stress di tempat kerja
TRANSCRIPT
STRESS DI TEMPAT KERJA
Rahayu Iskandar, Ners, M.Kep
A. Latar Belakang
Organisasi pada dasarnya merupakan kumpulan orang-orang. Adanya
keterbatasan-keterbatasan pada manusia mendorongnya untuk membentuk
organisasi. Gitosudarmo dan Sudita (2000) memberikan pengertian organisasi
sebagai suatu sistem yang terdiri dari pola akivitas kerjasama yang dilakukan secara
teratur dan berulang-ulang oleh sekelompok orang untuk mencapai suatu tujuan.
Organisasi sebagai sistem terbuka selalu peka dan berupaya untuk selalu
beradaptasi dengan perubahan-perubahan yang terjadi pada faktor lingkungan
eksternal seperti selera konsumen, teknologi sosial budaya. Organisasi yang bersifat
terbuka akan selalu berupaya untuk mengikuti perubahan-perubahan tersebut.
Perubahan yang terjadi pada organisasi dapat mempengaruhi individu yang
berada didalamnya. Bila kemudian individu-individu yang berada di dalam organisasi
merasa bahwa perubahan tersebut begitu mendadak dan mereka merasa belum ada
kesiapan maka dapat menimbulkan stress bagi anggota kelompok. Luthan (1992)
mendefinisikan stress sebagai respon adaptif pada situasi eksternal yang
menghasilkan deviasi-deviasi fisik, psikologis dan atau perilaku untuk anggota
organisasi (Muchlas, 2006).
Akper BTH telah berdiri sejak tahun 1993, berada di bawah naungan Depkes
dan telah menyelenggarakan pendidikan diploma sampai dengan tahun 2005. Sejak
tahun 2005 Akper BTH berubah menjadi STIKes BTH dan berada di bawah naungan
Dirjen Dikti. Pada saat terjadinya perubahan bentuk organisasi banyak karyawan dari
Akper yang merasa tidak nyaman. Banyak karyawan yang menginginkan agar tetap
dalam bentuk diploma tetapi tidak mampu berbuat apa-apa karena keputusan
perubahan telah ditetapkan tanpa adanya sosialisasi maupun penawaran terlebih
dahulu.
Setelah berlangsung sekitar lebih dari enam bulan, penulis menemukan ada
beberapa karyawan yang mulai berusaha beradaptasi terhadap perubahan bentuk
organisasi. Tetapi banyak karyawan yang belum mampu beradaptasi. Hal tersebut
diwujudkan dalam bentuk lambatnya penyelesaian pekerjaan, yang seharusnya sudah
selesai dalam waktu 1 minggu ternyata molor menjadi 2 minggu. Dari hasil
wawancara terhdap 3 orang karyawan, mereka menyatakan rasa bingung, tidak tahu
apa yang harus dikerjakan. Bentuk perilaku yang ditunjukkan adalah sering mangkir
dari pekerjaan misal beralasan sakit atau datang terlambat. Ketika ditanyakan secara
individu dengan posisi penulis sebagai teman mereka mengatakan bahwa mereka
enggan ditanyakan kapan selesainya tugas yang diberikan.
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Stress adalah pengalaman yang bersifat internal yang menciptakan adanya
ketidakseimbangan fisik dan psikis dalam diri seseorang akibat dari faktor
lingkungan eksternal, organisasi atau orang lain (Szilagyi, 2000). Stress biasanya
dianggap sebagai sesuatu yang negatif. Sering dikira disebabkan oleh sesuatu yang
buruk, dan disebut sebagai distress. Tetapi ada juga stress yang positif, yang
disebabkan oleh sesuatu yang baik, misal dipromosikan untuk kenaikan pangkat
dengan diberikan pekerjaan di tempat lain.
Gibson, Ivancevich dan Donnely (1996) mendefinisikan stress sebagai suatu
tanggapan penyesuaian, diperantarai oleh perbedaan- perbedaan individu dan atau
proses psikologis, akibat dari setiap tindakan lingkungan, situasi, atau peristiwa yang
menetapkan permintaan psikologis dan atau fisik berlebihan kepada seseorang.
Definisi tersebut menggambarkan stress sedikit lebih negatif, sedangkan menurut
pakar stress, Dr. Hans Selye, memperkenalkan stress sebagai suatu rangsangan dalam
pengertian posisif, disebut sebagai Eutress. Eustress membuat individu mampu
beradaptasi terhadap lingkungan dan menyebabkan terjadinya perkembangan ke arah
yang lebih baik. Eutress diperlukan dalam hidup.
B. Tanggapan Individu Terhadap Stress
Menurut Dr. Hans Selye ada tiga tingkatan yang berbeda dari respon atau
tanggapan seseorang terhadap stress yaitu alarm (alarm), perlawanan (resistance),
dan peredaan (exhaustion), digambarkan dalam bentuk seperti gambar 2.1 berikut ini.
(Gitosudarmo dan Sudita, 2000)
Tahap 1
Tingkat perlawanan normal
Tahap 2 Tahap 3
Alarm Adanya perubahan karakteristik
tubuh dari eksposur pertama terhadap stressor. Pada saat yang sama perlawanannya berkurang
Resistance Tahap kedua terjadi jika
kelanjutan eksposur terhadap stressor sejalan dengan adaptasi.
Perlawanan meningkat di atas normal
Exahaustion Dengan adanya eksposur
berlanjut terhadap stressor yang sama, dimana tubuh telah
menyesuaikan diri. Akhirnya energi adaptasi dikeluarkan.
Gambar 2.1. Gejala Adaptasi Umum
C. Sumber Stress di Tempat Kerja
Faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya stress di dalam organisasi
menurut Minner (1988) dapat dibedakan menjadi dua kategori yaitu faktor yang
bersumber dari luar individu dan dari dalam individu itu sendiri. Sumber stress yang
berasal dari dalam individu itu sendiri disebabkan karena kepribadiannya Tipe A,
adanya kebutuhan, nilai, tujuan, umur dan kondisi kesehatannya saat sedang
menghadapi stress.
Penyebab dari luar individu dibedakan lagi menjadi stress yang bersumber
dari dalam organisasi dan dari luar organisasi. Faktor dari dalam organisasi dapat dari
faktor lingkungan fisik seperti cahaya yang terlalu terang, situasi yang gaduh dan
temperatur yang terlalu panas. Faktor dari pekerjaan meliputi adanya konflik peran
(memiliki beberapa peran yang saling bertentangan), tidak jelasnya tugas dan
tanggung jawab seseorang, beban tugas yang melebihi batas kemampuan seseorang,
adanya rasa tanggung jawab yang terlalu tinggi terhadap tugas dan adanya desakan
waktu untuk penyelesaian suatu tugas. Demikian juga faktor dari kerja kelompok
seperti norma-norma yang dianut kelompok yang harus dipatuhi oleh anggota
kelompok, kurangnya kekompakan diantara anggota kelompok dan kurangnya
dukungan dari kelompok. Sedangkan faktor organisasi meliputi kurangnya dukungan
dari atasan, struktur organisasi yang terlalu birokratis dan gaya kepemimpinan yang
tidak sesuai dengan kondisi dan karakteristik dari bawahan. Akhirnya faktor karier
juga dapat menimbulkan adanya stress yaitu saat-saat awal dari seseorang memasuki
pekerjaannya, karier yang tidak maju dan pemecatan.
Faktor dari luar organisasi yang dapat menyebabkan terjadinya stress antara
lain adalah keadaan keluarga yang tidak harmonis, hubungan dengan masyarakat
yang tidak baik serta kondisi keuangan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dari
gambar 2.2 di bawah ini.
D. Konsekuensi Dari Stress
Stress menunjukkan gejala-gejalanya dalam sejumlah cara. Gejala-gejala yang
muncul dapat dikategorikan menjadi 3 level yaitu :
1. Gejala Fisiologis
Gejala fisiologis menjadi hal yang mendapat perhatian paling banyak dari para
ahli. Hal ini disebabkan karena adanya berbagai topik penelitian yang dilakukan
oleh para spesialis dalam ilmu kedokteran dan kesehatan. Penelitian ini menuju
kepada konklusi bahwa stress dapat menciptakan perubahan-perubahan dalam
metabolisme, meningkatkan angka denyut jantung dan pernafasan, menaikkan
Gambar 2.2 Suatu Model Pemahaman Stress (Miner, 1988)
Di tempat kerja
Sumber Eksternal
Faktor Lingk. Fisik • Cahaya • Kebisingan • Temperatur
Faktor Pekerjaan • Konflik peran dan
tugas • Beban tugas yang
berlebihan dan tekanan waktu
• Adanya perubahan
Faktor Kelp. kerja • Norma • Kurang kohesivitas • Kurang dukungan
kelompok
Faktor organisasi • Kurangnya
dukungan pimpinan • Struktur organisasi • Gaya kepemimpinan
Faktor karier • Awal karier • Tengah karier • Purna karier
Kehidupan di luar organisasi : • Keluarga • Masyarakat • Faktor keuangan
Sumber Internal
Karakteristik : • Kepribadian • Kebutuhan • Nilai • Tujuan • Umur • Kesehatan
Bagaimana seseorang
memandangnya dan mencoba mengatasinya
Stress sebagai
pengalaman
Dampak Potensial
Faktor Fisik • Meningkatnya
tekanan darah • Meningkatnya
kolesterol • Penyakit jantung
koroner
Faktor Psikologi • Ketidakpuasan
kerja • Murung • Rendahnya
kepercayaan • Mudah marah
Faktor Organisasi • Ketidakhadiran • Terlambat datang • Prestasi kerja
rendah • Kecelakaan kerja • Sabotase
tekanan darah, menimbulkan sakit kepala dan menimbulkan serangan jantung.
Hubungan antara stress dengan gejala-gejala fisik khusus tersebut tidak begitu
jelas. Hanya sedikit, kalau ada, yang memiliki hubungan konsisten (Beehr &
Newman, 1978).
2. Gejala Psikologis
Stress dapat menimbulkan ketidakpuasan. Stress yang berhubungan dengan
pekerjaan dengan sendirinya dapat menimbulkan ketidakpuasan kerja.
Ketidakpuasan kerja, dalam kenyataannya adalah aspek psikologis dari stress
yang paling sederhana dan jelas.
Bukti menunjukkan bahwa ketika orang ditempatkan dalam pekerjaan yang
membuat banyak tuntutan yang mengandung konflik atau dalam pekerjaan yang
kurang jelas tentang kewajiban, kewenangan dan tanggung jawab karyawan,
maka baik stress dan ketidakpuasan akan meningkat (Cooper & Marshall, 1976).
3. Gejala Perilaku
Gejala-gejala stress yang berhubungan dengan perilaku termasuk perubahan-
perubahan dalam produktivitas, absensi dan pindah kerja. Termasuk perubahan
dalam kebiasaan makan, lebih sering merokok dan bertambahnya minum
alkohol, bicara menjadi cepat, bertambah gelisah dan adanya gangguan tidur.
Telah cukup banyak penelitian yang menyelidiki hubungan antara stress dengan
kinerja seperti yang ada dalam gambar 2.3 dibawah ini.
Gambar 2.3
Pengaruh Stress terhadap kinerja
Ket : R = Rendah, T = Tinggi Kinerja
Stress
T
TR
Berdasarkan gambar 2.3 di atas, dapat dijelaskan bahwa stress yang tingkatnya
rendah sampai sedang justru menstimulasi tubuh dan meningkatkan kemampuannya
untuk bereaksi. Perilaku yang ditunjukkan adalah mengerjakan tugas dengan lebih
baik, lebih intens dan lebih cepat. Tetapi jika stress terlalu berat, justru akan
menempatkan orang yang bersangkutan dalam berbagai hambatan dan
ketidakberhasilan memenuhi tuntutan-tuntutan, sehingga mengakibatkan kinerja yang
lebih rendah atau menurun.
E. Strategi Manajemen Stress
Dari sudut pandang organisasi, manajemen tidak begitu memperhatikan tingkat
stress dari rendah sampai sedang, karena dapat berakibat fungsional. Tetapi stress
yang berat atau tingkat stress rendah – sedang yang berlangsung lama dapat menuju
penurunan kerja, sehingga membutuhkan tindakan atau intervensi dari manajemen.
Pendekatan yang dapat dilakukan untuk menurunkan tingkat stress dibagi menjadi 2
(dua) yaitu :
1. Pendekatan individual
a. Manajemen waktu
Prinsip-prinsip yang dianggap terkenal dalam manajemen waktu adalah
sebagai berikut : 1) membuat daftar harian tentang kegiatan-kegiatan yang
harus diselesaikan, 2) memprioritaskan kegiatan-kegiatan atas dasar
kepentingan dan urgensinya, 3) membuat jadwal kegiatan berdasarkan
prioritas yang telah ditetapkan, 4) mengetahui siklus bioritmik diri sendiri
dan mengerjakan tugas yang menuntut tenaga dan pikiran pada saat
bioritmik sedang tinggi.
b. Latihan fisik
Latihan fisik yang non-kompetititf seperti aerobik, berenang, bersepeda,
jogging telah lama direkomendasikan oleh para dokter sebagai cara untuk
mengatasi berbagai tingkatan stress yang eksesif.
c. Latihan relaksasi
Lima belas menit atau dua puluh menit sehari melakukan relaksasi yang
dalam dapat melepaskan ketegangan dan memberikan perasaan penuh
kedamaian yang indah. Lebih penting lagi, adanya perubahan yang
signifikan dalam denyut jantung, tekanan darah, dan faktor-faktor fisik
lainnya merupakan hasil utama dari deep relaxation tersebut.
d. Dukungan sosial
Memiliki banyak kawan, keluarga atau teman sekerja untuk teman berbicara
dapat memberikan jalan keluar ketika tingkat stress menjadi eksesif.
Dukungan sosial dapat memoderatkan akibat dari hubungan stress-kerja,
sehingga stress di tempat kerja yang berat pun tidak dapat meruntuhkan
seseorang.
e. Konseling karyawan
Konseling adalah diskusi sebuah problem yang biasanya memiliki unsur
emosional dengan seorang karyawan supaya dapat membantu mengatasi
emosinya dengan lebih baik (Cairo, 1983). Konseling dapat dilakukan baik
oleh para profesional maupun non-profesional. Konseling ini biasanya
bersifat rahasia. Para karyawan dapat merasa bebas untuk berbicara terbuka
tentang problem yang dihadapi.
2. Pendekatan organisasi
a. Seleksi dan penempatan
Terdapat beberapa pekerjaan yang lebih menimbulkan stress daripada
pekerjaan lainnya respon orang terhadap stress pun berbeda antara satu orang
dengan orang lainnya. Sehingga manajemen tidak boleh membatasi satu
pekerjaan hanya oleh orang yang berpengalaman saja, tetapi juga memiliki
kontrol pribadi yang bersifat internal karena orang-orang yang seperti ini
dapat mengadaptasi pekerjaan dengan tingkat stress yang relatif tinggi dan
menunjukkan kinerja yang efektif untuk pekerjaan tersebut.
b. Penetapan tujuan
Manusia berprestasi lebih baik ketika memiliki tujuan khusus dan menantang
serta menerima umpan balik tentang seberapa jauh kemajuan yang telah
dibuatnya menuju tercapainya tujuan-tujuan tersebut.
c. Pendesainan kembali pekerjaan
Teknik ini dapat memberikan para karyawan tanggungg jawab yang lebih
tinggi, kerja yang lebih berarti, otonomi yang lebih banyak dan peningkatan
umpan balik. Hal ini dapat mengurangi stress karena faktor-faktor ini
memberikan karyawan kontrol yang lebih besar tentang aktivitas
pekerjaannya dan memperkecil ketergantungan pada orang lain.
d. Pengambilan keputusan secara partisipatif
Melibatkan karyawan dalam pengambilan keputusan secara langsung dapat
mempengaruhi kinerja karyawan. Manajemen dapat meningkatkan kontrol
dan mengurangi stress karena peran mereka.
e. Komunikasi organisasi
Meningkatkan komunikasi formal dengan para karyawan dapat mengurangi
ketidakpastian dengan cara memperkecil keragu-raguan, konflik dan peran.
Manajemen juga dapat menggunakan komunikasi efektif sebagai cara untuk
memperbaiki persepsi karyawan.
f. Program-program kebugaran
Perlu dibuat program-program kebugaran untuk para karyawan yang
ditawarkan oleh organisasi atau perusahaan. Program ini difokuskan pada
kesehatan fisik dan mental secara total (Wolfe et al, 1987). Misalnya
manajemen mengadakan workshop untuk membantu karyawannya berhenti
merokok, mengontrol penggunaan alkohol, menurunkan berat badan dan
program diet makan. Ternyata jika dibandingkan biaya yang dikeluarkan
untuk program ini dengan keuntungan yang diperoleh karena berkurangnya
absen kerja dan malas bekerja, program ini masih jauh lebih baik untuk
organisasi atau perusahaan.
ANALISA KASUS
A. Gambaran Umum STIKes BTH (Data Sekunder)
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Bakti Tunas Husada diresmikan sejak tahun
2004. Cikal bakal dari STIKes BTH adalah Akademi Keperawatan Bakti Tunas
Husada yang berdiri sejak tahun 1993. Menyelenggarakan program pendidikan
Diploma Keperawatan dan sampai dengan tahun 2003 telah meluluskan mahasiswa
sebanyak 523 mahasiswa dari 8 angkatan.
Jumlah seluruh karyawan STIKes BTH sebanyak 61 orang dengan 19 orang
diantaranya adalah karyawan dari Akper BTH. Mayoritas karyawan STIKes BTH
adalah perempuan dan hampir 90 persen dari seluruh karyawan telah menikah. Data
selengkapnya dapat dilihat pada tabel 3.1 di bawah ini.
Tabel 3.1 Distribusi Karyawan Berdasarkan
Jenis Kelamin dan Status Perkawinan
Jenis Kelamin Status No Keterangan
L P K TK
1 Karyawan STIKes BTH 11 31 37 5
2 Mantan karyawan Akper BTH 7 12 17 2
Jumlah 18 43 54 7
B. Hasil Penyebaran Kuisioner (Data Primer)
Stress kerja dapat disebabkan oleh 3 faktor (Minner, 1988) yaitu dari dalam
individu (sumber internal), dari luar individu (sumber eksternal) dapat berasal dari
dalam organisasi dan dari luar organisasi. Untuk mempersempit masalah yang
diambil maka dalam penulisan makalah ini, sumber stress kerja yang diambil adalah
stress kerja dari faktor eksternal saja yaitu dari dalam organisasi.
1. Lingkungan Fisik
Faktor penyebab terjadinya stress dari lingkungan fisik dapat disebabkan
oleh cahaya, temperatur dan kebisingan. Berdasarkan angket stress kerja yang
disebarkan didapatkan hasil seperti pada tabel 3.2 berikut ini :
Tabel 3.2 Faktor Stress Kerja dari Lingkungan Fisik
No Keterangan F %
1 Cahaya 96 29.72
2 Temperatur 112 34.67
3 Kebisingan 115 35.60
Jumlah 323 100
Berdasarkan tabel 3.2 di atas dapat diketahui bahwa penyebab paling utama
terjadinya stress kerja dari lingkungan fisik adalah cahaya (penerangan) dengan
persentase 29.72%.
2. Pekerjaan
Stress kerja dari faktor pekerjaan dapat disebabkan karena terjadinya
konflik peran dan ketidakjelasan tugas yang diberikan, beban tugas yang
berlebihan disertai penetapan tenggat waktu penyelesaian tugas dan adanya
perubahan dalam pekerjaan yang tidak dipersiapkan terlebih dahulu kepada
karyawan yang bersangkutan. Berdasarkan angket yang disebarkan didapatkan
hasil yaitu penyebab utama terjadinya stress kerja adalah dari beban tugas yang
berlebihan disertai penetapan tenggat waktu penyelesaian tugas yaitu sebanyak
25.45%. Data tersebut dapat dilihat pada tabel 3.3 di bawah ini.
Tabel 3.3 Faktor Stress Kerja dari Pekerjaan
No Keterangan F %
1 Konflik peran dan tugas 104 37.81
2 Beban tugas yang berlebihan dan tenggat
waktu penyelesaian tugas
70 25.45
3 Adanya perubahan pekerjaan 101 36.72
Jumlah 275 100
3. Kelompok Kerja
Faktor penyebab terjadinya stress kerja dari faktor kerja kelompok adalah
adanya norma-norma (peraturan) yang dianut kelompok dan harus dipatuhi oleh
anggota kelompok, kurangnya kekompakan diantara anggota kelompok dan
kurangnya dukungan dari anggota kelompok. Berdasarkan data yang diambil dari
angket stress kerja didapatkan hasil yaitu norma yang dianut kelompok dan harus
dipatuhi oleh anggota kelompok adalah penyebab utama terjadinya stress yaitu
sebanyak 18.46%. Data selengkapnya dapat silihat pada tabel 3.4 di bawah ini.
Tabel 3.4 Faktor Stress Kerja dari Kerja Kelompok
No Keterangan F %
1 Norma 60 18.46
2 Kurang kohesivitas 128 39.38
3 Kurangnya dukungan kelompok 137 42.15
Jumlah 325 100
4. Organisasi
Stress kerja dapat disebabkan dari faktor organisasi meliputi kurangnya
dukungan dari atasan, struktur organisasi yang terlalu birokratis dan gaya
kepemimpinan yang tidak sesuai dengan kondisi dan karakteristik dari bawahan.
Tabel 3.5 Faktor Stress Kerja dari Organisasi
No Keterangan F %
1 Kurangnya dukungan dari atasan 85 31.13
2 Struktur organisasi 131 47.98
3 Gaya kepemimpinan 57 20.87
Jumlah 273 100
Berdasarkan tabel 3.5 di atas dapat diketahui bahwa penyebab utama
terjadinya stress kerja yang paling utama adalah gaya kepemimpinan yang tidak
sesuai dengan karakteristik dari bawahan yaitu sebanyak 20.87%.
5. Karier
Faktor karier juga dapat menyebabkan terjadinya stress kerja, yaitu pada
saat-saat awal dari seseorang memasuki pekerjaannya, karier yang tidak maju di
pertengahan karier dan pengakhiran masa kerja dengan pemecatan. Berdasarkan
tabel 3.6 di bawah dapat diketahui bahwasanya penyebab terjadinya stress kerja
yang paling utama adalah ketidakjelasan karier bagi karyawan (karier yang tidak
maju) yaitu sebanyak 24.52%. Data selengkapnya dapat dilihat pada tabel di
bawah ini.
Tabel 3.5 Faktor Stress Kerja dari Karier
No Keterangan F %
1 Awal karier 120 45.97
2 Tengah karier 64 24.52
3 Purna karier 77 29.50
Jumlah 261 100
Berdasarkan penjelasan tersebut di atas dapat disimpulkan fakor-faktor
penyebab terjadinya stress kerja pada mantan karyawan Akper BTH di STIKes
BTH Tasikmalaya adalah sebagai berikut :
Tabel 3.6 Faktor Stress Kerja dari Dalam Organisasi
No Keterangan F %
1 Lingkungan fisik 323 22.16
2 Pekerjaan 275 18.87
3 Kerja kelompok 325 22.30
4 Organisasi 273 18.73
5 Karier 261 17.91
Jumlah 1457 100
Faktor penyebab terjadinya stress kerja bila dilihat pada tabel 3.6 adalah
pada ketidakjelasan karier yaitu sebanyak 17.91%.
PERUMUSAN MASALAH
A. Analisa Masalah
Berdasarkan data yang didapat dari penyebaran angket tentang stress kerja
maka faktor-faktor yang dianggap menimbulkan stress kerja adalah sebagai berikut :
1. Saat mengerjakan pekerjaan dirasakan pencahayaan yang kurang
Poulton (1978) menyatakan bahwa stressor lingkungan fisik (blue collar
stressor) lebih sering merupakan masalah dalam pekerjaan-pekerjaan yang
berkaitan dengan teknis. Lebih dari 4000 pekerja meninggal setiap tahunnya
dalam kecelakaan industri dan lebih dari 100.000 orang pekerja menjadi cacat
permanen setiap tahun (Gibson, Ivancevich dan Donelly, 1987).
Keadaan di STIKes BTH, banyak ruangan yang disekat-sekat, sehingga
cahaya matahari kurang dapat menyinari ruangan tersebut dengan maksimal.
Keadaan ini diperparah lagi dengan datangnya musim hujan. Akibatnya, bila
akan melakukan pekerjaan, terutama dihadapan komputer, lampu di ruangan
harus dinyalakan. Bila tidak menurut mereka akan menimbulkan rasa pedih di
mata dan hal tersebut menimbulkan ketidaknyamanan dalam bekerja.
2. Karyawan merasakan adanya beban tugas yang berlebihan dan penetapan
tenggat waktu yang dirasa terlalu cepat
Setiap orang pernah mengalami ”work overload” pada suatu ketika.
Terlalu banyak harus melakukan sesuatu atau tidak cukup waktu untuk
menyelesaikan suatu pekerjaan disebut quantitatif overload. Sedangkan
qualitatif overload terjadi jika individu merasa bahwa ia kurang memiliki
kemampuan untuk menyelesaikan pekerjaan atau standar prestasi terlalu tinggi.
Quantitatif overload dapat menyebabkan peningkatan kolesterol dalam
darah. Beban kerja berlebih juga dapat menyebabkan menurunnya kepercayaan
diri, menurunnya motivasi kerja, meningkatnya keabsenan, menurunnya
kualitas pengambilan keputusan, rusaknya hubungan antar pribadi dan
meningkatnya kecelakaan akibat kerja.
Tidak semua karyawan di STIKes BTH merasakan adanya beban kerja
berlebih. Karyawan yang merasakan adanya beban kerja berlebih adalah staff
dosen yang memegang jabatan struktural. Dengan adanya double peran ini,
mereka merasa bahwa waktu yang dimiliki tidak cukup untuk menyelesaikan
tugas yang diberikan. Bagi karyawan wanita, hal tersebut diperparah lagi
dengan kewajibannya di rumah. Sehingga bila tenggat waktu untuk
menyelesaikan pekerjaan sudah habis, seringkali pekerjaan tersebut belum
selesai.
3. Karyawan merasakan kewajiban untuk mengikuti peraturan sebagai beban
4. Ketidakjelasan karier bagi karyawan
Karier yang efektif dalam organisasi cenderung dimiliki orang-orang
yang berprestasi tinggi, bersikap positif, mampu beradaptasi dan dapat
menemukan identitas. Karier yang efektif berkaitan erat dengan prestasi
organisasi. Tahapan karier umumnya bergerak melalui tahapan karier yang
berbeda yaitu penetapan, kemajuan, pemeliharaan dan kemunduran.
Rekruitmen yang terakhir dilakukan oleh Akper BTH adalah pada tahun
1998. Sejak tahun itu sampai dengan sekarang belum ada seorang
karyawanpun yang mengalami perubahan posisi jabatan (naik ke posisi yang
lebih tinggi). Posisi direktur telah dijabat sejak 1993 dan sampai sekarang tidak
pernah ada rotasi. Para karyawan merasa bahwa sekeras apapun mereka
bekerja untuk kepentingan institusi, karier mereka tidak akan pernah
berkembang. Tidak ada motivasi yang memacu mereka untuk menduduki suatu
jabatan struktural.
Akhir tahun 2004 Akper BTH dilebur menjadi STIKes BTH mulai
dirasakan adanya angin segar. Terdapat beberapa dosen yang menduduki
jabatan struktural, dengan catatan, jabatan tersebut diperoleh dengan cara
ditunjuk bukan dipilih. Dan tak ada seorangpun yang mengetahui sampai
kapan posisi tersebut akan dipegang, kapan akan terjadi rotasi dan tindakan apa
yang harus dilakukan agar bisa naik ke jabatan yang lebih tinggi.
5. Gaya kepemimpinan dari pemimpin STIKes BTH dianggap kurang tepat
dengan karakteristik bawahan
Pemimpin di STIKes BTH adalah pemimpin yang ditunjuk berdasarkan
jasanya yang telah mempelopori berdirinya cikal bakal STIKes BTH yaitu
AKPER BTH. Diawal kepemimpinan, para bawahan merasa dibimbing,
diarahkan. Tetapi kecenderungan yang terjadi sekarang, banyak karyawan yang
merasa terlalu diatur. Bawahan merasa tidak dipercaya mampu menyelesaikan
pekerjaan sehingga terkadang meminta karyawan yang lain untuk mengerjakan
pekerjaan yang sama. Bagi bawahan yang cukup kompeten dan berada di
posisi struktural, pemimpin dianggap terlalu ikut campur dalam setiap kegiatan
dan pengambilan keputusan. Keadaan tersebut membuat para karyawan
berusaha sebisa mungkin untuk tidak banyak berhubungan dengan pemimpin.
B. Prioritas Masalah
Berdasarkan masalah yang ditegakkan diatas maka masalah yang diprioritaskan
pada makalah ini adalah ketidakjelasan karier bagi karyawan.
ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH
Prestasi karier berkaitan dengan produktivitas dan efisiensi organisasi. Sikap
karier yang positif akan menunjukkan keikatan pada produksi, efisiensi dan mungkin juga
kepuasan. Kemajuan yang efektif melalui tahapan keier dapat diartikan bergerak di
sepanjang jalur karier. Selama perjalanan karier seseorang selalu dibutuhkan proses
sosialisasi. Proses sosialisasi terjadi diseluruh tahapan karier dan pada setiap langkah
disepanjang jalur karier, tetapi individu lebih menyadarinya jika mereka berganti
pekerjaan atau pindah ke organisasi lain.
Tahapan sosialisasi umumnya berhimpitan dengan tahapan karier. Terdapat tiga
tahap proses sosialisasi yaitu 1) sosialisasi persiapan yang dilakukan individu sebelum
memasuki organisasi atau sebelum menerima pekerjaan lain dalam organisasi yang sama,
2) sosialisasi akomodasi berlangsung setelah individu tersebut menjadi anggota
organisasi dan 3) sosialisasi manajemen peran yang selaras dengan tahap karier ketiga
yaitu kestabilan pekerjaan.
1. Sosialisasi persiapan
a. Program perekrutan
Program ini ditujukan untuk karyawan baru. Organisasi yang merekrut
karyawan baru haruslah sedapat mungkin menyampaikan informasi faktual
tentang berbagai masalah seperti kebijaksanaan upah dan promosi serta
prakteknya, karakteristik objektif dari kelompok dengan siapa calon karyawan
akan bekerja dan informasi lain yang mencerminkan perhatian orang yang
direkrut.
b. Praktek seleksi dan penempatan
Bila secara administratif, pengetahuan dan keterampilan individu yang akan
diterima dalam organisasi telah sesuai dengan kriteria, maka karyawan tersebut
ditempatkan pada posisi yang sesuai dengan minat dan bakat sehingga individu
tersebut dapat didayagunakan sepenuhnya oleh pekerjaan tersebut.
2. Sosialisasi akomodasi
a. Program orientasi
Menerima pekerjaan baru bukan saja melakukan tugas pekerjaan baru
melainkan juga mengadakan hubungan antar pribadi yang baru. Karyawan baru
memasuki sebuah sistem sosial yang sedang berlangsung, mengembangkan
serangkaian nilai, cita-cita, friksi, konflik, persahabatan, koalisi dan semua
karakteristik lain dalam kelompok kerja. Jika dibiarkan seorang diri, maka
karyawan baru tersebut harus mengatasi lingkungan baru itu tanpa informasi
apapun. Tetapi jika ia mendapatkan bantuan dan bimbingan, maka ia akan
dapat mengatasinya dengan lebih efektif.
b. Program pelatihan
Program pelatihan dibutuhkan untuk mengajarkan teknik dan mengembangkan
keterampilan yang diperlukan bagi para karyawan baru.
c. Evaluasi prestasi
Evaluasi prestasi memberikan umpan balik yang penting tentang kemajuan
karyawan dalam upaya menyesuaikan diri dengan organisasi. Umpan balik
prestasi merupakan tanggung jawab manajerial yang penting. Akan tetapi,
banyak manajer yang tidak cukup dilatih untuk memikul tanggung jawab ini.
d. Menugaskan pekerjaan yang menantang
Cara yang lazim digunakan antara lain dengan memberikan wewenang dan
tanggung jawab yang lebih besar kepada karyawan baru, sehingga
memungkinkan karyawan baru tersebut melaksanakan gagasannya sendiri.
3. Sosialisasi manajemen peran.
Tahap ini mengharuskan individu untuk menanggulangi dua jenis konflik yaitu
konflik yang timbul antara pekerjaan dan kehidupan rumah tangga dan konflik
antara kelompok kerja individu dengan kelompok kerja lain dalam organisasi.
Karyawan yang tidak dapat menanggulangi konflik ini dan apabila tuntutan akibat
dari konflik tersebut diluar kemampuan individu, maka akan timbul stress. Toleransi
atas tingkatan stress yang ditimbulkan oleh tuntutan yang bertentangan dan tidak
dapat didamaikan ini beraneka ragam diantara orang-orang, tetapi biasanya dapat
diasumsikan bahwa eksistensi stress yang tidak terkendali akan merugikan individu
dan organisasi.
PENUTUP
Stress adalah suatu tanggapan adaptif, ditengahi oleh perbedaan individual dan
atau proses psikologis, yaitu, suatu konsekuensi dari setiap kegiatan (lingkungan), situasi,
atau kejadian eksternal yang membebani tuntutan psikologis atau fisik yang berlebihan
terhadap seseorang. Stress dapat terjadi di tempat kerja. Penyebabnya bisa dari dalam
individu atau dari organisasi. Dari organisasi dapat disebabkan dari dalam organisasi
maupun dari luar organisasi.
Stress kerja dari dalam organisasi terdiri dari 5 faktor yaitu dari dari lingkungan
fisik, dari pekerjaan, dari kerja kelompok, dari organisasi dan dari karier. Dari
keseluruhan faktor-faktor penyebab terjadinya stress kerja, yang paling dominan
menyebabkan terjadinya stress kerja adalah dari faktor karier.
Alternatif pemecahan masalah yang dapat diberikan untuk menyelasaikan masalah
ini adalah dengan adanya sosialisasi tahapan karier melalui tiga tahapan yaitu sosialisasi
persiapan, sosialiasi akomodasi dan sosialiasi manajemen peran. Saran yang dapat
diberikan kepada STIKes BTH adalah adanya penetapan waktu rotasi untuk setiap
jabatan struktural, penetapan kompetensi yang harus dimiliki oleh setiap individu yang
akan menduduki jabatan struktural yang diinginkan dan sebelumnya selalu diawali
dengan seleksi kemampuan terlebih dahulu. Sehingga semboyan ”the man in the right
place” dapat dilaksanakan.