studi perbandingan rata-rata hasil belajar matematika pada siswa sma kelas x ipa dengan x ips...

29
1 STUDI PERBANDINGAN RATA-RATA HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA SISWA SMA KELAS X IPA DENGAN X IPS MELALUI PENDEKATAN PROBLEM SOLVING (Proposal Penelitian) Oleh : ARVINA FRIDA KARELA 12030090 Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Mata Kuliah Penelitan Pengajaran Matematika Pada Program Setudi Pendidikan Matematika SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (STKIP) MUHAMMADIYAH PRINGSEWU LAMPUNG TAHUN AJARAN 2014/2015

Upload: arvina-frida-karela

Post on 18-Jul-2015

506 views

Category:

Presentations & Public Speaking


7 download

TRANSCRIPT

1

STUDI PERBANDINGAN RATA-RATA HASIL BELAJAR MATEMATIKA

PADA SISWA SMA KELAS X IPA DENGAN X IPS MELALUI

PENDEKATAN PROBLEM SOLVING

(Proposal Penelitian)

Oleh :

ARVINA FRIDA KARELA

12030090

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Mata Kuliah Penelitan

Pengajaran Matematika Pada Program Setudi Pendidikan Matematika

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (STKIP)

MUHAMMADIYAH PRINGSEWU LAMPUNG TAHUN AJARAN 2014/2015

2

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan zaman yang semakin modern terutama pada era globalisasi seperti

sekarang ini menuntut adanya sumber daya manusia yang berkualitas. Peningkatan

kualitas sumber daya manusia merupakan prasyarat mutlak untuk mencapai tujuan

pembangunan. Salah satu wahana untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia

tersebut adalah pendidikan.

Pendidikan adalah usaha sadar untuk menumbuh kembangkan potensi sumber daya

manusia melalui kegiatan pembelajaran. Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional

No 20 tahun 2003, menyatakan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah

mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya

yaitu manusia yang bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti

luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani,

kepribadian yang mantap dan mandiri serta tanggung jawab kemasyarakatan dan

kebangsaan (UU Sisdiknas:2003).

Matematika merupakan bagian dari ilmu pengetahuan yang turut memberikan

sumbangan signifikan terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan sekaligus

pembangunan sumber daya manusia. Matematika adalah ibu dari ilmu pengetahuan

yang sangat dibutuhkan manusia baik dalam diri pribadi maupun dalam masyarakat.

Matematika melatih daya pikir logis sistematis dari seseorang. Matematika juga

melatih pemikiran dalam mencari jalan keluar terbaik dalam setiap masalah.

3

Matematika memiliki peranan strategis untuk meningkatkan kualitas kehidupan

manusia baik dalam pengembangan teknologi maupun dalam sosial budaya

bermasyarakat. Erman Suherman, memberikan pernyataan yang senada dengan

pernyataan Mochtar Buchori bahwa matematika merupakan salah satu pengetahuan

umum minimum yang harus dikuasai warga negara agar dapat berkedudukan sejajar

dengan warga negara yang lain (2003:60). Pernyataan tersebut menandakan bahwa

untuk dapat memiliki kehidupan yang layak, setiap warga negara wajib menguasai

matematika. Matematika juga memiliki peranan penting dalam pemenuhan kebutuhan

praktis dan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari.

Begitu pentingnya peranan matematika sehingga pada setiap jenjang pendidikan

mulai dari pra sekolah, pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi matematika selalu

diajarkan dengan menyesuaikan pada perkembangan aspek kognitif, afektif dan

psikomotorik siswa. Namun, selama ini dalam proses pembelajaran dari jenjang

sekolah dasar sampai dengan perguruan tinggi, matematika masih dianggap sebagai

pelajaran yang kurang menarik dan sulit untuk dipahami, sehingga banyak siswa yang

merasa stress pada saat mengikuti pelajaran matematika yang pada akhirnya nilai

matematika mereka menjadi rendah.

Pendidikan matematika di Indonesia saat ini diatur dalam Kurikulum 2013, yang

membagi matematika menjadi matematika wajib dan matematika peminatan. Maksud

dari matematika wajib adalah mata pelajaran matematika yang wajib ditempuh oleh

segala jurusan baik IPA, IPS maupun jurusan-jurusan lain yang ada di SMK,

sedangkan matematika peminatan hanya ditempuh pada jurusan IPA saja.

Bedasarkan hasil wawancara dengan guru matematika kelas X SMA Negeri 2

Gadingrejo, di peroleh informasi bahwa rata-rata hasil ulangan harian khususnya pada

mata pelajaran matematika wajib dari kelas X IPA maupun X IPS masih kurang

memuaskan, namun jika dibandingkan rata-rata hasil ulangan harian kelas X IPA

lebih baik dari rata-rata kelas X IPS. Rendahnya hasil belajar tersebut antara lain

4

selama pembelajaran sebagian siswa tidak paham dengan apa yang harus dikerjakan.

Siswa hanya menghafal rumus dan bingung ketika dihadapkan pada persoalan baru..

Penggunaan LKS yang sama antara kelas X IPA dengan X IPS sudah dilaksanakan

dan penggunaan media juga sudah dilakukan. Namun siswa masih saja belum

memahami matematika, dan siswa kelas X IPA masih selalu lebih unggul dari siswa

kelas X IPS.

Dari pengamatan yang dilakukan, kebanyakan siswa menghindari matematika dengan

cara mengambil jurusan IPS karena menganggap bahwa matematika itu sulit..

Dengan anggapan seperti itu, maka itu menjadi salah satu kendala kurang

memuaskannya hasil belajar, dan adanya kesenggangan hasil belajaran matematika

antara kelas IPA dan kelas IPS. Selain itu, ternyata penggunaan metode pembelajaran

yang digunakan berbeda antara IPA dan IPS. Pada pembelajaran di kelas IPA

menggunakan metode pembelajaran secara langsung dan melalui pendekatan problem

solving. Sedangkan pada kelas IPS hanya menggunakan metode pembelajaran secara

langsung. Dari sini lah, penulis tertarik untuk melakukan penelitian lebih dalam

mengenai study perbandingan rata-rata hasil belajar matematika pokok bahasan

trigonometri pada siswa SMA kelas X IPA dengan kelas X IPS melalui pendekatan

yang sama yaitu pendekatan problem solving.

B. Identifikasi Masalah

Bedasarkan hasil pengamatan dan wawancara dengan guru dan siswa SMA Negeri 2

Gadingrejo didapat beberapa masalah yaitu : kurangnya pemahaman siswa terhadap

matematika yang diajarkan oleh guru, kesibukan siswa mengurus organisasi sehingga

siswa tertinggal materi dalam pembelajaran, kurangnya motivaasi belajar siswa

sehingga tidak semangat ketika pembelajaran berlangsung, kemampuan kognitif

siswa yang berbeda satu sama lain sehingga penyampaian materi tidak maksimal, dan

juga konsep awal siswa yang sudah tertanam bahwa matematika itu sulit.

5

Selain itu penulis mengamati adanya perbedaan paham antara siswa dari kelas X IPA

dengan siswa X IPS terhadap pembelajaran matematika, maksudnya perbedaan

paham adalah pada siswa kelas X IPS beranggapan bahwa matematika itu sulit untuk

dihafal, mengapa demikinan? karena pada dasarnya mereka adalah siswa dari kelas

ilmu sosial yang mayoritas pembelajarannya menggunakan teknik hafalan.

Sedangkan siswa dari kelas X IPA sudah terbiasa dengan rumus fisika, kimia maupun

biologi sehingga menurut mereka matematika itu tidak untuk dihafal melainkan untuk

dipahami karena dengan begitu akan lebih mudah dan tidak merumitkan.

C. Pembatasan Masalah

Agar penelitian tidak menyimpang dari tujuan, maka perlu dilakukan pembatasan :

1. Siswa yang menjadi subyek penelitian ini adalah siswa SMA Negeri 2 Gadingrejo

kelas X IPA dan X IPS tahun ajaran 2014/2015.

2. Nilai rata-rata hasil belajar Matematika pokok bahasan Trigonometri pada siswa

SMA kelas X IPA melalui pendekatan problem solving.

3. Nilai rata-hasi hasil belajar Matematika pokok bahasan Trigonometri pada siswa

SMA kelas X IPS melalui pendekatan problem solving.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah dalam penelitian ini dapat

dirumuskan sebagai berikut :

1. Apakah ada perbedaan rata-rata hasil belajar matematika pada siswa SMA kelas X

IPA dengan kelas X IPS melalui pendekatan problem solving?

2. Apakah rata-rata hasil belajar matematika pada siswa SMA kelas X IPA lebih baik

dari kelas X IPS setelah menggunakan pendekatan problem solving?

6

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan penelitian

Berdasarkan masalah yang telah dirumuskan, penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui “Apakah ada pengaruh pendekatan problem solving pada hasil belajar

kelas X IPA maupun kelas X IPS”

2. Manfaat penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk setiap elemen pendidikan,

antara lain sebagai berikut:

a. Bagi Guru,

Melalui penelitian ini diharapkan guru dapat mengetahui pengaruh pendekatan

problem solving pada hasil belajara siswa dan penyebab kesenjangan hasil

belajar kelas X IPA dan kelas X IPS.

b. Bagi Siswa,

Agar siswa tau penyebab mengapa ada perbedaan hasil belajar matematika

antara kelas IPA dan kelas IPS.

c. Bagi sekolah

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan yang bermanfaat

bagi sekolah dengan adanya informasi yang diperoleh sehingga dapat dijadikan

sebagai bahan kajian bersama agar dapat meningkatkan kualitas sekolah.

d. Bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan, pengetahuan dan

keterampilan peneliti khususnya yang terkait dengan penelitian ini dan

diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi salah satu masukan dalam

mengembangkan penelitian-penelitian selanjutnya, serta sebagai bekal bagi

masa depan sebagai seorang calon pendidik (guru).

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS

A. Tinjauan Pustaka

1. Pengertian Belajar

Belajar pada dasarnya adalah mengolah pengetahuan, sikap, maupun keterampilan

dari tidak bisa menjadi bisa. Hakekat belajar adalah mendewasakan manusia.

Karena itu, seseorang dikatakan belajar bila dapat diasumsikan dengan bukti

bahwa di dalam diri orang tersebut terjadi suatu proses kegiatan yang

mengakibatkan suatu perubahan tingkah laku. Namun pengertian belajar sendiri

sebenarnya mencakup pengertian yang sangat luas.

Menurut pengertian secara psikologi (Slameto, 2010:2), belajar merupakan suatu

proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan

lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnnya. Perubahan-perubahan

tersebut akan nyata dalam seluruh aspek tingkah laku. Pengertian belajar dapat

didefinisikan sebagai suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk

memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai

hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.

Terhadap masalah belajar, R.Gagne (Slameto, 2010:13) memberikan dua definisi,

yaitu : belajar ialah suatu proses untuk memperoleh motivasi dalam pengetahuan,

keterampilan, kebiasaan, dan tingkah laku. Selain itu belajar adalah penguasaan

pengetahuan atau keterampilan yang diperoleh dari instruksi. Belajar menurut

Morgan (Agus Suprijono, 2009:2) adalah perubahan perilaku yang bersifat

permanen sebagai hasil dari pengalaman. Selain itu, menurut James L. Mursell

(Syaiful Sagala, 2010:13) mengemukakan bahwa belajar adalah upaya yang

dilakukan dengan mengalami sendiri, menjelajahi, menelusuri dan memperoleh

8

sendiri. Sedangkan Henry E. Garret (Syaiful Sagala, 2010:13) mengemukakan

bahwa belajar merupakan proses yang berlangsung dalam jangka waktu lama

melalui latihan maupun pengalaman yang membawa kepada perubahan diri dan

perubahan cara mereaksi terhadap suatu perangsang tertentu. Dan Harold Spears

(Agus Suprijono, 2009:2) menyatakan bahwa belajar adalah mengamati,

membaca, meniru, mencoba sesuatu, mendengan, dan mengikuti arah tertentu.

Dari beberapa defenisi belajar yang telah dikemukakan di atas maka peneliti

berkesimpulan bahwa belajar itu adalah salah satu kegiatan atau aktifitas manusia

yang merupakan proses usaha yang aktif untuk memperoleh perubahan tingkah

laku yang baru, baik melalui berbagai pengalaman maupun kegiatan aktifitas yang

terarah. Pengalaman belajar yang dimaksud dapat berupa proses melihat,

mengamati, dan memahami sesuatu. Sedangkan belajar melalui atau aktifitas yang

terarah dapat berupa mempertimbangkan dan menghubungkan dengan pengalaman

masa lampau yang diaplikasikan dalam bentuk latihan.

2. Pengertian Hasil Belajar

Hasil belajar merupakan indikator keberhasilan yang dicapai siswa dalam usaha

belajarnya. Hasil belajar adalah istilah yang digunakan untuk menyatakan tingkat

keberhasilan yang dicapai seseorang setelah melalui proses belajar. Hasil belajar

adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap,

apresiasi dan keteramplan-keterampilan. Merujuk pemikiran Gagne (Agus

Suprijono, 2011:5) hasil belajar berupa :

a. Informasi verbal yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk

bahasa, baik lisan maupun tulisan. Kemampuan merespon secara spesifik

terhadap rangangan spesifik. Kemampuan tersebut tidak memerlukan

manipulasi simbol, pemecahan masalah maupun penerapan aturan.

b. Kemampuan intelektual yaitu kemampuan mempresentasikan konsep dan

lambang. Kemampuan intelektual terdiri dari kemampuan mengategorisasi,

9

kemampuan analitis-sintesis fakta-konsep dan mengembangkan prinsip-

prinsip keilmuan. Keterampilan intelektual merupakan kemampuan untuk

melakukan aktivasi kognitif bersifat khas.

c. Strategi kognitif yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktivas

kognitifnya sendiri. Kamampuan ini meliputi penggunaan konsep dan kaidah

dalam memecahkan masalah.

d. Keterampilan motorik yaitu kemampuan melakukan serangkaian gerak

jasmani dalam urusan dan koordinasi sehingga terwujud otomatisme gerak

jasmani.

e. Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan

penilaian terhadap objek tersebut. sikap berupa kemampuan menginternalisasi

dan eksternalisasi nilai-nilai. Sikap merupakan kemampuan menjadikan nilai-

nilai sebagai standar perilaku.

Menurut Bloom (Agus Suprijono, 2011:6) hasil belajar mencakup kemampuan

afektif, kognitif dan psikomotorik. Domain kognitif adalah knowledge

(pengetahuan, ingatan), comprehension (pemahaman, menjelaskan meringkas,

contoh), application (menerapkan), analysis (menguraikan, menentukan

hubungan), synthesis (mengorganisasikan, merencanakan, membentuk bangunan

baru), dan evaluation (menilai). Domain efektif adalah receiving (sikap

menerima), responding (memberikan respon), valuing (nilai), organisazion

(organisasi), characterization (karakterisasi). Domain psikomotor meliputi

initiatory, pre-routine, dan routinized. Psikomotor juga mencakup keterampilan

produktif, teknik, fisik, sosial, managerial dan intelektual. Sementara menurut

Lindgren (Agus Suprijono, 2011:7) hasil pembelajaran meliputi kecakapan,

informasi, pengertian dan sikap.

Menurut penulis hasil belajar adalah perubahan perilaku secara keseluruhan bukan

hanya salah satu aspek potensi kemanusiaan saja. Artinya, hasil pembelajaran yang

10

dikategorisasi oleh para pakar pendidikan tidak dilihat secara fragmentaris atau

terpisah, melainkan komprehensif.

3. Pengertian Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)

Pendidikan ilmu pengetahuan sosial merupakan penyerdehanaan dari berbagai

ilmu-ilmu sosial dengan tujuan utama adalah membentuk warga negara yang baik.

Hal tersebut sesuai dengan penjelasan dari National Council for Social studies

NCSS (Savage dan Armstrong, 1996:9), mendefinisikan social studies sebagai

berikut :

”social studies is the integrated study of the social sciences and humanities to

promote civic competence. Within the school program, social studies provides

coordinated, systematic study drawing upon such disciplines as anthropology,

archeology, economics, geography, history, law, philosophy, political, sciences,

psycology, religion, and siciology, as well as appropriate content from the

humanities, mathematics, and natural sciences.”

Dari definisi diatas, ilmu pengetahuan sosial dapat diartikan sebagai kajian terpadu

dari ilmu-ilmu sosial dan untuk mengembangkan potensi kewarganegaraan. Di

dalam program sekolah ilmu pengetahuan sosial dikoordinasikan sebagai bahan

sistematis dan dibangun di atas beberapa disiplin ilmu antaralain Antropologi,

ilmu politik, arkeologi, ekonomi, geografi, sejarah, hukum, filsafat psikologi,

agama, sosiologi, dan juga mencakup materi yang sesuai dari humaniora,

matematika, dan ilmu-ilmu alam.

Numan Somantri (2001:44) menyatakan bahwa Pendidikan IPS untuk tingkat

sekolah itu sebagai suatu penyederhanaan disiplin ilmu-ilmu sosial, psikologi,

filsafat, ideologi negara, dan agama yang diorganisasikan dan disajikan secara

ilmiah dan psikologis untuk tujuan pendidikan. Ilmu pengetahuan sosial

merupakan seperangkat fakta, peristiwa, konsep, dan generalisasi yang berkaitan

11

dengan perilaku dan tindakan manusia untuk membangun dirinya, masyarakatnya,

bangsanya, lingkungannya berdasarkan pengalaman masa lalu yang dapat

dimaknai untuk masa kini, dan diantisipasi untuk masa yang akan datang.

Berdasar pada dua perspektif mengenai pengertian IPS di atas, maka dapat penulis

simpulkan bahwa Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan kajian ilmu-ilmu sosial

secara terpadu yang disederhanakan untuk pembelajaran di sekolah dan

mempunyai tujuan agar peserta didik dapat mengamalkan nilai-nilai sehingga

dapat menjadi warga negara yang baik berdasarkan pengalaman masa lalu yang

dapat dimaknai untuk masa kini, dan diantisipasi untuk masa yang akan datang.

4. Pengertian Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam

secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan

yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atauu prinsip-prinsip saja tetapi juga

merupakan uatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi

wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta

prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya didalam kehidupan

sehari-hari.

Menurut Carin dan Sund (Puskur, 2007:3) mendefinisikan IPA sebagai

pengetahuan yang sistematis dan tersusun secara teratur, berlaku untuk umum dan

berupa kumpulan data dari observasi dan eksperimen. IPA sendiri berasal dari kata

sains yang berarti alam. Menurut Suyono (1998:23) sains merupakan pengetahuan

hasil kegiatan manusia yang bersifat aktifdan dinamis tiada henti-hentinya serta

diperoleh melalui metode tertentu yang teratur, sistematis, berobjek, bermetode,

dan berlaku secara universal. Sedangkan pengertian IPA menurut Abdullah

(1998:18) adalah pengetahuan teoritis yang diperoleh atau disusun dengan cara

melakukan observasi, eksperimentasi, penyimpulan, penyusunan teori,

12

eksperimentasi, observasi, dan demikian seterusnya kait mengkait antara cara yang

satu dengan cara yang lain.

5. Materi Trigonometri

Untuk sembarang segitiga ABC dengan panjang sisi- sisi a,b,c

dengan∠𝐴, ∠𝐵,∠𝐶 berlaku aturan sinus :

𝑎

sin 𝐴=

𝑏

sin 𝐵=

𝑐

sin 𝐶

Untuk sembarang segitiga ABC dengan panjang sisi- sisi a,b,c

dengan∠𝐴, ∠𝐵,∠𝐶 berlaku aturan kosinus :

𝑎2 = 𝑏2 + 𝑐2 − 2𝑏𝑐 cos 𝐴

𝑏2 = 𝑎2 + 𝑐2 − 2𝑏𝑐 cos 𝐵

𝑐2 = 𝑎2 + 𝑏2 − 2𝑏𝑐 cos 𝐶

Untuk sembarang segitiga ABC dengan panjang sisi- sisi a,b,c

dengan∠𝐴, ∠𝐵,∠𝐶 berlaku aturan :

Luas ∆𝐴𝐵𝐶 =1

2× 𝑎𝑏 sin 𝐶 =

1

2× 𝑏𝑐 𝑠𝑖𝑛𝐴 =

1

2× 𝑎𝑐 sin 𝐵

6. Pendekatan problem solving

Problem solving merupakan istilah dari bahasa Inggris yang memiliki

padanan kata ”pembentukan soal”. Mengenai definisi pembentukan soal,

Suyanto (Euis Tati Darnati, 2001:4) menyatakan bahwa arti dari pembentukan

soal ialah perumusan soal atau mengerjakan soal dari suatu situasi yang

tersedia, baik dilakukan sebelum, ketika, atau setelah pemecahan masalah.

Istilah lain yang berpadanan dengan problem solving adalah pengajuan

masalah sebagaimana yang dinyatakan oleh Yaya S. Kusumah (2004:8)

bahwa pengajuan masalah berkaitan dengan alat yang perlu dimiliki guru

13

sehingga mampu mendorong dan melatih siswa dalam merumuskan

pertanyaan matematik dan kemudian menentukan penyelesaiannya.

Pendekatan ini lebih ditekankan pada kegiatan membentuk soal yang

dilakukan oleh siswa sendiri. Hal ini memberi kesempatan yang luas kepada

siswa untuk mengkonstruk pengetahuan sesuai dengan perkembangan

pengetahuan berfikirnya (Yaya S. Kusumah, 2004:8). Pembentukan soal atau

pembentukan masalah terdiri dari dua jenis kegiatan (Euis Tati Darnati,

2001:4), yaitu : 1) Pembentukan soal baru atau pembentukan soal dari situasi

atau dari pengalaman siswa. 2) Pembentukan soal dari soal lain yang sudah

ada.

Dalam pembelajaran matematika, problem solving menempati posisi yang

strategis. Sehubungan dengan hal ini, Silver dan Cai (Herdian, 2009) menulis:

”Problem posing is central important in the discipline of mathematics and in

the nature of mathematical thinking”. Dapat dikatakan bahwa problem solving

adalah bagian penting dan tidak terpisahkan dari pembelajaran matematika.

Menurut Wina Sanjaya (2009:214) metode pemecahan masalah (problem

solving) adalah cara dalam proses pembelajaran menekankan kepada setiap

peserta didik untuk dapat menyelesaikan masalah yang dihadapi secara ilmiah,

lalu peserta didik diharapkan dapat aktif berfikir, berkomunikasi, mencari dan

mengolah data dan akhirnya menyimpulkan. Proses berfikir ini dilakukan

secara sistematis yaitu melalui tahap-tahap tertentu dan empiris yaitu

pemecahan masalah berdasarkan pada data dan fakta yang jelas.

Berdasarkan uraian diatas, dapat penulis simpulkan bahwa metode pemecahan

masalah (problem solving) adalah cara dalam proses pembelajaran yang

direncanakan agar siswa aktif berfikir secara sistematis dan empiris,

berkomunikasi, mencari dan mengelola data menekan kan kepada proses

penyelesaian masalah yang dihadapi secara ilmiah dalam suatu kelompok,

14

dimana siswa saling memberikan ide-ide dalam mempertimbangkan

penyelesaian masalah.

7. Langkah – Langkah Metode Pemecahan Masalah

Lawrece Senesh (W.Gulo 2008:115) mengemukakan 3 tahapan dalam proses

penyelesaian masalah yaitu 1) tahap motivasi, 2) tahap pengembangan, 3)

tahap kulminasi. Penyelesaian masalah berada pada tahap pengembangan dan

langkah-langkah penyelesaiaannya, yaitu :

Menemukan gejala-gejala problematik,

Mempelajari aspek-aspek permasalahan,

Mendefinisikan masalah,

Menemukan ruang lingkup permasalahan,

Menganalisis sebab-sebab masalah, dan

Menyelesaikan masalah.

Sedangkan menurut Dewey (Slamet 2003:145) langkah-langkah dalam

metode pemecahan masalah (problem solving) adalah sebagai berikut :

Kesadaran akan adanya masalah,

Merumuskan masalah,

Mencari data dan merumuskan hipotesisnya,

Menguji hipotesis, dan

Menerima hipotesis yang benar.

Menurut beberapa pendapat para ahli pendidikan diatas, maka penulis

menyimpulkan bahwa langkah-langkah dalam metode problem solving antara

lain :

Mengenal masalah untuk dipecahkan,

15

Menemukan informasi, pengertian, asas-asas dan metode-metode yang

perlu untuk memecahkan masalah,

Merumuskan dan membatasi masalah,

Mengelola dan menerapkan informasi, pengertian, asas-asas dan metode-

metode itu pada masalah tersebut untuk memperoleh kemungkinan

pemecahan masalah,

Merumuskan dan menguji hipotesis untuk memperoleh pemecahan

masalah,

Menerima hipotesis yang benar, dan

Memeriksa kembali hasil yang diperoleh.

B. Kerangka Pikir

Siswa dalam perkembangannya perlu diberikan latihan-latihan sehingga terbentuk

kematangan konsep belajar yang baik. Pendekatan problem solving memiliki peran

untuk memantapkan konsep belajar matematika dengan mengerjakan latihan-latihan

soal pemecahan masalah. Dengan latihan-latihan tersebut, secara tidak sadar siswa

sudah melakukan kegiatan belajar dan siswa akan terbiasa dengan berbagai macam

soal pemecahan masalah.

Untuk melihat pengaruh tersebut, dalam penelitian ini terdapat peubah-peubah yang

dibedakan menjadi dua variable yaitu variable (x1) sebagai rata-rata hasil belajar

matematika kelas X IPA 1 melalui pendekatan problem solving dan variabel (x2)

sebagai rata-rata hasil belajar matematika kelas X IPS 1 melalui pendekatan problem

solving.

Pembelajaran pada kelas X IPA maupun X IPS yang melalui pendekatan problem

solving, guru memberikan latihan-latihan soal pemecahan masalah baik di awal

pembelajaran maupun di akhir pembelajaran, kemudian penyelesaian masalah

16

tersebut dibahas bersama sehingga semua siswa bisa paham. Siswa terus diberikan

latihan-latihan baik untuk dibahas dikelas maupun untuk diselesaikan dirumah.

Dengan siswa mengerjakan latihan-latihan yang diberi oleh guru, maka siswa akan

terbiasa dengan berbagai macam jenis soal pemecahan masalah, dengan begitu siswa

akan termotivasi untuk lebih giat belajar.

Dengan demikian pengaruh dari pendekatan problem solving pada pembelajaran

dikelas X IPA maupun kelas X IPS dan hubungannya dengan hasil belajar siswa

dapat terlihat seperti yang tertera dalam diagram berikut.

Gambar Perbandingan hasil belajar kelas X.IPA dan X.IPS

Kelas X.IPA.1 Kelas X.IPS.1

Pembelajaran Matematika

(Trigonometri)

Rata-rata Hasil

Belajar Matemtaika

Pendekatan Problem

Solving

Pembelajaran Matematika

(Trigonometri)

Pendekatan Problem

Solving

17

C. Hipotesis

Hipotesis dapat diartikan sebagai suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap

suatu permasalahan penelitian sampai terbukti data yang terkumpul (Arikunto,

2010:110). Dalam penelitian ini dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

1. Ada perbedaan rata-rata hasil belajar matematika siswa kelas X IPA dengan kelas

X IPS.

2. Rata-rata hasil belajar matematika siswa kelas X IPA lebih baik dari kelas X IPS.

18

BAB III

METEDOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan jenis penelitian

kooperatif, karena pada penelitian ini diperlukan data angka untuk mengetahui

perbedaan rata-rata hasil belajar matematika kelas X IPA dan kelas X IPS pada pokok

bahasan Trigonometri dengan menggunakan pendekatan Problem Solving.

B. Populasi, Sampel, dan Teknik Sampling

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X SMA Negeri 2 Gadingrejo

tahun ajaran 2014/2015 sebanyak 164 siswa yang terbagi dalam dua jurusan yaitu X

IPA dan X IPS yang setiap jurusan memiliki masing-masing dua kelas dan pada

masing-masing kelas terdiri dari kurang lebih 42 orang siswa.

2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini ditentukan dengan menggunakan teknik sampel acak

berlapis, yaitu dari satu populasi distratifikasikan menjadi dua kelompok yaitu

kelompok X IPA dan X IPS yang masing- masing terdiri dari dua kelas yaitu X IPA 1

dan X IPA 2 serta X IPS 1 dan X IPS 2. Dari tiap kelompok diambil secara acak, dan

sampel yang terambil adalah X IPA 1 dan X IPS 1 yang masing-masing kelas terdiri

dari 42 orang siswa.

Gambar 2. Teknik penarikan sampel acak berlapis

X IPA 1 X IPS 1

X IPA 2 X IPS 1 X IPA1 X IPS1

19

3. Teknik Sampling

Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik sampel acak

berlapis, yaitu sampel yang elemen-elemennya dipilih secara acak. Namun, sebelum

hal ini dilakukan, populasinya distratifikasikan terlebih dahulu. Strata berarti lapisan

atau subpopulasi sehingga dalam hal ini populasi dipandang sebagai suatu kesatuan

yang berlapis-lapis. Pembagian populasi atas dasar lapisan sub-subpopulasi atau

strata disebut stratifikasi. (Jean Amorie, 2014:50)

C. Definisi Operasional Variabel

Definisi operasional variabel adalah definisi variabel yang akan dioperasikan dan

dapat diukur secara kuantitatif. Setiap variabel akan dirumuskan dalam bentuk

rumusan tertentu, hal ini berguna untuk membatasi masalah yang dimaksud, dan

memudahkan pengukurannya. Pada penelitian ini menggunakan dua variabel yaitu

variable (x1) sebagai rata-rata hasil belajar matematika kelas X IPA 1 dan variabel

(x2) sebagai rata-rata hasil belajar matematika kelas X IPS 1. Hasil belajar

matematika yang dimaksud adalah kemampuan menguasai pokok bahasan

trigonometri yang telah diperoleh siswa ketika proses belajar mengajar dengan

menggunakan pendekatan problem solving dan hasil belajar ini berbentuk skor

berdasarkan hasil tes belajar matematika siswa.

D. Pengembangan Instrumen Pengumpulan Data

1. Instrumen Pengumpulan Data

Jenis instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes. Tes yang

dimaksud adalah tes tertulis yang digunakan untuk mengukur hasil belajar

matematika siswa pada akhir pembelajaran pada pokok bahasan Trigonometri. Tes

yang digunakan berbentuk uraian atau essay yang terdiri dari 5 butir soal dengan

20

skor keselurahan minimum 0 dan maksimum 100. Skor maksimum pada tiap butir

soal berbeda tergantung pada banyaknya langkah atau tahapan dari pnyelesaian

soal-soal tersebut. Namun skor minimum tiap butir soal sama yaitu 0. Tes yang

digunakan dalam kelas X IPA 1 dengan X IPS 1 sama, dengan skor keselurahan

yang juga sama.

2. Pengembangan Instrumen Pengumpulan Data

Sebelum alat tes diberikan kepada siswa yang dijadikan sampel, alat tes ini diuji

cobakan terlebih dahulu kepada 10 siswa diluar sampel tetapi masih dalam satu

populasi. Hal ini untuk mengetahui tingkat kesahihan (validitas) dan keajegan

(reabilitas) alat tes tersebut.

a. Validitas Tes

Sebuah instrument dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang

diinginkan atau dapat mengukur data dari variable yang diteliti secara tepat.

Untuk mengetahui validitas tes digunakan validitas isi. Menurut Sugiono

(2008:272) bahwa “untuk instrument yang berbentuk tes, maka pengujian

validitas isi dapat dilakukan dengan membandingkan isi instrument dengan

materi pelajaran yang telah diajarkan”. Secara teknis validitas isi dapat dibantu

dengan menggunakan kisi-kisi instrument. Dalam kisi-kisi itu terdapat variable

yang diteliti, indicator sebagai tolak ukur dan nomor butir pertanyaan yang

telah dijabarkan dari indikator.

Selanjutnya untuk menguji validitas butir-butir pertanyaan setelah di uji

cobakan kemudian dianalisis dengan analisis item. Analisis item dilakukan

dengan menghitung korelasi antara skor butir soal instrument dengan skor total.

Rumus korelasi yang dapat digunakan adalah yang dikemukakan oleh Pearson,

yang dikenal dengan rumus korelasi product moment (Arikunto, 2006:170)

sebagai berikut :

21

𝑟𝑋𝑌 =𝑁 ∑ 𝑋𝑌 − (∑ 𝑋)(∑ 𝑌)

√{𝑁 ∑ 𝑋2 − (∑ 𝑋)2{𝑁 ∑ 𝑌2 − (∑𝑌)2}

Dengan :

𝑟𝑋𝑌 = koefisien korelasi

𝑋 = skor butir soal

𝑌 = skor total

𝑁 = banyak subjek

Untuk mengetahui keberartian dari koefisien validitas, digunakan statistik uji t,

seperti yang diungkapkan Sudjana (2002:380) sebagai berikut :

𝑡 =𝑟𝑋𝑌 √𝑁 − 2

√1 − 𝑟𝑋𝑌2

Dengan dk = (n-2), untuk nilai t lebih besar dari t tabel pada taraf signifikan

0,05 (𝑡 ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 > 𝑡 𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙) maka butir soal tersebut dikatakan valid.

b. Realibitas Tes

Realibitas tes menunjuk pada suatu pengertian bahwa suatu instrument dapat

dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrument

tersebut sudah baik. Instrument yang realible akan menghasilkan data yang

dapat dipercaya. Apabila datanya memang benar sesuai dengan kenyataan,

maka berapa kalipun diambil tetap akan sama. Untuk menguji realibitas tes

digunakan rumus Alpha, seperti yang dikemukakan oleh Ridwan (2007:282)

bahwa pengujian dengan teknik Alpha dilakukan untuk jenis data

interval/essay.

𝑟11 = {𝑘

(𝑘 − 1)} {

1 − ∑ 𝑠𝑖2

𝑠𝑡2

}

Dengan :

22

𝑟11 = nilai reliable

𝑘 = jumlah item soal

𝑠𝑖2 = varians item

𝑠𝑡2 = varians total

Runtuk varians item dan varians total adalah :

𝑠𝑖2 =

∑ 𝑋𝑖2

𝑁−

(∑𝑋𝑖)2

(𝑁)2

𝑠𝑡2 =

∑ 𝑋𝑡2

𝑁−

(∑ 𝑋𝑡)2

(𝑁)2

Dimana :

𝑋𝑖 = skor tiap item ke I (I = 1, 2, 3, 4, …, n)

𝑋𝑡 = skor total tiap item

Selanjutnya untuk mengadakan intreprestasi mengenai besarnya koefisien

korelasi adalah sebagai berikut :

Tabel 1. Koefisien Realibiltas

Interval Koefisiean Tingkat Hubungan

0,00 − 0,199 Sangat rendah

0,20 − 0,399 Rendah

0,40 − 0,599 Sedang

0,60 − 0,799 Tinggi

0,80 − 1,00 Sangat tinggi

(Sugiyono, 2009:184)

E. Teknik Pengumpulan Data

Data dari penelitian ini diperoleh dengan menggunakan beberapa teknik, yakni:

23

1. Metode Observasi

Metode observasi yaitu metode yang digunakan untuk memperoleh data sekunder,

seperti jumlah siswa yang dijadikan populasi dan sampel.

2. Metode Tes

Metode tes yaitu metode yang digunakan untuk memperoleh data mengenai hasil

belajar matematika siswa pada pokok bahasan Trigonometri pada kelas X IPA 1

dan X IPS 1 Data ini digunakan untuk menjawab permasalahan dalam penelitian.

F. Teknik Analisis Data

Analisis data penelitian dilakukan untuk menguji kebenaran hipotesis yang diajukan.

Untuk melihat keberartian perbedaan kedua sampel maka digunakan uji-t. Uji-t hanya

dapat digunakan jika data sampel memenuhi dua syarat, yaitu sampel berasal dari

populasi yang berdistribusi normal, dan kedua kelas memiliki varians yang homogen.

Jika tidak memiliki varians yang homogen, uji yang digunakan adalah uji-t’. ketika

sampel berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal, maka statistika yang

digunakan untuk menguji hipotesis adalah uji Whitney atau uji U. Oleh karena itu,

sebelum pengujian hipotesis data hasil belajar siswa, dilakukan pengujian normalitas

dan homogenitas.

1. Uji Normalitas

Pengujian normalitas untuk masing-masing data dilakukan dengan Uji Chi-

Kuadrat dengan hipotesis sebagai berikut. Rumusan hipotesis untuk uji ini adalah :

𝐻0 : sampel berasal dari populasi berdistribusi normal

𝐻1 : sampel berasal dari populasi berdistribusi tidak normal

Persamaan uji :

24

𝑥 2ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = ∑

(𝑓0 − 𝑓ℎ)2

𝑓ℎ

𝑘

𝑖=1

Keterangan:

𝑓0 = frekuensi yang diobservasi

𝑓ℎ = frekuensi yang diharapkan

𝑘 = kelas interval

Dengan kriteria uji : terima 𝐻0 jika 𝑥 2ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 < 𝑥 2

𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 dengan taraf 5%.

(Sugiyono, 2009:172).

2. Uji Homogenitas

Untuk menguji Homogenitas masing-masing pasangan data dilakukan dengan uji

Homogenitas Varians dengan hipotesis sebagai berikut :

𝐻0 : 𝜎 21 = 𝜎 2

2 (kedua sampel memiliki varians yang homogen)

𝐻0 : 𝜎 21 ≠ 𝜎 2

2 (kedua sampel memiliki varians yang tidak homogen)

Keterangan :

𝜎 21 = varians kelas eksperimen

𝜎 22 = varians kelas bebas

Persamaan uji :

𝐹 =𝑉𝑎𝑟𝑖𝑎𝑛𝑠 𝑡𝑒𝑟𝑏𝑒𝑠𝑎𝑟

𝑉𝑎𝑟𝑖𝑎𝑛𝑠 𝑡𝑒𝑟𝑘𝑒𝑐𝑖𝑙

Dengan kriteria uji : tolak 𝐻0 jika 𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 > 𝐹𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 dimana distribusi F yang

digunakan mempunyai dk pembilang = 𝑛1 − 1 dan dk penyebut =𝑛2 − 1, terima

𝐻0 selainnya. (Riduwan, 2007:120)

25

3. Uji Hipotesis Penelitian

Jika data terdistribusi normal dan kelompok data tidak mempunyai varians yang

homogen, maka uji yang digunakan adalah uji-t’, dengan hipotesis :

a. Uji-t Dua Pihak

Uji dua pihak digunakan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan antara

rata-rata hasil belajar matematika siswa pada pokok bahasan trigonometri

melalui pendekatan problem solving kelas X IPA 1 dengan rata-rata hasil

belajar matematika pada pokok bahasan trigonometri melalui pendekatan

problem solving X IPS 1.

𝐻0 : 𝜇1 = 𝜇2 (tidak ada perbedaan rata-rata hasil belajar kelas X IPA 1

dengan rata-rata hasil belajar kelas X IPS 1)

𝐻0 : 𝜇1 ≠ 𝜇2 (ada perbedaan rata-rata hasil belajar kelas X IPA 1 dengan

rata-rata hasil belajar kelas X IPS 1)

Statistik uji :

𝑡′ =𝑥1̅̅̅ − 𝑥2̅̅ ̅

𝑠√1𝑛1

+1𝑛2

Dengan :

𝑠 =(𝑛1 − 1)𝑠1

2 + (𝑛2 − 1)𝑠22

𝑛1 + 𝑛2 − 2

Keterangan :

𝑥1̅̅ ̅= rata-rata sampel 1

𝑥2̅̅ ̅ = rata-rata sampel 2

𝑠1 = simpangan baku sampel 1

𝑠2 = simpangan baku sampel 2

26

𝑠12 = varians sampel 1

𝑠22 = varians sampel 2

Kriteria uji harga t hitung tersebut, selanjutnya dibandingkan dengan harga t

tabel dengan 𝑑𝑘 = 𝑛1 + 𝑛2 − 2 𝑑𝑎𝑛 𝑡𝑎𝑟𝑎𝑓 𝑠𝑖𝑔𝑛𝑖𝑓𝑖𝑘𝑎𝑛 = 5%. Jika

𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 ≤ 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑟𝑡𝑖 𝑡𝑒𝑟𝑖𝑚𝑎 𝐻0 dan sebaliknya. (Sudjana 2002:239)

b. Uji-t Satu Pihak

Uji satu pihak digunakan untuk mengetahui apakah rata-rata hasil belajar

matematika siswa pada pokok bahasan trigonometri melalui pendekatan

problem solving kelas X IPA 1 lebih baik dari kelas X IPS 1. Jika terdapat

perbedaan yang signifikan antara hasil belajar kelas X IPA 1 dengan X IPS 1

walau sudah menggunakan pendekatan dan pada pokok bahasan yang sama,

maka berarti ada permasalahan lain yang perlu dicari tahu guna meningkatkan

hasil belajar siswa.

𝐻0 : 𝜇1 ≤ 𝜇2 (rata-rata hasil belajar kelas X IPA 1 kurang dari sama dengan

rata-rata hasil belajar kelas X IPS 1)

𝐻0 : 𝜇1 > 𝜇2 (rata-rata hasil belajar kelas X IPA 1 lebih besar daripada rata-

rata hasil belajar kelas X IPS 1)

Statistik uji :

𝑡′ =𝑥1̅̅̅ − 𝑥2̅̅ ̅

√𝑠1

2

𝑛1+

𝑠22

𝑛2− 2𝑟 (

𝑠1

√𝑛1

) (𝑠2

√𝑛2

)

Dimana :

27

𝑠 =(𝑛1 − 1)𝑠1

2 + (𝑛2 − 1)𝑠22

𝑛1 + 𝑛2 − 2

Kriteria uji harga t hitung tersebut, selanjutnya dibandingkan dengan harga t

tabel dengan 𝑑𝑘 = 𝑛1 + 𝑛2 − 2 𝑑𝑎𝑛 𝑡𝑎𝑟𝑎𝑓 𝑠𝑖𝑔𝑛𝑖𝑓𝑖𝑘𝑎𝑛 = 5%. Jika

𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 ≤ 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑟𝑡𝑖 𝑡𝑒𝑟𝑖𝑚𝑎 𝐻0 dan sebaliknya. (Sugiono, 2009:197)

4. Uji Proporsi

Untuk mengetahui perbandingan besar presentase ketuntasan hasil belajar siswa,

dilakukan uji beda proporsi dengan rumusan hipotesis sebagai berikut :

𝐻0 : 𝜋𝐴 ≤ 𝜋𝐵 (ketuntasan hasil belajar kelas X IPA 1 kurang dari sama dengan

kelas X IPS 1)

𝐻0 : 𝜋𝐴 > 𝜋𝐵 (ketuntasan hasil belajar kelas X IPA 1 lebih dari kelas X IPS 1)

Statistik uji :

𝑍ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 =𝑥𝐴|𝑛𝐴 − 𝑥𝐵|𝑛𝐵

√𝑝𝑞 {(1

𝑛𝐴) + (

1𝑛𝐵

)}

Dengan :

𝑝 =𝑥𝐴 + 𝑥𝐵

𝑛𝐴 + 𝑛𝐵

, 𝑞 = 1 − 𝑝

Keterangan :

𝑥𝐴 = banyaknya siswa yang tuntas belajar dengan pemberian feedback

𝑥𝐵 = banyaknya siswa yang tuntas belajar dengan pemberian feedback

28

𝑛𝐴 = banyaknya sampel kelas eksperimen

𝑛𝐵 = banyaknya sampel kelas bebas

𝑁 = banyaknya populasi

Kriteria uji : tolak 𝐻0 jika 𝑧ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 > 𝑧𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 dengan taraf nyata 5%. (Sudjana,

2005:248)

29

DAFTAR PUSTAKA

Amorie, Jean. 2014. Metodologi Penelitian. STKIP Muhammadiyah Pringsewu

Lampung.

Suprijono, Agus. 2011. Cooperative Learning Teori & Aplikasi Paikem. Yogyakarta :

Pustaka pelajar.

Slameto. 2010. Belajar dan faktor-faktor yang mempengaruhi. Jakarta : Rineka Cipta.

Sugiono. 2008. Statistika Untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta

Suharsimi, Arikunto. 2006. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bumi

Aksara

Sudjana. 2002. Metode Statistika. Bandung : Trasito

----------- 2005. Metode Statistika. Bandung : Trasito

Riduwan. 2007. Belajar Mudah Penelitian untuk Guru dan Karyawan dan Peneliti

Muda. Bandung : Alfabeta

Sanjaya, Wina. 2009. Stategi Pembelajaran Berorientas Sandar Prosespendidikan.

Jakarta : Kencana Predana Media Group

Sagala, Syaiful. 2010. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung : Alfabeta

http://psbfisika.blogspot.com/2012/02/metode-pemecahan-masalah-problem.html