stemi.docx
TRANSCRIPT
June 30, 2012
ST Elevasi Miokard Infark (STEMI)
ST Elevasi Miokard Infark (STEMI) adalah rusaknya bagian otot jantung secara
permanen akibat insufisiensi aliran darah koroner oleh proses degeneratif maupun di
pengaruhi oleh banyak faktor dengan ditandai keluhan nyeri dada, peningkatan enzim jantung
dan ST elevasi pada pemeriksaan EKG. STEMI adalah cermin dari pembuluh darah koroner
tertentu yang tersumbat total sehingga aliran darahnya benar-benar terhenti, otot jantung yang
dipendarahi tidak dapat nutrisi-oksigen dan mati.2,5
Lokasi infark miokard berdasarkan perubahan gambaran EKG:6
No Lokasi Gambaran EKG
1 Anterior Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-
V4/V5
2 Anteroseptal Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-V3
3 Anterolateral Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-V6
dan I dan aVL
4 Lateral Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V5-V6
dan inversi gelombang T/elevasi ST/gelombang Q di
I dan aVL
5 Inferolateral Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III,
aVF, dan V5-V6 (kadang-kadang I dan aVL).
6 Inferior Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III,
1
dan aVF
7 Inferoseptal Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III,
aVF, V1-V3
8 True posterior Gelombang R tinggi di V1-V2 dengan segmen ST
depresi di V1-V3. Gelombang T tegak di V1-V2
9 RV Infraction Elevasi segmen ST di precordial lead (V3R-V4R).
Biasanya ditemukan konjungsi pada infark inferior.
Keadaan ini hanya tampak dalam beberapa jam
pertama infark.
A. Patofisiologi
STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak
setelah oklusi thrombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri
koroner derajat tinggi yang berkembang secara lambat biasanya tidak memicu STEMI karena
berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu. STEMI terjadi jika trombus arteri koroner
terjadi secara cepat pada lokasi injuri vascular. Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika
plak aterosklerosis mengalami fisur, rupture atau ulserasi dan jika kondisi local atau sistemik
memicu trombogenesis, sehingga terjadi thrombus mural pada lokasi rupture yang
mengakibatkan oklusi arteri koroner. Penelitian histology menunjukkan plak koroner
cendeeung mengalami rupture jika mempunyai vibrous cap yang tipis dan intinya kaya lipid
(lipid rich core).2
Infark Miokard yang disebabkan trombus arteri koroner dapat mengenai
endokardium sampai epikardium,disebut infark transmural.namun bisa juga hanya mengenai
daerah subendokardial,disebut infark subendokardial.Setelah 20 menit terjadinya
sumbatan,infark sudah dapat terjadi pada subendokardium,dan bila berlanjut terus rata-rata
dalam 4 jam telah terjadi infark transmural.Kerusakan miokard ini dari endokardium ke
epikardium menjadi komplit dan ireversibel dalam 3-4 jam.Meskipun nekrosis miokard sudah
komplit,proses remodeling miokard yang mengalami injury terus berlanjut sampai beberapa
minggu atau bulan karena daerah infark meluas dan daerah non infark mengalami dilatasi.7
B. Gejala Klinis
Keluhan utama adalah sakit dada yang terutama dirasakan di daerah sternum,bisa
menjalar ke dada kiri atau kanan,ke rahang,ke bahu kiri dan kanan dan pada lengan.Penderita
2
melukiskan seperti tertekan,terhimpit, diremas-remas atau kadang hanya sebagai rasa tidak
enak di dada. Walau sifatnya dapat ringan ,tapi rasa sakit itu biasanya berlangsung lebih dari
setengah jam.Jarang ada hubungannya dengan aktifitas serta tidak hilang dengan istirahat
atau pemberian nitrat. 7
Rasa nyeri hebat sekali sehingga penderita gelisah, takut, berkeringat dingin dan
lemas. Kulit terlihat pucat dan berkeringat, serta ektremitas biasanya terasa dingin. Volume
dan denyut nadi cepat, namun pada kasus infark miokard berat nadi menjadi kecil dan lambat.
Bradikardi dan aritmia juga sering dijumpai. Tekanan darah menurun atau normal selama
beberapa jam atau hari. Dalam waktu beberapa minggu, tekanan darah kembali normal.
Dari ausklutasi prekordium jantung, ditemukan suara jantung yang melemah.
Pulsasinya juga sulit dipalpasi. Pada infark daerah anterior, terdengar pulsasi sistolik
abnormal yang disebabkan oleh diskinesis otot-otot jantung. Penemuan suara jantung
tambahan (S3 dan S4), penurunan intensitas suara jantung dan paradoxal splitting suara
jantung S2 merupakan pertanda disfungsi ventrikel jantung.6
C. Faktor Resiko
Faktor yang tidak dapat dimodifikasi:
1. Umur
2. Jenis kelamin
3. Suku bangsa dan warna kulit
4. Genitik
Faktor yang dapat dimodifikasi:
1. Hipertensi
2. Hiperlipidemia
3. Merokok
4. Diabetes mellitus
5. Kegemukan
6. Kurang gerak dan kurang olahraga
7. Konsumsi kontrasepsi oral.8
D. Diagnosis
1. Anamnesis
3
Adanya nyeri dada yang lamanya lebih dari 30 menit di daerah prekordial,retrosternal
dan menjalar ke lengan kiri,lengan kanan dan ke belakang interskapuler. Rasa nyeri seperti
dicekam,diremas-remas,tertindih benda padat,tertusuk pisau atau seperti terbakar.Kadang-
kadang rasa nyeri tidak ada dan penderita hanya mengeluh lemah,banyak keringat, pusing,
palpitasi, dan perasaan akan mati.
2. Pemeriksaan fisik
Penderita nampak sakit,muka pucat,kulit basah dan dingin.Tekanan darah bisa
tinggi,normal atau rendah.Dapat ditemui bunyi jantung kedua yang pecah paradoksal,irama
gallop. Kadang-kadang ditemukan pulsasi diskinetik yang tampak atau teraba di dinding dada
pada IMA inferior.
3. EKG
Nekrosis miokard dilihat dari 12 lead EKG. Selama fase awal miokard infark akut,
EKG pasien yang mengalami oklusi total arteri koroner menunjukkan elevasi segmen ST.
Kemudian gambaran EKG berupa elevasi segmen ST akan berkembang menjadi gelombang
Q. Sebagian kecil berkembang menjadi gelombang non-Q. Pada STEMI inferior, ST elevasi
dapat dilihat pada lead II, III, dan aVF.
4. Pemeriksaan laboratorium
Pada nekrosis miokard, protein intraseluler akan masuk dalam ruang interstitial dan
masuk ke sirkulasi sistemik melalui mikrovaskuler lokal dan aliran limfatik. Oleh sebab itu,
nekrosis miokard dapat dideteksi dari pemeriksaan protein dalam darah yang disebabkan
kerusakan sel. Protein-protein tersebut antara lain aspartate aminotransferase (AST), lactate
dehydrogenase, creatine kinase isoenzyme MB (CK-MB), mioglobin, carbonic anhydrase III
(CA III), myosin light chain (MLC) dan cardiac troponin I dan T (cTnI dan cTnT).
Peningkatan kadar serum protein-protein ini mengkonfirmasi adanya infark miokard.6,7
E. Penatalaksanaan Medis
Time is muscle semboyan dalam penanganan STEMI, artinya semakin cepat
tindakan maka kerusakan otot jantung semakin minimal sehingga fungsi jantung kelak dapat
dipertahankan. Terapi STEMI hanyalah REPERFUSI, yaitu menjamin aliran darah koroner
kembali menjadi lancar. Reperfusi ada 2 macam yaitu berupa tindakan kateterisasi (PCI)
yang berupa tindakan invasive (semi-bedah) dan terapi dengan obat melalui jalur infuse (agen
fibrinolitik).
PCI walaupun terkesan lebih menyeramkan ketimbang terapi dengan sekedar obat
per infuse, sebenarnya memiliki efek samping yang lebih kecil ketimbang terapi obat per
4
infuse tersebut selain itu efektivitasnya jauh lebih baik, bahkan mendekati sempurna.
Tindakan PCI yang berupa memasukkan selang kateter langsung menuju jantung dari
pembuluh darah di pangkal paha dapat berupa pengembangan ballon maupun pemasangan
cincin/stent..
Walaupun terkesan mudah saja untuk dilakukan (hanya seperti obat-obat per infuse
seperti umumnya), fibrinolitik menyimpan efek samping yang sangat berbahaya yaitu
perdarahan. Resiko paling buruk adalah terjadinya stroke perdarahan (sekitar 1,4 % pasien.
Efektivitas fibrinolitik adalah baik, walaupun tidak sebaik PCI. 5
F. Penatalaksanaan Fisioterapi
Manajemen fisioterapi dapat dibagi menjadi tiga tahap yaitu pada tahap in patient,
tahap out patient, dan yang terakhir tahap long-term maintenance. Selama fase inpatient,
tujuan intervensi fisioterapi adalah mencegah atau menangani sequelae dari bed rest. Teknik-
teknik yang digunakan bertujuan untuk mencegah kolaps paru dan membantu
mengembalikan aktivitas secara mandiri dengan bantuan sederhana. Aktivitas harus
ditingkatkan secara perlahan dan mencakupkan program latihan dan mobilisasi sehingga pada
saat pasien keluar dari rumah sakit, pasien mampu melakukan aktivitas sehari-hari secara
mandiri.
Pada tahap outpatient, lanjutan fisioterapi untuk pasien jantung bisa dilakukan dengan
edukasi dan sesi latihan sekali atau lebih per minggu selama 1-2 bulan, yang disertai dengan
latihan di rumah, atau bisa juga dibuatkan program latihan berbasis-rumah agar lebih
memudahkan pasien.
Latihan long term maintenance untuk pasien jantung sekarang telah banyak tersedia.
Banyak pasien yang termotivasi untuk melakukan program latihan bersama pasien jantung
lainnya.
Adapun modalitas fisioterapi yang dapat digunakan dalam penanganan pasien gagal
jantung kongestif antara lain:
1. Breathing exercise. Merupakan latihan yang bertujuan untuk memberikan latihan pernafasan,
pada kasus ini untuk meningkatkan volume paru selama bed rest, pemberian breathing
exercise dapat memperlancar jalannya pernafasan. Latihan pernafasan ini dilakukan bila
pasien mampu menerima instruksi dari fisioterapis. Latihan pernafasan ini juga dapat
digunakan untuk relaksasi, mengurangi stress,dan ketegangan.
2. Passive movement, adalah suatu latihan yang digunakan dengan gerakan yang dihasilkan
oleh tenaga/kekuatan dari luar tanpa adanya kontraksi otot atau aktifitas otot. Semua gerakan
5
dilakukan sampai batas nyeri atau toleransi pasien. Efek pada latihan ini adalah
memperlancar sirkulasi darah, relaksasi otot, memelihara dan meningkatkan LGS, mencegah
pemendekan otot, mencegah perlengketan jaringan.
3. Active movement, Merupakan gerak yang dilakukan oleh otot-otot anggota tubuh itu sendiri.
Gerak yang dalam mekanisme pengurangan nyeri dapat terjadi secara reflek dan disadari.
Gerak yang dilakukan secara sadar dengan perlahan dan berusaha hingga mencapai lingkup
gerak penuh dan diikuti relaksasi otot akan menghasilkan penurunan nyeri. Disamping itu
gerak dapat menimbulkan ” pumping action” pada kondisi oedem sering menimbulkan
keluhan nyeri, sehingga akan mendorong cairan oedem mengikuti aliran ke proximal.
4. Latihan gerak fungsional, Latihan ini bertujuan untuk mempersiapkan aktivitas
kesehariannya seperti duduk, berdiri, jalan sehingga penderita mampu secara mandiri dapat
melakukan perawatan diri sendiri.
5. Home program education, Dalam hal ini pasien diberi pengertian tentang kondisinya dan
harus berusaha mencegah cidera ulang atau komplikasi lebih lanjut dengan cara aktifitas
sesuai kondisi yang telah diajarkan oleh terapis. Disamping itu juga peran keluarga sangatlah
penting untuk membantu dan mengawasi segala aktifitas pasien di lingkungan
masyarakatnya. Pasien diberi pengertian juga tentang kontraindikasi dari kondisi pasien itu
sendiri untuk menghindari hal-hal yang dapat memperburuk keadaannya.
DAFTAR PUSTAKA
6
1. http://sinau-biologi.blogspot.com/2009/04/anatomi-jantung-manusia.html2. Haq, Nuzulul Zulkarnain. 2011. Askep IMA Stemi, (Online), (http://nuzulul-
fkp09.web.unair.ac.id/artikel_detail-35460-Kep%20Kardiovaskuler-Askep%20IMA%20STEMI.html, diakses 23 Mei 2012)
3. Agustina. 2011. ST Elevasi Miokard Infark (STEMI) pada Laki-Laki 54 Tahun Memiliki Kebiasaan Minum Alkohol, (Online), (http://www.fkumyecase.net/wiki/index.php?page=ST+Elevasi+Miokard+Infark+%28STEMI%29+pada+Laki-Laki+54+Tahun+Memiliki+Kebiasaan++Minum+Alkohol, diakses 23 Mei 2012)
4. http://www.sentra-edukasi.com/2011/07/sistem-fungsi-anatomi-jantung-manusia.html5. Paskah, Leonardo. 2008. Mahalnya Serangan Jantung, (Online),
(http://www.wikimu.com/News/DisplayNews.aspx?id=9897), diakses 23 Mei 2012.6. Anonim. Infark Miokard, (Online),
(http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22069/4/Chapter%20II.pdf), diakses 29 Mei 2012.
7. Sylvana, Fransisca dan Gabriela Da. 2005.Infark Miokard Akut. Skripsi tidak diterbitkan. Surabaya: Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma.
8. Anonim. (Online), (http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/107/jtptunimus-gdl-subagiog2a-5321-2-bab2.pdf), diakses 23 Mei 2012.
9. Keisner, carolin. Cardiac rehabilitation.
Diposkan oleh CN za http://zahstraces.blogspot.com/2012/06/st-elevasi-miokard-infark-stemi.html
ST Elevasi Miokard Infark (STEMI)
7
1.1 Anamnesis
Anamnesis merupakan tahap awal dalam pemeriksaan untuk mengetahui riwayat penyakit dan
menegakkan diagnosis. Anamnesis harus dilakukan dengan teliti, teratur dan lengkap karena sebagian
besar data yang diperlukan dari anamnesis untuk menegakkan diagnosis.2
Anamnesis yang baik terdiri dari identitas, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat
penyakit dahulu, riwayat obstetri dan ginekologi (khusus wanita), riwayat penyakit dalam keluarga,
dan anamnesis pribadi (meliputi keadaan sosial ekonomi, riwayat pengobatan, kebiasaan,
lingkungan).2
Dan dalam kasus kali ini pada penyakit angina pektoris, anamnesis yang berhasil didata adalah:
Ø IDENTITAS
Identitas meliputi nama lengkap pasien, umur atau tanggal lahir, alamat, pendidikan, pekerjaan,
suku bangsa, dan agama. Semakin lengkap semakin baik.
Ø KELUHAN UTAMA (Chief Complaint)
Pasien datang dengan keluhan sesak napas dan nyeri dada ulu hati yang menjalar ke
rahang dan lengan kiri.
Ø RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
1. Waktu dan lamanya keluhan berlangsung
Dari kasus dikatakan tidak dikatakan sudah berapa lama gejala berlangsung. Namun diketahui bahwa
gejala muncul pada saat pasien sedang tidur, dan dibawa ke UGD pada tengah malam.
2. Faktor risiko dan pencetus serangan, termasuk faktor-faktor yang memperberat atau meringankan
serangan.
Faktor pencetus serangan tidak diketahui, namun pasien yang memiliki riwayat merokok,
hipertensi, NIDDM, kolesterolemia.
3. Manifestasi penyakit
Rasa nyeri di ulu hati menjalar ke rahang dan lengan kiri.
Ø RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Pasien mengatakan bahwa rasa nyeri seperti ini sudah dirasakan sejak beberapa tahun yang lalu,
biasa muncul pada saat kerja lembur di kantor dan menghilang beberapa menit kalau beristirahat.
8
Selain itu, pasien juga pernah menjalani operasi bypass femoral-poplitea kiri karena adanya
penyumbatan arteri perifer yang berat.
Ø RIWAYAT PRIBADI
Riwayat pribadi meliputi data-data sosial, ekonomi, pendidikan, dan kebiasaan. Perlu
ditanyakan pula apakah pasien mengalami kesulitan dalam sehari-hari seperti masalah keuangan,
pekerjaan, dan sebagainya. Kebiasaan pasien juga harus ditanyakan, seperti lingkungan tempat tinggal
pasien, riwayat merokok, riwayat alkohol, riwayat operasi, obat-obatan, alergi, dan sebagainya.
Ø RIWAYAT KELUARGA
Riwayat keluarga dikatakan bahwa ayah pasien meninggal mendadak pada usia 55 tahun.
1.2 Pemeriksaan Fisik & Penunjang
Pemeriksaan fisik mempunyai nilai yang sangat penting untuk memperkuat temuan-temuan
dalam anamnesis. Karena dari pemeriksaan fisik dan anamnesis yang baik, dokter dapat menegakkan
diagnosis. Pemeriksaan terbagi menjadi 2, yaitu pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Ø PEMERIKSAAN FISIK
Secara garis besar, pemeriksaan fisik terbagi menjadi 6, yaitu Pengukuran Tekanan Darah &
Frekuensi Jantung, Pengukuran Tekanan Vena Jugularis, Inspeksi, Palpasi, Perkusi, dan Auskultasi.3
Pengukuran Tekanan Darah & Frekuensi Jantung
Mengukur tekanan darah menggunakan sfigmomanometer, denyut pertama yang terdengar adalah
bunyi sistol dan bunyi terakhir yang didengar sebelum menghilang adalah diastol. Ukur frekuensi
denyut jantung pada arteri radialis yang sejajar dengan ibu jari. Normal tekanan darah adalah 120/80
dan normal frekuensi denyut jantung adalah 70-80 kali/menit.
Pengukuran Tekanan Vena
Identifikasi pulsasi vena jugularis dan titik tertingginya di leher. Kepala dan tempat tidur harus
mulai ditinggikan dengan sudut 300, sesuaikan sudut tempat tidur dengan kebutuhan. Pelajari
gelombang denyut vena. Perhatikan adanya gelombang a pada kontraksi atrium dan gelombang v
pada pengisian vena. Ukur tekanan vena jugularis (jugularis venous pressure,JVP)-jarak vertikal
antara titik tertinggi dan sudut sternal, normalnya kurang dari 3-4 cm.
9
Inspeksi (LOOK
Inspeksi adalah mengamati daerah yang sakit yang menjadi keluhan utama dari pasien. Sama
dengan inspeksi toraks anterior dan posterior, inspeksi jantung pun harus dipastikan bahwa area yang
diperiksa bebas dari pakaian atau penutup. Secara umum hal yang harus diperhatikan adalah :
- Kulit
Apakah pada kulitnya terdapat bekas luka, penonjolan, perubahan warna kulit, atau kelainan lainnya.
- Bentuk toraks
Apakah simetris atau asimetri, apakah terdapat deformitas, pectus excavatum (funnel chest), pectus
carinatum (pigeon chest), barrel chest, kyphoscoliosis, dll.
- Apeks Jantung
Khusus pada pemeriksaan jantung, perhatikan letak apeks jantung di Intercosta IV atau V di galis Mid
Clavicula kiri.
Palpasi (FEEL)
Palpasi adalah dengan meraba dan menekan daerah toraks dan daerah disekitar jantung.
Palpasi apeks jantung dan periksa lokasi, amplitudo, dan lamanya. Raba impuls ventrikel kanan
pada garis parasternal kiri dan area epigastrium. Jika terdapat impuls yang kuat dicurigai pembesaran
ventrikel kanan. Palpasi intercostal kanan dan kiri dekat sternum, catat jika terdapat thrill pada area
ini. Kemungkinan temuan adalah perabaan pulsasi pembuluh darah, S2 yang menonjol, thrill pada
stenosis aorta atau pulmonal.3
Auskultasi
Lakukan auskultasi di area aorta yaitu interkostal II garis sternal kanan, di area pulmonal yaitu
interkostal II garis sternal kiri, di area ventrikel kanan yaitu interkostal IV/V garis sternal kanan, di
area ventrikel kiri yaitu interkostal IV/V garis midclavicula kiri, dan di regio epigastrium garis
midsternal. Gunakan diafragma steteskop pada area yang tadi untuk bunyi : 3
- Bunyi jantung nada tinggi : S1 dan S2
- Bising aorta regurgitasi dan mitral regurgitasi
- Pericardial friction rub
10
Gunakan steteskop pada sisi sungkup/bell untuk mendengarkan :
- Bunyi jantung rendah : S3 dan S4
- Murmur Mitral Stenosis
- Tidak ditekan terlalu keras
- Dengarkan di apeks kemudian pindah ke medial pada LSB
- Mid Sistolik Click, Ejection Sound, Opening Snap = OS dengan steteskop sungkup ditekan keras pada
dinding dada
- Dengarkan seluruh prekordium dengan posisi telentang
Dua posisi penting yang lain adalah Left Lateral Decubitus (dimana posisi ini LV dekat dengan
dinding dada, sehingga memperjelas bunyi S3 dan S4, bising mitral terutama MS). Posisi duduk,
membungkuk, tahan napas dalam keadaan ekspirasi (posisi ini dapat memperjelas Early Diastolic
Murmur dari AR).
Pada keadaan STEMI ditemukan disfungsi ventrikular S4 dan S3 Gallop, penurunan intensitas
bunyi jantung pertama, dan split paradoksikal bunyi jantung kedua. Dapat ditemukan murmur
midsistolik atau late sistolik apikal yang bersibat sementara karena disfungsi aparatus katup mitral
dan pericardial friction rub.2
Perkusi
Perkusi pada jantung biasa dilakukan untuk menjadi batas paru-jantung. Agar mengetahui ukuran
jantung, batas pinggang jantung, sehingga bisa dicurigai terjadi pembesaran atau tidak.
.
Ø PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan sesuai indikasi pasien. Berikut beberapa
pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis dari kasus pasien kali ini.
1. Radiologi EKG
Pemeriksaan EKG 12 sadapan harus dilakukan pada semua pasien dengan nyeri dada atau keluhan
yang dicurigai STEMI. Pemeriksaan ini harus dilakukan segera dalam 10 menit sejak kedatangan di
IGD. Pemeriksaan ini merupakan landasan dalam menentukan keputusan terapi karena bukti kuat
menunjukkan gambaran elevasi segmen ST dapat mengidentifikasi pasien yang bermanfaat untuk
dilakukan terapi reperfusi.
11
Sebagian besar pasien dengan presentasi awal elevasi segmen ST mengalami evolusi menjadi
gelombang Q pada EKG yang akhirnya didiagnosis Infark Miokard Gelombang Q. Sebagian kecil
tetap menetap menjadi Infark Miokard Non Gelombang Q. jika obstruksi trombus tidak total,
obstruksi bersifat sementara atau ditemukan banyak kolateral, biasanya tidak ditemukan elevasi
segmen ST. pasien tersebut biasanya mengalami angina pektoris tidak stabil atau non STEMI. Pada
sebagian pasien tanpa elevasi ST berkembang tanpa menunjukkan gelombang Q disebut infark non Q.
(gambar 1.1 ST Elevasi)
2. Pemeriksaan Biomarker (Petanda) Kerusakan Jantung
Pemeriksaan yang dianjurkan adalah Creatinine Kinase (CK) MB dan Cardiac Spesific Troponin
(cTn)T atau cTn I dan dilakukan secara serial. cTn harus digunakan sebagai petanda optimal untuk
pasien STEMI yang disertai kerusakan otot skeletal, karena pada keadaan ini juga akan diikuti
peningkatan CKMB. Pada pasien dengan Elevasi ST dan gejala IMA (Infark Miokard Akut), terapi
reperfusi diberikan segera mungkin dan tidak tergantung pada pemeriksaan biomarker.
Peningkatan nilai enzim di atas 2 kali nilai batas normal, menunjukkan ada nekrosis jantung (miokard
infark).
- CKMB : meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan
kembali normal dalam 2-4 hari. Operasi jantung, miokarditis, dan kardioversi elektrik juga dapat
meningkatkan CKMB
12
- cTn : ada 2 jenis yaitu cTn T dan cTn I. Enzim ini meningkat setelah 2 jam bila ada infark miokard
dan mencapai puncak dalam 10-24 jam. Enzim cTn T masih dapat dideteksi setelah 5-14 hari,
sedangkan cTn I setelah 5-10 hari.
1.3 Diagnosis Banding & Diagnosis Kerja
Ø DIAGNOSIS BANDING
Banyak penyakit yang menjadi diagnosis banding dari penyakit arteri koronaria. Karena gejala klinis
yang ditemukan adalah nyeri di dada, batuk, sesak napas, maka tidak menutup kemungkinan penyakit
yang berasal dari paru, gastrointestinal, psikososial dapat menyebabkan gejala yang sama. Begitu
banyak penyakit yang memiliki gejala seperti ini, dan yang penulis tidak dapat membahasnya satu
persatu. Karena itu penulis mengambil yang paling mirip untuk dibahas disini.
- Perikarditis
Perikarditis Akut adalah peradangan pada perikardium (kantung selaput jantung), yang dimulai secara
tiba-tiba dan sering menyebabkan nyeri.
Peradangan menyebabkan cairan dan produk darah (fibrin, sel darah merah dan sel darah putih)
memenuhi rongga perikardium.
PENYEBAB
Perikarditis akut memiliki bermacam-macam penyebab, mulai dari infeksi virus sampai kanker.
Penyebab lainnya adalah:
§ AIDS
§ Serangan jantung (infark miokardial)
§ Pembedahan jantung
§ Lupus eritematosus sistemik
§ Penyakit rematik
§ Kegagalan ginjal
§ Cedera
§ Terapi penyinaran
§ Kebocoran darah dari suatu aneurisma aorta.
13
Perikarditis akut juga bisa merupakan akibat dari efek samping obat tertentu (misalnya antikoagulan,
penisilin, prokainamid, fenitoin dan fenilbutazon).
GEJALA
Biasanya perikarditis akut menyebabkan demam dan nyeri dada, yang menjalar ke bahu kiri dan
kadang ke lengan kiri. Nyerinya menyerupai serangan jantung, tetapi pada perikarditis akut nyeri ini
cenderung bertambah buruk jika berbaring, batuk atau bernafas dalam. Perikarditis dapat
menyebabkan tamponade jantung, suatu keadaan yang bisa berakibat fatal.
DIAGNOSA
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik (mendengarkan bunyi jantung
dengan stetoskop). Perikarditis dapat menyebabkan bunyi berderak yang mirip dengan bunyi keriat-
keriut sepatu kulit. Foto rontgen dada dan ekokardiografi dapat memperlihatkan banyaknya cairan di
dalam perikardium. Ekokardiografi juga dapat menunjukkan penyebabnya (misalnya tumor) dan
menunjukkan tekanan cairan perikardium pada bilik jantung kanan. Tekanan yang tinggi merupakan
tanda kemungkinan terjadinya tamponade jantung. Pemeriksaan darah bisa menunjukkan beberapa
keadaan yang menyebabkan perikarditis, seperti leukemi, AIDS, infeksi, demam rematik dan kadar
urea darah yang meningkat yang disebabkan oleh gagal ginjal.
PENGOBATAN
Penderita biasanya dirawat di rumah sakit, diberikan obat untuk mengurangi peradangan (misalnya
aspirin atau ibuprofen) dan diawasi kemungkinan terjadinya komplikasi (terutama tamponade
jantung). Bila nyerinya hebat mungkin perlu diberikan opium (misalnya morfin) atau corticosteroid.
Obat yang paling sering digunakan untuk nyeri yang hebat adalah prednisone. Pengobatan lanjutan
dari perikarditis akut bervariasi, tergantung kepada penyebabnya. Penderita kanker mungkin
memberikan respon terhadap kemoterapi (obat anti kanker) atau terapi penyinaran; tetapi biasanya
penderita menjalani pembedahan untuk mengangkat perikardium. Penderita gagal ginjal mungkin
akan memberikan respon terhadap perubahan program dialisa yang dijalaninya.
Infeksi bakteri diobati dengan antibiotik dan nanah dari perikardium dibuang melalui
pembedahan. Jika penyebabnya adalah obat-obatan, maka pemakaian obat tersebut segera
dihentikan. Aspirin, ibuprofen atau corticosteroid diberikan kepada penderita yang mengalami
perikarditis berulang yang disebabkan oleh virus. Pada beberapa kasus diberikan colchicine. Jika
penanganan dengan obat-obatan gagal, biasanya dilakukan pembedahan untuk mengangkat
perikardium.
PROGNOSIS
Prognosis tergantung kepada penyebabnya. Jika disebabkan oleh virus atau jika penyebabnya tidak
jelas, penyembuhan biasanya memerlukan waktu 1-3 minggu. Komplikasi maupun kekambuhan bisa
14
memperlambat penyembuhan.
Penderita kanker yang telah menyebar ke perikardium bertahan hidup sampai 12-18 bulan.
- Gastritis
Gastritis adalah suatu istilah kedokteran untuk suatu keadaan inflamasi mukosa (jaringan lunak)
lambung. Keadaan ini sering ditandai dengan gejala klinis yang sangat bervariasi yang sering kali
tidak korelasi dengan beratnya inflamasi pada mukosa lambung tsb.
GEJALA
Gejala dapat berupa rasa kembung ,mual sampai rasa nyeri pada daerah lambung dengan derajat yang
sangat variatif sampai pada yang terberat misalnya perdarahan lambung. Gastritis yang akut biasanya
jelas sebabnya ,misalnya yang bersangkutan habis meminum obat yang sangat iritatif terhadap
lambung semisal obat-obat penghilang rasa sakit dengan berbagai merek dagang atau dapat pula
sehabis minum alkohol pada seorang peminum yang kuat. Gastritis yang kronik sebabnya kurang
begitu jelas sering bersifat multifaktor dan pada akhir-akhir ini keadaan ini sering dikaitkan dengan
kuman H.Pylori sebagai penyebab dari gastritis yang kronik.
DIAGNOSIS
Dari gambaran klinis.
Pemeriksaan Endoskopi dan gambaran radiologis bila memang dibutuhkan.
ETIOLOGI
Asam lambung yang sangat berlebihan.
Pepsin yang tinggi.
Obat analgetik dan inflamasi.
Asam Empedu yang berlebihan.
Infesi virus.
Infeksi bakteri H.Pylori
Bahan korosif asam dan basa kuat.
15
PENATALAKSANAAN
Terutama ditujukan untuk melindungi lambung dari kerusakan yang berlebihan dan berlanjut dengan
cara menghilangkan penyebabnya ,merubah gaya hidup yang lebih bersahabat dengan lambung dan
obat-obatan diperlukan untuk mengatur asam lambung.
Antasida diperlukan juga untuk membuat lapisan pelindung pada lambung.
Ø DIAGNOSIS KERJA
Diagnosis kerja yang ditegakkan dari kasus adalah STEMI (ST Elevation Myocardial
Infarction). Dengan dasar anamnesis nyeri dada yang khas dan gambaran EKG yang menunjukkan
adanya Elevasi ST ≥ 2mm, minimal pada 2 sadapan prekordial yang berdampingan atau ≥ 1mm pada
2 sadapan ekstremitas. Jika dilakukan pemeriksaan enzim jantung dan hasil troponin T yang
meningkat, maka semakin memperkuat diagnosis, namun keputusan untuk memberikan terapi
revaskularisasi tak perlu menunggu hasil pemeriksaan enzim, mengingat dalam tatalaksana Infark
Miokard Akut (IMA), prinsip utama pelaksanaan adalah time is muscle.2
1.4 Epidemiologi
Prevalensi Infark Miokard Akut dengan Elevasi ST merupakan salah satu diagnosis rawat inap
tersering di daerah maju. Laju mortalitas awal (30 hari) pada penyakit ini adalah 30% dengan lebih
dari separuh kematian terjadi sebelum pasien mencapai RS. Walaupun laju mortalitas menurun
sebesar 30% dalam 2 dekade terakhir, sekitar 1 di antara 25 pasien yang tetap hidup pada perawatan
awal, akhirnya meninggal dalam tahun pertama setelah mengalami penyakit ini.2
Infark Miokard Akut dengan Elevasi ST yang disingkat menjadi STEMI ini merupakan bagian
dari spektrum sindrom koroner akut (SKA) yang terdiri dari angina pektoris tidak stabil, Infark
Miokard Akut tanpa Elevasi ST dan Infark Miokard Akut dengan Elevasi ST.2
1.5 Etiologi dan Faktor Risiko
Penyebab dari Infark Miokard Akut adalah pecahnya plak aterosklerosis yang merupakan
endapan lemak, plak fibrosa, dan lesi komplikata.
Endapan lemak yang terbentuk sebagai aterosklerosis dicirikan dengan penumbuna makrofag
dan sel-sel otot polos terisi lemak (terutama kolesterol oleat) pada daerah fokal tunika intima (lapisan
16
terdalam arteri). Endapan lemak ini biasanya dijumpai dalam aorta pada usia 10 tahun, dan dalam
arteria koronaria pada usia 15 tahun.
Sebagian endapan lemak akan berkurang, tetapi yang lain akan berkembang menjadi plak fibrosa
(plak ateromatosa) yang merupakan daerah penebalan tunika intima yang meninggi dan dapat diraba
yang mencerminkan lesi paling khas aterosklerosis lanjut dan biasanya tidak timbul hingga usia
dekade ketiga. Biasanya plak fibrosa berbentuk kubah dengan permukaan opak dang mengilat dan
menyembul ke arah lumen sehingga menyebabkan obstruksi. Sejalan dengan semakin matangnya lesi
plak, terjadi pembatasan aliran darah koroner dari ekspansi abluminal, remodeling vaskular, dan
stenosis luminal. Setelah itu terjadi perbaikan plak dan disrupsi berulang yang menyebabkan rentam
timbulknya fenomena yang disebut “ruptur plak” dan akhirnya trombosis vena.
Lesi lanjut atau komplikata terjadi bila suatu plak fibrosa rentan mengalami gangguan akibat
kalsifikasi, nekrosis sel, perdarahan, trombosis, atau ulserasi dan dapat menyebabkan Infark Miokard
Akut.
Fase ini berlangsung sekitar 20-40 tahun tanpa gejala. Gejala baru timbul apabila terjadi
penyempitan lumen progresif akibat pembesaran plak, perdarahan pada plak ateroma, pembentukan
trombus atau fragmen plak, atau spasme arteri koronaria. Dan yang paling sering adalah akibat
trombosis intralumen.
Faktor risikonya terbagi 2, yang sudah tidak dapat berubah, dan yang masih bisa diubah. Yang
tidak dapat berubah adalah usia, jenis kelamin laki-laki, dan riwayat keluarga yang memiliki penyakit
Coronary Arterial Disease (CAD). Sedangkan yang masih dapat diubah adalah hiperlipidemia (normal
130-159 mg/dl), HDL-C rendah (<40 mg/dl), Hipertensi (≥140/90 mmHg atau pada obat
antihipertensi), Merokok sigaret, Diabetes Melitus (Tipe 1 atau 2), Obesitas (terutama abdominal),
Ketidakaktifan fisik, Hiperhomosisteinemia (≥ 16 µmol/L). Namun wanita memiliki risiko yang sama
dengan pria bila sudah menopause.
1.6 Patogenesis
Angina pektoris adalah nyeri dada yang menyertai Iskemia Miokardiom. Terjadinya Iskemia
pada Miokardium disebabkan karena tidak seimbangnya kebutuhan oksigen dengan suplai oksigen
pada jaringan. Bisa disebabkan oleh suplai yang berkurang, atau kebutuhan yang bertambah.
Mekanisme bagaimana Iskemia bisa menyebabkan rasa nyeri, saat ini masih belum jelas. Teori
sementara yang bermunculan adalah reseptor saraf nyeri terangsang oleh metabolit yang tertimbun
atau oleh stres mekanik lokal akibat kelainan kontraksi miokardium.4
17
Iskemia yang berlangsung lebih dari 30-45 menit akan menyebabkan kerusakan sel ireversibel
serta nekrosis atau kematian otot. Bagian miokardium yang mengalami infark atau nekrosis akan
berhenti berkontraksi secara permanen. Infark miokardium biasanya menyerang ventrikel kiri. Infark
transmural mengenai seluruh tebal dinding yang bersangkutan. Infark subendokardial terbatas pada
separuh bagian dalam miokardium.
STEMI umumnya terjadi jika aliran koroner menurun secara mendadak setelah oklusi trombus
pada plak aterosklerotik. STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi
injuri vaskular, di mana injuri ini dicetuskan oleh faktor-faktor seperti merokok, hipertensi, dan
akumulasi lipid. Pada sebgaian besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerotik mengalami fisur,
ruptur, atau ulcerasi dan jika kondisi lokal dan sistemik memicu trombogenesis, sehingga terjadi
trombus mural pada lokasi ruptur yang mengakibatkan oklusi arteri koroner.
(gambar 1.2 Patogenesis Sindrom Koroner Akut
Terdapat hubungan antara permukaan ventrikel yang nekrosis, dengan sadapan EKG juga
dengan arteri yang memperdarahi jaringan tersebut. Karena itu, dengan EKG kita bisa mengetahui di
bagian manakah ventrikel yang iskemia itu berada.
Permukaan Ventrikel Kiri Sadapan EKG Arteri Koronaria yang
biasanya terlibat
Dinding inferior II, III, aVF a. Koronaria kanan
18
Dinding lateral atas I, aVL a. Sirkumfleksa kiri
Dinding anterior V2 – V4 a. Desendens anterior kiri
Septal V1 – V2 a. Desendens anterior kiri
Dinding septalis/anterior V1 – V4 a. Desendens anterior kiri
Dinding lateral bawah (apikal) V5 – V6 a. Desendens anterior kiri
Dinding posterior V1 – V2 (perubahan
resiprokal*)
a. Sirkumfleksa kiri
* Perubahan resiprokal menunjukkan penurunan segmen-ST dan gelombang R besar.
Tabel 1.3 Hubungan antara permukaan ventrikel, sadapan EKG, dan arteria koronaria
Otot yang mengalami infark akan mengalami serangkaian perubahan selama berlangsungnya
proses penyembuhan. Mula-mula otot yang mengalami infark tampak memar dan sianotik akibat
berkurangnya aliran darah regional. Dalam jangka waktu 24 jam timbul edema pada sel-sel, respons
peradangan disertai infiltrasi leukosit. Enzim-enzim jantung dilepaskan oleh sel-sel ini. Menjelang
hari kedua atau ketiga mulai terjadi proses degradasi jaringan dan pembuangan semua serabut
nekrotik. Selama fase ini, dinding nekrotik relatif tipis. Sekitar minggu ketiga mulai muncul jaringan
parut. Lambat laun jaringan ikat fibrosa menggantikan otot yang nektosis dan mengalami penebalan
yang progresif. Pada minggu keenam, jaringan parut sudah terbentuk dengan jelas.4
1.7 Gejala Klinis
Angina pektoris yang merupakan manifestasi dari Iskemia Miokard yaitu keadaan dimana terjadi
ketidakseimbangan antara suplai oksigen dan kebutuhan oksigen. Nyeri dada pada pasien (angina)
harus dipastikan secepatnya apakah merupakan gejala Infark Miokard Akut (IMA) atau bukan. Sifat
nyeri dada angina yang dapat dijelaskan adalah berikut :
- Lokasi : substernal, retrosternal, dan prekordial
- Sifat nyeri : rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih beban berat, seperti ditusuk, rasa diperas,
dan dipelintir.
19
- Penjalaran : biasanya ke lengan kiri, dapat juga ke leher, rahang bawah, gigi, punggung/interskapula, perut, dan dapat juga ke lengan kanan.
- Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat, atau obat nitrat.
- Faktor pencetus : latihan fisik, stress emosi, udara dingin, dan sesudah makan.
- Gejala yang menyertai : mual, muntah, sulit bernapas, keringat dingin, cemas, dan lemas.2
Jika ada seorang pasien datang dengan keluhan nyeri dada, harus dibedakan secara cermat
apakah nyerinya berasal dari jantung atau dari luar jantung. Jika dicurigai beasal dari jantung, maka
perlu dibedakan apakah nyerinya berasal dari koroner atau bukan.
Sesak napas (Dispneu) adalah pernapasan yang disadari dan abnormal dengan ciri napas tidak
menyenangkan, sukar bernapas. Sesak napas ini merupakan keluhan dari:
- Penyakit jantung : koroner, valvular, dan miokardial
- Penyakit paru : limitasu aliran udara masuk ke paru (gangguan ventilasi) dan keadaan hipoksia pada
keadaan restriktif, terjadi stimulasi napas karna hipoksia.
- Penyakit deformitas dinding toraks
- Sakit otot pernapasan
- Obesitas
- Anemia, dll.
Riwayat sesak napas sangat penting untuk memperkirakan penyebab yang mendasari.
Kemungkinan penyebabnya adalah emboli paru, pneumotoraks, udema pulmonal akut, pneumonia,
atau obstruksi jalan napas. Sesak napas yang hilang dengan pemakaian bronkodilator dan
kortikosteroid diperkirakan akibat asma. Namun sesak napas yang hilang dengan istirahat, obat
diuretik, dan digitalis diperkirakan akibatgagal jantung kiri. Gradasi sesak napas akibat gagal jantung
kiri dimana ventrikel kiri dan atau atrium kiri tinggi adalah :
- Dyspnea on Effort (DOE)
- Orthopnea
- Paroxysmal Nocturnal Dyspnea
- Dyspnea at rest
- Udema pulmonal akut
20
Perbedaan prinsip DOE pada individu normal dengan penderita gagal jantung kiri adalah derajat
aktivitas yang menyebabkan keluhan. Pada individu normal beban latihan berat menyebabkan
dispneu. Pada gagal jantung kiri yang makin berat, intensitas latihan yang menyebabkan dispneu yang
tidak terjadi sebelumnya. DOE pada gagal jantung kiri merupakan akibat dari desaturasi arteri,
hipertensi vena pulmonalis, dan stiff lung.
Batuk merupakan keluhan yang sering pada kelainan jantung dan paru. Kelainan kardiovaskuler
yang menyebabkan batuk yaitu tekanan vena pulmonalis tinggi pada gagal jantung kiri, Mitral
Stenosis dan biasanya terjadi pada malam hari. Tekanan vena pulmonalis tinggi juga dapat akibat
aneurisma aorta yang menekan vena pulmonalis, sehingga karakter sputum membantu memperkirakan
diagnosis. Pada udema paru sputum berbuih dengan warna pink (akibat perdarahan/kapiler pecah).
Sputum yang mukoid akibat dari infeksi.
1.8 Komplikasi
Komplikasi utama pada Infark Miokard Akut adalah :
- Aritmia
Beberapa bentuk aritmia mungkin timbul pada IMA. Hal ini disebabkan perubahan-perubahan listrik
jantung sebagai akibat iskemia pada tempat infark atau pada daerah perbatasan yang mengelilingi,
kerusakan sistem konduksi, lemah jantung kongestif atau keseimbangan elektrolit yang terganggu.
Aritmia ventrikel : ekstra sistol ventrikel (VES) sering terjadi pada IMA. Takikardia ventrikel (VT)
atau fibrilasi ventrikel (VF) penyebab utama kematian mendadak sebelum mencapai coronary care
unit. VES dapat merupakan pencetus timbulnya VT atau VF.
VES yang merupakan “peringatan” akan terjadinya VT atau VF adalah :
a. Fenomena R on T : interval yang pendek antara komplek sinus dengan VES
b. VES yang sering > 4/menit
c. Repetitif VES : couple, triple, quatriple
d. Bentuk multiple dari dari VES pada 1 sadapan.
VT atau VF tanpa ada VES sebelumnya dapat pula terjadi. Aritmia atrial : atrial takikardia, atrial
fibrilasi, atrial flutter jarang terjadi, tetapi bila ada menyebabkan gangguan/kemudian hemodinamik.
Bradiaritmia akibat kerusakan nodus SA atau AV sering terjadi pada IMA di dinding inferior.
21
- Gagal Jantung Kongestif
Gagal jantung kongestif merupakan kongesti sirkulasi akibat disfungsi miokardium. Tempat kongesti
bergantung ventrikel yang terlibat. Disfungsi ventrikel kiri atau gagal jantung kiri menyebabkan
kongesti pada vena pulmonalis. Sedangkan disfungsi ventrikel kanan atau gagal jantung kanan
menyebabkan kongesti vena sistemik. Kegagalan pada kedua ventrikel disebut kegagalan
biventrikular. Gagal jantung kiri merupakan komplikasi mekanis yang paling seding terjadi setelah
Infark Miokard.
- Syok Kardiogenik
Syok kardiogenik terjadi akibat disfungsi nyata ventrikel kiri sesudah mengalami infark yang masif,
biasanya mengenai lebih dari 40% ventrikel kiri. Selain pengobatan awal dan keberhasilan
revaskularisasi primer melalui PTCA di beberapa RS, syok kardiogenik tetap merupakan penyebab
kematian utama pada pasien rawat inap yang menderita infark miokardium. Syok kardiogenik
merupakan lingkaran setan perubahan hemodinamik progresif hebat yang ireversibel, dimana terjadi
penurunan perfusi perifer, penurunan perfusi koroner, dan peningkatan kongesti paru. Bila terjadi
hipotensi, asidosis metabolik dan hipoksemia selanjutnya akan semakin menekan fungsi miokardium.
Insidensi syok kardiogenik adalah 10-15% kasus sedangkan kematiannya mencapai 68% jika tidak
segera diobati. Terapinya menggunakan obat trombolitik, pompa balon intra-aorta (IAPB) dan
revaskularisasi awal dengan angioplasti atau cangkok pintas arteria koronaria (CABG) dapat
menurunkan mortalitas.
- Emboli/Tromboemboli
Merupakan komplikasi klinis nyata pada infark miokardium akut dalam 10% kasus (terutama dengan
infark yang luas pada dinding anterior). EKG 2 dimennsi memperlihatkan sekitar sepertiga penderita
infark anterior memiliki trombi dalam ventrikel kiri, tetapi jarang terjadi pada penderita infark inferior
dan posterior. Tromboembolisme dianggap merupakan faktor penting yang berperan dalam kematian
sekitar 25% pasien infark yang meninggal setelah dirawat inap. Emboli arteri berasal dari trombi
mural dalam ventrikel kiri dan dapat menyebabkan stroke bila terdapat dalam sirkulasi serebral.
Sebagian besar emboli paru terjadi di vena tungkai dan terbatasnya aliran darah ke jaringan
menyebabkan meningkatnya risiko.
22
- Ruptur Cordae (Disfungsi Otot Papilaris)
Penutupan katup mitralis selama sistolik ventrikel bergantung pada integritas fungsional otot papilaris
ventrikel kiri dan korda tendinea. Disfungsi iskemik atau ruptur nekrotik otot papilaris akan
menggangu fungsi katup mitralis, memungkinkan eversi daun katup kedalam atrium selama sistol.
Inkompetensi katup mengakibatkan aliran retrograd dari ventrikel kiri ke dalam atrium kiri dengan
dua akibat yaity pengurangan aliran ke aorta dan peningkatan kongesti pada atrium kiri dan vena
pulmonalis. Volume aliran regurgitasi tergantung dari derajat gangguan otot papilari yang
bersangkutan, jika iskemia biasanya akan menyebabkan gagal jantung kongestif ringan sampai
sedang. Tetapi bila sudah nekrosis dan ruptur otot papilaris, maka merupakan suatu peristiwa
berbahaya dengan kemunduran fungsi yang sangat cepat kearah edema paru dan syok. Meskipun jauh
lebih jarang terjadi, ruptur otot papilaris juga dapat terjadi pada ventrike kanan. Hal ini akan
mengakibatkan regurgitasi trikuspidalis berat dan gagal ventrikel kanan.
- Defek Septum Ventrikel (VSD)
Nekrosis septum interventrikular dapat menyebabkan ruptur dinding septum sehingga terjadi defek
septum ventrikel. Septum mendapatkan aliran darah ganda (yaitu dari arteria yang berjalan turun pada
permukaan anterior dan posterior sulkus interventrikularis) sehingga ruptura septum menunjukkan
adanya penyakit arteria koronaria yang cukup berat, yang mengenai lebih dari satu arteri. Pada
hakekatnya, ruptur membentuk saluran keluar kedua dari ventrikel kiri. Pada tiap kontraksi ventrikel
maka aliran terpecah dua, yaitu melalui aorta dan defek septum ventrikel. Tekanan jantung kiri jauh
lebih besar dari jantung kanan sehingga darah dipirau melalui defek dari kiri ke kanan (dari tekanan
lebih besar ke tekanan lebih rendah). Darah yang dipindahkan ke kanan jantung cukup besar
jumlahnya sehingga darah yang menuju sistemik (curah jantung) menjadi sangat berkurang, disertai
dengan peningkatan kerja ventrikel kanan dan kongesti paru-paru.
1.9 Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan Infark Miokard Akut adalah : mengurangi/menghilangkan nyeri dada,
identifikasi cepat pasien yang merupakan kandidat terapi reperfusi segera, triase pasien risiko rendah
ke ruang yang terpat di rumah sakit dan menghindari pemulangan cepat pasien dengan stemi.
- Tatalaksana Umum
§ Oksigen
23
Suplemen oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen arteri <90%. Pada semua
pasien STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan oksigen selama 6 jam pertama.
§ Nitrogliserin (NTG)
Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman pada dosis 0,4 mg dan dapat diberikan sampai 3
dosis dengan interval 5 menit. Selain mengurangi nyeri dada, NTG juga dapat menurunkan kebutuhan
oksigen miokard dengan menurunkan preload dan meningkatkan suplai oksigen miokard dengan cara
dilatasi pembuluh koroner yang terkena infark atau pembuluh kolateral. Jika nyeri dada terus
berlangsung dapat diberikan NTG intravena. NTG intravena juga diberikan untuk mengendalikan
hipertensi atau edema paru. Tapi nitrat harus dihindari pada pasien dengan tekanan darah sistol
<90mmHg atau pasien yang dicurigai menderita infark ventrikel kanan (infark inferior pada EKG,
JVP meningkat, paru bersih, dan hipotensi).5
- Mengurangi/Menghilangkan Nyeri Dada
Hal ini sangat penting, karena nyeri dikaitkan dengan aktivasi simpatis yang menyebabkan
vasokonstriksi dan meningkatkan beban jantung.
§ Morfin
Morfin sangat efektif mengurangi nyeri dada dan merupakan analgesik pilihan dalam tatalaksana
nyeri dada STEMI. Diberikan dengan dosis 2-4 mg dan dapat diulang dengan interval 5-15 menit
sampai dosis total 20 mg. Efek samping adalah konstriksi vena dan arteriolar melalui penurunan
simpatis, sehingga dapat terjadi pooling vena yang akan mengurangi curah jantung dan tekanan darah
arteri. Efek hemodinamik ini dapat diatasi dengan elevasi tungkai dan pada kondisi tertentu
diperlukan penambahan cairan IV dengan NaCl 0,9%. Morfin juga dapat memberika efek samping
bradikardia, blok jantung derajat ting, terutama pada pasien dengan infark posterior. Namun hal ini
dapat dicegah dengan pemberian atropin 0,5 mg IV.2,5
§ Aspirin
Merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai STEMI dan efektif pada spektrum sindrom
koroner akut. Inhibisi cepat siklooksigenase trombosit yang dilanjutkan reduksi kadar tromboksan A2
dicapai dengan absorpsi aspirin bukkal dengan dosis 160-325 mg di ruang emergensi. Selanjutnya
aspirin dapat diberikan oral dengan dosis 75-162 mg.
§ Beta-Bloker
24
Jika morfin tidak berhasil mengurangi nyeri dada, pemberian beta-bloker IV, selain nitrat mungkin
efektif. Regimen yang biasa diberikan adalah metoprolol 5 mg setiap 2-5 menit sampai total 3 dosis,
dengan syarat frekuensi jantung >60 menit, tekanan darah sistolik >100 mmHg, interval PR <0,24
detik dan ronki tidak lebih dari 10 cm dari diafragma. Limabelas menit setelah dosis IV terakhir
dilanjutkan dengan metoprolol oral dengan dosis 50 mg tiap 6 jam selama 48 jam, dan dilanjutkan 100
mg tiap 12 jam.
- Terapi Reperfusi
Reperfusi dini akan memperpendek lama oklusi koroner, meminimalkan derajat disfungsi dan dilatasi
ventrikel dan mengurangi kemungkinan pasien STEMI berkembang menjadi gagal jantung atau
takiaritmia ventrikular maligna. Sasaran terapi reperfusi pada pasien STEMI adlah door-to-needle
(atau medical contact-to-needle) time untuk memulai terapi fibrinolitik dapat dicapai dalam 30 menit
atau door-to-balloon (atau medical contact-to-balloon) time untuk PCI dapat dicapai dalam 90 menit.
Tapi ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam memilih terapi reperfusi ini, yaitu waktu
onset gejala (terapi fibrinolisis sebaiknya diberikan 2 jam pertama, sedangkan PCI boleh setelah 2
jam), risiko mortalitas pasien STEMI, risiko perdarahan, waktu & fasilitas di RS.
Terapi Fibrinolisis Terapi Invasif (PCI)
Onset < 3 jam
Tidak tersedia pilihan invasif
terapi
- Kontak doctor-baloon atau door-
baloon> 90 menit
- (door-baloon) minus (door-
needle) lebih dari 1 jam.
Tidak terdapat kontraindikasi
fibrinolisis
Onset > 3 jam
Tersedia ahli PCI
- Kontak doctor-baloon atau door baloon< 90
menit.
- (Doorbaloon) minus (door-needle) < 1 jam
Kontraindikasi fibrinolisis, termasuk resiko
perdarahan dan perdarahan intraserebral.
STEMI resiko tinggi (CHF, Killip ≥ 3)
Diagnosis STEMI diragukan.
Tabel 1.4 Perbedaan Terapi Fibrinolisis dan Terapi Invasif (PCI)
25
§ Percutaneous Coronary Intervention (PCI)
Intervensi koroner perkutan, biasanya angioplasti dan atau stenting tanpa didahului fibrinolisis disebut
PCI primer. PCI ini efektif dalam mengembalikan perfusi pada STEMI jika dilakukan dalam beberapa
jam pertama Infark Miokard Akut. PCI primer lebih efektif dari fibrinolisis dalam membuka arteri
koroner yang tersumbat dan dikaitkan dengan outcome klinis jangka pendek dan jangka panjang yang
lebih baik. Dibandingkan trombolisis, PCI primer lebih dipilih jika terdapat syok kardiogenik
(terutama pasien <75 tahun), risiko perdarahan meningkat, atau gejala sudah ada sekurang-kurangnya
2 atau 3 jam jika bekuan darah lebih matur dan kurang mudah hancur dengan obat fibrinolisis. Namun
demikin PCI lebih mahal dalam hal personil dan fasilitas, dan aplikasinya terbatas berdasarkan
tersedianya sarana. Hanya ada di beberapa RS.
§ Terapi Fibrinolitik
Pengobatan lebih awal fibrinolisis (door-drug < 30 menit) dapat membatasi luasnya infark, fungsi
ventrikel normal, dan mengurangi angka kematian. Ada beberapa jenis obat fibrinolitik, misalnya
Streptokinase (SK), Tissue Plasminogen Activator (tPA, alteplase), Reteplase (Retavase), dan
Tenekteplase (TNKase) Di Indonesia umumnya tersedia Streptokinase, dengan dosis pemberian
sebesar 1,5 juta U, dilarutkan dalam 100 cc NaCl 0,9% diberikan secara infus selama 1 jam.
1.10 Pencegahan
Pencegahan penyakit perlu dilakukan, karena banyak alasan, yaitu :
Ø Penyakit terlihat secara klinis setelah masa laten yang lama dengan perkembangan penyakit tidak
bergejala yang terjadi pada awal masa dewasa. Lesi yang dianggap sebagai prekursor penyakit
aterosklerosis telah ditemukan pada dinding arteria koronaria anak-anak dan dewasa muda
Ø Tidak terdapat terapi kuratif untuk penyakit sindroma koroner akut. Terapi paliatif yang dilakukan
hanya bersifat mengurangi keparahan klinis dan memperlambat perkembangan penyakit.
Ø Konsekuensi penyakit aterosklerosis menjadi infark miokard akut bahkan menjadi gagal jantung dan
kematian mendadak adalah mengerikan.
Ø Penyakit ini mahal.
Karena itu, pencegahan sebaiknya dimulai dari sekarang. Dan hal-hal yang masih bisa diubah
adalah hiperlipidemia, hipertensi, merokok, obesitas, gaya hidup kurang aktif, diabetes melitus, stress
psikososial, dan hiperhomosisteinemia.
26
1.11 Prognosis
Terdapat beberapa sistem untuk menentukan prognosis pasca IMA :
Klasifikasi Killip, berdasarkan pemeriksaan fisik bedside sederhana ; S3 gallop, kongesti paru dan
syok kardiogenik
Klasifikasi Forrester, berdasarkan monitoring hemodinamik indeks jantung dan pulmonary
capillary wedge pressure (PCWP)
TIMI risk score, adalah sistem prognostik paling akhir yang menggabungkan anamnesis sederhana
dan pemeriksaan fisik yang dinilai pada pasien STEMI yang mendapat terapi trombolitik.
Klas Definisi Mortalitas (%)
I Tak ada tanda gagal jantung kongestif 6
II + S3 dan atau ronki basah 17
III Edema paru 30-40
IV Syok kardiogenik 60-80
Tabel 1.5 Klasifikasi Killip pada Infark Miokard Akut
Klas Indeks Kardiak (L/min/m2) PCWP (mmHg) Mortalitas (%)
I >2,2 <18 3
II >2,2 >18 9
III <2,2 <18 23
IV <2,2 >18 51
Tabel 1.6 Klasifikasi Forrester untuk Infark Miokard Akut
Posted 26th September 2011 by Tiara Mangera Sarambu
27
http://tiarasarambu.blogspot.com/2011/09/st-elevasi-miokard-infark-stemi.html#!/2011/09/st-elevasi-miokard-infark-stemi.html
28