talak peritonitis

10
1. Laparatomi Laparotomi adalah tindakan membuka dinding depan abdomen dengan insisi median 5 cm untuk melihat isi rongga peritoneum. Indikasi penyakit yang sering dilakukan tindakan laparotomi antara lain peritonitis, pankreatitis, obstruksi usus halus, perdarahan, hernia, lain-lain. Resiko pembedahan dipengaruhi oleh usia, status nutrisi, keseimbangan cairan dan elektrolit, kesehatan umum, obat-obatan dan status mental pasien. Kesembuhan pada pasien post operasi diobservasi seperti kondisi kelelahan pasien, mood dan tidur dievaluasi berturut-turut dengan menggunakan skala kelelahan analog visual, profil dari status mood dan indeks kualitas tidur Pittsburg (Sjamsuhidajat et al, 2011). Saat ini teknik pembedahan telah dimodifikasi dengan pendekatan yang sesuai untuk mengurangi resiko trauma saat dilakukan pembedahan pada rongga abdomen. Pembedahan dengan teknik midline surgery merupakan cara pembedahan paling umum yang sering digunakan dalam pembedahan pada hewan kecil. Cara ini digunakan dengan alasan luka akibat operasi dan pengaruh struktur ke neuro-vascular juga lebih kecil. Hal tersebut penting untuk diperhatikan sebab ketika terjadi pengaruh ke struktur neuro-vascular akan mempengaruhi proses penyembuhan. Penyayatan yang dilakukan pada linea alba menjadi penyayatan yang paling sering digunakan. Hal ini dilakukan sebab resiko dan faktor penghambat kesembuhannya lebih rendah (James, 2009). Laparotomi biasanya dilakukan melalui upper atau lower middle incision (bergantung pada dugaan lokasi patologis).

Upload: pusvanurmalasari

Post on 09-Nov-2015

226 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

tdhgfjh

TRANSCRIPT

1. LaparatomiLaparotomi adalah tindakan membuka dinding depan abdomen dengan insisi median 5 cm untuk melihat isi rongga peritoneum. Indikasi penyakit yang sering dilakukan tindakan laparotomi antara lain peritonitis, pankreatitis, obstruksi usus halus, perdarahan, hernia, lain-lain. Resiko pembedahan dipengaruhi oleh usia, status nutrisi, keseimbangan cairan dan elektrolit, kesehatan umum, obat-obatan dan status mental pasien. Kesembuhan pada pasien post operasi diobservasi seperti kondisi kelelahan pasien, mood dan tidur dievaluasi berturut-turut dengan menggunakan skala kelelahan analog visual, profil dari status mood dan indeks kualitas tidur Pittsburg (Sjamsuhidajat et al, 2011).Saat ini teknik pembedahan telah dimodifikasi dengan pendekatan yang sesuai untuk mengurangi resiko trauma saat dilakukan pembedahan pada rongga abdomen. Pembedahan dengan teknik midline surgery merupakan cara pembedahan paling umum yang sering digunakan dalam pembedahan pada hewan kecil. Cara ini digunakan dengan alasan luka akibat operasi dan pengaruh struktur ke neuro-vascular juga lebih kecil. Hal tersebut penting untuk diperhatikan sebab ketika terjadi pengaruh ke struktur neuro-vascular akan mempengaruhi proses penyembuhan. Penyayatan yang dilakukan pada linea alba menjadi penyayatan yang paling sering digunakan. Hal ini dilakukan sebab resiko dan faktor penghambat kesembuhannya lebih rendah (James, 2009).Laparotomi biasanya dilakukan melalui upperatau lower middle incision (bergantung pada dugaan lokasi patologis). Tujuan dari laparotomi adalah: (1) membuktikan penyebab peritonitis, (2) mengontrol sumber sepsis denganmembuang organ yang meradang atau iskemik (atau menutup organ yang bocor), (3) melakukan pencucian kavum peritoneum yang efektif (Skipworth, 2007).a. KeuntunganKeuntungan penggunaan teknik laparotomi sentral adalah tempat penyayatan mudah ditemukan karena adanya garis putih (linea alba) sebagai penanda,sedikit terjadi .perdarahan dan di daerah tersebut sedikit mengandung syaraf. Adapun kerugian yang dapat terjadi dalam penggunaan metode ini adalah mudah terjadi hernia jika proses penjahitan atau penangan post operasi kurang baik dan persembuhan yang relatif lama (Subanda et al, 2007).b. KekuranganLaparotomi dapan menyebabkan keadaan berikut ini (Subanda et al, 2007):1) Nyeri tekan pada area sekitar insisi pembedahan2) Dapat terjadi peningkatan respirasi, tekanan darah, dan nadi.3) Kelemahan4) Mual, muntah, anoreksia5) Konstipasi6) SyokDigambarkan sebagai tidak memadainya oksigenasi selular yang disertai dengan ketidakmampuan untuk mengekspresikan produk metabolisme. Manifestasi Klinis :a) Pucat b) Kulit dingin dan terasa basah c) Pernafasan cepat d) Sianosis pada bibir, gusi dan lidah e) Nadi cepat, lemah dan bergetar f) Penurunan tekanan nadi g) Tekanan darah rendah dan urine pekat. 7) Hemorrhagia) Hemoragi primer : terjadi pada waktu pembedahan b) Hemoragi intermediari : beberapa jam setelah pembedahan ketika kenaikan tekanan darah ke tingkat normalnya melepaskan bekuan yang tersangkut dengan tidak aman dari pembuluh darah yang tidak terikat c) Hemoragi sekunder : beberapa waktu setelah pembedahan bila ligatur slip karena pembuluh darah tidak terikat dengan baik atau menjadi terinfeksi atau mengalami erosi oleh selang drainage. Manifestasi Klinis Hemorrhagi : Gelisah, , terus bergerak, merasa haus, kulit dingin-basah-pucat, nadi meningkat, suhu turun, pernafasan cepat dan dalam, bibir dan konjungtiva pucat dan pasien melemah.

a. IndikasiBerikut indikasi pada tindakan laparatomi menurut Sjamsuhidajat et al tahun 2011.1) Trauma abdomen (tumpul atau tajam)Trauma abdomen didefinisikan sebagai kerusakan terhadap struktur yang terletak diantara diafragma dan pelvis yang diakibatkan oleh luka tumpul atau yang menusuk (Ignativicus & Workman, 2006). Dibedakan atas 2 jenis yaitu : a. Trauma tembus (trauma perut dengan penetrasi kedalam rongga peritonium) yang disebabkan oleh : luka tusuk, luka tembak. b. Trauma tumpul (trauma perut tanpa penetrasi kedalam rongga peritoneum) yang dapat disebabkan oleh pukulan, benturan, ledakan, deselerasi, kompresi atau sabuk pengaman.2) PeritonitisPeritonitis adalah inflamasi peritoneum lapisan membrane serosa rongga abdomen, yang diklasifikasikan atas primer, sekunder dan tersier. Peritonitis primer dapat disebabkan oleh spontaneous bacterial peritonitis (SBP) akibat penyakit hepar kronis. Peritonitis sekunder disebabkan oleh perforasi appendicitis, perforasi gaster dan penyakit ulkus duodenale, perforasi kolon (paling sering kolon sigmoid), sementara proses pembedahan merupakan penyebab peritonitis tersier. 3) Sumbatan pada usus halus dan besar (Obstruksi)Obstruksi usus dapat didefinisikan sebagai gangguan (apapun penyebabnya) aliran normal isi usus sepanjang saluran usus. Obstruksi usus biasanya mengenai kolon sebagai akibat karsinoma dan perkembangannya lambat. Sebagian dasar dari obstruksi justru mengenai usus halus. Obstruksi total usus halus merupakan keadaan gawat yang memerlukan diagnosis dini dan tindakan pembedahan darurat bila penderita ingin tetap hidup. Penyebabnya dapat berupa perlengketan (lengkung usus menjadi melekat pada area yang sembuh secara lambat atau pada jaringan parut setelah pembedahan abdomen), Intusepsi (salah satu bagian dari usus menyusup kedalam bagian lain yang ada dibawahnya akibat penyempitan lumen usus), Volvulus (usus besar yang mempunyai mesocolon dapat terpuntir sendiri dengan demikian menimbulkan penyumbatan dengan menutupnya gelungan usus yang terjadi amat distensi), hernia (protrusi usus melalui area yang lemah dalam usus atau dinding dan otot abdomen), dan tumor (tumor yang ada dalam dinding usus meluas kelumen usus atau tumor diluar usus menyebabkan tekanan pada dinding usus).4) Appendisitis5) Tumor abdomen6) Pancreatitis (inflammation of the pancreas) 7) Abscesses (a localized area of infection) 8) Adhesions (bands of scar tissue that form after trauma or surgery) 9) Diverticulitis (inflammation of sac-like structures in the walls of the intestines) 10) Intestinal perforation 11) Ectopic pregnancy (pregnancy occurring outside of the uterus) 12) Foreign bodies (e.g., a bullet in a gunshot victim) 13) Internal bleeding

b. JenisBerikut jenis jenis tindakan laparatomi menurut James tahun 2009, adala sebagai berikut:1. Midline incisionMetode insisi yang paling sering digunakan, karena sedikit perdarahan, eksplorasi dapat lebih luas, cepat di buka dan di tutup, serta tidak memotong ligamen dan saraf. Namun demikian, kerugian jenis insis ini adalah terjadinya hernia cikatrialis. Indikasinya pada eksplorasi gaster, pankreas, hepar, dan lien serta di bawah umbilikus untuk eksplorasi ginekologis, rektosigmoid, dan organ dalam pelvis.2. Paramedian Pembedahan sedikit ke tepi dari garis tengah ( 2,5 cm), panjang (12,5 cm). Terbagi atas 2 yaitu, paramedian kanan dan kiri, dengan indikasi pada jenis operasi lambung, eksplorasi pankreas, organ pelvis, usus bagian bagian bawah, serta plenoktomi. Paramedian insicion memiliki keuntungan antara lain : merupakan bentuk insisi anatomis dan fisiologis, tidak memotong ligamen dan saraf, dan insisi mudah diperluas ke arah atas dan bawah.3. Transverse upper abdomen incisionMetode insisi di bagian atas, misalnya pembedahan colesistotomy dan splenektomy. 4. Transverse lower abdomen incisionMetode insisi melintang di bagian bawah 4 cm di atas anterior spinal iliaka, misalnya; pada operasi appendectomy.

2. LaparoskopiLaparoskopi digunakan secara lebih luas dalam diagnosis dan pengobatan infeksi intra abdomianl. Seperti semua indikasi untuk operasi laparoskopi, hasil bervariasi tergantung pada keterampilan dan pengalaman ahli bedah laparoskopi. Pemeriksaan laparoskopi inisial dapat membantu dalam penentuan etiologi dari peritonitis (Morgan et al, 2006). Laparoskopi adalah sebuah prosedur pembedahan minimally invasive dengan memasukkan gas CO2 ke dalam rongga peritoneum untuk membuat ruang antara dinding depan perut dan organ viscera, sehingga memberikan akses endoskopi ke dalam rongga peritoneum tersebut (Cole, 2005).a. Penggunaan Gas CO2 dalam LaparoskopiCO2 adalah gas pilihan untuk insuflasi karena tidak mudah terbakar, tidak membantu pembakaran, mudah berdifusi melewati membran, mudah keluar dari paru-paru, mudah larut dalam darah dan risiko embolisasi CO2 kecil. Level CO2 dalam darah mudah diukur, dan pengeluarannya dapat ditambah dengan memperbanyak ventilasi. Selama persediaan O2 cukup, konsentrasi CO2 darah dapat ditolelir (Cole, 2005).Kerugian utamanya CO2 ini menyebabkan iritasi peritoneal langsung dan rasa sakit selama laparoskopi karena CO2 membentuk asam karbonat saat kontak dengan permukaan peritoneum. CO2 tidak terlalu larut pada darah bila terjadi kekurangan sel darah merah, oleh karena itu CO2 bisa tersisa di intraperitoneum dalam bentuk gas setelah laparoskopi, sehingga menyebabkan sakit pada bahu. Hiperkarbia dan respiratory acidosis terjadi saat kapasitas CO2 dalam darah melampaui batas. Selain itu, CO2 dapat menimbulkan efek lokal maupun sistemik, sehingga dapat terjadi hipertensi, takikardi, vasodilatasi pembuluh darah serebral, peningkatan CO, hiperkarbi, dan respiratory acidosis (Morgan et al, 2006).b. Keuntungan Prosedur LaparoskopiDibandingkan dengan bedah terbuka, laparoskopi lebih menguntungkan karena insisi yang kecil dan nyeri pasca operasi yang lebih ringan. Fungsi paru pasca operasi tidak terganggu dan sedikit kemungkinan terjadi atelektasis setelah prosedur laparoskopi. Setelah operasi fungsi pencernaan pasien pulih lebih cepat, masa rawat inap rumah sakit pendek, serta lebih cepat kembali beraktivitas. Keuntungan ini bervariasi tergantung pasien dan tipe prosedur (Morgan et al, 2006).c. Kerugian Prosedur LaparoskopiKomplikasi selama prosedur laparoskopi dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung karena kebutuhan insuflasi CO2 untuk membuat ruang operasi. CO2 masuk kedalam pembuluh darah secara cepat. Gas yang tidak larut terakumulasi didalam jantung kanan menyebabkan hipotensi dan cardiac arrest. Emboli CO2 yang masif bisa dideteksi dengan murmur precordial, transesofugeal echocardiografi, dan end tidal CO2 monitoring (CO2 meningkat secara sementara kemudian turun kembali). Pengobatan dilakukan dengan menghentikan insuflasi CO2, hiperventilasi dengan 100% O2 dan resusitasi cairan, merubah posisi pasien right side up dan memasang kateter vena central untuk aspirasi gas (Morgan et al, 2006).Jika gas yang ditujukan untuk membuat pneumoperitoneum keluar atau prosedur laparoskopi meliputi insuflasi ekstra peritoneal (prosedur untuk adrenalectomy atau perbaikan hernia) emfisema subkutan bisa terjadi, volume tidal CO2 akhir (end tidal CO2) meningkat mencapai level tinggi dan terdapat krepitus yang biasanya dapat sembuh tanpa intervensi. Hal serius lain adalah pneumothorak, jika gas masuk ke dalam rongga thorax melalui luka atau insisi yang dibuat sewaktu pembedahan atau dari jaringan cervikal subkutan. Intervensi tidak selalu harus, karena pneumothorax biasanya pulih jika insuflasi dihentikan (Cole, 2005).

DAFTAR PUSTAKAMorgan GE, Mikhail MS, J.Murray M. 2006. Clinical Anesthesiology 4th edition. McGraw Hill. New York. Cole, D.J., Schlunt, M. 2005. Adult Perioperative Anesthesia: The Requisites in Anesthesiology. Mosby.Sjamsuhidajat, R., Dahlan, Murnizal, dan Jusi, Djang. 2011. Buku Ajar Ilmu BedahEdisi 3. Jakarta: EGC; Gawat Abdomen. James, David. Anaesthetic Assessment of Patients with GastrointestinalProblems. Anaesthesia and Intensive Care Medicine 2009; 10 (7): 318-322.Skipworth, R.J.E and Fearon, K.C.H. Acute Abdomen: Peritonitis. Surgery.2007; 26 (3): 98-101.Subanada, Supadmi, Aryasa, dan Sudaryat. Kapita Selekta Gastroenterologi.Jakarta: CV Sagung Seto, 2007; Beberapa Kelainan Gastrointestinal yangMemerlukan Tindakan Bedah