teori-teori pengajaran bahasa asing

19
1. Pilihlah sebuah teori belajar dan sebuah teori bahasa dari 6 teori berikut ini dan uraikan kedua teori ini dengan jelas dan lengkap: (50 poin) a. Behaviourism b. Structural linguistics Berikan dua buah contoh kegiatan di dalam kelas bahasa asing/bahasa kedua yang didasari oleh kedua teori ini dan jelaskan jawaban Anda Teori belajar tradisional behaviorisme percaya bahwa dalam belajar bahasa sama seperti belajar hal lainnya yaitu sebagai pembentukan kebiasaan (habit formation). Hal tersebut berasal dari sebuah penelitian dalam bidang psikologi bahwa suatu pembelajaran terjadi karena adanya stimulus dan respon. Stimulus berasal dari lingkungan sekitar seseorang kemudian respon yang diberikan olehnya akan diberikan penguatan (reinforcement) berupa pujian jika respon terhadap stimulusnya tepat. Jika penguatan terus dilakukan terhadap respon yang benar maka akan terjadi pembetukan kebiasaan (Ellis, 1997). Dalam kaitannya dengan pembelajaran bahasa, belajar bahasa merupakan proses imitasi (imitation) dan pembentukan habit (habit formation). Hal tersebut didasari pada kenyataan bahwa seorang anak kecil mulai belajar bahasa dengan melakukan imitasi dari apa yang ia dengar. Kemudian memperoleh penguatan (reinforcement) berupa pujian karena

Upload: oktari-aneliya

Post on 27-Jun-2015

5.866 views

Category:

Education


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: teori-teori pengajaran bahasa asing

1. Pilihlah sebuah teori belajar dan sebuah teori bahasa dari 6 teori berikut ini dan uraikan

kedua teori ini dengan jelas dan lengkap: (50 poin)

a. Behaviourism

b. Structural linguistics

Berikan dua buah contoh kegiatan di dalam kelas bahasa asing/bahasa kedua yang

didasari oleh kedua teori ini dan jelaskan jawaban Anda

Teori belajar tradisional behaviorisme percaya bahwa dalam belajar bahasa sama

seperti belajar hal lainnya yaitu sebagai pembentukan kebiasaan (habit formation). Hal

tersebut berasal dari sebuah penelitian dalam bidang psikologi bahwa suatu

pembelajaran terjadi karena adanya stimulus dan respon. Stimulus berasal dari

lingkungan sekitar seseorang kemudian respon yang diberikan olehnya akan diberikan

penguatan (reinforcement) berupa pujian jika respon terhadap stimulusnya tepat. Jika

penguatan terus dilakukan terhadap respon yang benar maka akan terjadi pembetukan

kebiasaan (Ellis, 1997).

Dalam kaitannya dengan pembelajaran bahasa, belajar bahasa merupakan proses

imitasi (imitation) dan pembentukan habit (habit formation). Hal tersebut didasari pada

kenyataan bahwa seorang anak kecil mulai belajar bahasa dengan melakukan imitasi

dari apa yang ia dengar. Kemudian memperoleh penguatan (reinforcement) berupa

pujian karena berhasil mengulangi ujaran yang didegarnya dari orang-orang

disekitarnya (Lightbown dan Spada, 1993).

Menurut teori behaviourism, kesalahan dianggap sebagai kebiasaan pada bahasa

pertama yang mempengaruhi kebiasaan pemerolehan bahasa kedua. Jika pada bahasa

pertama dan bahasa kedua terdapat banyak kesamaan maka pemelajar akan memeroleh

bahasa kedua/target dengan muda, namun jika terdapat perbedaan maka pemerolehan

bahasa kedua/target akan mengalami kesulitan (Lightbown dan Spada, 1993).

Metode pembelajaran bahasa yang terpengaruh oleh teori behaviourism yaitu

audiolingual method. Metode pengajaran tersebut menggunakan model stimulus –

respon – peguatan untuk menciptakan kebiasaan yang baik bagi pemelajar. Metode ini

juga menekankan pada latihan-latihan hanya dengan menggunakan bentuk struktur

bahasa yang benar, sehingga sejak awal pengajar menghindari penggunaan bentuk

Page 2: teori-teori pengajaran bahasa asing

bahasa yang salah dan menghindari kesalahan pada pemelajar (Lightbown dan Spada,

1993).

Struktural linguistik adalah teori bahasa yang mempengaruhi teori belajar

behaviourism. Pada tahun 1930an, pendekatan ilmiah untuk mempelajari bahasa yaitu

melalui mengumpulkan contoh apa yang dikatakan penutur dan menganalisanya

berdasarkan tingkat-tingkat struktur organisasi. Kata struktural merujuk pada

karakteristik (1) unsur-unsur bahasa dianggap diatur dalam aturan yang terstruktur, (2)

contoh bahasa dianalisa pada tingkatan struktur (fonetik, fonemik, morfologi,dll), (3)

tingkatan lingustik tersusun dari tingakatan yang paling sederhana (sistem fonemik

menuju sistem morfem) sampai ke tingkatan yang tinggi (frasa, klausa, dan kalimat).

(Richards dan Rodgers, 2001).

Pembelajaran bahasa ditujukan untuk menguasai unsur-unsur bahasa dengan

cara mempelajari aturan-aturan bagaimana menggabungkan dari fonem menjadi

morfem, kata menjasi frasa, frasa menjadi kalimat. Pada teori bahasa ini, media bahasa

yang menjadi penting ialah media lisan. Sehingga dalam pembelajarannya lebih fokus

pada ujaran lisan.

Implikasi pengajaran bahasa dengan adanya teori ini yaitu: (1) dipercayai bahwa

dengan banyaknya berlatih akan membuat sempurna kemampuan bahasa seseorang

dengan dmikian pembelajaran banyak dilakukan dengan cara meniru dan mengulang

kembali struktur yang sama terus menerus, (2) fokus pembelajaran pada struktur bahasa

yang dinilai sulit.

Contoh kegiatan pembelajaran di kelas yang didasari teori behaviourism dan

linguistik struktural yaitu: (1) menggunakan tubian (drill) dengan menekankan

penggunaan struktur bahasa tertentu contoh:

Pengajar : She is sleeping now...repeat.

Pemelajar : She is sleeping now

Pengajar : Watch

Pemelajar : She is watching now

Pengajar : Eat

Pemelajar : She is eating now

Dll.

Page 3: teori-teori pengajaran bahasa asing

Kegiatan pada contoh diatas menekankan pada bentuk struktur present continuous yang

hanya pada tataran kalimat. Dengan mengubah bentuk kata kerja atau subjek kalimat,

pengajar tetep mempertahankan fokus utama pembelajaran yaitu present continuous

tense.

Kegiatan lainnnya (2) yaitu dengan cara mengingat dialog. Pemelajar diberikan

dialog pendek kemudian diminta untuk menghafalkan bagian dari ungkapan dari dialog

tersebut setelah itu pemelajar mempraktekkannya. Setelah para pemelajar mahir dengan

bagian percakapannya mereka bertukar peran dengan menghafal dialog yang lain.

Dialog yang digunakan memuat struktur tata bahasa yang menjadi fokus utama

pembelajaran. Fokus tata bahasa tersebut akan dipelajari dengan cara tubian (seperti

pada contoh 1).

2. Jelaskan kelima hipotesis Krashen dan jelaskan kritik-kritik yang diarahkan kepada

hipotesis Krashen ini. Bagaimana Anda mengimplementasikan hipotesis Krashen ini di

kelas dengan tetap memperhatikan berbagai masalah yang terkait dengan hipotesis ini?

Jelaskan jawaban Anda.

1. Hipotesis pemerolehan dan pembelajaran (The Acquisition – Learning hypothesis)

Krashen membedakan pemerolehan bahasa (language acquisition) dengan

pembelajaran bahasa (language learning). Pemerolehan bahasa menurutnya

merupakan proses seseorang secara tidak sadar dalam memperoleh bahasa kedua.

Pemerolehan bahasa terjadi seperti seorang anak kecil yang memperoleh bahasa

pertama, ia dengan tidak sadar mengetahui aturan-aturan maupun fitur-fitur bahasa

karena ia hanya sadar jika ia menggunakan bahasa untuk berkomunikasi. Menurut

Krashen dalam pemerolehan bahasa ini, kita tidak selalu sadar tehadap aturan-

aturan bahasa yang kita peroleh tetapi kita memiliki ’rasa’ untuk melakukan

pembenaran (Krashen, 1982). Pemerolehan bahasa terjadi karena adanya interaksi

secara natural dengan menggunakan bahasa kedua untuk berkomunikasi.

Pembelajaran bahasa merupakan proses sadar seseorang dalam belajar bahasa.

Lain halnya dengan proses pemerolehan bahasa, melalui pembelajaran bahasa

seorang anak secara sadar mengetahui/mempelajari aturan-aturan maupun fitur-fitur

bahasa. Proses pembelajaran ini diidentikan dengan proses pembelajaran bahasa

Page 4: teori-teori pengajaran bahasa asing

yang dilakukan di kelas dimana fokusnya pada bentuk dan aturan dari bahasa target

(Mitchell dan Myles, 2004).

Hipotesis pemerolehan dan pembelajaran bahasa ini mendapat kritik dari

Michell dan Myles (2004), menurut mereka definisi sadar (concious) dan tidak

sadar (subconcious) yang diajukan oleh Krashen tidak jelas karena kita tidak dapat

membedakan atau menentukan secara jelas bahwa produksi bahasa pemelajar

merupakan hasil dari proses sadar atau tidak sadar.

Dalam kaitannya dengan pembelajaran di kelas, pengajar semestinya sadar

bahwa proses yang terjadi adalah proses pembelajaran bahasa (learning language).,

terlebih dalam konteks bahasa Inggris sebagai bahaasa asing di Indonesia dimana

bahasa tersebut masih jarang digunakan di luar kelas. Sehingga dapat dikatakan

aturan-aturan bahasa dipelajari secara sadar, namun dengan konsep pemerolehan

bahasa (language acquisition) yang didasari oleh proses natural penggunaan bahasa

untuk berkomunikasi, kita dapat menggunakan cara tersebut dengan menciptakan

suasana belajar yang mendekati natural. Bahasa digunakan untuk berkomunikasi

tanpa menitikberatkan pada aturan bahasa kemudian setelah berkomunikasi,

pemelajar diarahkan untuk mengetahui aturan-aturan bahasa yang digunakan dalam

berkomunikasi.

2. Hipotesis Urutan Alami (The Natural Order Hypothesis)

Krashen mengatakan bahwa pemerolehan bahasa melalui urutan yang alami,

beberapa aturan bahasa diperoleh lebih dulu daripada aturan bahasa yang lain.

Penelitian yang dilakukan oleh Brown (dikutip dalam Krashen, 1982) terhadap

pemerolehan bahasa Inggris sebagai bahasa pertama pada anak menunjukkan

bahwa anak-anak cenderung memeroleh morfem gramatikal tertentu atau fungsi

kata dibandingkan dengan yang lain, contohnya pembentuk kata progresif (kata

kerja +ing) pada “He is playing baseball” dan penanda bentuk jamak (penambahan

s) pada “two dogs” merupakan bentuk morfem yang lebih dahulu diperoleh,

sedangkan penanda orang ketiga (penambahan akhiran s pada kata kerja) pada “He

lives in New York” dan bentuk posesif (penambahan ‘s pada subjek) seperti “John’s

hat” diperoleh belakangan, setelah 6 bulan sampai satu tahun setelahnya.

Page 5: teori-teori pengajaran bahasa asing

Walaupun penelitian yang dilakukan oleh Brown berdasarkan proses

pemerolehan pada bahasa pertama, namun menurut Dulay dan Burt (dikutip dalam

Krashen, 1982), pemerolehan morfem gramatikal pada pemelajar bahasa inggris

sebagai bahasa kedua juga menunjukkan adanya uturan alami. Hipotesis urutan

alami ini mendapat kritik antara lain karena tidak semua pemelajar bahasa kedua

mengadopsi urutan yang sama pada pemerolehan bahasa targetnya

(McLaughlin,1987 dalam Zafar 2009). Selain itu hipotesis urutan alami Krashen

hanya didasari pada morfem bahasa Inggris (Gass dan Selinker, 1994; McLaughlin,

1987 dalam Zafar 2009).

Dalam kaitannya dengan pengajaran bahasa di kelas, hendaknya pengajar tidak

mendasari pengajaran bahasa pada urutan tata bahasa. Bahkan Krashen (1982)

menyarankan agar tidak mendasari penyusunan silabus pada urutan gramatikal

seperti hasil penelitian Brown (mendahulukan bentuk progresif ’ing’ kemudian

bentuk orang ketiga ’s’).

3. Hipotesis Monitor (The Monitor Hypothesis)

Dalam hipotesis ini Krashen menyatakan bahwa pembelajaran (learning) dan

pemerolehan bahasa (acquisition) digunakan dalam cara yang berbeda dalam

perfomasi bahasa kedua. Dalam hipotesis ini fungsi pembelajaran hanya untuk

mengontrol atau memperbaiki suatu ujaran bahasa. Sedangkan pemerolehan bahasa

berfungsi sebagai inisator ujaran yang berpengaruh pada kelancaran berkomunikasi

(Krashen, 1982).

Pemelajar hanya dapat melakukan kontrol jika memenuhi 3 kondisi yaitu: (1)

waktu. Adanya waktu yang cukup untuk melakukan kontrol. Namun dalam

percakapan normal umumnya, waktu untuk melakukan kontrol tidaklah cukup, (2)

fokus pada bentuk. Selain adanya waktu yang cukup untuk melakukan kontrol,

pemelajar juga harus fokus pada bentuk maupun aturan bahasa yang benar, dan (3)

mengetahui aturan. Selain kondisi 1 dan 2, pemelajar juga harus mengetahui aturan

bahasa yang benar dalam mengontrol bahasanya sehingga menghasilkan bentuk

bahasa yang benar.

Hipotesis ini mendapat kritik dari McLaughlin (1987) yang menyatakan bahwa

kontrol yang berlebihan akan menghambat pemelajar dalam memproduksi ujaran.

Page 6: teori-teori pengajaran bahasa asing

Pemelajar akan terfokus pada aturan-aturan sehingga dapat menimbulkan

kecemasan akan memproduksi bahasa yang salah.

Dalam kaitannya dengan pengajaran di kelas, seorang pengajar hendaknya

memberikan input yang cukup dan baik agar pemelajar dapat memprodiksi ujaran

yang benar. Namun hal yang terpenting ialah, seorang pengajar jangan terlalu fokus

dan mengharuskan pemelajar untuk memproduksi bentuk aturan yang benar

khususnya pada kemampuan lisan dan pada pemelajar pemula atau anak-anak,

untuk menghindari ketahukan pemelajar dalam memproduksi bahasa. Selain itu,

pengajar juga sebaiknya mempertimbangkan kriteria dalam penilaian. Jika pengajar

menginginkan fokus penilaian pada pemahaman terhadap struktur atau aturan-

aturan bahasa, maka hendaknya ia menciptakan kondisi yang sesuai seperti yang

telah disebutkan di atas.

4. Hipotesis Input (The Input Hypothesis)

Dalam hipotesis ini Krashen mengajukan 3 hal penting yaitu (1) bahwa

pemelajar memeroleh bahasa dengan memahami input yang berisi struktur yang

sedikit diatas kemampuan pemelajar saat ini, yang dirumuskan dengan (i+1)

dimana ‘i’ adalah kemampuan pemelajar saat ini. Memahami ‘input’ dalam

hipotesis ini berarti pemahaman terhadap makna dari suatu ujaran (meaning).

Pemelajar tidak memeroleh struktur bahasa dalam pembelajaran pertama kali

melainkan memahami makna suatu ujaran sehingga struktur dengan sendirinya

diperoleh, (2) Krashen mengatakan bahwa kita tidak mengajarkan keterampilan

berbicara, melainkan kita memberikan pemelajar input yang komprehensif

(comprehensible input) dengan begitu maka ketrampilan berbicara akan diperoleh

dengan sendirinya, dan (3) input yang terbaik bukanlah input yang terstruktur

secara gramatikal namun jika pemelajar mengerti input yang diberikan maka

sebaiknya pemelajar diberikan input i+1 (Krashen dalam Long dan Richard, 1987).

Hipotesis ini dikritik oleh Mitchell dan Myles (2004) yang mengatakan bahwa

tidak jelas menentukan tingkat i maka bagaimana caranya menentukan level i+1.

Kritik terhadap input juga datang dari Swain yang mengatakan bahwa input saja

tidaklah cukup untuk pemelajar agar dapat memiliki ketrampilan berbicara. Ia

mengatakan bahwa memahami bahasa dan memproduksi bahasa adalah dua hal

Page 7: teori-teori pengajaran bahasa asing

yang berbeda. Memproduksi bahasa tidak cukup hanya dengan diberikan input

melainkan dengan mendorong pemelajar untuk memproduksi atau berlatih

menggunakan bahasa target. Hipotesis dari Swain tersebut dikenal sebagai hipotesis

’Output’ (Swain: 1985 dalam Johnson: 2001).

Dalam pengajaran bahasa di kelas, hendaknya pengajar mengetahui kemampuan

terkini pemelajar sehingga dapat memberikan input yang sesuai (i+1). Mengetahui

kemapuan pemelajar dapat dengan cara melakukan tes pada awal pembelajaran.

Selain itu, pemelajar juga harus diberikan kesampatan untuk menggunakan input

yang telah diberikan melalui berbagai latihan karena kemampuan berbahasa

seseorang dapat ditingkatkan melalui banyak latihan.

5. Hipotesis Penyaringan Afeksi (The Affective Filter Hypothesis)

Hipotesis ini berkaitan dengan hipotesis input. Krashen berpendapat bahwa

dengan memberikan input yang komprehensif saja tiak cukup, pemelajar juga harus

membiarkan agar input tersebut dapat diterima dan dimengerti (Krashen dalam

Mitchell dan Myles: 2004). Krashen berpendapat bahwa faktor afeksi dapat

mempengaruhi penerimaan input serta pemerolehan bahasa kedua (Krashen, 1982).

Variabel faktor-faktor afeksi terdiri dari 3 kategori yaitu: (1) Motivasi. Pemelajar

dengan motivasi yang tinggi umumnya menunjukkan performa yang lebih baik

diandingkan yang memiliki motivasi yang lemah, (2) percaya diri. Sama halnya

dengan motivasi, pemelajar yang memiliki rasa percaya diri tinggi cenderung lebih

baik dalam memeroleh bahasa kedua, dan (3) kecemasan. Pemelajar yang memiliki

kecemasan yang tinggi akan menghambat proses pemerolehan input, sebaliknya

pemelajar yang memiliki kecemasan yang rendah atau bahkan tidak memiliki

kecemasan dengan mudah akan memeroleh input.

Kritik terhadap hipotesis ini datang dari Zafar (2009) yang tidak setuju dengan

pendapat Krashen bahwa tidak ada saringan afeksi pada anak-anak. Zafar

berpendapat bahwa anak-anak pun dapat terpengaruh oleh faktor personal seperti

rasa tidak aman, kecemasan, dan kurang percaya diri. Terebih lagi jika orang

dewasa memiliki saringan afeksi yang tinggi lalu mengapa ada orang dewasa yang

memiliki kemampuan bahasa seperti penutur jati? McLaughlin juga tidak setuju

dengan pendapat Krashen yang menyatakan bahwa pada masa pubertas saringan

Page 8: teori-teori pengajaran bahasa asing

afeksi pemelajar sangat tinggi sehingga dapat menghalangi masuknya input,

McLaughlin berpendapat sebaliknya bahwa pada masa pubertas, pemelajar

memiliki rasa ingin tahu yang sangat tinggi sehingga sikap terhadap input-inout

yang diberikan pun berdampak positif.

Merujuk pada hipotesis ini, hendaknya pengajar dapat memberikan input yang

komprehensif dan menciptakan suasana belajar yang nyaman bagi pemelajar

sehingga faktor-faktor yang dapat menghambat pemerolehan input atau bahasa

kedua dapat dikurangi.

3. Jelaskan peran input, interaction dan output di dalam belajar bahasa asing/kedua. Apa

yang harus diperhatikan oleh pengajar ketika mereka mengajar di kelas bahasa

asing/bahasa kedua? Jelaskan jawaban Anda.

Input dalam hal belajar bahasa asing/kedua merupakan komponen dasar yang

terpenting dalam proses pembelajaran. Input pada pemebelajaran bahasa asing/kedua

merujuk pada bahasa target yang dipajankan kepada pemelajar melalui berbagai media

baik input melalui menyimak dan membaca, atau melalui gestur dalam kasus bahasa

isyarat (Mackey, 2012). Sehingga dapat dikatakan input merupakan sumber-sumber

atau pengetahuan yang diberikan kepada pemelajar mengenai bahasa target.

Teori mengenai input sebenarnya berdasarkan salah satu dari lima hipotesis

pemerolehan bahasa kedua Krashen yaitu hipotesis input (The Input Hypothesis).

Hipotesis Krashen mengatakan bahwa input yang berguna dalam pemerolehan bahasa

adalah input yang berisi satu level diatas kemampuan pemelajar (i+1) atau disebut input

komprehensif (comprehensible input). Pemelajar tidak hanya sekedar diberikan input,

namun ia harus memahami input tersebut. Dengan kata memahami artinya pemahaman

pemelajar fokus pada makna pesan bukan pada bentuk dari pesan atau bahasa target

(Krashen, 1982).

Hipotesis input Krashen dalam pemerolehan bahasa kedua tersebut mendapat

tanggapan dari Long (1981) yang berpendapat bahwa struktur diskursus dan modifikasi

interaksi memberikan kesempatan bagi pemelajar untuk mendapatkan informasi

linguistik yang baru sehingga hal tersebut lebih berkaitan dengan pembelajaran

dibandingkan dengan input (Long, 1981 dalam Mackey, 2012). Sehingga dapat

Page 9: teori-teori pengajaran bahasa asing

dikatakan dengan adanya interaksi, baik itu pemelajar dengan sesama pemelajar,

pemelajar dengan pengajar, dan pemelajar dengan penutur jati, pemelajar bahasa kedua

dapat memaksimalkan pemerolehan bahasa target. Gass dan Mackey berpendapat

bahwa pendekatan pembelajaran melaui interaksi melibatkan input, produksi dari

bahasa target, dan umpan balik yang dihasilkan melalui interaksi (Gass dan Mackey,

2006 dalam Gass dan Selinker, 2008). Disamping itu, interaksi juga melibatkan

negosiasi terhadap makna ujaran, recasts, dan umpan balik (Gass dan Selinker, 2008).

Dalam kaitannya dengan pemerolehan bahasa, hipotesis Krashen mengenai input

hanya berhenti pada pentingnya pemberian input kepada pemelajar. Ia berpendapat

bahwa pemelajar memeroleh kelancaran lisan (fluency) tidak dengan berlatih tetapi

memahami input, dengan menyimak dan membaca. Hal tersebut dibantah oleh Swain

(1985) yang menyatakan bahwa dalam kaitannya dengan pemerolehan bahasa,

pemelajar tidak hanya sekedar cukup memahami input yang diberikan namun ia juga

harus didorong untuk memproduksi bahasa dengan berbicara dan menulis. Output dapat

dihasilkan melalui adanya input dan interaksi. Hipotesis output menyatakan bahwa

pemelajar membutuhkan kesempatan untuk menghasilkan dan menggunakan bahasa

target untuk meningkatkan kemampuan dalam bahasa target tersebut (Mackey,2012).

Mackey (2012) membedakan dua jenis output yaitu (1) output yang dimodifikasi

(modified output) dan komprehensif output (comprehensive output). Output yang

komprehensif adalah berbagai ujaran yang dapat dipahami oleh teman bicara (Van den

Branden, 1997 dalam Mackey, 2012). Sedangkan output yang dimodifikasi adalah

ujaran yang telah mengalami proses perbaikan melalui pemberian umpan balik atau

melalui monitor mandiri (self monitor). Output yang dimodifikasi mendorong pemelajar

untuk merefleksikan ujaran asli yang ia produksi dan membetulkan bentuk bahasa dari

ujaran tersebut sesuai dengan aturan bahasa target.

Dapat disimpulkan bahwa pemerolehan bahasa asing/kedua dapat menjadi

maksimal apabila pemelajar diberikan input yang komprehensif, dilibatkan dalam

interaksi dan diberikan kesempatan untuk memproduksi bahasa target (output).

Sehingga dapat dikatakan dalam pembelajaran bahasa asing/kedua, pegajar perlu

memperhatikan ketiga aspek tersebut (input, interaction, dan output) dalam mengajar di

kelas. Dalam kaitannya dengan input, pengajar sebaikanya memberikan input yang

Page 10: teori-teori pengajaran bahasa asing

komprehesif serta menarik bagi pemelajar. Pengajar disarankan agar tidak berhenti pada

pemberian input saja melainkan ia juga harus melibatkan dan memberikan kesempatan

pada pemelajar untuk menggunakan input yang diberikan tersebut melalui interaksi (jika

fokus pembelajaran bahasa pada kemampuan berbicara), ataupun menulis sehingga baik

pemelajar dan pengajar dapat mengetahui kemampuan dalam menggunakan bahasa

target. Selain itu, pengajar juga harus memberikan umpan balik terhadap produksi

bahasa target pemelajar karena dengan adanya umpan balik pemelajar dapat mengetahui

kesalahan yang dilakukannya sehingga diharapkan dapat memperbaiki kesalahan

tersebut.

Page 11: teori-teori pengajaran bahasa asing

Daftar acuan:

Gass, Susan M. dan Larry Selinker. 2008. Second Language Acquisition: An

Introductory Course. 3rd edition. New York: Routledge.

Johnson, Keith. 2001. An Introduction to Foreign Language Learning and Teaching.

England: Pearson Education.

Krashen, Stephen D. 1982. Principles and Practice in Second Language Acquisition.

UK: Pergamon Press.

Lightbown, Patsy M dan Nina Spada. 1998. How Languages are Learned. UK: Oxford

University Press.

Mackey, Alison. 2012. Input, Interaction, and Corrective Feedback in L2 Learning.

UK: Oxford University Press.

Mitchell, Rosamond dan Florence Myles. 2004. Second Language Learning Theories.

Second edition. New York: Oxford University Press Inc.

Richard, Jack C. dan Theodore S. Rodgers. 2001. Approaches and Methods in

Language Teaching. 2nd edition. New York: Cambridge University Press.

Zafar, Manmay. 2009. Monitoring the ’Monitor’: A Critique of Krashen’s Five

Hypotheses. The Dhaka University Journal of Linguistics: Vol. 2 No. 4 August

2009 (139-146).

Page 12: teori-teori pengajaran bahasa asing

TEORI-TEORI PENGAJARAN BAHASA

UJIAN TENGAH SEMESTERDosen: Sisilia S. Halimi, PhD

OKTARI ANELIYA1206335685

PROGRAM STUDI LINGUISTIKPROGRAM MAGISTER

FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA

Page 13: teori-teori pengajaran bahasa asing

UNIVERSITAS INDONESIA2013