tatalaksana tifoid.doc

Upload: asya

Post on 01-Mar-2016

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

DEMAM TIFOID

DEMAM TIFOIDPengobatan

Pengobatan demam tifoid terdiri atas 3 bagian, yaitu :

1. Perawatan

2. Diet

3. Obat

Perawatan

Pasien demam tifoid perlu dirawat di rumah sakit untuk isolasi, observasi, dan pengobatan. Pasien harus tirah baring absolut sampai minimal 7 hari bebas demam atau kurang lebih selama 14 hari. Maksud tirah baring adalah untuk mencegah terjadinya komplikasi perforasi atau perdarahan usus. Mobilisasi pasien dilakukan secara bertahap sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien.

Pada pasien dengan penurunan kesadaran, posisi tubuhnya harus diubah-ubah pada waktu-waktu tertentu utnuk menghindari komplikasi pneumonia hipostatik dan dekubitus.

Defekasi dan buang air kecil perlu diperhatikan karena kadang-kadang terjadi obstipasi dan retensi air kemih.

DietTelah terbukti bahwa tidak ada gangguan absorpsi dan digesti saluran cerna, walaupun kelainan terletak di saluran cerna. Dengan demikian dianjurkan pemberian makanan kaya energi dan protein, vitamin dan mineral, dengan rendah serat dan mudah dicerna. Sejak saat itulah digunakan diet demam tifoid (TD) sebagai berikut. Mula-mula pada saat demam diberikan makanan cair (TD I), kemudian setelah panas turun, secara bertahap diberi diet lebih padat, yaitu bubur saring (TD II) selama 6-10 hari panas turun, kemudian diberi bubur kasar (TD III) selama 2-5 hari, makanan lunak (TD IV) selama 2-5 hari, dan akhirnya diberi nasi. TD ini sama dengan diet lambung I, II, III, IV yang diberikan untuk penyakit saluran cerna, secara berangsur-angsur akan memenuhi kebutuhan gizi normal. Diet ini disebut diet klasik.Diet tinggi kalori dan protein sangat diperlukan dalam diet demam tifoid untuk mengganti kehilangan kalori dan kerusakan protein jaringan. Diet cair dan bubur sering sukar ditambah kalorinya tanpa menambah jumlahnya, sedangkan jumlah yang banyak sering mengakibatkan penderita tidak dapat menghabiskan makanan yang disediakan. Diet padat/nasi lebih mudah ditambah kalorinya tanpa menambah jumlah. Penderita tidak mudah bosan karena variasi makanan padat lebih banyak. Pemberian makanan padat pada penderita demam tifoid pada kenyataannya tidak memberikan efek penyulit yang berarti. Tetapi harus tetap diingat bahwa memberikan ketenangan pada usus yang menderita sakit sangat diperlukan. Pemberian makanan yang berlebihan serta banyak mengandung serat yang sukar dicerna tidak dianjurkan.Dalam tata laksana diet penderita demam tifoid, pemberian makanan tergantung dari keadaan penderita, ada yang lebih menyukai pemberian dini makanan padat dan ada yang tidak.

Obat

Antibiotika1. Kloramfenikol

Kloramfenikol merupakan antibiotika berspektrum luas, efektif terhadap bakteri Gram positif dan negatif, meskipun penggunaannya terbatas karena toksik. Kloramfenikol bekerja dengan menghambat sintesa protein bakteri.Kloramfenikol dapat diberikan secara peroral (berupa kapsul atau suspensi/sirup) dan intravena. Dosis untuk terapi demam tifoid pada anak adalah 50-100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis. Dosis kloramfenikol pada bayi adalah 25-50 mg/kgBB/hari.Lama terapi 8-10 hari setelah suhu tubuh kembali normal; untuk mencegah terjadinya kekambuhan lama terapi dapat diberikan selama 14 hari penuh.

Kloramfenikol didistribusi secara luas ke jaringan dan cairan tubuh. Kloramfenikol dapat masuk ke cairan serebrospinal dengan kadar 50% dari yang beredar dalam darah. Obat ini juga dapat menembus plasenta ke sirkulasi darah janin, ASI, dan cairan mata. Kloramfenikol berikatan dengan protein plasma di sirkulasi 60%. Waktu paruh kloramfenikol berkisar 1,5 - 4 jam dan dapat lebih lama pada penderita dengan penyakit hati atau bayi. Metabolisme kloramfenikol terjadi di hati. Ekskresi kloramfenikol terutama melalui air kemih, sebagian kecil lagi diekskresi melalui tinja.Keuntungan terapi kloramfenikol pada demam tifoid antara lain :

a. Harga murah

b. Mudah diperoleh

c. Jarang menimbulkan efek samping dalam pemakaian yang singkat

d. Demam turun dalam waktu singkat (3-4 hari terapi)

e. Meningkatkan angka kesembuhan (90%)

f. Menurunkan angka mortalitas (10-15% menjadi 1-4%)

Kloramfenikol dapat menimbulkan efek samping yang serius dan kadang-kadang fatal. Efek samping tersebut antara lain :

a. Gangguan pada saluran cerna (mual, muntah, diare)

b. Depresi sumsum tulang

c. Gray baby syndrome ditandai dengan perut distensi, muntah, kulit berwarna kelabu, hipotermi, flaccid, sianosis, napas tidak teratur, renjatan dan pembuluh darak kolaps.

d. Interaksi dengan obat-obat lain. Kloramfenikol memperpanjang waktu paruh dan meningkatkan konsentrasi fenitoin, tolbutamid, klorpropamid dan warfarin, sehingga menghambat kerja enzim mikrosomal di hati.Penggunaan kloramfenikol dalam waktu lama dapat mengakibatkan :

a. Perdarahan, baik karena depresi sumsum tulang maupun penurunan flora normal usus (hambatan sintesa vitamin K)

b. Anemia hemolitik pada penderita defisiensi G6PD

c. Neuritis optikus, ensefalopati, ototoksik

d. Reaksi hipersensitivitas

e. Gangguan pada flora mulut dan usus

Untuk mencegah terjadinya efek samping yang tidak diharapkan maka perlu dilakukan pemantauan kadar kloramfenikol dalam plasma selama penggunaan obat ini. Pada penderita gangguan fungsi hati, dosis obat ini diturunkan.

Kontraindikasi penggunaan kloramfenikol pada penderita demam tifoid :

a. Riwayat hipersensitivitas atau toksik

b. Tidak untuk profilaksis atau infeksi ringan

c. Adanya depresi sumsum tulang atau diskrasia darah

d. Penyakit ginjal yang berat

e. Bayi baru lahir atau prematur

2. Ampisilin dan amoksisilinAmpisilin dan amoksisilin merupakan antibiotic yang berspektrum luas dan termasuk golongan antibiotic penisilin (betalaktam). Antibiotic ini mempunyai mekanisme merusak dinding sel bakteri dengan menghambat sintesa peptidoglikan yang terdapat pada dinding sel.

Pemberian ampisilin per oral 100-200 mg/kgBB/ hari dibagi 4 dosis selama 2 minggu (maksimum 8 gram/hari). Panas akan turun dan gejala klinis membaik dalam waktu 3-5 hari pengobatan. Amoksisilin digunakan sebagai alternative pengobatan bila ditemukan resistensi terhadap kloramfenikol. Dosis amoksisilin adalah 40-100 mg/kgBB/hari, diberikan 3 kali selama 20-24 hari. Untuk karier kronik dapat diberikan dosis tinggi secara intravena.

Ampisilin dan amoksisilin merupakan obat yang kurang mempunyai toksisitas langsung, kebanyakan efek samping berat disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas. Reaksi alergi dapat berupa syok anafilaksis, urtikaria, panas, pembengkakan sendi, pruritus hebat, dan gangguan pernapasan, serta berbagai ruam kulit lainnya. Reaksi toksisitas dapat ditimbulkan oleh iritasi langsung karena suntikan i.m. atau i.v. dalam konsentrasi sangat tinggi berupa nyeri setempat, indurasi, tromboflebitis, atau degenerasi saraf yang disuntik secara tidak sengaja. Pemberian dosis besar per oral dapat mengakibatkan gangguan saluran cerna terutama mual, muntah dan diare.

3. Trimetoprim dan sulfametoksazol

Trimetoprim dan sulfametoksazol adalah kombinasi antibiotic trimetoprim dan sulfametoksazol. Trimetoprim dan sulfametoksazol masing-masing mempunyai sifat sebagai bakteriostatik, tetapi apabila dikombinasi akan bersifat bakterisida. Trimetoprim dan sulfametoksazol terutama digunakan pada penderita yang alergi atau ada dugaan kuat kuman S. typhi resisten terhadap kloramfenikol dan ampisilin-amoksisilin. Respon penggunaan obat trimetoprim dan sulfametoksazol tidak sebaik respon terhadap ampisilin dan kloramfenikol, tetapi tetap dapat menghasilkan perbaikan klinis.

Dosis per oral yang digunakan untuk trimetoprim (TMP) 10-12 mg/kgBB/hari dan sulfametoksazol (SMZ) 50-60 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis atau TMP 185 mg/m2/hari dan SMZ 925 mg/m2/hari, dibagi 2 dosis 2 kali sehari selama 14 hari. Pemberian TMP-SMZ secara intravena memerlukan 125 ml cairan pelarut untuk 80 TMP. Anak yang menerima antibiotic intravena ini harus dimonitor pemasukan cairannya.Pengobatan kurang dari 14 hari akan memberi resiko relaps. Trimetoprim-sulfametoksazol dapat memberikan efek samping berupa efek obat anti folat, terutama anemia megaloblastik, leucopenia, dan granulositopenia. Hal ini dapat dicegah dengan pemberian asam folinat secara bersamaan 6-8 mg/hari. Di samping itu, kombinasi trimetoprim-sulfametoksazol dapat menyebabkan semua reaksi yang tidak diharapkan berhubungan dengan sulfonamide. Kadang-kadang juga timbul mual dan muntah, panas, vaskulitis, kerusakan ginjal atau gangguan susunan saraf.4. Golongan sefalosporinMulti drug resistant Salmonella typhi (MDRST) adalah istilah yang diberikan pada kuman S. typhi yang resisten terhadap 3 antibiotik oral pilihan pertama, yaitu kloramfenikol, ampisilin/amoksisilin, dan trimetoprim-sulfametoksazol. Oleh karena itu, baru-baru ini generasi ke-3 sefalosporin telah dipertimbangkan sebagai obat utama pada MDRST pada anak dengan hasil memuaskan.Sefalosporin merupakan antibiotic yang menyerupai penisilin, tetapi resisten terhadap betalaktamase serta aktif terhadap bakteri Gram positif maupun Gram negative. Mekanisme kerja sefalosporin analog penisilin yaitu menghambat sintesis peptidoglikan pada dinding sel bakteri. Seftriakson, sefotaksim, sefiksim, dan sefoperason adalah yang sering digunakan sebagai alternative pengobatan pada MDRST.Lama pengobatan dengan sefalosporin generasi ke-3 masih controversial. Banyak yang menganjurkan 7-10 hari atau minimal 3 hari setelah ada tanda-tanda perbaikan. Dosis sefiksim pada penelitian Girgis 10 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis selama 12 hari.

Efek samping penggunaan sefalosporin berupa nyeri hebat setelah suntikan intramuscular dan tromboflebitis setelah suntikan intravena berulang. Reaksi toksik lainnya meliputi anafilaksis, urtikaria, ruam kulit, panas, eosinofilia, granulositopenia, dan anemia hemolitik. Pemberian per oral dapat menimbulkan diare, mual,muntah dan peningkatan SGOT. Pada gagal ginjal, dosis harus diturunkan karena ekskresi sefalosporin akan terganggu serta kadar sefalosporin yang tinggi dalam jaringan dan cairan tubuh dapat menimbulkan efek toksik.

Obat simtomatik dan suportif1. Antipiretik

Antipiretik hanya diberikan bila panas lebih dari 38,5oC atau terdapat kejang demam (atau riwayat kejang demam). 2. Kortikosteroid

Pasien yang toksik dapat diberikan kortikosteroid oral atau parenteral dalam dosis yang menurun secara bertahap selam 5 hari. Pemberian cepat deksametason dengan menggunakan 3 mg/kgBB untuk dosis awal, diikuti 1 mg/kgBB setiap 6 jam selama 48 jam, hasilnya biasanya memuaskan, kesadaran pasien tidak terganggu dan suhu badan cepat turun menjadi normal. Akan tetapi kortikosteroid tidak boleh diberikan tanpa indikasi karena dapt menyebabkan perdarahan intestinal dan relaps.

3. Transfusi darah dan pembedahan

Pada perdarahan usus berat, transfuse darah diperlukan. Intervensi pembedahan dengan antibiotika spectrum luas dianjurkan pada perforasi usus. Transfusi trombosit telah disarankan untuk pengobatan trombositopeni yang cukup berat yang menyebabkan perdarahan usus pada penderita yang akan dilakukan pembedahan.