survei potensi sumber benih tengkawang survey of ... info 5 december 2011.pdf · disional oleh...

2
For more information, please contact : Dr. Ir. Rufi’ie, M.Sc ([email protected]) Dipterocarps Research Center (Direc) Dr. Rizki Maharani, S.Hut, M.Sc ([email protected]) Dipterocarps Research Center (Direc) Mr. Polycarpe Masupa-Kambale ([email protected]) International Tropical Timber Organization Untuk informasi lebih lanjut, silakan hubungi : Dr. Ir. Rufi’ie, M.Sc ([email protected]) Balai Besar Penelitian Dipterokarpa (B2PD) Dr. Rizki Maharani, S.Hut, M.Sc ([email protected]) Balai Besar Penelitian Dipterokarpa (B2PD) Mr. Polycarpe Masupa-Kambale ([email protected]) International Tropical Timber Organization Survei Potensi Sumber Benih Tengkawang Malinau, Kalimantan Timur Kawasan hutan desa Setulang, yang disebut Tane’ Olen, merupakan satu kawasan hutan alam yang sengaja dipertahankan keberadaannya oleh masyarakat sebagai kawasan konservasi un- tuk kesejahteraan masyarakat sekarang maupun untuk generasi akan datang. Kawasan hutan ini dipelihara oleh masyarakat Dayak Kenyah yang merupakan suku asli Malinau. Hutan seluas 5.300 Ha ini telah ditetapkan sebagai kawasan konservasi berdasarkan ke- sepakatan antara masyarakat setempat dengan pemerintah daerah Malinau. Tane’ Olen merupakan daerah yang sangat subur, diciri- kan oleh banyaknya anak sungai yang mengalir sepanjang kawa- san tersebut yang bermuara sampai ke sungai Setulang. Kawasan seperti ini adalah kawasan yang paling cocok untuk Tengkawang. Hal ini terbukti dengan ditemukannya paling sedikit lima jenis Tengkawang. Dari kelima jenis tersebut terdapat tiga jenis Tengka- wang yang dulunya merupakan primadona yang memberikan kon- tribusi pada peningkatan pendapatan masyarakat setempat. Tiga jenis tengkawang tersebut adalah Tengkawang buah besar (Shorea macrophylla), Tengkawang Burung (Shorea beccariana) dan Teng- kawang biasa (Shorea pinanga). Tidak tersedianya pasar yang berkelanjutan menyebabkan tata niaga Tengkawang terputus, pada sekitar tahun 19701980-an. Berdasarkan hasil survei pendahuluan pada November 2011, telah terjadi pergeseran musim buah Tengkawang yang se- mula diprediksi berbuah optimal sekitar November-Desember 2011, namun anomali cuaca menyebabkan Tengkawang baru mu- lai berbunga dan diprediksi berbuah optimal pada Februari Ma- ret 2012. Hal ini serupa dengan kondisi Tengkawang di Kalbar dan Kalteng. Lebih lanjut, kondisi pohon induk juga mempengaruhi kuantitas dan kualitas buah yang dihasilkan. Untuk itu perlu be- berapa standar penetapan pohon induk Tengkawang. Dalam studi ini, penetapan pohon induk Tengkawang sebagai sumber benih didasarkan pada petunjuk teknis yang telah disepakati. Hal yang diutamakan adalah jarak antar pohon induk minimum 50 m, se- dangkan keunggulan fenotip bukan prioritas. Hal ini berkaitan dengan tujuan pemilihan pohon induk untuk keperluan konservasi sumberdaya genetik, bukan populasi pemuliaan yang menuntut fenotip superior. Akan tetapi pohon dengan kondisi fisik yang se- hat dan berpotensi menghasilkan buah yang cukup, sangat dipri- oritaskan untuk tujuan tersebut di atas. Dari hasil eksplorasi ditemukan bahwa ada tiga jenis Tengkawang yang dominan: Shorea macrophylla (20 pohon induk), diikuti oleh Shorea beccariana (18 pohon induk) dan Shorea pi- nanga (3 pohon induk). Tengkawang merupakan jenis pohon yang hidup bergerombol sehingga banyak alternatif penentuan pohon induk jika jarak tidak menjadi penentu. Jumlah tersebut masih bisa lebih banyak lagi diperoleh mengingat potensi Tengkawang yang demikian besar, akan tetapi kendala topografi kawasan yang agak curam dan posisi Tengkawang di tebing sungai dikhawatirkan akan menyulitkan proses pengunduhan buah/biji. Selain itu lokasi yang kebanyakan mengandalkan pasang surut sungai Setulang juga menjadi pertimbangan. 4 Brief Info No.5, December 2011 Design and Layout Puruwito Handayani and Rivani Akbar 1 Brief Info No.5, December 2011 ITTO Program PD 586/10 Rev. 1 (F) Operational Strategies for Conservation of Tengkawang Genetic Diversity and Sustainable Livelihood of Indigenous People in Kalimantan BRIEF INFO No. 5, December 2011 Forestry Research and Development Agency (FORDA) Ministry of Forestry in corporation with: International Tropical Timber Organization (ITTO) Phone: +62 541 206364 Fax: +62 541 742298 E-mail: [email protected] Studi Tingkat Pemanenan Biji Tengkawang yang Berkelanjutan Study on Sustainable Harvest Level of Tengkawang Seed Gambaran Umum Kalimantan merupakan habitat alami yang cocok bagi be- berapa jenis Tengkawang. Tengkawang dimanfaatkan secara tra- disional oleh masyarakat lokal di 3 propinsi yaitu Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur. Secara komersial, Teng- kawang di Kalimantan Barat dikelola lebih baik daripada propinsi lain di wilayah Kalimantan. Hal ini erat kaitannya dengan pasar yang hingga kini masih tersedia. Sementara itu di Kalimantan Timur khususnya hulu Mahakam (Matalibaq, Muyub, dan Long Bagun) per- nah dilakukan pengelolaan dan terdapat pasar di Samarinda pada tahun 19501960-an. Masyarakat lokal di Kalimantan Barat telah membudidaya- kan Tengkawang pada kawasan Tembawang dan Gupung sejak lama. Selain untuk mendapatkan manfaat dari bijinya, kayunya juga di- manfaatkan sebagai cadangan kayu masyarakat. Hampir semua ka- bupaten di hulu sungai di Kalimantan Barat memiliki potensi Teng- kawang. Sampai dengan tahun 1990-an, Kabupaten Sintang & Sang- gau masih menjadi penghasil utama biji Tengkawang yang diperda- gangkan. Sedangkan untuk saat ini potensi terbesar Tengkawang ada di wilayah hulu sungai Kabupaten Kapuas Hulu (Putussibau) dan Ketapang. Namun pengelolaan secara komersil di Kabupaten Sintang, Sanggau dan Sekadau (kabupaten pemekaran dari Sanggau sekitar pada tahun 2002) masih tetap ada sampai sekarang. Kandidat Lokasi penelitian Terdapat 2 calon lokasi untuk kegiatan ini: 1. Desa Sungai Buaya, Kecamatan Kayan Hilir, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat. Pemilihan lokasi ini didasarkan pada pertimbangan : (i) desa tradisional yang dianggap dapat mewakili potensi Tengka- wang di Kabupaten Sintang; (ii) potensi Tengkawang telah dikel- ola secara tradisional oleh masyarakat lokal; (iii) lokasi potensi Tengkawang cukup bervariasi mulai dari Gupung, Tembawang, hutan alam dan di wilayah perusahaan/HPH; (iv) Akses lebih mu- dah untuk dijangkau; (v) memiliki pola pemasaran yang cukup baik dengan posisi tawar yang cukup menguntungkan bagi masyarakat. 2. Desa Entakai, Kecamatan Kapuas, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat. Pemilihan lokasi ini didasarkan pada pertimbangan : (i) desa tradisional yang dianggap dapat mewakili potensi Tengka- wang di Kabupaten Sanggau & Sekadau (dianggap satu site/ tapak); (ii) potensi Tengkawang dikelola secara tradisional oleh masyarakat lokal; (iii) pengelolaan potensi Tengkawang berupa Gupung & Tembawang relatif masih banyak; (iv) akses lebih mu- dah untuk dijangkau; (v) lokasi strategis karena paling dekat ke akses pabrik di Kalimantan Barat dan pasar Malaysia. Informasi Pendukung (Dialog) 1. Bapak Marsah, mantan Kepala Desa Sungai Buaya, Kecamatan Kayan Hilir, Kabupaten Sintang (pengusaha Tengkawang) Bapak Marsah merupakan salah seorang petani Tengkawang yang sukses. Beliau dapat memanen sekitar 18 ton biji Tengkawang pada musim panen raya tahun 2006. Overview Kalimantan is natural habitat for some species of Tengka- wang. Tengkawang is traditionally utilized by the local people in 3 provinces: West Kalimantan, Central Kalimantan and East Kaliman- tan. Comercially, Tengkawang management in West Kalimantan is better than other provinces in Kalimantan. It is closely related to the availability of Tengkawang markets. In East Kalimantan, especially in upper Mahakam River (Matalibaq, Muyub, and Long Bagun), there were Tengkawang management when markets were available in Samarinda in 1950–1960’s. Local people of West Kalimantan have been cultivating Tengkawang in Tembawang and Gupung areas since long time ago. Not only to get benefit from the seed, but to get timber for their own needs. Almost all of the regencies along the upper river in West Kali- mantan have Tengkawang potential. Until 1990’s, Sintang and Sang- gau Regencies were the major producer of commercial Tengkawang seed. However, this time the biggest Tengkawang potencial is in the upper river of Kapuas Hulu Regency (Putussibau) and Ketapang. The commercial management of Tengkawang in Sintang, Sanggau and Sekadau Regencies (broadened regency of Sanggau in 2002’s) still exist untill now. The Candidate of Research Locations There are 2 candidate locations for this activity : 1. Sungai Buaya village, Kayan Hilir District, Sintang Regency, West Kalimantan. This location has been selected for these considerations: (i) traditional village as the representative of Tengkawang poten- tial in Sintang; (ii) Tengkawang potential has been managed tra- ditionally by the local people; (iii) Tengkawang potential loca- tions are vary, from Gupung, Tembawang, natural forest and for- est concessionaire areas; (iv) good accessibility; (v) it has quite good market pattern that provides good bargain position for com- munity. 2. Entakai village, Kapuas District, Sanggau Regency, West Kaliman- tan. The selection of this location is based on these considerations : (i) traditional village as the representative of Tengkawang potential in Sanggau and Sekadau (considered as one site); (ii) Tengka- wang potential has been managed traditionally by the local peo- ple; (iii) there are many good management of Tengkawang poten- tial, both in Gupung and Tembawang; (iv) good accessibility; (v) strategic location because it’s the nearest access to Tengkawang seed manufacturing in West Kalimantan and also Malaysian mar- ket. Supporting Information (Dialogue) 1. Mr. Marsah, former head of Sungai Buaya village, Kayan Hilir District, Sintang Regency (Tengkawang entrepreneur) Mr. Marsah is one of successful Tengkawang farmer. He alone can harvest for around 18 tons of Tengkawang seeds in mass- harvesting season 2006. Survey of Tengkawang Seed Resource Potential Malinau, East Kalimantan Forest area in Setulang village, called Tane’ Olen, is a natural forest area which its existence is intentionally maintained by local people as conservation area for the prosperity of the community, now and for the next generation. This forest area is kept by Dayak Kenyah tribe people, the origin people of Malinau. 5.300 Ha forest area has been declared as conservation area based on the agreement between local community with local gov- ernment of Malinau. Tane’ Olen is very fertile area, characterized by many small rivers that flow along the area to Setulang river. This kind of area is the most appropriate area for Tengkawang to grow. It is indicated by the presence of five Tengkawang species which three species of them were the famous Tengkawang and gave contribution to the local people income. The three species of Tengkawang are Big Fruited Tengkawang (Shorea macrophylla), Bird Tengkawang (Shorea beccariana) and Common Tengkawang (Shorea pinanga). The unavalability of sustainable market for Tengkawang has caused the interuption of Tengkawang trade system that only last around 1970–1980’s. Based on the survey conducted on November 2011, there was a drift of Tengkawang fruiting season. Former predic- tion showed that the optimum fruiting season would be around November to December 2011, but weather anomaly in those months caused Tengkawang has just started to bloom recently. Therefore, the optimum fruiting season is predicted to be on Feb- ruary to March 2012. The same condition happens in West and Central Kalimantan. Further, mother trees condition influences the quantity and quality of produced fruit. Thus, it will need some standards of determination of Tengkawang mother trees. In this study, determination of Tengkawang mother tree as seed re- source has been based on the approved technical manual. The minimum distance between mother trees should be 50 meters, while phenotype quality is not a priority. This relates to the pur- pose of the determination of mother trees for genetic diversity conservation, it is not breeding population that usually need su- perior phenotype. Nevertheless, good shaped and healthy tree with good potential of bearing enough fruit are given high prior- ity to achieve the intended purpose. From the exploration, it has been found that there are three dominant Tengkawang species: Shorea macrophylla (20 mother trees), Shorea beccariana (18 mother trees) and Shorea pinanga (3 mother trees). Tengkawang lives in group so there are many alternatives to determine mother trees if the distance be- tween them is put aside. That amount of mother trees might be higher for the big potential of Tengkawang. But the steep topog- raphy of the area and the position of Tengkawang trees is in riv- erbank slope, are the obstacles that will cause difficulties in seed harvesting. Besides, it is also become consideration that those locations are mostly influenced by the tidal of Setulang river.

Upload: others

Post on 14-Jan-2020

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Survei Potensi Sumber Benih Tengkawang Survey of ... Info 5 December 2011.pdf · disional oleh masyarakat lokal di 3 propinsi yaitu Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah dan Kalimantan

For more information, please contact : Dr. Ir. Rufi’ie, M.Sc ([email protected])

Dipterocarps Research Center (Direc) Dr. Rizki Maharani, S.Hut, M.Sc ([email protected])

Dipterocarps Research Center (Direc) Mr. Polycarpe Masupa-Kambale ([email protected])

International Tropical Timber Organization

Untuk informasi lebih lanjut, silakan hubungi : Dr. Ir. Rufi’ie, M.Sc ([email protected]) Balai Besar Penelitian Dipterokarpa (B2PD) Dr. Rizki Maharani, S.Hut, M.Sc ([email protected]) Balai Besar Penelitian Dipterokarpa (B2PD) Mr. Polycarpe Masupa-Kambale ([email protected]) International Tropical Timber Organization

Survei Potensi Sumber Benih Tengkawang Malinau, Kalimantan Timur

Kawasan hutan desa Setulang, yang disebut Tane’ Olen, merupakan satu kawasan hutan alam yang sengaja dipertahankan keberadaannya oleh masyarakat sebagai kawasan konservasi un-tuk kesejahteraan masyarakat sekarang maupun untuk generasi akan datang. Kawasan hutan ini dipelihara oleh masyarakat Dayak Kenyah yang merupakan suku asli Malinau. Hutan seluas 5.300 Ha ini telah ditetapkan sebagai kawasan konservasi berdasarkan ke-sepakatan antara masyarakat setempat dengan pemerintah daerah Malinau.

Tane’ Olen merupakan daerah yang sangat subur, diciri-kan oleh banyaknya anak sungai yang mengalir sepanjang kawa-san tersebut yang bermuara sampai ke sungai Setulang. Kawasan seperti ini adalah kawasan yang paling cocok untuk Tengkawang. Hal ini terbukti dengan ditemukannya paling sedikit lima jenis Tengkawang. Dari kelima jenis tersebut terdapat tiga jenis Tengka-wang yang dulunya merupakan primadona yang memberikan kon-tribusi pada peningkatan pendapatan masyarakat setempat. Tiga jenis tengkawang tersebut adalah Tengkawang buah besar (Shorea macrophylla), Tengkawang Burung (Shorea beccariana) dan Teng-kawang biasa (Shorea pinanga). Tidak tersedianya pasar yang berkelanjutan menyebabkan tata niaga Tengkawang terputus, pada sekitar tahun 1970–1980-an.

Berdasarkan hasil survei pendahuluan pada November 2011, telah terjadi pergeseran musim buah Tengkawang yang se-mula diprediksi berbuah optimal sekitar November-Desember 2011, namun anomali cuaca menyebabkan Tengkawang baru mu-lai berbunga dan diprediksi berbuah optimal pada Februari – Ma-ret 2012. Hal ini serupa dengan kondisi Tengkawang di Kalbar dan Kalteng. Lebih lanjut, kondisi pohon induk juga mempengaruhi kuantitas dan kualitas buah yang dihasilkan. Untuk itu perlu be-berapa standar penetapan pohon induk Tengkawang. Dalam studi ini, penetapan pohon induk Tengkawang sebagai sumber benih didasarkan pada petunjuk teknis yang telah disepakati. Hal yang diutamakan adalah jarak antar pohon induk minimum 50 m, se-dangkan keunggulan fenotip bukan prioritas. Hal ini berkaitan dengan tujuan pemilihan pohon induk untuk keperluan konservasi sumberdaya genetik, bukan populasi pemuliaan yang menuntut fenotip superior. Akan tetapi pohon dengan kondisi fisik yang se-hat dan berpotensi menghasilkan buah yang cukup, sangat dipri-oritaskan untuk tujuan tersebut di atas. Dari hasil eksplorasi ditemukan bahwa ada tiga jenis Tengkawang yang dominan: Shorea macrophylla (20 pohon induk), diikuti oleh Shorea beccariana (18 pohon induk) dan Shorea pi-nanga (3 pohon induk). Tengkawang merupakan jenis pohon yang hidup bergerombol sehingga banyak alternatif penentuan pohon induk jika jarak tidak menjadi penentu. Jumlah tersebut masih bisa lebih banyak lagi diperoleh mengingat potensi Tengkawang yang demikian besar, akan tetapi kendala topografi kawasan yang agak curam dan posisi Tengkawang di tebing sungai dikhawatirkan akan menyulitkan proses pengunduhan buah/biji. Selain itu lokasi yang kebanyakan mengandalkan pasang surut sungai Setulang juga menjadi pertimbangan.

4 Brief Info No.5, December 2011

Design and Layout Puruwito Handayani and Rivani Akbar

1 Brief Info No.5, December 2011

ITTO Program PD 586/10 Rev. 1 (F) Operational Strategies for Conservation of Tengkawang Genetic Diversity and Sustainable Livelihood of Indigenous People in Kalimantan

BRIEF INFO No. 5, December 2011

Forestry Research and Development Agency (FORDA) Ministry of Forestry in corporation with:

International Tropical Timber Organization (ITTO)

Phone: +62 541 206364 Fax: +62 541 742298 E-mail: [email protected]

Studi Tingkat Pemanenan Biji Tengkawang yang Berkelanjutan

Study on Sustainable Harvest Level of Tengkawang Seed

Gambaran Umum Kalimantan merupakan habitat alami yang cocok bagi be-

berapa jenis Tengkawang. Tengkawang dimanfaatkan secara tra-disional oleh masyarakat lokal di 3 propinsi yaitu Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur. Secara komersial, Teng-kawang di Kalimantan Barat dikelola lebih baik daripada propinsi lain di wilayah Kalimantan. Hal ini erat kaitannya dengan pasar yang hingga kini masih tersedia. Sementara itu di Kalimantan Timur khususnya hulu Mahakam (Matalibaq, Muyub, dan Long Bagun) per-nah dilakukan pengelolaan dan terdapat pasar di Samarinda pada tahun 1950–1960-an.

Masyarakat lokal di Kalimantan Barat telah membudidaya-kan Tengkawang pada kawasan Tembawang dan Gupung sejak lama. Selain untuk mendapatkan manfaat dari bijinya, kayunya juga di-manfaatkan sebagai cadangan kayu masyarakat. Hampir semua ka-bupaten di hulu sungai di Kalimantan Barat memiliki potensi Teng-kawang. Sampai dengan tahun 1990-an, Kabupaten Sintang & Sang-gau masih menjadi penghasil utama biji Tengkawang yang diperda-gangkan. Sedangkan untuk saat ini potensi terbesar Tengkawang ada di wilayah hulu sungai Kabupaten Kapuas Hulu (Putussibau) dan Ketapang. Namun pengelolaan secara komersil di Kabupaten Sintang, Sanggau dan Sekadau (kabupaten pemekaran dari Sanggau sekitar pada tahun 2002) masih tetap ada sampai sekarang.

Kandidat Lokasi penelitian Terdapat 2 calon lokasi untuk kegiatan ini: 1. Desa Sungai Buaya, Kecamatan Kayan Hilir, Kabupaten Sintang,

Kalimantan Barat. Pemilihan lokasi ini didasarkan pada pertimbangan : (i) desa tradisional yang dianggap dapat mewakili potensi Tengka-wang di Kabupaten Sintang; (ii) potensi Tengkawang telah dikel-ola secara tradisional oleh masyarakat lokal; (iii) lokasi potensi Tengkawang cukup bervariasi mulai dari Gupung, Tembawang, hutan alam dan di wilayah perusahaan/HPH; (iv) Akses lebih mu-dah untuk dijangkau; (v) memiliki pola pemasaran yang cukup baik dengan posisi tawar yang cukup menguntungkan bagi masyarakat.

2. Desa Entakai, Kecamatan Kapuas, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat. Pemilihan lokasi ini didasarkan pada pertimbangan : (i) desa tradisional yang dianggap dapat mewakili potensi Tengka-wang di Kabupaten Sanggau & Sekadau (dianggap satu site/tapak); (ii) potensi Tengkawang dikelola secara tradisional oleh masyarakat lokal; (iii) pengelolaan potensi Tengkawang berupa Gupung & Tembawang relatif masih banyak; (iv) akses lebih mu-dah untuk dijangkau; (v) lokasi strategis karena paling dekat ke akses pabrik di Kalimantan Barat dan pasar Malaysia.

Informasi Pendukung (Dialog) 1. Bapak Marsah, mantan Kepala Desa Sungai Buaya, Kecamatan

Kayan Hilir, Kabupaten Sintang (pengusaha Tengkawang)

Bapak Marsah merupakan salah seorang petani Tengkawang yang sukses. Beliau dapat memanen sekitar 18 ton biji Tengkawang pada musim panen raya tahun 2006.

Overview Kalimantan is natural habitat for some species of Tengka-

wang. Tengkawang is traditionally utilized by the local people in 3 provinces: West Kalimantan, Central Kalimantan and East Kaliman-tan. Comercially, Tengkawang management in West Kalimantan is better than other provinces in Kalimantan. It is closely related to the availability of Tengkawang markets. In East Kalimantan, especially in upper Mahakam River (Matalibaq, Muyub, and Long Bagun), there were Tengkawang management when markets were available in Samarinda in 1950–1960’s.

Local people of West Kalimantan have been cultivating Tengkawang in Tembawang and Gupung areas since long time ago. Not only to get benefit from the seed, but to get timber for their own needs. Almost all of the regencies along the upper river in West Kali-mantan have Tengkawang potential. Until 1990’s, Sintang and Sang-gau Regencies were the major producer of commercial Tengkawang seed. However, this time the biggest Tengkawang potencial is in the upper river of Kapuas Hulu Regency (Putussibau) and Ketapang. The commercial management of Tengkawang in Sintang, Sanggau and Sekadau Regencies (broadened regency of Sanggau in 2002’s) still exist untill now. The Candidate of Research Locations There are 2 candidate locations for this activity : 1. Sungai Buaya village, Kayan Hilir District, Sintang Regency, West Kalimantan. This location has been selected for these considerations: (i) traditional village as the representative of Tengkawang poten-

tial in Sintang; (ii) Tengkawang potential has been managed tra-ditionally by the local people; (iii) Tengkawang potential loca-tions are vary, from Gupung, Tembawang, natural forest and for-est concessionaire areas; (iv) good accessibility; (v) it has quite good market pattern that provides good bargain position for com-munity.

2. Entakai village, Kapuas District, Sanggau Regency, West Kaliman-tan. The selection of this location is based on these considerations : (i) traditional village as the representative of Tengkawang potential in Sanggau and Sekadau (considered as one site); (ii) Tengka-wang potential has been managed traditionally by the local peo-ple; (iii) there are many good management of Tengkawang poten-tial, both in Gupung and Tembawang; (iv) good accessibility; (v) strategic location because it’s the nearest access to Tengkawang seed manufacturing in West Kalimantan and also Malaysian mar-ket.

Supporting Information (Dialogue) 1. Mr. Marsah, former head of Sungai Buaya village, Kayan Hilir District, Sintang Regency (Tengkawang entrepreneur)

Mr. Marsah is one of successful Tengkawang farmer. He alone can harvest for around 18 tons of Tengkawang seeds in mass- harvesting season 2006.

Survey of Tengkawang Seed Resource Potential Malinau, East Kalimantan

Forest area in Setulang village, called Tane’ Olen, is a natural forest area which its existence is intentionally maintained by local people as conservation area for the prosperity of the community, now and for the next generation. This forest area is kept by Dayak Kenyah tribe people, the origin people of Malinau. 5.300 Ha forest area has been declared as conservation area based on the agreement between local community with local gov-ernment of Malinau.

Tane’ Olen is very fertile area, characterized by many small rivers that flow along the area to Setulang river. This kind of area is the most appropriate area for Tengkawang to grow. It is indicated by the presence of five Tengkawang species which three species of them were the famous Tengkawang and gave contribution to the local people income. The three species of Tengkawang are Big Fruited Tengkawang (Shorea macrophylla), Bird Tengkawang (Shorea beccariana) and Common Tengkawang (Shorea pinanga). The unavalability of sustainable market for Tengkawang has caused the interuption of Tengkawang trade system that only last around 1970–1980’s.

Based on the survey conducted on November 2011, there was a drift of Tengkawang fruiting season. Former predic-tion showed that the optimum fruiting season would be around November to December 2011, but weather anomaly in those months caused Tengkawang has just started to bloom recently. Therefore, the optimum fruiting season is predicted to be on Feb-ruary to March 2012. The same condition happens in West and Central Kalimantan. Further, mother trees condition influences the quantity and quality of produced fruit. Thus, it will need some standards of determination of Tengkawang mother trees. In this study, determination of Tengkawang mother tree as seed re-source has been based on the approved technical manual. The minimum distance between mother trees should be 50 meters, while phenotype quality is not a priority. This relates to the pur-pose of the determination of mother trees for genetic diversity conservation, it is not breeding population that usually need su-perior phenotype. Nevertheless, good shaped and healthy tree with good potential of bearing enough fruit are given high prior-ity to achieve the intended purpose.

From the exploration, it has been found that there are three dominant Tengkawang species: Shorea macrophylla (20 mother trees), Shorea beccariana (18 mother trees) and Shorea pinanga (3 mother trees). Tengkawang lives in group so there are many alternatives to determine mother trees if the distance be-tween them is put aside. That amount of mother trees might be higher for the big potential of Tengkawang. But the steep topog-raphy of the area and the position of Tengkawang trees is in riv-erbank slope, are the obstacles that will cause difficulties in seed harvesting. Besides, it is also become consideration that those locations are mostly influenced by the tidal of Setulang river.

Page 2: Survei Potensi Sumber Benih Tengkawang Survey of ... Info 5 December 2011.pdf · disional oleh masyarakat lokal di 3 propinsi yaitu Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah dan Kalimantan

2 Brief Info No.5, December 2011

Ada beberapa faktor pendukung keberhasilan panen tersebut diantaranya: (i) ketika itu bertepatan dengan panen raya; (ii) tidak terjadi penyimpangan cuaca/musim; (iii) lokasi panen cukup bervariasi meliputi Gupung, Tembawang dan di hutan alam.

Tahun ini diperkirakan akan terjadi panen Tengkawang-karena beberapa jenis sudah sejak awal November mulai ber-bunga. Namun demikian diperkirakan tidak maksimal, karena: (i) bukan panen raya; (ii) adanya anomali (penyimpangan) cuaca, saat bunga mulai merata terjadi hujan yang disertai angin yang kelak akan sangat mempengaruhi kualitas dan kuantitas buah. Buah per-tama diperkirakan akan mulai masak pada akhir Desember atau awal Januari dan puncak panen maksimal pada Februari–Maret.

2. Bapak Lorensius, aparat Desa Entakai, Kecamatan Kapuas, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat.

Beberapa informasi yang dapat dihimpun diantaranya: a. Saat ini Tengkawang mulai berbuah, namun mungkin tidak se-

mua jenis. Selain karena bukan panen raya juga akibat adanya anomali cuaca;

b. Jenis Tengkawang yang umumnya dipelihara masyarakat di Entakai adalah TungPutih, Tungkul Merah & Lanung (lebih kecil dari Tungkul). Namun tampaknya hanya Tungkul Putih yang akan berbuah lebih baik. Sementara jenis Tengkawang Rambai tidak dipelihara oleh masyarakat di areal Gupung atau Tembawang mereka; c. Perbedaan utama dari Gupung dan Tembawang adalah (i) ke-

pemilikan: Tembawang dimiliki secara komunal karena umum-nya merupakan lahan bekas kampung atau akumulatif ladang bersama, sementara kepemilikan Gupung turun temurun dalam keluarga; (ii) luasan: karena sifatnya kumulatif maka Tem-bawang lebih luas dibanding Gupung;

d. Terdapat beberapa aspek religius pada Tembawang maupun Gupung, diantaranya adalah merupakan tempat-tempat yang dianggap keramat dan dahulu merupakan tempat kegiatan sesa-jen;

e. Sudah menjadi kebiasaan umum masyarakat sejak lama untuk menanam minimal 20 batang bibit Tengkawang tiap panen per kepala keluarga/orang;

f. Sejumlah masyarakat menanam kombinasi Tengkawang dan tanaman Karet (agroforestri), karena Karet memiliki pasar yang jelas dan harganya stabil. Karet juga berfungsi sebagai penaung dimana pada saat penanaman, Tengkawang sangat memerlukan naungan agar kualitas tumbuhnya maksimal yang berpengaruh pula pada kuantitas panen.

3. Informasi lain yang mendukung tentang bergesernya musim buah Tengkawang, juga diperolah dari Rahmawati, S.Hut (Staff Community Forest & HCV Assistant of Flora Fauna International/FFI di Ketapang) dan Mr. Marong (Putussibau) yang memberikan informasi bahwa di Kabupaten Ketapang dan Putussibau mulai dari Kecamatan Tana Titi, Serengkah, Beringin, Tanjung Beulang hingga Sandai, Tengkawang sudah mulai berbuah sejak bulan De-sember dan pada bulan Februari–Maret diperkirakan buah akan berjatuhan (buah maksimal)

4. Informasi pendukung dari para ahli a. Dr. Sutedjo, ahli ekologi dan konservasi keanekaragaman ha yati, Pusrehut, Universitas Mulawarman Dalam studi ini penetapan kuota panen sangat penting, dengan memperhatikan beberapa aspek teknis berikut: - Luas area yang berisi Tengkawang baik di hutan alam maupun

budidaya - Hasil panen harus dibedakan, yaitu hasil panen awal, perten-

gahan dan akhir musim panen karena sangat berpengaruh terha-dap kuantitas dan kualitas buah Tengkawang yang dipanen

There are some factors support the harvest success: (i) it is a mass-fruiting season; (ii) the weather is suitable for the seed to grow optimally; (iii) the harvesting location are quite vary, from Gupung, Tembawang and natural forest. This year, Tengkawang harvesting is expected to take place because some Tengkawang species have started to bloom since the beginning of November. However, it is predicted that the harvest will not be maximum, because: (i) it is not mass-harvesting period; (ii) there is weather anomaly, when the flower start to bloom, the windy rain comes and it will affect the quality and quantity of the fruit. First fruit will start to be ripe at the end of December or early in January and later the peak of maximum har-vesting will be in February to March.

2. Mr. Lorensius, officer of Entakai village, Kapuas District, Sang-gau Regency, West Kalimantan. Some information are collected from Mr. Lorensius:

a. Recently, Tengkawang starts to produce fruit, but it seems not in all species. Beside it is a non-mass harvest season, it is also be-cause the weather anomaly.

b. Common Tengkawang species in local name that is cultivated by local people in Entakai are Tungkul Putih, Tungkul Merah and Lanung (smaller than Tungkul). It seems that only Tengkawang Tungkul Putih will produce fruit better. While Tengkawang Ram-bai is not cultivated by local people in their Gupung or Tem-bawang areas.

c. The main differences between Gupung and Tembawang are: (i) ownership: Tembawang is owned communally because it is usu-ally a former village area or communal accumulative cultivated area, while Gupung ownership is family’s hereditary inheritance; (ii) the total area: because its cumulative characteristic, total area of Tembawang is bigger than Gupung .

d. There are some religious aspects that are usually connected to Tembawang or Gupung. They are considered as sacred places and was a place for ritual offering.

e. Since a long time ago, it has been becoming a habit of local peo-ple to plant at least 20 Tengkawang seeds per a household or per people in every harvest time.

f. Some communities plant Tengkawang in combination with Rub-ber plant (agro forestry). The reason is because Rubber plant has obvious market and stable price. Rubber plant also has a func-tion as shade tree for Tengkawang, which need shaded location during plantation period to get maximum growth quality that will affect to the harvest quantity.

3. Other supporting information about the drift of Tengkawang harvest season was also obtained from Rahmawati, S.Hut (staff of Community Forest and HCV Assistant of Flora Fauna Interna-tional/FFI in Ketapang) and Mr. Marong (Putussibau). They in-formed that in Ketapang and Putussibau Regencies from Tana Titi District, Serengkah, Beringin, Tanjung Beulang to Sangkai, Tengka-wang has started to produce fruit since December and in February to March will begin to fall in optimal ripeness. 4. Supporting information from the experts a. Dr. Sutedjo, ecologists and conservation of biodiversity expert, Center of Tropical Forest Rehabilitation, Mulawarman University In this study, quota determination is very important, con-sidering technical aspects as follow: - Tengkawang total areas in both natural forests and cultivated

area - The harvest yields must be distinguished into the beginning, mid-

dle and end yields of the harvest season, because it will influence the quantity and quality of harvested Tengkawang seed

3 Brief Info No.5 December 2011

- Daur panen raya buah Tengkawang yang rutin dalam 4-5 ta-hun sekali, sehingga ketika panen raya sangat sulit untuk menyisakan sebagian bijinya untuk tujuan permudaan

b. Dr. Candradewana Boer, ahli konservasi keanekaragaman hayati, Fakultas Kehutanan, Universitas Mulawarman

Ada berbagai asumsi penetapan kuota panen biji Teng-kawang yang lestari melalui beberapa studi kasus. Contoh cara penghitungan hasil panen dilakukan sebagai berikut: 1. Hasil panen yang dihitung langsung pada saat buah jatuh/

diunduh. Buah yang jatuh/diunduh tersebut ditimbang dan dihitung jumlahnya dalam radius 10 m dari pohon induk (90% buah jatuh). Dalam radius tersebut dibuat 4 petak dan dilakukan penghitungan total (pengamatan)

2. Untuk buah yang masih di pohon (belum dipanen) dapat di-hitung dengan cara memprediksi jumlah buah per petak (seperti petak buah jatuh/unduhan) dan ditetapkan ber-dasarkan kerapatan/lebar tajuk. Yang perlu diperhatikan adalah bentuk/luasan strata tajuk karena berpengaruh pada produktifitas buah (contohnya semakin ke atas maka strata tajuk semakin mengerucut. Sehingga potensi buah semakin sedikit)

c. Dr. Fadjar Pambudhi, ahli biometrika hutan, Fahutan Unmul Beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam ru-musan formula kuota panen biji Tengkawang adalah sebagai berikut: 1. Menginventarisir jumlah pelaku/pemanfaat biji Tengkawang 2. Sejumlah pelaku diminta untuk memprediksi persentase

jumlah pohon Tengkawang yang umumnya dipanen 3. Pembuatan plot pengamatan dan penentuan jumlah pohon Tengkawang 4. Mengamati jarak/radius yang terdekat hingga terjauh buah jatuh dari pohon induk 5. Ukuran diameter pohon ketika mulai berbuah (umur awal produktif) 6. Pada usia berapa pohon berbuah maksimal 7. Pengamatan/data pohon induk meliputi tinggi, diameter dan jenis pohon

- Rotation of Tengkawang mass-fruiting season that had been routine in 4-5 years, gives impact to the difficulty to keep some seeds for regeneration purpose

b. Dr. Candradewana Boer, biodiversity conservation expert, Forestry Faculty, Mulawarman University There are some assumptions of the determination of sustainable Tengkawang seed harvest quotas through some case studies. The examples of yield calculation are: 1. Yields are calculated directly at the time when the fruit fall /

harvested. Those fruits will be weighed and counted within a radius of 10 m from mother trees (90% fruit fall). Within that radius, four plots will be made and the total calculation will be carried out (observation)

2. For the fruits that are still on the tree (not harvested yet), they can be calculated by predicting the number of fruits per plot (such as fruit fall plots / harvested) and determined based on the density / width of the canopy. The shape / total area of canopy strata must be considered because it will af-fect on the fruit productivity (e.g. the higher the canopy strata, the narrower it will get. So the fruit potential will decrease)

c. Dr. Fadjar Pambudhi, forest biometric expert, Forestry Fac-ulty, Mulawarman University Some aspects that should be considered in the formu-lation of Tengkawang seed harvesting quota are as follows:

1. Inventory of the number of participants / user of Tengka-wang seed

2. Some users were asked to predict the percentage of the number of Tengkawang trees that are usually harvested

3. Establishment of observation plots and the determination of the number of Tengkawang trees

4. Observing the distance / radius, the nearest to the farthest fruit falls from the mother tree 5. The size of the diameter of the tree when it began to bear

fruit (early productive age) 6. At what age the tree get its maximum bearing fruit 7. Observations / data of the mother tree are the height, diame-

ter and tree species

Area Tembawang di Kabupaten Sanggau Tembawang area in Sanggau Regency

Dialog dengan mahasiswa Untan, Pontianak Dialogue with Tanjung Pura University student, Pontianak