telaah fitokimia dan fraksinasi senyawa aktif … · hasil skrining awal terhadap bumbu masak...

26
TELAAH FITOKIMIA DAN FRAKSINASI SENYAWA AKTIF EKSTRAK n-HEKSANA DAGING KELELAWAR Abstrak TILTJE ANDRETHA RANSALELEH. Telaah Fitokimia dan Fraksinasi Senyawa Aktif Ekstrak n-Heksana Daging Kelelawar. Dibimbing oleh RARAH RATIH ADJIE MAHESWARI, PURWANTININGSIH SUGITA, dan WASMEN MANALU Penelitian eksplorasi ini dilakukan berdasarkan adanya dugaan sebagian masyarakat yang menyatakan bahwa makan daging kelelawar dapat menyembuhkan penyakit asma, alergi, dan meningkatkan stamina. Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari komponen senyawa aktif pada daging kelelawar dibandingkan dengan daging beberapa ternak konvensional dan ikan, serta bumbu-bumbu masak yang digunakan dalam pengolahan kelelawar. Penelitian ini dilakukan selama 8 bulan yang terdiri atas dua tahap. Tahap pertama adalah uji steroid sebagai skrining awal pada beberapa potongan karkas dan hati kelelawar, yang dilaksanakan selama dua bulan. Tahap kedua terdiri atas ekstraksi dan uji fitokimia daging kelelawar, daging babi, ayam, kelinci, dan ikan cakalang, serta bumbu masak, dilanjutkan dengan isolasi, fraksinasi, dan karakterisasi ekstrak n-heksana Pteropus alecto yang dilaksanakan selama enam bulan. Ekstraksi dilakukan dengan menggunakan metode Sokhlet. Telaah fitokimia daging meliputi identifikasi komponen aktif secara kuantitatif, yaitu uji steroid/ triterpenoid menggunakan pereaksi Lieberman Burchard, uji alkaloid menggunakan pereaksi Dragendrof, pereaksi Meyer, pereaksi Wegner, jumlah total fenolik menggunakan pereaksi AlCl 2 , uji flavonoid menggunakan Mg dan HCl pekat. Fraksinasi senyawa aktif hasil isolasi dilakukan dengan teknik kromatografi kolom dan kromatografi lapis tipis (KLT). Karakterisasi senyawa hasil fraksinasi dilakukan melalui penentuan bobot molekul dengan metode liquid chromatography-mass spectroscopy (LC-MS). Struktur kimia senyawa aktif ditentukan menggunakan software masslynx, tools element composition. Hasil skrining awal tahap pertama menunjukkan bahwa karkas tanpa tulang dan hati, kecuali daging Nyctimene cephalotes, Pteropus alecto, dan Thoopterus nigrescens menunjukkan adanya senyawa steroid. Hasil skrining awal tahap kedua menunjukkan bahwa karkas tanpa tulang dari Nyctimene cephalotes, Pteropus alecto, dan Rousettus amplexicaudatus mengandung senyawa steroid dan alkaloid, sedangkan Acerodon celebensis, Thoopterus nigrescens, Pteropus sp, dan Thopterus sp, daging babi, kelinci, dan ikan hanya mengandung senyawa steroid. Hasil skrining awal terhadap bumbu masak menunjukkan adanya senyawa triterpenoid dan flavonoid. Hasil karakterisasi terhadap isolasi ekstrak n-heksana Pteropus alecto menunjukkan persen kelimpahan yang tertinggi adalah senyawa dengan bobot molekul masing-masing 413.2692 (C 26 H 37 0 4 ), 324.2691 (C 23 H 34 N), 276.2 (C 19 H 34 N), dan 319.3 (C 21 H 39 N 2 ). Keempat bobot molekul mempunyai kemiripan dengan senyawa steroid sebanyak lima senyawa, dan lima senyawa lainnya mempunyai kemiripan dengan senyawa alkaloid. Kata kunci : fitokimia, ekstrak n-heksana, senyawa aktif, kelelawar.

Upload: phungkhuong

Post on 13-Mar-2019

223 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

TELAAH FITOKIMIA DAN FRAKSINASI SENYAWA AKTIF

EKSTRAK n-HEKSANA DAGING KELELAWAR

Abstrak

TILTJE ANDRETHA RANSALELEH. Telaah Fitokimia dan Fraksinasi Senyawa

Aktif Ekstrak n-Heksana Daging Kelelawar. Dibimbing oleh RARAH RATIH

ADJIE MAHESWARI, PURWANTININGSIH SUGITA, dan WASMEN

MANALU

Penelitian eksplorasi ini dilakukan berdasarkan adanya dugaan sebagian

masyarakat yang menyatakan bahwa makan daging kelelawar dapat

menyembuhkan penyakit asma, alergi, dan meningkatkan stamina. Tujuan

penelitian ini adalah untuk mempelajari komponen senyawa aktif pada daging

kelelawar dibandingkan dengan daging beberapa ternak konvensional dan ikan,

serta bumbu-bumbu masak yang digunakan dalam pengolahan kelelawar.

Penelitian ini dilakukan selama 8 bulan yang terdiri atas dua tahap. Tahap pertama

adalah uji steroid sebagai skrining awal pada beberapa potongan karkas dan hati

kelelawar, yang dilaksanakan selama dua bulan. Tahap kedua terdiri atas

ekstraksi dan uji fitokimia daging kelelawar, daging babi, ayam, kelinci, dan ikan

cakalang, serta bumbu masak, dilanjutkan dengan isolasi, fraksinasi, dan

karakterisasi ekstrak n-heksana Pteropus alecto yang dilaksanakan selama enam

bulan. Ekstraksi dilakukan dengan menggunakan metode Sokhlet. Telaah

fitokimia daging meliputi identifikasi komponen aktif secara kuantitatif, yaitu uji

steroid/ triterpenoid menggunakan pereaksi Lieberman Burchard, uji alkaloid

menggunakan pereaksi Dragendrof, pereaksi Meyer, pereaksi Wegner, jumlah

total fenolik menggunakan pereaksi AlCl2, uji flavonoid menggunakan Mg dan

HCl pekat. Fraksinasi senyawa aktif hasil isolasi dilakukan dengan teknik

kromatografi kolom dan kromatografi lapis tipis (KLT). Karakterisasi senyawa

hasil fraksinasi dilakukan melalui penentuan bobot molekul dengan metode liquid

chromatography-mass spectroscopy (LC-MS). Struktur kimia senyawa aktif

ditentukan menggunakan software masslynx, tools element composition. Hasil

skrining awal tahap pertama menunjukkan bahwa karkas tanpa tulang dan hati,

kecuali daging Nyctimene cephalotes, Pteropus alecto, dan Thoopterus nigrescens

menunjukkan adanya senyawa steroid. Hasil skrining awal tahap kedua

menunjukkan bahwa karkas tanpa tulang dari Nyctimene cephalotes, Pteropus

alecto, dan Rousettus amplexicaudatus mengandung senyawa steroid dan

alkaloid, sedangkan Acerodon celebensis, Thoopterus nigrescens, Pteropus sp,

dan Thopterus sp, daging babi, kelinci, dan ikan hanya mengandung senyawa

steroid. Hasil skrining awal terhadap bumbu masak menunjukkan adanya senyawa

triterpenoid dan flavonoid. Hasil karakterisasi terhadap isolasi ekstrak n-heksana

Pteropus alecto menunjukkan persen kelimpahan yang tertinggi adalah senyawa

dengan bobot molekul masing-masing 413.2692 (C26H3704), 324.2691 (C23H34N),

276.2 (C19H34N), dan 319.3 (C21H39N2). Keempat bobot molekul mempunyai

kemiripan dengan senyawa steroid sebanyak lima senyawa, dan lima senyawa

lainnya mempunyai kemiripan dengan senyawa alkaloid.

Kata kunci : fitokimia, ekstrak n-heksana, senyawa aktif, kelelawar.

88

Abstract

TILTJE ANDRETHA RANSALELEH. Phytochemical Study and Fractionation of

the Active Compound of n-Hexane Extract on Bushmeat of Fruit Bats. Under

direction of RARAH RATH ADJIE MAHESWARI, PURWANTININGSIH

SUGITA, and WASMEN MANALU

This exploratory research was conducted to study the claim of some

people that eating meat of bat can cure asthma, allergies, and increase stamina.

The objective of this study was to determine the active compounds in meat of

bats as compared to those of conventional livestocks and fish, as well as cooking

spices used in the processing of the bat. The research was carried out for 8 months

which consisted of two stages. The first stage was a steroid test as an initial

screening on a few pieces of carcass and liver bats, carried out for two months.

The second stage consisted of the extraction and phytochemical test from meat of

bats, pork, chicken, rabbit, and tuna, as well as spices, followed by isolation,

fractionation, and characterization of n-Hexane extract of Pteropus alecto, held

for six months. Phytochemical study of meat included identification of active

compouns, namely quantitative test steroid/triterpenoid using Lieberman Burchard

reagent, the alkaloid test using reagents Dragendrof, Meyer reagents, reagent

Bouchardat, the total phenolic using AlCl2 reagent, flavonoids test using Mg and

concentrated HCl. Fractionation of the active compound was done by using

column chromatography and thin layer chromatography. Characterization of the

fractionation was done through the determination of molecular weight by the

method of liquid chromatography-mass spectroscopy (LC-MS). Chemical

structure of the active compounds was determined by using masslynx software,

tools element composition. The results of initial screening indicated that boneless

carcass and liver of Nyctimene cephalotes, Pteropus alecto, and Thoopterus

nigrescens showed a steroid compound. The second stage showed that the

boneless carcass of Nyctimene cephalotes, Pteropus Alecto, and Rousettus

amplexicaudatus showed steroids and alkaloids, while Acerodon celebensis,

Thoopterus nigrescens, Pteropus sp, Thopterus sp, pork, rabbit, and fish

contained only steroid compounds. The results of the initial screening of the

spices showed the existence of triterpenoid compounds, flavonoids, and

alkaloids. The results of the characterization of the isolated extract n-Hexane

Pteropus alecto showed that the highest abundance in percentage were

compounds with molecular weights of each 413.2692 (C26H3704), 324.2691

(C23H34N), 276.2 (C19H34N), and 319.3 (C21H39N2). The four molecular weights

observed that have molecular structure similar to steroid compounds were five

compounds and five compounds others of molecular structures found similar to

alkaloid.

Keywords: phytochemicals, extracts n-Hexane, the active compound, bats.

89

Pendahuluan

Tuntutan sebagian konsumen terhadap bahan pangan dewasa ini semakin

bergeser, yaitu pangan yang diminati adalah pangan yang bersifat fungsional.

Artinya, bukan saja memiliki komposisi gizi yang baik serta penampakan dan cita

rasa yang menarik, tetapi juga harus memiliki fungsi fisiologis tertentu bagi tubuh

(Wijaya 2002). Suatu bahan pangan dapat dikategorikan menjadi pangan

fungsional jika memiliki syarat utama yang harus dipenuhi, yaitu merupakan

makanan atau minuman, bukan kapsul, tablet, atau serbuk yang mengandung

senyawa bioaktif tertentu, berasal dari bahan alami, harus merupakan bahan yang

dikonsumsi dari bagian diet sehari-hari, dan memiliki fungsi tertentu setelah

dikonsumsi (Gibson & Williams 2000).

Definisi pangan fungsional menurut Badan Pengawasan Obat dan

Makanan Republik Indonesia adalah pangan yang secara alamiah maupun telah

melalui proses, mengandung satu atau lebih komponen fungsional yang

berdasarkan kajian-kajian ilmiah dianggap mempunyai fungsi-fungsi fisiologis

tertentu, terbukti tidak berbahaya, dan bermanfaat bagi kesehatan (UU No 7 1996,

BPOM RI 2011). Masyarakat di Sulawesi Utara menjadikan kelelawar sebagai

lauk yang dikenal dengan nama paniki. Berdasarkan informasi di media masa dan

wawancara langsung dengan konsumen, dipercayai bahwa daging dan hati

kelelawar dapat menyembuhkan penyakit, seperti asma, alergi, juga dapat

mempertahankan stamina bagi pria atau wanita. Diduga bahwa daging kelelawar

mengandung senyawa aktif ketotifen dan steroid. Berdasarkan bank data, ketotifen

merupakan senyawa pemblokir pelepasan mediator inflamasi (PubChem, Drug

Bank). Steroid merupakan senyawa aktif yang terdapat pada hewan yang

berfungsi sebagai hormon pengatur tumbuh (Yohny et al 2003, Handayani et al.

2008).

Cara pengolahan daging kelelawar yang khas dengan penggunaan

rempah-rempah, seperti jahe, kunyit, cabai, sereh, daun jeruk, bawang merah, dan

bawang putih menjadikan daging kelelawar olahan kaya akan komponen aktif.

Darusman et al. (2007) melaporkan bahwa kandungan senyawa aktif pada kunyit

adalah flavonoid dan triterpenoid, kandungan cabe rawit adalah flavonoid,

90

sedangkan kandungan jahe adalah triterpenoid. Rustam et al. (2007) melaporkan

bahwa ekstrak metanol kunyit mempunyai efek antiinflamasi pada tikus.

Pada saat ini telah banyak dilakukan studi terkait keberadaan senyawa

bioaktif dalam bahan nabati atau tumbuhan, sedangkan eksplorasi satwa, hewan,

dan ternak masih sangat sedikit sekali dipelajari, terlebih yang berkaitan dengan

sumber daya/kekayaan hayati lokal Indonesia. Laporan ilmiah yang

mengungkapkan penggunaan daging kelelawar sebagai bahan pangan yang

bersifat fungsional sampai saat ini belum tersedia. Adanya kepercayaan sebagian

masyarakat akan keistimewaan daging kelelawar untuk menyembuhkan penyakit

asma perlu dibuktikan secara ilmiah. Identifikasi dan karakterisasi senyawa-

senyawa aktif yang terdapat di dalam daging kelelawar sangat berkaitan erat

dengan pengembangan ilmu pengetahuan karena akan mengaplikasikan berbagai

metode ekstraksi hingga pemurnian untuk mendapatkan jenis senyawa aktif yang

bertanggung jawab terhadap pengobatan penyakit asma.

Penelitian yang terkait dengan topik tersebut menarik untuk dilakukan,

salah satunya adalah dengan melakukan telaah fitokimia dan karakterisasi

senyawa aktif ekstrak n-Heksana dari daging kelelawar. Penelitian ini bertujuan

untuk melakukan identifikasi secara kualitatif senyawa-senyawa aktif dan

karakterisasi senyawa-senyawa aktif dalam daging kelelawar melalui penentuan

bobot molekul. Teridentifikasinya senyawa-senyawa aktif akan menjawab

berbagai kepercayaan/pemeo yang beredar di masyarakat dan kesesuaian klaim

daging kelelawar sebagai pangan yang bersifat fungsional. Diharapkan, dengan

diketahuinya beberapa keistimewaan daging kelelawar, pelestarian dan

pemanfaatan hewan ini dapat diseimbangkan. Berdasarkan informasi ini

pemerintah dapat menindaklanjuti dengan program pelestarian kelelawar di

wilayah Sulawesi sebagai plasma nutfah, sekaligus membudidayakannya agar

terhindar dari kepunahan untuk menyejahterakan masyarakat setempat. Penelitian

ini diharapkan menghasilkan suatu temuan baru untuk dapat menjelaskan secara

ilmiah keterkaitan antara konsumsi daging kelelawar dengan pengobatan penyakit

asma. Studi lanjut secara genetik molekuler di antaranya melalui genotyping

terhadap spesies kelelawar, khususnya di Sulawesi dan secara umum di Indonesia,

akan terbuka, didasari dengan pembuktian keberadaan senyawa aktif dari hasil

91

penelitian ini nantinya. Penelitian ini, dengan demikian, akan menyumbangkan

satu penemuan baru dalam pengembangan ilmu dan teknologi untuk senyawa-

senyawa aktif yang terdapat pada produk hewani. Berdasarkan latar belakang

tersebut di atas, telah dilakukan suatu penelitian yang bertujuan untuk mengetahui

jenis senyawa aktif yang terdapat dalam daging kelelawar dan bumbu-bumbu

sebagai bahan pangan. Kepercayaan akan kegunaan konsumsi daging kelelawar

sebagai obat juga mengantarkan penelitian ini untuk mengisolasi dan

mengkarakterisasi senyawa aktif golongan alkaloid dan steroid yang terdapat

dalam daging kelelawar.

Bahan dan Metode

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Hasil

Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Sam Ratulangi untuk proses

pengeringan daging, Laboratorium Kimia Organik, Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan, IPB untuk telaah fitokimia dan fraksinasi senyawa aktif, dan

Laboratorium Biotek, Pusat Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Kementerian Riset

dan Teknologi, Serpong, Tangerang, untuk penentuan bobot molekul dan struktur

molekul. Pelaksanaan penelitian dimulai dengan tahap pertama, yaitu uji

pendahuluan pada Oktober-Desember 2010. Tahap kedua pada Oktober 2011

sampai April 2012.

Bahan dan Alat Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian tahap satu sebagai uji

pendahuluan adalah 3 ekor kelelawar P. alecto. Jenis kelelawar tahap kedua

adalah 37 ekor A. celebensis, 20 ekor N. cephalotes, 20 ekor P. alecto, 7 ekor

Pteropus sp, 20 ekor R. amplexicaudatus, 10 ekor T. nigrescens, 5 ekor

Thoopterus sp 1, 6 ekor Thoopterus sp 2 yang diperoleh dari beberapa lokasi di

Sulawesi, 2 kg daging ayam, 2 kg daging babi, dan 2 kg ikan cakalang yang

diperoleh di Pasar Bersehati Manado, 2 kg daging kelinci yang diperoleh dari

peternakan rakyat di Bogor, serta bumbu masak yang digunakan dalam

pengolahan daging kelelawar. Bahan kimia yang digunakan terdiri atas berbagai

jenis pelarut organik teknis dan proanalisis, yaitu n-heksana, dietil eter, etil asetat,

92

metanol, etanol, kloroform, Pereaksi Liebermann-Burchard, pereaksi Dragendrof,

Pereaksi Mayer, pereaksi Wagner, HCl, FeCl3, Mg, amyl alkohol, amonia, dan

silica gel 60, 70-230 mesh, E. Merck untuk kromatografi kolom, silica gel 60 F

254 untuk kromatografi lapis tipis.

Peralatan yang digunakan adalah alat-alat gelas, timbangan analitik,

dissecting set, camera digital, food processor, cool box, lempeng tetes,

seperangkat alat sokhlet, oven, seperangkat alat kromatografi kolom dengan

panjang kolom 40 cm, dan diameter1.8 cm, vacuum rotary evoporator bunchi R

114 yang dilengkapi dengan sistem vakum bunchi B 169, oven, lemari asam,

sinar UV 254 (original hanau floutest), pipa kapiler, dan seperangkat alat LC-MS,

seri UPLC acquaty, MS XEVO-G2QTof, jenis kolom acquatif BEH 1.7 μm C18

diameter 2.1 mm x 50 mm.

Metode Penelitian

Penelitan Tahap l

Penelitian tahap pertama adalah uji pendahuluan yang bertujuan untuk

mengetahui bagian mana dari komponen karkas dan non karkas kelelawar yang

mempunyai zat aktif, dan jenis ekstraksi yang akan digunakan dalam penelitian.

Jenis kelelawar yang digunakan adalah P. alecto. Uji pendahuluan yang dilakukan

adalah uji steroid.

Metode ekstraksi dilakukan secara dingin dengan maserasi dan secara

panas dengan sokhlet. Sebelumnya, kelelawar dipelihara dalam kandang di

tempat asalnya kurang lebih dua minggu dan diberi makan buah-buahan, seperti

pisang dan pepaya setiap hari. Satu hari sebelum dibawa ke laboratorium

kelelawar sudah dibakar kemudian karkasnya disimpan di lemari es suhu 5°C.

Selanjutnya, sampel dibawa ke laboratorium Teknologi Hasil Ternak, Fakultas

Peternakan IPB, dan disimpan pada suhu dingin.

Seminggu kemudian, karkas diblender sesuai dengan kebutuhan penelitian.

Setiap sampel diuji sebanyak tiga kali. Analisis sampel terdiri atas: Sampel A

adalah bagian daging beserta lemak dan kulit, Sampel B adalah karkas

keseluruhan, Sampel C adalah daging tanpa lemak dan kulit, Sampel D adalah

bagian hati. Prosedur kerja uji pendahuluan adalah sebagai berikut.

93

Ekstraksi Dingin dengan Maserasi.

Sebanyak 0.3 g sampel dalam keadaan segar yang telah halus dimasukkan

ke dalam tabung reaksi ditambahkan dietil eter sebanyak 5 mL kemudian dikocok

menggunakan vorteks sampai terbentuk dua lapisan. Lapisan bagian atas dipipet

dan diteteskan pada lempeng dan diidentifikasi menggunakan pereaksi Lieberman

Buchard.

Ekstraksi Panas Menggunakan Metode Sokhlet (AOAC, 1995)

Sejumlah sampel daging yang telah dikeringkan dengan oven pada suhu

80ºC selama 12 jam, dimasukkan ke dalam kertas saring yang dibentuk

menyerupai timbel, kemudian ditutup dengan kapas wol bebas lemak. Timbel

tersebut dimasukkan ke dalam alat ekstraksi sokhlet, kemudian alat ekstraksi

dipasangkan dengan labu lemak di bawahnya. Pelarut n-heksana dituangkan ke

dalam alat ekstraksi sokhlet sesuai dengan ukuran yang digunakan, alat ekstraksi

sokhlet dipasang pada alat kondensator di atasnya.

Selanjutnya, dilakukan refluks minimum 5 jam sampai pelarut yang turun

ke dalam labu lemak berwarna jernih. Timbel dikeluarkan dan pelarut yang ada

dalam labu lemak didestilasi selama satu jam. Labu lemak yang berisi hasil

ekstraksi dipanaskan dalam oven suhu 105°C selama satu jam dan didinginkan

dalam desikator.

Untuk pengujian steroid, ekstrak sebanyak 0.1 g ditambahkan kloroform

dan air dengan perbandingan 1:1 kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi

kemudian dikocok dan didiamkan sampai berbentuk dua lapisan. Lapisan bawah

disaring dan filtratnya dipipet kemudian diteteskan ke plat tetes. Setelah kering

ditambahkan pereaksi Lieberman Buchard.

Penelitian Tahap ll

Hasil pengujian tahap pertama merupakan rekomendasi untuk uji fitokimia

tahap kedua. Kelelawar yang digunakan dalam penelitian ini adalah kelelawar

yang ditangkap langsung di habitatnya yang langsung dipotong kemudian diambil

bagian karkasnya dan dikeringkan, sedangkan daging ternak konvensional dan

ikan serta bumbu masak diambil di pasar tradisional. Prosedur kerja penelitian

tahap kedua adalah sebagai berikut.

94

Pengeringan Sampel

Sampel daging kelelawar, daging ternak konvensional, dan ikan cakalang

yang digunakan dipotong-potong tipis dengan ukuran 1-3 cm, sedangkan bumbu

masak dihaluskan, lalu dikeringkan dengan oven pada suhu 80ºC salama 6-12 jam

sampai daging dan bumbu masak mudah dihancurkan, kemudian dihaluskan, lalu

dikemas dalam plastik untuk dianalisis. Sampel daging diekstraksi dengan pelarut

n-heksana menggunakan sokhlet, kemudian ekstrak n-heksana hasil akstraksi

diuji dengan metode fitokimia. Bumbu masak langsung diuji fitokimianya.

Uji Fitokimia Daging dan Bumbu Masak

Uji fitokimia merupakan skrining awal. Hasil uji fitokimia untuk ekstrak

n-heksana yang positif mengandung senyawa aktif dilanjutkan dengan isolasi dan

fraksinasi untuk penentuan bobot molekul dan struktur molekul. Uji fitokimia

daging secara kuantitatif meliputi, pemeriksaan alkaloid, flavonoid, fenolik, dan

triterpenoid, dengan prosedur kerja sebagai berikut.

Persiapan Bahan Uji.

Ekstrak n-heksana sebanyak 0.1 g ditambahkan pelarut campuran

kloroform dan aquades dengan perbandingan 1:1. Campuran dikocok dalam

tabung reaksi dan dibiarkan sejenak sehingga berbentuk dua lapisan. Lapisan yang

berada di atas digunakan untuk pemeriksaan fenolik dan flavonoid.

Pemeriksaan Alkaloid.

Ekstrak n-heksana sebanyak 0.3 g dimasukkan ke dalam tabung reaksi.

Setelah itu ditambahkan ammonia 10% dan CHCl3 10 mL kemudian dikocok.

Lapisan CHCl3 diambil dan ditambahkan H2SO4, kemudian dikocok lagi, fase

cairnya diambil dan dibagi menjadi tiga bagian.

Ke dalam masing-masing bagian ditambahkan pereaksi Dragendrof,

pereaksi Meyer, dan pereaksi Wegner. Warna merah yang terbentuk pada sampel

yang diberikan pereaksi Dragendrof, endapan warna putih pada sampel yang

ditambahkan pereaksi Meyer, dan endapan cokelat kemerahan pada sampel yang

ditambahkan pereaksi Wegner menunjukkan bahwa sampel positif mengandung

alkanoid.

95

Pemeriksaan Fenolik.

Lapisan atas larutan ekstrak n-heksana 0.1 g, air, dan kloroform yang

berada di dalam tabung reaksi dipipet dan dipindahkan ke dalam plat tetes,

kemudian ditambahkan pereaksi AlCl3. Reaksi positif adalah bila terbentuk warna

hijau, biru, atau ungu.

Pemeriksaan Senyawa Flavonoid.

Lapisan atas larutan ekstrak n-heksana 0.1 g yang berada di dalam tabung

reaksi dipipet dan dipindahkan ke dalam tabung reaksi yang lain dan ditambahkan

sedikit bubuk logam Mg serta beberapa tetes asam klorida pekat. Reaksi positif

adalah bila terbentuk warna merah kuning atau jingga

Pemeriksaan Senyawa Saponin

Lapisan bawah larutan ekstrak n-heksana 0.1 g, air, dan kloroform yang

berada di dalam tabung reaksi disaring. Bagian residunya dimasukkan ke dalam

gelas piala, ditambahkan aquades sebanyak 5 mL, kemudian dipanaskan selama 5

menit sampai mendidih. Kemudian, didinginkan dan dikocok vertikal sampai

membentuk busa. Kemudian ditambahkan HCl 2N dan didiamkan selama 10

menit. Positif mengandung saponin, jika busa dalam tabung reaksi tidak berubah.

Pemeriksaan Senyawa Triterpenoid/ Steroid.

Lapisan bawah larutan ekstrak n-heksana 0.1 g, air, dan kloroform yang

berada di dalam tabung reaksi disaring. Bagian filtratnya dipipet dan dipindahkan

ke dalam plat tetes kemudian diangin-anginkan. Identifikasi keberadaan senyawa

steroid dilakukan dengan reaksi warna dengan pereaksi Lieberman Burchard.

Triterpenoid positif apabila terbentuk warna merah atau violet, steroid positif

apabila terbentuk warna hijau atau biru.

Isolasi Ekstrak n-Heksana

Ekstrak n-heksana yang positif mengandung steroid dan alkoloid

selanjutnya diisolasi. Isolasi senyawa steroid dilakukan pada tiga jenis kelelawar,

yaitu A. celebensis, P. alecto, dan R. amplexicaudatus, serta daging babi. Dasar

pertimbangan memilih ketiga jenis kelelawar ini adalah A. celebensis merupakan

endemik Sulawesi, R. amplexicaudatus penyebaranya luas, P. alecto sudah

96

dikomersialkan dan dipasarkan baik di pasar tradisional maupun di pasar modern

di daerah Sulawesi. Selain itu jumlah sampelnya tersedia. Bagan kerja tahap

ekstraksi dan isolasi senyawa steroid dapat dilihat pada Gambar 20

- dipotong-potong halus

- dikeringkan (80ºC, 12 jam)

- diekstrak dengan n-heksana

- diuji fitokimia - disabunkan

dengan KOH

- direfluks

(700C, 1jam)

-difraksinasi

dgn dietil eter

-dievaporasi

-uji L-B -uji L-B

-dipekatkan

Gambar 20 Bagan kerja tahap ekstraksi dan isolasi ekstrak n-heksana.

Ekstrak n-heksana pekat sebanyak 10 mL dimasukkan ke dalam labu ukur,

disabunkan dengan menambahkan KOH kristal pa sebanyak 9.5 g dan 50 mL

etanol 95%, dan dipanaskan pada suhu 70°C selama 1 jam. Kemudian didinginkan

dan ditambahkan aquades sebanyak 50 mL, dan dimasukkan ke dalam labu kocok.

Kemudian ditambahkan dietil eter sebanyak 50 mL dan dikocok-kocok.

Didiamkan sampai terjadi pemisahan. Lapisan atas ditampung dalam gelas kimia,

dan ditambahkan dietil eter 20 mL kemudian dimasukkan kembali ke dalam labu

kocok. Pemisahan ini diulangi sampai benar-benar lapisan atas bebas dari lemak

dan air. Hasil tampungan dicuci dengan air sampai alkali dengan menggunakan

indikator pp. Warna pink berarti belum bebas sabun, dan warna netral berarti

Daging segar

Bahan kering

Ekstrak n-heksana

Ekstrak n-heksana Ekstrak n-heksana

Steroid Alkaloid Flavonoid Fenolik Saponin

Fase tak tersabunkan

Fase tersabunkan

Steroid (-) Steroid (+)

97

bebas dari sabun. Fase yang tidak tersabunkan dipekatkan menggunakan

evaporator sampai bebas pelarut. Kedua fase ini kemudian diuji dengan pereaksi

Lieberman Buchart yang terdiri atas kloroform, asam asetat anhidrid dan asam

sulfat pekat.

Pemisahan Fase Tak Tersabunkan

Untuk melihat larutan pengembang yang baik, maka fase yang tak

tersabunkan dianalisis dengan kromatografi lapis tipis (KLT). Fase tak

tersabunkan ditotolkan sebanyak 3 ulangan dengan jarak ulangan 1 cm pada

masing-masing plat kromatografi lapis tipis yang sudah diaktifkan pada suhu

80ºC selama 15 menit, dan dipotong-potong ukuran 5 cm x 6.5 cm dengan jarak

eluen dari titik penotolan dan batas atas 5 cm. Masing-masing Plat KLT yang

sudah ditotolkan ekstrak tak tersabunkan dimasukkan ke dalam masing-masing

vial yang berisikan larutan pengembang tunggal yang sudah dijenuhkan, yaitu n-

hexana, kloroform, dietil eter, etanol, metanol, dan etil asetat sampai pergerakan

eluen mencapai batas atas KLT. Setelah itu, plat KLT diangkat dan diangin-

anginkan. Untuk melihat noda-noda pada plat KLT digunakan sinar UV. Melihat

jarak noda dan jumlah noda yang terbentuk pada plat KLT maka dilakukan

penggabungan dua jenis pelarut. Hasil penggabungan dua jenis eluen diperoleh

gabungan pelarut, yaitu n-heksana-dietil eter (80:20) dengan jumlah noda empat

titik dengan jarak noda yang sama. Setelah diperoleh eluen yang terbaik, sebanyak

1 g fase tak tersabunkan dipisahkan dengan cara kromatografi kolom

menggunakan fase diam silika gel 60 (70-230 mesh) sebanyak 80 g dengan

panjang kolom 40 cm, dan diameter 1.8 cm menggunakan fase gerak n-heksana-

etil asetat dan difraksinasi secara gradient. Fraksi-fraksi ditampung dalam tabung

reaksi yang sudah diberi label (T1-T125) setiap 5 menit. Masing-masing fraksi

dianalisis secara kromatografi lapis tipis. Fraksi-fraksi dengan pola Rf yang sama

digabungkan menjadi satu kemudian diuapkan. Semua fraksi-fraksi diuji steroid

dan alkaloid.

Identifikasi dan Penentuan Struktur Molekul

Identifikasi dan penentuan bobot molekul fraksi-fraksi hasil penggabungan

dilakukan dengan menggunakan liquid chromatography-mass spectroscopy (LC-

98

MS). Penentuan struktur molekul ditentukan dengan bantuan software masslynx,

tools element composition. Bagan kerja proses pemisahan senyawa fase tidak

tersabunkan dan penentuan bobot molekul fraksi-fraksi hasil penggabungan

ditunjukkan dalam Gambar 21.

Analisis Data

Hasil analisis fitokimia dan karakterisasi senyawa aktif diuraikan secara

deskriptif.

- di KK dengan silika gel 60 (70-230

mesh)

- dielusi secara gradient dengan eluen n-

heksana-EtOAc

- ditampung setiap 5 menit

- hasilnya di KLT dengan larutan

pengembang n-heksana-EtOAc (80 : 20)

- disinar UV

- fraksinasi dengan pola Rf sama

digabung

-LC-MS -LC-MS

-Software masslynx, -Software masslynx,

tools element composition tools element composition

Gambar 21 Bagan kerja proses pemisahan senyawa fase tidak tersabunkan dan

penentuan bobot molekul fraksi-fraksi hasil penggabungan.

Fase tak tersabunkan 1 g

Fraksi A Fraksi B Fraksi C Fraksi D Fraksi E Fraksi F

Bobot molekul Bobot molekul

Struktur molekul Struktur molekul

99

Hasil dan Pembahasan

Penelitian Tahap l

Penelitian tahap pertama merupakan uji pendahuluan. Berdasarkan uji

pendahuluan maka diketahui bahwa pada hati, daging bersama kulit, dan daging

campuran semua bagian tubuh yang diekstraksi menggunakan sokhlet dan yang

dimaserasi, memiliki komponen senyawa steroid. Identifikasi senyawa steroid

diketahui dengan adanya perubahan warna sampel sebelum dan sesudah diuji

dengan pereaksi Lieberman-Buchard. Perubahan warna sampel disajikan pada

Tabel 7.

Tabel 7 Perubahan warna beberapa komponen tubuh kelelawar P alecto yang

diekstraksi menggunakan sokhlet dan maserasi

Komponen

tubuh

Maserasi Sokhlet

Warna awal Warna akhir Warna awal Warna akhir

A Bening biru kehijauan Bening biru kehijaun

B Bening biru kehijauan Bening biru kehijaun

C Bening putih gading - -

D Bening biru kehijauan - -

Tanda - tidak dianalisis, A: daging dan kulit, B: karkas keseluruhan, C: daging

tanpa kulit, D: hati

Uji Lieberman Buchard pada penelitian pendahuluan ini memperlihatkan

bahwa sampel A, B, dan D menunjukkan perubahan warna dari warna bening

menjadi biru kehijauan, sedangkan sampel C tidak memperlihatkan perubahan

warna. Hal ini menunjukkan bahwa pada perlakuan A, B, dan D teridentifikasi

positif memiliki senyawa steroid. Harborne (2006) menyatakan bahwa senyawa

aktif dapat diidentifikasikan dari warna yang dihasilkan dengan menggunakan

pereaksi Lierbemann Buchard, warna hijau menunjukkan steroid, warna merah,

merah muda, dan ungu menunjukkan triterpenoid. Senyawa steroid pada hewan

kebanyakan ditemukan dalam keadaan bebas. Secara fisiologis, steroid anabolik

dapat membuat seseorang menjadi agresif. Johnny et al. ( 2003) melaporkan

bahwa steroid menimbulkan peningkatan total leukosit yang berperan sebagai

sistem kekebalan tubuh pada ikan kerapu. Saleh (2007) melaporkan bahwa ekstrak

metanol dari akar tumbuhan S. Album Linn yang mengandung steroid

(clionesterol) mempunyai aktivitas hipoglisemik pada dosis 50 mL / kg bb mencit

jantan.

100

Penelitian Tahap II

Uji fitokimia Daging Kelelawar, Ternak Konvensional, dan Ikan Cakalang

Berdasarkan hasil penelitian tahap pertama, maka penelitian tahapan kedua

ditetapkan untuk mengambil sampel karkas tanpa tulang dengan menggunakan

metode ekstraksi secara panas, yaitu sokhlet. Pada penelitian ini pengujian

fitokimia meliputi beberapa spesies daging kelelawar yang ditangkap di beberapa

daerah, dibandingkan dengan ternak konvensional, seperti ayam, babi, kelinci, dan

ikan cakalang. Tabel 8 menunjukkan bahwa semua jenis kelelawar, daging

kelinci, dan ikan cakalang positif mengandung senyawa steroid kecuali daging

ayam, dan ada 3 spesies kelelawar yang mengandung senyawa alkaloid.

Tabel 8 Uji Fitokimia ekstrak n-heksana daging kelelawar dan beberapa daging

ternak konvensional serta ikan cakalang

Jenis daging Komponen aktif

Steroid Fenolik Alkaloid Flavonoid Saponin

D M W 1 2 3

Daging kelelawar

A. celebensis

N. cephalotes

P. alecto

Pteropus sp

R. amplexicaudatus

T.nigrescens

Thoopterus sp 1

Thoopterus sp 2

++

++

++

++

++

+++

++

++

-

-

-

-

-

-

-

-

-

+

+

-

-

+

-

-

-

+

+

-

-

+

-

-

-

+

+

-

-

+

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

Daging kelinci + - - - - - - - -

Daging ayam - - - - - - - - +

Daging babi + - - - - - - - -

Ikan cakalang ++ - - - - - - - -

W : pereaksi Wagner; M: pereaksi Meyer; D: pereaksi Dragendrof; +++:

intensitas warna sangat kuat;++ intensitas warna kuat; + intensitas warna lemah;

- tidak terdapat senyawa aktif

Intensitas warna senyawa steroid sangat kuat pada T. nigrescens (+++)

daripada A. celebensis, N. cephalotes, P. alecto, Pteropus sp, Thoopterus sp 1,

Thoopterus sp 2, R. amplexicaudatus, serta ikan cakalang (++), sedangkan daging

babi dan kelinci intensitas warnanya lemah (+) seperti pada Lampiran 1. Kuatnya

intensitas warna pada semua jenis daging kelelawar diduga karena jenis makanan

yang dikonsumsi kelelawar di alam dan kemampuan tubuh kelelawar untuk

101

memetabolisme nutrisi dalam tubuh terutama karbohidrat yang akan

menghasilkan asam asetat yang merupakan prekursor untuk pembentukan asam

mevalonat yang akan menghasilkan steroid.

Uji alkaloid menggunakan pereaksi Dragendrof, Meyer, dan Wagner

menunjukkan bahwa P. alecto, N. cephalotes, dan T. nigrescens mengandung

senyawa alkaloid, walaupun intensitas warna lemah dan endapan yang terbentuk

kurang (+), seperti pada Lampiran 12. Identifikasi senyawa alkaloid diketahui

dengan adanya perubahan warna dari bening menjadi oranye dengan endapan

oranye pada pereaksi Dragendrof, warna bening menjadi putih keruh dan endapan

putih keruh pada pereaksi Meyer, dan perubahan warna bening menjadi cokelat

dan endapan cokelat pada pereaksi Wagner. Terdapatnya kandungan alkaloid pada

N. cephalotes, P. alecto, dan T.nigrescens diduga karena pakan yang dikonsumsi

kelelawar jenis ini mengandung nutrisi yang dapat dijadikan sebagai prekursor

pembentukan alkaloid dan adanya kemampuan tubuh untuk membentuk asam-

asam amino, seperti lisina, histidina, dan tirosina yang merupakan cikal bakal

terbentuknya alkaloid

Uji fitokimia Bumbu Masak

Pengujian fitokimia menunjukkan bahwa bumbu masak mengandung

senyawa triterpenoid dan alkaloid. Tabel 9 menunjukkan bahwa cabe rawit, jahe

merah, kunyit, daun sereh, dan gabungan dari semua jenis bumbu masak positif

mengandung senyawa triterpenoid dan senyawa flavonoid, sedangkan kunyit dan

daun bawang hanya menggandung triterpenoid.

Identifikasi senyawa triterpenoid diketahui dengan adanya perubahan

warna sampel sesudah diuji dengan pereaksi Lieberman-Buchard menjadi merah

muda dengan intensitas warna setiap bumbu yang berbeda. Intensitas warna

senyawa triterpenoid sangat kuat pada kunyit, daun sereh, dan bumbu campur

(+++) daripada cabe rawit (++), sedangkan jahe merah dan daun bawang

intensitas warnanya lemah (+), seperti pada Lampiran 13.

Uji flavonoid menunjukkan bahwa jahe, sereh, cabe rawit, dan campuran

semua bumbu masak menggandung flavonoid. Identifikasi flavonoid diketahui

dengan adanya perubahan warna menjadi kuning untuk ekstrak jahe, cabe rawit,

102

dan campuran bumbu masak serta warna jingga untuk ekstrak sereh, dengan

intensitas perubahan warna yang sangat kuat, seperti pada Lampiran 14.

Tabel 9 Uji fitokimia bumbu masak yang digunakan dalam pengolahan kelelawar

Jenis bumbu Komponen aktif

Triterpenoid Fenolik Alkaloid Flavonoid Saponin

D M W

Cabe rawit ++ - - - - +++ -

Jahe merah + - - - - +++ -

Kunyit +++ - - - - - -

Bawang daun + - - - - - -

Bawang merah - - - - - - -

Daun sereh +++ - - - - +++ -

Daun jeruk purut - - - - - -

Bumbu campur +++ - - - - +++ -

W:pereaksi Wagner; M:pereaksi Meyer; D:pereaksi Dragendrof; +++: intensitas

warna sangat kuat;++ intensitas warna kuat; + intensitas warna lemah; - tidak

terdapat senyawa aktif

Isolasi Senyawa Steroid dengan Penyabunan

Prinsip penyabunan ialah memisahkan senyawa-senyawa lemak selain

senyawa-senyawa yang mengandung steroid, yaitu fase yang tersabunkan adalah

lemak, dan fase tidak tersabunkan mengandung senyawa steroid. Tabel 10

menunjukkan hasil uji Lieberman Buchart dan perolehan bobot ekstrak tak

tersabunkan dari masing-masing ekstrak n- heksana.

Tabel 10 Bobot ekstrak n-heksana dan bobot fase yang tidak tersabunkan dari

ketiga jenis kelelawar dan daging babi

Jenis ekstrak

n-heksana

Bobot ekstrak

n-heksana (g)

Bobot fase tidak

tersabunkan (g)

Uji steroid

A. celebensis 70 1.225 Warna biru

P. alecto 130 3.887 Warna biru

R. amplexicaudatus 55 0.991 Warna biru

Daging babi 10 0.204 Warna biru

Hasil penyabunan ekstrak n-heksana A. celebensis, P. alecto, dan R.

amplexicaudatus serta daging babi yang difraksinasi dengan menggunakan dietil

eter menunjukkan bahwa fase tidak tersabunkan mengandung steroid, dan fase

yang tidak tersabunkan tidak mengandung steroid.

103

Pemisahan dan Pemurnian Senyawa Tak Tersabunkan

Berdasarkan banyaknya fase tak tersabunkan dari ketiga jenis kelelawar

dan daging babi, maka untuk pemisahan dengan menggunakan kromatografi

kolom diambil satu spesies yang jumlah fase tidak tersabunkan lebih banyak,

yaitu P. alecto. Untuk menguji pelarut terbaik yang digunakan dalam

kromatografi kolom digunakan enam pelarut tunggal sebagai analisis awal

menggunakan kromatografi lapis tipis. Gambar 22 memperlihatkan pola noda

yang terbentuk pada KLT dari fase tak tersabunkkan ekstrak n-heksana P. alecto

pada enam pelarut tunggal.

Kloroform

Etanol

Etil asetat

n-Heksana

Dietil eter

Metanol

Gambar 22 Pola noda kromatografi lapis tipis fase tak tersabunkan ekstrak n-

heksana P. alecto pada enam pelarut tunggal.

Berdasarkan pada pola noda yang terbentuk dari keenam pelarut tunggal

dilakukan kombinasi pelarut, yaitu Etanol-etil asetat dan n-heksana-etil asetat.

Gambar 23 memperlihatkan pola noda pada plat kromatografi lapis tipis

kombinasi pelarut Etanol–etil asetat (50:50) dan n-heksana-etil asetat (50:50)

Etanol–etil asetat (50:50)

n-Heksana-etil asetat(50:50)

Gambar 23 Pola noda kromatografi lapis tipis fase tak tersabunkan ekstrak n-

heksana pada pelarut Etanol-etil asetat dan n-heksana-etil asetat.

Berdasarkan pola noda dari kedua kombinasi pelarut maka dipilih

kombinasi n-heksana-etil asetat. Hasil analisis kombinasi n-heksana-etil asetat

yang terbaik untuk proses kromatografi kolom dari fraksi yang tidak tersabunkan

104

adalah n-heksana-etil asetat (80 :20), dengan empat noda dan nilai Rf1 = 0.17,

Rf2 = 0.37, Rf3 = 0.73 dan Rf4 =1. Gambar 24 menunjukkan pola noda pada plat

kromatografi lapis tipis ekstrak n-heksana fase tak tersabunkan P. alecto dengan

perbandingan n-heksana-etil asetat yang berbeda.

n-Heksana - etil asetat

(50 :50)

n-Heksana - etil

asetat (70 :30)

n-Heksana - etil asetat

(80 :20)

Gambar 24 Pola noda pada kromatografi lapis tipis ekstrak n-heksana fase tak

tersabunkan P. alecto pada perbandingan n-heksana-etil asetat yang

berbeda.

Hasil analisis dengan kromatografi kolom terhadap satu gram fase tidak

tersabunkan ekstak n-Hexana P. alecto diperoleh sebanyak 126 fraksi. Setelah

dianalisis dengan KLT diperoleh 6 fraksi gabungan. Fraksi-fraksi yang

menampakkan pola yang sama pada kromatogram lapis tipis adalah fraksi A (T1-

T12) seberat 0.0436 g, fraksi B (T13-T36) seberat 0.0378 g, fraksi C (T37-T58)

seberat 0.237 g , fraksi D (T59-T67) seberat 0.127 g, fraksi E (T68-T76) seberat

0.0144 g, dan fraksi F (T77-T126) seberat 0.358 g. Kromatografi lapis tipis dari

keenam fraksi gabungan dapat dilihat pada Gambar 25.

Gambar 25 Pola noda pada kromatografi lapis tipis enam fraksi gabungan fase

tak tersabunkan ekstrak n-heksana P. alecto.

105

Hasil analisis KLT terhadap enam fraksi gabungan menunjukkan bahwa

fraksi A memiliki satu noda tebal dengan nilai Rf = 0.92, fraksi B memiliki dua

noda dengan nilai Rf = 0.30 dan 0.63, fraksi C memiliki dua noda dengan nilai Rf

= 0.41 dan 0.58, fraksi D memiliki dua noda dengan nilai Rf = 0.40 dan 0.6, fraksi

E memiliki 3 noda dengan nilai Rf masing masing 0.16, 0.25, dan 0.46, dan fraksi

F memiliki dua noda dengan nilai Rf 0.73 dan 0.86.

Identifikasi dan Penentuan Struktur Molekul

Analisis selanjutnya adalah menentukan bobot molekul senyawa hasil

fraksinasi kolom menggunakan LC-MS seri UPLC acquaty, MS XEVO-G2QTof ,

kolom acquatif BEH 1.7 μm C18, 2.1 mm x 50 mm, dan pendugaan rumus

molekul serta struktur molekul menggunakan bantuan software masslynx, tools

element composition serta database melalui database (ChemSpider).

Hasil LC-MS dari fraksi A menunjukkan 11 puncak dengan waktu retensi

secara berurutan adalah 2.3, 2.75, 3.06, 3.19, 3.27, 3.75, 3,97, 4.32, 4.73, 5.00 dan

5.26. Persen kelimpahan tertinggi adalah waktu retensi 3.75 dan 4.73. Spektrum

massa dari fraksi A ditunjukkan dalam Gambar 26.

Gambar 26 Spektrum MS dari fraksi A.

Hasil analisis menunjukkan bahwa senyawa dengan waktu retensi 3.75

mempunyai rumus molekul C26H37O4 dan bobot molekul 413.2692, dan senyawa

dengan waktu retensi 4.73 mempunyai rumus molekul C23H34N dan bobot

106

molekul 324.2691. Berdasarkan database senyawa dengan bobot molekul 413.26

mempunyai lima kemungkinan senyawa, seperti pada Gambar 27.

17-[(3 Cyclopentylpropanoyl)oxy]-3-

oxoestr-4-en-4-olate

Massa: 413.269989013672 Da

11-(6-Hydroxy-2,5,7,8-

tetramethyl-3,4-dihydro-2H-

chromen-2-yl)-4,8-dimethyl-4,8-

undecadienoate

Massa: 413.269989013672 Da

O

15-(3-Carboxylato-3-

methyl-2-

butanyl)retinoic acid

Massa: 413.269745 Da

4-(Octyloxy)-4-[2-

(pentyloxy)phenyl]-2,5-

cyclohexadiene-1-carboxylate

Massa: 413.269745 Da

2-(4-isobutylphenyl)propanoate;

2-(4-isobutylphenyl)propanoic

acid; molecular hydrogen

Massa: 413.269745 Da

Gambar 27 Lima kemungkinan senyawa dengan massa 413.26.

Dari kelima struktur tersebut satu senyawa mempunyai kemiripan dengan

struktur molekul senyawa steroid golongan estron, yaitu 17-[(3

Cyclopentylpropanoyl)oxy]-3-oxoestr-4-en-4-olate. Estron adalah kelompok

steroid jenis estrogen yang merupakan hormon seks wanita yang diproduksi di

kelenjar adrenal dan ovari dan berkaitan dengan pengembangan sel telur dan

perkembangan seks sekunder pada wanita (Wilbraham et al. 1992, Hart et al.

2003).

Senyawa dengan bobot molekul 324.27 mempunyai enam kemungkinan

senyawa seperti pada Gambar 28. Berdasarkan strukrur molekulnya, senyawa

N,N-Diethyl-N-[4-(3-phenyl-2butanyl)benzyl]ethanaminium dan [4-(1-ethyl-3-

107

phenyl-pentyl) phenyl]methyl-trimethyl-ammonium tidak memiliki kemiripan

dengan senyawa steroid. Kedua senyawa ini memiliki kemiripan dengan turunan

benzena, dan cincin benzena sebagai subtituen pada alkana. Empat senyawa,

yaitu 1-{[(5R,7S)-3-(4-Methylphenyl)-1-yl]methyl} piperidinium, 1-Dodecyl-3-

phenylpyridinium, 1-{[3-(4-Methylphenyl)-1-yl]methyl}piperidinium, dan 1-[1-

(7-Isopropyl-1-me thyl-4-azulenyl)-2-methyl-2-propanyl]-1-methylpyrrolidinium

mempunyai kemi ripan dengan struktur molekul alkaloid golongan piridin-

piperidin karena mengandung cincin karbon dan satu atom nitrogen dalam satu

cincin karbon sebagai struktur inti. Senyawa alkaloid golongan ini terdapat pada

tumbuhan Piperis nigri (lada hitam), dan tumbuhan areca catechu (pohon pinang)

yang berguna sebagai obat cacing dan penenang (Kristina & Syahid 2008).

1-[1-(7-Isopropyl-1-methyl-4-

azulenyl)-2-methyl-2propanyl]-

1-methylpyrrolidinium

Massa: 324.268585 Da

N,N-Diethyl-N-[4-(3-phenyl-2-

butanyl)benzyl]ethanaminium

Massa: 324.268585 Da

1-{[3-(4-

Methylphenyl)adamantan-1-

yl]methyl}piperidinium

Massa: 324.268585 Da

1-{[(5R,7S)-3-(4-

Methylphenyl)adamantan-1-yl]

methyl}piperidinium

Massa: 324.268585 Da

1-Dodecyl-3-phenylpyridinium

Massa: 324.269012451172 Da

[4-(1-ethyl-3-phenyl-

pentyl)phenyl]methyl-

trimethyl-ammonium

Massa: 324.269 Da

Gambar 28 Enam kemungkinan senyawa dengan massa 324.27.

Keempat senyawa juga mempunyai kemiripan struktur molekul dengan

senyawa Kitotifen (Gambar 29) yang diusulkan sebagai obat asma, alergi kulit,

108

anafilaksis, dan rinitis karena berfungsi sebagai senyawa pemblokir reseptor

histamin H1 dan pelepasan mediator inflamasi.

4-(1-Methyl-4-piperidinylidene)-4,9-dihydro-10H-

benzo[4,5]cyclohepta[1,2-b]thiophen-10-one

Molecular Formula: C19H19NOS

Monoisotopic mass: 309.118744 Da

Gambar 29 Struktur molekul senyawa kitotifen.

Hasil LC-MS dari fraksi C menunjukkan 11 puncak dengan waktu

retensi secara berurutan adalah 2.16, 2.23, 2.82, 3.11, 3.21, 3.39, 4.05, 4.58, 4.62,

4.95 dan 5.18. Persen kelimpahan tertinggi adalah waktu retensi 3.21 dan 4.62

dengan bobot molekul 276.2 dan 319.3. Spektrum massa dari fraksi C ditunjukkan

dalam Gambar 30.

Gambar 30 Spektrum MS dari fraksi C.

Hasil analisis spektrum massa menunjukkan bahwa senyawa dengan

waktu retensi 3.21 mempunyai molekul 276.26, dan senyawa dengan waktu

retensi 4.62 mempunyai bobot molekul 319.31. Berdasarkan hasil analisis

menggunakan bantuan software senyawa dengan bobot molekul 276.26

mempunyai rumus molekul C19H34N dengan 17 kemungkinan senyawa. Empat

109

senyawa di antaranya mempunyai kemiripan dengan steroid golongan androstan.

Salah satu jenis hidrokarbon induk steroid dari keempat senyawa ini adalah

androstan dengan gugus fungsi metil yang melekat pada C-10 dan C-13 dan rantai

samping NH3 yang melekat pada atom C nomor 17, seperti pada Gambar 31.

(5α,14β,17β)-

Androstan-17-

aminium

Massa:

276.268585 Da

(5β,14β,17β)-

Androstan-17-

aminium

Massa: 276.268585

Da

(5α,8α,14β,17β)-

Androstan-17-

aminium

Massa:

276.268585Da

(5β,8α,14β,17β)-

Androstan-17-

aminium

Massa:

276.268585 Da

Gambar 31 Empat kemungkinan senyawa dengan massa 276.26858.

Harold et al. (2003) menyatakan bahwa ciri umum struktur steroid adalah

sistem empat cincin yang tergabung. Cincin A, B, dan C beranggotakan enam, dan

cincin D beranggota lima, biasanya ada substitusi metil yang melekat pada C-10

dan C-13 dan semacam rantai samping yang melekat pada C-17. Adrostan

merupakan hormon seks pada pria yang masuk ke dalam kelompok androgen

yang diproduksi oleh kelenjar adrenal yang berkaitan dengan perkembangan seks

sekunder pada pria (Wilbraham et al. 1992, Hart et al. 2003).

Senyawa dengan bobot molekul 319.31 mempunyai rumus molekul

C21H39N2 dengan dua kemungkinan senyawa, seperti pada Gambar 32.

Berdasarkan pada struktur molekul, kedua senyawa tersebut mempunyai

kemiripan dengan senyawa alkaloid, karena adanya atom nitrogen dalam struktur

lingkar heterosklik.

Berdasarkan pada atom nitrogen, senyawa (3S,5R,6aS,9S)-5-Pentyl-3,9-

dipropyl-2,3,5,6,6a,7,8,9-octahydro-1H-dipyrrolo[1,2-a:1',2'-c] pyrimi din-4-ium

masuk ke dalam alkaloid heterosiklik golongan imidazol yang atom nitrogen

terdapat pada cincin karbon dan cincin karbonnya mengandung dua atom

nitrogen. Alkaloid golongan imidazol banyak digunakan untuk pengobatan mata

110

dan untuk meningkatkan sirkulasi darah. Santos & Moreno (2004) melaporkan

bahwa alkaloid pilocarpine dari tamanam Pilocarpus digunakan sebagai obat

tetes mata untuk pengobatan glaukoma, serta untuk stimulasi keringat dan kelenjar

air mata (Sawaya et al. 2011).

4-Amino-1-hexadecylpyridinium

Massa: 319.310791 Da

(3S,5R,6aS,9S)-5-Pentyl-3,9-dipropyl-

2,3,5,6,6a,7,8,9-octahydro-1H-

dipyrrolo[1,2-a:1',2'-c]pyrimidin-4-ium

Massa: 319.310791 Da

Gambar 32 Dua kemungkinan senyawa dengan bobot molekul 319.31.

Harbone (2006) mengatakan bahwa tidak satu pun definisi alkaloid yang

memuaskan, tetapi umumnya alkaloid adalah senyawa metabolit sekunder yang

bersifat basa, mengandung satu atau lebih atom nitrogen, dan biasanya dalam

cincin heterosiklik, sekurang-kurangnya satu atom di antara cincin harus

merupakan heteroatom, yaitu atom yang bukan karbon. Adanya senyawa steroid

dan alkaloid pada daging kelelawar, serta senyawa triterpenoid dan flavoinoid

pada bumbu-bumbu masak yang digunakan dalam pengolahan daging kelelawar

menjadikan daging kelelawar sebagai pangan yang dapat berfungsi sebagai

pangan fungsional. Adanya kemiripan senyawa steroid golongan estron dan

androstan serta senyawa alkaloid golongan piridin-piperidin dan imidazol pada

daging kelelawar P. alecto maka dugaan daging kelelawar dapat membantu proses

penyembuhan asma, alergi dan dapat meningkatkan stamina dapat diterima

Simpulan

Hasil skrining tahap awal pada bagian hati, daging bersama kulit, dan

karkas kelelawar P. alecto menunjukkan adanya senyawa steroid. Hasil uji

fitokimia tahap kedua menunjukkan N. cephalotes dan P. alecto mengandung

senyawa aktif yang beragam. Hasil karakterisasi terhadap isolasi ekstrak n-

heksana P. alecto diperoleh senyawa steroid kelompok estron dan androstan, dan

alkaloid dengan kerangka piridin-piperidin dan imidazol.

111

Daftar Pustaka

[AOAC] Official Method of Analysis of the Association of Official Analytical

Chesmist. 1995. Inc. Arlington. Virginia. USA.

[BPOM RI] Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia Peraturan

Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan R.I. No. HK.

00.05.52.0685. 2005. Tentang Ketentuan Pokok Pengawasan Pangan

Fungsional. BPOM RI.

Chaovanalikit A, Wrolstad RE. 2004. Total anthocyanins and total phenolic of

frest and processed cherries and their antioxidant properties. J Food Sci 69

(1) :67-72.

Darusman LK, R Haryanto, M Rafi, WT Wahyuni. 2007. Petensi daerah sidik jari

spektrum infra merah sebagai penanda bioaktivitas ekstrak tanaman obat. J

Ilmu Pert Indones 12(3):154-162.

Gibson GR, Williams CM. 2000. Functional Food Concept to Product.

Cambridge England: Wood Publishing Limited

Handayani D, Aldi Y, Zumiarti. 2008. Uji aktifitas penghambatan degranulasi

mastosit yang tersensitisasi terhadap ekstrak metanol spon laut. J Sains

Teknol Farm13(1):1-11.

Harborne JB. 2006. Metode Fitokimia. Penuntun cara modern menganalisa

tumbuhan. ITB Bandung

Harold H, LE Craine, DH Hart. 2003. Kimia Organik. Ed ke-11. Jakarta:

Erlangga.

Juniarti, Osmeli D, Yuhernita. 2009. Kandungan senyawa kimia, uji toksisitas

(Brine Shrimp Lethality test) dan antioksidan (1.1-diphenyl-2-

pikrilhydrazyl) dari ekstrak daun saga (Abrus precatorius L.). Makara

Sains 13(1):50-54.

Kristina NN, Syahid SF. 2007. Penggunaan tanaman kelapa (Cocos nucifera),

pinang (Areca catechu) dan aren (Arenga pinnata) sebagai tanaman obat.

Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. (terhubung berkala)

http://balittro.litbang.deptan.go.id/ind/ (7 Mei 2012)

Murray RK, Granner DK, Mayes PA, Rodwell VW. 2003. Biokimia Harper. Ed

ke-25. Hartono A, Alih Bahasa; Bani AP, Sikumbang TMN, editor.

Penerbit Buku Kedokteran. EGC. Mc. Craw Hill.

Rustam E, Atamasari I, Yanwirastasti. 2007. Efek antiinflamasi ekstrak etanol

kunyit (curcuma domestica val.) pada tikus putih jantan galur wistar. J

Sains Teknol 12(2):112-115.

112

Saleh C. 2007. Isolasi dan penentuan struktur senyawa steroid dari akar tumbuhan

cendana (Santalum album Linn). Disertasi. Medan : Sekolah Pascasarjana.

Universitas Sumatera Utara. Medan.

Santos Ap, Moreno PRH. 2004. Pilocarpus spp: survey of its chemical constituts

and biological activities. Bazilian J Pharmac Sci 20:116-137.

Sawaya ACH, Vaz BG, Eberlin MN, Mazzafera P. 2011. Screening spesies of

pilocapus (Rustaceae) as sources of pilocarine and other imidazole

alkaloids. Gennetic resources and crop evalution 58 (3). Absrtact.

http://www.springerlink.com/content/01027wm4011mr53w/. (7 mei 2012)

Sukadana IM, Santi SR, Juliarti NK. 2008. Aktifitas antibakteri senyawa

golongan triterponoid dari biji pepaya (Carica papaya L.). J Kim 2(1):15-

18.

Wilbraham AC, Matta MS. 1992. Pengantar Kimia Organik dan Hayati. Bandung

: Penerbit ITB Bandung.

Winarti C, Nurjanah UN. 2005. Peluang tanaman rempah dan obat sebagai

pangan fungsional. J Litbang Pert 24 (2): 47-55.