strategi menyeluruh pada organisasi

Upload: saliconk-menapaki-mahameru

Post on 09-Jul-2015

120 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

STRATEGI MENYELURUH PADA ORGANISASI : MENGELOLA KONFLIK DALAM STRATEGI PEMBARUAN STEVEN W. FLOYD University of Connecticut PETER J. LANE Arizona State University Strategi pembaruan terdiri dari tiga sub proses (definisi kompetensi, penyebaran, dan modifikasi). Dalam setiap subproses, peranan manajer tingkat atas, bawah dan operasi berbeda dalam kurun waktu, kebutuhan informasi, dan nilai inti. Dissesnsus dalam persepsi manajer mengenai perlunya perubahan akan menciptakan konflik peranan dalam diri manajer dan antara peranan manajer. Dalam artikel ini kami menjelaskan kapan dan dimana konflik peranan terjadi dan bagaimana control organisasi dapat digunakan untuk menghindarinya. Strategi pembaruan yang sukses menjadi kekuatan dalam strategi yang dibentuk perusahan dan menutup kesenjangan antara kompetensi penting yang ada dan dasar pengembangan keuntungan kompetitif dalam industri (Burgelman, 1991, 1994: Huff, Huff, & Thomas, 1992); Hurst, Rush, & White, 1989). Untuk menyelesaikan ini, manajemen yang baik harus berinternalisasi, sebagai bagian dari dasar pengetahuan organisasi, informasi dan pandangan inisiatif mengaenai suatu strategi dan harus menggunakan ini untuk membentuk kompetensi baru (Burgelman, 1991, 1994). Ini merupakan tantangan, karena pergeseran dari kompetensi yang sudah ada untuk mengembangkan sesuatu yang baru memerlukan pergeseran dalam peranan yang dimainkan manajer, sama hal dalam hubungan antara peranan-peranan tersebut. Karena itu, masalahkunci dalam strategi pembaruah adalah konflik antara kebutuhan untuk melembagakan perilaku manajer berhubungan dengan kompetensi yang ada dan strate yang ada dan kebutuhan mendorong perilaku yang dibutuhkan untuk mengembangkan kompetensi baru dan strategi baru. Masalah ini menjadi lebih akut dengan meningkatnya persaingan dan batasan sumberdaya yang semakin ketat dihadapi para manajer. Pendeknya daur hidup produk dan kaburnya batasan industri meningkatkan tekanan untuk mendapatkan informasi baru. Banyak organisasi tidak lagi mempunyai sumberdaya yang memadai untuk mendukung aktivitas parallel, seperti pabrik industri atau divisi ventura, yang mempercepat didapatnya informasi baru dan inovasi. Terlebih lagi, masalah manifestari pembaruan itu sendir sebagai peranan strategis konflik: manajer menghadapi ekspektasi perilaku yang tidak konsisten berdasar kebutuhan untuk mengmebangkan kompetensi yang sudah ada dan kebutuhan bereksperimen dengan yang baru. Tujuan kami disini adalah untuk menggambarkan konflik peranan strategis lebih dalam dan untuk menjelaskan kemungkinan hubungan dengan keberadaannya dan respon organisasi berhubungan dengan resolusinya. Melihat pada perluasan daerah penelitian proses strategi, kami menemukan sepuluh peranan manajer yang penting dalam proses pembaruan. Kami menghubungankan peranan ini untuk menspesifikasi fase pembaruan dan meminjam perspektif pertukanan hubungan Mac Neils (1974). Menggabungkan perspektif pertukaran dengan pandangan dari teori peranan, argument kami mengarah pada sumber konflik peranan strategis, efek berbahaya dari konflik peranan pada strategi pembaruan, dan factor yang membuat keberadaannya lebih sering. Melihat proses pembaruan sebagai system pertukaran hubungan juga membuat kami menemukan cara sistematik yang dicari organisasi untuk mengecilkan

adanya konflik peranan. Dengan melakukannya, kami menjelaskan bagaimana organisasi mengontrol ekspektasi peranan dengan tipe tersebut dan melakukan perubahan dalam lingkungan eksternal. Dasar tesis kami adalah konflik peranan strategis merupakan sesuatu yang tidak terhindari dari perubahan lingkungan dan hal itu dapat diminimalisasi tetapi tidak bias dihapuskan. Kami tidak mengasumsikan bahwa individu adalah objek pasif yang peranannya dapat dimanipulasi oleh organisasi untuk kepentingannya sendiri (Stryker & Statham, 1985). Daripada itu, kami mengasumsikan bahwa ekspektasi dari yang lain merupakan hal yang lebih penting daripada rincian peranan yang dapat dilakukan (Ashforth & Saks, 1995; Biddle, 1986). Meminimalisasi konflik peranan strategis memerlukan pengenalan dan mengelola hal yang lebih penting itu untuk mengembangkankeefektifan strategi pembaruan. KONSEP STRATEGI PEMBARUAN Strategi pembaruan telah dikenali dengan model evolusioner strategi perubahan (Barnett & Burgelman, 1996; Burgelman, 1983b; Huff et al., 1992; Nelson & Winter, 1982). Model ini melukiskan pembaruan sebagai proses berulang mengenai kepercayaan, tindakan, dan pelajaran, dengan tujuan menyatukan strategi organisasi dengan kemungkinan perubahan lingkungan (Doz, 1996; Huff et al, 1992; Johnson, 1988). Factor yang menantang kelangsungan strategi menciptakan tekanan, yang berinteraksi dengan kekuatan dalam organisasi untuk manghasilkan keseimbangan pola perubahan. Periode penyesuaian keadaan yang lama (lingkaran tunggal pelajaran) dipecahkan oleh perubahan revolusioner (kingkaran-ganda pelajara; Argyris, 1976; Gersick, 1991; Tushman & Anderson, 1986). Konseptualisasi Burgelman (1983a, 1991, 1994, 1996) lebih jauh dari ini. Burgelman dengan jelas menggunakan kerangka kerja variasi-seleksi-retensi dari teori perubahan umum, dengan demikian mengadaptassi ajaran ekologi populasi (Aldrich, 1979; Hannan & Freeman, 1989) ke lingkungan dalam organisasi. Sebuah organisasi lolos dari kekuatan seleksi lingkungan hanya mungkin jikaseleksi internal lingkungan menghasilkan inisiatif strategi otonom yang cukup. Eksperimen ini dengan kemampuan baru atau perbedaan keuntungan pasar dari strategi resmi dan didorong oleh pergeseran factor atau produk pasar. Inisiatif sendiri menyediakan :peringatan dini: mengenai kebutuhan perubahan dan pada saat yang sama menjadi dasar bagi respon organisasi. Definisi kami mengenai strategi pembaruan adalah sama dengan pandangan Burgelman, tatapi lebih luas darinya. Strategi pembaruan adalah proses evolusioner yang berhubungan dengan promosi, akomodasi, dan penggunaan pengetahuan baru dan perilaku inovatif untuk membawa perubahan dalam kompetesi inti organisasi dan/atau sebuah perubahan dalam produk pasarnya (Burgelman, 1991; Huff et al., 1992; Hurst et al., 1989). Definisi ini dibangun berdasar pernyataan Burgelman (1991) yang dengan sukses mengubah perusahaan yang didahului oleh pembelajaran dari bawa-atas dan seleksi internal. Hanya jika didahului dengan pembelajaran, pergeseran bidang meningkatkan kelemahan organisasi terhadap seleksi eksternal dan menjadi pertahanan yang beresiko (March, 1981; Singh, 1986). Membuat koneksi ini jelas dengan memperluas konsep pembaruan dengan memasukkan perubahan dalam kompetensi inti dan perubahan posisi strategis. Ada dua alasan prinsip untuk memperluas definisi dengan cara ini. Pertama, sebuah teori strategi pembaruan harus mengenali bahwa mempertahankan kemampuan beradaptasi memerlukan pemanfaatan kompetensi yang ada dan mempelajari yang baru dan, yang lebih penting, bahwa kedua segi pembelajaran organisasi ini tidak terpisahkan (Levinthal & March, 1983). Kompetensi inti merupakan kombinasi sosial yang komplek dari asset, pengetahuan, dan kemampuan yang menjadi dasar kemampuan organisasi untuk mengirimkan

nilai produk dan pelayanan, dan membantu membedakannya dari pesaing (Barney, 1991; Leonard-Barton, 1992; Prahalad & Hamel, 1990). Posisi strategis, bagaimanapun merujuk pada ruang dimana produk pasar dimiliki oleh firma, seperti yang ditunjukkan oleh lingkup produk dan penyebaran sumberdaya yang relative terhadap pesaingnya (Porter, 1980). Walaupun keduanya berbeda kurun waktu, kedua sumber keuntungan kompetitif ini saling berhubungan karena kompetensi inti berkembang melalui interaksi bersama dengan factor dan produk market seperti yang dicari perusahaan untuk menciptakan nilai pelanggan atau untuk mengirimakan niai secara efisien (Dierickx & Cool, 1989; Prahalad & Hamel, 1990). Kedua, definisi yang lebih luas mengizinkan integrasi perkembangan konseptual terkini dalam strategi lapangan (contoh, kompetensi inti dan pembaruan) dengan system administrasi dan perilaku manajerial yang dibutuhkan untuk mendukung konsep tersebut (Chakravarthy & Doz, 1992) sering kali, para pengemuka proses strategi mempunyai kunci yang terbagi menjadi beberapa bagian berdasarkan pembedaan, seperti rumusan dan penggunaan, yang telah membuktikan kegunaannya (Chakravarthy & Doz, 1992; 9). Dalam teori saat ini, bagaimanapun, keami melihat dua bagian ini sebagai aspek gabungan dari proses strategi (Burgelman, 1983a; Mintzberg, 1978) SUBPROSES STRATEGI PEMBARUAN Literatur sebelumnya dan definisi kami mengaenai strategi pembaruan menyatakan tiga sub proses yang dapat dibedakan menurut hasil mereka: penyebaran kompetensi, modifikasi kompetensi, dan definisi kompetensi. Setiap dari hal tersebut dapat dihubungankan pada urutan kejadian dan perilaku yang tertulis dalam literature strategi. Penyebaran kompetensi adalah proses synopsis dimana manajer mengubah sumberdaya menjadi produk baru di arena pasar atau memperkuat produk yang sudah ada (Hamel & Prahalad, 1989; Levinthal & March, 1993; Mehra & Floyd, 1998). Kegiatan pengelolaan melibatkan penyesuaian terhadap struktur organisasi, system dan orang-orang untuk menyesuaikan strategi. Perubahan didasarkan pada dikemukakannya prinsip strategi (Johnson, 1988) dan dibimbing oleh definisi yang diterima mengenai tujuan strategi dan artinya (Hrebiniak & Joyce, 1984), seringkali dalam bentuk rencana strategi resmi. Perubahan pertama (Argyris, 1977) adalah aturannya, dan strateginya sendiri tetap tak dipertanyakan. Agar terjadi posisi strategis, sebuah organisasi harus mempunyai kompetensi penting yang telah dipelajari (Nelson, 1991): jika tidak, akan menghadapi prospek untuk menjalankan strategi tanpa sumberdaya yang dibutuhkan (Cool & Schendel, 1988). Modifikasi kompetensi adalah proses deimana manajer mengenali kebutuhan untuk perubahan: mempertanyakan strategi perusahaan yang ada dan/atau kompetensi; dan dukungan yang muncul, perilaku adaptasi (Huff et al., 1992: 61). Biasanya, pertanyaan dimulai dengan keputusan harian. Dikeluarkan secara rutin dan perilaku tidak lagi terlihat cocok dengan keadaaan di lingkungan eksternal. Karena itu, perhatian manajer tergeser dari mengembangkan kompetensi yang sudah ada menjadi memperkirakan kegunaan sumberdaya organisasi atau stragi yang diinginkan itu sendiri. Dalam konteks anggota dimungkinkan meningkatkan berbagai macam isu dan pandangan individu terhadap kebutuhan perubahan mungkin berbeda, tergantung pada factor tertentu seperti posisi resmi manajer (Floyd & Wooldridge, 1997). Dimana strategi sedang berubah, manajer dapat mundur ke rencana formal, system pengontrolan yang santai, dan mendorong penyesuaian timbal balik sebagai ala koordinasi (Bower, 1970; Chakravarthy, 1982; Floyd & Wooldridfe, 1992). Walaupun modifikasi subproses menghasilkan fleksibilitas organisasi, hal ini tidak stabil dalam jangka panjang. Tanpa strategi yang jelas dan komitmen sumberdaya yang focus, organisasi

tertinggal pada kurva pembelajaran, gagal mengambil keuntungan terhadap ekonomi relevan dan menjadi tidak efisien dari pesaingnya (Miles & Snow, 1978: Porter, 1980). Kecuali pada lingkungan yang paling dermawan, karena itu, manajer pada koalisi dominant harus memutuskan apakah mengejar perubahan besar atau menggandakan komitmen mereka terhadap status quo (Cyert & March, 1963; Huff et al., 1992). Definisi kompetensi adalah subroses dimana manajer mendorong eksperimen terhadap kemampuan baru dan eksplorasi terhada kesempatan baru dalam pasar. Seduanya, defines bisnis formal (posisi strategis) dan bagaiman organisasi bersaing (kompetensi inti) dapat ditandingkan. Pada istilah Burgelman (1983a,b) definisi kompetensi mewakili lingkaran otonom dari perilaku strategis. Berbagai inisiatif bias dikembangkan, yang dapat mermberikan asumsi berbeda, permasalahan berbeda, dan resolusi yang berbeda pula (Huff et al., 1992). Setelah periode pemikiran, dapat dibentuk beberapa alternatif, beberapa dapat diajukan sebagai proposal resmi (Narayanan & Fahey, 1982). Bahakan sebelum pengesahan proposal, anggota dapat mulai merubah perilaku mereka sesuai arahan yang diajukan (Burgelman, 1996; Huff et al., 1992). Pada akhirnya, satu atau lebih inisiatif disahkan. Proses pemilihan dan seleksi, bagaimanapun, lebih sulit dari pemikiaran (Huff et al., 1992; Quinn, 1980). Sebelum menerima perubahan, manajer harus menghargai tekanan yang ada di lingkungan atau organisasi yang menciptakan kebutuhan untuk perubahan. Ide didapat setelah beberapa periode percakapan formal dan informal (Westley, 1990), yang membawa kepada interpretasi masalah kunci dan agenda kegiatan (Daft & Weick, 1984; Weick, 1995). Poin arahan dikembangkan melalui interaksi dengan berbagai orang, yang setiapnya mempunyai pengetahuan yang diperlukan untuk membangun rutinitas baru (Huff et al., 1992; Nelson & Winter, 1982). Dibalik pengertian mengenai kebutuhan apa yang harus dilakukan, manajer harus mau mangabaikan rutinitas lama dan membuat komitmen kepada kegiatan yang baru (Wooldridge & Floyd, 1989). Walaupun mereka mungkin proaktif dalam penetapan agenda (Quinn, 1980), manajemen yang baik biasanya menunda keputusan sampai substansi dan ketidak pastian politik terselesaikan (Burgelman, 1994). Model matematika dari strategi pembaruan menyarankan urutan natural, diawali dengan kondisi mantap: pengembangan kompetensi (Huff et al., 1992). Ketika beberapa anggota menjadi tidak puas dengan status quo, proses bergerak ke fase modifikasi kompetensi. Jika tingkat ketidakpuasan menigkat secara pasti, focus bergeser ke fase definisi kompetensi, dimana kompetensi baru dan/atau strategi divisualisasikan dan dikembangkan. Akhirnya, proses belajar ini menyediakan dasar sumberdaya bagi penekanan baru pada pengembangan kompetensi mungkin dengan fase bulan madu (modifikasi kompetensi) strategi yang baru di tes penggunaannya dalam skala penuh. Seperti pada kebanyakan penelitian organisasi, bagaimanapun, sealita strategi pembaruan lebih kacau daripada teorinya. Penelitian empiris menunjukkan bahwa perusahaan mengikuti berbagai urutan dan subproses tersebut ada secara terus menerus (Bower, 1970; Burgelman, 1991, 1994; Kanter, 1983; Kidder, 1981). Mempertimbangkan penelitian Burgelman (1991) terhadap Intel. Strategi resmi perusahaan digunakan untuk mengembangkan kompetensinya dan mempertahankan posisinya pada chip memori, dan substansi inti manajer dipakai dalam prose situ. Pada saat yang sama, manajer lain mencari kesempatan baru dan mengembangkan kompetenci baru yang melibatkan mikroprosesor. Periode panjang pertannyaan (modifikasi kompetensi) muncul ketika manajemen menghadapkan tantangan ini kepada strategi resmi. Keterlibatan proses pembaruan berbeda, dan kadang berlawanan dengan perilaku manajer. Walaupun kekacauan mungkin tidak terhindari, potensi konflik tajam terhadap perilaku manajer

menaikkan kemungkinan bahwa mereka akan salah mengerti peranan mereka, bekerja pada tujuan berbeda, dan tidak dapat menggambarkan keefektifan strategi proses pembaruan. PERANAN MANAJER DALAM STRATEGI PEMBARUAN Peranan adalah serangkaian perilaku yang diharapkan oleh yang lain dalam konteks tertentu (Friedman & Podolny, 1992; Katz & Kahn, 1978; Kandram & Klandermans, 1993). Ekspektasi mungkin dinyatakan sebagai permintaan dan penilaian atas perilaku tertentu yang tertulis (Biddle, 1979, 1986),. Ekspektasi seperti itu menggambarkan modal perilaku sebuah peranan dan membentuk dasar interpretasi peranan unik individu (Eisenstadt, 1965; Graen, 1976). Bagaimanapun, semakin jelas ekspektasi diucapkan, semakin sering seseorang menampilkan peranan memenuhi harapan-harapan tersebut (Fishbein & Ajzen, 1975; Stein, 1982; von de Vliert, 1981). Ekspetasi terhadap peranan yang diberikan tidak akan muncul dalam keadaan vakum, tetapi berkembang dalam konteks perilaku salaing tergantung dan ekspektasi yang membual system social. Pengamatan perilaku dalam peranan manapun mencerminkan bahwa system social berada dibawa struktur konseptual (Biddle, 1979) dan meruapakan logika dominant (Prahalad & Bettis, 1986). Individu memainkan banyak peranan dalam banyak konteks (Lobel, 1991; Lobel & St. Clair 1992). Bagaimanaupn, peranan yang muncul didalam organisasi berbeda dari yang muncl di system social lainnya (Biddle, 1986; Katz & Kahn, 1978). Karena organisasi berorientasi tugas, bersistem hirarki dan berencana, organisasi menginginkan struktur yang formal (Biddle, 1979). Setiap posisi organisasi berhubungan dengan beberapa peranan dan pekerjaan yang mencerminkan ekspektasi terhadap kontribusi posisi kepada tugas operasional dan objektif (Merton, 1957). Pada kebanyakan organisasi, terutama yang berorientasi keuntungan, peranan oberasional ini membentuk serangkaian posisi peranan utama. Minizberge mengatakan bahwa peranan utama manajer terlibat dalam mengumpulkan dan memilah informasi, menjadikan manajer penghubung informasi yang mengalir di organisasi (1973:56). Walaupun peranan utama ini umum bagai seluruh manajer, isi informasi mengenai peranan berbeda disetiap tingkatan hirarki, daerah fungsional, dan unit bisnis atau departemen (Beyer, Chattopadhyay, george, glick, & Pugliese, 1997; Dearborn & Simon, 1958; Ireland, Hitt, Bettis, & De Porras, 1987; Walsh, 1988). Posisi organisasi juga mempunyai peranan sekunder: serangkaian perilaku yang mendukung tujuan organisasi tetapi sedikit terhubung dengan fungsi operasional sehari-hari sebuah posisi. Tidak seperti rangkaian peranan primer, peranan sekunder tidak dijelaskan secara jelas ataupun diharapkan secara berlebih. Manajer dapat mempunyai berbagai peranan sekunder, tergantung daerah keahlian mereka dan posisi di dalam hirarki organisasi. Bagaimanapun, setiap manajer dalam organisasi berbagi serangkaian hubungan peranan sekunder: peranan yang mereka mainkan di proses strategi organisasi. Disini juga, peranan dihubungan dengan posisi manajemen yang diberikan akan berbeda menurut level hirarkinya (Contoh, manajemen operasi, manajemen menengah, manajemen atas). Bagaimanapun, tidak seperti peranan sekunder manajer yang lainnya, peranan strategis dihubungkan melewati tingkatan karena mereka semua terlibat degnan pendapatan pertukaran informasi sehubungan dengan perubahan lingkungan dan organisasi meresponnya. Peranan Strategis Manajer Komponen penting penelitian proses strategi adalah identifikasi peranan strategis yang dimainkan di setiap level manajemen. Pada dasarnya, penelitianini terdiri dari observasi lapangan terhadap manajer di berbagai proses strategi (contoh, Bower, 1970; Burgelman, 1983a,b; Kanter,

1983). Lebih sering, sarjana proses strage telah mulai mengintegrasi observasi ini

menjadi

model teori dari peranan strategi dan proses strategi (contoh, Bartlett & Ghoshal, 1994, 1995a,b; Floyd & Wooldridge & Floyd, 1990). Berbagai tipe proses strategi telah dikenali, tetapi para peneliti belum menghubungkan peranan strategis ke subproses strategi pembaruan. Pda table 1 kami memperlihatkan penyaringan penemuan sebelumnya dalam bentuk sepuluh peranan spesifik manajemen atas, bawah, dan operasi sebagai bagian strategi pembaruan. Dimana judul peranan adalah penemuan kami sendiri, mereka mewakili perilaku tertulis dalam penelitian terdahulu. Sama dengan Mintzberg (1973) dan Kiesler dan Sproull (1982), setiap dari sepuluh peranan terlibat dalam mengolah informasi dan mengambil tindakan yang memfasilitasi perubahan organisasi. Manajemen atas berperan (mengesahkan, mengarahkan, dan mengenali) sebagai pembuat keputusan. Manajemen menengan berperan (memenangkan, memfasilitasi, menyatukan, dan menjalankan) focus terhadap mengkomunikasikan informasi aoperasi dan manajemen atas. Manajemen operasi berperan dalam bereaksi terhadap informasi dari factor dan produk pasar (bereksperimen), dari tingkatan manajemen yang lebih tinggi (kompromi), atau dari keduanya (merespon). Jelasnya, ada beberapa elemen pembuatan keputusan, komunikasi, dan reaksi pada setiap tingkatan, dan seringkali ada tumpang tindih. Memang benar definisi operasional dari atas, menengah, dan operasi berbeda disetiap seting organisasi (Dutton & Ashford, 1993; Floyd & Wooldridge, 1992). Teori yang ada dan bukti dari penelitian diperlihatkan di table 1 menyatakan, bagaimanapun tingkatan manajemen tersebut berbeda dalam tipe pemrosesan informasi dan perilaku yang di harapkan. Walaupun peranan strategis lainnya ada, literature menyatakan bahwa sepuluh peranan ini menyediakan perhitungan yang membumi mengenai kegiatan manajemen lebih menyolok daripada strategi pembaruan. Catat bahwa setiap rangkaian peranan strategis diperlihatkan table 1 memenuhi tingkatan yang diberikan oleh manajemen. Seorang manajer mungkin memainkan satu atau lebih peranan strategis. Ketika karir manajer maju, mereka akan memainkan berbagai peranan strategis yang membutuhkan pemahaman kompetensi dan strategi yang dibutuhkan bagi kemajuan karir (Floyd & Wooldridge, 1996) Peranan Strategis, Pembaruan Subproses, dan Mempelajari Organisasi Literature menggambarkan pembaruan sebagai proses social, melibatkan beberapa interaksi krusial antaran tingkatan manajemen. Pada level tertinggi interaksi seperti itu dimaksudkan untuk mengembangkan performa peranan individu dan kontribusi terhada kemampuan adaptasi organisasi. Internalisasi informasi eksternal ada ketika manajer pada peranan operasi menemui keadaan eksternal karena bereksperimen atau merespon atau menyesuaikan dengan syaratsyarat strategi yang diberikan. Informasi dari hal ini merupakan sumber pelajaran bagi manajer yang terlibat. Proses pelajaran organisasi ada saat informasi disampaikan dari manajer tingkat operasi sampai menengah, yang peranan strategisnya (memenangkan, memfasilitasi, menyatukan, dan menjalankan) menjadi mediasi antara input yang berbeda, situasi permintaan, dan strategi yang ada. Ini adalah serangkaian penting interaksi, manajer menengah adalah posisi yang unik untuk mengevaluasi nilai informasi bagi perusahaan (Floyd & Wooldridge, 1992; Kanter, 1983). Mereka mempunyai pengetahuan lebih mengenai situasi strategis perusahaan daripada manajer operasi, juga lebih mengenali persoalan operasional, factor pasar, dan produk pasar daripada manajemen atas (Walsh, 1995). Manajer menegah dapat mengevaluasi informasi baru dalam konteks strategi perusahaan operasi, dan pasar dank arena itu mengarahkan perhatian manajer atas dan memahami isu strategis (Dutton & Ashford, 1993; Dutton, Ashford, ONeill, Hayes, & Wierba,

1997). Ketika informasi bergerak keatas dalam hirarki, hal itu dapat disahkan oleh struktur yang berkuasa, dikenali sebagai basis perubahan, atau diarahkan menjadi strategi resmi (Burgelman, 1994) Menggambarkan pembaruan dalam hal ini menyatakan bahwa peranan strategis manajer dapat dipetakan ke sub proses pembaruan. Kunci interaksi antara peranan dan hubungannya dengan sub proses pembaruan ditunjukkan pada gambar 1. gambar tersebut menunjukkan pertukaran vertical untuk memperlihatkan tiga sub proses pembaruan : definisi kompetensi inti, pengembangan, dan modifikasi. Hal Umum (1934) berikut ini muncul, kami menggambarkan interaksi ini dalam model linear dan berurutan. Pada kenyataannya, pertukaran social timbul secara horizontal juga hirarki, dan terus menerus juga secara berulang, antara manajer berperang dalam peranan ini. Tujuan dari model ini bukan untuk mewakili seluruh pertukaran informasi yang mungkin tetapi untuk memperlihatkan interaksi yang paling penting bagi proses pembaruan dalam organisasi pada level analisa unit bisnis. Kami menggambarkan hal ini lebih jauh pada table dua, yang memperlihatkan gambaran yang lebih jelas setiap sub proses, peranan strategis yang paling menonjol dan pertukaran informasi. System peranan dan pertukaran pada gambar 1 memperlihatkan deskripsi tentang bagaimana organisasi menciptakan, mentransfer, dan mengkoordinasi pengetahuan ( Grant, 1996; Nonaka, 1994; Spender, 1996) seperti yang Nonaka katakana, wlaupun ide dibentuk didalam pikiran individu, interaksi antara individu memainkan peranan penting dalam mengembangkan ide ini, dan melalui komunitas interaksi pengetahuan organisasi yang baru itu dikembangkan (1994:15). Substansi setiap peranan itu penting, karena hal itu mewakili pengetahuan dan informasi yang manajer tersebut kumpulkan dan komunikasikan dalam proses pembaruan. Pentingnya, pandangan ini menggambarkan esensi pengetahuan organisasi walaupu tidak eksklusif sebagaipembangunan fenomema social (Weick, 1995), beristirahat dalam mengorganisasi sumberdaya manusia (Kogut & Ander, 1992: 385). Bagaimanapun, pembangunan pengetahuan organisasi tidak menjadi aturan adanya realita objektif (Weick, 1995). Asumsi ontology ini penting, diberikan oleh literature strategi yang focus terhadap kondisi lingkungan objektif. Strategi pembaruan sebagai system Pertukaran Hubungan Diberikan pentingnya interaksi sosil sampai pengembangan pengetahuan dan pembelajaran organisasi, kami percaya bahwa pembaruah dan paling dimengerti sebagai system hubungan atau pertukaran social (Common, 1934: Dwyer, Schurr, & Oh, 1987; Macneil, 1974: Ring & Van de Ven, 1989, 1994; Rousseau, 1990). Konsep pertukaran dan transaksi tidak sama tetapi mengacu pada interaksi dalam konteks berbeda. MacNeil, sebagai contoh, berpendapat bahwa pertukaran transaksi, dapat dilihat secara terpisah dari peristiwa yang mendahului dan yang mengikuti [mereka], memang dari peristiwa yang menemaninya sesaat (1974:694). Dan sebaliknya, pertukaran yang merupakan bagian dari masa lulu, sekaran, masa depan dapat dipandang secara terpisah dari segemen lain (1974:695) dikatakan sebagai hubungan (relasi)] Kami meminjam perspektif pertukaran, daripada pemikiran umum atau pembuatan keputusan berdasar pandangan politik proses strategi, karena kerangka kerja tersebut menjelaskan hanya sedikit mengenai bagaimana organisasi mengembangkan kompetensi baru. Membuat pertukaran sebagai unit analisa juga membantu menjelaskan bagaimana informasi dari operasi atau menengah menjadi bagian dasar pengetahuan perusahaan dan pengaruhnya dapa strategi. Akhirnya, karena konsep pertukaran sesuai dengan keduanya social dan perspektif ekonomi terhadap organisasi, teori dibuat berdasar perspektif itu lebih dapat dikenali efisiensi dan kejelasannya sebagai hasil yang penting.

KONFLIK PERANAN STRATEGIS Berbagaimacam peranan yang dipegan individu memerlukan cakupan perilaku yang luas, berhutan perbedaan konteks dan perbedaan ekspektasi dengan orang-orang yang berinteraksi dengannya-pengirim peranan (Gross, Mason, & McEachern, 1958; Nandram & Klandermans, 1993; Vand de Vliert, 1981). Dalam beberapa kasus hasil ini berdasar norma perilaku yang mempunyai sedikit konflik atau bahkan cara yang memusingkan (contoh, selatan versus Yankee di Amerika Serikat; Biddle, 1979; 196). Pada kasus lain, bagaimanapun, perbedaan ekspektasi lebih ekstrim, dan tidak ada persamaan yang jelas dapat ditemukan. Terminology Biddle mengenai kondisi tersebut dinyatakan sebagai pertentangan (1979:196-200). Ketika pertentangan menghasilkan masalah bagi individu yang memegang peran ganda, hal ini menyebabkan konflik peranan. Konflik peranan timbul dari pertentangan dalam individu yang memegang peran ganda dan tujuan konflik (didalam individu atau pengirim konflik peranan) dan dari pertentangan antaran dua atau lebih individu mengenai peranan ganda mana yang sesuai ; Biddle, 1979:197-200). Peneliti konflik peranang telah merumuskan ekspektasi yang memicu konfliks berdasar norma perilaku, tetapi pertentangan juga dapat muncul dari prinsip atau keutamaan yang berbeda. Biddle (1979, 1986) berpendapat bahwa ketiga tipe pertentangan dapat menyebabkan konflik dan menelaah masalah tersebut. Pertukaran perspektif dapat membantu mengenali implikasi organisasi dari konflik peranan dengan membuat kejelasan hubungan penting antara sebuah peranan dengan sitem sosialnya. Pertukaran hubungan tergantung pada timbale baliknya (Blau, 1964): individu yang menyediakan pelayanan kepada kewajiban yang lain, dan saling memberi, orang kedua memberikan keuntungan pada yang pertama. Itu adalah system pertukaran hubungan seperti sub proses strategi pembaruan mendasari system pembuatan peranan yang menjelaskan ekspektasi kelompok kepada yang lainnya (Ashforth & Saks, 1996; Jones, 1986: Van Maanen & Dchein, 1979). Ketika individu berinteraksi degnan peranan yang ditentukan dengan jelas, interaksi mereka menjadi lebih dapat diramalkan, yang meningkatkan tingkat kepercayaan organisasi (Mayer, davis, & Schoorman, 1995). Karena kepercayaan membawa ke keterbukaan yang lebih besar, berbagi informasi, dan belajar (Argyris, 1976), kepercayaan yang tinggi membuat pertukaran hubungan lebih efisien. Dengan tidak adanya peranan yang jelas, interaksi jadi sedikit bias diprediksi, dan kepercayaan ayng diperlukan untuk membantu pertukaran dalam grup lebih sulit dilakukan. Lebih jauh, semak sedikan kejelasan peranan, semakin besar tekanan yang diciptakan oleh konflik peranan dan semakin sering individu menghindar, berbohong, atau keluar dari organisasi untuk mengatasi stress (Biddle & Thomas, 1968: Gross et al., 1958; Grover, 1993; Hirschman, 1970; Kahn, Wolfe, Quinn, Snoek, & Rkosenthal, 1964; van de Vliert, 1981). Tiga perilaku ini mempunyai potensi mengganggu proses organisasi, seperti strategi pembaruan. Konflik Peranan dalam Strategi Pembaruan Setiap sub proses pembaruan dihubungkan dengan serangkaian peranan strategis yang berbeda dengan hubungan merka terhada strategi perusahaan, jugan kurun waktu mereka, nilai inti, perwyaratan informasi, dan tekanan emosi. Tiga sub proses tersebut dibedakan oleh norma, prinsip dan prioritas (lihat table 3). Pengembangan memaksimalkan kompetensi performa menguatkan perusahaan. strategi Sebaliknya, yang ada. Hal ini membutuhkan mencari utnuk kepemimpinan, pengikut, dan komitmen untuk membentuk norma. Hal ini membawa pada definisi kompetensi menggantikan strategi yang sudah ada dengan visi perusahaan yang baru. Terjatuh atara dua hal

ini, dalam modifikasi kompetensi, manajer berusaha menilai kegunaan strategi yang ada dan mendorong munculnya perilaku. Sub proses ini mengunci focus pengembangan kompetensi dan definisi kompetensi. Modifikasi kompetensi membutuhkan toleransi tinggi bagi penerimaan kebutuhan pragmatisme dan fleksibilitas dalam pembuatan keputsan. Perbedaan seperti itu menghasilkan system pembuatan peranan bagi setiap sub proses, karena itu menciptakan potensi konflik antara peranan mereka Dalam situasi yang stabil, kejelasan dan konsensus yang tinggi mengenai pengembangan kompetensi peranan manajer semakin meningkat. Kekonsistenan dari pertukaran ini mengurangi ketidak pastian antar pribadi, meningkatkan kepercayaan, dan meminimalisasi potensi perilaku oportunis. Ketika lingkungan berubah, bagaimanapun, manajer akan mengalami tekanan dalam memenuhi standar performa dua atau lebih peranan berbeda. Hal ini karena perubahan lingkungan menjadi isyarat perubahan dalam organisasi (Weick, 1995). Tergantung bagaimana manajer menyadarinya dan menginterpretasikannya, mereka mungkin tidak yakin apakah perubahan itu sesuai; perubahan apa yang sesuai; dan, karenanya, peranan strategis apa yang diharapkan. Apa yang manajer lihat sebagai syarat dan bagaimana mereka menginterpretasikanna tergantung pada sosialisasi mreka dan konteks yang ada (Ashforth & Fried, 1988; Ashforth & Saks, 1996; Weick, 1995). Konteks tersebut termasuk factor tingkatan organisasi, seperti system control dan strategi formal, yang mempengaruhi manajer untuk memperhatikan isyarat yang sama dan mengembangkan interpretasi yang sama ()Walsh, 1988). Keragaman konteks dihadapi oleh manajer dalam organisasi besar (seperti, tivisi, fungsional, atau hirarki), bagaimanapun, hal ini menyebabkan manajer meperhatikan isyarat berbeda atau menginterpretasikan isyarat yang sama secara berbeda (Weick, 1995). Sebagai contoh, ketika pelanggan membuat permintaan yang tak terduga, manajer menengah mungkin memerintahkan manajer operasi meningkatkan fleksibilitas; dilihat dari perspektif tingkat operasi, permintaan pelanggan mungkin saja merupakan sinyal kebutuhan perubahan permanent dalam strategi. Secara internal, bagaimanapun, isyarat to manajemen cenderung dating dari manajemen menengah, dan manajer menengah menyaring isyarat dari lingkungan tingkat operasi untuk memenuhi interpretasi mereka sendiri atau mengajukan agenda mereka sendiri (Dutton & Duncan, 1987; Dutton & Jackson, 1987; Floyd & Wooldridge, 1992; Ranson, Hinings & Greenwood, 1980). Hal itu, apakah manajer atas menerima kebutuhan perubahan dan perubahan apa yang mereka piker sesuai mungking tergantung pada bagaimana manajer menengah menginterpretasikan situasinya. Interpretasi ini mungkin atau mungkin tidak konsisten dengan persepsi level operasi, dan perbedaan ini menigkatkan potensi pertentangan peranan antara level manajemen. Dibawah kondisi perubahan lingkungan, manajer mempunyai persepsi yang berbeda mengenai kebutuhan perubahan organisasi dan ekspektasi yang berbeda mengenai subproses pembaruan yang sesuai (Huff et al., 1992). Hal ini membawa pada pertentang peranan mana yang perlu, dan sebagai hasilnya, ketidakkonsistenan perilakau pengiriman peran. Memang, literature menyatakan manajer atas mengerimkan sinyal membingungkan mengenai stratgi apa yang diharapkan. Ketika perubahan teknologi menyebabkan organisasi bergesar masuk dan keluar dari definisi kompetensi, manajer atas mungkin mengharapkan satu set peranan sementara manajer operasi dan menengan mengharapkan yang lain. Dalam situsi begitu system pembuatan peran mungkin tidak lagi dapa memprediksi pertukaran hubungan. Perbedaan norma, prinsip, dan prioritas berhubungan dengan sebtiap sub proses pembaruan menciptakan ketenganan yang dinamakan konflik peranan strategis.

Pertentangan peranan disebabkan perubahan lingkungan mengikis prediksi dalam pertukaran hubungan dan melemahkan kepercayaan antar pribadi. Rendahnya kepercayaan, akan meningkatkan risiko oportunisme diantara para manajer dalam bentuk ketidakjujuran, ketidak setiaan, atau melalaikan tugas (Griesenger, 1990). Catat bahwa oportunisme tidak harus jadi nyata untuk menghancurkan. Cukup dengan risiko oportunisme dapat menurungkan jumlah informasi yang dibagi (Lane, Lyles, & Salk, 1998). Ketika anggota system pertukaran hubungan mulai melihat yang lain menjadi oportunis, kepercayaan akan hancur lebih jauh, dan cenderung membangun pertahan dir yang negative. Semakin besar derajat perubahan dalam definisi kompetensi, atau semakin sering organisasi merubahnya, semakin besar potensi pertentangan peranan, oportunismen, dan merusak pertukaran hubungan (Dunnette, 1972). Hal ini, seiringan dinamisme lingkungan dan frekuensi transisi antara sub proses pembaruan meningkat, kemungkinan konflik peranan strategis akan muncul juga meningkat. Konflik Peranan Strategi didalam Individu Penelitian terhadap pengalaman konflik peranan oleh manajer telah menghasilkan hasil yang kontradiktif. Pada sisi lain, ada bukti empiris bahwa manajer pada posisi batas perputaran lebih sering mengalami konflik peranan (Friedman & Podolny, 1992; Kahn et al., 1964; Miles & Perreault, 1976; Whetton, 1978). Dan pada sisi lainnya, tidak ada bukti nyata bahwa konflik preanan adalah masalah bagi para manajer, trutama manajer atas (Harmer & Tosi, 1974; House & Rizzo, 1972; Schuler, 1975, 1977). Karenanya, tidak jelas manajer mana yang mempunyai resiko besar mengalam konflik peranan strategis. Ada bukti dari sejumlah Negara yang mempunyai pontensi konflik peranan strategi didalam managernya, adalah, bagian dari, sejumlah peranan yang mereka diharapkan untuk mainkan (Nandram & Klandermans, 1993; Peterson et al., 1995). Ketika manajer memenuhi hanya satu peranan strategis, pergeseran antara suproses pembaruan strategi mungkin merubah pentingnya peranan tersebut tetapi tidak membawa kepada konflik peranan strategis. Sebagai contoh, manajemen penelitian adalah peranan eksperimen yang utama. Jika organisasi menggeser dari definisi kompetensi ke pengembangan, manajemen penelitian sama sekali tidak berubah dasarnya, walaupun mungkin jadi sedikit kurang penting. seperti ditunjukkan gambar 1, manajemen menengah membentuk pusat dimana informasi strategis paling banyak mengalir. Level manajemen ini memenuhi peranan strategis terluas. Untuk berinteraksi dengan manajemen operasi, manajer menengah harus memelihara tingkat kompetensi teknik dan pengertian kemampuan organisasi. Untuk berinteraksi dengan manajemen ata, mereka juga harus mengerti tujuan oerganisasi dan strategi kompetitifnya, juga konteks politiknya. Walaupun tidak seluruh manajer menengah memenuhi peranan dan erilaku, serangkaian kompleks ekspekstasi disulap oleh merea menciptakan peningkatan resikon konflik peranan dalam individu, dibandingkan pada level manajemen yang lainnya. Catat bahwa menurunkan konsentrasi yang diperlukan peranan strategis diantara sekelompok keci manajer dan meningkatkan kemungkinan mereka megalami konflik preanan strategis. Hal ini mungking, menjelaskan stress yang dirasakan manajer menengah (Brockner, Grover, Reed, DeWitt, & OMolley, 1987; Floyd & Wooldridge, 1994, 1996). Dalil 1 : manajer menengah lebih mempunyai kemungkinan mengalami konflik perana strategis di dalam individu daripada manajer pada level yang lain. Konflik Peranan Strategis antara Individu akan

Seperti yang dikatak Biddle (1979), konflik peranan strategi menghasilkan tidak hanya ketidak pastian dalam individu tetapi juga ekspektasi yang berbeda oleh individu yang berinteraksi. Pada konteks konflik peranan antara-individu mungkin terjadi dalam dua jenis hubungan : 1) pertukaran antara individu berbeda tingakat manajermen (2) pertukaran atara individu pada manajemen sang sama. Pembedaan ini penting, karena factor yang berbeda mempengaruh sifat dan memperluas konflik peranan dal hubungan vertical dan horizontal. Konflik peranan pada pertukaran vertical. Model strategi pembaruan pada gambar 1 menyatakan bahwa orientasi manajer pada tingkatan berbeda dapat menjelaskan mengapa konflik peranan terjadi pada pertukaran vertika. Individu pada manajemen yang lebih rendah cenderung mempunyai pengetahuan yang berhubungan dengan area baru keahlian teknik, sebagai contoh, dank arena itu, lebih mungkin menerjemahkannya isyarat secara ringan. Manajer atas, bagaimanapun, cenderung mempunyai keahlian berhubungan dengan memunculkan teknologi dan menerjemahkan isyarat dari perspektif tersebut (Burgelman,1991). Secara eksternal, sub lingkungan berhubungan dengan kegiatan batas-lingkaran pada tiga level tersebut juga berbeda (Katz & Tushman, 1979; Thompson, 1967; Tushman & Scanlan, 1981). Interaksi batas-lingkaran pada tingakat operasi cenderung focus pada factor pasar atau produk (focus pelanggan; Friedman & Podolny, 1992; Thompson, 1967). Batas-lingkaran pada manajemen atas, terfokus pada pasar kapital (pemegang saham; Pfeffer & Salancik, 1978). Manajer menengah diharapkan untuk menjadi mediasi antara dua tingkatan tersebut, dan dalam peranan ini mereka focus pada isyaran darai salah satu kombinasi dari tiga sub lingkungan. Hal itu, karena manajer level operasi lebih dekat pada focus pelanggan, mereka lebih dapat melihat kebutuhan penemuan kompetensi baru lebih cepat daripada manajer atas, yang lebih memilih strategi status quo (Burgelman, 1994). Hal itu, memberikan teknik berbeda daln orientasi lingkungan, sepertinya manajer dari level berbeda akan lebih memperhatikan isyarat lingkungan yang berbeda (Beyer et al., 1997; Dearborn & Simon, 1958; Ireland et al., 1987; Tushman & Romanelli, 1983; Walsh, 1988) dan bahwa mereka akan mempunyai persepsi berbeda tentang kebutuhan perubahan strategi. Walaupun hala seperti itu dapat menyebabkn friksi ketika kondisi dinamis, perbedaan ni untuk memanifestasi diri mereka sendiri dalam bentuk konflik peranan antara manajer berbeda level. Dalil 2 : konflik peranan strategis antaran individu atau berbeda manajemen leve lebih sering terjadi ketika kondisi lingkungan dinamis. Konflik peranan dalam pertukaran horizontal. Walaupun konformasi primer mengalir dalam pemabaruan itu vertical, informasi yang mengali dalam tingkatan manajemen untuk mengkoordinasi operasional dan kegiatan strategis. Manajer menengah berusaha memenangkan inisiatif strategi, sebagai contoh, mungkin perlu mengembangkan dukungan politik dari manajer menengah lainnya pada pembuata proposal formal kemanajemen atas (Bower, 1970; Floyd & Wooldridge, 1996). Karena itu, perubahan mungkin melibatkan manajer pada level yang sama pada bagian berbeda organisasi. Dalam beberapa kasus, perbedaan orientasi subunit dapat menyebabkan perbedaan persepsi mengenai kebutuhan perubhan yang meningkatkan ketidakpastian sekitar pertukaran antaran manajer dalam sub unit ini (Lewis & Weigert, 1985), karenanya meninggikan resiko konflik peranan. Pengaruh lain pada interpretasi manajer adalah keahlian fungsional yang menjelaskan peranan primermereka di organisasi. Pendidikan dan pelatihan dapat memasukkan identifikasi yang kuat dengan ekspektasi spesifik mengenai sub budaya professional mereka (Salaman, 1974; Trice & Beyer, 1993; Van Maanen & Barley, 1984). Identitas jabatan ada pada operational level, dimana kemampuan teknik manajer adalah nilai yang paling tinggi dan system insentif memberikan penghargaan atas pengawasan yang efekti keapda karyawan operasional. Karenanya, manajer

operasional akan menginterpretasikan isyaran lingkungan melalui bidang professional mereka dan mencapat kesimpulan yang berbeda sesuai peranan dan tindakan yang sesuai. Sebaliknya, posisi manajemen atas haya menaruh sedikit penekanan pada kemampuan teknik dan operasional (katz, 1974). Hal ini melemahkan identifikasi manajer atas dan mengurangi resiko konflik peranan strategis. Dalil 3 : konflik peranan strategis antara individu akan lebih mungkin terjadi dalam pertukarannya dalam manajemen tingkat operasi daripada pertukaran dengan manajemen atas. Konflik peranan strategis kelihatan hanya menjadi sedikit masalah bagi manajer atas karena beberapa alas an (Shenkar & Zeira, 1992). Pertama, ada lebih sedikit peranan strategis bagi manajemen atas daripada manajemen menengah. Hal ini mengurangi jumlah perbedaan manajer yang memilih peranan berbeda dan meningkatkan peluang mereka akan mempunyai ekspektasi yang sama mengenai peranan apa yang sesuai. Kedua, jumlah manajer atas lebih sedikat daripada jumlah manajer menengah dan operasi, dan hal ini mengurangi potensi variasi peranan. Ketiga, sebagai manajer paling berkuasa, manajer atas lebih sedikit merasakan ketegangan akibat konflik peranan strategis daripada manajer menengah. Konflik peranan strategi pada tingkat atas tidak ada, namun. Kenyataannya, penelitian menyatakan bahwa keberagaman perspektif pada tim atas diharapkan dalam lingkungan yang dinamis (Bourgeois, 1985; Dess & Origer, 1987; Priem, 1990), dan literature mmbenarkan hubungan antara persepsi manajer atas, perilaku mereka,d an perubahan strategi. Lebih pentin lagi, ketika persepsi manajer atas tidak sama mengenai kebutuhan perubahan strategi, hal ini mungkin karena ketidak pastian peranan ini akan mengalir ke manajer menegah dan operasi. Gagal menjalankan ekspektasi manajer atas seringkali membawa sangsi formal, dan artinya manajer lain akan menaruh perhatian pada perilaku pengiriman peranan dari atas. Dalai 4: konflik peranan strategis didalam manajemen atas mungkin berhubungan dengan meningkatnya konflik peranan strategi pada manajemen menengah dan operasi. MENGELOLA PEMBARUAN Penelitian pendahuluan menyediakan petunjuk terbatas mengenai bagaimana organisasi dapat mengelola konflik peranan strategis. Beberapa penelitiah mendorong organisasi untuk menciptakan lingkungan kerja yang informal, fleksibel, dan otonom untuk mengurangi konflik peranan (contoh, Katz & Kahn, 1978; Raphael, 1965), sedangkan yang lain menyatakan peningkatan formalisasi itu sesuai (contoh, Kahn et al., 1964; Rizzo, House, & Linzman, 1970). Ashforth and Saks (1996) menemukan bukti bahwa organisasi dapat mengurangi pengalaman konflik peranan oleh pendatang baru melalui penggunaan taktik sosialisasi yang sistematis. Ekspektasi disampaikan melalui sosialisasi dan seiring waktu, ekspektasi di sampaikan ke pendatang baru juga akan berubah. Hal ini menciptakan potensi bagi konflik peranan individu yang bersosialisai untuk konteks berbeda. Karenanya, sosialisasi dengan sendirinya mempunyai potensi terbatas dalam penurunan konflik peranan sekumpulan manajer yang disosialisasikan pada waktu berbeda Alat utama yang digunakan organisasi untuk menjelaskan dan menyatukan peranan ekspektasi antar unit dan kelompok dan mengurangi oportunisme adalah kontrol organisasi (Green & Welsh, 1988; 1993; Merchant, 1985). Dengan menciptakan konsistensi dalam ekspektasi perilaku, control menolong menyelesaikan perbedaan persepsi perubahan lingkugan. Isyarat control yang penting, dimana perilaku sesuai dan hasilnya berharga. Hal ini, mengurangi keambiguan mengenai peranan masing-masing. Batasan yang dikenakan pada oportunisme oleh control organisasi membantu mengurangi ancaman atas system hubungan yang lebih luas. Selaras KONFLIK PERANAN STRATEGI UNTUK MEMFASILITASI STRATEGI

dengan Ashforth dan Saks (1996), kami percaya sosialisasi dapat mendukung usaha ini dengan mengenalkan pendatang baru pada sistem control, ekspektasi peranan, dan hubungan antara keduanya. Control pasar timbul ketika harga kompetisi digunakan untuk mengevaluasi kesempatan dan hasil dalam organisasi. Pada setting individual, mereka memandang lingkungan sebagai objektif dan mengurangi ketidak pastian dengan mengevaluasi data. Karenaya, control pasar mempunya inofrmasi minimum dan kebutuhan social. Walaupun pasar tergantung pada tingkat timbale bali, pasar adalah yang paling peka terhadap oportunisme dan ketidak pastian. Agar control pasar efektif, harus ada tujuan tidak pantas yang minimal antara partai. kontrol birokrasi memerlukan aturan, kebijakan, otoritas hirarki, dan dokumen tertulis bagi perilaku standard an penilaian performa. Karakteristik birokrasi adalah penemuan cara interpretasi dimana staff spesialis memeriksa lingkungan untuk menggambarakan jawan yang benar mengenai pertanyaan yang baik. Birokrasi sedikit peka terhadap oportunisme tetapi mempunyai permintaan informasi yang paling banyak. Tergantung pada peraturan berarti perilaku tertentu harus di spesifikasi yang memerlukan pemeriksaan lingkungan yang lebih tinggi untuk memastikan perilaku selaras dengan tujuan organisasi. Kelompok mengontrok informasi yang masuk melalui tradisi dan asumsi bahwa komitmen anggota di gerakkan oleh identifikasi organisasi dan budaya umum. Daripada analisa data atau penelitian untuk mencari satu jawaban yang benar, kelompok mengurang ketidak pastian dengan menemukan pertanyaan dan jawaban dalam pandangan mereka tentang dunia (Ouchi, 1980). Hal ini mengurangi oportunisme karena persamaan besar norma, prinsip, dan prioritas antara anggota. Control kelompok menciptakan toleransi maksimum keambiguan dalam aturan social, membuat mereka sesuai dengan kondisi dimana pengukuran perilaku tidak mungkin. MENGURANGI KONFLIK DENGAN MENYELARASKAN KONTROL DENGAN DINAMISME LINGKUNGAN Sebuah organisasi tidak dapat mengelola setiap anggota ekspektasi, perilaku dan pilihan. Tetapi, dapat membetntuknya dengan eprioritan danekspektasi yang dibuat oerganisasi. Dalam kasus peranan strategis, hal seperti itu dapat dicapai dengan menyelaraskan organisasi control dengan subproses pembaruan. Kepentingan relative dari tiga subproses pembaruan mengubah tingkat perubahan lingkungan dan apakah perubahan seperti itu dari factor atau produk pasar. Perkembangan kompetensi mempengaruhi perubahan dalam strategi penempatan dan merespon dinamisme produk pasar. Definisi kompetisi mempengarauhi perubahan dalam kompetensi initi, dan merespon factor dinamisme market. Modifikasi kompetensi menciptakan organisasi yang felksibel dan merespon untuk perubahan dalam pasar. Dengan menggunakan kontraol untuk mendapatkan sub proses tertentuk, organisasi dapat meningkatkan kemungkinan para manajer menerima isyaran dari dalam organisasi yang sesui dengan lingkungan eksternal. Gambar 2 menggabungkan produk dan factor dinamisme pasar untuk menggambarkan empat kondisi lingkungan : kompetisi stabil, kompetisi yang muncul, kompetisi matang, dan kompetisi hiper. Deskripsi ini sesuai dengan literature lainnya (contoh, Abernathy & Clark, 1985) dan berhubungan kepada perbedaan sub proses pembaruan. Dalam seksi berikut ini kami menunjukkan strategis. Kompetisi yang Stabil bagaimana organisasi control dapat digunakan untuk mengembangkan keselarasan antara kondisi lingkungan dan proses pembaruan, yang mengurangi konflik peranan

Ketika kondisi dalam factor dan produk pasar relative stabil, strategi pembaruan menjadi alat pengembangankompetensi yang sudah ada menurut strategi yang terencana baik. Ketidak pastian yang diperoleh dari pencarian solusi optimal menjadi masalah yang terpecahkan. Karenanya, peranan strategi untuk manajer menengah dan operasi dapat dispesifikkan dengan derajat kepastian tertentu. Tidak seperti pasar atau control kelompok, kontro birokrasi mempunyai keuntungan penuh terhadap ketersediaan informasi dengan menterjemahakannya kedalam peraturan, prosedur, dan struktur formal. Perencanaan strategi formal, sebagai contoh, menyediakan bimbingan perilaku bagi manajemen menengah. Biaya dan perencanaan kegiatan menyediakan fungsi yang sama pada level operasi. Lebih jauh, birokrasi control mensosialisasi manajer menjadi perspektif umum mengenai apa masalah kunci itu dan bagaimana harus ditangani. Hal ini mengurangi ketidakpastian didalam individu mengenai apa yang diharapkan, dan mengurangi resiko oportunisme. Karena itu birokrasi control mengurang konflik peranan strategi secara primer mengurang ketidak pastian dansecara sekunder mengurangi oportunisme. Dalil 5 : ketika factor dan produk pasar stabil, penggunaan control birokrasi mengurangi konflik peranan strategis. Kompetisi Matang Dalam kompetisi yang matang, inti teknologi menggarisbawahi produk dan proses produksinya seniri tidak berubah. Control birokras tetap di tempat, karena pada saat ini organisasi belum mengabaikan strategi yang ada. Ketika lingkungan produk pasar menjadi lebih dinamis, mungkin dibutuhkan fleksibelitas, dan rutinitas yang suda ada menjadi lebih bermasalah, perusahaan akan mempertanyakan (modifikasi) fase strategi pembaruan. Pada titik ini, manajemen mengenali bahwa pelaksanaan strategi yang ditetapkan, tidak lagi cukup. Manajer atas tidak yakin dengan arah, manajer menengah tidak yakin mengenai apa yang harus dijalankan, dan manajer operasi tidak tahu lagi standar yang ditekankan. Semenjak factor pasar tetap relative stabil, situasi membutuhkan modifikasi daripada definisi ulang mengenai kompetensi perusahaan. Untuk menyelesaikan ini, organisasai tergantung pada bimbingan para manajer, serperti pemberian kuasa pada manajer level operasi untuk merespon perubahan kondisi, tanpa menspesifikasi perilaku mereka kedepan. Ketidak pastian mengenai kapan harus fleksibel dan patuh pada control formal menciptakan kebutuhan suara dalam bagaimana para manajer menyelesaikan konflik peranan strategis (Hirchman, 1970). Suara mempunyai potensi paling besar untuk menyelesaikan konflik peranan sperti itu karena memaksa manajer atas untuk berekonsiliasi dengan konflik, yang menyebabkan kebutuhan perubahan. Tanpa bentuk control tambahan, bagaimanapun, suara mungkin tidak dipilih. Tapi situasi yang yang ambigu dapat mendorong kepada perilaku oportunis, seperti menghindar atau berbohong (Grover 1993). Dihadapkan antara konflik , birokrasi insentif dan kebutuhan perubahan misalnya, manajer menengah mungkin memilih untuk menghiraukan permohonan untuk kefleksibelan darai manajer operasi dan berbohong pada manajemen atas mengenai kebutuhan sumberdaya tambahan. Silkins dan Ouchi (1983) menyatakan bahwa control kelompok mengatasi masalah seperti itu dengan memperkuat prinsip yaitu (1) berbagi usaha adalah cara terbaik untuk menyadari usaha diri seseorang dan (2) orang yang jujur dan tidak jujur akan diperlakukan sesuai dalam jangka panjang. Berbagi nilai, tradisi, dan prinsip dan dedikasi diantara manajer. Hal ini meningkatkan kemungkinan bahwa pilihan antara peranan strategis akan melayani organisasi dan pilihan seperti intu tidak akan dibuat secara oportunis. Control kelompok mengurangi konflik peranan

strategi dengan meningkatkan kemungkinan orang-orang melihat minat mereka sebagai sesuatu yang konvergen. Dalil 6: ketika produk pasar dinamis dan factor pasar stabil, kombinasi birokrasi dan control kelompok mengurangi konflik peranan strategis. Kompetisi yang Muncul Kebalikan dari lingkungan kompetitif produk pasar yang rendah dan factor pasar yang tinggi adalah kemunculan intustri teknologi. Kebutuhan pasar baru relative tidak dapat dibedakan, dan perusahaan bersaing dengan pesaing yang hebat. Tujuan dari pengembangan dan penyebara kompetensi baru sebelum lawan membuatnya usang. Hal ini memerlukan defines kompetensi baru dan pergeserannya untuk mengejar jendela kesempatan. Kedua sub proses diperlukan dalam kompetisi yang muncul, definisi kompetisi melibatkan tingkat ketidak pastian yang sangat besar. Konflik peranan strategis naik dari ketidakpastian mengenai sumberdaya mana yang haru dikumpulkan dan pertandingan antara kompetensi yang sudah anda dengan kompetensi yang diperlukan dimasa dengan (dinamakan resiko strategi oleh Cool & Schendel, 1988). Perbedaan waktu antara mengumpulkan factor pasar dan penyebaran produk pasar (sumber resiko strategi) membuatnya sush atau tidak mungkin mentu menspesifikasi perilaku pada definisi peranan dan,menyingkirkan pengembangan control birokras sebagai mekanisme penyelesaian. Terlebih, control kelompok tidak sesuai bagi kepentingan level otonomi dan kerberagaman yang diperlukan dalam proses definisi kompetisi (Burgelman,1991, 1994). Kenyataannya, definisi sub proses juga mengikis elemen ideologis control kelompok. sebaliknya, perusahaan menyelesaikan ketidak pastian mengenai sumberdaya dan sub proses definisi kompetisi dengan memelihara de yang luas dan proposal. Hal ini menyaingi perilaku ambigu, pasar intra organisasi, dimana mereka melawan yang lain dan diseleksi berdasarkan hubungan mreka dalam penerimaan criteria (Burgelmafn, 1991). Inisiatif nilai pasar didalam organisasi diukur dengan seberapa baik mereka dalam melawan criteria tersebut. Ketika manajer berbagi prinsip bahwa pasar untuk ide dan sumberdaya beroperasi secara fair, maka keperluan kepercayaan sebagai pertukaran partner dan komitmen kepada proses pasar dijaga. Hal ini mengurang konflik antara peranan dalam pertukaran hubungan. Karenanya, control pasar mengurangi konflik peranan strategi dengan ekspektasi bertingkat. Tetapi, jika sosialisasnya tidak komplet dan hanya beberapa manajer yang mengerti aturan permainan, ekspektasi berbeda akan membawa konflik antar manajer. Potensi kesalahpahaman diperuruk dalam industri yang muncul dengan kebutuhan pengembangan kombinasi definisi kompentensi, sering kali dalam urutan yang tajam. Kedua hal ini adalah sub proses dimana nilai yang paling divergen dan konflik antara mereka mungkin akan menekan secara khusus. Terlebih, proses urutan kedua pembelajaran berhubungan dengan proses definisi kompetensi yang membuat manajer terpilih menghadapi antara pengembangan dan definisi ulang kompetensi manjadi sangat ambigu. Mengelola konflik peranan strategi, diperlukan pertukaran definisi yang dikelola oleh criteria finasial yang jelas dimana berbagai ide dan inisiatif menjadi berharga. Krteria yang dimengerti dengan jelas menjelaskan nilai hasi yang spesifik dalam peranan eksperimen dan memenangkan, yang membantu manajer mengerti kapan harus mengejar efisiensi dalam proses pengembangan dan kapan membantu perkembangan divergen.karenanya, control pasar dapat dikombinasikan secara efektif dengan control dirokras hanya jik konteksnya diterima dengan baik oleh organisasi (Ouchi, 1980) Dalil 7 : ketika factor pasar dinamis dan produk pasar stabil, kombinasi pasar dan birokrasi control mengurangi konflik peranan strategis.

Kompetisi Hiper Ketika dinamisme tinggi pada factor dan produk pasar, perusahaan menghadai lingkungan kompetis hiper (DAvent, 1994). Dibawa kompetisi hiper, perusahaan tidak dapat menghasilkan sumber keuntungan kompetitif yang bias menopang dan, malah, berkompetisi dengan menciptakan serangkaian keuntungan jangka pendek. Perusahaan bekerja secara aktif untuk membuat posisi yang memungkinkan pada produk pasar mereka. Hanya dengan berharap mempreteli posisi mereka sendiri mereka dapat tetap dapat bersaing. Hal ini berarti tidak hanya kesuksesan tapi juga ketahanan tergantung pada modifikasi kompetensi yang ada sementara perusahaan membedakan sementara dari rivalnya. Dalam lingkungan ini penyebaran yng efisien jauh dari penting daripada mengelola perubahan yang kontinyu. Strategi yang baru atau kompetentsi mulai dipertanyakan. Pertanyaan bagaimanapun, harus dikemebangkan, dan kebutuhan kompetisi antara ide harus diimbangi dengan kebutuhan bekerja untuk kebaikan umum. Control kelompok menciptakan atmosfir kepercayaan meningkatkan kemauan manajer menggunakan suara sebagai alat mengurang konflik peranan. Control kelompok juga menyediakan beberapa jaminan bagwa pendapat dan pertentangan terhadap kompetensi atau strategi akan diselesaikan berdasar minat organisasi daripada minat sekelompok individu. Maka, ketika pasar mengalami kompetisi hiper, kombinasi psar dan control kelompok adalah yang terbaik. Dalil 8 : ketika factor dan produk pasar dinamis, kombinasi pasar dan control kelompok mengurang konflik peranan strategis. Hubungan antara kondisi lingkungan tipe control organisasi dan konflik peranan stategi tidak dimaksudkan utnuk menyaran perusahaan dengan mudah merubah atau mengkombinasi system control, mamang manajer cenderung memilih beberapa bentuk kontro, dan banyak perilaku dalam organisasi dibimbing oleh naskah pelaksanaan peranan yang membatasi pengenalan kebutuhan untuk perubahan kontro (Ashforth & Fried, 1988). Lingkungan perusahaan yang kompetitif bagaimanapun, mempengaruhi tipe ketidak pastian yang menciptakan pertukaran peran, dan tipe control yang dibutuhkan untuk mengurang konflik peranan strategi. Itulah, yang diperlukan strategi pembaruan, kemampuan mengenali bentuk control apa yang sesuai dan kebutuhan aturan organisasi. Dalil 9 : kemampuan mengadaptasi control organisasi untuk kondisi lingkungan dan menggabungkan berbagai bentuk control yang dihubungkan dengan strategi pembaruan yang efektif. DISKUSI DAN KESIMPULAN Kami berpendapat bahwa dengan mengerti sumber dari, perbaikan dari, konflik peranan strategis penting bagi strategi pembaruan yang efektif. Setiap sub proses pembaruan mempunyai hubungan berbeda terhadap strategi perusahaan yang ada, yang membwa ke nilai yang berbeda, keperluan emosional, dan urun waktu bagi peranan yang berhubungan. Perubahan lingkungan dapat menciptakan konflik peranan ketika manajer memerankan beberapa peranan strategis atau ketika perubahan mengerosi kepercayaan yang dibutuhkan dalam hubungan antar manajer yang memainkan peranan berbeda. Konflik peranan strategi meningkatkan ketidak pastian mengenai tindakan manajer, dan hal ini meningkatkan resiko perilaku oportunis, merusak kualitas informasi yang dibagi antara manajer, mengganggu pengembangan pengetahuan perusaan, dan menghalangi proses adaptasi. Pergeseran antara sub proses pembarua juga penting dan tidak terhindari. Perusahaan dapat meminimalisasi konflik peranan strategis dengan para manajernya mengenali implikasi dari kondisi eksternal bagi perilaku anajer dan memakai control organisasi untuk mendukung sub proses pembaruan yang sesuai.

Batasan Usaha terkini juga dibatasi oleh focus eksklusifnya pada para mnajer. Dengan jelas anggota organisasi lainnya menyumbangkan sesuatu dalam proses strategi. Hal ini khususnya dalam organisasi harus mengasah tugas pekerja, mengelola kerja tim, atau teknik lainnya yang mengurangi jarak antara manajer dengan non manajer. Batasa lainnya adalah asumsi implicit dalam mendisain control organisasi, manajer mempertimbangkan secara cerma sifat dari perubahan lingkungan. Persepsi mungking berlainan dengan objekf dan membedakan penilaian lingkungan antara tingkatan manajer yang memperburuk konflik peranan strategis. Penelitian tambahan diperlukan untuk menelaah dampak dari penilaian lingkungan yang tidak akurat dalam proses pembaruan Akhirnya, walaupun model paling jelas adalah pada levelunit bisnis, dimana perbedaan peranan manajemen operasi, menengah, da atas adalah yang paling menonjol. Dalam konteks ini, kepala divisi akan memainkan peranan strategis manajemen menegah dan daripada produk tunggal pasar, perusahaan akan berkompetisi dalam pasar produk ganda. Sebagai tambahan, pada tingkat perusahaan definsi kompetisi sub proses dapat di kelola dalam unit terpesah, seperti divisi ventura, sementara divisi operasi dapat mengembangkan dan memodifikasi kompetensi. Hal ini konsisten dengan deskripsi strategi pembaru dalam penelitian Burgelman (1983a,b). Implikasi Teori dan Penelitian Disini, kami telah mengintegrasikan pandangan dari proses strategi, strategi pembaruan, dan literature teori peranan, dan denganmelakukan itu, telah membuat kontribusi di ketiga bidang. Model kami menyatakan perbedaan pandangan tentang bagaimana strategi dibuat. Penerbitan model proses strategi menekan kebutuhan untuk memupuk kerjasama dan komitmen diantara anggota organisasi melalui mekanisme birokras tujuan umum (Guth & MacMillan, 1986; Hart, 1992; Nutt, 1987). Model kami menekankan bahwa proses juga memerlukan koordinasi diantara para pemain yang tidak selalu berbagi tujuan. Malahan, mereka mengkoordinasi kegiatan mereka dibawa system pasar atau control kelompok. Mengurangi kebutuhan control birokrasi, kemampuan koordinasi ini memberikan kontribusi pada internalisasi informasi dan pembelajaran organisasi (Grant, 1996). Peneliti strategi pembaruan juga telah bergantung pada studi kasus (missal, Johnson, 1988) dan model matematika dari perubahan organisasi ( contoh, Huff et al., 1992). Kami berhutang kerja peranan dan proses pada model kami, tetapi deduksi, sifat normative dalil dan karakteristik perusahaan yang luas (control organisasi, peranan manajer, pertukaran, kepercayaan) menjadikan penelitian empiri dengan sample yang besar memungkinkan. Memang, konflik dan pembaruan efektif. Dalam literature strategi pembaruan peneliti telah menekankan pengaruh tingkat perubahan lingkungan pada organisasi dan telah cenderung melihat perbedaan antara tipe perubahan lingkungan. Model kami menambahkan ke literature tersebut dengan mempertimbangkan perubahan dalam dua sector lingkungan factor dan produk pasar dan dengan mengidentifikasi implikasi organisasi dari setiap tipe perubahan. Dalam penelitian strategi pembaruan kedepan, para sarjana harus mempertimbangkan sumber dan tipe perubahan lingkungan. Artikel kami menyumbangkan teori peranan dengan menelaah tingkat masalah perusahaan yang diciptaka konflik peranan dan bagaimana organisasi berusaha menyelesaikannya. Ketidak langkah selanjutnya adalah untuk mengetes secra empiris dalil mengenai lingkungan, control, peranan,

pastaian perilaku manajer meningkat dan kepercayaan menurun tidak hanya karena konflik antar peranan manajer. Organisasi kontrol dapat meredakan konflik antar tipe peranan dengan menjelaskan ekspektasi perilaku. Perspektif multilevel dalam akrtikel ini menyediakan dasar bagi penelaahan perbedaan dalam konflik peranan di organisasi dan idustri. Implikasi bagi Area Lain dari Manajemen Strategi Konsep konflik peranan strategis juga mempunya implikasi di daerah dibalik strategi pembaruan. Pertama, pemakaian manajemen baru atau praktek kompensasi akan lebih efektif hanya jika ketika organisasi control sesuai dengan tipe perubahan lingkungn yang dihadapi dan tendensi perusahaan yang besar mengikuti pola manajemen dan kompensasi (Abrahamson, 1991; Micklethwait & Wooldridge, 1996). Model kami menyediakan penjelasan mengapa preskripsi ini sering gagal menirimkan perkembangan performa yang menjajikan: sumber dan tingkat perubahan lingkungan mempengaruh efikasi control organisasi. Kedua, organisasi harus sensitive terhadap resiko konflik peranan strategis ketika menerapkan perubahan besar. Dalam literatu perubahan manajemen, peneliti melihat resistansi sebagai ketakutan akan hal yang tak diketahui, usaha melindungi status dibawah perintah lama, atau kegagalan manajemen atas menyampaikan perlunya perubahan (Kotter, 1995). Model kami menyatakan penjelasan lain : perubahan mungkin menciptakan konflik peranan strategis yang mengganggu pertukaran informasi dan kepercayaan antar pribadi. Tetapi, perbaikan tradisional bagi resistansi perubahan, seperti pendidikan dan komunikasi yang lebih baik mungkin tidak efektif jika konflik nilai dan perilaku dari peranan lama dan baru tidak ditegaskan. Perubahan inisiatif perlu di evaluasi bagi potensi mereka dalam menciptakan konflik peranan strategis dan penyesuaian dengan control organisasi yang diperlukan. Ketiga, kolaborasi antar organisasi akan dibatasi oleh konflik peranan strategis didalam dan atar manaer yang ditunjuk. Setiap perusahaan mungking mempunyai objektif kolaborasi yang berbeda, dimana menciptakan ekspektasi perilaku berbeda dari kedua perusahaan. Teori kami menyatakan bahwa semakin sama perubahan lingkungan yang dihadapi setiap perusahaan dan semakin sama kontrol yang digunakan setiap perusahaan, semakin dapat diprediksi perilaku peranan dan pertukaran dengan aliansi. Hal ini, akan membawa ke kepercayaan yang lebih dan koleborasi yang lebih efektif. Alas an ini sesuai dengan penemuan kesamaan budaya nasional di perusahaan internasionl (Lyles & Salk, 1996; Salk, 1996) dan kesamaan dalam struktur organisasi dan kompensasi dalam penelitian dan pengembangan aliansi (Lane & Lubalkin, 1998). Konflik peranan strategi internasional dapat juga mempengaruh implementasi penggabungan dan kolaborasi antara unit perusahaan multinasional. Keempat, kesusahan yang diciptakan oleh pergeseran antara sub proses pembaruan mempunyai implikasi bagi lingkaran hidup industri dan perusahaan. Seringkali, pengalaman industri baru kehilangan peserta seiring kematangannya. Hal ini disebabkan, sebagai bagian kepada perlunya standar industri yang menolong perusahaan tertentu sementara melukai yang lain (rosenbloom & Cusamano, 1987; Tushman & Anderson, 1986). Pendapat kami menyatakan factor lain mungkin menjadi konflik peranan strategis. Sebagai industri yang matang, tipe perubahan sebuah perusahaan harus mencakup perubahan (contoh, dari dinamisme factor pasar hingga produk pasar), memerlukan pergeseran dalam proses strateginya. Teori kewirausahaan telah mengenali masalah berhubungan dengan kekerasan pendirian (contoh, Greiner, 1972). Kami menyatakan bahwa masalah dapat lebih tersebar luas- bahwa pergeseran strategi pembaruan dibutuhkan utnuk memelihara pertumbuhan perusahaan dapat menciptakan konflik peranan bagi seluruh manajer. Penelitian tamabahan di daerah ini dapat ditambahkan ke literature kewirausahaan dan evolusi idustri.

Akhirnya, model kami dan konsep konflisk peranan strategis ditambahakan pada literature yang perkembang mengenai pengetahuan manajemen. Gambar 1 menyatakan bahwa proses pembarua itu sendiri membentuk organisasi pembelajaran dan bahwa peranan yang diciptakan, bersama dengan hubungan antara peranan tersebut, mempengaruhi bagaimana pengetahuan dikembangkan dan digunakan. Lebih jauh, ketika manajer mencari pengaru sebuah pengembagan perusahaandan penggunaan pengetahuan melalui perubahan dalam sistem kontrolnya, mereka harus memperhitungkan hubungan antara control, perubahan lingkungan, dan konflik peranan strategis. TABEL 1 Peranan Strategis Manager Peranan Manajemen atas Mengesahkan Perilaku Menegaskan maksud strategi Monitor Memberi kuasa dan mendukung Mengenali Mengenali potensi strategi Menetapkan arah strategi Menguasakan dan memungkinkan Mengarahkan Merencanakan Mengembangkan sumberdaya Memerintah Manajemen menengah Memenangkan Memelihara dan mendukung Memenangkan Memberikan alternatif pada manajemen atas Menyatukan Mengkategorikan isu Menyuarakan isu ke manajemen atas Menggabungkan strategi dan menangani informasi Menyatukan Memfasilitasi Memelihara kemampuan adaptasi dan kegiatan pertahanan Membagi informasi Membimbing adaptasi Memfasilitasi pembelajaran Melaksanakan Pelaksanaan Peninjauan dan penyesuaian Motivasi dan menginspirasi; pelatih Manajemen operasi Bereksperimen Belajar dan berkembang Menghubungkan kemampuan dan kebutuhan Membuat inisiatif otonom Bereksperimen dan menghadapi tantangan Menyelaraskan Merespon tantangan Hart (1992) Burgelman (1991) Hart (1992) Argyris & Schon (1978) Burgelman (1983a,b) Minizberg (1978) Chakravarthy (1982) Chakravarthy (1982) Schendel & Hofer (1979) Nutt (1987) Hart (1992); Quinn (1980) Floyd & Wooldridge (1992) Bower (1970) Dutton & Jackson (1983) Dutton & Ashford (1993) Nonaka (1988) Bower (1970) Burgelman, (1983 a, b : 1991) Wooldridge & Floyd (1990) Studi literature Hamel & Prahalad (1989) Burgelman (1983a) Hart (1992) Burgelman (1991) Mintzberg (1983) Hart (1992) Ansoff (1987) Schendel & Hofer (1979) Bourgeole & Broiwin (1984)

Menyesuaikan diri

Menjadi pasukan yang baik Mengikuti sistem Table 2

Bourgeois & Brodwin (1984) Hart (1992)

Peranan Strategi dalam sub proses Strategi Pembaruan Defines kompetensi subproses Di bagian manapun, sulit diprdiksi kompetensi mana yang berharga dalam lingkungan kompetitif di masa depan. Manajemen atas, bukanlah posisi untuk membuat komitmen besar bagi pengembangan kompetensi ke depan. Keputusan untuk mengambil asset yang diperlukan dan kemampuan dilakukan pada manajer tingkat operasi yang bereksperimen dengan banyak solusi untuk mengatasi masalah tersebut. Berdasarkan pengetahuan mereka yang lebih besar mengenai konteks strategis perusahaan, manajer menengah dapat mengevaluasi akibat jangka panjang dari eksperimen tersebut, dan mereka mengambil yang paling menjanjikan untuk dijadikan inisiatif bagi manajemen atas. Manajemen atas memiliki pemahaman yang paling menyeluruh mengenai konteks strategi. Hal ini mengizinkan mereka mengevaluasi inisiatif yang didapat dari seluruh organisasi dan membentuk kompetensi baru dengan mengesahkan inisiatif yang mempunyi potensi lebih dalam memenuhi tangangan dari lingkungan yang kompetitif. Setika sumberdaya tersedia berkembang, manajemen atas menyusun kembali strategi resmi dalam mengejar keuntungan untuk menggerakkan perluasan dasar pengetahuan Sub proses pengembangan kompetensi Pengembangan kompetensi organisasi dimulai dengan pengarahan manajemen atas menenai alokasi sumberdaya untuk memperkuat posisi strategis tertentu. Pengesahan manajemen atas diperlukan bagi komitmen sumberdaya signifikan. Manajer atas dikehendaki memutuskan kompetensi mana dari stok sumberdaya yang terakumulasi yang diperlukan untuk mencapai strategi yang diberikan. Sekali komitmen dibuat, manajer menengah diharapkan meletakkan struktur yang perlu, orang-orang, dan sistem yang diperlukan untuk menjalankan strategi. Hal ini melibatkan penggunaan sumberdaya tambahan, tetapi dalam strategi pengembangan keputusan ini meningkatkan skala kompetensi yang ada, daripada mengembangkan kompetensi baru. Manajer operasi, diharapkan mengadaptasi prosedur operasi dan kebijakan untuk memastikan unit mereka menyesuaikan diri dengan arah yang telah dipilih. Sub proses modifikasi kompetensi Manajemen atas mengesahkan inisiatif dan menyediakan arahan berdasarkan serangkaian asumsi mengenai kondisi lingkungan. Merubah hal itu melanggar asumsi ini karena menyusun rutinitas untuk dihancurkandan membawa manajer oeprasi menyesuaikan perilaku mereka sendiri dan bawahan mereka. Manajer menengan memerlukan pertahanan bagi aktivitas tak terencana ini dengan memodifikasi control foral dan menggantungkan diri pada penyesuaian timbale balik sebagai alat koordinasi, karenanya memfasilitasi kebutuhan fleksibilitas organisasi. Jika keadaan terus menolak rutinitas yang telah ditetapkan, manajer boleh membertanyakan kelangsungan strategi yang ada. Manajer menengah, khususnya, berada dalam posisi yang bagus untuk melihat pola kejadian dan mungkin untuk memainkan peranan penting dalam meyatukan informasi yang relevan dari manajemen atas. Peranan manajemen atas dibawah keaddan seperti itu memerlukan pengenalan apakah situasi memerlukan penyusunan kembali structural ataukah perubahan strategi yang signifikan

TABEL 3 Sumber Konflik Peranan Strategis

Berbedaan penting antara sub proses strategi pembaruanDimensi Hubungan dengan strategi yang ada Kurun waktu Nilai inti dan prinsip Sub proses definisi kompetensi Membedakan Jangka panjang Innovasi Resiko yang diambil Focus pembelajaran eksternal Atas: pandangan ke depan Menengah: politis dan parameter substansi strategi Sub proses modifikas kompetensi Mempertanyakan Segera Pragmatisme Fleksibilitas Tindakn diambil Atas : informasi perubahan Menengah: substansi informasi mengenai lingkungan, organisasi, dan performa; informasi politis dan social Operasi: apa yang dikerjakan dan apa yang Tingkat emosi tidak Eksplorasi yang tidak sabaran mengenai organisasi Operasi: pengembangan teknik dan komunitas pelanggan Toleransi terhadap ambigu Operasi: menjalankan rencana Komitmen yang fokus Suproses pengembangan kompetensi Konvergen Jangka pendek Kepemimpinan Variasi reduksi Focus pembelajaran internal Atas: tujuan dan strategi Menengah: kemampuan organisasi saat ini

Kebutuhan informasi

Gambar 1 Peranan manajer, pertukaran informasi dan sub proses strategi pembaruanSub proses definisi kompetensi Sub proses modifikasi kompetensi Sub proses definisi kompetensi

Lingkungan makro (pasar capital, pemerintah, masyarakat)

Peranan manajemen atas Peranan manajemen menengah Peranan manajemen operasi

pengesahan memenangkan bereksperimen

mengenali menyatukan memfasilitasi

mengarahkan menjalankan Menyesuaikan diri

menyelaraskan

Factor pasar

Lingkungan kompetitif Produk pasar