaalu al Minan fi JamI wa Tartibi al Imam asy SyafiI was Sunan. Ayahnya juga seorang ahli membuat dan mereparasi jam (saah), maka ia dijuluki as Saati.2 Hasan al Banna memiliki kepribadian yang istimewa. Kepribadian yang akan mengantarkannya menjadi manusia yang mampu memimpin dan merancang sebuah bangunan pergerakan. Keperibadian yang mencerminkan sepuluh muwashofat yang beliau nasihatkan kepada para murid-muridnya. Dan itu semua telah nampak semenjak masa kecilnya. Berkata ayahnya, Pertumbuhan anak saya tidak seperti biasa, kecerdasannya telah nampak semenjak kanak-kanak. Ia mulai bertanya tentang alam semesta dan bulan, serta siapa penciptanya. Setelah saya menangkap adanya kecerdasan yang luar biasa, saya pun mendidiknya dengan menghafal al Quran, mempelajari Sunnah, dan akhlak mulia. Mari kita simak penuturan salah seorang saudara kandungnya, Abdurrahman al Banna. Ketika itu engkau berusia 9 tahun dan aku 7 tahun, kita selalu bersama-sama pergi ke maktab (perpustakaan) untuk menghafak al Quran dan menulis di papan. Engkau sudah hafal duaRichard Paul Mitchell, Masyarakat Al-Ikhwanul Al-Muslimun: Gerakan Dakwah Al-Ikhwan di Mata Cendikiawan Barat. terj. Safrudin edi Wibowo. (Solo: Era Intermedia. 2005), hal.31

pertiga al Quran dan aku sepertiganya; dari surat al Baqarah sampai at Taubah. Kita selalu pulang dari maktab sama-sama mencium tangan ayah. Tangan itu pula yang mengajari kita Sirah Nabawiyah, Ushul Fiqh, dan, Nahwu. Ketika itu kita memiliki kurikulum yang digunalkan ayah untuk mengajar kita. Untuk pelajaran fiqh, engkau belajar fiqh Imam Hanafi dan aku fiqh Imam Malik. Untuk Nahwu, engkau belajar kitab Alfiyah Ibnu Malik dan aku belajar kitab Milhatul Irab.3 Saat menginjak umur 12 tahun, Al-Banna masuk sekolah dasar, di mana ia kemudian untuk pertama kali mengikuti organisasi-organisasi keagamaan. Ia mengabdikan dirinya untuk kegiatan-kegiatan tersebut sepanjang perkembangan pemikitrannya. Salah seorang guru diantara pengaruh yang membentuk karakternya- mengorganisasi dan sekaligus mengetuai Perhimpunan Akhlak Mulia yang bertujuan untuk menghukum anggota-anggotanya atas setiap pelanggaran moral yang mereka lakukan. Suatu sistem denda yang berat pun diterapkan pada seluruh anggota yang mencaci maki saudara dan keluarga mereka, atau bersalah menurut agama. Dalam waktu singkat, Al-Banna menjadi ketua organisasi ini. Pada masa belia pula Al-Banna menyaksikan untuk pertama kalinya halaqoh dzkir, sebuah ritual sufi yang dilaksanakan oleh tarekat Al-Ikhwan Al-Hashafiyah. Karena begitu terkesan, Al-Banna masuk menjadi anggota tarekat ini selama dua puluh tahun berikutnya, dan ia tetap memegang teguh ajaran sufisme dalam arti khusus selama hidupnya. Dia mempelajari dengan tekun buku-buku tentang pendiri tarekat ini dan tentang sufisme, kemudian ia menjadi pengikut halaqah dzikir yang taat dan menjadi orang kepercayaan para syeikhnya. Keikutsertaan Al-Banna dalam tarekat ini mengilhami dirinya untuk membentuk organisasi baru yang dinamakan Jamiyah Al-Hashafiyah Al-Khairiyah, yang mempunyai dua tujuan; berjuang demi melindungi minoritas Islam, dan membendung kegiatan misionaris Kristen3

Farid Numan, Anugrah Yang Terzalimi. (Depok: Pustaka Nauka. 2004), hal 137-138

di kotanya. Al-Banna yang berumur 13 tahun itu, menjadi sekretaris organisasi ini, dan sebagai ketuanya adalah Ahmad As-Sukari, seorang pemuda yang dikenalnya pada saat ia mengikuti halaqah dzikir, dan yang kemudian memainkan peranan penting dalam membangun gagasan gerakan Ikhwan. Asosiasi inilah yang dianggap Al-Banna sebagai embrio dan cikal bakal Ikhwan.4 Tingkat SLTP dan SLTA, ia lalui di Al-Mualimin Boarding School, Damanhur. Setelah mendapat ijazah SLTA(Sekolah keguruan Al-Mualimin Boarding School), ia melanjutkan pendidikan tingginya di Darul Ulum, Universitas Kairo. Seperti telah dilakukan sebelumnya beliau pun segera bergabung dengan organisasi dakwah yang bernama Jamiyah Makarima AlAkhlak Al-Islamiyah. Beliau banyak menghabiskan waktunya dengan mendengarkan ceramah dan taklim keagamaan yang diselenggarakan di berbagai masjid. Tatkala melihat berbagai kemaksiatan yang merebak di kota Kairo, maka munculah ide briliannya yaitu berdakwah di luar masjid, terutama ke night club, kafe, hotel, dan lain-lain. Pertimbangannya jika menunggu para pelaku maksiat itu datang ke masjid, tentu harapan yang sia-sia. Lebih baik mereka ditemui dan ditanamkanlah nilai-nilai Islam di hadapannya. Pada awalnya, dakwah seperti ini dicibir dan dipandang sebelah mata. Namun beliau tidak mengindahkannya karena mempercayai esensi dari dakwahnya ini. Dakwah di luar masjid yang proaktif ini ternyata membuahkan hasil yang memuaskan. Mulai banyak kalangan muda tertarik mempelajari dan mengamalkan Islam dalam keseharian mereka. Banyak anak muda yang tadinya senag hura-hura, kini lebih sering tampak di masjid menjalani berbagai kegiatan tarbawi. Musim liburan adalah kesempatan terbaik untuk menyelenggarakan berbagai kegiatan pembinaan bagi generasi muda, terutama mahasiswa. Tidak heran, dari dauroh seperti ini,

Richard Paul Mitchell, Masyarakat Al-Ikhwanul Al-Muslimun: Gerakan Dakwah Al-Ikhwan di Mata Cendikiawan Barathal.4-5

4

lahirlah para duta dakwah yang bisa berkeliling ke berbagai kota dan kampong-kampung dalam menyebarkan dakwah tarbawi ini. Pada tahun 1927, Al-Banna lulus dari Darul Ulum sebagai alumni pertama dalam usia 21 tahun. Setelah lulus, beliau diangkat menjadi guru Sekolah Dasar Al-Amiriyyah, Provinsi Ismailliyah. Masa-masa pengabdiannya sebagai guru, beliau merasa gerah dengan dampak negative kolonialisme Inggris, terutama di kawasan Terusan Suez. Kemandirian ekonomi negara tercaplok oleh keserakahan Inggris memperkaya orang asing di atas penderitaan pribumi. Belum lagi situasi umat Islam yang terpecah belah akibat perbedaan pemahaman ke-agamaan, sebagai efek domino dari semakin merebaknya sikap fanatisme terhadap mazhab fikih. Atas dasar inilah, pada tahun 1928, beliau berkumpul dengan enam koleganya yang setia dengan ide-ide konstuktifnya. Keenam orang itu adalah Hafizh Abdul Hafizh, Ahmad Al-Husry, Fuad Ibrahim, Abdul Rahman Hasbullah, Ismail Izz, dan Zaky Al-Magriby5. Inilah detik-detik kelahiran Ikhwanul Muslimin. Sejak berdirinya Ikhwanul Muslimin, dengan enam sahabatnya berdakwah secara sembunyi-sembunyi di Ismailliyah. Dengan penuh kelembutan dan kesabaran, dakwah reformis ini mulai banyak didengar dan diikuti banyak orang. Akhirnya ketika dakwah di provinsi pinggiran ini sudah cukup berhasil, maka beliau memutuskan pindah ke pusat ibu kota Mesir, Kairo, pada tahun 1933. Di kota kairo dakwahnya menapaki babak baru walaupun metode dakwahnya tetap seperti dulu; menjadikan masjid sebagai pusat pembinaan kader dakwah dalam menyebarkannya cabang-cabang dakwah yang lebih banyak lagi. Pilihan Kairo sebagai lahan dakwah ternyata tidak meleset. Hanya berjarak satu tahun dari mulai kedatangannya, ide-ide dakwah Ikhwan

Taufik Yusuf Al-Waiy, Mozaik SyuhadaIkhwanul Muslimin: Patriotisme, Perjuangan Heroik, Loyalitas, dan Semangat Mencari Syahid.terj. Engkos Kosasih (Bandung: Fitrah Rabbani. 2004), hal. 1,2-3

5

sudah diterima di 50 kabupaten di Mesir. Di setiap daerah, dibangun berbagai proyek atau yayasan yang sangat bermanfaat bagi publik. Di Ismailliyah umpamanya, didirikan masjid, klub pemuda, sekolah untuk laki-laki dan perempuan serta perusahaan yang berada di bawah bendera Ikhwan. di Provinsi Al-Buhairah, didirikan pabrik tenun dan Mahad Tahfizh Al-Quran. Hal serupa di berbagai provinsi seperti Alexandria, Daqaliyyah, dan lainnya. Pada masa ini, beliau mulai memberikan ceramah agama dan sosial melalui siaran radio dan klub keprofesian. Di samping itu, ia juga menyurati para pemimpin pemerintahan Mesir dari masa ke masa. Semenjak musa Muhammad Mahmud memerintah sampai terjadinya Perang Dunia Kedua. Inti suratnya adalah seruan untuk reformasi melalui sistem Islam. Hanya saja seruan ini tidak banyak diindahkan para pemimpin Mesir karena kegiatan politik Ikhwan masih ditutupi dengan cover dakwah agama. Pada tahun 1936-1945, dakwah Ikhwan menapaki masa baru ketika mulai bersinggungan dengan proyek implementasi Islam dalam kehidupan dan tumbuhnya berbagai kegiatan reformasi dalam tubuh umat. Dengan kepiawan meracik publikasi dakwahnya ini, tak heran bila elemen pendukung dari generasi mahasiswa mulai bergabung dengan Al-Banna,terutama mahasiswa Universitas Kairo dan Universitas Al-Azhar. Para pebisnis, professional, dan teknokrat, banyak tertarik menjadi pendukung dakwah reformis ini sehingga dalam hitungan satu dekade saja, kekuatan Ikhwan sudah mulai diperhitungkan pemerintahan Mesir. Hampir semua perdana mentri yang memerintah Mesir tak luput mencermati segala aktivitas Ikhwan karena kemampuannya merekrut anggota dan simpatisan baru sangat tinggi dan teruji.6

Taufik Yusuf Al-Waiy, Mozaik SyuhadaIkhwanul Muslimin: Patriotisme, Perjuangan Heroik, Loyalitas, dan Semangat Mencari Syahid.terj. Engkos Kosasih (Bandung: Fitrah Rabbani. 2004), hal. 4-6

6

Para penguasa kala itu yang nota bene merupakan boneka-boneka Inggris dengan segera merasakan perkembangan seperti ini sebagai ancaman besar. Mereka berusaha keras menjauhkan Imam Syahid Hasan Al-Banna dari kancah politik. Namun, upaya itu tak pernah menghentikan tekad dan langkah beliau. Lihatlah, bagaimana beliau dengan gagah memperkenalkan Islam sebagai akidah dan ibadah, tanah air dan kebangsaan, kelembutan dan kekuatan, moral dan budaya, serta hukum. Ketika terjadi tragedy Palestina, beliau segera mengirimkan pasukan Ikhwanul Muslimin ke sana. Sungguh sejarah telah menjadi saksi betapa tegar dan semangatnya pasukan sukarelawan itu. Mereka bahkan telah berhasil menyerang jantung pertahanan Israel sampai ke ambang pintu Tel Aviv. Akan tetapi, sebuah tragedy yang lebih besar memilukan terjadi saat itu: Raja Farouq menandatangani perjanjian damai dengan Israel serta menangkapi seluruh pemimpin dan pasukan Ikhwanul Muslimin. Cerita belum selesai sampai di sini. Kaum imperialis beserta boneka-boneka mereka selanjutnya menyusun sebuah konspirasi besar untuk membunuh Hasan Al-Banna. Di tengah hiruk pikuk kota Kairo, tepatnya di depan kantor pusat organisasi AsSyubbanul Muslimun, sekelompok orang yang tidak dikenal memuntahkan peluru-peluru maker mereka, setelah itu mereka berlari menghilang. Dengan tenaga yang masih tersisa beliau membopong tubuhnya ke rumah sakit, namun tak seorang dokter pun yang bersedia menangani luka parah beliau. Mereka sengaja membiarkannya tersungkur di tengah lumuran darah yang mengucur tiada henti. Tak satu pun nurani yang tersentuh, tak satu pun mata yang menangis. Mereka bahkan menghalangi para pengikut beliau yang ingin menjenguknya.

Pada waktu itu tahun 1949, dua jam setelah penembakan, beliau menghembuskan nafas yang terakhir dan gugur syahid di jalan Allah swt. 7 B. Kepribadian Hasan Al-Bann Hasan al Banna memiliki akhlak yang sangat tinggi dan penampilan Islami yang menakjubkan, yang disaksikan langsung oleh orang-orang yang pernah bertemu dengannya baik sebentar atau lama. Di antaranya adalah: 1. Ash Shiddqu (jujur dan benar) Dalam Hasan al Banna, Ustadzu al Jil disebutkan, Di antara akhlak Hasan al Banna yang menonjol adalah jujur dan benar. Tidak pernah beliau mengutarakan pendapat melainkan ia konsekuen terhadap diri, orang lain dan Rabbnya. Bahkan dalam kondisi terjepit pun, ia tetap konsekuen dengan kejujuran. Ketika panitia akan berkumpul di asrama kami, di rumah ibu Hajjah Khadrah Syairah di Damanhur. Polisi rupanya mencium rencana mereka. Polisi pun menggerebek asrama kami itu, dan salah seorang masuk ke dalam rumah secara mendadak. Ia bertanya kepada pemilik rumah tentang siswa-siswa yang melakukan demonstrasi. Ibu pemilik rumah menjawab, Mereka keluar sejak pagi hari hingga kini belum pulang. Beliau berkata demikian sambil terus membersihkan kebun. Jawaban itu tentu saja dusta dan tidak menentramkanku. Saya pun keluar menemui aparat yang bertanya tadi. Saya jelaskan duduk perkara yang sebenarnya. Sementara ibu Hajjah tampak ketakutan, saya berdialog dengan penuh semangat. Saya katakana bahwa semangat nasionalisme yang ia miliki mestinya mengharuskan mereka ada di pihak kami, bukan justru menghalangi aksi kami. Saya menjadi tidak mengerti mengapa akhirnya ia benar-benar menerima perkataanku. Setelah ia mendengar perkataanku, ia pun keluardan mengatur pasukannya untuk bubar. Saya masuk kembali menemui kawan-kawan yang bersembunyi. Saya katakana kepada mereka, Inilah7

Hasan Al Banna. Risalah Pergerakan Ikhwanul Muslimin. terj. Anis Matta, Lc dkk. (Solo: Era Intermedia, 2002), hlm.18-19.

berkah dari kejujuran. Kita memang harus senantiasa jujur dan selalu siap mengemban tanggung jawab kita. Tidak boleh ada alasan untuk berbuat dusta selamanya walau bagaimana pun keadaanya.8 2. Sopan dan Tawadhu Umar at Tilmisani berkata dalam Ustadzu al Jil, Sesungguhnya sifat tawadhu yang dimiliki Hasan alBanna sangatlah tyinggi. Ia tidak pernah duduk di bagian terdepan dalam suatu majelis. Ia tidak seperti orang lain, kecuali setelah dimohon baginya dengan sangat untuk di depan. Apabila shalat di masjid ia tidak pernoh nyelonong untuk menjadi imam. Ia menganggap semua ulama adalah gurunya, padahal justru beliaulah guru mereka. Ia berbicara dengan tua dan muda dengan sopan santun yang tinggi, lemah lembut dan tawadhu. Sehingga pendengarnya merasa memperoleh ilmu darinya. Tidak pernah sekali pun memojokkan orang alim atau menyalahkannya9 3. Zuhud dan Sederhana Seorang penulis Barat, Robert Jackson, pernah berkomentar tentang kehidupan Hasan al Bamna dalam ar Rajulul Quran: Rumah Hasan al Banna adalah sebuah contoh kezuhudan. Pakaiannya adalah contoh kezuhudan. Anda dapat menemuinya di sebuah ruangan yang dihampari tikar sederhana. Di tempat yang sama anda akan dapat melihat sajadah indah dan perpustakaan besar. Anda tidak melihatnya berbeda dengan orang lain, kecuali seberkas cahaya yang kuat memancar dari kedua bola matanya, sehingga tidak setiap orang dapat bertatap muka dengannya.

8

Hasan al Banna, Memoar Hasan al banna untuk Dawah dan Para Dainya. (Solo: Era Intermedia.2006), cet.4, hal. 55-56 Farid Numan, Al-Ikhwanul Al-Muslimun: Anugerah yang Terzalimi. (Depok: Pustaka Nauka.2004), hal. 144

9

Penampilannya yang bersahaja dan jenggotnya yang tipis menunjukkan kesederhanaan dan kewibawaan. Dari berbagai kunjungan beliau, anda akan mendapatkannya sebagai seeorang yang sederhana. Terkadang beliau tidur di gubuk, duduk di atas jerami atau menyantap makanan sederhana yang dihidangkan. Hanya satu yang beliau harapkan, yakni agar orang tidak memahaminya sebagai seorang Syaikh dari sebuah aliran tarekat atau seorang yang tamak terhadap kehidupan duniawi. Beliau pernah bercerita kepada saya, bahwa beliau pernah mengunjungi suatu daerah dan tidak mengenal seorang pun dari penduduknya. Seusai shalat, beliau berbincang-bincang dengan jamaah tentang hal-hal yang berkaitan dengan Islam, tetapi tidak jarang orang yang berlalu meninggalkannya. Akhirnya beliau tidur di atas tikar masjid, berbantal tas dan berselimut surban. Rihlah ini, kata Robert Jackson menambahkan, dilakukan selama 15 tahun. Selama itu beliau mengunjungi lebih dari 2000 desa dan setiap desa tersebut dikunjunginya beberapa kali. Beliau membawa segudang ilmu, faham sejarah baru dan lama, keluarga, suku marga, perkampungan dengan segala peristiwa dan kelebihannya. Dari berbagai ziarahnya, anda dapat melihat Hasan al Banna hidup dengan sangat sederhana. Terkadang beliau tidur di gubuk reot, duduk di tanah dan makan seadanya. 4. Kuat dan Tidak Mudah Mengeluh Seorang kawan dekat Hasan al Banna bercerita tentang rihlahnya bersama beliau: Suatu ketika kami naik mobil antara Mekkah dan Madinah. Saya merasa pusing, sedang ia tidak merasakannya. Kami makan bermacam-macam jenis makanan sehingga perut saya sakit, sedang ia tidak apa-apa. Kami memasuki udara Mekkah yang panas setelah meninggalkan udara Mesir yang dingin. Akibatnya, dada saya terserang pilek dan batuk sedang ia tidak merasa penat setelah

berjalan kaki dan naik ke gua Hira, sedang ia tidak merasa penat sama sekali. Saya jengkel dengan berbagai kesulitan sedang ia tetap tersenyum penuh kerelaan. Hati saya sudah merintih dan otot-otot letih, sementara ia tetap tenang, menjawab kekerasan dan kegersangan jiwa kami.10 5. Tegas Menegakkan Kebenaran Sesungguhnya penjajah Inggris terus mengawasi gerak-geriknya. Penjajah mengetahui pengaruh dan bahaya orang ini. Maka diupayakan berbagai macam rayuan untuk membujuk Hasan al Banna, barangkali ia merupakan tipe manusia yang mudah tergiur dengan harta dan jabatan. Kedutaan Besar Inggris meminta agar Hasan al Banna bersedia berceramah tentang demokrasi di radio dengan imbalan 5000 Pound (betapa besar nilai 5000 Pound saat itu). Maka jawaban al Banna kepada mereka, Baiklah, saya bersedia, tanpa imbalan, sesuai dengan pemahaman dan persepsi saya tentang apa yang kalian namakan demokrasi! Mereka lalu berkata, Tidak! Bicaralah menurut persepsi Inggris dan para sekutunya, meski bertentangan dengan perikemanusiaan!.Hasan al Banna menjawab, Enyahlah kalian dari sini! Kalian telah tersesat dari jaln yang benar dan menyimpang dari kebenaran! Suatu hari Hasan al Banna mendapat panggilan dari Rais an Niyabah (Direktur Perwakilan) di Kairo untuk diinterogasi. Sebelum memasuki kantor, seorang pembela menawarkan diri menjadi pendampingnya. Tetapi Hasan al Banna melihat penasehat hukum itu merokok padahal saat itu bulan suci Ramadhan. Kemudian beliau berkata, Kami tidak minta bantuan kepada orang yang berbuat maksiat, dalam rangka taat kepada Allah Dan masih banyak lagi kisah heroik yang penuh ibrah dari beliau dalam amar maruf nahi munkar. Sperti saat di rumah seorang hakim yang memakai cincin emas, dan makan10

Farid Numan, Al-Ikhwanul Al-Muslimun: Anugerah yang Terzalimi,.hal.144-145

menggunakan wadah yang terbuat dari perak, Al banna tanpa basa-basi meluruskan itu walau mereka adalah orang-orang besar. Sialakan rujuk Memoar Hasan al Banna, atau Dawah dan Tarbiyah karya Abbas as Sisi. 6. Sangat Erat dengan Orang Shalih dan Ulama Hal ini adalah salah satu kebiasaan beliau yang menonjol, yang sudah terlihat sejak masa kecil dan mudanya. Bahkan beliaulah yang mendorong dan menyemangati ulama untuk melakukan banyak perbaikan di Mesir di saat mereka lesu. Ia bergerak bersama ulama melakukan perubahan-perubahan, memerangi kezhaliman, membangunkan umat dan

menyadarkan penguasa. Ia amat dekat dengan seorang ulama hadits, tokoh dawah salaf, Syaikh Muhibbudin al Khathib semoga Allah meridhainya- yang sudah dikenalnya saat aktif di Syubbanul Muslimin, kelak akan menjadi pengurus redaksi harian Ikhwanul Muslimin. Ia pun aktif dalam majelis ilmu Syaikh al Mujaddid Sayyid Rasyid Ridha semoga Allah meridhainya- seorang pembaru salafi, gurunya para guru ahli hadits masa kini. Penulis Tafsir al Manar yang terkenal itu. Bahkan sepeninggal Rasyid Ridha, Al Banna dipercaya oleh para ahli ilmu di sekitarnya untuk menggantikan posisi Rasyid Ridha sebagai pengasuh majalah Al Manar dan menjadi penulis tetapnya. Selain dengan dua ulama ini, ia juga memiliki hubungan yang baik dengan Syaikh Muhammad al Khadhir Husein, Ahmad Basya Timur, Syaikh yusuf ad Dajawi, Syaikh Abdul Aziz al Khuli, Syaikh Muhammad al Adawy, Syaikh Abdul Aziz Jawisy, Syaikh Abdul Wahhab an Najjar, dan Syaikh Muhammad al Khudhari. 11 C. Guru-guru Hasan Al-Banna

11

Farid Numan, Al-Ikhwanul Al-Muslimun: Anugerah yang Terzalimi,..hal.145-147

1. Ayahnya, Ahmad Abdurrahman, adalah khatib Masjid Al-Mahmudia. Beliau seorang hafizh Al-Quran, ulama hadits. Ia menangani langsung pendidikan putranya, Hasan, dan ia mempunyai pengaruh terhadapnya dalam empat membentuk: keinginan yang kuat agar putranya hafal Al-Quran seluruhnya, memotivasinya untuk membaca, mengarahkan putranya untuk menghafal matan (teks ringkas) kitab, dan mengajari putranya ketrampilan mereparasi jam. 2. Syeikh Muhammad Zahran, guru madrasah Ar-Rasyad Ad-Diniyah. Darinya AlBanna memperoleh dorongan suka membaca dan menelaah karena sering menemani sang guru tadi di perpustakaan. Syeikh Zahran juga memerintahkan para muridnya agar menghafal hadits Nabi setiap hari kamis. Karena itu ia mempunyai kekayaan ilmiah yang kelak menyebabkan memiliki kelebihan di banding teman-temannya. 3. Ustadz Abdul Fatah Abu Alam (dari madrasah Muallimin) yang mendorongnya agar taat kepada Allah dan menasihatinya agar belajar secara sungguh-sungguh dan mendalam. Ia juga menasihatkan agar Al-Banna meneliti secara cermat berbagai rahasia dan sejarah syariat Islam, sejarah berbagai madzhab, sekte, dan kelompokkelompok Islam. 4. Ustadz Farhat Salim (dari madrasah Muallimin) yang berpengaruh penting dalam diri Al-Banna. Hasan Al-Banna terpengaruh oleh falsafah inizal (pengisolasian diri), akibat pengaruh kehidupan tasawuf yang pernah dialaminya. Dan masih banyak lagi guru-guru lainnya. Pengaruh guru-gurunya tidak terbatas pada kecintaan terhadap ilmu dan dorongan untuk taat kepada Allah, tetapi lebih dari itu, yakni memberinya kemampuan untuk menghormati pendapat orang lain dan berkomitmen secara patriotic. Di samping memberinya pula contoh nyata lagi baik sebagai seorang guru yang

mengerti bagaimana berinteraksi dengan murid-murid dan menjalin hubungan baik dengan mereka, sehingga mendorong mereka untuk semakin giat belajar. Itu ditambah lagi dengan pertemuannya dengan para ulama dan pemikir di masanya. Ia bertemu dan bersahabat dengan Muhibudiin Al-Khatib di Maktabah Salafiyahnya, Muhammad Khudhar Husain, Ahmad Timur, Ghamrawi. Ia menghadiri pengajian-pengajian Rasyid Ridha, mendengar ceramahnya dan juga para sahabatnya. Ia sering datang ke rumah Muhammad Farid Wajdi untuk belajar, bahkan termasuk salah seorang yang menikmati secara asyik sajian ilmiahnya. Itu semua terjadi semasa ia menjadi mahasiswa di Darul Ulum.12 D. Karya Hasan Al-Banna Hasan Al Banna dalam membuat karya, tidak pernah putus harapan, meskipun dalam masa-masa yang sulit sekalipun. Dalam setiap tulisannya, dalam beberapa risalah, ia selalu membangkitan harapan dan gairah kepada pembaca dan berulang-ulang menekankan dalam risalahnya. 'hari ini adalah hakekat penampilan mimpi-mimpi hari kemarin dan mimpi-mimpi hari ini adalah perwujudan hari esok'.13 Sekalipun peninggalan Hasan Al Banna belum dipublikasikan dalam bentuk himpunan karya yang lengkap seperti halnya karya Jamaluddin Al Afghani, Muhammad Abduh, Rifa'at Tahtawi dan lainnya. Diantara karya-karya Hasan Al Banna yaitu: Mudzakirah ad Da'wah wa al Da'iyah, berupa catatan harian dakwah dan sang da'i dan majmu'ah al rasail, yaitu kumpula surat-surat dan risalah yang ia tulis, diantaranya: 1) Risalah Aqidatuna, risalah ini ditulis oleh Imam Hasan Al Banna pada tahun 1350/ 1931 M. risalah ini menetapkan berbagai dimensi dakwah Islamiyah serta menegaskan kembali12

Utsman Abdul Muiz Ruslan, Tarbiyah Siyasiyah: Pendidikan Politik Ikhwanul Muslimin. terj. Jasiman, dkk. (Solo: Era Intermedia,2000), hal.177,178-179 13 Yusuf Qordhowi. Berita Kemenangan Islam, hlm. 14.

target dari gerakan al Ikhwan al Muslimun adalah untuk mewujudkan kebaikan duniawi dan ukhrawi. 2) Risalah Da'watuna, ditulis pada tahun 1936, mengenai program dan tujuan jamaah al Ikhwan al Muslimun, risalah ini menjelaskan tentang prinsip-prinsip dakwahnya, dimana salah satu bahasannya menjelaskan ajaran jihad yang menjadi tujuannya dan Ikhwan. 3) Risalah Ila as-Syabbab, ditulis pada tahun 1936, risalah ini sudah diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia dengan judul "pemuda militan" risalah ini berisi tentang anjuran para pemuda sebagai penerus bangsa untuk mengajarkan Islam dan anjuran senantiasa berjihad dijalan Allah SWT. Risalah ini juga merupakan bentuk perhatian Al Banna kepada para pemuda. 4) Risalah yang ditujukan kepada konferensi pelajar. Risalah ini merupakan teks pidato yang disampaikan Imam Hasan Al Banna pada bulan muharram 1357 H/ maret 1938 dihadapan pelajar al Ikhwan al Muslimun. Hasan Al Banna banyak mengungkapkan permasalahan Islam dan politik dalam risalah ini. 5) Risalah al Ta'lim, ditulis tahun 1359 H/ 1940 M. risalah ini banyak membicarakan tentang system dan program serta konsep-komsep pendidikan Hasan Al Banna dalam organisasinya. 6) Risalah Jihad. Risalah ini menjelaskan tentang jihad. Jihad merupakan suatu kewajiban atas setiap muslim , tentang hukum jihad serta kendala-kendala dan cobaan-cobaan yang dialami al Ikhwan. Risalah ini senantiasa menganjurkan jihad. 7) Risalah Muskilatuna. Ditulis tahun 1947. risalah ini mengungkapkan tentang pentingnya melaksakan amanah dan memenuhi tugas dakwah. Didalamnya terdapat orientasi

pemikiran al Ikhwan dalam melakukan reformasi dan menghadapi persoalan di Mesir serta diberbagai Negara Islam lainnya, yang kondisinya serupa dengan kondisi Mesir. 8) Risalah menuju Cahaya. Risalah yang berbentuk surat yang ditulis tahun 1936 dan ditujukan kepada raja faruq, kepada kepala pemerintahan saat itu, Mustafa an Nahas Pasya dan kepada seluruh raja, amir dan penguasa di semua Negara Islam. Serta ditujukan kepada sejumlah besar pemimpin dan tokoh pembaharuan yang tidak resmi di Negara-negara mereka. Dalam risalah tersebut, Hasan Al Banna menekankan pentingnya membebaskan umat Islam dari segala bentuk ikatan politik yang membelenggunya, dengan menggunakan cara yang legal. Mereka yang menerima surat itu dituntut untuk membangun kembali umat Islam agar mereka menempuh jalan yang benar dalam mengarungi kehidupan ini. 9) Risalah al Ma'tsurat. Yaitu berisi kumpulan wadhifah Hasan Al Banna berdasarkan ayatayat al- Qur'an dan as-Sunnah yang harus diamalkan.14

14

Ali Abdul Halim Mahmud. Ikhwanul Muslimin, Konsep Gerakan Terpadu. (Jakarta: Gema Insani Press, 1997), hlm. 365-397.