studi islam.doc
TRANSCRIPT
Studi IslamMerangkai Niat, Menangkap Manfaat
Oleh : Bekhta Perkasa Asky
Keseluruhan sejarah Islam adalah pergumulan masyarakat Islam mewujudkan nilai-nilai Islam
dalam ruang dan waktu tertentu. Catatan pergumulan tersebut lalu disistematisasi dan
dilembagakan di balik nama-nama yang dikenal : tentang Tuhan dalam kaitannya dengan
manusia dan alam disebut aqidah/filsafat, tentang hukum dan segala bentuk aplikasinya disebut
fikih (atau syari’ah) tentang makna Alquran disebut tafsir, sementara cara-cara transmisi Islam
dari satu generasi ke generasi lain atau dari satu kelompok masyarakat ke kelompok masyarakat
lain disebut tarbiyah. Sebutan lain seperti adab (sejarah dan kebudayaan Islam), sufisme dan
dakwah juga menunjuk pada hal yang sama : hasil pencapaian masyarakat Islam dalam
menafsirkan dan mentransmisikan Islam (Fuad Jabali)1.
Pendahuluan
Paling tidak, terdapat dua faktor utama membuat Islam, selain dapat
bertahan dan berkembang hingga abad ke XXI ini, juga tetap menarik untuk
dikaji dan dipelajari. Kedua faktor tersebut adalah faktor internal dan faktor
eksternal. Apa yang diuraikan oleh Fuad Jabali di atas, sedikitnya menjelaskan
secara sederhana pengertian dari faktor internal, yakni hal-hal yang memang
berangkat dari kebutuhan mendasar kaum muslimin untuk dapat
mengaplikasikan Islam dalam diri dan masyarakat sejarah mereka.
Pada era awal perkembangan Islam, dinamika yang terjadi, berupa
perbedaan - perbedaan mazhab yang timbul kemudian, baik di lapangan aqidah,
maupun fikih, berupa respon terhadap permasalahan–permasalahan baru yang
timbul akibat perluasan wilayah dengan persentuhan dengan situasi yang relatif
berbeda dengan situasi yang ada pada masa kenabian.
Periode sekitar dua abad setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW adalah
periode formatif, demikian dinyatakan oleh Amin Rais dalam kata pengantarnya
untuk buku Islam dan Pembaruan. Dalam periode ini, ajaran-ajaran Islam
1 Fuad Jabali, Islam Klasik dan Kajian Islam di Masa Depan, artikel di www. Ditpertais.net. Juli 2007.
1
mengalami kristalisasi dan bentuk yang komprehensif dan universal. Periode
yang bukan sepi dari konflik dan perjuangan di antara kelompok-kelompok
dalam tubuh kaum Muslimin sendiri; justru pada periode inilah telah muncul
konflik tajam antara berbagai aliran dalam masyarakat Islam pada waktu itu
mengenai masalah-masalah ideologi, politik, sosial, moral dan spiritual.
Ortodoksi Islam yang kemudian melembaga dan mengkristal sekitar dua abad
setelah kepergian Muhammad saw adalah hasil pertarungan bermacam-macam
gagasan dan pemikiran di kalangan umat Islam yang meliputi hampir segala
bidang kehidupan, dari hakekat dosa sampai hakekat negara, dari masalah-
masalah moral sampai masalah-masalah sosial2. Untuk selanjutnya, Amin
mengidentifikasi bahwa masalah pembaharuan pemikiran Islam, justru muncul
setelah periode formatif di atas, terutama sekali setelah Islam sebagai agama dan
sekaligus great tradition berhadapan dengan budaya lokal, berbagai paham non
Islam, dan aneka bentuk pemerintahan yang ada baik di Timur sendiri maupun
di dunia Barat3
Faktor eksternal, lebih merupakan respon timbal balik antara upaya-
upaya distorsi pada citra Islam yang dilakukan Eropa vis a vis dengan upaya-
upaya yang dilakukan kaum muslim sendiri untuk melakukan penjelasan positif
mengenai Islam ataupun usaha menanamkan kebencian yang mendalam pada
Barat. Karen Amstrong (2001 ) menulis :
Kekerasan terhadap Islam dapat dipahami. Sebelum munculnya Uni Soviet di abad kita. tak ada pemerintahan atau ideologi vang menghadapi tantangan terus menerus di Barat seperti halnya Islam. Ketika kerajaan (kekhalifahan) Islam berdiri di abad ke-7 Masehi. Eropa merupakan wilayah yang terbelakang. Islam dengan cepat membanjiri banyak dunia Kristen di Timur Tengah, maupun Gereja Afrika Utara yang besar, yang sangat penting bagi Gereja Roma. Sukses brilian ini dirasa mengancam: apakah Tuhan telah meninggalkan kaum Kristen dan melimpahkan kasihnya pada si kafir ?. Bahkan saat Eropa sembuh dani Abad Kegelapan dan membangun peradabannya sendiri yang agung, ketakutan lama akan kerajaan Muslim yang terus meluas, tetap ada.
Eropa gagal memberi kesan sebaliknya tentang budaya yang dinamis dan berpengaruh ini: proyek Perang Salib di abad ke-12 dan 13 akhirnya gagal, dan kelak, Turki Ottoman membawa Islam ke setiap pintu rumah di Eropa. Ketakutan ini membuat sulit bagi orang Kristen Barat untuk bersikap obyektif atau rasional terhadap keimanan Muslim. Pada saat yang sama, ketika mereka 2 John J. Donohue, John L. Esposito., peny., Islam dan Pembaharuan (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1995), h. v-vi3 Ibid., h.v
2
merajut fantasi-fantasi mengerikan tentang Yahudi, mereka juga secara perlahan-lahan melakukan distorsi pada citra Islam, yang mencerminkan kekhawatiran mereka sendiri yang terpendam. Kaum terpelajar Barat menyatakan Islam sebagai kepercayaan yang hina dan Nabi Muhammad sebagai Penipu Ulung (Great Pretender), yang membangun agama yang penuh dengan kekerasan dan pedang untuk menjajah dunia. " Mahomet " menjadi lumpur bagi orang-orang Eropa, digunakan oleh para ibu untuk menakut-nakuti anak-anak mereka yang tidak patuh dalam drama-drama Mummers dia ditampilkan sebagai musuh peradaban Barat, yang memerangi tokoh kita yang gagah berani, St. George.4
Walaupun terjadi konflik dialektika peradaban seperti yang disebutkan di
atas, baik Islam dan Barat, pada akhirnya. memunculkan figur-figur yang kontra
produktif untuk kepentingan masing-masing kelompok. Artinya, walaupun
terdapat banyak serangan yang dilakukan Barat terhadap Islam, tidak sedikit pula
timbul pembelaan yang dilakukan oleh sarjana Barat sendiri. Demikian
sebaliknya, juga tidak sedikit bermunculan tokoh-tokoh Muslim yang serta merta
menjadi pengasung kepentingan Barat5
Dalam kerangka inilah, studi Islam yang dilakukan oleh sarjana-sarja
Muslim, kiranya dapat dilakukan dengan satu titik tolak kesadaran, yakni
memberi pemahaman yang dapat membantu masyarakat baik di Timur maupun di
Barat untuk dapat merenungkan lebih mendalam tentang agama dan
keberagamaan dalam rangka menjadikan hidup dan kehidupan menjadi lebih
bermakna.
Selain memberikan tawaran studi analitif. makalah ini. lebih banyak
bersifat deskriptif, berupa penjelasan beberapa poin dasar dalam kerangka sebuah
studi Islam. Pokok-pokok yang dibahas adalah Pengertian Dasar Islam, Muslim,
Islamis. Islam dalam tataran sumber (source), Islam dalam tataran Pemikiran,
Islam sebagai Pengamalan ( budaya/peradaban). Selain itu, makalah ini mencoba
menyajikan penjelasan tentang Studi Normatif dan Non Normatif, Metode,
Metodologi, Paradigma dan Pendekatan dalam Kajian Ilmiah. Termasuk juga
4 Karen Amstrong, Muhammad Sang Nabi : Sebuah Biografi Kritis ; terjemahan Sirikit Syah, (Surabaya : Risalah Gusti, 2002), h. ix, x5 Lihat Paham Liberal : Menjual Islam Demi Dolar, dalam wawancara dengan Prof. Dr. Hj. Huzaemah Tahido Yanggo, M.A, di www. Jaringan Anti Islam Liberal. Juli 2007.
3
penjelasan tentang Makna dan Ruang Lingkup Studi Islam serta Signifikansi Mata
Kuliah Pendekatan Dalam Pengkajian Islam dalam Studi Islam.
Sebagai dasar yang menjadi fondasi dan membantu dalam memahami
Islam, berikut studi studinya yang ada, kiranya kita dapat memposisikan niat kita
dari awal untuk mempelajari Islam sekaligus kita dapat memetik manfaat darinya.
Semoga !
Islam : Sebuah Pengertian
Dan barang siapa yang menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia orang yang berbuat kebaikan, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang kokoh. Dan hanya kepada Allah-lah kesudahan segala urusan.(QS 31:22)
Maka apakah mereka mencari agama yang lain dari agama Allah, padahal kepada-Nya-lah menyerahkan diri segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan sukarela maupun terpaksa dan hanya kepada Allahlah mereka dikembalikan. (QS 3:83)
Al-Ghazali (1989), dalam menguraikan pengertian dasar tentang Islam
rnengatakan bahwa Islam berarti tunduk dan patuh kepada Allah SWT dan
berserah diri serta menyerahkan segala urusan kepada-Nya, yakni menegakkan
hubungan antara manusia dengan Tuhan.-Nya atas dasar prinsip "taat dan
patuh”. Dan di saat manusia telah menyatakan tunduk kepada Allah,
menghonnati ajaran dan perintah-Nya dan mutlak mematuhi pengarahanNya,
maka pada saat itu berarti ia menyelaraskan hidupnya dengan semesta alam yang
bersujud kepada Tuhannya dan menggemakan keagungan serta kemulian-Nya. 6
Pandangan yang tidak jauh berbeda, juga disampaikan oleh Khurshid
Ahmad (1988). Dalam tulisannya bertajuk Islam: Basic Principles and
Characteristis di buku yang disuntingnya, Islam, Its Meaning and Message, ia
menyebutkan :
Islam is an Arabic word and denotes submission,.surrender and
obedience. As it religion, lslam stands ,for complete submission and obedience to
Allah- that is why it is called Islam. The other literal meaning of the word Islam is 6 Muhammad al Ghazali, Al-Ghazali Menjawab : 40 Soal Islam Abad 20, terjemahan Muhammad Tohir dan Abu Laila (Bandung : Mizan, 1989), h.13.
4
‘peace ' and this signifies that one can achieve real peace of body and mind only
through submission and obedience to Allah. Such a life of obediance brings
peace of -the heart and establishes real peace in society it large7
Untuk memperjelas, pengertian tentang Islam, Khurshid mengutip
definisi Islam dari Hans Wehr dalam A Dictionary Modern Written Arabic dan
dari Imam Raghib dalam al- Mufradat-fi Gharib Alquran.
Definisi Islam seperti yang terdapat di dalam A Dictionary qf Modern
Written Arabic :
The word Islam is from the root SLM (pronounced silm) which means (a) to
surrender, to submit, to yield, to give ones self over, thus aslama amrahu ila
Allah, means 'he committed himself to the will of God'. Aslama alone would be
"he committed himself to the will o f God “, or 'he became a muslim '. The other
major shade of meaning in the root is (b) `to become reconciled with one
another'. `to make peace'. Salm means peace. So does silm, which also
means'the religion of Islam'.
Sedangkan definisi yang terdapat di dalam al-Mufrada ,fi Gharib
Alquran :
Islam in law is of two kinds; one is a simple confession with the tongue...
the olher that along with confession, there is belief in the heart and a fulfillment
in practice, and resignation to God in whatever He brings to pass or decree.
Islam means entering into salm and salm and silm both .signify peace8
Walaupun Muhammad adalah pengemban terakhir dari risalah Ilahi ini
dan sosok yang paling berpengaruh bagi komunitas Muslimin di dunia hingga
saat ini, namun ada beberapa argumentasi yang sangat mendasar tentang
penamaan agama ini dengan Islam dan bukan dengan Muhammadanisme.
Diantaranya, Islam diyakini oleh penganutnya sebagai nama semua Risalah Ilahi
yang memberikan tuntunan kepada umat mamisia sejak awal penciptaannya
7 Khursid Ahmad (ed), Islam : Its Meaning and Message, (London : The Islamic Foundation, 1988), h. 28.8 Ibid
5
hingga zaman kita sekarang ini9. A1quran memberikan informasi ini dalam
beberapa ayatnya. Diantaranya : (4 :165), (21:25), (16:36), (5:67), (6:90), (130-
131), (4:165).
Memang, kebenaran Islam mencapai kesempurnaanya dan memperoleh
bentuk yang terakhirnya pada Risalah kenabian Muhammad saw. Namun nama "
Islam" digunakan oleh Alquran untuk menyebut semua Risalah Ilahi yang
dibawa oleh para Nabi dan Rasul tanpa pengecualian. Israel-yaitu gelar
kehormatan nabi Ya qub a.s- adalah seorang nabi yang mendakwahkan Islam
kepada umatnya. Hingga akhir hidupnya beliau tetap berpegang pada agama
Islam, bahkan mewasiatkannya kepada putra-putranya10 :
Adakah kalian hadir ketika Ya qub menjelang ajalnya, yaitu ketika ia bertanya kepada anak-anaknya: “Apakah yang hendak kalian sembah sepeninggalku?” Mereka menjawab:”Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan para sesepuhmu Ibrahim, Ismail dan Ishaq, yaitu Tuhan Yang Maha Esa dan kami berserah diri ( muslimun ) kepada-Nya” ( QS. 2: 133)
Dengan demikian, sangatlah tidak logis, bila Islam hanya dimaknai pada
Risalah yang mencapai bentuk terakhirnya pada kenabian Muhammad saw.
Terhadap permasalahan terdapatnya impikasi yang keliru bila agama ini
disinonimkan dengan Mohammedanism , dinyatakan oleh Caesar E Farah (1970)
Indeed, in the eves of Christian Islam wa.s synonymous with
"Mohammedanis, " with it.s false implication of being a system of beliefe founded
upon the worship of the person "Mohammed" (Muhammad)11.
Pandangan yang hampir senada juga disampaikan oleh Hammudah
Abdalati. Dalam argumentasinya, la menulis :
Some outsiders call our religion "Mohammedanism" and address the
believers in Islam as "Mohammedans". The Moslem both reject and protes the use
of'these words. If our, faith is classifield as Mohammedanism and if we are called
Mohammedans, there will be seriously wrong implications. This misnomer implies 9 Muhammad AL Ghazali, Al Ghazali Menjawab …….h. 1410 Ibid., h.1411 Caesar e Farah, Islam : Concise, comprehensive analysys of Islam as a religion as well as a system and ideology, (New York : Barrons Educational Series, Inc., 1970)., h.3
6
that the religion takes its name after a mortal being, namely Muhammad and that
Islam is no more than another "ism " just like Judaism, Hinduism, Marxism, etc.
Another wrong of this misnomer is that outsider might think of the Muslim, whom
they call Mohammedans, as worshippers of Mohammad or as believers in him in
the same way as Christians, for example, believe in .Jesus. ,A further wrong
implication is that the word Mohammedanism may be mislead the outsiders and
make him think that the religion was founded by Muhammad and therefore takes
its name after the_founder. All these implication are seriously wrong of , at best
misleading. Islam is not just another " ism " nor do Muslims worship Muhammad
or look upon him the same way as Christians, Jews, Hindus, Marxists, etc., look
upon their respective leader. The muslims worship God alone. Muhammad was
only a mortal being commissioned by god to teach the word of God and lead an
exemplary life. He stands, in history as the best model for man in piety and
perfection. He is a living proof of what man can be and of what he can
accomplish in the realm of excellence and virtue, more over, the Muslims do not
believe that Islam was founded by Muhammad, although it was restored by him in
the last stage of religious evolution. The original founder of Lslam is no other
than God Him self, and the date of founding of Islam goes back to the age of
Adam. Islam has existed in one form or another all along from the beginning and
will continue to exist till the end of time12
Muslim : Citra yang Sulit Dipahami
Bila kita dapat memahami pengertian dasar dari Islam seperti pengertian
di atas, tentunya kita tidak akan sulit menarik benang merah tentang pemahaman
ciri dan watak penganut agama Islam, baik yang disebut muslim, muslimah
ataupun muslimun. Sejatinya, dengan definisi Islam yang telah diuraikan di atas,
maka, definisi umum `muslim' adalah, penganut Islam yang tunduk, patuh dan
berserah diri kepada sang Pencipta, memiliki karakter yang kuat untuk menjadi
profil pemimpin, dan pembina alam semesta ini sebagaimana diharapkan sang
Pencipta sebelum memulai kreasi penciptaan manusia. Informasi dari QS. 2:30,
terekam harapan tersebut.
12 Hammudah Abdalati, Islam in Focus, h.7-8
7
Namun, dalam kenyataannya, sejarah Islam dan muslim sendiri tidak
sebetulmya dipenuhi oleh karakter-karakter muslim sebagaimana didefinisikan.
Sejalan dengan sejarah Islam, citra muslim pun ikut pula terbentuk. Untuk citra
yang sesuai dengan gambaran ideal seorang muslim, tentunya kita tidak lagi
meletakkannya sebagai sebuah permasalahan, namun untuk citra yang tidak
sesuai dengan ideal yang diharapkan, hal ini tentunya menarik untuk
diperbincangkan.
Akbar S Ahmed, sempat merasakan keresahannya terhadap citra muslim
yang negatif. la merasakan bahwa citra muslim yang tampak di mata dunia
adalah kekejaman, fanatisme, kebencian dan kekacauan. la masih mencatat
beberapa penggalan peristiwa yang selalu dihubungkan dengan citra muslim
seperti tindak pembunuhan yang dilakukan oleh orang Libya terhadap polisi
wanita di London, pembajakan terhadap penumpang pesawat oleh orang
Palestina, perampasan kantor kedutaan besar oleh orang Iran dan peledakan
candi Borobudur oleh orang Indonesia”13
Bila kita sambung dengan kondisi yang lebih kini, pemboman gedung
WTC di NewYork, kasus Bom Bali di Indonesia, maka citra itu makin
diperburuk dengan citra Muslim sebagai pelaku teror ataupun teroris. Di sisi
lain, dalam skala lokal, kita mungkin sempat merekam beberapa kenyataan
bahwa kita terkadang bertemu dengan beberapa orang yang menurut pandangan
umum orang tersebut memiliki kapasitas memadai tentang pengetahuan agama,
namun, dalam kenyataanya, orang tersebut melakukan tindakan-tindakan
melampaui batas-batas kepautan agama, moral seperti menyakiti ataupun
mengecewakan orang lain dsb. tlngkapan perasaan seperti ini pernah dicurah-
perhatiankan oleh Jalaluddin Rakhmat (2004), dalam pengantarnya untuk
Psikologi Agama, Sebuah Pengantar, ia menulis :
Mungkin pada saat seperti itulah, perhatianku pada psikologi agama mulai tumbuh. Saya sudah dan sekarangpun masih bergulat dalam memahatni
13 Akbar S Ahmed, Citra Muslim : Tinjauan Sejarah dan Sosiologi, terjemahan Nunding Ram dan Ramli Yakub (Jakarta : Erlangga, 1992)., h.1
8
agama saya. Kini, saya tertarik justru untuk memahami bagaimana saya dan orang lain menjalankan agama. Saya ingin bertanya kepada kawan-kawanku. Mengapa kau yang tampak saleh tiba-tiba menusukku dari belakang? Mengapa kau mengalihkan perhatianmu dari zikir ke zakar (maaf)? Mengapa kau yang cerdas memasuki aliran-aliran agama yang melumpuhkan akalmu? Mengapa kau yang rajin berpuasa Senin-Kamis bisa merampas hak rakyat tanpa perasaan bersalah? Mengapa kau, kau terlalu egois?14
Untuk memahami hal ini, kita bisa mengambil penjelasan yang
cenderung mengatakan bahwa citra yang terlanjur ada terhadap muslim, tidak
lain hanyalah buah dan upaya terus menerus yang dilakukan oleh kelompok-
kelompok yang tidak senang terhadap Islam dan kemajuannya. Ali Syariati
( 1995) menuliskan kecenderungan tersebut :
Seolah ada kekuatan yang berupa fasilitas-fasilitas fisik dan penasehat-penasehat cerdik yang secara terang-terangan maupun diam-diam telah menyewa sekelompok orang-orang yang paling terpelajar dan inteligen - kelompok yang terdiri dari filosof-filosof sejarah, ahli-ahli pengetahuan sosial, sosiolog-sosiolog, psikolog-psikolog, ahli-ahli politik, ahli-ahli ilmu pengetahuan humanistic, teolog-theolog, olientalis-orientalis, ahliahli di dalam studi Islam, penafsir-penafsir Alquran, dan orang-orang yang mengenal literatur Islam, hubungan-hubungan sosial kaum Muslimin, kelemahan dan kekuatan kaum Muslimin, kepentingan-kepentingan kaum Muslimin, tingkah laku sosial-ekonomi kaum Muslimin, peranan dari tokoh-tokoh Muslim yang tertentu - untuk merombak doktrin Islam melalui riset Ilmiah yang seksama terhadap Islam dan kaum Muslimin15
Sebagaimana Ali Syariati meyakini bahwa solusi dari permasalahan di
atas adalah penanaman kembali motivasi nasion Muslim dengan pokok-pokok
terpenting dari pemahaman Islam; tauhid, jihad dan haji, Amin Rais ( 1991) pun
meyakini pokok-pokok tersebut. la menengarai bahwa kemerosotan,
keterbelakangan maupun kejumudan lainnya yang menimpa Muslim berakar
pada kemerosotan tauhid16. '' Untuk itu diperlukan upaya restorasi dan
rekonstruksi manusia Muslim, baik secara individual maupun kolektif.
Komitmen manusia tauhid, harus sejalan dengan kehendak ( visi ) Allah.
Dengan visi seperti ini, diharapkan manusia tauhid terinspirasi tmtuk melakukan
serangkaian tindakan dengan penuh semangat totalitas, jihad untuk mewujudkan
14 Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Agama : Sebuah Pengantar, (Bandung : Mizan, 2004)., h. xv15 Ali Syariati, Haji terjemahan Anas Mahyuddin (Bandung : Pustaka, 1995)., h.x, xi16 Amin Rais, Cakrawala Islam : Antara Cita dan Fakta (Bandung : Mizan, 1991)., h.15
9
kalimatullah hiya al ulya, yaitu terselenggaranya nilai-nilai yang diridhoi Allah
SWT17.
Islamis : Sebuah Indikasi
Sebenarnya agak sulit, untuk memahami sepotong kata yang berdiri
sendiri “islamis”. Dengan menggunakan pendekatan ` analogy', beberapa kata
yang berakhiran `s' atau `is' seperti saintis, reformis, humanis, jurnalis,
pemakaian akhiran tersebut bisa menunjukkan pelaku atau tokoh dari kata yang
melekat padanya.ataupun penyifatan. Saintis, adalah orang yang melakukan
kegiatan-kegiatan sain, reformis adalah pelaku reformasi. Namun ketika kita
memahami kata islamis, tentunya, tidak agak sulit kita memahaminya sebagai
orang atau pelaku Islam.
Ada dua kata alternatif yang mendekati kata `islamis'. Pertama adalah
'Islam’ yang keduanya, kemungkinan adalah `islamisasi'. Kata `Islam' berarti
kata penyifatan Islam dan memberi sifat kepada kata yang mendahuluinya. .
Nuansa islami menggambarkan nuansa yang bersifat Islam. Sedang islamisasi
bisa dipahami sebagai upaya-upaya mengislamkan, memberi nilai Islam atau
memberi sentuhan Islam. Dalam dunia pengkajian Islam, terdapat ungkapan,
"Islamisasi Pengetahuan" yang pernah dipopulerkan oleh Ismail Al-Faruqi yang
sering disalahpahami dan dipolitisasi banyak orang18
Bila kita mencoba melacak maksud kata `islamis' dengan
menganggapnya sebagai maksud dari kata dasar `islamic', kita akan tertolong
dengan sedikit gambaran pengantar Mohammed Arkoun, dalam tulisannya
Islamic Studies:Methodologies, dalam kompilasi tulisan yang dikumpul oleh
Nur A Fadil Lubis, Introductury Reading Islamic Studies ( 2000). Arkoun
menulis :
The literature speaks of lslamic banks, Islamic economics, Islamic
political order, Islamic democracy, Islamic human rights, and so on. A cursory 17 Ibid., h.1718 Lihat Pengantar Penerjemah , Wan Mohd Nor Wan Daud, Filsafat dan Praktik Islam Syed M.Naquid Al-Attas, terjemahan Hamid Fahmi, M. Arifin Ismail, dan Iskandar Amel (Bandung : Mizan, 2003)., h.15
10
glance at catalog of published works in the past three decades reveal countless
titles containing the word `Islam ' and its corresponding adjective 'Islamic
'indicating the subject matter of what has become part of ''Islamic studies' in
academia19.
Dalam pengertian ini, kita bisa memahami bahwa kata `islamis' tidak bisa
dipahami secara tunggal. Dia harus melekat pada kata lain dan bersifat
memberikan indikasi bahwa hal tersebut telah menjadi bagian dalam Studi
Akademis Islam.
Selain mulai terbiasa dengan ungkapan Islamic Studies, - di lingkungan
kita - , kitapun sudah mulai terbiasa dengan ungkapan-ungkapan Islamic Center,
Islamic School dsb.
Islam : Sebuah Sumber
Dalam kuliah perdananya di kampus Program Pasca Sarjana IAIN SU,
tepatnya , di hadapan Mahasiswa Pasca Sarjana Program Studi Pemikiran Islam
dan Islam dan Modemitas, Senin 3 Setember 2007, Dr. Nawir Yuslem
menggambarkan secara sederhana bahwa Islam sebagai sumber, identik dengan
Alquran dan Hadis ( baca; Sunnah). Kebenaran pada kedua komponen utama
Islam ini, total dan utuh. Dr. Nawir rnenyatakannya dengan angka 100 %. Bukan
hanya Nawir, tetapi, di kalangan ulama terdapat kesepakatan bahwa sumber
ajaran Islam yang utama adalah Alquran dan Sunnah, sedangan penalaran atau
akal pikiran sebagai alat untuk memahami Alquran dan Sunnah. Ketentuan ini
sesuai dengan agama Islam itu sendiri sebagai wahyu yang berasal dari Allah
SWT yang penjabarannya dilakukan oleh Nabi Muhammad saw20.
Alquran yang kini dipedomani oleh muslim di seluruh dunia adalah
Alquran, Mushaf Usmani. Proses pengumpulan resminya, dilaksanakan pada
masa khalifah Utsman ibnu Affan yang menunjuk sebuah panitia yang terdiri
19 Nur Ahmad Fadil Lubis, Introductory Reading Islamic Studies, (Medan, : IAIN Press, 200)., h. 3320 Abudin Nata, Metodologi Studi Islam, (PT. Raja Grafindo Persada, 2002)., h.66
11
dari Zaid ibnu Tsabit sebagai ketua, Abdullah ibn Jubair, Sa'id bin `Ash dan
Abdu Al-Rahman ibnu Harits ibnu Hisyam sebagai anggota21.
Umumnya para sahabat tidak menemukan banyak kendala dalam
kodifikasi Aquran karena tugas panitia kodifikasi hanya sebatas pada
pengumpulan naskah Aquran. Naskah yang sudah ada di tangan para sahabat
kemudian dicocokkan dengan hapalan para sahabat lainnya yang secara
mutawatir (diketahui orang banyak, terkenal dan umum) mereka terima dari nabi
Muhammad saw. Dan secara ilmiah dapat dipastikan sebagai ayat Quran22.
Kebenaran Alquran ini bukannya tak sepi dari kritik dan upaya untuk
menimbulkan keraguan terhadap kebenarannya. Prof. Dr. M.M. al A'zami,
seorang cendekiawan kelahiran India, dalam bukunya The History qf The
Qur'arnic Text - From Revelation to Compilation - edisi down load-, paling
tidak mencatat beberapa nama orientalis yang selalu melahirkan pemikiran yang
menggugat kebenaran Quran. Diantara yang disebutnya berikut tulisan mereka,
adalah: A. Mingana and A. Smith (ed.), Leaves from Three Ancient Qurans,
Possibly Pre-`Othmanic with a List of their Variants, Cambridge, 1914; G.
Bergtrasser, "Plan eines Apparatus Criticus zum Koran", Sitrungsberichte
Bayer. Akad., Munchen, 1930, Heft 7; O. Pretzl, "Die Forthfuhrung de
Apparatus Criticus zum Koran", Sitzungsberichte Bayer. Akad., Miinchen,
1934, Heft 5; dan A. Jeffery, The Qur'an as Scripture, R.F. Moore Company,
Inc., New York, 1952. Menurutnya, Jeffery barangkali yang paling banyak
menguras tenaga dalam masalah ini.
Penjelasan tentang mereka juga pernah dilakukan oleh Adnin Armas.
Dalam tulisannya di harian Republika 29 November 2004, bertajuk Pengaruh
Metodologi Bibel Terhadap Studi Al-Quran, selain beberapa nama yang ada
disebut al A'zami, Adninpun menyebut dua nama sarjana muslim yang
mengkritisi kebenaran Alquran, yakmi Mohammed Arkoun dan Nasr Hamid
21 Kerajaan Saudi Arabia, Al Quran dan Terjemahnya, (Medinah : Mujamma’al Malik Fahdli Thiba’al Mushhaf Asy Syarif, 2002)., h. 2222Taufik Abdullah et all, Ensiklopedi Tematis Dunia Islam:Pemikiran dan Peradaban, (Jakarta : PT Ichtiar Baru Van Hoeve, tt)., h.59.
12
dengan arus utama pemikiran mereka bahwa Alquran adalah teks linguistik -
historis-manusiawi. Ia adalah hasil budaya Arab23 .
Kebenaran-kebenaran Quran terus menjadi studi yang semakin menarik
perhatian sarjana baik Muslim maupun non muslim seperti Maurice Bucaille,
Marcel A Boisard, Roger Garaudy dll. Dari kalangan Islam, kita mengingat
Dr,Rashad Khalifa, ahli biokimia dan matematika yang menemukan keunikan
angka 19 di dalam Quran, Dr. Mansour Hassab el Naby, All F'isika dari Mesir
yang menemukan penjelasan tentang kecepatan cahaya yang lebih dahulu - 14
abad yang lalu- pernah disampaikan Quran daripada apa disepakati oleh US
National Bureu of Standards, The British National Physical Laboratory dan
Konferensi ke-17 tentang Penetapan Ukuran dan Berat Standar24
Sebagai pengejawantahan Alquran, Hadis/Sunnah diyakini sebagai
sumber ajaran kedua Islam setelah Alquran. Alquran memberikan arahan
tersebut, diantaranya (4:59, 59:7).
Lain halnya dengan kodifikasi hadis yang banyak diriwayatkan secara
ahad ( diriwayatkan secara terbatas, seorang, dua atau tiga orang). Hadis
ternyata lebih banyak terpelihara dalam ingatan daripada dalam catatan yang
dimiliki oeh para sahabat. Catatan yang ada, khusus dari mereka yang pada masa
nabi Muhammad saw sempat dan diizinkan mencatat hadis, tergolong sangat
sedikit. Selanjutnya, hadis yang ada dalam ingatan dan catatan mereka pun
tersebar luas ke berbagai daerah Islam yang dikunjungi para sahabat Nabi
Muhammad saw baik untuk keperluan jihad, dakwah, maupun dagang. 25
Islam : Sebuah Pemikiran
Tradisi berfikir dan keilmuan merupakan hal yang sangat dihargai di
dalam Islam. Perintah membaca sebagai sebuah keterampilan operasional dari
23 Adnin Armas, Pengaruh Metodologi Bibel Terhadap Studi Alquran, Republik Online, 30 September 200424 www. Islamicity.org/science/96075/A.HTM25 Taufik Abdullah et all….h.59
13
aktivitas keilmuan merupakan ayat pelantikan kenabian seorang Muhammad
saw26.
Salah satu hal yang menarik di dalam Islam, tradisi berfikir sangat
dibolehkan bahkan dianjurkan oleh agama ini. Ungkapan-ungkapan seperti
“mengapa mereka tidak memikirkannya”, `mengapa mereka tidak
merenungkannya', dsb.„ banyak ditemukan di dalam Quran. Hal itu menjadi
sesuatu yang sangat bertolak belakang dengan tradisi agama samawi lain seperti
Kristen sebelum abad pencerahan (renassance ). Adnin Armas (2003) dengan
mengutip pandangan Maurice Bucaille, menulis :
Hal ini dapat ditelusuri mulai abad pertengahan (middle age) Barat ketika peradaban mereka ditandai dengan adanya dominasi gereja yang menghambat kemajuan penelitian ilmiah. Penyebabnya adalah Bibel mengandung hal-hal yang kontradiktif dengan akal. Tevolusi ilmiah (scientific revolution) yang dirintis Copernicus dengan teori heliosentrisnya dianggap bertentangan dengan ajaran Bible. Dalam Bible disebutkan bahwa matahari dan bulan diciptakan setelah bumi. Fakta ini bertentangan dengan ide-ide mendasar tentang sistem solar27.
Perkembangan pemikiran Islam, berjalan sesuai dengan perkembangan
dinamika kehidupan muslim dalam menjalani kehidupan mereka Pertanyaanya
adalah ; apa yang difikirkan tentang Islam dan mengapa muslim berfikir.
Bila dilihat dari sejarah pekembangan Islam, pemikiran Islam tidak
terlalu banyak terdapat pada masa nabi Muhammad saw masih hidup. Persoalan-
persoalan teologi, fiqh dsb., masih dapat dikonsultasikan langsung kepada nabi
dan nabi dapat segera memberikan responnya. Permalahan mulai timbul justru
setelah nabi wafat dan Islam mulai berkembang dan meluas wilayah
geografisnya. Dari dalam kaum muslimin sendiri sudah mulai timbul perbedaan
penafsiran tentang pengertian-pengertian dasar sumber ajaran Islam orisinil
seperti iman, keesaan tuhan, islam. kafir, dosa dsb. Dan dari sisi lain, perluasan
wilayah dan persentuhan dengan kebudayaan lain, membuat muslim saat ini
sudah mulai mengenal pemikiran dan argumen yang dapat mereka gunakan
26 QS 96:127 Adnin Armas, Pengaruh Kristen-Orientalis terhadap Islam Liberal : Dialog Interaktif dengan Aktivis Jaringan Islam Liberal, (JAkarta : Gema Insani Press, 2003)., h 3
14
untuk keperluan saat itu. Menurut Harun Nsution (1994), Pada saat falsafat dan
ilmu pengetahan Yunani berkembang di Timur Tengah sebagai hasil yang
dibawa oleh Alexander Yang Agung pada abad IV SM., Islam yang sudah mulai
menguasai daerah-daerah yang dikuasai Bizantium maupun Persia, harus
berhadapan dengan kelompok non Islam yang tidak senang dengan kekuasaan
Islam. Kelompok ini menyerang agama Islam dengan argumen-argumen
berdasarkan filsafat yang Yunani yang mereka pahami. Oleh karena itu, dari
golongan Islam timbul satu golongan yang melihat bahwa serangan itu tidak
dapat ditangkis kecuali dengan memakai argumenargumen filosofis juga. Untuk
itu mereka belajar filsafat dan ilmu pengetahun Yunani. Kedudukan akal yang
tinggi dalam pemikiran Yunani mereka jumpai sejalan dengan kedudukan akal
di dalam Quran dan Sunnah. Dengan demikian timbullah di panggung sejaran
pemikiran Islam teologi rasional yang dipelopori kaum Mu'tazilah 28.
Dinamika pemikiran Islam berikut metodologinya yang terus
berkembaug akhirnya melahirkan beberapa cabang-cabang ilmu seperti Ulumul
Al-Quran dengan cabang cabangnya seperti tafsir, qiraah, tajwid, nahu, sorf
dsb., Ulumul Hadits dengan cabangcabangnya seperti musthalahu al-hadits,
Jami'u al-hadis, riwayah dan dirayah, jarh wa al ta'dil dsb. Di bidang pemikiran
dan filsaat, timbullah ilmu dan golongan seperti Mu'tazilah, Jabariyah.
Qodariyah, Murji'ah dsb. Di bidang syariah dan fiqh, timbul mazhab-mazhab
Abu Hanifah, Malik, Syafi'i dsb. Di bidang lain, timbul tasauf.
Islam : Sebuah Pengamalan
Kebanyakan muslim yakin bahwa seluruh gerak hidup mereka-selama
berada di dalam arahan panduan normatif Islam-, bernilai ibadah 29. Selain itu,
mereka juga percaya bahwa keberadaan mereka juga dituntut untuk menjadi
representasi Tuhan (khalifatullah) dengan tugas utama memakmurkan bumi
ini30.
28 Harun Nasution, Filsafat Islam di dalam Budhy Munawar Rahman (ed), Kontekstualisasi Doktrin Islam dalam Sejarah, (Jakarta : Yayasan Paramadina, 1994)., h.147 29 QS 51:5630 QS 2 : 30
15
Dalam pidato sambutannya pada dies Natalis ke-47 HMI, Nurcholis Madjid
menyampaikan pandangan yang serupa :
Manusia adalah jagad kecil, suatu "mikrokosmos" yang menjadi cermin dari jagad besar, "makrokosmos", yang meliputi seluruh alam semesta. Manusia adalah puncak ciptaan Tuhan, yang dikirim ke bumi untuk menjadi khalifah atau wakilnya. Oleh karena itu setiap perbuatan yang membawa perbaikan manusia, oleh sesama manusia sendiri,mempunyai nilai kebaikan dan keluhuran kosmis, menjangkau batas-batas jagad raya,menyimpan makma kebenaran dan kebaikan universal, suatu nilai yang berdimensi kesemestaan seluruh alam31.
Dengan pedoman Al-Qur'an dan Sunnah, umat Islam harus berusaha
untuk menjadi sosok yang baik. Permasalahannya adalah, bahwa Islam
bukanlah sekedar agama pada ruang pribadi. Islam adalah sebuah sistem nilai
yang membentuk pada komunitas-komunitas yang pada akhirya, seluruh
komunitas ini tunduk pada satu kesatuan Tuhan dan satu kesatuan nilai
( Tauhid ).
Karen Amstrong (2002) menyitir hal ini, catatannya :
Agar bertahan, umat harus kuat dan berkuasa, toh cita-cita utama
Muhammad bukanlah kekuatan politik, melainkan untuk menciptakan sebuah
masyarakat yang baik.
Untuk itu, mengenal Islam sebuah pengamalan, tidak bisa dilihat dari
satu sisi, yakni sebual pengamalan pribadi saja. Seorang muslim, dalam
interaksinya dengan orang lain, baik secara individual maupun komunal, tetap
dituntut keislamannya di dalam berinteraksi tersebut.
Ada beberapa peristilahan yang menggambarkan hal di atas; `hubungan
vertikal' , hubungan horizontal, fardu `ain', fardu kifayah. '
Hubungan vertikal, terkadang disebut dengan muamalah ma 'al Lah
dimaksudkan dengan pengamalan ibadah murni (mahdhoh) yang sering identik
31 Nurcholis Madjid, Kebebasan Nurani dan Kemanusiaan Universal sebagai Pangkal Demokrasi dan Keadilan, Orasi Ilmiah pada Dies Natalis HMI ke-47., ttt, ttp
16
dengan pelaksanaan Rukun Islam yang lima. Dengan metodologi ijma'
beberapa da1i1 Al-Quran dianggap bersifat qoth 'iy sehingga pendalilannya
untuk beberapa hal-hal pokok dalam ibadah, umat Islam seluruh dunia
mempunyai kesepakatan seperti , jumlah rakaat sholat, arah kiblat dsb., namun
dalam hal yang bukan pokok ataupun bersifat lebih teknis, masih terdapat
beberapa perbedaan prosedur, seperti jumlah rakaat solat sunat tarawih, cara
mengangkat tangan saat takbiratul ihram dsb.
Hubungan horizontal, terkadang disebut dengan mu’amalah ma’a al-nas
dimaksudkan sebagai tata cara muslim berperilaku Islam dalam kehidupannya
ketika la berinteraksi dengan manusia lainnya. Hampir seluruh aspek kehidupan
dicakup dalam wilayah ini, mulai dari hukum, ekonomi, sosial, politik, budaya
dll.
Alquran dan Hadis/Sunnah dijadikan umat Islam sebagai pemandu
mereka dalam menjalankan/mengamalkan kehidupan mereka. Namun, bila ada,
pemasalahan kasuistis yang mereka tidak dapat menemukan pedomannya di
dalam kedua sumber ajaran tersebut, maka pemikiran Islam, yang berupa
interpretasi terhadap kedua ajaran di atas, dapat dijadikan rujukan. Otoritas yang
dapat memberikan interpretasi itu disebut ulama. Syariat dan turunannya seperti
fiqh, biasanya dapat dipergunakan untuk membantu permasalahan di atas 32.
Diantara kedua hubungan ini ada yang bersifat, fardu `ain berarti
kewajiban individual dan ada yang bersifat .fardu kifayah, artinya kewajiban
sosial.
Seluruh pengamalan Islam, seperti yang diuraikan di atas, dapat
dilakukan secara individual maupun dilakukan secara gerakan organisasi. Di
Indonesia, kita mengenal gerakan organisasi Muhammadiyah, NU, Persis, untuk
pengamalan Islam di bidang-bidang sosial kemasyarakatan dan pemikiran.
Khusus di bidang pemikiran, kita mengenal adanya HMI, PII dan belakangan
timbul JIL, Jarik, JAIL dsb. Dalam bentuk pengamalan yang lebih spesifik, kita
mengenal Majelis Zikir A, B. KBIH A, KBIH B dst.32 Zuraidah, Syariat Islam (Teori dan Praktek), dalam Ketimin dan Ahmad Dayan (ed), Isu-isu Islam Kontemporer, (Bandung : Citapustaka Media, 2006)., h.1-3
17
Secara historis, kita melihat bahwa Islarn melahirkan kebudayaan dan
peradaban dunia. Sejarah telah mencatat nama-nama seperti Abu Bakr as
Shiddiq, Umar ibn al Khottob, Utsman ibnu Affan, Ali ibnu Aby Tholib, Abu
Hanifah al-Nu'man, Imam Malik ibnu Anas, Muhammad ibnu Idris Al-Syafi'i,
Imam Ahmad ibnu Hambal, Abu `Amar al-Jahizh, Ibnu Hazm, Abu Hamid Al-
Ghazali, Ibnu Rusyd, Ibnu Sina, Ibnu Khaldun, Al-Nizham, Al-Razi, Ibnu
Maskawaih, Al-Farabi, Ibnu AI-Haitsam, Ibnu Al-Qoyyim, A1Qaswini, A1
Kindi, A1 Khawarizmi, Al Bukhari, Jabir ibnu Hayyan, Al Biruni, Al-Diruni,
Ibnu Majd, Al-Thabari, Al Buzajani33.
Beberapa tokoh Muslim kontemporer, tercatat seperti, Jamaluddin Al-
Afghani, Muhammad Abduh, Rasyid Ridha, Sayed Qutb, Hasan Al-Banna, All
Syari'ati, Murtadha Muthahhari, Khomeini, Abu Al-A'1a Al-Mawdudi, Abdu
Al-Sa1am, Baiquni, Habibi dan yang terakhir, Muhammad Yunus.
Sebenarnya, masih terlalu banyak nama yang belum tersebut bersama
nama-nama di atas. Semua mereka adalah figur dari pengamalan Islam dalam
wilayah kehidupan yang sangat luas, mulai dari hukum, sosio-ekonomi,
budaya, politik hingga teknologi.
Pendekatan : Normatif dan Non Normatif
Ketika ditanya tentang pengertian yang sederhana tentang pendekatan
nonnatif dan non nonnatif dalam memahami Islam, Dr. Amroeni Drajat, salah
seorang dosen di PPS IAIN SU menuliskan definisinya dengan singkat dalam
smsnya tanggal 16 September 2007, pukul 16:57 :
Normatif sumbernya ajaran pokok Alquran dan Hadis. Ketika Islam
dipahami dengan pendekatan nonnatif oleh umat Islam,barangkali kemusykilan
tidak akan terlalu timbul. Dan agak sulit bagi peneliti Islam untuk bisa
memahami Islam secara objektif bila hanya mengandalkan pendekatan ini.
Untuk itu, diperlukanlah pendekatan non-nonnatif.33 Liht lebih lengkap dalam Anwar Jundi, Pancaran Pemikiran Islam, terjemahan Afif Muhammad, (Bandung:Pustaka, 1985)
18
Dengan metode pemahaman terbalik (mafhumul mukhalaf), kita bisa
menarik kesimpulan sederhana bahwa pendekatan non normatif adalah
pendekatan yang bukan bersumber dari Alquran dan Hadis. Dalam pengertian
ini, pendekatan non-normatif, bisa dilakukan dengaan pendekatan empiris,
pendekatan filsafat, moral maupun ilmu pengetahuan.
Amin Abdullah (1996) memiliki pandangan berheda. Dia menegasikan
normativitas dengan historisitas. Menurutnya, pada tataran normativitas, studi
Islam masih banyak terbebani oleh misi keagamaan yang bersifat memihak,
romantis, dan apologis, sehingga kadar muatan analisis, kritis, metodologis,
historis, empiris, terutama dalam menelaah teks-teks keagamaan produk
sejarah terdahulu kurang begitu ditonjolkan, kecuali dalam lingkungan peneliti
yang masih sangat terbatas34.
Dalam pengertian tersebut, tentunya Islam tidak dapat diberlakukan
padanya paradigma ihnu pengetahuan, yaitu paradigma analitis,
kritis,metodologis, historis dan empiris. Sedangkan pendekatan normativitas
lebih banyak melihat Islam dalam arti yang dipraktekkan manusia serta
tumbuh dan berkembang dalam sejarall kehidupan manusia. Dalam hal u1i
maka Islam dapat dikatkan sebagai sebuah disiplin ilmu, yakni Ilmu Ke-
Islaman atau Islamic Studies.
Pendekatan non-normatif, banyak dianjurkan oleh para orientalis, yakni
dengan melihat Alquran sebagai sebuah objek kajian ilmiah yang terbuka dan
relatif sehingga harus ada kesediaan untuk meninggalkan kemutlakan
kebenarannya. Sehingga ada harus ada keberanian melihat bahwa Alquran
bukanlah wahyu, namun lebih merupakan produk sejarah35.
34 Amin abdullah, Studi Agama Normativitas atau Historisitas (Yogyakarta : Pustaka Pelajar)., h. 10635 Lihat wawancara Nasr Hamid Abu Zayd dengan Radio Nederland di situs resmi Radio Nederland.
19
Watt, misalnya,menyatakan bahwa" rekonstruksi intelektual yang
mendasar pada pandangan-pandangan hidup Islam adalah penting jika
bertujuan menghilangkan elemen-elemen yang salah dan keliru dan
memberikan gambaran yan lebih tepat mengenai kedudukan Islam dalam dunia
kontemporer36.
Belakangan, dunia pemikiran Islam, agak diramaikan dengan sebuah
pendekatan Hermeneutika. Pendekatan-pendekatan ini banyak diusung oleh
komunitas Utan Kayu yang mengklaim diri mereka sebagai Jaringan Islam
Liberal. Menyanggah mereka, Drs. Hafidz Abdurrahman, M.A.dalam sebuah
situs bernama Jaringan Anti ,iaringan Islam Liberal menantang validitas
pendekatan ini. Dalam tulisannya yang berjudul Akar Masalah Hermeneutika,
dia menyoroti bahwa terdapat perbedaan mendasar dalam sejarah kitab suci
Quran dengan apa yang disebut denga Bible. Sejarah yang melatar belakangi
lahirnya hermeneutika adalah sejarah pemalsuan kitab suci dan monopoli
penafsiran pihak gereja. Sesuatu yang sama sekali tidak terdapat dalam sejarah
penyusunan A1-Quran37.
Metode, metodologi, paradigma dan pendekatan : Sebuah gambaran
sederhana
Metoda berasal dari bahasa Inggris : method yang artinya "cara" yaitu
suatu cara untuk mencapai suatu cita-cita. Metoda lebih umum dari teknik yang
dalam bahasa Inggrisnya technique. Dalam The C'oncise Oxford Dictionary
(1995) dinyatakan bahwa method is a special,fonrn of procedure esp. in any
branch of mental activity. Terkandung arti bentuk khusus tentang prosedur
kegiatan mental38.
Dalam bidang akademis dan keilmuan, dikenal istilah metode keilmuan.
Stanley M Honer dan Thomas C Hunt, setelah menguraikan tentang
rasionalisme dan empirisme berikut kritik terhadap kedua pendekatan tersebut,
36 Lihat dalam Wan Mohd Nor Wan Daud, Filsafat dan…..h 12237 Lihat www. Jaringan Anti Islam Liberal.38 Wardi Bachtiar, Metodologi Penelitian Ilmu Dakwah (Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1997)., h.59
20
menggambarkan kerangka dasar prosedur metode keilmuan yang berupa
kombinasi antara rasionalisme dan empirisme. Menurut mereka, keenam
prosedur tersebut adalah : (1) Sadar akan adanya masalah dan perumusan
masalah, (2) Pengamatan dan pengumpulan data yang relevan, (3) Penyusunan
atau klasifiksi data, (d) Perumusan hipotesis, (5) Deduksi dan hipotesis, (6) Tes
dan pengujian kebenaran (verifikasi) dari hipotesa39.
Abudin Nata (2002) menyebut beberapa metode yang dipergunakan para
cendekiawan muslim dalam memahami Islam. Dia menyebut A1i Syariati yang
menawarkan metode komprehensif dan metode komparasi. Selain Ali Syariati,
Muhammad Abduh, Muhammad Iqbal, Fazlur Rahman, Harun Nasution dan
Nurcholis Madjid termasuk ke dalam tokoh yang melakukan upaya-upaya
pemahaman Islam dengan metode utuh dan komprehensif. Di lain pihak, ada
metode integral Nasruddin Razak, serta metode sintetis dan tipologisnya Mukti
Ali40.
Ketika cara-cara atau metoda yang, dibangun dan dikembangkan telah
menjadi suatu cabang ilmu tersendiri, maka ilmu tersebut dinamakan dengan
metodologi.
Metodologi berasal dari kata methodology, maknanya ilmu yang
menerangkan metodametoda/cara-cara41.
Kamus Linguistis produk PT.Atlantis Programma Prima mengartikan
paradigma / paradigma sebagai contoh atau pola. Namun ungkapan ini dalam
ilmu sosial belakangan ini lebih sering dimaksudkan dengan pandangan atau
cara pandang.
Jalaluddin Rakhmat (2004) memaknai paradigma juga sebagai cara
pandang. Dia menengarai bahwa karena perubahan pandangan dalam fisika dan
filsafat ilmu, lahirlah paradigma baru. Dan untuk menjelaskan gambaran tentang 39 Stanley M Honer dan Thomas C Hunt, Metode Dalam Mencari Pengetahuan : Rasionalisme, Empirisme dan Metode Keilmuan terjemahan Jujun S Suria Sumantri dalam Jujun S Suriasumantri, Ilmu Dalam Perspektif (JAkarta : Gramedia, 1983) h. 10640 Abudin Nata, Metodologi Studi Islam…..h.104-11541 Ibid., h. 1
21
mendasarnya paradigma dalam merespon sesuatu, dia memberikan sebuah cerita
:
Konon, seorang pasien rumah sakit jiwa mengadu kepada dokternya, " Dokter, saya sudah mati!." Dokter berusaha meyakinkannya bahwa ia masih hidup, tetapi selalu gagal. Maka dengan hampir putus asa, dokter itu berkata, " Baiklah, orang mati tidak tnengeluarkan darah kan ?" Pasien itu mengangguk, "Benar, orang rnati tidak berdarah !" Pada saat itu, dengan cepat dokter menusukkan jarum ke jari pasien. Ketika darah menetes, pasien itu berkata, " OK, dok, saya keliru. Orang mati ternyata berdarah". Apapun yang terjadi akhirnya diletakkan pada bingkai paradigma yang awal: Ia, sudah mati42.
Sementara itu,Abudin Nata (2002) memaknai paradigma sebagai cara
pandang yang terdapat dalam suatu bidang ilmu43.
Menurutnya cara pandang atau paradigma adalah hal penting di dalam
memahami Islam, Dengan memakai istilah pendekatan dengan maksud yang
sama dengan paradigma, ia menyebutkan bahwa kepentingan terhadap
pendekatan dalam memahami agama terkait dengan tuntutan terhadap agama
untuk dapat secara konsepsional dapat menunjukkan cara-cara yang paling
efektif dalam memecahkan masalah. Sehingga jika agama tetap dipahami
dengan pendekatau teologis nonnatif saja dilengkapi dengan pendekatan lain
yang secara operasional konseptual dapat memberikan jawaban terhadap
masalah yang timbul.
Beberapa pendekatan yang disampaikan Abudin Nata adalah :
Pendekatan, Teologi Normatif, Pendekatan Antropologis, Pendekatan sosiologis,
Pendekatan Filosofis, Pendekatan Historis, Pendekatan Kebudayaan, Pendekatan
Psikologi44
Makna dan Ruang Lingkup Studi Islam : Sebuah Arah Baru
Sebagai mata kaliah yang dikaji di sebuah perguruan tinggi, studi Islam
baik dasar ataupun lanjutan, tentunya berbeda dengan studi pemallaman Islam di
lembaga-lembaga pendidikan di bawahnya seperii pesantren, madrasah. Studi
42 Jalaluddin Rakhmat, Psikologu Agama….h. 1343 Abudin Nata, Metodologi Studi Islam… h.2844 Ibid., h.27-51
22
Islam di Pergirruan Tinggi, dilakukan dengan pemahaman Islam dan selumh
aspek kesejarahannya yang dilakukan dengan berbagai metodologi dan
pendekatan.
Ruang lingkup studi Islam di Perguruan Tinggi, khususnya di Program
Pasca Sarjana IAIN SU, meliputi : Metodologi dan Pedekatan, Manusia Secara
Umum, Epistemologi Islam, Studi Islam dalam Peta Pengetahuan Ilmiah, Studi
Quran, Studi Hadis, Studi Hukum Islam, Studi Teologi Islam, Studi Tasawuf,
Studi Sejarah dan Pendekatan Sejarah, Pendekatan Antropologis dalam Studi
Islam, Pendekatan Sosiologis dalam Studi Islam, Psikologi Agama dan Studi
Agama, Pendekatan Fenomenologis dalam Studi Islam, Pendekatan Komparatif
dalam Studi Islam, Pendekatan studi wilayah dalam studi Islam, Studi Islam dan
Pendekatan Posmodernisme45.
45 Uraian lebih lengkap, lihat dalam Ahmad Fadil Lubis, Introductory Reading., h. 243-248
23
Signifikansi Mata Kuliah Pendekatan Dalam Pemikiran Islam ( PDPI )
dalam Studi Islam: Memetik Manfaat
Untuk melihat urgensi dan signifikansi mata kuliah metodologi studi
Islam, ada baiknya kita mencermati tulisan Masykuri Abdullah; Menimbang
Kurikulum IAIN: Kasus Kurikulum 1995 dan 1997 :
Menyadari perlunya revisi kurikulum secara periodik, maka pada 30 Juni 1997 Menteri Agama, H. Tarmizi Taher, telah meresmikan kurikulum nasional baru IAIN/STAIN. Peresmian kurikulum baru ini dimaksudkan untuk menyempurnakan kurikulum 1995 yang dinilai sudah kurang relevan dengan perkembangan dan pembangunan nasional yang cukup dinamis. Ada beberapa hal baru yang terdapat dalam kurikulum 1997 ini, terutama yang terpenting adalah dekompartementalisasi, penekanan pada penguasaan metodologi kajian Islam, bahasa Inggris, serta penekanan kurikulum lokal yang berkaitan dengan dunia ketenagakerjaan.
Pengembangan tersebut diharapkan dapat meningkatkan kualitas keberadaan dan peran IAIN terutama dalam dunia akademik, yang sekaligus dapat berpengaruh pada keberadaanya dalam rnasyarakat. Peningkatan peran dalam dunia akademik ini berarti menjadikan MIN sebagai lembaga pendidikan tinggi negeri yang bergengsi secara akademik dan setara dengan lembaga pendidikan tinggi negeri lain, dengan tanpa meniuggalkan kekhasan bidang kajiannya.Peningkatan ini diharapkan berdampak pada peningkatan kemampuan MIN dalam menghasilkan peserta didik yang memiliki kemampuan akademik dan/atau profesional terutama di bidang keagamaarn; dan sekaligus pada kepercayaan pengguna jasa akan kemampuan alumni IAIN untuk mengisi lapangan pekerjaan di luar bidang keagamaan.
Namun demikian, masih ada beberapa hal yang menentukan efektivitas kurikulum tersebut, terutama silabus dan tenaga peugajar. Dalam kenyataannya, adanya silabus ini telah menimbulkan kesulitan dalam pelaksanaanya. Misalnya tentang metodologi studi Islam, apa sebenarnya yang dimaksud dengan mata kuliah baru ini. Penyusunan silabus dengan berdasarkan pemikiran di atas tentu tidak sederhana. Hal ini memerlukan wawasan yang luas bagi penyusunnya, tidak hanya berkaitan dengan ajaran-ajaran (teks-teks) Islam tetapi juga konteks historis, balk pada masa klasik, pertengahan maupun kontemporer. Oleh karena itu, kerja penyusunan ini tentu saja tidak cukup dilakukan secara sambil lalu, tapi perlu melibatkan para ahli, baik di bidang ilmu agama maupun ilmu-ilmu mnum. Pelibatan para ahli ilmu umum juga berkaitan dengan beberapa bidang studi ilmu umum yang masuk dalam kurikulum IAIN, seperti sejarah, antropologi, sosiologi, psikologi, filsafat, ilmu hukum, ilmu pendidikan, ilmu komunikasi dsb46.
46 Lihat www.dipertais.net
24
Penutup :
Disadari dan tidak disadari, Islam telah menjadi fenomena menakjubkan.
Berangkat dari sebuah lembah kecil di Saudi Arabia yang bernama Mekkah, kini
telah berkembang hampir ke seluruh jagad bumi ini.Sedemikian menariknya
sehingga Islam dipandang dari banyak sisi. Ada yang menyayanginya ada yang
membencinya, dia dibenci tapi dirindukan.
Berangkat dari sepotong ayat pendek berupa instruksi membaca, Islam
telah menjadi pilar peradaban dunia, melahirkan banyak nama yang telah
mendedikasikan diri dan kehidupan mereka untuk kemajuan peradaban dan
kemanusiaan.
Begitupun Islam, tetap menjadi wahana terbuka bagi siapa saja yang
ingin menceburkan dirinya ke dalamnya. la meliputi seluruh ruang dan relung
kehidupan. Dari seorang pelacur yang hina, hingga seorang aristokrat terhormat.
la masih menunggu siapa saja yang ingin menjadi pioner-pionernya dalam
memajukan misi Rabbnya untuk memajukan dimensi kesejagat semestaan,
kebenaran dan kebahagiaan.
Now and here, terpulang kepada kita, di sisi manakah dari Islam kita
merangkai niat kita agar kita kelak mendapat ketepatan manfaat.
Wa al-hah a'lam bi al-showah
Medan, 9 September 2007
25
Daftar Bacaan
Abdalati, Hammudah. Islam in Focus,
Abdullah, Amin. ,Studi Agama Normativitas atau Historisitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996
Abdullah, Taufik et all. Ensiklopedi Tematis Dunia Islam: Pemikiran dan Peradaban. Jakarta:PT Ichtiar Baru Van Hoeve, tt
Ahmad , Khurshid (ed). Islam: Its Meaning and Message. London : The Islamic Foundation, 1988.
Ahmed, Akbar S . Citra Muslim : Tinjauan Sejarah dan Sosiologi, (terj.) Nunding Ram dan Ramli Yakub. Jakarta: Erlangga, 1992
Amstrong, Karen. Muhammad Sang Nabi : Sebuah Biografi Kritis (terj) Sirikit Syah, Surabaya:Risalah Gusti, 2002
Armas , Adnin. Pengaruh Metodologi Bibel Terhadap Studi Alquran. Republika Online, 30 September 2004
--------- Pengaruh Kristen-Orientalis terhadap Islam Liberal: Dialog Interaktif dengan Aktivis Jaringan Islam Liberal. Jakarta:Gema Insani Press, 2003
Daud , Wan Mohd Nor Wan. Filsafat dan PraktikPendidikan Islam Syed AL M.Naquib Al-Attas, (terj.) Hamid Fahmi, M.Arifin Ismail, dan Iskandar Amel .Bandung:Mizan, 2003
Bachtiar, Wardi. Metodologi Penelitian Ilmu Dakmah. Jakarta:Logos Wacana Ilmu, 1997
Donohue , John J., John L. Esposito. (peny). Islam dan Pembaharuan. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1995
Farah , E, Caesar, Islam : Concise, comprehensive analysys of lslam as a religion as well as a system and ideology. New York: Barrons Educational Series, Inc., 1970
Ghazali, a1, Muhammad. Al Ghazali Menjawah : 40 Soal Islam Abad 20. (terj,) Muhammad Tohir dan Abu Laila. Bandung:Mizan, 1989
Jundi, Anwar. Pancaran Pemikiran Islam, (terj) Afif Muhammad. Bandung:Pustaka, 1985
Lubis, Nur Ahmad Fadil. Introductory reading Islamic Studies. Medan,: IAIN Press, 2000
26
Nasution, Harun. Filsafat Islam dalam Budhy Munawar Rahman (ed). Kontekstualisasi Doktrin Islam dalam Sejarah. Jakarta: Yayasan Paramadina, 1994
Nata, Abudin. Metodologi Studi Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002
Madjid, Nurcholis. Kebebasan Nurani dan Kemanusiaan Universal sebagai Pangkal Demokrasi dan Keadilan, Orasi Ilmiah pada Dies Natalis HMI ke-47_, ttt, ttp
Rais, Amin. Cakrawala Islam: Antara Cita dan Fakta. Bandung: Mizan, 1991
Rakhmat, Jalaluddin. Psikologi Agama: Sebuah Pengantar.. Bandung:Mizan, 2004
Saudi, Kerajaan Arabia, Al Quran dan Terjemahnya. Medinah: Mujamma' al Malik Fahdli Thiba'al Mush-haf Asy Syarif, 2002
Syariati, All. Haji,(terj.) Anas Mahyuddin.Bandung::Pustaka, 1995
Zuraidah. Syariat Islam (Teori dan Praktek), dalam Katimin dan Ahmad Dayan (ed). Isu-isu Islam kontempore. Bandung:Citapustaka Media, 2006
27