sudden deafness meimmmmmmmmm
DESCRIPTION
nvhTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Tuli mendadak (sudden deafness) adalah tuli yang terjadi secara tiba-tiba.
Jenis ketuliannya adalah sensorineural, dan penyebabnya tidak dapat langsung
diketahui, biasanya terjadi pada satu telinga. Beberapa ahli mendefinisikan tuli
mendadak sebagai penurunan pendengaran sensorineural 30 dB atau lebih, paling
sedikit tiga frekuensi berturut-turut pada pemeriksaan audiometri dan berlangsung
dalam waktu kurang dari 3 hari. Pada tuli mendadak kerusakan terutama pada
koklea, biasanya bersifat permanen dan dapat disertai tinitus dan vertigo.
Tuli mendadak dapat disebabkan oleh berbagai hal, antara lain iskemia
koklea, infeksi virus, trauma kepala, trauma bising yang keras, perubahan tekanan
atmosfir, autoimun, obat toksik, penyakit Meniere dan neuroma akustik. Angka
kejadian tuli mendadak di Amerika sebesar 5-20 kasus per 100.000 orang per
tahun dengan 15.000 kasus baru setiap tahunnya. Hal ini terjadi paling sering pada
kelompok usia 30-60 tahun dengan angka kejadian pada pria dan wanita
sama. Gangguan pendengaran mendadak ini berkembang dalam beberapa jam.
Tuli mendadak merupakan keadaan emergensi pada bagian Telinga
Hidung Tenggorok. Oleh karena itu perlu mendapat perhatian dan dapat
secepatnya didiagnosa karena penting untuk mencegah ketulian yang berat dan
bersifat permanen pada pasien.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI
2.1.1 ANATOMI TELINGA
Telinga dibagi menjadi telinga luar, telinga tengah dan telinga
dalam.
Telinga Luar
Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai
membran timpani. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit.
Liang telinga berbentuk huruf S, dengan rangka tulang rawan pada
sepertiga bagian luar, sedangkan dua pertiga bagian dalam rangkanya
terdiri dari tulang.
Pada sepertiga bagian luar kulit liang telinga terdapat banyak
kelenjar serumen (kelenjar keringat) dan rambut. Kelenjar keringat
terdapat pada seluruh kulit liang telinga. Pada dua pertiga bagian dalam
hanya sedikit dijumpai kelenjar serumen.
Telinga Tengah
Telinga tengah berbentuk kubus dengan:
- Batas luar : membran timpani
- Batas depan : tuba Eustachius
- Batas bawah : vena jugularis (bulbus jugularis)
- Batas belakang : aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis
- Batas atas : tegmen timpani (meningen/otak)
- Batas dalam : berturut-turut dari atas ke bawah yaitu kanalis semi
sirkularis horizontal, kanalis fasialis, tingkap
lonjong (oval window), tingkap bundar (round
window) dan promontorium
2
Membran timpani memiliki 2 bagian, yaitu bagian atas disebut pars
flaksida (membran Shrapnell), sedangkan bagian bawah disebut pars tensa
(membran propria). Membran timpani juga dibagi dalam 4 kuadran, yaitu
bagian atas-depan, atas-belakang, bawah-depan, serta bawah-belakang.
Di dalam telinga tengah terdapat tulang-tulang pendengaran yang
tersusun dar luar ke dalam, yaitu maleus, inkus, dan stapes. Tulang
pendengaran di dalam telinga tengah saling berhubungan. Prosesus longus
maleus melekat pada membran timpani, maleus melekat pada inkus, dan
inkus melekat pada stapes. Stapes terletak pada tingkap lonjong yang
berhubungan dengan koklea. Tuba Eustachius juga termasuk ke dalam
telinga tengah yang menghubungkan nasofaring dengan telinga tengah.
Telinga Dalam
Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua
setengah lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis
semisirkularis. Ujung atau puncak koklea disebut helikotrema,
menghubungkan perilimfa skala timpani dengan skala vestibuli. Terdapat
skala media di antara skala timpani dan skala vestibuli.
Skala vestibuli dan skala timpani berisi perilimfa, sedangkan skala
media berisi endolimfa. Hal ini penting untuk pendengaran. Dasar skala
vestibuli disebut sebagai membran vestibule (Reissner’s membrane),
sedangkan dasar skala media adalah membran basalis. Pada membran ini
terletak organ Corti.
2.1.2 FISIOLOGI PENDENGARAN1
Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh
daun telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau
tulang ke koklea. Getaran tersebut menggetarkan membran timpani
diteruskan ke telinga tengah melalui rangkaian tulang pendengaran yang
akan mengamplifikasi getaran. Energi getar yang telah diamplifikasi ini
akan diteruskan ke stapes yang menggerakkan tingkap lonjong sehingga
3
perilimfa pada skala vestibuli bergerak. Getaran diteruskan melalui
membrane Reissner yang mendorong endolimfa, sehingga akan
menimbulkan gerak relatif antara membran basilaris dan membran
tektoria. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut
sehingga melepaskan neurotransmitter ke dalam sinapsis yang akan
menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius lalu dilanjutkan ke
nucleus auditorius sampai ke korteks pendengaran (area 39-40) di lobus
temporalis.
2.2 TULI MENDADAK
2.2.1 Definisi
Tuli mendadak (sudden deafness) adalah penurunan pendengaran
sensorineural 30 dB atau lebih, paling sedikit tiga frekuensi berturut-turut
pada pemeriksaan audiometri dan berlangsung dalam waktu kurang dari 3
hari. Oleh karena kerusakannya terutama di koklea dan biasanya bersifat
permanen, kelainan ini dimasukkan ke dalam keadaan darurat neurotologi.
2.2.2 Etiologi
Tuli mendadak dapat disebabkan oleh berbagai hal, antara lain oleh
iskemia koklea, infeksi virus, trauma kepala, trauma bising yang keras,
perubahan tekanan atmosfir, autoimun, obat ototoksik, penyakit Meniere
dan neuroma akustik. Iskemia koklea dan infeksi virus lebih sering
dianggap sebagai penyebab dari tuli mendadak.
Iskemia koklea merupakan penyebab utama tuli mendadak.
Keadaan ini dapat disebabkan oleh karena spasme, trombosis atau
perdarahan arteri auditiva interna. Pembuluh darah ini merupakan arteri
ujung (end artery), sehingga bila terjadi gangguan pada pembuluh darah
ini koklea sangat mudah mengalami kerusakan. Iskemia mengakibatkan
degenerasi luas pada sel-sel ganglion stria vaskularis dan ligamen spiralis.
Kemudian diikuti oleh pembentukan jaringan ikat dan penulangan.
Kerusakan sel-sel rambut tidak luas dan membran basal jarang terkena.
4
Beberapa jenis virus, seperti virus parotis, virus campak, virus influenza B
dan mononukleosis menyebabkan kerusakan pada organ korti, membran
tektoria dan selubung myelin saraf akustik. Ketulian yang terjadi biasanya
berat, terutama pada frekuensi sedang dan tinggi.
2.2.3 Epidemiologi
Setiap tahunnya diseluruh dunia dilaporkan angka kejadian tuli
mendadak sekitar 15.000 kasus dengan 4000 orang terjadi di Amerika
Serikat. Satu dari setiap 10.000 sampai 15.000 orang akan menderita dari
kondisi ini, dengan insiden tertinggi terjadi antara 50 dan 60 tahun. Insiden
terendah adalah antara 20 dan 30 tahun. Dari pasien yang menderita tuli
mendadak, 2% adalah gangguan bilateral. Angka kejadian hampir sama
pada laki-laki dan wanita.
2.2.4 Gejala
Timbulnya tuli pada iskemia koklea dapat bersifat mendadak atau
menahun secara tidak jelas. Kadang-kadang bersifat sementara atau
berulang dalam serangan, tetapi biasanya menetap. Tuli yang bersifat
sementara biasanya tidak berat dan tidak berlangsung lama, Perubahan
yang menetap akan terjadi secara cepat. Tuli dapat unilateral atau bilateral,
penderita mengeluh pendengarannya tiba-tiba berkurang pada satu atau
kedua telinga yang sebelumnya dianggap normal. Biasanya keadaan ini
disadari penderita ketika bangun tidur pagi hari ataupun setelah bekerja.
Umumnya penderita dapat mengatakan dengan pasti saat mulai timbulnya
ketulian. Ketulian dapat mengenai semua frekuensi pendengaran, tetapi
yang sering pada frekuensi tinggi. Tuli mendadak biasanya disertai dengan
tinitus (91%), vertigo (42,9%), rasa penuh pada telinga yang sakit
(40,7%), otalgia (6,3%), parestesia (3,5 %), tuli saraf sebelumnya (9,2%),
tinitus sebelumnya (4,2%), dan gangguan vestibuler sebelumnya (5%).
Pada infeksi virus, timbulnya tuli mendadak biasanya pada satu
telinga, dapat disertai dengan tinnitus dan vertigo. Kemungkinan ada
5
gejala dan tanda penyakit virus seperti parotis, varisela, variola, atau pada
anamnesis baru sembuh dari penyakit virus tersebut. Pada pemeriksaan
klinis tidak terdapat kelainan telinga.
2.2.5 Patofisiologi
Terdapat 4 teori yang diyakini sebagai patofisiologi kehilangan
pendengaran secara mendadak, yaitu infeksi virus pada labirin, kelainan
vaskular, ruptur membran intrakoklea, dan reaksi imun pada infeksi
telinga tengah.
1. Virus
Bukti-bukti menunjukkan keterlibatan infeksi virus sebagai salah
satu penyebab gangguan pendengaran mendadak. Studi pasien dengan tuli
mendadak menunjukkan prevalensi moderat dari penyakit jenis virus baru-
baru ini. Terkadang, bukti sero konversi virus terbaru atau histopatologi
telinga bagian dalam yang konsisten dengan infeksi virus dapat dibuktikan
hadir. Suatu studi non kontrol melaporkan bahwa 17-33% dari pasien
mengidap penyakit virus baru-baru ini dan 25% dari pasien tanpa keluhan
kehilangan pendengaran yang mengunjungi klinik THT pernah mengalami
penyakit yang dikarenakan virus dalam waktu satu bulan terakhir.
Perbandingan pasien mengalami tuli mendadak dengan pasien
kontrol telah menghasilkan beberapa bukti sero konversi virus. Tingkat
sero konversi untuk keluarga herpesvirus secara signifikan lebih tinggi
pada populasi pasien dengan gangguan pendengaran mendadak. Studi
histopatologi tulang temporal pasien yang mengalami tuli mendadak
ditemukan kerusakan pada koklea konsisten dengan cedera virus.
Kehilangan sel-sel rambut dan sel pendukung, atrofi membran tektorial,
atrofi stria vaskularis, dan kehilangan neuron yang diamati. Pola-pola ini
mirip dengan temuan dalam kasus-kasus gangguan pendengaran yang di
dokumentasikan pada penyakit gondok, campak, dan rubella. Infeksi virus
gondok memberikan model terbaik bagi gangguan pendengaran
sensorineural disebabkan viral. Dalam suatu studi tuli mendadak, infeksi
6
gondok telah didokumentasikan dalam 9 dari 130 pasien dengan
imunoglobulin M (IgM) antibodi gondok yang positif.
2. Kelainan vaskular
Koklea adalah organ akhir dalam penyuplaian darah, tanpa
pembuluh darah kolateral. Fungsi koklea sensitif terhadap perubahan
suplai darah. Gangguan vaskular dari koklea akibat trombosis, embolus,
aliran darah berkurang, atau vasospasme tampaknya merupakan etiologi
kemungkinan untuk tuli mendadak. Penurunan oksigenasi dari koklea
merupakan konsekuensi kemungkinan perubahan dalam aliran darah
koklea. Perubahan dalam tekanan oksigen perilimfa telah diukur dalam hal
merespon perubahan dalam tekanan darah sistemik atau tekanan parsial
karbon dioksida intravaskuler (pCO2).
Bukti histologis kerusakan koklea berikut oklusi pembuluh labirin
didokumentasikan dalam penelitian tulang temporal pada hewan dan
manusia. Perdarahan intrakoklear tercatat sebagai fase awal, lalu
berkembang menjadi fibrosis dan pengerasan koklea.
Dalam sebuah studi, ditemukan tumpang tindih antara faktor risiko
koroner klasik dan faktor risiko kehilangan pendengaran mendadak.
Hiperkolesterolemia dan hipoalphalipoproteinemia (rendah kadar
kolesterol HDL) tidak ditemukan menjadi faktor risiko jelas utama
gangguan pendengaran mendadak, sedangkan polimorfisme C807T GPIA,
kadar fibrinogen tinggi, dan merokok dihubungkan dengan peningkatan
risiko untuk tuli mendadak. Secara keseluruhan temuan ini menyatakan
keterlibatan vaskuler dalam patogenesis tuli mendadak. Ini mungkin
memiliki implikasi penting bagi pengembangan strategi terapi dan
pencegahan untuk tuli mendadak.
3. Ruptur membran intrakoklear
Selaput tipis memisahkan telinga bagian dalam dari telinga tengah,
dan dalam koklea, membran halus memisahkan ruang perilimfa dan
endolimfa. Pecahnya salah satu atau kedua set membran secara teoritis
dapat menghasilkan gangguan pendengaran sensori. Sebuah kebocoran
7
cairan perilimfa ke telinga tengah melalui tingkap bundar atau oval
window telah dipostulatkan untuk menghasilkan gangguan pendengaran
dengan menciptakan keadaan hidrops endolymphatic relatif atau dengan
memproduksi kerusakan membran intracochlear. Pecah ketuban
intrakoklear akan memungkinkan pencampuran perilymph dan
endolymph, efektif mengubah potensi endokoklear. Teori ketuban pecah
intrakoklear disukai oleh Simmons dan Goodhill, dan bukti histologis telah
didokumentasikan oleh Gussen.
4. Penyakit telinga tengah dimediasi imun
Gangguan pendengaran sensorineural yang disebabkan oleh proses
imun telah diperkenalkan pada tahun 1979. Kehilangan sensorineural yang
progressif diamati dengan kondisi ini. Kehilangan pendengaran terjadi
pada penyakit telinga dimediasi imun belum jelas, tetapi kegiatan imun di
koklea didukung oleh bukti yang besar. Hubungan gangguan pendengaran
pada sindrom Cogan, lupus eritematosus sistemik, dan gangguan autoimun
rheumatologic telah didokumentasikan dengan baik. Dengan marker yang
lebih baik untuk autoimmunitas telinga bagian dalam, hubungan yang
lebih besar dengan tuli mendadak mungkin akan ditemukan. Sebuah
penelitian prospektif terbaru pada 51 pasien dengan tuli mendadak
didukung adanya gangguan dimediasi imun beberapa pada pasien ini.
2.2.6 Diagnosis
Diagnosis tuli mendadak ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan THT, audiologi, laboratorium serta pemeriksaan
penunjang lain. Anamnesis yang teliti mengenai proses terjadinya ketulian,
gejala yang menyertai serta faktor predisposisi penting untuk mengarahkan
diagnosis. Pemeriksaan fisik termasuk tekanan darah sangat diperlukan.
Pada pemeriksaan otoskopi tidak dijumpai kelainan pada telinga yang
sakit.
Pada pemeriksaan audiologi didapatkan:
1. Tes penala: Rinne positif, Weber lateralisasi ke telinga yang sehat,
Schwabach memendek. Kesan tuli sensorineural.
8
2. Audiometri nada murni: tuli sensorineural ringan sampai berat.
a. Tes SISI (short increment sensitivity index)
i. Skor: 100% atau kurang dari 70%
ii. Kesan: dapat ditemukan rekrutmen
b. Tes tone decay atau refleks kelelahan negatif.
Kesan: bukan tuli retrokoklea
3. Audiometri tutur
Speech discrimination score kurang dari 100%
Kesan: tuli sensorineural
4. Audiometri impedans
Timpanogram tipe A (normal) refleks stapedius ipsilateral negatif atau
positif, sedangkan kontralateral positif.
Kesan: tuli sensorineural koklea
5. BERA (pada anak) menunjukkan tuli sensorineural ringan sampai
berat. Pemeriksaan ENG (elektronistagmografi) mungkin terdapat
paresis kanal. Pemeriksaan CT scan dan MRI dengan kontras
diperlukan untuk menyingkirkan diagnosis seperti neuroma akustik
dan malformasi tulang temporal. Bila diduga kemungkinan adanya
neuroma akustik, pasien dikonsulkan ke bagian saraf. Pemeriksaan
arteriografi diperlukan untuk kasus yang diduga trombosis.
Pemeriksaan laboratorium dapat digunakan untuk memeriksa
kemungkinan infeksi virus, bakteri, hiperlipidemia, hiperfibrinogen,
hipotiroid, penyakit autoimun dan faal hemostasis. Untuk mengetahui ada
tidaknya hiperkoagulasi pada pasien tuli mendadak dapat dilakukan
pemeriksaan faal hemostasis dan tes penyaring pembekuan darah.
Penderita perlu dikonsulkan ke sub-bagian hematologi penyakit dalam dan
bagian kardiologi untuk mengetahui adanya kelainan darah dan hal-hal
yang mengakibatkan penyumbatan pembuluh darah.
2.2.7 Penatalaksanaan
9
1. Tirah baring sempurna (total bed rest) istirahat fisik dan mental selama
dua minggu untuk menghilangkan atau mengurangi stres yang besar
pengaruhnya pada kegiatan kegagalan neurovaskular.
2. Vasodilantasia yang cukup kuat misalnya dengan pemberian
Complamin injeksi:
3x1200 mg (4 ampul) selama 3 hari
3x 900 mg (3 ampul) selama 3 hari
3x 600 mg (2 ampul) selama 3 hari
3x 300 mg (1 ampul) selama 3 hari
Vasodilantasia injeksi ini disertai dengan pemberian tablet vasodilator
oral tiap hari.
3. Prednison (kortikosteroid) 4x10 mg (2tablet), tappering off tiap 3 hari
(hati-hati pada pasien Diabetes Melitus)
4. Vitamin C 500 mg 1x1 tablet/hari, vitamin E 1x1 tablet
5. Neurobion (neurotonik) 3x1 tablet/hari
6. Diet rendah garam dan kolestrol
7. Inhalasi oksigen 4x15 menit (2 liter / menit)
8. Obat antivirus sesuai virus penyebab
9. Hiperbarik oksigen terapi
Pada pasien diabetes melitus perlu diperhatikan, sebaiknya
diberikan kortikosteroid injeksi dan bila perlu dilakukan pemeriksaan gula
darah secara rutin setiap hari.
Terapi oksigen bertekanan tinggi dengan teknik pemberian oksigen
hiperbarik adalah dengan memasukkan pasien ke suatu ruangan yang
bertekanan 2 ATA.
Evaluasi fungsi pendengaran dilakukan setiap minggu selama satu
bulan. Kallinen et al mendefinisikan perbaikan pendengaran pada tuli
mendadak adalah sebagai berikut:
1. Sangat baik, apabila perbaikan lebih dari 30 dB pada 5 frekuensi
10
2. Sembuh, apabila perbaikan ambang pendengaran kurang dari 30 dB
pada frekuensi 250Hz, 500Hz, 1000 Hz, 2000 Hz dan dibawah 25 dB
pada frekuensi 4000 Hz.
3. Baik, apabila rerata perbaikan 10-30 dB pada 5 frekuensi.
4. Tidak ada perbaikan, apabila terdapat perbaikan kurang dari 10 dB
pada lima frekuensi.
Untuk memperbaiki pendengaran yang telah berkurang atau dapat
pula diartikan mengembalikan fungsi telinga sebagai alat pendengaran,
maka dapat dilakukan rehabilitasi. Rehabilitasi memang agak sukar dan
memerlukan waktu yang lama dan biaya banyak.
Bentuk kekurangan pendengaran sensorineural dapat menjadikan
tuli sama sekali. Pada kekurangan pendengaran sensori neural perlu
dibedakan anak lahir tuli atau tuli sebelum dapat bicara dan tuli setelah
dapat bicara. Kedua-duanya perlu belajar membaca suara (speech reading)
dengan melihat gerakan bibir. Penderita dan pembicara harus berhadap-
hadapan; bila bibir tertutup maka penderita tidak akan dapat menerima apa
yang diucapkan.
Pada tuli sebelum dapat berbicara perlu belajar/latihan mendengar
(auditory training). Bila gangguan pendengaran tidak sembuh dengan
pengobatan di atas, dapat dipertimbangkan pemasangan alat bantu dengar
(hearing aid) agar sisa-sisa pendengarannya dapat digunakan. Alat bantu
dengar itu prinsipnya akan menaikkan intensitas (amplitudo) sehingga
suara akan lebih keras sehingga pendidikannya tidak perlu berteriak.
Apabila dengan alat bantu dengar juga masih belum dapat berkomunikasi
secara adekuat perlu dilakukan psikoterapi dengan tujuan agar pasien
dapat menerima keadaan. Pengelolaan pendidikan penderita tuli perlu
ditangani oleh ahli audiologi, speech therapeutist, ahli psikologi dan
pediatri. Karena anak tuli sering wataknya berubah menjadi sering curiga,
lekas marah (emosional). Sedangkan pada kongenital hearing loss, sering
juga ada kelainan organ lain.
11
Rehabilitasi pendengaran agar dengan sisa pendengaran yang ada
dapat digunakan secara maksimal bila memakai alat bantu dengar dan
rehabilitasi suara agar dapat mengendalikan volume, nada, dan intonasi
oleh karena pendengarannya tidak cukup untuk mengontrol hal tersebut.
2.2.8 Prognosis
Pasien tuli mendadak (suddent deafness) dapat sembuh spontan
47%-63%. Prognosis tuli mendadak tergantung pada beberapa faktor, yaitu
kecepatan pemberian obat, respon 2 minggu pengobatan pertama, usia,
derajat tuli saraf, dan adanya faktor-faktor predisposisi.
Pada umumnya makin cepat diberikan pengobatan makin besar
kemungkinan untuk sembuh 56%, bila lebih dari 2 minggu kemungkinan
untuk sembuh menjadi lebih kecil. Penyembuhan dapat sebagian atau
lengkap tapi dapat juga tidak sembuh, hal ini disebabkan faktor konstitusi
pasien seperti pasien yang pernah mendapatkan obat ototoksik dalam
jangka lama, pasien diabetes melitus, pasien dengan kadar lemak darah
yang tinggi, pasien dengan viskositas darah tinggi, dan sebagainya
walaupun pengobatan diberikan pada stadium dini.
Pasien yang cepat mendapat pemberian kortikosteroid dan atau
vasodilator mempunyai angka kesembuhan yang lebih tinggi, demikian
pula dengan kombinasi pemberian steroid dengan heparinisasi dan
karbogen serta steroid dengan obat fibrinolisis.
Usia muda mempunyai angka perbaikan yang lebih besar
dibandingkan usia tua, tuli sensorineural berat dan sangat berat
mempunyai prognosis lebih buruk dibandingkan dengan tuli sensorineural
nada rendah dan menengah. Tinitus adalah gejala yang paling sering
menyertai dan paling mengganggu di samping vertigo dan perasaan telinga
penuh. Gejala vertigo dan perasaan telinga penuh mudah hilang
dibandingkan dengan gejala tinnitus. Pasien dengan vertigo memiliki
prognosis yang lebih buruk.
12
BAB III
DISKUSI KASUS
1. Mengapa disebut tuli mendadak?
Penyakit ini disebut tuli saraf mendadak karena bersifat sensorineural dan
terjadi secara tiba-tiba, dimana penurunan fungsi pendengaran terjadi secara
progresif dalam waktu 3 hari atau kurang.
2. Apa yang menjadi penyebabnya?
Tuli mendadak dapat disebabkan oleh berbagai hal, antara lain adalah
virus, vaskular, ruptur membran intrakoklea dan penyakit autoimun pada
telinga dalam.
- Etiologi virus
Ketulian mendadak yang bersifat sensorineural ditemukan pada
kasus-kasus penyakit parotitis, campak, rubella, dan influenza yang
disebabkan oleh infeksi adenovirus dan cytomegalovirus (CMV).
Pemeriksaan serologis terhadap pasien dengan ketulian sensorineural
idiopatik menunjukkan adanya peningkatan titer antibodi terhadap
sejumlah virus. Antara 25-30% pasien dilaporkan dengan riwayat infeksi
saluran nafas atas dengan kurang satu bulan onset kehilangan
pendengaran. Pemeriksaan histopatologi tulang temporal pasien yang
mengalami ketulian mendadak menunjukkan adanya atrofi organ corti,
atrofi stria vaskularis dan membran tektorial serta hilangnya sel rambut
dan sel penyokong dari koklea.
- Etiologi vaskular
Pembuluh darah koklea merupakan arteri ujung (end artery),
sehingga bila terjadi gangguan pada pembuluh darah ini koklea sangat
mudah mengalami kerusakan, sehingga terjadi iskemik seperti emboli,
trombosis, vasospasme, dan hiperkoagulasi atau viskositas yang
meningkat. Iskemia mengakibatkan degenerasi luas pada sel-sel ganglion
13
stria vaskularis dan ligamentum spiralis. Kemudian diikuti oleh
pembentukan jaringan ikat dan penulangan.
- Ruptur membran labirin
Ruptur membran labirin berpotensial menyebabkan kehilangan
pendengaran sensorineural yang tiba-tiba, membran basalis dan membran
Reissner merupakan selaput tipis yang membatasi endolimfe dan
perilimfe. Ruptur salah satu dari membran atau keduanya dapat
menyebabkan ketulian mendadak. Hal ini disebabkan bercampurnya cairan
dari endolimfe pada skala media dan perilimfe tingkap lonjong dan
tingkap bulat yang efektif mengubah potensial endokoklear.
- Penyakit autoimun pada telinga dalam
Ketulian sensorineural yang disebabkan oleh proses autoimun
telinga dalam masih belum jelas, tapi aktivitas imunologis koklea
menunjukkan fakta yang tinggi.
3. Bagaimana protokol penatalaksanaannya?
Penatalaksanaan tuli mendadak antara lain sebagai berikut:
- Tirah baring
Istirahat fisik dan mental selama dua minggu untuk menghilangkan
atau mengurangi stress yang besar pengaruhnya pada keadaan kegagalan
neurovaskuler.
- Vasodilator
Secara teoritis, vasodilator dapat memperbaiki suplai darah ke
koklea, mencegah terjadinya hipoksia. Papaverin, histamin, asam
nikotinat, prokain, niasin, dan karbogen digunakan untuk memperbaiki
aliran darah koklea. Inhalasi karbogen (5% karbondioksida) menunjukkan
adanya peningkatan tekanan oksigen perilimfatis.
- Obat Rheologis
Agen-agen rheologis mengubah viskositas darah dengan
menggunakan dekstran dengan berat molekul yang rendah, pentoksifilin,
atau anti koagulan (heparin, warfarin) untuk memperbaiki aliran darah dan
14
oksigenasi. Dekstran dapat menyebabkan terjadinya hemodilusi
hipervolemik dan mempengaruhi faktor VII, yang keduanya dapat
meningkatkan aliran darah. Pentoksifilin dapat menyebabkan terjadinya
deformitas platelet sedangkan antikoagulan memberikan efek balik
terhadap terjadinya koagulan untuk mencegah terjadinya trombi dan
emboli.
- Obat antiinflamasi
Kortikosteroid merupakan obat antiinflamasi yang digunakan
untuk mengobati ketulian sensorineural mendadak idiopatik. Mekanisme
kerjanya terhadap ketulian mendadak belum diketahui dengan pasti,
meskipun terjadi reduksi inflamasi koklea dan saraf auditorius setelah
pemberian obat ini.
- Obat antivirus
Asiklovir dan amantadin dibatasi penggunaannya pada pengobatan
ketulian sensorineural mendadak idiopatik, hanya pada etiologi virus.
Famsiklovir dan valasiklovir merupakan obat terbaru, yang memiliki
struktur dan cara kerja yang serupa dengan asiklovir dan belum dilaporkan
penggunaannya pada ketulian yang mendadak.
- Diuretik
Pada beberapa episode ketulian sensorineural idiopatik yang
merupakan sekunder dari hydrops endolimfatik koklea, diuretik biasa
digunakan sebagai pengobatan, seperti pada penyakit Meniere, mekanisme
kerja diuretik pada ketulian mendadak belum dipahami dengan jelas.
- Oksigen hiperbarik
Terapi oksigen hiperbarik menggunakan 100% oksigen dengan
tekanan 250 kPA selama 60 menit dalam ruangan tertutup. Oksigen
hiperbarik dengan kombinasi glukokortikoid dosis tinggi dapat
meningkatkan hasil terapi, dan hasil terbaik dicapai jika perawatan dimulai
sedini mungkin.
15
- Bedah
Tindakan bedah untuk memperbaiki fistula perilimfatis dilakukan
pada kasus ketulian sensorineural mendadak idiopatik yang berkaitan
dengan tes fistula positif atau terdapat riwayat trauma atau barotrauma.
Kekurangan perilimfatis dapat menyebabkan ketulian mendadak berkaitan
dengan teori terjadinya ruptur membran intrakoklearis. Alternatif lain,
tekanan perilimfatis yang rendah dapat menghasilkan hidrops endolimfatis
koklear. Tindakan pembedahan dalam memperbaiki fistula perilimfatis ini
menimbulkan kontroversi.
16
DAFTAR PUSTAKA
Djaafar Zainul A, Helmi, Restuti, Ratna D. Kelainan telinga tengah. Dalam: Soepardi EA, Iskandar Nurbaiti, Bashiruddin Jenny, et al. 2008. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala dan leher. Edisi 6. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; Halaman 46
Muller C. 2001. Sudden Sensorineural hearing loss. Grand Rounds Presentation, UTMB, Dept of Otolaryngology(Diakses dari: http://www.utmb.edu/otoref/grnds/SuddenHearingLoss-010613/SSNHL.htm pada tanggal 2 desember 2012)
Neeraj NM. 2011. Sudden deafness. (Diakses dari: http://emedicine.medscape.com/article/856313-overview pada tanggal 2 Desember 2012)
Derinsu U, Terlemez S, Akdaş F. 2006. Idiopathic Sudden Sensorineural Hearing Loss. Marmara Üniversitesi Tıp Fakültesi, Odyoloji Bilim Dalı, İstanbul, Türkiye
Matthew R. O’Malley, MD, David S. Haynes, MD. 2001. Sudden Hearing Loss. (Diakses dari: http://suddendeafness.files.wordpress.com/2010/01/matthew-sudden-hearing-loss.pdf pada tanggal 3 Desember 2012)
Steven DR. 2005. Idiopathic Sudden Sensorineural Hearing Loss. Diakses dari: http://otosurgery.org/2008_NEJM_RAUCH_SSNHL.pdf pada tanggal 3 Desember 2012)
17