skripsi stefani sari respati fakultas keguruan dan …... · bab v kesimpulan, implikasi dan saran...

Download Skripsi Stefani Sari Respati FAKULTAS KEGURUAN DAN …... · BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN ... Gapura Pamarukan Foto 3 : Bangsal Sewayana Foto 4 : Bangsal Pangrawit Foto 5

If you can't read please download the document

Upload: lambao

Post on 06-Feb-2018

240 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

  • 1

    Pengembangan pariwisata di keraton kasunanan surakarta dan

    pengaruhnya bagi masyarakat sekitar

    Skripsi

    Oleh :

    Stefani Sari Respati

    K 4406040

    FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

    UNIVERSITAS SEBELAS MARET

    SURAKARTA

    2010

  • 2

    PENGEMBANGAN PARIWISATA DI KERATON KASUNANAN

    SURAKARTA DAN PENGARUHNYA BAGI MASYARAKAT SEKITAR

    Oleh:

    STEFANI SARI RESPATI

    NIM. K4406040

    Skripsi

    Ditulis dan Diajukan untuk Memenuhi Syarat Mendapatkan Gelar

    Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Sejarah

    Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

    FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

    UNIVERSITAS SEBELAS MARET

    SURAKARTA

    2010

  • 3

  • 4

  • 5

    ABSTRAK

    Stefani Sari Respati. PENGEMBANGAN PARIWISATA DI KERATON KASUNANAN SURAKARTA DAN PENGARUHNYA BAGI MASYARAKAT SEKITAR. Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret, Juli 2010

    Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk: (1) Sejarah Keraton Kasunanan Surakarta. (2) Keadaan geografis dan keadaan fisik Keraton. (3) Pengembangan pariwisata yang dilakukan di Keraton Kasunanan. (4) Dampak pengembangan wisata keratin bagi masyarakat sekitar.

    Bentuk penelitian ini deskriptif kualitatif, yaitu suatu cara dalam meneliti suatu peristiwa pada masa sekarang dengan menghasilkan data-data deskriptif yang berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang tertentu atau perilaku yang dapat diamati dengan menggunakan langkah-langkah tertentu. Dalam penelitian ini digunakan strategi studi kasus terpancang tunggal yaitu sasaran yang akan diteliti sudah dibatasi dan ditentukan serta terpusat pada satu lokasi yang mempunyai karakteristik tersendiri yang tidak dimiliki oleh daerah lain yaitu Keraton Surakarta. Sumber data yang digunakan adalah sumber benda, tempat, peristiwa, informan, dan dokumen. Tehnik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan observasi, wawancara, dan analisis dokumen. Tehnik sampling yang digunakan adalah purposive sampling yaitu pengambilan sampel berdasarkan tujuan penelitian, dimana peneliti memilih informan yang dipandang mengetahui permasalahan secara mendalam serta dapat dipercaya. Dalam penelitian ini, untuk mencari validitas data digunakan dua tehnik trianggulasi yaitu trianggulasi data dan trianggulasi metode. Tehnik analisis data yang digunakan adalah analisis interaktif, yaitu proses analisis yang bergerak diantara tiga komponen yang meliputi reduksi data, penyajian data, verifikasi/penarikan kesimpulan, yang berlangsung secara siklus.

    Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan: (1) faktor-faktor yang melatarbelakangi Keraton Kasunanan Surakarta dijadikan sebagai obyek wisata, diantaranya adalah : Keraton Kasunanan Surakarta merupakan suatu tempat atau pusat dari Kebudayaan Jawa Mataram, sarana transportasi yang sangat mudah, Keraton Kasunanan Surakarta tidak lagi mempunyai kekuasaan administratif setelah Indonesia merdeka. (2) Peninggalan-peninggalan Keraton Kasunanan Surakarta yang dapat dijadikan wisata Keraton berupa bangunan-bangunan dan benda-benda peninggalan yang ada di komplek Keraton Surakarta. Bangunan-

  • 6

    bangunan tersebut dibagi berdasarkan konsep empat konsentris (empat lingkaran). Lingkaran pertama yaitu kedhaton, lingkaran kedua yaitu baluwarti, lingkaran ketiga paseban, dan lingkaran keempat yaitu alun-alun. (3) Perkembangan obyek wisata Keraton Kasunanan Surakarta meliputi tahap pengembangan saja. Tahap pengembangan ini mengarah pada perbaikan, baik perbaikan fisik maupun non fisik. (4) Dampak yang ditimbulkan dari adanya Wisata Keraton Kasunanan Surakarta terhadap kehidupan masyarakat yaitu :di bidang ekonomi dan sosial.

  • 7

    MOTTO

    Q.S AL ` ASHR :2

    We learn history that we may be wise before the event

    Sir John Seeley (2004:60)

  • 8

    PERSEMBAHAN

    Karya ini dipersembahkan kepada:

    Bapak dan Mama yang memberikan kasih sayang, doa, dan support

    Pondra, adikku tercinta.

    Bhandenx yang memberikan aku banyak pengalaman dan selalu menemani dalam

    suka dan duka

    Teman-teman History 06

    Almamater

  • 9

    KATA PENGANTAR

    Segala puji dan syukur Kami haturkan kepada Allah S.W.T atas

    segala limpahan rahmat, hidayah dan inayah-Nya, sehingga proses

    penelitian dan penyusunan skripsi ini berjalan dengan cukup baik.

    Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah dan terlimpahkan

    pada junjungan Kita Rasullulah SAW. Skripsi ini ditulis untuk memenuhi

    syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Program

    Pendidikan Sejarah Jurusan Imu Pengetahuan Sosial, Fakultas Keguruan

    dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta.

    Selama masa penyelesaian skripsi ini, cukup banyak hambatan

    yang menimbulkan kesulitan, dan berkat karunia Allah S.W.T dan peran

    berbagai pihak, kesulitan yang pernah timbul dapat diatasi. Tidak lupa,

    ucapan terima kasih diucapkan kepada yang terhormat:

    1. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas

    Maret Surakarta, yang telah memberikan ijin penelitian,

    2. Ketua Jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial,

    3. Ketua Program Pendidikan Sejarah, Fakultas Keguruan dan Ilmu

    Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah

    memberikan ijin penelitian,

    4. Drs. A.Arif Musadad, M.Pd, selaku Pembimbing I yang telah

    memberikan motivasi, masukan dan saran,

    5. Musa Pelu, S.Pd, M.Pd, selaku Pembimbing II yang telah memberikan

    arahan, masukan dan saran,

    6. Pihak Keraton yang telah menjadi tempat penelitian,

    7. Berbagai pihak yang tidak bisa disebutkan satu-persatu.

    Semoga segala amal baik dan keikhlasan membantu penulis

    tersebut mendapatkan imbalan dari Allah S.W.T dan semoga hasil

    penelitian yang sederhana ini dapat bermanfaat.

  • 10

    Surakarta, 5 Mei 2010

    Penulis

    DAFTAR ISI

    Halaman

    JUDUL............................................................................................................... i

    PENGAJUAN SKRIPSI ...................................................................................... ii

    PERSETUJUAN.................................................................................................. iii

    PENGESAHAN ................................................................................................. iv

    ABSTRAK .......................................................................................................... v

    MOTTO............................................................................................................. vi

    PERSEMBAHAN ............................................................................................... vii

    KATA PENGANTAR ......................................................................................... viii

    DAFTAR ISI ....................................................................................................... ix

    DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xii

    BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1

    A. Latar Belakang Masalah ........................................................... 1

    B. Perumusan Masalah .................................................................. 6

    C. Tujuan Penelitian ........................................................................ 7

    D. Manfaat Penelitian .................................................................... 7

  • 11

    BAB II LANDASAN TEORI ................................................................................ 9

    A. Kajian Teori

    1. Konsep Kebudayaan Jawa

    a. Pengertian Kebudayaan ............................................. 9

    b. Unsur-unsur Kebudayaan ............................................. 10

    c. Sifat dan Hakekat Kebudayaan ................................. 11

    d. Wujud Kebudayaan ..................................................... 12

    e. Kebudayaan Jawa ....................................................... 13

    2. Konsep Pariwisata

    a. Pengertian Pariwisata ................................................... 17

    b. Jenis dan Macam Pariwisata ...................................... 19

    c. Manfaat Pariwisata ...................................................... 22

    d. Obyek Wisata ................................................................ 24

    e. Wisatawan ..................................................................... 25

    3. Konsep Keraton

    a. Pengertian Keraton ....................................................... 27

    b. Fungsi Keraton .............................................................. 29

    B. Kerangka Pemikiran ................................................................... 31

    BAB III METODOLOGI ..................................................................................... 33

    A. Tempat Dan Waktu Penelitian ................................................. 33

    B. Bentuk dan Strategi Penelitian ................................................. 34

    C. Sumber Data ............................................................................... 35

    D. Teknik Pengumpulan Data ....................................................... 37

    E. Tehnik Sampling .......................................................................... 39

    F. Validitas Data ............................................................................. 40

    G. Teknik Analisis Data .................................................................... 41

    H. Prosedur Penelitian .................................................................... 43

    BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ............................................ 45

  • 12

    A. Sejarah Keraton Kasunanan Surakarta ................................... 45

    B. Deskripsi Keraton Surakarta

    1. Keadaan Geografis ............................................................. 50

    2. Keadaan Fisik Keraton Surakarta ....................................... 52

    C. Pengembangan Pariwisata Keraton Kasunanan ..................

    1. Daya Tarik Keraton ............................................................... 73

    2. Perkembangan Wisata Keraton .......................................... 89

    3. Upaya Promosi Keraton ........................................................ 91

    D. Dampak Wisata Keraton ........................................................... 96

    BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN ............................................... 100

    A. Kesimpulan Penelitian ............................................................... 100

    B. Implikasi Hasil Penelitian ............................................................ 101

    C. Saran ............................................................................................ 102

    DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 104

    LAMPIRAN ....................................................................................................... 107

  • 13

    DAFTAR LAMPIRAN

  • 14

    Lampiran 1 : Dokumentasi dari Keraton Surakarta

    101

    Foto 1 : Gapura Gladhag

    Foto 2 : Gapura Pamarukan

    Foto 3 : Bangsal Sewayana

    Foto 4 : Bangsal Pangrawit

    Foto 5 : Bangsal Manguntur Tangkil

    Foto 6 : Panggung Sanggabuwana

    Foto 7 : Pagelaran Sitinggil

    Foto 8 : Bangsal Smarakata

    Foto 9 : Bangsal Marcukunda

    Foto 10 : Kori Brajanala

    Foto 11 : Kori Kamandhungan

    Foto 12 : Sasana Sewaka

    Foto 13 : Meriam Pancawara

    Foto 14 : Meriam Kumbarawi

    Foto 15 : Meriam Kyai Alus

    Foto 16 : Meriam Kyai Pamecut

    Foto 17 : Meriam Kadal Buntung

    Foto 18 : Meriam Kyai Soewebrasta

    Foto 19 : Meriam Mahesa Komali

    Foto 20 : Meriam Kyai Sadewa

  • 15

    Foto 21 : Meriam Kyai Bagus

    Foto 22 : Meriam Segarawana

    Foto 23 : Meriam Kyai Nakula

    Foto 24 : Arca Dwarapala

    Foto 25 : Kereta Kyai Groeda

    Foto 26 : Kereta Garuda Putra

    Foto 27 : Kereta Kyai Maraseba

    Foto 28 : Relief Upacara Wilujengan

    Foto 29 : Al-Quran dan terjemahannya

    Foto 30 : Upacara Grebeg Maulud Nabi

    Foto 31 : Koleksi Keris

    Foto 32 : Patung kayu, kyai Raja Mala

    Foto 33 : Alat masak pada saat perang ; dandang

    Foto 34 : Kunjungan siswa-siswi di Keraton Surakarta

    Foto 35 : Siswa-siswi observasi di Keraton

    Foto 36 : Siswa-siswi berkumpul di pagelaran

  • 16

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Indonesia Bagaikan untaian Ratna Mutu Manikam yang melingkar di

    garis khatulistiwa, ungkapan tersebut sangat cocok dengan keadaan geografis

    yang dimiliki Indonesia, keadaan alam yang sangat indah. Keindahan alam,yang

    dihuni oleh berbagai etnik dan keragaman budaya yang sangat khas mendukung

    pengembangan di sektor kepariwisataan, akan tetapi sampai saat ini semua potensi

    belum dapat dimanfaatkan secara maksimal. Hal ini disebabkan karena kurangnya

    pengetahuan yang dimiliki oleh Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia sendiri,

    maupn ketiadaan dana dalam mengembangkan suatu daerah menjadi potensi

    wisata.

    Citra pariwisata Indonesia masih belum bisa menyamai keharuman yang

    ditaburkan oleh negara-negara yang telah mengembangkan dan memperoleh

    manfaat yang besar dari sektor ini. Bila ditilik dari segi potensi alam Indonesia

    memiliki kualitas yang bagus dan indah. Untuk membangun citra yang akan

    melicinkan jalan untuk menarik wisatawan berkunjung ke Indonesia, para pelaku

    wisata, akademis, dan masyarakat umum harus mengetahui apa yang harus

    dilakukan.

    Pemerintah juga memiliki peranan penting dalam mengembangkan citra

    pariwisata Indonesia. Pemerintah sadar bahwa sektor pariwisata biasa menjadi

    sumber pendapatan bagi negara, oleh karena itu pemerintah juga membuat

    peraturan-peraturan tentang pariwisata. Peraturan-peraturan tersebut bisa terkait

    dengan penataan tempat pariwisata, kewenangan Pemerintah Daerah dalam

    mengelolanya, dan juga tentang perolehan pendapatan yang dihasilkan dari sektor

    pariwisata tersebut.

  • 17

    Salah satu contoh peraturan yang mengatur tentang kewenangan

    pemerintah daerah adalah Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 yang diarahkan

    untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan,

    pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya

    saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan,

    keistimewaan dan kekhususan suatu daerah sistem Negara Kesatuan Republik

    Indonesia. Berkenaan dengan hal tersebut, daerah diberikan kewenangan yang

    seluas-luasnya disertai dengan pemberian hak dan kewajiban menyelenggarakan

    otonomi daerah dalam kesatuan sistem penyelenggaran pemerintahan negara.

    Berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, pemerintah daerah

    mempunyai kewenangan dalam urusan wajib dan urusan pilihan. Berdasarkan

    kewenangan tersebut, maka pemerintah daerah dapat melaksanakan fungsinya

    dalam rangka mencapai tujuan pembangunan daerah. Selain itu, daerah otonom

    memiliki kewenangan dalam mengatur daerahnya sendiri tanpa campur tangan

    dari Pemerintah Pusat dalam rangka mengambangan seluruh potensi yang ada di

    wilayahnya.

    Berdasarkan UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah

    dilaksanakan pula perubahan pola pembagian sumber-sumber keuangan antara

    pemerintah pusat dan pemerintah daerah secara lebih adil, artinya seiring adanya

    transfer kewenangan yang semakin besar ke daerah/kota secara bertahap akan

    diikuti dengan transfer sumber-sumber fiskal yang diperlukan untuk menjalankan

    kewenangan tersebut. Adanya otonomi daerah maka setiap daerah otonom

    memiliki hak-hak dasar. Salah satu hak dasar adalah kebebasan memiliki,

    mengelola, dan memanfaatkan sumber keuangannya sendiri. Setiap daerah

    otonom akan mulai mengembangkan inisiatif dan kreatifitas daerah untuk

    membangun daerahnya, berkompetisi dengan daerah-daerah otonom lainnya,

    dengan memiliki kebebasan untuk menyusun pembangunan sendiri,

    mendayagunakan potensinya untuk kesejahteraan masyarakat, serta menambah

    Pendapatan Asli daerah (PAD). Pendapatan Asli Daerah ini sendiri dapat

    diperoleh dari pajak, retribusi, serta hasil pengelolaan kekayaan daerah.

  • 18

    Dalam upaya meningkatkan dan mendayagunakan potensi pariwisata,

    Pemerintah Kota Surakarta mulai menata kembali semua ruang dan tata kota

    Solo. Kepariwisataan Indonesia belakangan ini berkembang menjadi salah satu

    industri andalan yang biasa disebut dengan industri pariwisata. R.S Damarjadi

    mengatakan, Industri pariwisata merupakan rangkuman daripada berbagai

    macam bidang usaha yang secara bersama-sama menghasilkan produk-produk

    maupun jasa-jasa/layanan-layanan atau service, yang nantinya baik secara

    langsung ataupun tidak langsung akan dibutuhkan oleh wisatawan selama

    perawatannya.

    Pariwisata sebagai suatu industri baru dikenal di Indonesia setelah

    dikeluarkannya Instruksi Presiden RI No. 9 Tahun 1969 pada tanggal 6 Agustus

    1969, yang dalam Bab II pasal 3 disebutkan bahwa Usaha-usaha pengembangan

    pariwisata di Indonesia bersifat suatu pengembangan dan pembangunan industri

    pariwisata dan merupakan bagian dari usaha pengembangan dan pembangunan

    serta kesejahteraan masyarakat dan negara. Instruksi presiden ini juga berisi

    tentang tujuan pengembangan pariwisata di Indonesia untuk meningkatkan

    pendapatan devisa pada khususnya dan pendapatan Negara dan masyarakat pada

    umumnya, perluasaan kesempatan kerja dan mendorong kegiatan industri

    penunjang, memperkenalkan dan mendayagunakan keindahan alam dan

    kebudayaan Indonesia, meningkatkan persaudaraan serta persahabatan nasional

    dan internasional (Oka. A. Yoeti, 1983:138). Dalam mengembangkan potensi

    pariwisatanya, telah berupaya memberdayakan segala potensi yang ada baik dari

    aneka obyek wisata dan kehidupan masyarakat kota yang mengalir ke arah

    metropolitan maupun dari keadaan tata kota yang indah dna nyaman yang menjadi

    daya tarik wisata baru.

    Warisan budaya kota atau Urban Heritage adalah obyek-obyek dan

    kegiatan di perkotaan yang memberi karakter budaya yang khas bagi kota yang

    bersangkutan. Keberadaan bangunan kuno dan aktifitas masyarakat yang memiliki

    nilai sejarah, estetika, dan kelangkaan biasanya sangat dikenal dan diakrabi oleh

    masyarakat dan secara langsung menunjuk pada suatu lokasi dan karakter

    kebudayaan suatu kota. Bangunan-bangunan kuno yang memiliki nilai historis di

  • 19

    Kota Solo adalah Keraton Kasunanan Surakarta, Kadipaten Puro Mangkunegaran,

    Museum Radyapustaka dan masih banyak lagi bangunan-bangunan kuno yang

    terdapat di Kota Solo. Selain bangunan kuno tersebut, Solo yang merupakan pusat

    kota juga memiliki tempat-tempat wisata modern yang menonjolkan keindahan

    alamnya, seperti Taman Balekambang, City Walk, Galabo, Gelora Manahan.

    Semua itu sebagai aset yang melambangkan Solo sebagai Kota Budaya.

    Salah satu obyek yang dikembangkan adalah keberadaan Keraton

    Kasunanan Surakarta yang menunjuk pada sebuah lokasi dan karakter kebudayaan

    dari Kota Surakarta atau yang lebih dikenal dengan Kota Solo. Keraton

    Kasunanan Surakarta adalah salah satu bentuk peninggalan sejarah Bangsa

    Indonesia dan merupakan hasil karya budaya yang sangat tinggi nilainya,

    khususnya berkaitan dengan kebudayaan Jawa. Keraton Kasunanan Surakarta

    perlu mendapat perhatian lebih lanjut, sehingga sekarang pemerintah setempat

    mulai memperhatikan agar bisa menjadi obyek wisata unggulan. Hal ini

    diharapkan dapat menambah Pendapatan Asli Daerah dan sebagai upaya

    pelestarian peninggalan hasil budaya. Saat ini pemerintah sudah merevitalisasi

    salah satu pojok bangunan bersejarah juga menjadi terminal bus wisata yang

    terletak di utara Beteng Trade Center (BTC) dan Pusat Grosir Solo (PGS). Hal ini

    sebagai salah satu upaya dalam meningkatkan sarana dan prasarana di sektor

    pariwisata.

    Keraton Kasunanan Surakarta yang dulu menjadi pusat pemerintahan di

    Kota Solo zaman kerajaan, dan Kasultanan Yogyakarta di Kota YOgya

    merupakan bagian dari Mataram. Sepeninggal Sultan Agung, Mataram mengalami

    gejolak politik yang mempengaruhi stabilitas dan keamanan, baik dalam bentuk

    pemberontakan, perpindahan keraton, pengungsian, pergeseran kekuasaan, pusaka

    hilang, dan masuknya budaya barat. Intrik dan gejolak antar fraksi yang di

    provokasi oleh kompeni berakibat pecahnya wilayah Mataram menajdai empat

    bagian yaitu Kasunanan Surakarta, Kasultanan Yogyakarta, Kadipaten

    Mangkunegaran, dan Kadipaten Pakualaman. Keempat wilayah ini dalam tata

    Negara Kolonial disebut Vorstenlanden. Wilayah Vorstenlanden ini saling

    berkomunikasi tentang perkembangan masing-masing wilayah, tapi tidak hanya

  • 20

    dengan wilayah-wilayah Vorstenlanden karena pada saat itu sudah ada hubungan

    perdagangan antara Kota Solo dan Surabaya.

    Hubungan perdagangan ini berjalan baik karena sejak awal abad XVI

    jalur transportasi sungai antara Kota Solo dan Surabaya sudah terbentuk.

    Surabaya merupakan Bandar pertama, sedangkan Solo merupakan Bandar terakhir

    yang terletak di Semanggi (Babad Sala, 1984:15). Aktifitas utamanya adalah

    perdagangan yang kemudian melahirkan kontak kebudayaan lintas etnik dan lintas

    bangsa. Kebudayaan yang tertinggal dan dapat diamati dewasa ini adalah

    Kampung Arab di Pasar Kliwon, Kampung Cina di Pasar Gede, Kampung Etnik

    Bali di Kebalen, Kampung Madura di Sampangan, Kampung Etnik Banjar dan

    Flores di dekat Kepatihan, Kampung Batik di Laweyan, Kauman, Keprabon , dan

    Kampung dagang Jawa di Kampung Sewu.

    Kemerosotan politik yang dihadapi kerajaan-kerajaan vorstenlanden

    sebagai akibat tekanan kolonial, tidak mempengaruhi aktifitas perdagangan dan

    industri rumah tangga. Marjinalisasi kelompok sosial yang memiliki potensi

    kekuatan ekonomi maupun kekuatan massa akan memacu poses penyadaran

    organik, serta membangkitkan perlawanan terhadap diskriminasi, penindasan, dan

    ketidakadilan. Pengasingan putra mahkota mengundang simpati elit nasionalis,

    serta memantapkan dinamika politik kebangsaan di Kota Solo. Berdasarkan

    gambaran di atas, sejarah telah menyebutkan bahwa Kota Solo sebagai pusat

    budaya Jawa maupun kota yang mengembangkan budaya kehidupan politik yang

    mendasarkan pada keberagaman (Reflex, Agustus 2008: 16-17).

    Sehubungan dengan upaya pengembangan pariwisata Keraton

    Kasunanan Surakarta, maka peran Pemerintah Kota Solo harus ditingkatkan,

    khususnya dalam membangun infrastruktur pendukung, baik yang bersifat fisik,

    seperti sarana dan prasarana transportasi dan telekomunikasi, maupun yang non

    fisik seperti penyederhanaan proses investasi di bidang pariwisata yang menjadi

    tugas Pemerintah Kota. Upaya pengembangan juga dilakukan dengan melengkapi

    fasilitas umum seperti mushola, toilet, dan tempat parkir. Dilengkapi lagi dengan

    tempat penelitian bangunan bersejarah Keraton Kasunanan Surakarta. Selain

    upaya tersebut, perlu adanya promosi wisata melalui berbagai sarana dan jalur

  • 21

    informasi di semua kesempatan baik melalui pameran, festival, media cetak, situs

    internet, dan kerja keras duta wisata yang mengenalkan produk wisata Kota

    Surakarta, termasuk Keraton Kasunanan Surakarta.

    Keindahan Kota Solo tidak bisa terlepas dari elemen penting dalam

    perancangan kota agar tertata rapi dan teratur. Elemen yang tidak bisa dipisahkan

    tentu saja nilai dan kadar budaya yang kental dalam setiap program pembangunan

    yang dilakukan . Hal ini mengingat adanya jargon yang menempel pada Kota Solo

    itu sendiri, Solo The Spirit Of Java. Salah satu yang menggambarkan penataan

    kota yang indah dan menarik perhatian dapat dilihat dalam program pembangunan

    City Walk. Dimana nantinya City Walk juga akan menuju ke Keraton Kasunanan

    Surakarta. Pariwisata di Solo sengaja dibuat berangkai, hal ini dimaksudkan agar

    pengunjung tidak merasa jenuh dan tetap dapat menikmati keindahan Kota

    Budaya. Meski pada tahun 1998 banyak bangunan dan fasilitas umum yang ada di

    Kota Solo hancur baik itu bangunan pemerintah, mall, jalan, lampu lalu lintas,

    maupun taman-taman yang ada, karena adanya kerusuhan pernah rusak, sekarang

    tidak terlihat kalau Solo pernah hancur lebur akibat kerusuhan massa. Solo yang

    terkenal dengan Kota Sumbu pendek, sangat mudah tersulut pertikaian.

    Untuk mengetahui lebih jelas tentang upaya pelestarian dan

    pengembangan yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Surakarta terhadap Keraton

    Kasunanan Surakarta agar menjadi objek wisata yang menarik sehingga nilai-nilai

    kesejarahannya tetap teraga dan seklaigus mampu meningkatkan kesejahteraan

    masyarakatnya, maka penulis mengangkat judul, Pengembangan Pariwisata di

    Keraton Kasunanan Surakarta dan Pengaruhnya Bagi Masyarakat Sekitar.

    B. Rumusan Masalah

    Perumusan masalah ini berguna untuk mempermudah dalam

    melaksanakan penelitian. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka

    dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut :

    1. Bagaimanakah latar belakang sejarah Keraton Kasunanan Surakarta ?

  • 22

    2. Bagaimanakah deskripsi tentang keadaan geografis dan keadaan fisik Keraton

    Kasunanan Surakarta ?

    3. Bagaimanakah pengembangan pariwisata yang dilakukan di Keraton

    Kasunanan Surakarta ?

    4. Apakah dampak dari adanya Wisata Keraton Kasunanan Surakarta bagi

    masyarakat sekitar?

    C. Tujuan Penelitian

    Tujuan yang hendak dicapai didalam penelitian ini adalah :

    1. Untuk mengetahui latar belakang sejarah Keraton Kasunanan Surakarta.

    2. Untuk mengetahui deskripsi tentang keadaan geografis dan keadaan fisik

    Keraton Kasunanan Surakarta.

    3. Untuk mengetahui pengembangan pariwisata yang dilakukan di Keraton

    Kasunanan Surakarta.

    4. Untuk mengetahui dampak dari adanya Wisata Keraton Kasunanan Surakarta

    bagi masyarakat sekitar.

    D. Manfaat Penelitian

    Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini antara lain :

    1. Manfaat Teoritis

    a. Menambah pengetahuan dan wawasan ilmiah tentang upaya pengembangan

    yang ditempuh oleh Pemerintah Daerah terhadap potensi wisata di

    daerahnya.

    b. Dengan penelitian membrikan masukan dan sumbangan kepada pembaca

    supaya dapat digunakan sebagai tambahan bacaan dan sumber data dalam

    bidang kepariwisataan.

    2. Manfaat Praktis

  • 23

    Manfaat praktis dalam penelitian ini sebagai berikut ;

    a. Untuk memberikan bahan masukan dan sumbangan kepada pihak terkait

    dalam mengembangkan potensi yang dimiliki obyek wisata Keraton

    Kasunanan Surakarta.

    b. Sebagai titik tolak untuk melaksanakan penelitian sejenis secara

    mendalam.

  • 24

    BAB II

    KAJIAN TEORI

    A. TINJAUAN PUSTAKA

    1. Kebudayaan Jawa

    a. Pengertian Kebudayaan

    Dalam pengertian sehari-hari, istilah kebudayaan sering diartikan

    sama dengan kesenian, terutama seni suara dan seni tari. Koentjaraningrat

    dalam bukunya kebudayaan, mentalitas dan pembangunan (2004:19)

    berpendapat bahwa kata budaya berasal dari bahasa sansekerta buddhayah,

    ialah bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau akal. Jadi kebudayaan

    itu dapat diartikan hal-hal yang bersangkutan dengan budi dan akal.

    Budaya dibedakan dari kebudayaan, karena budaya adalah daya dari

    budi yang berupa cipta, rasa, dan karsa, sedangkan kebudayaan adalah

    hasil dari cipta, rasa, dan karsa itu sendiri. Dalam istilah antropologi

    budaya perbedaan itu ditiadakan. Kata budaya dipakai sebagai suatu

    singkatan saja dari kebudayaan dengan arti yang sama.

    Antropolog E.B Taylor dalam Soerjono Soekanto (1990: 188)

    mendefinisikan kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan,

    kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat-istiadat, dan kemampuan-

    kemampuan lain serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan manusia sebagai

    anggota masyarakat. Kebudayaan terdiri dari segala sesuatu yang dipelajari

    dari pola-pola perilaku yang normatif. Artinya, mencakup segala cara atau

    pola berfikir, merasakan, dan bertindak. Seorang peneliti kebudayaan akan

    sangat tertarik oleh obyek-obyek kebudayaan seperti rumah, sandang,

  • 25

    jembatan, dan alat-alat komunikasi. Mereka juga akan meneliti pada perilaku

    sosial, yaitu pola-pola perilaku yang membentuk struktur sosial masyarakat.

    Perilaku manusia sangat dipengaruhi oleh peralatan yang dihasilkannya serta

    ilmu pengetahuan yang dimilikinya atau didapatkannya.

    Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi merumuskan kebudayaan

    sebagai semua hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat. Karya masyarakat

    menghasilkan teknologi dan kebudayaan kebendaan atau kebudayaan

    jasmaniah (material culture) yang diperlukan oleh manusia untuk menguasai

    alam sekitarnya, agar kekuatan serta hasilnya dapat diabdikan untuk keperluan

    masyarakat. Rasa yang meliputi jiwa manusia, mewujudkan segala kaidah dan

    nilai sosial yang perlu untuk mengatur masalah-masalah kemasyarakatan

    dalam arti luas, termasuk di dalamnya agama, ideologi, kebatinan, kesenian,

    dan semua unsur yang merupakan hasil ekspresi jiwa manusia yang hidup

    sebagai anggota masyarakat. Selanjutnya, cipta merupakan kemampuan

    mental, kemampuan berfikir orang-orang yang hidup bermasyarakat dan yang

    menghasilkan filsafat serta ilmu pengetahuan (Soerjono Soekanto, 1990:189).

    Menurut ilmu antropologi, kebudayaan adalah keseluruhan sistem

    gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan

    masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar

    (Koentjoroningrat, 1990: 180). Dari beberapa pendapat di atas dapat ditarik

    kesimpulan bahwa kebudayaan adalah keseluruhan total dari pikiran, karya,

    dan hasil karyanya oleh manusia yang berasal dari proses belajar selanjutnya

    menjadi suatu kebiasaan dan pada akhirnya membentuk suatu peradaban.

    b. Unsur-unsur Kebudayaan

    Kebudayaan setiap bangsa atau masyarakat terdiri dari unsur-unsur

    besar dan unsur-unsur kecil yang merupakan bagian dari suatu kebulatan yang

  • 26

    bersifat sebagai kesatuan. Ada tujuh unsur kebudayaan yang dianggap sebagai

    cultural universal, yaitu :

    1) Peralatan dan perlengkapan hidup manusia (pakaian, perumahan, alat-alat

    rumah tangga, senjata, alat-alat produksi, dan transportasi),

    2) Mata pencaharian hidup dan sistem-sistem ekonomi (pertanian,

    peternakan, sistem produksi, dan sistem distribusi),

    3) Sistem kemasyarakatan (sistem kekerabatan, organisasi politik, sistem

    hukum, dan sistem perkawinan),

    4) Bahasa (lisan maupun tertulis),

    5) Kesenian (seni rupa, seni suara, dan seni gerak),

    6) Sistem pengetahuan,

    7) Religi (sistem kepercayaan) (Soerjono Soekanto, 1990:191).

    Cultural Universal dapat dijabarkan ke dalam unsur-unsur yang

    lebih kecil lagi yang biasa disebut cultural activity (Ralph Linton 1936: 397).

    Misalnya kesenian, meliputi kegiatan seni tari, seni suara, dan seni rupa.

    Ralph Linton juga merinci kegiatan-kegiatan kebudayaan tersebut menjadi

    unsur yang lebih kecil lagi yang disebut trait-compleks. Misalnya kegiatan

    pertanian menetap, meliputi unsur-unsur irigasi, sistem mengolah tanah

    dengan bajak, dan sistem hak milik atas tanah. Selanjutnya trait-compleks

    mengolah tanah dengan bajak dapat dipecah-pecah lagi ke dalam unsur-unsur

    yang lebih kecil lagi, misalnya hewan-hewan yang menarik bajak dan tehnik

    mengendalikan bajak. Akhirnya sebagai unsur terkecil yang membentuk traits

    adalah items.

    c. Sifat Hakikat Kebudayaan

    Setiap masyarakat mempunyai kebudayaan yang berbeda satu

    dengan yang lainnya, tetapi setiap kebudayaan mempunyai sifat hakikat yang

    berlaku umum bagi semua kebudayaan dimanapun mereka berada. Sifat

    hakikat kebudayaan adalah sebagai berikut :

  • 27

    1) Kebudayaan terwujud dan tersalurkan lewat perilaku manusia.

    2) Kebudayaan telah ada terlebih dahulu mendahului lahirnya suatu generasi

    tertentu, dan tidak akan mati dengan habisnya usia generasi yang

    bersangkutan.

    3) Kebudayaan diperlukan oleh manusia dan diwujudkan dalam tingkah

    lakunya. Kebudayaan mencakup aturan-aturan yang berisikan kewajiban-

    kewajiban, tindakan-tindakan yang diterima dan ditolak, tindakan-

    tindakan yang dilarang dan tindakan yang diizinkan (Soerjono Soekanto,

    1990:199).

    Sifat hakikat kebudayaan adalah ciri setiap kebudayaan, akan tetapi

    bila seseorang akan memahami sifat hakikatnya yang esensial, terlebih dahulu

    harus memecahkan pertentangan-pertentangan yang ada di dalamnya, yaitu :

    1) Di dalam pengalaman manusia, kebudayaan bersifat universal, akan tetapi

    perwujudan kebudayaan mempunyai ciri-ciri khusus yang sesuai dengan

    situasi maupun lokasinya. Masyarakat dan kebudayaan adalah dwitunggal

    yang tidak dapat dipisahkan, yang mengakibatkan setiap masyarakat

    mempunyai kebudayaan atau kebudayaan bersifat inversal: atribut dari

    setiap masyarakat di dunia ini.

    2) Kebudayaan bersifat stabil tetapi juga dinamis, dan setiap kebudayaan

    mengalami perubahan-perubahan yang kontinyu. Setiap kebudayaan pasti

    mengalami perubahan atau perkembangan, hanya kebudayaan yang mati

    saja yang bersifat statis. Sering kali perubahan dalam kebudayaan tidak

    terasa oleh anggota-anggota masyarakatnya.

    3) Kebudayaan mengisi serta menentukan jalannya kehidupan manusia,

    walaupun hal itu jarang disadari oleh manusia itu sendiri. Gejala tersebut

    dapat dijelaskan secara singkat bahwa walaupun kebudayaan merupakan

    atribut manusia, namun tidak mungkin seseorang mengetahui dan

    menyakini seluruh unsur kebudayaanya (Soerjono Soekanto, 1990:123).

    d. Wujud Kebudayaan

  • 28

    Kebudayaan itu paling sedikit memiliki tiga wujud kebudayaan yaitu :

    1) Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-

    nilai, norma-norma, peraturan, dan sebagainya

    2) Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktifitas kelakuan berpola dari

    manusia dalam masyarakat,

    3) Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.

    Wujud pertama adalah wujud ide dari kebudayaan. Sifatnya abstrak,

    tak dapat diraba atau di foto, dan dalam alam pikiran dari warga masyarakat

    dimana kebudayaan yang bersangkutan itu hidup. Kebudayaan ide ini biasa

    disebut tata-kelakuan, maksudnya menunjukkan bahwa kebudayaan ide itu

    biasanya juga berfungsi sebagai tata kelakuan yang mengatur, mengendalikan,

    dan memberi arah pada kelakuan dan perbuatan manusia dalam masyarakat.

    Wujud yang kedua dari kebudayaan biasa disebut sistem sosial, mengenai

    kelakuan berpola dari manusia itu sendiri. Sistem sosial ini terdiri dari aktifitas-

    aktifitas manusia yang saling berinteraksi, berhubungan, serta bergaul satu

    dengan yang lainnya selalu mengikuti pola-pola tertentu berdasarkan adat tata

    kelakuan. Sebagai rangkaian akifitas manusia dalam suatu masyarakat, maka

    sistem sosial ini bersifat konkret. Wujud yang ketiga dari kebudayaan disebut

    kebudayaan fisik dan memerlukan keterangan banyak, karena merupakan

    aktifitas perbuatan dan karya semua manusia dalam masyarakat, maka sifatnya

    paling konkret dan berupa benda-benda atau hal-hal yang sifatnya dapat diraba,

    dilihat dan di foto.

    Ketiga wujud kebudayaan terurai di atas, dalam kenyataan kehidupan

    masyarakat tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain. Kebudayaan ide dan

    adat istiadat mengatur dan memberi arah pada perbuatan dan karya manusia.

    Baik pikiran-pikiran dan ide-ide maupun perbuatan dan karya manusia,

    menghasilkan benda-benda kebudayaan fisiknya. Sebaliknya, kebudayaan fisik

    itu membentuk suatu lingkungan hidup tertentu yang makin lama makin

    menjauhkan manusia dari lingkungan alamiahnya, sehingga mempengaruhi pula

  • 29

    pola-pola perbuatannya, bahkan juga mempengaruhi cara berfikirnya

    (Koentjoroningrat, 2004: 5).

    e. Kebudayaan Jawa

    Uraian-uraian di atas merupakan gambaran kebudayaan, dimana

    kebudayaan merupakan suatu hasil keseluruhan dari cipta, rasa, dan karsa yang

    akan membentuk suatu peradaban tertentu di tempat tertentu. Hal ini

    mengakibatkan kebudayaan nantinya akan menjadi suatu identitas diri, karena

    kebudayaan satu daerah pasti akan berbeda dari daerah lain. Definisi tersebut

    dapat menjelaskan tentang kebudayaan Jawa. Kebudayaan Jawa adalah segala

    sesuatu yang bersangkutan atau berhubungan dengan budi dan akal pikiran yang

    menciptakan suatu peradaban yang berkembang di Jawa.

    Kebudayaan itu menjadi cermin besar yang menggambarkan

    peradaban suatu bangsa, yang juga tercermin dalam pepatah Jawa Budaya iku

    dadi kaca diri ning bangsa. Setiap bangsa atau suku bangsa memiliki

    kabudayan (kebudayaan) sendiri yang berbeda dengan kebudayaan bangsa atau

    suku bangsa lainya. Hal ini membuktikan bahwa peradaban suatu suku bangsa

    atau bangsa yang bersangkutan memiliki pengetahuan, dasar-dasar pemikiran,

    dan sejarah peradaban yang tidak sama antara satu dengan yang lainnya.

    Demikian pula dengan suku bangsa Jawa. Suku Jawa memiliki pengetahuan

    yang menjadi dasar pemikiran dan sejarah kebudayaannya yang khas, dimana

    dalam epistemologi dan kebudayaannya digunakan simbol-simbol atau

    lambang-lambang sebagai sarana atau media untuk menitipkan pesan-pesan atau

    nasehat-nasehat bagi bangsanya. Dari data sejarah Jawa memang menunjukan

    tentang penggunaan simbol-simbol itu dalam tindakan bahasa dan religi orang

    Jawa, yang telah digunakan sejak zaman prasejarah (Ageng Pangestu Rama,

    2007: 256).

  • 30

    C.A. Van Peursen dalam Budiono Herusatoto (2008: 19) menguraikan

    tentang pengertian dan proses terwujudnya simbol dalam kebudayaan manusia,

    antara lain sebagai berikut :

    1) Sejumlah pengarang membedakan antara simbol dan tanda atau lambang.

    Tanda mempunyai pertalian tertentu dan tetap dengan apa yang ditandai

    misalnya, pada ungkapan dimana ada asap, disana ada api, asap

    merupakan tanda adanya api.

    2) Terdapat juga simbol-simbol yang terbina selama berabad-abad. Lambang-

    lambang purba seperti api, air, matahari, dan ikan yang memiliki beberapa

    fungsi yang berbeda yaitu religius, seni, dan teknis semata-mata alat

    komunikasi. Dimana aspek-aspek tersebut tak dapat dipisahkan dalam

    lingkungan kebudayaan kuno yang selalu berjalan bersama-sama.

    3) Lambang-lambang menafsirkankan proses berjalan sehingga kita seolah-

    olah dapat naik menara dan memandang daerah-daerah yang luas yang

    dulu tidak dikenal.

    4) Lambang-lambang memperlihatkan sesuatu dari kaidah yang berlaku yang

    berkaitan dengan perbuatan manusiawi, pengertian dalam ekspresi.

    Kaidah-kaidah tersebut tidak hanya bertalian dengan akal budi dan

    pengertian manusia, tetapi juga dengan seluruh pola kehidupa, seluruh

    perbuatan, dan harapan manusia.

    5) Lambang-lambang terdapat di luar badan manusia dan tidak terikat oleh

    naluri jasmaniah.

    Simbol-simbol tersebut mempengaruhi semua aspek kehidupan

    masyarakat Jawa pada waktu itu, termasuk kehidupan religi. Koentjaraningrat,

    pada bagian terakhir dari bukunya, kebudayaan, mentalitet dan pembangunan,

    menyebutkan bahwa setiap religi merupakan sistem yang terdiri dari empat

    komponen yaitu :

    1) Emosi keagamaan yang bisa menimbulkan manusia menjadi religius.

    Emosi keagamaan merupakan suatu getaran yang menggerakkan jiwa

    manusia.

  • 31

    2) Sistem kepercayaan yang mengandung keyakinan dan bayangan-bayangan

    manusia tentang sifat-sifat Tuhan, wujud dari alam gaib, serta supranatural

    yaitu tentang hakekat hidup dan mati, dan tentang wujud dewa-dewi dan

    makhluk-mahkluk halus lainnya yang mendiami alam gaib.

    3) Sistem upacara religius yang bertujuan mencari hubungan manusia dengan

    Tuhan, dewa-dewi, atau makhluk halus yang mendiami alam gaib. Sistem

    upacara religius melambangkan konsep-konsep yang terkandung dalam

    sistem kepercayaan. Sistem uapacara merupakan wujud kelakuan atau

    behavioral manifestation dari religius.

    4) Kelompok-kelompok religius atau kesatuan-kesatuan sosial yang

    menganut sistem kepercayaan tersebut. Kelompok-kelompok religius ini

    bisa berupa : a) Keluarga inti atau kelompok-kelompok kekerabatan kecil

    yang lain, b) Kelompok-kelompok kekerabatan yang lebih besar seperti

    keluarga luas, keluarga unilineal seperti klian, suku, dan marga dada, c)

    Kesatuan komuniti seperti desa, gabungan desa dan orang lain, d)

    Organisasi-organisasi sangaka penyinaran agama, organisasi sangha,

    organisasi gereja, partai politik yang berdasarkan ideologi religius,

    gerakan religius, orde-orde rahasia, dan sebagainya (Budiono Herusatoto,

    2008:45).

    Kelompok-kelompok dan kesatuan sosial seperti itu biasanya

    beorientasi terhadap sistem kepercayaan dan religi yang bersangkutan, dan

    upacara berulang untuk sebagian atau keseluruhan, berkumpul untuk melakukan

    sistem upacaranya.

    Usaha memahami kebudayaan Jawa akan mengarah pada pemahaman

    nilai-nilai, konsepsi-konsepsi dan paham-paham yang membimbing tindakan-

    tindakan dalam hidupnya di lingkungan masyarakat Jawa. Nilai-nilai dan

    konsepsi-konsepsi itu akan memperlihatkan pandangan dunia masyarakat Jawa

    baik secara vertikal maupun horizontal. Pandangan dunia bagi orang Jawa

    adalah nilai pragmatism untuk mencapai keadaan psikis tertentu yaitu

    ketenangan, ketentraman, dan keseimbangan batin (Suseno, 1988: 83).

  • 32

    Kebudayaan Jawa mempunyai ciri tersendiri dibandingkan dengan

    masyarakat lain. Untuk mendapatkan gambaran serta untuk dapat

    mengidentifikasi harus dapat menemukan gagasan-gagasan tersebut yang

    diejawantahkan ke dalam berbagai aktifitas yang berkaitan dengan kehidupan

    adikodrati, kemasyarakatan, dan dalam kesenian. Aspek-aspek penting dalam

    budaya Jawa. dapat menjadi acuan bagi masyarakat pendukung kebudayaan

    Jawa, dan nilai-nilai itu tersirat dan tersurat dalam pitutur atau nasehat

    kehidupan yang ebrupa tembang. Gagasan. nilai, keyakinan, dan sikap sering

    disajikan dalam bentuk karya seni baik seni sastra maupun seni pertunjukkan,

    dan menurut pandangan masyarakat Jawa bahwa nilai sosial budaya dianggap

    dapat membentuk bangunan dasar struktur sosial.

    Kebudayaan Jawa mendapat gelar adihulung, sehingga sangat

    berpengaruh di seluruh pelosok nusantara. Bahkan di kawasan regional Asia

    Tenggara, kebudayaan Jawa menempati posisi yang sangat vital. Penyebaran

    orang Jawa di berbagai benua pasti membawa tradisi dan adat istiadatnya. Oleh

    karena itu, kebudayaan Jawa secara aktif menyesuaikan diri dengan arus

    globalisasi. Hal ini ditandai dengan adanya pergaulan yang kosmopolit dalam

    percaturan internasional (Suseno, 1988: 94).

    Tanah Jawa yang terkenal sebagai negeri yang gemah ripah loh jinawi

    didukung oleh tanahnya yang sangat subur. Topografi yang relatif datar dan

    penduduknya yang terdidik, serta seni Jawa yang edi peni membuat tanah Jawa

    senantiasa menjadi impian bagi seluruh penduduk dunia. Dalam konteks histori

    ini, tanah Jawa menjadi pusat diplomasi luar negeri bagi seluruh penduduk

    nusantara. Dari interaksi lokal ini merambah kawasan nasional, regional dan

    internasional. Benua Eropa, Australia, Amerika, Afrika, dan Asia, semuanya

    terpesona dengan keelokan tanah Jawi. Ketika nusantara dipersatukan kembali

    dalam Kesatuan Republik Indonesia, orang-orang Jawa terdepan dalam

    kepemimpinan nasional. Ciri keterpimpinan Kesatuan Republik Indonesia

    terpengaruh dengan gaya kepemimpinan Jawa.

  • 33

    Dalam rangka memajukan kebudayaan nasional, budaya Jawa

    memberikan sumbangsih yang sangat besar sekali maknanya. Misalnya saja

    semboyan Negara Bhinneka Tunggal Ika, dirangkai oleh Empu Tantular,

    seorang pujangga Istana Majapahit pada abad ke-13 M.

    Kebudayaan Jawa juga terbentuk di Surakarta karena merupakan

    daerah Kerajaan Keraton Kasunanan Surakarta, dimana berlaku nilai-nilai yang

    berbeda. Sebagian dari nilai-nilai sosial tersebut tercantum dalam Serat

    Wulangreh. Serat Wulangreh merupakan sekar macapat, yang terdiri dari 13

    sekar. Dalam sekar tersebut dapat dibagi menjadi berbagai masalah pokok

    seperti: soal guru dan berguru, soal pergaulan dan perbuatan, kaprayitan

    (kewaspadaan), soal kebaktian, soal pantangan yang bersifat umum, hubungan

    keluarga, soal menerima kodrat, soal mengenal diri, dan ambeng kautaman

    (Ageng Pangestu Rama, 2007: 359).

    2. Pariwisata

    a. Pengertian Pariwisata

    Ditinjau secara etimologi kata pariwisata berasal dari bahasa

    sansekerta yaitu pari yang berarti banyak dan wisata yang berarti

    perjalanan atau berpergian. Atas dasar itulah kata pariwisata diartikan

    sebagai perjalanan yang dilakukan berkali-kali atau berputar-putar dari suatu

    tempat ke tempat lainnya yang dalam bahasa Inggris dikenal dengan kata

    tour.

    Menurut Salah Wahab pariwisata merupakan salah satu jenis industri

    baru yang mampu mempercepat pertumbuhan ekonomi dan penyediaan

    lapangan kerja, peningkatan penghasilan, standar hidup serta menstimulasi

    sektor-sektor produktif lainnya. Selanjutnya, sebagai sektor yang komplek,

    pariwisata juga merealisasi industri-industri klasik seperti industri kerajinan

  • 34

    tangan dan cinderamata, penginapan, dan transportasi (Salah Wahab, 1975:

    55).

    Pengertian Kepariwisataan menurut Undang-undang Nomor 9 Tahun

    1990 pada bab I pasal 1, bahwa kepariwisataan adalah segala sesuatu yang

    berhubungan dengan penyelenggaraan pariwisata, artinya semua kegiatan dan

    urusan yang ada kaitannya dengan perencanaan, pengaturan, pelaksanaan, dan

    pengawasan pariwisata, baik yang dilakukan oleh pemerintah, pihak swasta,

    dan masyarakat.

    Para ahli pariwisata memberikan pengertian pariwisata adalah

    sejumlah hubungan-hubungan dan gejala-gejala yang dihasilkan dari

    tinggalnya orang-orang asing, asalkan tinggalnya mereka ini tidak

    menyebabkan timbulnya tempat tinggal serta usaha-usaha yang bersifat

    sementara atau permanen sebagai usaha mencari kerja penuh. Pariwisata juga

    bisa diartikan sebagai perjalanan dari suatu tempat ke tempat lain, bersifat

    sementara, dilakukan secara perorangan maupun kelompok, sebagai usaha

    untuk mencari keseimbangan atau keserasian dan kebahagiaan dengan

    lingkungan hidup dalam dimensi sosial, budaya, alam, dan ilmu

    (http://www.kesimpulan.co.cc/2009/04/kebijakan kepariwisataan, 3 Juli 09:

    12.45).

    Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulan bahwa pariwisata

    adalah suatu perjalanan yang dilakukan untuk sementara waktu, yang

    diselenggarakan dari suatu tempat ke tempat lain, dengan maksud bukan untuk

    berusaha (bussines) atau mencari nafkah di tempat yang dikunjungi, tetapi

    semata-mata untuk menikmati perjalanan tersebut guna pertamasyaan dan

    rekreasi atau untuk memenuhi keinginan yang beraneka ragam.

    b. Jenis dan macam pariwisata

  • 35

    Sesuai dengan potensi yang dimiliki atau warisan yang ditinggalkan

    nenek moyang pada suatu negara, maka timbullah bermacam-macam jenis

    pariwisata yang dikembangkan sebagai kegiatan, yang lama-kelamaan

    mempunyai cirinya sendiri. Untuk keperluan perencanaan dan pengembangan

    kepariwisataan itu sendiri, perlu pula dibedakan antara pariwisata dengan jenis

    pariwisata jenis lainnya, karena dengan demikian akan dapat ditentukan

    kebijakan apa yang akan dapat mendukung, sehingga jenis dan macam

    pariwisata yang dikembangkan dapat terwujud seperti apa yang diharapkan.

    Ditinjau dari segi ekonomi, pengelompokan tentang jenis pariwisata

    dianggap penting, karena dengan cara itu dapat menentukan berapa penghasilan

    devisa yang diterima dari suatu macam pariwisata yang dikembangkan di suatu

    tempat atau daerah tertentu. Di lain pihak, pengelompokan ini juga sangat

    berguna untuk menyusun statistik kepariwisataan atau untuk mendapatkan data

    penelitian yang diperlukan dalam perencanaan selanjutnya di masa yang akan

    datang. Jenis dan macam pariwisata antara lain :

    1) Menurut letak geografis, dimana kegiatan pariwisata itu berkembang :

    a) Pariwisata Lokal (Local Tourism)

    Adalah pariwisata setempat, yang mempunyai ruang lingkup relatif

    sempit dan terbatas dalam tempat-tempat tertentu saja.

    b) Pariwisata Regional (Regional Tourism)

    Yaitu kegiatan kepariwisataan yang berkembang di suatu tempat atau

    daerah yang ruang lingkupnya lebih luas bila dibandingkan dengan

    local tourism, tetapi lebih sempit jika dibandingkan dengan national

    tourism.

    c) Kepariwisataan Nasional (National Tourism)

    (1) Kepariwisataan dalam arti sempit

    Yaitu kegiatan kepariwisataan yang berkembang dalam wilayah

    suatu negara atau dengan kata lain pariwisata dalam negeri, dimana

  • 36

    titik beratnya orang melakukan perjalanan wisata adalah warga

    sendiri dan orang-orang asing yang berdomisili di negara tersebut.

    (2) Kepariwisataan dalam arti luas

    Yaitu kegiatan kepariwisataan yang berkembang di suatu wilayah

    negara, selain kegiatan domestic tourism juga dikembangkan

    foreign tourism. Jadi selain adanya lalu lintas wisatawan di dalam

    negeri sendiri, juga ada lalu lintas wisatawan dari luar negeri.

    d) Regional-international Tourism

    Yaitu kegiatan kepariwisataan yang berkembang di suatu wilayah

    internasional yang terbatas, tetapi melewati batas-batas lebih dari dua

    atau tiga negara dalam wilayah tersebut. Misalnya kepariwisataan

    ASEAN.

    e) International Tourism

    Pengertian ini sinonim dengan kepariwisataan dunia (world tourism),

    yaitu kegiatan kepariwisataan yang berkembang di seluruh negara di

    dunia.

    2) Menurut pengaruhnya terhadap Neraca Pembayaran, dapat dibagi atas dua

    jenis penting :

    a) In Tourism atau pariwisata aktif

    Yaitu kegiatan kepariwisataan yang ditandai dengan gejala pariwisata

    aktif, berarti dapat memasukkan devisa bagi negara yang dikunjungi

    karena akan memperkuat posisi neraca pembayaran negara yang

    dikunjungi wisatawan tersebut.

    b) Out Going atau pariwisata pasif

    Yaitu kegiatan kepariwisataan yang ditandai dengan gejala keluarnya

    warga negara sendiri bepergian ke luar negeri sebagai wisatawan.

    Disebut sebagai pariwisata pasif, karena ditinjau dari segi pemasukkan

    devisa negara, kegiatan ini merugikan negara asal wisatawan, karena

  • 37

    uang yang seharusnya dibelanjakan di dalam negeri dibawa ke luar

    negeri. Pariwisata semacam ini jarang dikembangkan oleh suatu

    negara.

    3) Menurut alasan/tujuan perjalanan

    a) Businnes Tourism

    Yaitu jenis pariwisata dimana pengunjungnya datang untuk tujuan

    dinas, usaha dagang, atau yang berhubungan dengan pekerjaannya,

    kongres, seminar, conversation, dan musyawarah kerja.

    b) Vacational Tourism

    Yaitu jenis pariwisata dimana orang-orang yang melakukan perjalanan

    wisata terdiri dari orang-orang yang sedang berlibur dan cuti.

    c) Educational Tourism

    Yaitu jenis pariwisata dimana pengunjung atau orang yang melakukan

    perjalanan untuk tujuan studi atau mempelajari suatu bidang ilmu

    pengetahuan.

    4) Menurut saat atau waktu berkunjung

    a) Seasonal Tourism

    Yaitu jenis pariwisata yang kegiatannya berlangsung pada musim-

    musim tertentu, termasuk di dalamnya adalah Summer Tourism atau

    Wimter Tourism, yang biasanya ditandai dengan kegiatan olah raga.

    b) Occational Tourism

    Yaitu jenis pariwisata dimana perjalanan wisatanya dihubungkan

    dengan kejadian (occusion) atau suatu event, misalnya Sekaten di

    Solo.

    5) Pembagian menurut obyeknya

    a) Cultural Tourism

    Yaitu jenis pariwisata dimana motivasi orang-orang untuk melakukan

    perjalanan disebabkan karena adanya daya tarik atau seni budaya suatu

  • 38

    tempat atau daerah. Jadi, obyek kunjungannya adalah warisan nenek

    moyang, benda-benda kuno.

    b) Recuperational Tourism

    Yaitu biasa disebut dengan pariwisata kesehatan, tujuannya adalah

    untuk menyembuhkan suatu penyakit. Misalnya mandi di suatu sumber

    air panas.

    c) Commercial Tourism

    Disebut dengan pariwisata perdagangan, karena perjalanan wisata ini

    dikaitkan dengan kegiatan perdagangan nasional ataupun internasional.

    d) Sport Tourism

    Yaitu perjalanan orang-orang yang bertujuan untuk melihat atau

    menyaksikan suatu pesta olah raga di suatu negara.

    e) Political Tourism

    Biasa disebut dengan pariwisata politik, yaitu suatu perjalanan yang

    tujuannya melihat suatu peristiwa yang berhubungan dengan kejadian

    suatu negara.

    f) Social Tourism

    Pariwisata sosial hendaknya jangan diasosiasikan sebagai suatu

    pariwisata yang berdiri sendiri. Pengertian ini hanya dilihat dari segi

    penyelenggaraannya yang tidak menekankan pada mencari keuntungan

    saja.

    g) Religion Tourism

    Jenis pariwisata dimana tujuan perjalanan yang dilakukan adalah untuk

    melihat atau menyaksikan upacara-upacara keagamaan. Misalnya naik

    haji bagi yang beragama Islam (Oka A. Yoeti, 1996: 120).

    Dari jenis dan macam pariwisata diatas dapat disimpulkan bahwa

    pariwisata Keraton Kasunanan Surakarta merupakan jenis pariwisata budaya

    (cultural tourism), di mana bila pengunjung datang pada saat yang pas atau

  • 39

    sedang ada event misalnya sekaten di Solo pariwisata ini bisa menjadi

    occational tourism. Pariwisata di Keraton Kasunanan merupakan jenis

    pariwisata aktif, karena mendatangkan devisa bagi pemerintah setempat.

    Keraton Kasunanan selain dijadikan tempat berlibur, juga bisa menambah

    pengetahuan tentang kesejarahannya sehingga bersifat education.

    c. Manfaat Pariwisata

    Pariwisata merupakan suatu industri yang terus berkembang dengan

    baik di Indonesia maupun di dunia. Bagi negara-negara yang telah maju,

    kepariwisataan merupakan bagian dari kebutuhan hidup. Kegiatan

    kepariwisataan bahkan sudah merupakan aktivitas dan permintaan yang wajar

    untuk dipenuhi. Adapun manfaat pariwisata antara lain :

    1) Manfaat Ekonomi

    a) Memperluas kesempatan kerja dan kesempatan berusaha. Usaha

    kepariwisataan dengan segala kaitannya membutuhkann tenaga kerja

    yang banyak sehingga bersifat padat karya sehingga sangat membantu

    dalam memecahkan masalah pengangguran.

    b) Memperbesar penerimaan devisa negara yang bersumber dari

    pengeluaran wisatawan luar negeri karena itu dapat memperbaiki neraca

    pembayaran negara.

    c) Meningkatkan pendapatan masyarakat di daerah tujuan wisata (DTW)

    yang berasal dari pengeluaran-pengeluaran yang dibelanjakan oleh para

    wisatawan mancanegara maupun wisatawan nusantara.

    d) Memperbesar pendapatan pemerintah pusat maupun daerah berupa pajak

    termasuk bea cukai.

    e) Memperbesar penanaman modal baik oleh pemerintah maupun oleh

    swasta di berbagai sektor yang langsung berhubungan dengan

    pembangunan sarana dan fasilitas kepariwisataan maupun yang

    mendukung pembangunan kepariwisataan.

  • 40

    f) Meningkatkan produksi serta transaksi barang-barang guna memenuhi

    kebutuhan yang timbul karena perjalanan dan kunjungan.

    g) Meningkatkan kepariwisataan dan menumbuhkan usaha-usaha ekonomi

    dalam kerangka pembangunan ekonomi nasional.

    h) Mendorong pembangunan prasarana dan sarana terutama di daerah yang

    tidak memiliki potensi ekonomi kecuali dengan diselenggarakannya

    kegiatan kepariwisataan.

    2) Manfaat sosial-budaya dan lingkungan hidup

    a) Mendorong pemeliharaan pembangunan nilai-nilai budaya bangsa,

    menghidupkan kembali seni tradisional yang hampir punah serta

    meningkatkan mutu seni, baik seni tari, seni ukir, seni lukis maupun

    seni budaya lainnya.

    b) Menumbuhkan rasa kesatuan dan persatuan bangsa sebagai akibat

    dikembangkannya pengenalan terhadap kekayaan budaya bangsa dan

    tanah air.

    c) Meningkatkan rasa penghargaan terhadap seni budaya sendiri.

    d) Kontak-kontak langsung yang terjadi antara wisatawan dan masyarakat

    yang dikunjunginya, sedikit banyak akan menghembuskan nilai hidup

    baru dalam arti memperluas cakrawala pandangan pribadi terhadap nilai-

    nilai kehidupan lain. Manusia akan belajar menghargai nilai-nilai orang

    lain dan memperluas nilai-nilai pribadi, karena nilai pribadi yang ramah

    merupakan daya tarik yang dihargai orang asing.

    e) Pariwisata dapat mendorong terciptanya lingkungan hidup yang serasi

    dan harmonis, oleh karena itu wisatawan yang mempunyai tujuan pokok

    untuk rekreasi, menginginkan suatu lingkungan yang menimbulkan

    suasana baru dari kejenuhan kehidupan mereka sehari-hari (Oka A.

    Yoeti, 1996: 79).

    d. Obyek Wisata

  • 41

    Obyek wisata yaitu segala sesuatu yang menjadi daya tarik bagi orang

    untuk mengunjungi suatu daerah tertentu. Menurut Marriotti seperti dikutip

    Oka A. Yoeti (1996 : 174) ada hal-hal yang dapat menarik orang untuk

    berkunjung ke suatu tempat daerah tujuan wisata, diantaranya adalah :

    1) Benda-benda yang tersedia dan terdapat di alam semesta yang bersifat

    alamiah. Misalnya iklim, bentuk tanah dan pemandangan, hutan belukar,

    flora dan fauna, kawah, sungai, karang dan ikan di bawah laut, gua-gua,

    tebing, lembah, dan gunung

    2) Hasil cipta manusia meliputi :

    a) Monumen bersejarah dan sisa peradapan masa lampau. Keraton

    kasunanan merupakan jenis ini.

    b) Museum, galeri seni, perpustakaan, kesenian rakyat.

    c) Acara tradisional, pameran, festival, upacara naik haji, dan upacara

    perkawinan.

    d) Rumah-rumah beribadah seperti masjid, kuil, candi dan pura.

    3) Tata cara hidup masyarakat misalnya bagaimana kebiasaan hidup suatu

    masyarakat dan adat-istiadatnya.

    e. Wisatawan

    Suatu daerah pariwisata akan hidup atau mengalami perkembangan

    jika di daerah wisata tersebut terdapat wisatawan. Banyak atau sedikitnya

    wisatawan yang berkunjung dapat menjadi indikator bagus tidaknya suatu

    tempat wisata. Wisatawan merupakan pengunjung sementara yang tinggal

    sekurang-kurangnya 24 jam di negara yang dikunjungi dan tujuan

    perjalanannya dapat digolongkan sebagai berikut :

    1) Pesiar yaitu untuk keperluan rekreasi, liburan, kesehatan, studi,

    keagamaan, dan olah raga.

    2) Hubungan dagang, sanak keluarga, handai taulan, konferensi- konferensi,

    dan misi.

  • 42

    Pelancong ialah pengunjung sementara yang tinggal di negara yang

    dikunjungi kurang dari 24 jam (termasuk pelancong dalam perjalanan kapal

    pesiar) (Oka . A yoeti, 1996: 134). Dalam prakteknya terdapat banyak batasan

    mengenai apa yang dimaksud dengan wisatawan. Dalam Intruksi Presiden

    No. 9/1969 dinyatakan bahwa wisatawan adalah setiap orang yang berpergian

    dari tempat tinggalnya untuk berkunjung ke tempat lain dengan menikmati

    perjalanan dari kunjungan itu.

    Dari sudut pandang ekonomi negara penerima wisatawan, wisatawan

    internasional dapat dibagi menjadi 2 kategori :

    1) Yang benar-benar wisatawan (holiday makers) yang mengadakan perjalanan

    untuk kesenangan,

    2) Yang datang untuk keperluan usaha atau pekerjaan (business), studi, dan

    misi.

    Dalam prakteknya, keduanya adalah konsumen dan pembawa devisa.

    Yang perlu diperhatikan ialah bahwa mereka tidak melakukan kegiatan

    yang bersifat produktif di negara yang dikunjunginya, serta tidak pula

    melakukan pekerjaan yang mendapatkan bayaran. Dengan kata lain, uang yang

    mereka belanjakan tidak diperoleh dan bukan berasal dari negara yang

    dikunjungi (Oka . A yoeti, 1996: 185).

    Banyak orang asing yang berdatangan ke suatu negara, tapi mereka

    belum tentu sedang dalam keadaan wisata. Sebagian dari mereka ada yang

    bekerja dan yang berwisata. Orang asing yang bisa dianggap sebagai

    wisatawan, mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :

    1) Mereka yang mengadakan perjalanan untuk kesenangan karena alasan

    keluarga, kesehatan, dan rekreasi.

    2) Mereka yang mengadakan perjalanan untuk keperluan perternuan-

    perternuan atau karena tugas-tugas tertentu (ilrnu pengetahuan, tugas

    pemerintahan, diplomasi, agama, dan olah raga)

    3) Mereka yang mengadakan perjalanan dengan tujuan usaha.

  • 43

    4) Mereka yang datang dalam rangka perjalanan dengan kapal laut walaupun

    tinggal di suatu negara kurang dari 24 jam (Oka A. Yoeti, 1985: 147).

    Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa wisatawan adalah

    setiap orang yang melakukan perjalanan dari tempat tinggalnya ke tempat lain

    dengan menikmati perjalanan dan kunjungannya itu, baik dengan tujuan

    berwisata ataupun bekerja.

    Berdasarkan sifat perjalanannya dan lokasi di mana perjalanan wisata

    dilakukan, wisatawan dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

    1) Wisatawan Asing (Foreign Tourist) adalah orang asing yang melakukan

    perjalanan wisata, yang datang memasuki suatu negara lain yang bukan

    merupakan negara di mana biasanya tinggal. Wisatawan asing disebut juga

    wisatawan mancanegara atau disingkat Wisman.

    2) Domestic Foreign Tourist adalah orang asing yang berdiam atau bertempat

    tinggal di suatu negara karena tugas, dan melakukan perjalanan wisata di

    wilayah negara di mana ia tinggal. Misalnya, staf kedutaan Belanda yang

    mendapat cuti tahunan dan tidak pulang ke Belanda, melainkan melakukan

    perjalanan wisata di Indonesia (tempat bertugas).

    3) Wisatawan Domestik (Domestic Tourist) ialah seorang waga negara suatu

    negara yang melakukan perjalanan wisata dalam batas wilayah negaranya

    sendiri tanpa melewati perbatasan negaranya. Misalnya, warga negara

    Indonesia yang melakukan perjalanan ke Bali atau Danau Toba. Wisatawan

    ini disebut juga wisatawan dalam negeri atau wisatawan nusantara (Wisnu).

    4) Indigenous Foreign Tourist merupakan warga negara suatu negara tertentu

    yang karena tugasnya atau jabatannya berada di luar negara asalnya dan

    melakukan perjalanan wisata di wilayah negaranya sendiri. Misalnya, warga

    negara Perancis yang bertugas sebagai konsultan di perusahaan asing di

    Indonesia, ketika liburan ia kembali ke Perancis dan melakukan perjalanan

    wisata di sana. Jenis wisatawan ini merupakan kebalikan dari Domestic

    Foreign Tourist.

  • 44

    5) Transit Tourist adalah wisatawan yang sedang melakukan perjalanan ke

    suatu negara tertentu, yang terpaksa mampir atau singgah pada suatu

    peiabuhan/airport/stasiun bukan atas kemauannya sendiri.

    6) Business Tourist adalah orang yang melakukan perjalanan untuk tujuan

    bisnis, bukan wisata, tetapi perjalanan wisata dilakukannya setelah tujuan

    utamanya selesai. Jadi, perjalanan wisata merupakan tujuan sekunder, yaitu

    setelah tujuan primer (bisnis) selesai (Oka .A Yoeti, 1996: 143).

    3. Keraton

    a. Pengertian Keraton

    Menurut Purwodarminto (1976: 489) dalam Kamus Besar Bahasa

    Indonesia Keraton diartikan sebagai istana raja, kerajaan. Kata keraton berasal

    dari kata dasar ( Jawa : Lingga ) Ratu ditambah awalan Ka dan akhiran an

    menjadi Ka-ra-tu-an. Kemudian dipercepat pengucapanya menjadi karaton

    yang berarti tempat tinggal atau kediaman resmi ratu atau raja dengan

    keluarganya (Sri Winarni, 2004 : 26).

    Berdasarkan istilah tersebut Sri Winarni menjelaskan keraton menjadi

    dua pengertian yaitu :

    1) Keraton berarti rumah atau tempat tinggal ratu. Dalam pengertian ini keraton

    sama dengan istana (Palace)

    2) Keraton berarti negara (nagari) yaitu daerah atau wilayah tertentu yang

    diperintahkan oleh ratu. Dalam pengertian ini kraton sama denngan kerajaan

    (Kingdom)

    Berdasarkan pandangan Orang Jawa, kraton berasal dari kata

    karatyan atau keraton yang umum disebut sebagai kedhaton, pura, atau puri

    yang merupakan tempat raja bermukim (W.D. Miranti, 2003 : 13). Menurut

    Darsiti Soeratman (1989 : 1) istilah keraton menunjukan tempat kediaman ratu

    atau raja, yang mempunyai beberapa makna : (1) Berarti negara atau kerajaan,

  • 45

    (2) Berarti pekarangan raja yang meliputi wilayah dalam ceputi (tembok yang

    mengelilingi halaman) Baluwarti, (3) Pekarangan raja meliputi wilayah di dalam

    ceputi ditambah alun-alun.

    Keraton merupakan bangunan yang unik berukuran luas dengan

    struktur bangunan yang bersifat khusus. Keraton adalah tempat suci raja, oleh

    karena itu penguasa tradisional lainnya, misalnya Kadipaten tidak diperkenakan

    duduk di dhampar atau singgasana raja, jadi keraton merupakan tempat

    kedudukan khusus raja (Darsiti Soeratman,1989: 1). K.M Tanjung (2005 : 10)

    juga mengatakan bahwa istilah keraton merupakan kediaman ratu atau raja yang

    meliputi tempat tinggal (kedhaton) dengan halaman atau pekarangan yang

    dibatasi pagar atau tembok cepuri Baluwarti.

    Beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa keraton adalah

    pekarangan raja yang meliputi wilayah di dalam cepuri (tembok yang

    mengelilingi keraton) Baluwarti dan alun-alun, yang dihuni oleh raja atau ratu

    bersama keluarganya dengan bangunan-bangunan tempat pangeran dan para

    bangsawan tinggal dan bekerja.

    b. Fungsi Keraton

    Dahulu Keraton Surakarta merupakan sebuah negara (nagari) yang

    memiliki susunan asli pemerintahan sendiri (otonomi), meliputi daerah atau

    wilayah tertentu dan rakyat (kawula alit) tertentu. Keraton Surakarta telah ada

    jauh sebelum berdirinya Negara Republik Indonesia yaitu sebagai negara yang

    mempunyai pemerintahan sendiri (berdaulat) yang dikepalai oleh seorang raja

    dengan sistem pemerintahan yang bersifat turun-temurun. Sebelum Indonesia

    merdeka, Keraton Surakarta memiliki pemerintahan sendiri yang sering dikenal

    dengan swapradja (atau pemerintahan sendiri) atau di dalam Bahasa Belanda

  • 46

    dikenal dengan istilah verstandland (daerah kekuasaan raja). Dengan

    demikian Keraton Surakarta merupakan peninggalan kenegaraan asli Indonesia

    Pada tahun 1746 Keraton Surakarta didirikan oleh Pakubuwono II

    untuk dijadikan pengganti Keraton Kartasura yang telah hancur karena serangan

    musuh yang semula adalah pusat Kerajaan Mataram. Setelah mendiami Keraton

    selama 3 tahun Paku Buwono wafat (1749) dan penggantinya memerintah

    sebagai raja sampai tahun 1755. Dengan demikian, selama 9 tahun Keraton

    Surakarta berkedudukan sebagai pusat Kerajaan Mataram (Darsiti Soeratman,

    1989 : 1).

    Sebelum terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia, Keraton

    Surakarta merupakan sebuah lembaga masyarakat yang berdasarkan pada ikatan

    kekeluargaan dan kekerabatan dari trah Mataram yang memiliki hubungan

    darah atau keturunan Susuhunan sebagai pengayom atau pelindung kerabat

    Keraton serta pengemban budaya Jawa (Sri Winarti 2004: 52). Setelah merdeka

    17 Agustus 1945 maka lahirlah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ikut

    mempengaruhi keberadaan Keraton Surakarta. Mulai tanggal 5 Juni 1947 distrik

    Surakarta termasuk Keraton Surakarta menjadi bagian dari Republik Indonesia.

    Sejak itu Keraton dengan segala aparaturnya sudah tidak lagi memiliki

    kekuasaan politik, berbeda dengan yang dahulu bahwa Keraton merupakan

    sebuah Negara (Jawa : Nagari) yang bernama Nagari Surakarta Hadiningrat

    yang berfungsi layaknya sebuah negara.

    Adapun fungsi keraton menurut Sri Winarni (2004 : 28) adalah

    sebagai berikut :

    1) Sebagai wahyu ratu, sumber budaya Jawa atau peninggalan kebudayaan

    leluhur ratu Jawa.

    2) Sebagai wujud atau bentuk peninggalan sejarah.

    3) Sebagai bentuk asli Negara Indonesia yang memiliki tata susunan asli kultur

    Jawa yang diperintah oleh raja Jawa secara turun-temurun dan menjadi pusat

    pemerintahan.

  • 47

    4) Sebagai tempat tinggal atau kediaman resmi ratu Jawa beserta kerabat atau

    keluarganya

    Kota Surakarta sebelum perang dunia ke II pernah terbagi menjadi

    dua wilayah yang dipisahkan oleh rel kereta api jurusan Wonogiri. Rel tersebut

    hingga sekarang masih ada dan terletak di jalan Slamet Riyadi. Di sebelah

    selatan rel masuk wilayah Keraton Surakarta dan di sebelah utara rel masuk

    daerah Kadipaten Mangkunegaran yang berdiri sejajar dengan Kasunanan (Heru

    Suharno, 1994: 15).

    Bangunan Keraton sebagai situs budaya dapat digunakan sebagai

    sumber pembelajaran sejarah karena kedua bengunan itu mengandung nilai

    historis (K.M Tanjung. 2005 : 4). Nilai-nilai historis dapat berupa latar belakang

    penelitian sejarah yang berkaitan dengan hal-hal yang nampak sebagai

    peninggalan sejarah tersebut (I Gede Widja, 1989: 22). Latar belakang sejarah

    juga mendapat perhatian dari guru sejarah karena disinilah unsur-unsur

    inspiraktif atau edukatif bisa diungkap. Dalam penelitian ini Keraton berfungsi

    sebagai tempat pariwisata budaya atau cultural tourism.

  • 48

    B. KERANGKA BERFIKIR

    Kerangka berfikir merupakan alur penalaran yang didasarkan pada

    masalah penelitian yang digambarkan dengan skema secara holistik dan

    sistematik. Kerangka berfikir dalam penilitian ini adalah sebagai berikut :

    Gambar 1. Bagan Kerangka Berfikir

    Keterangan :

    Kebudayaan Jawa adalah segala sesuatu yang bersangkutan atau

    berhubungan dengan budi dan akal pikiran yang menciptakan suatu peradaban

    yang berkembang di Jawa. Kebudayaan Jawa juga terbentuk di Surakarta karena

    daerah ini merupakan daerah Keraton Kasunanan Surakarta, yang merupakan

    Kebudayaan Jawa

    Keraton Kasunanan

    Pariwisata

    Wisatawan meningkat

    Peningkatan pendapatan asli

    daerah dan upaya

    pelestarian

    Pengembangan

    pariwisata

  • 49

    pusat pemerintahan saat Kerajaan Mataram, dari keraton inilah muncul suatu

    kebudayaan yang lahir menjadi sebuah peradaban bagi daerah dan masyarakat

    sekitar.

    Pada era sekarang Keraton Kasunanan Surakarta bukan lagi menjadi

    pusat pemerintahan melainkan hanya sebagai simbol kekuasaan raja saja.

    Keraton Kasunanan Surakarta memiliki nilai kesejarahan, nilai estetika, nilai

    etika dan nilai edukatif yang memadai. Hal itulah yang menyebabkan

    Pemerintah Kota Solo mengembangkan Keraton Kasunanan Surakarta bukan

    saja hanya sebagai simbol kekuasaan raja tetapi juga dibentuk sebagai tempat

    wisata yang memiliki berbagai kelebihan. Hal ini diwujudkan dengan

    membangun fasilitas-fasilitas yang mendukung pariwisata keraton. Hal ini

    dilakukan agar wisatawan tertarik untuk mengunjungi Keraton Kasunanan

    Surakarta.

    Kunjungan wisatawan ini akan mengakibatkan beberapa dampak yang

    saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya, baik dari segi ekonomi, sosial,

    dan budaya. Misalnya, kunjungan wisatawan mempunyai dampak ekonomi

    kepada daerah tujuan wisata yang didatangi, baik secara langsung maupun tidak

    langsung. Dampak langsung adalah dengan adanya kunjungan wisatawan, maka

    akan menciptakan permintaan terhadap fasilitas-fasilitas yang berkaitan dengan

    jasa industri pariwisata seperti hotel/losmen, rumah makan, sarana

    angkutan/travel biro dan jenis hiburan lainnya. Dampak tidak langsung adalah

    perkembangan di bidang pariwisata akan meningkatkan juga bidang-bidang

    lainnya. Kehidupan sosial daerah sekitar wisata Keraton Kasunanan akan terasa

    kental norma-norma yang berlaku. Dalam kehidupan budaya, masyarakat sekitar

    lebih open minded terhadap karakteristik manusia, karena karakteristik setiap

    wisatawan berbeda-beda

    Pariwisata Keraton dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah

    (PAD) Kota Solo secara otomatis. Apabila PAD tinggi maka kesejahteraan

    warga Solo juga akan mengalami peningkatan, selain itu juga pariwisata ini

  • 50

    menjadi salah satu cara untuk menjaga kelestarian budaya, karena dengan PAD

    yang meningkat maka pemerintah juga akan memiliki anggaran tersendiri untuk

    melakukan perbaikan di Keraton Kasunanan Surakarta.

    BAB III

    METODOLOGI PENELITIAN

    A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan

    1. Tempat Penelitian

    Tempat atau lokasi pelaksanaan yang berkaitan dengan sasaran atau

    permasalahan penelitian juga merupakan salah satu jenis sumber data yang bisa

    dimanfaatkan oleh peneliti (H.B. Sutopo, 2002 : 52). Sumber tempat yang

    dimaksud adalah tempat dimana penelitian dilaksanakan. Dalam penelitian ini

    peneliti mengambil lokasi di sekitar lingkungan Keraton Kasunanan Surakarta.

    Dari pemahaman lokasi dan lingkungannya peneliti bisa secara cermat mencoba

    mengkaji dan secara krirtis menarik kemungkinan kesimpulan yang berkaitan

    dengan permasalahan penelitian

    2. Waktu Penelitian

    Penelitian ini dilaksanakan sejak disetujuinya judul skripsi ini, yaitu

    November 2008 sampai dengan November 2009.

    Tabel 1. Waktu Penelitian

    Bulan

    2008 2009

    No Jenis Kegiatan

    Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Juli Agus Okt Nov

    Persiapan

    a.Pengajuan judul x

    1

    b. Penyusunan Prop. x

  • 51

    c. Permohonan izin X

    d.Membuat instrumen X

    Pelaksanan Penelitian

    a. Pengumpulan data x x x x x

    b. Analisis data x x x x x

    2

    c. kesimpulan x

    3 Penyusunan laporan x x

    B. Bentuk dan Strategi Penelitian

    1. Bentuk penelitian

    Bentuk penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif.

    Penelitian kualitatif yaitu penelitian yang menghasilkan karya ilmiah yang

    menggunakan data deskriptif yang berupa kata-kata tertulis atau lisan dengan

    orang-orang atau perilaku yang dapat diamati terhadap status kelompok orang

    atau manusia, suatu obyek, dan suatu kelompok kebudayaan (Lexy J. Moleong

    1991:3). Metode deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah

    yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan subyek atau

    obyek penelitian (seseorang, lembaga, dan masyarakat) pada saat sekarang

    berdasarkan pada fakta-fakta yang tampak (Hadari Nawawi, 1995:63).

    Adapun ciri-ciri pokok dari metode deskriptif adalah (a) memusatkan

    perhatian pada masalah-masalah yang ada pada saat penelitian dilakukan (saat

    sekarang) atau masalah-masalah yang aktual, (b) menggambarkan fakta-fakta

    tentang masalah yang diselidiki, diiringi dengan interpretasi nasional (Hadari

    Nawawi, 1995:64). Pada penelitian kualitatif, teori dibatasi pada pengertian: suatu

    pernyataan sistematis yang berkaitan dengan seperangkat proporsi yang berasal

    dari data dan diuji kembali secara empiris (Lexy J. .Moelong, 1991: 9). Dari

    pernyataan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa penelitian deskriptif

    kualitatif merupakan suatu cara dalam meneliti peristiwa masa sekarang dengan

    mendasarkan pada suatu teori yang diujikan kembali dan menghasilkan data-data

    deskriptif yang berupa kata-kata tertulis atau lisan orang-orang tertentu atau

    perilaku yang diamati dengan menggunakan langkah-langkah tertentu.

  • 52

    2. Strategi penelitian

    Ditinjau dari inti masalah yang diselidiki, teknik, alat yang digunakan,

    serta tempat dan waktu penelitian yang dilakukan, penelitian deskriptif kualitatif

    terdiri atas beberapa jenis dan diantaranya adalah studi kasus. Studi kasus

    merupakan strategi penelitian yang fokus permasalahanya terletak pada fenomena

    kontemporer (masa kini) di dalam konteks kehidupan nyata, dimana batasan

    antara fenomena dengan konteks tersebut tidak jelas, sehingga perlu banyak

    sumber-sumber fakta (Robert.K.Yin, 2000)

    Moh.Nazir (1983:66) berpendapat studi kasus atau penelitian kasus (case

    study) adalah penelitian tentang status subyek penelitian dan yang dimaksud

    dengan etnografis adalah usaha untuk menguraikan kebudayaan atau aspek-aspek

    kebudayaan.

    Strategi peneltian yang digunakan adalah studi kasus terpancang tunggal.

    Menurut Yin penelitian studi kasus adalah suatu penelitian yang menyelidiki

    sebuah fenomena aktual yang terjadi dalam konteks kehidupan, sehingga

    diperlukan banyak sumber-sumber fakta (Robert.K.Yin, 1987 : 23). Penelitian ini

    menggunakan studi kasus karena penelitian ini mengkaji mengenai

    pengembangan pariwisata yang dilakukan terhadap Keraton Kasunanan Surakarta,

    serta pengaruh atau manfaat yang ditimbulkan dari pengembangan pariwisata

    tersebut terhadap masyarakat di sekitarnya. Menurut Hermawan Wasito (1993:70)

    dalam studi kasus, penelitian dilakukan terhadap satu aspek tertentu yang telah

    ditentukan. Menggunakan studi kasus terpancang karena variabel yang menjadi

    permasalahan telah ditentukan terlebih dahulu oleh peneliti. Terpancang tunggal

    karena dalam penelitian ini peneliti terarah pada satu karakteristik, artinya

    penelitian ini hanya dilakukan pada satu sasaran. Sasaran penelitian adalah

    meneliti kegiatan kepariwisataan di Keraton Kasunanan Surakarta. Menurut

    Sutopo pada penelitian terpancang peneliti sudah memilih dan menentukan

    variabel yang menjadi fokus utamanya sebelum memasuki lapangan studinya

    (Sutopo, 2002:112). Dalam penelitian ini sasaran yang akan diteliti sudah

    ditentukan sebelum peneliti terjun ke lapangan dengan mengambil aspek yaitu

  • 53

    lingkungan Keraton Kasunanan Surakarta yang terletak di Kelurahan Baluwarti,

    Kecamatan Pasar Kliwon, Kota Surakarta, Propinsi Jawa Tengah.

    C. Sumber Data

    Sumber data merupakan bagian yang sangat penting bagi peneliti karena

    ketepatan memilih dan menentukan jenis sumber data akan menentukan ketepatan

    dan kekayaan data atau informasi yang diperoleh (H.B Sutopo, 2002:102).

    Menurut Suharsini Arikunto (1993:102) yang dimaksud dengan sumber data

    dalam peneltian adalah subyek dari mana data diperoleh. Adapun sumber data

    yang digunakan dalam penelitian ini antara lain :

    1. Informan

    Informan merupakan sumber data yang sangat penting karena bisa

    menjadi sumber data primer dengan segala informasi yang dimilikinya. Informan

    adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan

    kondisi penelitian (Lexy J. Moloeng, 2002:62). Informan-informan yang menjadi

    sumber data dalam penelitian ini adalah :

    a. Pengelola Keraton Kasunanan Surakarta.

    b. Pejabat terkait di lingkungan Dinas Pariwisata dan BAPPEDA Kota Surakarta.

    c. Pejabat terkait di lingkungan Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Propinsi

    Jawa Tengah.

    d. Masyarakat sekitar keraton.

    e. Wisatawan yang terdiri dari domestik dan foreign.

    2. Tempat dan Peristiwa

    Informan merupakan sumber data penting, tetapi tempat dan peristiwa

    yang terjadi di dalam dan di sekitarnya juga mempunyai peran yang sangat

    penting. Tempat dalam penelitian ini adalah bangunan Keraton Kasunanan

    Surakarta dan benda-benda yang ada di dalamnya, sedang peristiwa yang

    dimaksud merupakan peristiwa-peristiwa yang terjadi di dalam Keraton Surakarta

  • 54

    dan sekitarnya yang ada kaitannya dengan permasalahan penelitian, misalnya ada

    acara Grebeg Maulud dan Tingalan Jumenengan PB XII.

    3. Dokumen

    Dokumen atau arsip merupakan bahan tertulis yang dapat digunakan

    sebagai sumber data untuk memperoleh informasi tentang situasi dan kondisi pada

    masa lampau yang sangat berkaitan erat dengan kondisi peristiwa yang saat ini

    sedang dipelajari. Menurut Lexy J. Moloeng (2002:178) dokumen resmi terbagi

    dalam dokumen internal dan dokumen eksternal. Dokumen internal berupa memo,

    pengumuman, instruksi, aturan suatu lembaga masyarakat tertentu yang

    digunakan dalam kalangan sendiri. Dokumen eksternal berisi bahan-bahan

    informasi yang dihasilkan oleh suatu lembaga sosial, misalnya majalah, buletin,

    berita yang disiarkan kepada media massa. Dalam dokumen juga terdapat

    beragam gambar yang berkaitan dengan aktifitas dan kondisi yang diperlukan

    sehingga bisa dimanfaatkan sebagai sumber data. Gambar bisa berupa gambar apa

    saja yang memang berkaitan dengan masalah yang dikaji.

    Dalam penelitian ini dokumen dan arsip yang akan digunakan adalah

    berupa dokumen dan arsip yang ada di Dinas Pariwisata, BAPPEDA Kota

    Surakarta, Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Propinsi Jawa Tengah serta

    buku-buku yang ada kaitannya dengan permasalahan penelitian ini yang diperoleh

    dari perpustakaan. Gambar digunakan sebagai sumber data adalah gambar peta

    Kota Surakarta dan gambar berupa foto-foto dari Keraton Kasunanan Surakarta

    serta foto dari lingkungan di sekitar Keraton Kasunanan Surakarta.

    D. Teknik Pengumpulan Data

    Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini merupakan cara-cara

    yang ditempuh peneliti untuk memperoleh data yang diperlukan sehingga data-

    data yang dipergunakan menjadi sempurna dan dapat dipertanggungjawabkan.

    Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan adalah :

    1. Observasi

  • 55

    Teknik observasi digunakan untuk mendapatkan data-data dari sumber

    data berupa peristiwa, tempat atau lokasi, benda, dan rekaman gambar. Menurut

    Hadari Nawawi (1995:100), observasi adalah pengamatan dan pencatatan secara

    sistematik terhadap gejala yang tampak terhadap obyek penelitian. Spradly (1980)

    dalam H.B Sutopo (2002:65) menjelaskan bahwa pelaksanaan teknik dalam

    observasi dibagi menjadi dua yaitu : (1) Observasi tak berperan sama sekali,

    dimana kehadiran peneliti sama sekali tidak diketahui oleh subyek yang diamati,

    (2) Observasi berperan, dimana peneliti mendatangi tempat atau lokasi penelitian

    dan kehadirannya diketahui oleh yang diamati. Observasi berperan dibedakan lagi

    menjadi tiga yaitu : (1) Observasi berperan pasif, dimana peneliti hanya

    mendatangi lokasi tetapi sama sekali tidak berperan sebagai apapun selain sebagai

    pengamat pasif namun hadir dalam konteksnya, (2) Observasi berperan aktif,

    peneliti mengambil studi di lokasi dan juga mengambil bagian nyata dalam

    kegiatan yang ditelitinya disamping terlibat dalam percakapan atau menyimak apa

    yang dibicarakan oleh sasaran pengamatan, (3) Observasi berperan penuh, peneliti

    memiliki peran penuh, peneliti benar-benar terlibat dalam kegiatan yang

    ditelitinya.

    Dari berbagai teknik yang ada, dalam penelitian ini digunakan teknik

    observasi berperan aktif, karena peneliti terlibat dalam percakapan, menyimak apa

    yang dibicarakan mengenai sasaran pengamatan, serta mencatat dan

    mengumpulkan keterangan-keterangan yang diperoleh dalam obyek penelitian.

    2. Wawancara

    Teknik wawancara merupakan teknik yang paling banyak digunakan

    dalam penelitian kualitatif, terutama di lapangan. Menurut Lexy .J. Moleong

    (2002:135) wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu yang dilakukan

    oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan

    dan yang diwawancarai (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan

    tersebut. Wawancara harus dilakukan dengan efektif, artinya dalam waktu

    sesingkat-singkatnya dapat diperoleh data sebanyak-banyaknya (Suharsimi,

    Arikunto 1993:198).

  • 56

    Sebelum mengadakan wawancara, maka diadakan persiapan dengan

    menghubungi informan dan menyusun sejumlah pertanyaan atau yang disebut

    teknik wawancara terencana yaitu teknik wawancara dengan terlebih dahulu

    mempersiapkan daftar pertanyaan dengan menggunakan bantuan alat tulis

    (Koentjoroningrat 1983:138).

    Hal tersebut bertolak belakang dengan anggapan H.B Sutopo wawancara

    dalam penelitian kualitatif dilakukan secara tidak terstruktur atau sering disebut

    dengan teknik wawancara mendalam, sehingga wawancara bersifat open-ended

    dan mengarah kedalaman informasi, serta dilakukan dengan cara yang tidak

    secara formal terstruktur, guna menggali pandangan subyek yang diteliti tentang

    banyak hal yang sangat bermanfaat untuk menjadi dasar bagi penggalian

    informasinya secara lebih jauh dan mendalam. Dalam hal ini posisi subjek lebih

    berperan sebagai informan daripada responden (H.B Sutopo 2002:59).

    Peneliti memutuskan untuk menggunakan teknik wawancara bebas

    terbuka sehingga informan dengan sukarela memberikan keterangan-keterangan

    sesuai dengan masalah yang diteliti. Tanpa harus kehilangan benang merah antara

    judul penelitian dengan hasil wawanca