studi penentuan batas layak huni akibat banjir di...
TRANSCRIPT
STUDI PENENTUAN BATAS LAYAK HUNI AKIBAT BANJIR DI DAS
HILIR SUNGAI CILIWUNG DKI JAKARTA
Khaira Faza1, Ussy Andawayanti2, Sebrian Mirdeklis Beselly Putra2
1Mahasiswa Program Sarjana Teknik Pengairan Fakultas Teknik Universitas Brawijaya 2Dosen Jurusan Teknik Pengairan Fakultas Teknik Universitas Brawijaya
Email: [email protected]
ABSTRAK
Padatnya pemukiman di sepanjang daerah sempadan Sungai Ciliwung khususnya di daerah
Pengadegan, Pancoran, Jakarta Selatan, menjadikan kawasan tersebut tidak layak huni. Banyaknya
hunian warga yang tidak mematuhi peraturan ini memaksa aliran air yang cukup besar meluap saat
musim hujan tiba. Hal tersebut disebabkan karena kondisi sungai di hilir yang dangkal dan sempit.
Maka, perlu diketahui daerah mana yang berpotensi banjir sehingga dapat diketahui batas layak huni
berdasarkan Analisis yang dilakukan juga dengan melihat Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat Nomor 28/PRT/M/2015 tentang Penetapan Garis Sempadan Sungai dan Garis
Sempadan Danau. Langkah awal yang dilakukan adalah Analisis hidrologi dengan menghitung debit
banjir rancangan kala ulang 2, 5, 10, 25 dan 50 tahun dengan menggunakan Analisis frekuensi metode
Log Pearson Type III. Debit yang didapat diolah menggunakan program HEC-RAS v.5.0 dengan
metode steady flow untuk mengetahui tinggi muka air. Didapat besar debit banjir rancangan untuk
tiap kala ulang sebesar 196,567 m3/det, 266,235 m3/det, 321,128 m3/det, 401,257 m3/det dan 469,478
m3/det. Pada kondisi elevasi eksisting maksimum tanggul el. +26,12 di sisi kiri dan el. +24,59 di sisi
kanan dengan ketinggian air ±5,14 m‒12,3 m ditemukan banyak genangan. Jarak minimum genangan
terjadi pada patok 138 di bagian kanan sungai dengan jarak 35,3 m, 43,3 m, 60 m, 68,6 m dan 74,5
m. Hal tersebut jauh dari kriteria peraturan yang menetapkan jarak batas layak huni paling sedikit
berjarak 15 m.
Kata Kunci: Sungai Ciliwung, banjir, batas layak huni
ABSTRACT
The dense of settlements along the Ciliwung River border especially in Pengadegan,
Pancoran, South Jakarta, makes this area unhabitable. The large number of residents that not comply
with the regulation, force a large flow to overflow during the rainy season. It caused by the shallow
and narrow in river’s downstream. It is important to know which areas are potentially flooded so that
it can be known liveable boundary based on the analysis and the regulation of the Ministry of Public
Works and Public Housing Republic of Indonesia No. 28/PRT/M/2015 about Determination of River
Borders and Lake Borders. The first step taken is the hydrological study by calculating flood
discharge plan of 2, 5, 10, 25 and 50 years using frequency analysis with Log Pearson Type III
method. The water level is obtained by the results which processed using HEC-RAS v.5.0 with steady
flow method. The flood discharge plan are 196,567 m3/sec, 266,235 m3/sec, 321,128 m3/sec, 401,257
m3/sec dan 469,478 m3/sec for each time periods. In maximum existing elevation of bank river el.
+26,12 in the left side and +24,59 in the right side with water level ±5,14 m‒12,3 m founded a
inundation in several stake. The minimum distance of the inundation occurs at stakes 138 with 35,3
m, 43,3 m, 60 m, 68,6 m dan 74,5 m. It is far from the regulatory criteria that establish a liveable
boundary distance of at least 15 m apart.
Keywords: Ciliwung river, inundation, liveable boundary
PENDAHULUAN
Sungai merupakan aliran air yang besar
dan memanjang yang mengalir secara terus-
menerus dari sumber (hulu) menuju muara
(hilir). Sungai menjadi salah satu sumber air
yang mana pada kanan dan kiri sepanjang
pengalirannya dibatasi oleh sempadan.
Keberadaan sungai berperan dalam
mendukung kesejahteraan penduduk di
sekitanya.
Kondisi sungai di kawasan kota-kota
besar memiliki permasalahan yang kompleks
seiring dengan semakin majunya
perekonomian dan perindustrian kota tersebut.
Berbagai usaha pengendalian dan
perlindungan sungai sudah dilakukan
pemerintah kota dengan membangun
infrasturuktur pendukung untuk menunjang
fungsi sungai. Namun, keberadaan pemukiman
di bantaran sungai ini menjadi salah satu
masalah yang masih sulit untuk ditangani. Hal
ini berdampak pada menurunnya kapasitas dan
fungsi sungai itu sendiri.
Menurut Rencana Tata Ruang Wilayah
2030 Kota Jakarta, daerah sempadan sungai
ditetapkan menjadi kawasan perlindungan
setempat. Agar hal tersebut dapat terlaksana
maka perlu dilakukan Analisis penentuan batas
layak huni yang diberlakukan pada kawasan
ilegal padat penduduk di daerah pengaliran
sungai. Kondisi perkembangan pemukiman di
sepanjang daerah pengaliran sungai di Kota
Jakarta bertentangan dengan Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
Republik Indonesia Nomor 28/PRT/M/2015
yang menjelaskan kriteria garis sempadan
sungai
Tujuan studi ini adalah untuk
mengetahui daerah yang berpotensi banjir dan
mengetahui batas layak huni berdasarkan
Analisis banjir rancangan serta diharapkan
dapat menjadi informasi instansi terkait yang
dapat dijadikan referensi dalam mengambil
tindakan dalam upaya perbaikan dan
pengembangan daerah kajian, khususnya
dalam mengatasi pemukiman liar di bantaran.
METODOLOGI
Lokasi Studi
Gambar 1. Lokasi Studi
Lokasi studi berada di Sungai Ciliwung
bagian hilir yang terletak di Pengadegan,
Pancoran, Jakarta Selatan. Lokasi tersebut
termasuk dalam Wilayah Sungai Ciliwung-
Cisadane berada diantara 554406462,26
LS dan 10657401070021,91 BT.
Panjang sungai kajian yaitu 2,178 km
dengan jumlah titik amatan 41 patok dengan
variasi jarak antar penampang ± 30‒90 m. Data yang Digunakan
Dalam studi ini diperlukan beberapa data
untuk melakukan Analisis. Berikut adalah
data-data yang diperlukan.
1. Data debit yang didapatkan dari
pencatatan tinggi muka air Sungai
Ciliwung pada Pos Duga Air MT.
Haryono tahun 2005 hingga 2015 untuk
Analisis hidrologi.
2. Data karakteristik sungai meliputi data
potongan melintang sungai untuk
Analisis tinggi muka air menggunakan
HEC-RAS 5.0.
3. Peta-peta pendukung, meliputi peta
topografi, peta kontur.
Untuk mencapai tujuan yang diharapkan,
maka diperlukan suatu langkah pengerjaan
secara sistematis. Adapun langkah-langkah
pengerjaan studi sebagai berikut.
1. Pengumpulan data-data terkait.
2. Pengujian kualitas data, meliputi uji
konsistensi data (Metode RAPS), uji
abnormalias, uji homogenitas dan uji
persistensi.
3. Perhitungan debit rancangan dan
pengujian kesesuaian distribusi.
4. Analisis profil aliran menggunakan
program HEC-RAS 5.0.
Analisis Hidrologi
Analisis hidrologi sangat erat
hubungannya dengan bidang keairan. Hal
tersebut merupakan satu bagian analisis awal
dari penyusunan suatu rancangan pemanfaatan
air dan rancangan pengendalian banjir.
Uji Konsistensi Data
Dalam menguji dan
memeperbaiki data yang kurang sempurna,
ilmu statistik dalam hidrologi memiliki sebuah
metode yang dikenal dengan metode lengkung
massa ganda (double mass curve). Metode ini
membandingan data tahunan kumulatif di pos
y terhadap pos referensi x, sedangkan studi ini
hanya memiliki satu pos sebagai sumber data
sehingga dibutuhkan metode lain. Metode
alternatif ini, yaitu Rescaled Adjusted Partial
Sums (RAPS) yang dapat menguji data yang
bersifat tunggal.
Uji konsitensi metode RAPS ini
memiliki prinsip pengerjaan dengan menguji
data suatu pos dengan data pos itu sendiri
dengan mendeteksi nilai rata-rata. Berikut
persamaan-persamaan yang digunakan.
Sk* =
k
i
i yy1
)( (1)
So* = 0 (2)
Sk** = Dy
Sk * (3)
Dy2 =
n
i
i
n
yy
1
2)( (4)
Dy = 22
2
2
1 ... nDyDyDy (5)
Q = │Sk** Maksimal│ (6)
R = Sk**Maksimal│- │Sk**Minimal│ (7)
dengan:
Sk* = simpangan mutlak data
Sk** = nilai konsistensi data
Dy = simpangan rata-rata
yi = nilai data ke-i
�̅� = nilai rerata data
n = jumlah atau banyak data
Q = nilai statistik untuk 0 ≤ k ≤ n
R = nilai statistik range
Uji Abnormalitas
Uji abnormalitas ini untuk mengetahui
apakah data maksimum dan minimum dari
rangkaian data layak digunakan atau tidak. Uji
yang digunakan adalah uji Inlier-Outlier,
dimana, data yang menyimpang dari ambang
atas (XH) dan ambang bawah (XL) akan
dihilangkan.
Persamaan untuk mencari kedua
ambang tersebut adalah sebagai berikut.
XH = 10(Xrerata + Kn × S) (8)
XL = 10(Xrerata ‒ Kn × S) (9)
dengan:
XH = nilai ambang atas
XL = nilai ambang bawah
Xrerata = nilai rata-rata
S = simpangan baku dari logaritma
terhadap data
Kn = besaran yang tergantung pada jumlah
sampel data
n = jumlah sampel data
Uji F
Uji F ini dikembangkan oleh Fisher,
dimana jika S12 dan S2
2 adalah varian dari
sampel dengan jumlah N1 dan N2 maka dapat
dilakukan dengan uji ini. Apabila setelah diuji
varian kedua sampel terebut tidak terdapat
perbedaan nyata, maka dapat disebut varian
sama jenis (heomogeneous variances). Berikut
persamaan yang digunakan dalam uji F.
F = )1(.
)1(.
1
2
22
2
2
11
NSN
NSN (10)
dk1 = N1 ‒ 1 (11)
dk2 = N2 ‒ 1 (12)
dengan:
F = perbandingan F
dk1 = derajat kebebasan kelompok sampel
1
dk2 = derajat kebebasan kelompok sampel
2
N1 = jumlah sampel kelompok sampel 1
N2 = jumlah sampel kelompok sampel 2
S1 = standar deviasi kelompok sampel 1
S2 = standar deviasi kelompok sampel 2
Uji T
Uji ini merupakan uji parametik
(parametic test) untuk menguji dua set sampel
data apakah berasal dari populasi yang sama
atau tidak seperti distribusi normal. Berikut
persamaan yang digunakan dalam uji T.
t =
2
1
21
21
11
NN
XX
(13)
dengan:
t = variable-t terhitung
1X = rata-rata hitung sampel set ke-1
2X = rata-rata hitung sampel set ke-2
N1 = jumlah sampel set ke-1
N2 = jumlah sampel set ke-1
Uji Persistensi
Persistensi (Presistence) adalah
ketidaktergantungan dari setiap nilai dalam
deret berkala. Untuk melaksanakan pengujian
persistensi harus dihitung besarnya koefisien
serial. Salah satu metode untuk menentukan
koefisien korelasi serial adalah dengan metode
Spearman (Soewarno, 1995:99)
Koefisien korelasi metode Spearman
dirumuskan sebagai berikut.
KS =
mm
dim
i
3
1
26
1 (14)
t = KS 2
1
21
2
KS
m (15)
dengan:
KS = koefisien korelasi serial
m = N ‒ 1
N = jumlah data
di = perbedaan nilai antara peringkat data
ke Xi dan ke Xi+1
t = nilai dari uji T pada derajat kebebasan
m ‒ 2 dan derajat kepercayaan tertentu
(umumnya 5% ditolak atau 95% diterima)
Analisis Frekuensi Dalam studi ini direncanakan
menggunakan distribusi Log Pearson Type III.
Pneggunaan metode ini dilakukan dengan
langkah-langkah sebagai berikut.
1. Ubah data debit n buah X1, X2, …, Xn
menjadi Log X1, Log X2, …, Log Xn
2. Hitung harga rata-rata
3. Hitung standar deviasi
4. Hitung koefisien kepencengan
5. Menghitung debit rancangan
6. Menghitung antilog dari logaritma XT
untuk mendapatkan debit rancangan
Uji Distribusi
Uji Chi-Square
Uji Chi-Kuadrat didasarkan pada
perbedaan nilai ordinat teoritis atau frekuensi
harapan dengan ordinat empiris. Uji Chi-
Kuadrat menggunakan nilai X2 yang dapat
dihitung dengan persamaan berikut
(Triatmodjo, 2008:238):
N
t Ef
EfOfX
1
22 )(
(16)
Banyaknya kelas distribusi dihitung dengan
persamaan:
nk log22,31 (17)
dimana:
X2 : nilai Chi-Kuadrat terhitung
Ef : frekuensi (banyak pengamatan) yang
diharapkan sesuai dengan pembagian
kelas
Of : frekuensi yang terbaca pada kelas
yang sama
N : jumlah sub kelompok dalam satu grup
k : jumlah kelas distribusi
Uji Smirnov-Kolmogorof
Uji Smirnov-Kolmogorof dilakukan
dengan membandingkan probabilitas tiap data,
antara sebaran empiris dan teoritis yang
dinyatakan dalam ∆. Distribusi dianggap
sesuai jika ∆maks < ∆kritis. Persamaan ∆maks
dapat ditulis (Shahin, 1967:188):
PtPemaks (18)
dimana:
maks : selisih maksimum antara peluang
empiris dan teoritis
Pe : peluang empiris
Pt : peluang teoritis
cr : simpangan kritis
Analisis Hidrolika
Langkah berikutnya, dilakukan Analisis
hidrolika untuk mengetahui profil muka air
dengan kala ulang 2, 5, 10, 25 dan 50 tahun
untuk mengetahui tinggi muka air tiap
penampang yang selanjutnya akan
diinterpretasikan dalam bentuk peta genangan.
Analisis hidrolika dilakukan dengan
menggunakan program HEC-RAS versi 5.0.
dengan memasukkan data debit tiap kala ulang
dengan metode steady flow.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Hidrologi
Dalam kajian ini, Analisis banjir
rancangan menggunakan data debit yang
berasal dari pengamatan langsung tinggi muka
air di pos duga air (AWLR) Stasiun MT.
Haryono dengan persamaan:
Q = 7,6113(h)2 ‒ 11,63(h) + 13,385
Tabel 1. Debit Maksimum Tahunan
No. Tahun Debit (m3/det)
1 2005 165.600
2 2006 144.281
3 2007 205.886
4 2008 152.093
5 2009 165.600
6 2010 182.613
7 2011 161.484
No. Tahun Debit (m3/det)
8 2012 213.705
9 2013 290.929
10 2014 364.702
11 2015 344.192
Sumber: Perhitungan
Gambar 2. Rating Curve
Sumber: Perhitungan
Tabel 2. Uji Konsistensi Data Metode RAPS
Sumber: Perhitungan
Tabel 3. Uji Inlier-Outlier
No. Tahun Debit
(m3/det) Log X
1 2005 165.600 2.219
2 2006 144.281 2.159
3 2007 205.896 2.314
4 2008 152.093 2.182
5 2009 165.600 2.219
6 2010 182.613 2.262
7 2011 161.484 2.208
8 2012 213.705 2.330
9 2013 290.929 2.464
No. Tahun Debit
(m3/det) Log X
10 2014 364.702 2.562
11 2015 344.192 2.537
Standar Deviasi 0.144
Rerata 2.314
Kn 2.880
Sumber: Perhitungan
Dari Tabel 1, data uji konsistensi yang
bertujuan untuk mengetahui apakah data yang
digunakan layak atau tidak.
Dengan melihat hasil pada Tabel 2, uji
konsistensi memperlihatkan bahwa data
tersebut konsisten maka selanjutnya dilakukan
uji abnormalitas.
Pada uji inlier-outlier didapat nilai
ambang atas (XH) sebesar 525,304 dan nilai
ambang bawah (XL) sebesar 79,359. Dengan
hasil tersebut data debit 2005‒2015 masih
dalam batasan diantara nilai ambang atas dan
bawah.
Pada uji F, dari tabel distribusi F pada
derajat kepercayaan 5% untuk dk1 = 4 dan dk2
= 5 diperoleh nilai Fkritis sebesar 5,190 dan
Fhitung sebesar 0,080. Hal tersebut menandakan
bahwa varian data sampel I dan II bersifat
homogen dilihat dari nilai Fkritis > Fhitung.
Sedangkan pada derajat kepercayaan
5%, untuk dk = 9, untuk uji T diperoleh nilai
tkritis = 2,262 dan thitung = 2,123. Dengan
demikian, maka nilai tkritis > thitung dan dapat
dikatakan varian kelompok I dan kelompok II
adalah bersifat homogen.
Uji kualitas data yang terakhir yaitu uji
persistensi, pada derajat kepercayaan 5% untuk
dk = 8, diperoleh tkritis = 1,860 dan thitung =
0,707. Sehingga nilai tkritis > thitung dan dapat
dikatakan data dari tahun 2005‒2015 adalah
independen atau tidak menunjukkan adanya
persistensi atau dapat dikatakan bahwa data
tersebut bersifat acak.
Perhitungan Debit Rancangan
Dalam studi ini perhitungan debit
rancangan menggunakan Analisis frekuensi
dengan metode Log Pearson Type III dengan
hasil perhitungan sebagai berikut.
Tabel 4. Hasil Perhitungan Log Pearson Type
III
Tr Pr
(%) K K . Sd Q Rancangan
2 50 -0.143 -0.021 196.567
5 20 0.772 0.111 266.235
10 10 1.338 0.193 321.128
25 4 2.010 0.289 401.257
50 2 2.484 0.358 469.478
Sumber: Perhitungan
(a)
(b)
(c)
Gambar 3. Potongan memanjang sungai
kajian kala ulang (a) 2 dan 5 tahun;
(b) 10 tahun dan (c) 25 dan 50
tahun
Sumber: Hasil Analisis HEC-RAS 5.0
Berdasarkan hasil perhitungan debit
rancangan pada Tabel 4 tersebut, kemudian
digunakan sebagai input data pada Analisis
profil aliran dengan menggunakan program
HEC-RAS versi 5.0.
Perhitungan profil aliran menggunakan
program HEC-RAS dilakukan dengan metode
steady flow dengan pertimbangan bahwa pada
daerah studi tidak terdampak pasang surut dari
laut.
Pada reach boundary condition (kondisi
batas) digunakaan dua bagian yaitu critical
depth untuk kondisi batas hulu dan normal
depth untuk kondisi batas hilir.
Dari hasil running program HEC-RAS
dengan input debit dengan kala ulang 2, 5, 10,
25 dan 50 tahun masing-masing 196,567
m3/det, 266,235 m3/det, 321,128 m3/det,
401,257 m3/det dan 469,478 m3/det didapatkan
tinggi elevasi muka air maksimum pada tiap
kala ulang yaitu +17,93; +18,66; +19,13;
+19,7; dan +20,14.
Dari hasil tersebut, dapat diketahui
bahwa hampir semua patok 156‒116 baik di
sisi kiri dan kanan sungai terjadi genangan
banjir. Dengan begitu, daerah batas layak huni
yang diharpkan adalah daerah yang memiliki
ketinggian elevasi di atas elevasi tanggul
maksimum sungai eksisting yaitu el. +26,12
untuk bagian sisi kiri sungai dan el. +24,59
untuk bagian sisi kanan sungai.
Mengacu pada hasil running HEC-RAS
yang telah dilakukan, maka didapatkan peta
genangan. Berdasarkan Gambar 4, dapat
diketahui pada kala ulang 10, 25 dan 50 tahun
pada patok 120, air menggenang sejauh
masing-masing 374,2 m, 387,9 m dan 408,5 m.
Sedangkan pada patok 119 air menggenang ke
sisi kanan sejauh 359,3 m, 368,1 m, 377,9 m,
389,1 m dan 399,9 m untuk kelima debit kala
ulang. Pada patok 134, air menggenang sejauh
222,8 m, 227 m, 230,5 m, 234,1 m dan 233,2
m. Adapula pada patok 142, air menggenang
sejauh 72,2 m, 178,2 m, 185,6 m, 189,4 m dan
195 m.
Sedangkan jarak minimum genangan
terjadi pada patok 135 dengan jarak 57,8 m,
63,4 m, 84, 8 m, 87,4 m dan 91, 8 m untuk sisi
kiri sungai dan pada patok 138 jarak minimum
dengan jarak 35,3 m, 43,3 m, 60 m, 68,6 m dan
74,5 m.
Dengan begitu, keadaan di lapangan ini
jauh dari kriteria batas layak huni menurut
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Republik
Indonesia Nomor 28/PRT/M/2015 dengan
syarat minimum untuk sungai tidak bertanggul
di dalam kawasan perkotaan paling sedikit 15
m.
Berdasarkan Gambar 5., terdapat tiga
jenis daerah yang tergenang yaitu, perkebunan,
alang-alang dan pemukiman. Luas daerah
tergenang pada Tabel 5 merupakan hasil
keseluruhan daerah yang tergenang pada tiap
kala ulang.
Untuk itu, pembangunan tanggul
diperlukan agar apabila terdapat pemukiman
legal yang berada tidak jauh dari bibir sungai
tetap aman dan apabila daerah di sekitar sungai
merupakan perkebunan atau ruang terbuka
lainnya, jika tergenang tidak menjadi masalah
mengingat daerah tersebut tidak mengganggu
fungsi sungai atau dengan kata lain genangan
pada daerah terbuka tersebut dapat diabaikan.
Pengecualian terhadap pemukiman yang tidak
memiliki izin berdiri (ilegal) yang berada di
daerah pengaliran sungai, menurut Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia
Nomor 28/PRT/M/2015 bangunan tersebut
memiliki status quo dan secara bertahap harus
ditertibkan. Kondisi ini jelas menganggu
fungsi sungai itu sendiri.
Tabel 5. Luas Daerah Tergenang
Jenis
Lahan
Luas (km2)
2 5 10 25 50
Perkebunan 0.055 0.059 0.063 0.065 0.067
Alang-alang 0.017 0.017 0.042 0.043 0.045
Pemukiman 0.198 0.224 0.294 0.305 0.320
Sumber: Hasil pengolahan data
Tabel 6. Elevasi Genangan Maksimum
Zona Elevasi
2 5 10 25 50
A +17.81 +18.53 +18.99 +19.66 +19.99
B +17.53 +18.23 +18.67 +19.2 +19.6
C +17.75 +18.47 +18.93 +19.49 +19.92
D +17.93 +18.66 +19.13 +19.7 +20.14
Sumber: Hasil Analisis HEC-RAS
(e)
Gambar 5. Sebaran tata guna lahan pada
genangan (a) Q 2 tahun; (b) Q 5
tahun; (c) Q 10 tahun; (d) Q 25
tahun; (e) Q 50 tahun.
Sumber: Hasil pengolahan data
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil perhitungan dan
Analisis yang telah dilakukan, maka dapat
diambil beberapa kesimpulan, antara lain debit
rancangan dengan menggunakan Analisis
frekuensi metode Log Pearson Type III
didapatkan debit sebesar Q2th = 196,567
m3/det, Q5th = 266,235 m3/det, Q10th = 321,128
m3/det, Q25th = 401,257 m3/det dan Q50th =
469,478 m3/det.
Dengan menggunakan program HEC-
RAS 5.0. didapatkan kesimpulan bahwa
hampir seluruh patok terjadi genangan baik di
sisi kiri maupun kanan dengan ketinggian
muka air maksimum dari dasar sungai yaitu
berkisar antara 5,14 m ‒12,30 m. Dari hasil
tersebut, rata-rata ketinggian genangan banjir
masing-masing setinggi 1,73 m, 2,33 m, 2,62
m, 3,13 m dan 3,59 m.
Daerah batas layak huni yang diharapkan
harus berada dibawah elevasi tanggul
maksimum sungai, yaitu el. +26,12 untuk sisi
kiri sungai dan el. +24,59 untuk sisi kanan
sungai. Dengan kondisi eksisting di lapangan,
dan berdasarkan pengamatan peta genangan
diperoleh jarak minimum genangan terjadi
pada patok 135 dengan jarak 57,8 m, 63,4 m,
84, 8 m, 87,4 m dan 91, 8 m untuk sisi kiri
sungai dan pada patok 138 jarak minimum
dengan jarak 35,3 m, 43,3 m, 60 m, 68,6 m dan
74,5 m di sisi kanan sungai. . Pada daerah
tergenang, terdapat tiga jenis daerah yang
terdampak, yaitu perkebunan, alang-alang dan
pemukiman dengan luas daerah total pada tiap-
tiap kala ulang adalah 0,27 km2, 0,3 km2, 0,399
km2, 0,413 km2 dan 0,431 km2. Keadaan di
lapangan ini jauh dari kriteria batas layak huni
menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
Republik Indonesia Nomor 28/PRT/M/2015
Pasal 5 ayat (1) b dengan syarat minimum
untuk sungai tidak bertanggul di dalam
kawasan perkotaan paling sedikit berjarak 15
m.
Saran
Berdasarkan Analisis yang telah
dilakukan, adapun beberapa saran yang dapat
dilakukan antara lain Analisis hidrologi yang
lebih mendalam dapat dilakukan untuk
mendapatkan hasil yang lebih akurat.
Kemudian, untuk kondisi di lapangan, saran
yang dapat diberikan, antara lain yaitu
diperlukannya perbaikan alur sungai dan
pembangunan tanggul dengan
mempertimbangkan tinggi muka air
maksimum pada daerah kajian. Adapun
mengacu pada Peraturan Menteri Pekerjaan
Umum dan Perumahan Rakyat Republik
Indonesia Nomor 28/PRT/M/2015 Pasal 15
ayat 1, apabila terdapat bangunan dalam daerah
pengaliran sungai, maka bangunan tersebut
dinyatakan dalam status quo dan secara
bertahap harus ditertibkan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2015. Peraturan Menteri Pekerjaan
Umum dan Perumahan Rakyat Nomor:
28/PRT/M/2015 tentang Penetapan
Garis Sepadan Sungai dan Garis
Sempadan Danau
Brunner, Gary W., Ackerman, Cameron T.,
Goodell, Chris R. & Lowney Cindy.
2016. HEC-RAS, River Analysis System,
User’s Manual. Davis, CA: US Army
Corps of Engineers Institute for Water
Resources Hydrologic Engineering
Center.
Brunner, Gary W., Goodell, Chris R. &
Gibson, Stanford. 2016. HEC-RAS, River
Analysis System, Hydraulic Reference
Manual. Davis, CA: US Army Corps of
Engineers Institute for Water Resources
Hydrologic Engineering Center.
Chow, Ven Te. 1989. Hidrolika Saluran
Terbuka. Jakarta: Penerbit Erlangga
Harto, Sri. 1993. Analisis Hidrologi. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
Limantara, Lily Montarcih. 2010. Hidrologi
Praktis. Bandung: CV. Lubuk Agung.
Soemarto, C.D. 1986. Hidrologi Teknik.
Surabaya: Usaha Nasional.
Soewarno. 1995. Hidrologi Jilid 2. Bandung:
Penerbit NOVA
Sosrodarsono, Suyono & Takeda, Kensaku.
2002. Hidrologi Untuk Pengairan.
Jakarta: Erlangga.
Sosrodarsono, Suyono & Tominaga, Masateru.
1984. Perbaikan dan Pengaturan
Sungai. Jakarta: Pradnya Paramita
Triatmodjo, Bambang. 1993. Hidraulika II.
Yogyakarta: Beta Offset