snh

33
BAB II TINJAUAN PUSTAKA II. 1. Stroke Non Hemoragik II. 1. 1. Definisi Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah gangguan neurologic mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui system suplai arteri otak. (1,2,12) . Pada stroke, terjadi hipoksia serebrum yang menyebabkan cedera dan kematian sel-sel neuron. Kerusakan otak karena stroke, terjadi sebagai akibat pembengkkan dan edema yang timbul dalam 24 – 72 jam pertama setelah kematian sel neuron. Stroke non hemoragik merupakan jenis stroke yang paling sering terjadi, + 85%, sisanya sekitar 10-15% merupakan stroke hemoragik. (1,3) Stroke non hemoragik adalah sindroma klinis yang awalnya timbul mendadak, cepat berupa defisit neurologis fokal atau global yang berlangsung 24jam atau lebih atau langsung menimbulkan kematian yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non traumatik. (12) II. 1. 2. Patofisiologi (1,2,4,5) 18

Upload: ryad13

Post on 26-Oct-2015

31 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

SNH

TRANSCRIPT

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II. 1. Stroke Non Hemoragik

II. 1. 1. Definisi

Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah gangguan neurologic mendadak yang terjadi

akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui system suplai arteri otak. (1,2,12) .

Pada stroke, terjadi hipoksia serebrum yang menyebabkan cedera dan kematian sel-sel

neuron. Kerusakan otak karena stroke, terjadi sebagai akibat pembengkkan dan edema yang

timbul dalam 24 – 72 jam pertama setelah kematian sel neuron. Stroke non hemoragik

merupakan jenis stroke yang paling sering terjadi, + 85%, sisanya sekitar 10-15%

merupakan stroke hemoragik. (1,3)

Stroke non hemoragik adalah sindroma klinis yang awalnya timbul mendadak, cepat

berupa defisit neurologis fokal atau global yang berlangsung 24jam atau lebih atau langsung

menimbulkan kematian yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non traumatik. (12)

II. 1. 2. Patofisiologi (1,2,4,5)

Faktor-faktor yang mempengaruhi aliran darah di otak :

- Pembuluh darah atau arteri, dapat menyempit oleh proses aterosklerosis atau tersumbat

thrombus / embolus. Pembuluh darah dapat pula tertekan oleh gerakan dan perkapuran di

tulang (vertebrae) leher.

- Kelainan jantung, di mana jika pompa jantung tidak teratur dan tidak efisien (fibrilasi

atau blok jantung) maka curahnya akan menurun dan mengakibatkan aliran darah di otak

berkurang. Jantung yang sakit dapat pula melepaskan embolus yang kemudian dapat

tersangkut di pembuluh darah otak dan mengakibatkan iskemia

18

- Kelainan darah, dapat mempengaruhi aliran darah dan suplai oksigen. Darah yang

bertambah kental, peningkatan viskositas darah, peningkatan hematokrit dapat

melambatkan aliran darah. Pada anemia berat, suplai oksigen dapat pula menurun.

Gambar 1. Infark miokard

Stroke akibat trombosis serebri

Trombosis diawali dengan adanya kerusakan endotel, sehingga tampak jaringan

kolagen dibawahnya. Proses trombosis terjadi akibat adanya interaksi antara trombosit

dan dinding pembuluh darah, akibat adanya kerusakan endotel pembuluh darah.

Endotel pembuluh darah yang normal bersifat antitrombosis, hal ini disebabkan

karena adanya glikoprotein dan proteoglikan yang melapisi sel endotel dan adanya

prostasiklin (PGI2) pada endotel yang bersifat vasodilator dan inhibisi platelet

agregasi. Pada endotel yang mengalami kerusakan, darah akan berhubungan dengan

serat-serat kolagen pembuluh darah, kemudian akan merangsang trombosit dan

agregasi trombosit dan merangsang trombosit mengeluarkan zat-zat yang terdapat di

dalam granula-granula di dalam trombosit dan zat-zat yang berasal dari makrofag yang

19

mengandung lemak. Akibat adanya reseptor pada trombosit menyebabkan perlekatan

trombosit dengan jaringan kolagen pembuluh darah.

Otak yang hanya merupakan 2% dari berat badan total, menerima perdarahan

15% dari cardiac output dan memerlukan 20% oksigen yang diperlukan tubuh

manusia, sebagai energi yang diperlukan untuk menjalankan kegiatan neuronal. Energi

yang diperlukan berasal dari metabolisme glukosa, yang disimpan di otak dalam

bentuk glukosa atau glikogen untuk persediaan pemakaian selama 1 menit, dan

memerlukan oksigen untuk metabolism tersebut, lebih dari 30 detik gambaran EEG

akan mendatar, dalam 2 menit aktifitas jaringan otak berhenti, dalam 5 menit maka

kerusakan jaringan otak dimulai, dan lebih dari 9 menit, manusia akan meninggal.

Bila aliran darah jaringan otak berhenti maka oksigen dan glukosa yang

diperlukan untuk pembentukan ATP akan menurun, akan terjadi penurunan Na-K ATP

ase, sehingga membran potensial akan menurun. K+ berpindah ke ruang CES

sementara ion Na dan Ca berkumpul di dalam sel. Hal ini menyebabkan permukaan sel

menjadi lebih negatif sehingga terjadi membrane depolarisasi. Saat awal depolarisasi

membran sel masih reversibel, tetapi bila menetap terjadi perubahan struktural ruang

menyebabkan kematian jaringan otak. Keadaan ini terjadi segera apabila perfusi

menurun dibawah ambang batas kematian jaringan, yaitu bila aliran darah berkurang

hingga dibawah 0,10 ml/100 gr.menit.

Akibat kekurangan oksigen terjadi asidosis yang menyebabkan gangguan fungsi

enzim-enzim, karena tingginya ion H. Selanjutnya asidosis menimbulkan edema

serebral yang ditandai pembengkakan sel, terutama jaringan glia, dan berakibat

terhadap mikrosirkulasi. Oleh karena itu terjadi peningkatan resistensi vaskuler dan

kemudian penurunan dari tekanan perfusi sehingga terjadi perluasan daerah iskemik .

Emboli serebri

Stroke emboli dapat diakibatkan dari embolisasi dari arteri di sirkulasi pusat dari

berbagai sumber. Selain gumpalan darah, agregasi trombosit, fibrin, dan potongan-

potongan plak atheromatous, bahan-bahan emboli yang diketahui masuk ke sirkulasi

20

pusat termasuk lemak, udara, tumor atau metastasis, bakteri, dan benda asing. Tempat

yang paling sering terserang embolus sereberi adalah arteria sereberi media, terutama

bagian atas .

Emboli akan lisis, pecah atau tetap utuh dan menyumbat pembuluh darah sebelah

distal, tergantung pada ukuran, komposisi, konsistensi dan umur plak tersebut, dan

juga tergantung pada pola dan kecepatan aliran darah. Sumbatan pada pembuluh darah

tersebut (terutama pembuluh darah di otak) akan meyebabkan matinya jaringan otak,

dimana kelainan ini tergantung pada adanya pembuluh darah yang adekuat.

Gambar 2. Trombus dan Emboli.

Dua sumber yang paling umum emboli adalah: bilik-bilik sisi kiri jantung dan

arteri besar, (misalnya "arteri ke arteri" emboli bahwa hasil dari thrombus dari arteri

karotid internal di lokasi dari plak ulserasi). Hasil neurologis dari stroke emboli tidak

hanya bergantung pada wilayah vaskular tetapi juga pada kemampuan embolus

menyebabkan vasospasm dengan bertindak sebagai iritan vaskular. Vasospasm

cenderung terjadi pada pasien yang lebih muda, mungkin karena pembuluh lebih

lentur dan kurang aterosklerotik.

Stroke iskemik menyebabkan berkurangnya aliran darah ke otak yang

menyebabkan kematian sel.

II. 1. 3. Faktor resiko

1. Yang tidak dapat diubah : usia, jenis kelamin, ras, riwayat keluarga(2,7).

2. Yang dapat diubah : hipertensi, DM, merokok, penyalahgunaan alkohol dan obat,

kontrasepsi oral, penyakit jantung koroner, hiperurisemia dan dislipidemia (2,7).

21

II. 1. 4. Klasifikasi stroke iskemik

Stroke iskemik dapat dijumpai dalam 4 bentuk klinis (1,6,9) :

a. Transient Ischemic Attack (TIA)

Pada prinsipnya patofisiologi TIA dapat ditinjau dari 4 sudut, yaitu :

1. Penurunan aliran darah ke otak

Jantung sebagai pompa akan menghasilkan tekanan darah arteri rata – rata yang

merupakan tekanan darah perfusi ke otak, hal ini disebabkan karena tekanan vena

maupun tekanan intracranial dapat diabaikan. Cerebral Blood Flow adalah hasil

pengurangan tekanan perfusi dengan resistensi vaskular.

2. Pembentukan trombus arterial

Trombus adalah pembentukan bekuan platelet atau fibrin di dalam darah yang

dapat menyumbat pembuluh vena atau arteri dan menyebabkan iskemia dan

nekrosis jaringan lokal. Trombus ini bisa terlepas dari dinding pembuluh darah dan

disebut tromboemboli. Trombosis dan tromboemboli memegang peranan penting

dalam pathogenesis stroke iskhemik, termasuk TIA. Lokasi thrombosis sangat

menentukan jenis gangguan yang ditimbulkannya, misalnya thrombosis arteri

dapat mengakibatkan infark jantung, stroke (TIA), maupun claudicatio intermitten,

sedangkan thrombosis vena dapat menyebabkan emboli paru. Trombosis

merupakan hasil perubahan dari satu atau lebih komponen utama hemostasis yang

meliputi faktor koagulasi, protein plasma, aliran darah, permukaan vaskuler, dan

konstituen seluler, terutama platelet dan sel endotel. Trombosis arteri merupakan

komplikasi dari aterosklerosis yang terjadi karena adanya plak aterosklerosis yang

pecah.

3. Autoregulasi otak

Yaitu kemampuan darah arterial otak untuk mempertahankan ADO tetap meskipun

terjadi perubahan pada tekanan perfusi otak. Dalam keadaan fisiologis, tekanan

arterial rata – rata adalah 50 – 150 mmHg pada penderita normotensi. Pembuluh

darah serebral akan berkontraksi akibat peningkatan tekanan darah sistemik dan

dilatasi bila terjadi penurunan. Keadaan inilah yang mengakibatkan perfusi otak

22

tetap konstan. Autoregulasi masih dapat berfungsi baik, bila tekanan sistolik 60 –

200 mmHg dan tekanan diastolic 60 – 120 mmHg. Dalam hal ini 60 mmHg

merupakan ambang iskemik, 200 mmHg merupakan batas sistolik dan 120 mmHg

adalah batas atas diastolik. Respon autoregulasi juga berlangsung melalui reflex

miogenik intrinsik dari dinding arteriol dan melalui peranan dari sistem saraf

otonom.

4. Metabolisme otak

Otak dapat berfungsi dan bermetabolisme tergantung dengan pemasukan oksigen.

Pada individu yang sehat pemasukan oksigen sekitar 3,5 ml/100 gr/menit dan

ADO sekitar 50 ml/100 gram/menit. Glukosa merupakan sumber energy yang

dibutuhkan otak, bila dioksidasi maka akan dipecah menjadi CO2 dan H2O. Secara

fisiologis 90% glukosa mengalami metabolism oksidatif secara komplit, 10% yang

diubah menjadi asam piruvat dan asam laktat ( metabolism anaerob ). Bila ADO

turun menjadi 20 – 25 ml/100 gr otak/ menit maka akan terjadi kompensasi berupa

peningkatan ekstraksi ke jaringan otak sehingga fungsi – fungsi neuron dapat

dipertahankan.

b. Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND)

Patofisiologi sama seperti stroke iskemik pada umumnya, namun yang membedakan

dengan stroke yang lain Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND) terjadi

selama lebih dari 24 jam, tetapi dapat sembuh setelah 2 minggu tanpa ada gejala

stroke yang tertinggal .

c. Stroke In Evolution (SIE) / Progressing Stroke

Patofisiologi sama seperti stroke iskemik pada umumnya, namun yang membedakan

dengan stroke yang lain Stroke In Evolution (SIE) merupakan kelainan atau defisit

neurologis yang berlangsung secara bertahap dari yang ringan sampai menjadi berat .

23

d. Completed stroke

Patofisiologi sama seperti stroke iskhemik pada umumnya, namun yang

membedakan dengan stroke yang lain Completed Stroke merupakan kelainan

neurologis yang sudah menetap dan tidak berkembang lagi.

II. 1. 5. Manifestasi klinis

Gambaran klinis utama yang dikaitkan dengan insufisiensi aliran darah otak dapat

dihubungkan dengan tanda serta gejala di bawah ini :

1. Arteri karotis interna (sirkulasi anterior ; gejala-gejalanya biasanya unilateral). Lokasi

lesi yang paling sering adalah pada bifurkasio arteria karotis komunis menjadi arteria

karotis interna dan eksterna. Gejala-gejala yaitu (1,2):

a. Buta mutlak sisi ipsilateral

b. Hemiparese kontralateral

2. Arteri Vertebrobasilaris (1,2)

a. Tetraplegi

b. Gangguan kesadaran

c. Gangguan penglihatan

d. Ataksia

e. Disfagia

f. Disaritria

g. Tinitus

h. Vertigo

i. Rasa baal di wajah, mulut, atau lidah

3. Arteria serebri anterior (gejala primernya adalah perasaan kacau) (1)

a. Kelemahan kontralateral lebih besar pada tungkai. Lengan bagian proksimal

mungkin ikut terserang. Gerakan voluntar pada tungkai terganggu.

b. Gangguan sensorik kontralateral.

c. Demensia, refleks mencengkeram dan refleks patologis

24

4. Arteria serebri posterior (dalam lobus mesencepalon atau talamus) (1)

a. Koma.

b. Hemiparesis kontralateral.

c. Afasia visual atau buta kata (aleksia).

d. Kelumpuhan saraf otak ketiga – hemianopsia, koreoatetosis.

5. Arteria serebri media (1)

a. Monoparesis atau hemiparesis kontralateral (biasanya mengenai tangan).

b. Kadang-kadang hemianopsia kontralateral (kebutaan).

c. Afasia global (kalau hemisfer dominan yang terkena) ; gangguan semua fungsi

yang ada hubungannya dengan percakapan dan komunikasi.

d. Disfagia.

II. 1. 6. Diagnosis

Diagnosis didasarkan atas hasil (2) :

1. Penemuan klinis

Anamnesis :

a. Terutama terjadinya keluhan / gejala defisit neurologi yang mendadak

b. Tanpa trauma kepala

c. Adanya faktor resiko GPDO

2. Pemeriksaan Fisik

a. Adanya defisit neurologi fokal

b. Ditemukan faktor resiko (hipertensi, kelainan jantung, dll)

c. Bising pada auskultasi atau kelainan pembuluh darah lainnya

3. Pemeriksaan penunjang

Stroke dengan oklusi pembuluh darah dapat dilakukan pemeriksaan :

1. CT Scan dan MRI

Untuk menetapkan secara pasti letak dan kausa dari stroke.

25

2. Ekokardiografi

Pada dugaan adanya tromboemboli kardiak (transtorakal, atau transesofageal)

3. Ultrasound scan arteri karotis

Bila diduga adanya ateroma pada arteri karotis. Disini dipakai prinsip doppler

untuk menghasilkan continuous wave untuk mendeteksi derajat stenosis secara

akurat, serta juga pulsed ultrasound device yang dikaitkan dengan scanner

(duplex scan)

4. Intra arterial digital substraction angiografi

Bila pada ultrasound scan terdapat stenosis berat

5. Transcranial Doppler

Dapat untuk melihat sejauh mana anastomosis membantu daerah yang

tersumbat

6. Pemeriksaan darah lengkap

Perlu untuk mencari kelainan pada cairan darah sendiri

II. 1. 7. Penatalaksanaan

Pengobatan secara umum(12)

Pertahanan fungsi organ vital (5B)

1. Breathing

- Kelancaran jalan napas

- Gigi palsu dilepas

- Isap lendir secara teratur

- Oksigenasi

- Bila ada radang atau asma cepat diatasi

2. Blood

- Tekanan darah dipertahankan

26

- Bila tekanan sistolik lebih dari 200 dapat diturunkan, penurunan sebaiknya

tidak melebihi 10 – 20% dari tekanan darah semula

- Gula darah yang tinggi harus segra dikoreksi

- Keseimbangan cairan dan elektrolit perlu diatasi

3. Brain

- Bila terjadi kejang beri antikonvulsan

- Adanya tekanan tinggi intrakranial akibat edema otak diatasi dengan

pemberian :

1. Glyserol 10% dosis 1 – 1,5gr/kgBB/hari habis dalam 4-6 jam diberikan

selama 5 hari

2. Manitol 20% dosis 1-1,5 gr/kgBB/hari diguyur dosis terbagi dalam 4-6

pemberian

4. Bowel

- Kebutuhan cairan dan kalori perlu diperhatikan

- Pasang NGT bila diperlukan

- Hindari obstipasi

- Kekurangan albumin perlu diperhatikan karena dapat memperberat edema

otak

5. Bladder

- Produksi urine harus diperhatikan

- Hindari infeksi saluran kemih

Pengobatan stroke iskemik(5,10)

Apabila sasaran dari terapi stroke akut adalah daerah inti dari iskemi yaitu daerah

dimana neuron mengalami kekurangan oksigen dan cepat mati, maka hanya terapi yang

cepat dan efektif yang dapat mengembalikan sumbaan aliran darah dan meningkatkan

aliran sebelum sel mengalami rusak yang ireversibel. Pada daerah penumbra iskemik,

aliran darah secara bertahap menurun. Daerah penumbra merupakan sasaran terapi yang

menjanjikan karena periode jendela terapi yang beberapa jam.

27

1. Memberi aliran darah kembali pada bagian otak tersebut (5,10)

a. Membuka sumbatan

Trombolisis dengan streptokinase atau urikinase, keduanya merubah sirkulasi

plasminogen menjadi plasmin. Jadi timbul systemic lytic state, serta dapat

menimbulkan bahaya infark hemoragik

Fibrinolisis lokal dengan tissue plasminogen activator, disini hanya terjadi

fibrinolisis lokal yang amat singkat.

b. Menghilangkan vasokonstriksi

Calcium channel blocker, agar diberikan dalam 3 jam pertama dan belum ada

edema otak (GCS >12)

c. Mengurangi viskositas darah

Hemodilusi; mengubah hemoreologi darah : pentoxyfilin

d. Menambah pengiriman oksigen

Perfluorocarbon, oksigen hiperbarik

e. Mengurangi edema : Manitol

2. Mencegah kerusakan sel yang iskemik (5,11)

a. Mengurangi kebutuhan oksigen: hipotermi, barbiturat

b. Menghambat pelepasan glutamat, dengan merangsang reseptor adenosine dari

neuron; mengurangi produksi glutamate dengan methionin

c. Mengurangi akibat glutamate

NMDA blocker pada iskemia regional

AMPA blocker pada iskemia global yang sering disertai asidosis

d. Inhibisi enzim yang keluar dari neuron seperti enzim protein kinase C yang

melarutkan membrane sel dapat diinhibisi dengan ganglioside GM1

e. Menetralisir radikal bebas dengan vitamin C, vitamin E, superoxide dismutase

seperti 2-1 aminosteroid (lazeroid) akan memperpanjang half life dari endothelial

derived relaxing factor.

f. Mengurangi produksi laktat : turunkan gula darah sampai normal

28

g. Mengurangi efek brain endorphine : naloxone

3. Memulihkan sel yang masih baik

Metabolik aktivator seperti citicholin, piracetam, piritinol bekerja dalam bidang ini

4. Menghilangkan sedapat mungkin semua faktor resiko yang ada

5. Pengobatan penyebab stroke

Adanya trombus pada aliran darah cepat, dan trombus melewati permukan kasar seperti

plaque arteria maka akan terbentuk white clot (gumpalan platelet dengan fibrin). Obat

yang bermanfaat adalah aspirin untuk mengurangi agregasi platelet ditambah tiklodipin

untuk mengurangi daya perlekatan dari fibrin. Bila kemudian hal ini diikuti oleh stenosis

dan perlambatan aliran darah yang progresif, maka terapi adalah antikoagulan sampai

penyebab dapat dihilangkan atau sampai buntu total dan aliran darah hanya dari kolateral

saja baru antikoagulan dihentikan dan diganti dengan aspirin.

Fase Pasca Akut

Pengobatan dititik beratkan pada tindakan rehabilitasi penderita, dan pencegahan

terulangnya stroke (2).

o Rehabilitasi upaya membatasi sejauh mungkin kecacatan penderita, fisik dan

mental dengan fisioterapi, terapi wicara dan psikoterapi (2).

o Prinsip dasar rehabilitasi (4):

Mulailah rehabilitasi sedini mungkin

Harus sistematik

Meningkat secara bertahap

Pakailah bentuk rehabilitasi yang spesifik untuk defisit penderita

o Terapi preventif

Pencegahan Primer, untuk mencegah terjadinya ateroma, yaitu (4):

Mengatur tekanan darah baik sistoli maupun diastolik (11)

Mengurangi makan asam lemak jenuh

Berhenti merokok

Minum aspirin dua hari sekali (11), 300 mg/hari, pada :

29

o Individu dengan anamnesis keluarga dengan penyakit vaskuler

o Umur lebih dari 50 tahun

o Tidak ada ulkus lambung

o Tidak ada penyakit mudah berdarah

o Tidak ada alergi aspirin

o Penggunaan aspirin setelah mengalami TIA, dapat mengurangi

kematian dan dapat meningkatkan kemungkinan untuk sembuh(11)

o Pencegahan sekunder

II. 1. 8. Evaluasi Penderita Stroke(4)

Skala-skala yang digunakan untuk melihat kemajuan penderita stroke adalah :

Mathew scale, dan Canadian scale.

(1) Mathew scale

Skala ini digunakan di Eropa. Yang diperiksa adalah :

o Mentation : kesadaran, orientasi, bicara (speech)

o Saraf cranial

o Kemampuan motorik

o Kemampuan sensibilitas

o Disability

(2) Canadian scale

Skala ini terutama digunakan di Amerika. Lebih sederhana dan lebih mudah digunakan,

karena hanya memeriksa apa yang penting pada penderita stroke, yaitu :

o Mental : kesadaran, orientasi, bicara (speech)

o Fungsi motorik

30

Penderita yang akan keluar dari rumah sakit, harus diperiksa dengan menggunakan Barthel

Index. Yang dinilai adalah :

o Apakah penderita dapat bangun dari tempat tidur dan berjalan ke WC.

o Apakah penderita dapat mengenakan pakaian.

o Apakah penderita dapat memakai perhiasan/make up (untuk wanita), atau mencukur

jenggot (untuk laki-laki).

o Apakah penderita dapat mandi sendiri.

o Apakah penderita dapat makan.

o Apakah penderita dapat berjalan.

o Apakah penderita dapat naik tangga.

31

II.2 Hipertensi

II.2.1 Definisi

Hipertensi adalah keadaan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan diastolik

lebih dari 90 mmHg.1,13 Berdasarkan The Joint National Committee on Prevention, Detection,

evaluation and Treatment of High Blood Pressure (JNC) VII tahun 2003, tekanan darah disebut

normal apabila tekanan sistolik <120 mmHg dan tekanan diastolik < 80.13

II.2.2 Etiologi

Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi dua, yaitu :

1. Hipertensi primer / Hipertensi esensial . Terdapat sekitar 95 % kasus. Hipertensi ini

disebut juga hipertensi idiopatik. Faktor yang mempengaruhinya seperti :

Genetik, Lingkungan, Hiperaktivitas susunan saraf simpatis, Sistem renin-angiotensin,

defek dalam ekskresi Na, peningkatan Na dan Ca intraselular, dan faktor-faktor yang

meningkatkan risiko seperti umur, jenis kelamin, obesitas, alkohol, merokok.14

2. Hipertensi sekunder atau hipertensi renal . Terdapat 5 % kasus. Penyebab spesifiknya

diketahui, seperti penyakit ginjal ( stenosis arteri renalis, pielonefritis, glomerulonefritis,

tumor-tumor ginjal, penyakit ginjal polikista (biasanya diturunkan), trauma pada ginjal

(luka yang mengenai ginjal), terapi penyinaran yang mengenai ginjal, penggunaan

estrogen, hipertensi vaskular renal, hiperaldosteronisme primer, sindrom cushing,

preeklamsi pada kehamilan, dll.13

II.2.3 Patogenesis

Teori tentang patogenesis terus berkembang. Tekanan darah dipengaruhi oleh curah jantung

dan tahanan perifer. Pada tahap awal hipertensi primer, curah jantung meningkat, tahanan perifer

normal, disebabkan peningkatan aktifitas simpatik. Tahap selanjutnya, curah jantung kembali

normal sedangkan tahanan perifer meningkat. Hal ini disebabkan refleks autoregulasi, yaitu

32

mekanisme tubuh mempertahankan keadaan hemodinamik yang normal. Meningkatnya tekanan

darah di dalam arteri bisa terjadi melalui beberapa cara:1,13

1. Jantung memompa lebih kuat sehingga mengalirkan lebih banyak cairan pada setiap

detiknya

2. Arteri besar kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku, sehingga mereka tidak

dapat mengembang pada saat jantung memompa darah melalui arteri tersebut.

Karena itu darah pada setiap denyut jantung dipaksa untuk melalui pembuluh yang

sempit daripada biasanya dan menyebabkan naiknya tekanan (arteriosklerosis)

3. Bertambahnya cairan dalam sirkulasi bisa menyebabkan meningkatnya tekanan

darah. Hal ini terjadi jika terdapat kelainan fungsi ginjal sehingga tidak mampu

membuang sejumlah garam dan air dari dalam tubuh. Volume darah dalam tubuh

meningkat, sehingga tekanan darah juga meningkat.

II.2.4 Klasifikasi13,14

Klasifikasi Tekanan Darah Dewasa menurut JNC VII

Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)

Normal < 120 < 80

Pre Hipertensi 120-139 80-89

Hipertensi

Stage 1 140-159 90-99

Stage 2 ≥ 160 ≥ 100

33

Klasifikasi sesuai WHO

Klasifikasi Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)

Normotensi < 140 140 – 160

Hipertensi ringan 140 –180 140 – 160

Hipertensi perbatasan 140 –180 90 – 95

Hipetensi sedang dan berat > 180 > 105

Hipertensi sistolik terisolasi > 140 < 90

Hipertensi sistolik terisolasi 140 – 160 < 90

Hipertensi sistolik terisolasi adalah hipertensi dengan tekanan sistolik ≥ 160 mmHg, tetapi

tekanan diatolik < 90 mmHg.

II.2.5 Gejala Klinis

Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala; meskipun secara

tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya berhubungan dengan tekanan

darah tinggi. Gejala yang dimaksud adalah sakit kepala, perdarahan dari hidung, pusing, wajah

kemerahan dan kelelahan; yang bisa saja terjadi baik pada penderita hipertensi, maupun pada

seseorang dengan tekanan darah yang normal.13

Jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul gejala berikut:

Sakit kepala

Kelelahan

Mual

Muntah

34

Sesak nafas

Gelisah

Pandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada otak, mata, jantung

dan ginjal.

Kadang penderita hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran dan bahkan koma

karena terjadi pembengkakan otak. Keadaan ini disebut ensefalopati hipertensif, yang

memerlukan penanganan segera.

II.2.6 Pemeriksaan Fisik13

Hipertensi ditegakkan dengan dua kali atau lebih pengukuran pada kunjungan yang

berbeda, kecuali terdapat kenaikan yang tinggi atau gejala-gejala klinis

Pengukuran tekanan darah darah dilakukan dalam keadaan pasien duduk bersandar,

setelah beristirahat selama 5 menit

Anamnesis : Lama menderitanya, riwayat dan gejala penyakit-penyakit yang

berkaitan seperti penyakit jantung koroner, gagal jantung, riwayat penyakit dalam

keluarga, kebiasaan seperti merokok, makanan, pemakaian obat bebas, hasil

antihipertensi sebelumnya bila ada, dan faktor psikososial lingkungan ( keluarga,

pekerjaan, dll ).

II.2.7 Pemeriksaan Penunjang

- Pemeriksaan laboratorium rutin yang dilakukan sebelum memulai terapi bertujuan

menentukan adanya kerusakan organ dan faktor risiko lain atau mencari penyebab

hipertensi.

- Pemeriksaan : urinalisa, darah perifer lengkap, kimia darah ( kalium, natrium,

kreatinin, gula darah puasa, kolesterol total, kolesterol HDL, dan EKG

- Pemeriksaan tambahan : Protein urin 24 jam, asam urat, kolesterol LDL

35

II.2.8 Penatalaksanaan13,14

Tujuan pengobatan pasien hipertensi adalah :

Target tekanan darah < 140/90 mmHg, untuk individu beresiko tinggi (diabetes, gagal

ginjal proteinuria) < 130/80 mmHg

Penurunan morbiditas dan mortalitas kardiovaskular

Menghambat laju penyakit ginjal proteinuria

Selain pengobatan hipertensi, pengobatan terhadap factor resiko atau kondisi penyerta

lainnya seperti diabetes mellitus atau dislipidemia juga harus dilaksanakan hingga mencapai

target terapi masing-masing kondisi.

Pengobatan hipertensi terdiri dari terapi nonfarmakologis dan farmakologis. Terapi

nonfarmakologis harus dilaksanakan oleh semua pasien hipertensi dengan tujian menurunkan

tekanan darah dan mengendalikan factor-faktor resiko serta penyakit penyerta lainnya.

Terapi nonfarmakologis terdiri dari :

Menghentikan merokok

Menurunkan berat badan berlebih

Menurunkan konsumsi alkohol berlebih

Latihan fisik

Menurunkan asupan garam

Meningkatkan konsumsi buah dan sayur serta menurunkan asupan lemak

Jenis – jenis obat antihipertensi untuk terapi farmakologis hipertensi yang dianjurkan JNC 7:

Diuretika, terutama jenis Thiazie (Thiaz) atau Aldosterone Antagonist (Aldo Ant)

Beta Blocker (BB)

Calcium Channel Blocker atau Calcium Anatagonist (CCB)

Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACEI)

36

Angiotensin II Receptor Blocker atau AT1receptor antagonist / blocker (ARB)

II.2.9 Komplikasi1

- Gagal ginjal (Hipertensi lama)

- Gagal jantung (Hipertensi berat)

- Mata dapat terjadi perdarahan retina, gangguan penglihatan sampai dengan kebutaan

(Hipertensi ringan dan sedang)

37

BAB III

ANALISA KASUS

Pasien Tn. W, 55 tahun, laki-laki, datang ke IGD dengan keluhan lemah pada tubuh kiri

dan dirasakan kurang lebih 20 jam SMRS. Keluhan tersebut disertai bicara pelo. Pasien mengaku

1 hari SMRS pada tangan dan kaki kiri awalnya terasa berat dan kemudian menjadi lemah.

Pasien menyangkal sebelumnya ada demam, sakit kepala. Pasien merupakan perokok aktif,

dalam sehari dapat menghabiskan sekitar 8-12 batang rokok. Riwayat hipertensi (+) tidak

terkontrol, riwayat alergi obat dan stroke disangkal. Pasien mengaku keluhan tersebut baru

dirasakan pertama kali. Pemeriksaan fisik didapatkan GCS E4 M5 V5, Kontak (+), TD kanan

150/100 mmHg TD kiri 140/80mmHg Nadi 88 x/menit Pernapasan 20 x/menit Suhu 36,8 0C.

Pemeriksaan umum dalam batas normal. Pemeriksaan nervus cranialis tampak tanda parese

N.VII dan N.XII sentral, reflek fisiologis (+), reflek patologis (+). Tanda meningeal (-), motorik

ekstremitas atas dan bawah kiri lemah, sensibilitas dalam batas normal. Hasil pemeriksaan

penunjang ct-scan kesan infark pada serebri media kanan. Diagnosa stroke iskemik dengan

hipertensi grade II.

Stroke non hemoragik adalah sindroma klinis yang awalnya timbul mendadak,

cepat berupa defisit neurologis fokal atau global yang berlangsung 24jam atau lebih atau

langsung menimbulkan kematian yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non

traumatik.(12) Pada pasien ini usia, perokok dan hipertensi merupakan faktor resiko terjadinya

stroke. Pengaruh rokok pada pembuluh darah dapat menyebabkan terbentuknya trombus

akibat kandungan zat dalam rokok terutama nikotin dan menyebabkan penyempitan

pembuluh darah sehingga meningkatkan tekanan pembuluh darah yang kemudian trombus

dapat terlepas masuk ke pembuluh darah yang lebih kecil sehingga menyebabkan emboli,

pada kasus ini pembuluh darah yang terkena arteri serebri media kanan, hal ini juga dapat

dipengaruhi oleh usia karena usia > 50 tahun kelenturan pembuluh darah berkurang. Akibat

38

emboli pada pembuluh darah tersebut menyebabkan sel otak kekurangan nutrisi sehingga

terjadi iskemik, hal ini yang menyebabkan terjadinya stroke non hemoragik.

Penatalaksanaan pada kasus ini memperbaiki tekanan darah dengan memberikan obat

antihipertensi, antitrombotik, antiplatelet agregasi dan neuroprotektor. Non medikamentosa

berupa pengawasan Breathing, Blood, Brain, Bladder, jika pasien sudah mengarah pada kondisi

yang lebih baik dan memungkin dilakukan fisioterapi maka dapat dikonsultasikan ke bagian

rehabilitasi medik untuk pemulihan lebih lanjut.

39

DAFTAR PUSTAKA

1. Price, Silvia A. 2003. Patofisiologi Edisi Keempat. Jakarta: EGC

2. Aliah A, Kuswara F F, Limoa A, Wuysang G. 2005. Gambaran Umum Tentang Gangguan Peredaran Darah Otak Dalam Kapita Selekta Neurology Edisi Kedua editor Harsono. Yogyakarta: Gadjah Mada university press

3. Corwin EJ. 2000. Stroke dalam buku saku patofisiologi editor Endah P. Jakarta :EGC

4. Chandra, B. 1994. Stroke dalam neurology klinik Edisi Revisi. Surabaya. Lab/bagian Ilmu Penyakit Saraf FK UNAIR/RSUD Dr. Soetomo

5. Widjaja, L. 1993. Stroke Patofisiologi dan Penatalaksanaan. Surabaya. Lab/bagian Ilmu Penyakit Saraf FK UNAIR/RSUD Dr. Soetomo

6. Prof.DR.M Matdjono, Prof.DR P Sidharta.1981. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat Anggota IKAPI

7. Bernard Bendock, Andreu Naidech. 2012. Hemoragis and Ischemic stroke. Thime : New York

8. Snell, Richard. S. Clinical Neuroanatomy Edition Seven. Philadelpia: Walters Kulwer

9. Azis AL, Widjaja D, Saharso D, dkk. 1994. Gangguan Pembuluh Darah Otak Dalam Pedoman Diagnosis dan Terapi LAB/ UPF Ilmu Penyakit Saraf. Surabaya. Lab/bagian Ilmu Penyakit Saraf FK UNAIR/RSUD Dr. Soetomo

10. Heiss WD, Thiel A, Grond M, Graf R. Which targets are relevant for therapy of acute ischemic stroke. Stroke 1999; 30: 1486-1489

11. Barnett HJM, Eliasziw M, Meldrum HE. Evidence based cardiology: prevention of ischaemic stroke. BMJ 1999; 318: 1539-1543

12. Mansjoer, arief, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid Pertama. Jakarta: FKUI

13. Sudoyo, Aru W., dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi Keempat. Jakarta:

FKUI

14. Yogiantoro M. 2006. Hipertensi Essensial. Jakarta: FKUI

40