snh
DESCRIPTION
SNHTRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II. 1. Stroke Non Hemoragik
II. 1. 1. Definisi
Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah gangguan neurologic mendadak yang terjadi
akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui system suplai arteri otak. (1,2,12) .
Pada stroke, terjadi hipoksia serebrum yang menyebabkan cedera dan kematian sel-sel
neuron. Kerusakan otak karena stroke, terjadi sebagai akibat pembengkkan dan edema yang
timbul dalam 24 – 72 jam pertama setelah kematian sel neuron. Stroke non hemoragik
merupakan jenis stroke yang paling sering terjadi, + 85%, sisanya sekitar 10-15%
merupakan stroke hemoragik. (1,3)
Stroke non hemoragik adalah sindroma klinis yang awalnya timbul mendadak, cepat
berupa defisit neurologis fokal atau global yang berlangsung 24jam atau lebih atau langsung
menimbulkan kematian yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non traumatik. (12)
II. 1. 2. Patofisiologi (1,2,4,5)
Faktor-faktor yang mempengaruhi aliran darah di otak :
- Pembuluh darah atau arteri, dapat menyempit oleh proses aterosklerosis atau tersumbat
thrombus / embolus. Pembuluh darah dapat pula tertekan oleh gerakan dan perkapuran di
tulang (vertebrae) leher.
- Kelainan jantung, di mana jika pompa jantung tidak teratur dan tidak efisien (fibrilasi
atau blok jantung) maka curahnya akan menurun dan mengakibatkan aliran darah di otak
berkurang. Jantung yang sakit dapat pula melepaskan embolus yang kemudian dapat
tersangkut di pembuluh darah otak dan mengakibatkan iskemia
18
- Kelainan darah, dapat mempengaruhi aliran darah dan suplai oksigen. Darah yang
bertambah kental, peningkatan viskositas darah, peningkatan hematokrit dapat
melambatkan aliran darah. Pada anemia berat, suplai oksigen dapat pula menurun.
Gambar 1. Infark miokard
Stroke akibat trombosis serebri
Trombosis diawali dengan adanya kerusakan endotel, sehingga tampak jaringan
kolagen dibawahnya. Proses trombosis terjadi akibat adanya interaksi antara trombosit
dan dinding pembuluh darah, akibat adanya kerusakan endotel pembuluh darah.
Endotel pembuluh darah yang normal bersifat antitrombosis, hal ini disebabkan
karena adanya glikoprotein dan proteoglikan yang melapisi sel endotel dan adanya
prostasiklin (PGI2) pada endotel yang bersifat vasodilator dan inhibisi platelet
agregasi. Pada endotel yang mengalami kerusakan, darah akan berhubungan dengan
serat-serat kolagen pembuluh darah, kemudian akan merangsang trombosit dan
agregasi trombosit dan merangsang trombosit mengeluarkan zat-zat yang terdapat di
dalam granula-granula di dalam trombosit dan zat-zat yang berasal dari makrofag yang
19
mengandung lemak. Akibat adanya reseptor pada trombosit menyebabkan perlekatan
trombosit dengan jaringan kolagen pembuluh darah.
Otak yang hanya merupakan 2% dari berat badan total, menerima perdarahan
15% dari cardiac output dan memerlukan 20% oksigen yang diperlukan tubuh
manusia, sebagai energi yang diperlukan untuk menjalankan kegiatan neuronal. Energi
yang diperlukan berasal dari metabolisme glukosa, yang disimpan di otak dalam
bentuk glukosa atau glikogen untuk persediaan pemakaian selama 1 menit, dan
memerlukan oksigen untuk metabolism tersebut, lebih dari 30 detik gambaran EEG
akan mendatar, dalam 2 menit aktifitas jaringan otak berhenti, dalam 5 menit maka
kerusakan jaringan otak dimulai, dan lebih dari 9 menit, manusia akan meninggal.
Bila aliran darah jaringan otak berhenti maka oksigen dan glukosa yang
diperlukan untuk pembentukan ATP akan menurun, akan terjadi penurunan Na-K ATP
ase, sehingga membran potensial akan menurun. K+ berpindah ke ruang CES
sementara ion Na dan Ca berkumpul di dalam sel. Hal ini menyebabkan permukaan sel
menjadi lebih negatif sehingga terjadi membrane depolarisasi. Saat awal depolarisasi
membran sel masih reversibel, tetapi bila menetap terjadi perubahan struktural ruang
menyebabkan kematian jaringan otak. Keadaan ini terjadi segera apabila perfusi
menurun dibawah ambang batas kematian jaringan, yaitu bila aliran darah berkurang
hingga dibawah 0,10 ml/100 gr.menit.
Akibat kekurangan oksigen terjadi asidosis yang menyebabkan gangguan fungsi
enzim-enzim, karena tingginya ion H. Selanjutnya asidosis menimbulkan edema
serebral yang ditandai pembengkakan sel, terutama jaringan glia, dan berakibat
terhadap mikrosirkulasi. Oleh karena itu terjadi peningkatan resistensi vaskuler dan
kemudian penurunan dari tekanan perfusi sehingga terjadi perluasan daerah iskemik .
Emboli serebri
Stroke emboli dapat diakibatkan dari embolisasi dari arteri di sirkulasi pusat dari
berbagai sumber. Selain gumpalan darah, agregasi trombosit, fibrin, dan potongan-
potongan plak atheromatous, bahan-bahan emboli yang diketahui masuk ke sirkulasi
20
pusat termasuk lemak, udara, tumor atau metastasis, bakteri, dan benda asing. Tempat
yang paling sering terserang embolus sereberi adalah arteria sereberi media, terutama
bagian atas .
Emboli akan lisis, pecah atau tetap utuh dan menyumbat pembuluh darah sebelah
distal, tergantung pada ukuran, komposisi, konsistensi dan umur plak tersebut, dan
juga tergantung pada pola dan kecepatan aliran darah. Sumbatan pada pembuluh darah
tersebut (terutama pembuluh darah di otak) akan meyebabkan matinya jaringan otak,
dimana kelainan ini tergantung pada adanya pembuluh darah yang adekuat.
Gambar 2. Trombus dan Emboli.
Dua sumber yang paling umum emboli adalah: bilik-bilik sisi kiri jantung dan
arteri besar, (misalnya "arteri ke arteri" emboli bahwa hasil dari thrombus dari arteri
karotid internal di lokasi dari plak ulserasi). Hasil neurologis dari stroke emboli tidak
hanya bergantung pada wilayah vaskular tetapi juga pada kemampuan embolus
menyebabkan vasospasm dengan bertindak sebagai iritan vaskular. Vasospasm
cenderung terjadi pada pasien yang lebih muda, mungkin karena pembuluh lebih
lentur dan kurang aterosklerotik.
Stroke iskemik menyebabkan berkurangnya aliran darah ke otak yang
menyebabkan kematian sel.
II. 1. 3. Faktor resiko
1. Yang tidak dapat diubah : usia, jenis kelamin, ras, riwayat keluarga(2,7).
2. Yang dapat diubah : hipertensi, DM, merokok, penyalahgunaan alkohol dan obat,
kontrasepsi oral, penyakit jantung koroner, hiperurisemia dan dislipidemia (2,7).
21
II. 1. 4. Klasifikasi stroke iskemik
Stroke iskemik dapat dijumpai dalam 4 bentuk klinis (1,6,9) :
a. Transient Ischemic Attack (TIA)
Pada prinsipnya patofisiologi TIA dapat ditinjau dari 4 sudut, yaitu :
1. Penurunan aliran darah ke otak
Jantung sebagai pompa akan menghasilkan tekanan darah arteri rata – rata yang
merupakan tekanan darah perfusi ke otak, hal ini disebabkan karena tekanan vena
maupun tekanan intracranial dapat diabaikan. Cerebral Blood Flow adalah hasil
pengurangan tekanan perfusi dengan resistensi vaskular.
2. Pembentukan trombus arterial
Trombus adalah pembentukan bekuan platelet atau fibrin di dalam darah yang
dapat menyumbat pembuluh vena atau arteri dan menyebabkan iskemia dan
nekrosis jaringan lokal. Trombus ini bisa terlepas dari dinding pembuluh darah dan
disebut tromboemboli. Trombosis dan tromboemboli memegang peranan penting
dalam pathogenesis stroke iskhemik, termasuk TIA. Lokasi thrombosis sangat
menentukan jenis gangguan yang ditimbulkannya, misalnya thrombosis arteri
dapat mengakibatkan infark jantung, stroke (TIA), maupun claudicatio intermitten,
sedangkan thrombosis vena dapat menyebabkan emboli paru. Trombosis
merupakan hasil perubahan dari satu atau lebih komponen utama hemostasis yang
meliputi faktor koagulasi, protein plasma, aliran darah, permukaan vaskuler, dan
konstituen seluler, terutama platelet dan sel endotel. Trombosis arteri merupakan
komplikasi dari aterosklerosis yang terjadi karena adanya plak aterosklerosis yang
pecah.
3. Autoregulasi otak
Yaitu kemampuan darah arterial otak untuk mempertahankan ADO tetap meskipun
terjadi perubahan pada tekanan perfusi otak. Dalam keadaan fisiologis, tekanan
arterial rata – rata adalah 50 – 150 mmHg pada penderita normotensi. Pembuluh
darah serebral akan berkontraksi akibat peningkatan tekanan darah sistemik dan
dilatasi bila terjadi penurunan. Keadaan inilah yang mengakibatkan perfusi otak
22
tetap konstan. Autoregulasi masih dapat berfungsi baik, bila tekanan sistolik 60 –
200 mmHg dan tekanan diastolic 60 – 120 mmHg. Dalam hal ini 60 mmHg
merupakan ambang iskemik, 200 mmHg merupakan batas sistolik dan 120 mmHg
adalah batas atas diastolik. Respon autoregulasi juga berlangsung melalui reflex
miogenik intrinsik dari dinding arteriol dan melalui peranan dari sistem saraf
otonom.
4. Metabolisme otak
Otak dapat berfungsi dan bermetabolisme tergantung dengan pemasukan oksigen.
Pada individu yang sehat pemasukan oksigen sekitar 3,5 ml/100 gr/menit dan
ADO sekitar 50 ml/100 gram/menit. Glukosa merupakan sumber energy yang
dibutuhkan otak, bila dioksidasi maka akan dipecah menjadi CO2 dan H2O. Secara
fisiologis 90% glukosa mengalami metabolism oksidatif secara komplit, 10% yang
diubah menjadi asam piruvat dan asam laktat ( metabolism anaerob ). Bila ADO
turun menjadi 20 – 25 ml/100 gr otak/ menit maka akan terjadi kompensasi berupa
peningkatan ekstraksi ke jaringan otak sehingga fungsi – fungsi neuron dapat
dipertahankan.
b. Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND)
Patofisiologi sama seperti stroke iskemik pada umumnya, namun yang membedakan
dengan stroke yang lain Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND) terjadi
selama lebih dari 24 jam, tetapi dapat sembuh setelah 2 minggu tanpa ada gejala
stroke yang tertinggal .
c. Stroke In Evolution (SIE) / Progressing Stroke
Patofisiologi sama seperti stroke iskemik pada umumnya, namun yang membedakan
dengan stroke yang lain Stroke In Evolution (SIE) merupakan kelainan atau defisit
neurologis yang berlangsung secara bertahap dari yang ringan sampai menjadi berat .
23
d. Completed stroke
Patofisiologi sama seperti stroke iskhemik pada umumnya, namun yang
membedakan dengan stroke yang lain Completed Stroke merupakan kelainan
neurologis yang sudah menetap dan tidak berkembang lagi.
II. 1. 5. Manifestasi klinis
Gambaran klinis utama yang dikaitkan dengan insufisiensi aliran darah otak dapat
dihubungkan dengan tanda serta gejala di bawah ini :
1. Arteri karotis interna (sirkulasi anterior ; gejala-gejalanya biasanya unilateral). Lokasi
lesi yang paling sering adalah pada bifurkasio arteria karotis komunis menjadi arteria
karotis interna dan eksterna. Gejala-gejala yaitu (1,2):
a. Buta mutlak sisi ipsilateral
b. Hemiparese kontralateral
2. Arteri Vertebrobasilaris (1,2)
a. Tetraplegi
b. Gangguan kesadaran
c. Gangguan penglihatan
d. Ataksia
e. Disfagia
f. Disaritria
g. Tinitus
h. Vertigo
i. Rasa baal di wajah, mulut, atau lidah
3. Arteria serebri anterior (gejala primernya adalah perasaan kacau) (1)
a. Kelemahan kontralateral lebih besar pada tungkai. Lengan bagian proksimal
mungkin ikut terserang. Gerakan voluntar pada tungkai terganggu.
b. Gangguan sensorik kontralateral.
c. Demensia, refleks mencengkeram dan refleks patologis
24
4. Arteria serebri posterior (dalam lobus mesencepalon atau talamus) (1)
a. Koma.
b. Hemiparesis kontralateral.
c. Afasia visual atau buta kata (aleksia).
d. Kelumpuhan saraf otak ketiga – hemianopsia, koreoatetosis.
5. Arteria serebri media (1)
a. Monoparesis atau hemiparesis kontralateral (biasanya mengenai tangan).
b. Kadang-kadang hemianopsia kontralateral (kebutaan).
c. Afasia global (kalau hemisfer dominan yang terkena) ; gangguan semua fungsi
yang ada hubungannya dengan percakapan dan komunikasi.
d. Disfagia.
II. 1. 6. Diagnosis
Diagnosis didasarkan atas hasil (2) :
1. Penemuan klinis
Anamnesis :
a. Terutama terjadinya keluhan / gejala defisit neurologi yang mendadak
b. Tanpa trauma kepala
c. Adanya faktor resiko GPDO
2. Pemeriksaan Fisik
a. Adanya defisit neurologi fokal
b. Ditemukan faktor resiko (hipertensi, kelainan jantung, dll)
c. Bising pada auskultasi atau kelainan pembuluh darah lainnya
3. Pemeriksaan penunjang
Stroke dengan oklusi pembuluh darah dapat dilakukan pemeriksaan :
1. CT Scan dan MRI
Untuk menetapkan secara pasti letak dan kausa dari stroke.
25
2. Ekokardiografi
Pada dugaan adanya tromboemboli kardiak (transtorakal, atau transesofageal)
3. Ultrasound scan arteri karotis
Bila diduga adanya ateroma pada arteri karotis. Disini dipakai prinsip doppler
untuk menghasilkan continuous wave untuk mendeteksi derajat stenosis secara
akurat, serta juga pulsed ultrasound device yang dikaitkan dengan scanner
(duplex scan)
4. Intra arterial digital substraction angiografi
Bila pada ultrasound scan terdapat stenosis berat
5. Transcranial Doppler
Dapat untuk melihat sejauh mana anastomosis membantu daerah yang
tersumbat
6. Pemeriksaan darah lengkap
Perlu untuk mencari kelainan pada cairan darah sendiri
II. 1. 7. Penatalaksanaan
Pengobatan secara umum(12)
Pertahanan fungsi organ vital (5B)
1. Breathing
- Kelancaran jalan napas
- Gigi palsu dilepas
- Isap lendir secara teratur
- Oksigenasi
- Bila ada radang atau asma cepat diatasi
2. Blood
- Tekanan darah dipertahankan
26
- Bila tekanan sistolik lebih dari 200 dapat diturunkan, penurunan sebaiknya
tidak melebihi 10 – 20% dari tekanan darah semula
- Gula darah yang tinggi harus segra dikoreksi
- Keseimbangan cairan dan elektrolit perlu diatasi
3. Brain
- Bila terjadi kejang beri antikonvulsan
- Adanya tekanan tinggi intrakranial akibat edema otak diatasi dengan
pemberian :
1. Glyserol 10% dosis 1 – 1,5gr/kgBB/hari habis dalam 4-6 jam diberikan
selama 5 hari
2. Manitol 20% dosis 1-1,5 gr/kgBB/hari diguyur dosis terbagi dalam 4-6
pemberian
4. Bowel
- Kebutuhan cairan dan kalori perlu diperhatikan
- Pasang NGT bila diperlukan
- Hindari obstipasi
- Kekurangan albumin perlu diperhatikan karena dapat memperberat edema
otak
5. Bladder
- Produksi urine harus diperhatikan
- Hindari infeksi saluran kemih
Pengobatan stroke iskemik(5,10)
Apabila sasaran dari terapi stroke akut adalah daerah inti dari iskemi yaitu daerah
dimana neuron mengalami kekurangan oksigen dan cepat mati, maka hanya terapi yang
cepat dan efektif yang dapat mengembalikan sumbaan aliran darah dan meningkatkan
aliran sebelum sel mengalami rusak yang ireversibel. Pada daerah penumbra iskemik,
aliran darah secara bertahap menurun. Daerah penumbra merupakan sasaran terapi yang
menjanjikan karena periode jendela terapi yang beberapa jam.
27
1. Memberi aliran darah kembali pada bagian otak tersebut (5,10)
a. Membuka sumbatan
Trombolisis dengan streptokinase atau urikinase, keduanya merubah sirkulasi
plasminogen menjadi plasmin. Jadi timbul systemic lytic state, serta dapat
menimbulkan bahaya infark hemoragik
Fibrinolisis lokal dengan tissue plasminogen activator, disini hanya terjadi
fibrinolisis lokal yang amat singkat.
b. Menghilangkan vasokonstriksi
Calcium channel blocker, agar diberikan dalam 3 jam pertama dan belum ada
edema otak (GCS >12)
c. Mengurangi viskositas darah
Hemodilusi; mengubah hemoreologi darah : pentoxyfilin
d. Menambah pengiriman oksigen
Perfluorocarbon, oksigen hiperbarik
e. Mengurangi edema : Manitol
2. Mencegah kerusakan sel yang iskemik (5,11)
a. Mengurangi kebutuhan oksigen: hipotermi, barbiturat
b. Menghambat pelepasan glutamat, dengan merangsang reseptor adenosine dari
neuron; mengurangi produksi glutamate dengan methionin
c. Mengurangi akibat glutamate
NMDA blocker pada iskemia regional
AMPA blocker pada iskemia global yang sering disertai asidosis
d. Inhibisi enzim yang keluar dari neuron seperti enzim protein kinase C yang
melarutkan membrane sel dapat diinhibisi dengan ganglioside GM1
e. Menetralisir radikal bebas dengan vitamin C, vitamin E, superoxide dismutase
seperti 2-1 aminosteroid (lazeroid) akan memperpanjang half life dari endothelial
derived relaxing factor.
f. Mengurangi produksi laktat : turunkan gula darah sampai normal
28
g. Mengurangi efek brain endorphine : naloxone
3. Memulihkan sel yang masih baik
Metabolik aktivator seperti citicholin, piracetam, piritinol bekerja dalam bidang ini
4. Menghilangkan sedapat mungkin semua faktor resiko yang ada
5. Pengobatan penyebab stroke
Adanya trombus pada aliran darah cepat, dan trombus melewati permukan kasar seperti
plaque arteria maka akan terbentuk white clot (gumpalan platelet dengan fibrin). Obat
yang bermanfaat adalah aspirin untuk mengurangi agregasi platelet ditambah tiklodipin
untuk mengurangi daya perlekatan dari fibrin. Bila kemudian hal ini diikuti oleh stenosis
dan perlambatan aliran darah yang progresif, maka terapi adalah antikoagulan sampai
penyebab dapat dihilangkan atau sampai buntu total dan aliran darah hanya dari kolateral
saja baru antikoagulan dihentikan dan diganti dengan aspirin.
Fase Pasca Akut
Pengobatan dititik beratkan pada tindakan rehabilitasi penderita, dan pencegahan
terulangnya stroke (2).
o Rehabilitasi upaya membatasi sejauh mungkin kecacatan penderita, fisik dan
mental dengan fisioterapi, terapi wicara dan psikoterapi (2).
o Prinsip dasar rehabilitasi (4):
Mulailah rehabilitasi sedini mungkin
Harus sistematik
Meningkat secara bertahap
Pakailah bentuk rehabilitasi yang spesifik untuk defisit penderita
o Terapi preventif
Pencegahan Primer, untuk mencegah terjadinya ateroma, yaitu (4):
Mengatur tekanan darah baik sistoli maupun diastolik (11)
Mengurangi makan asam lemak jenuh
Berhenti merokok
Minum aspirin dua hari sekali (11), 300 mg/hari, pada :
29
o Individu dengan anamnesis keluarga dengan penyakit vaskuler
o Umur lebih dari 50 tahun
o Tidak ada ulkus lambung
o Tidak ada penyakit mudah berdarah
o Tidak ada alergi aspirin
o Penggunaan aspirin setelah mengalami TIA, dapat mengurangi
kematian dan dapat meningkatkan kemungkinan untuk sembuh(11)
o Pencegahan sekunder
II. 1. 8. Evaluasi Penderita Stroke(4)
Skala-skala yang digunakan untuk melihat kemajuan penderita stroke adalah :
Mathew scale, dan Canadian scale.
(1) Mathew scale
Skala ini digunakan di Eropa. Yang diperiksa adalah :
o Mentation : kesadaran, orientasi, bicara (speech)
o Saraf cranial
o Kemampuan motorik
o Kemampuan sensibilitas
o Disability
(2) Canadian scale
Skala ini terutama digunakan di Amerika. Lebih sederhana dan lebih mudah digunakan,
karena hanya memeriksa apa yang penting pada penderita stroke, yaitu :
o Mental : kesadaran, orientasi, bicara (speech)
o Fungsi motorik
30
Penderita yang akan keluar dari rumah sakit, harus diperiksa dengan menggunakan Barthel
Index. Yang dinilai adalah :
o Apakah penderita dapat bangun dari tempat tidur dan berjalan ke WC.
o Apakah penderita dapat mengenakan pakaian.
o Apakah penderita dapat memakai perhiasan/make up (untuk wanita), atau mencukur
jenggot (untuk laki-laki).
o Apakah penderita dapat mandi sendiri.
o Apakah penderita dapat makan.
o Apakah penderita dapat berjalan.
o Apakah penderita dapat naik tangga.
31
II.2 Hipertensi
II.2.1 Definisi
Hipertensi adalah keadaan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan diastolik
lebih dari 90 mmHg.1,13 Berdasarkan The Joint National Committee on Prevention, Detection,
evaluation and Treatment of High Blood Pressure (JNC) VII tahun 2003, tekanan darah disebut
normal apabila tekanan sistolik <120 mmHg dan tekanan diastolik < 80.13
II.2.2 Etiologi
Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi dua, yaitu :
1. Hipertensi primer / Hipertensi esensial . Terdapat sekitar 95 % kasus. Hipertensi ini
disebut juga hipertensi idiopatik. Faktor yang mempengaruhinya seperti :
Genetik, Lingkungan, Hiperaktivitas susunan saraf simpatis, Sistem renin-angiotensin,
defek dalam ekskresi Na, peningkatan Na dan Ca intraselular, dan faktor-faktor yang
meningkatkan risiko seperti umur, jenis kelamin, obesitas, alkohol, merokok.14
2. Hipertensi sekunder atau hipertensi renal . Terdapat 5 % kasus. Penyebab spesifiknya
diketahui, seperti penyakit ginjal ( stenosis arteri renalis, pielonefritis, glomerulonefritis,
tumor-tumor ginjal, penyakit ginjal polikista (biasanya diturunkan), trauma pada ginjal
(luka yang mengenai ginjal), terapi penyinaran yang mengenai ginjal, penggunaan
estrogen, hipertensi vaskular renal, hiperaldosteronisme primer, sindrom cushing,
preeklamsi pada kehamilan, dll.13
II.2.3 Patogenesis
Teori tentang patogenesis terus berkembang. Tekanan darah dipengaruhi oleh curah jantung
dan tahanan perifer. Pada tahap awal hipertensi primer, curah jantung meningkat, tahanan perifer
normal, disebabkan peningkatan aktifitas simpatik. Tahap selanjutnya, curah jantung kembali
normal sedangkan tahanan perifer meningkat. Hal ini disebabkan refleks autoregulasi, yaitu
32
mekanisme tubuh mempertahankan keadaan hemodinamik yang normal. Meningkatnya tekanan
darah di dalam arteri bisa terjadi melalui beberapa cara:1,13
1. Jantung memompa lebih kuat sehingga mengalirkan lebih banyak cairan pada setiap
detiknya
2. Arteri besar kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku, sehingga mereka tidak
dapat mengembang pada saat jantung memompa darah melalui arteri tersebut.
Karena itu darah pada setiap denyut jantung dipaksa untuk melalui pembuluh yang
sempit daripada biasanya dan menyebabkan naiknya tekanan (arteriosklerosis)
3. Bertambahnya cairan dalam sirkulasi bisa menyebabkan meningkatnya tekanan
darah. Hal ini terjadi jika terdapat kelainan fungsi ginjal sehingga tidak mampu
membuang sejumlah garam dan air dari dalam tubuh. Volume darah dalam tubuh
meningkat, sehingga tekanan darah juga meningkat.
II.2.4 Klasifikasi13,14
Klasifikasi Tekanan Darah Dewasa menurut JNC VII
Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)
Normal < 120 < 80
Pre Hipertensi 120-139 80-89
Hipertensi
Stage 1 140-159 90-99
Stage 2 ≥ 160 ≥ 100
33
Klasifikasi sesuai WHO
Klasifikasi Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)
Normotensi < 140 140 – 160
Hipertensi ringan 140 –180 140 – 160
Hipertensi perbatasan 140 –180 90 – 95
Hipetensi sedang dan berat > 180 > 105
Hipertensi sistolik terisolasi > 140 < 90
Hipertensi sistolik terisolasi 140 – 160 < 90
Hipertensi sistolik terisolasi adalah hipertensi dengan tekanan sistolik ≥ 160 mmHg, tetapi
tekanan diatolik < 90 mmHg.
II.2.5 Gejala Klinis
Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala; meskipun secara
tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya berhubungan dengan tekanan
darah tinggi. Gejala yang dimaksud adalah sakit kepala, perdarahan dari hidung, pusing, wajah
kemerahan dan kelelahan; yang bisa saja terjadi baik pada penderita hipertensi, maupun pada
seseorang dengan tekanan darah yang normal.13
Jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul gejala berikut:
Sakit kepala
Kelelahan
Mual
Muntah
34
Sesak nafas
Gelisah
Pandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada otak, mata, jantung
dan ginjal.
Kadang penderita hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran dan bahkan koma
karena terjadi pembengkakan otak. Keadaan ini disebut ensefalopati hipertensif, yang
memerlukan penanganan segera.
II.2.6 Pemeriksaan Fisik13
Hipertensi ditegakkan dengan dua kali atau lebih pengukuran pada kunjungan yang
berbeda, kecuali terdapat kenaikan yang tinggi atau gejala-gejala klinis
Pengukuran tekanan darah darah dilakukan dalam keadaan pasien duduk bersandar,
setelah beristirahat selama 5 menit
Anamnesis : Lama menderitanya, riwayat dan gejala penyakit-penyakit yang
berkaitan seperti penyakit jantung koroner, gagal jantung, riwayat penyakit dalam
keluarga, kebiasaan seperti merokok, makanan, pemakaian obat bebas, hasil
antihipertensi sebelumnya bila ada, dan faktor psikososial lingkungan ( keluarga,
pekerjaan, dll ).
II.2.7 Pemeriksaan Penunjang
- Pemeriksaan laboratorium rutin yang dilakukan sebelum memulai terapi bertujuan
menentukan adanya kerusakan organ dan faktor risiko lain atau mencari penyebab
hipertensi.
- Pemeriksaan : urinalisa, darah perifer lengkap, kimia darah ( kalium, natrium,
kreatinin, gula darah puasa, kolesterol total, kolesterol HDL, dan EKG
- Pemeriksaan tambahan : Protein urin 24 jam, asam urat, kolesterol LDL
35
II.2.8 Penatalaksanaan13,14
Tujuan pengobatan pasien hipertensi adalah :
Target tekanan darah < 140/90 mmHg, untuk individu beresiko tinggi (diabetes, gagal
ginjal proteinuria) < 130/80 mmHg
Penurunan morbiditas dan mortalitas kardiovaskular
Menghambat laju penyakit ginjal proteinuria
Selain pengobatan hipertensi, pengobatan terhadap factor resiko atau kondisi penyerta
lainnya seperti diabetes mellitus atau dislipidemia juga harus dilaksanakan hingga mencapai
target terapi masing-masing kondisi.
Pengobatan hipertensi terdiri dari terapi nonfarmakologis dan farmakologis. Terapi
nonfarmakologis harus dilaksanakan oleh semua pasien hipertensi dengan tujian menurunkan
tekanan darah dan mengendalikan factor-faktor resiko serta penyakit penyerta lainnya.
Terapi nonfarmakologis terdiri dari :
Menghentikan merokok
Menurunkan berat badan berlebih
Menurunkan konsumsi alkohol berlebih
Latihan fisik
Menurunkan asupan garam
Meningkatkan konsumsi buah dan sayur serta menurunkan asupan lemak
Jenis – jenis obat antihipertensi untuk terapi farmakologis hipertensi yang dianjurkan JNC 7:
Diuretika, terutama jenis Thiazie (Thiaz) atau Aldosterone Antagonist (Aldo Ant)
Beta Blocker (BB)
Calcium Channel Blocker atau Calcium Anatagonist (CCB)
Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACEI)
36
Angiotensin II Receptor Blocker atau AT1receptor antagonist / blocker (ARB)
II.2.9 Komplikasi1
- Gagal ginjal (Hipertensi lama)
- Gagal jantung (Hipertensi berat)
- Mata dapat terjadi perdarahan retina, gangguan penglihatan sampai dengan kebutaan
(Hipertensi ringan dan sedang)
37
BAB III
ANALISA KASUS
Pasien Tn. W, 55 tahun, laki-laki, datang ke IGD dengan keluhan lemah pada tubuh kiri
dan dirasakan kurang lebih 20 jam SMRS. Keluhan tersebut disertai bicara pelo. Pasien mengaku
1 hari SMRS pada tangan dan kaki kiri awalnya terasa berat dan kemudian menjadi lemah.
Pasien menyangkal sebelumnya ada demam, sakit kepala. Pasien merupakan perokok aktif,
dalam sehari dapat menghabiskan sekitar 8-12 batang rokok. Riwayat hipertensi (+) tidak
terkontrol, riwayat alergi obat dan stroke disangkal. Pasien mengaku keluhan tersebut baru
dirasakan pertama kali. Pemeriksaan fisik didapatkan GCS E4 M5 V5, Kontak (+), TD kanan
150/100 mmHg TD kiri 140/80mmHg Nadi 88 x/menit Pernapasan 20 x/menit Suhu 36,8 0C.
Pemeriksaan umum dalam batas normal. Pemeriksaan nervus cranialis tampak tanda parese
N.VII dan N.XII sentral, reflek fisiologis (+), reflek patologis (+). Tanda meningeal (-), motorik
ekstremitas atas dan bawah kiri lemah, sensibilitas dalam batas normal. Hasil pemeriksaan
penunjang ct-scan kesan infark pada serebri media kanan. Diagnosa stroke iskemik dengan
hipertensi grade II.
Stroke non hemoragik adalah sindroma klinis yang awalnya timbul mendadak,
cepat berupa defisit neurologis fokal atau global yang berlangsung 24jam atau lebih atau
langsung menimbulkan kematian yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non
traumatik.(12) Pada pasien ini usia, perokok dan hipertensi merupakan faktor resiko terjadinya
stroke. Pengaruh rokok pada pembuluh darah dapat menyebabkan terbentuknya trombus
akibat kandungan zat dalam rokok terutama nikotin dan menyebabkan penyempitan
pembuluh darah sehingga meningkatkan tekanan pembuluh darah yang kemudian trombus
dapat terlepas masuk ke pembuluh darah yang lebih kecil sehingga menyebabkan emboli,
pada kasus ini pembuluh darah yang terkena arteri serebri media kanan, hal ini juga dapat
dipengaruhi oleh usia karena usia > 50 tahun kelenturan pembuluh darah berkurang. Akibat
38
emboli pada pembuluh darah tersebut menyebabkan sel otak kekurangan nutrisi sehingga
terjadi iskemik, hal ini yang menyebabkan terjadinya stroke non hemoragik.
Penatalaksanaan pada kasus ini memperbaiki tekanan darah dengan memberikan obat
antihipertensi, antitrombotik, antiplatelet agregasi dan neuroprotektor. Non medikamentosa
berupa pengawasan Breathing, Blood, Brain, Bladder, jika pasien sudah mengarah pada kondisi
yang lebih baik dan memungkin dilakukan fisioterapi maka dapat dikonsultasikan ke bagian
rehabilitasi medik untuk pemulihan lebih lanjut.
39
DAFTAR PUSTAKA
1. Price, Silvia A. 2003. Patofisiologi Edisi Keempat. Jakarta: EGC
2. Aliah A, Kuswara F F, Limoa A, Wuysang G. 2005. Gambaran Umum Tentang Gangguan Peredaran Darah Otak Dalam Kapita Selekta Neurology Edisi Kedua editor Harsono. Yogyakarta: Gadjah Mada university press
3. Corwin EJ. 2000. Stroke dalam buku saku patofisiologi editor Endah P. Jakarta :EGC
4. Chandra, B. 1994. Stroke dalam neurology klinik Edisi Revisi. Surabaya. Lab/bagian Ilmu Penyakit Saraf FK UNAIR/RSUD Dr. Soetomo
5. Widjaja, L. 1993. Stroke Patofisiologi dan Penatalaksanaan. Surabaya. Lab/bagian Ilmu Penyakit Saraf FK UNAIR/RSUD Dr. Soetomo
6. Prof.DR.M Matdjono, Prof.DR P Sidharta.1981. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat Anggota IKAPI
7. Bernard Bendock, Andreu Naidech. 2012. Hemoragis and Ischemic stroke. Thime : New York
8. Snell, Richard. S. Clinical Neuroanatomy Edition Seven. Philadelpia: Walters Kulwer
9. Azis AL, Widjaja D, Saharso D, dkk. 1994. Gangguan Pembuluh Darah Otak Dalam Pedoman Diagnosis dan Terapi LAB/ UPF Ilmu Penyakit Saraf. Surabaya. Lab/bagian Ilmu Penyakit Saraf FK UNAIR/RSUD Dr. Soetomo
10. Heiss WD, Thiel A, Grond M, Graf R. Which targets are relevant for therapy of acute ischemic stroke. Stroke 1999; 30: 1486-1489
11. Barnett HJM, Eliasziw M, Meldrum HE. Evidence based cardiology: prevention of ischaemic stroke. BMJ 1999; 318: 1539-1543
12. Mansjoer, arief, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid Pertama. Jakarta: FKUI
13. Sudoyo, Aru W., dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi Keempat. Jakarta:
FKUI
14. Yogiantoro M. 2006. Hipertensi Essensial. Jakarta: FKUI
40