terak besi di gedang-1 dan gedang-2: bukti penguasaan

12
Terak Besi di Gedang-1 dan Gedang-2: Bukti Penguasaan Teknologi Besi di Dataran Tinggi Jambi, Sumatera (Tri Marhani S. Budisantosa) 169 TERAK BESI DI GEDANG-1 DAN GEDANG-2: BUKTI PENGUASAAN TEKNOLOGI BESI DI DATARAN TINGGI JAMBI, SUMATERA SLAGS IN GEDANG-1 AND GEDANG-2: THE PROOFS OF IRONWORK TECHNOLOGY IN THE HIGHLANDS OF JAMBI, SUMATERA Naskah diterima: Naskah disetujui: 26 Juni 2014 14 Oktober 2014 Tri Marhaeni S. Budisantosa Balai Arkeologi Palembang Jl. Kancil Putih, Lrg. Rusa, Demang Lebar Daun, Palembang [email protected] Abstrak Artefak besi bersama dengan tinggalan artefak lainnya ditemukan di sejumlah situs megalitik dan kubur tempayan dari Zaman Paleometalik di dataran tinggi Jambi, Sumatera, sedangkan artefak besi dianggap oleh peneliti sebelumnya, Dominik Bonatz merupakan barang impor. Tiongkok dan Sa Huynh, Vietnam bagian selatan dianggap sebagai pusat penyebaran teknologi besi ke pulau-pulau di Asia Tenggara pada Zaman Paleometalik. Permasalahannya adalah apakah komunitas pendukung budaya megalitik dan kubur tempayan di dataran tinggi Jambi telah mengenal teknologi besi? Kapankah wilayah tersebut mengenal teknologi besi? Dari manakah wilayah tersebut memperoleh artefak besi atau teknologi besi? Dalam ekskavasi di situs Gedang-1 dan Gedang-2 ditemukan terak besi di sekitar megalit. Terak besi tersebut diidentifikasi melalui analisis ciri-ciri fisiknya. Sementara itu, umurnya diketahui melalui analisis pertanggalan arang yang ditemukan berasosiasi dengan terak besi. Hasil analisis dibahas dalam konteks sejarah teknologi besi dan sebarannya. Ternyata komunitas megalitik dataran tinggi Jambi telah mengenal peleburan besi, tentu juga membuat artefak besi, pada sekitar abad ke- 4-6 Masehi. Selanjutnya diduga teknologi besi berasal dari Asia Tenggara daratan selanjutnya tersebar di sekitar pantai timur Sumatera sampai akhirnya di dataran tinggi Jambi. Kata kunci: terak besi dari Gedang-1 dan Gedang-2, bukti peleburan besi, dataran tinggi Jambi Abstract Iron and other artifacts were discovered in a number of megalith sites and large paleometalic water jars di dataran tinggi Jambi, Sumatera, while iron artifacts were considered by the previous researcher, Dominik Bonatz, as imported. Tiongkok and Sa Huynh, southern Vietnam have been considered as the centre of ironwork technology to South East Asian islands in the Paleometalic period. Some questions arise of the mastery of the ironwork technology by the then people inhabiting the highlands of Jambi, of the dawn era of the ironwork technology, and of the origin of the acquired iron artifacts and technology. Excavations at Gedang-1 and Gedang-2 sites resulted in the findings of slags around the megalith. The slags are identifiable through their physical appearances, while their periodization is learned through the dating analysis of the charcoal found out to be related with the slags. The analysis results cover the ironwork technology and its distribution that indicate the mastery of iron smelting and iron artifacts working by Jambi megalith community at 4th-6th century C.E.. It was presumed that the south east asian ironwork technology land spread through the Sumatran eastcoast to the highlands of Jambi. Keywords: slags from Gedang-1 and Gedang-2, iron smelting proofs, Jambi highlands

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: TERAK BESI DI GEDANG-1 DAN GEDANG-2: BUKTI PENGUASAAN

Terak Besi di Gedang-1 dan Gedang-2: Bukti Penguasaan Teknologi Besi di Dataran Tinggi Jambi, Sumatera (Tri Marhani S. Budisantosa)

169

TERAK BESI DI GEDANG-1 DAN GEDANG-2: BUKTI PENGUASAAN TEKNOLOGI BESI DI DATARAN TINGGI JAMBI, SUMATERA

SLAGS IN GEDANG-1 AND GEDANG-2: THE PROOFS OF IRONWORK TECHNOLOGY IN THE HIGHLANDS OF JAMBI,

SUMATERA

Naskah diterima: Naskah disetujui: 26 Juni 2014 14 Oktober 2014

Tri Marhaeni S. Budisantosa Balai Arkeologi Palembang

Jl. Kancil Putih, Lrg. Rusa, Demang Lebar Daun, Palembang [email protected]

Abstrak

Artefak besi bersama dengan tinggalan artefak lainnya ditemukan di sejumlah situs megalitik dan kubur tempayan dari Zaman Paleometalik di dataran tinggi Jambi, Sumatera, sedangkan artefak besi dianggap oleh peneliti sebelumnya, Dominik Bonatz merupakan barang impor. Tiongkok dan Sa Huynh, Vietnam bagian selatan dianggap sebagai pusat penyebaran teknologi besi ke pulau-pulau di Asia Tenggara pada Zaman Paleometalik. Permasalahannya adalah apakah komunitas pendukung budaya megalitik dan kubur tempayan di dataran tinggi Jambi telah mengenal teknologi besi? Kapankah wilayah tersebut mengenal teknologi besi? Dari manakah wilayah tersebut memperoleh artefak besi atau teknologi besi? Dalam ekskavasi di situs Gedang-1 dan Gedang-2 ditemukan terak besi di sekitar megalit. Terak besi tersebut diidentifikasi melalui analisis ciri-ciri fisiknya. Sementara itu, umurnya diketahui melalui analisis pertanggalan arang yang ditemukan berasosiasi dengan terak besi. Hasil analisis dibahas dalam konteks sejarah teknologi besi dan sebarannya. Ternyata komunitas megalitik dataran tinggi Jambi telah mengenal peleburan besi, tentu juga membuat artefak besi, pada sekitar abad ke- 4-6 Masehi. Selanjutnya diduga teknologi besi berasal dari Asia Tenggara daratan selanjutnya tersebar di sekitar pantai timur Sumatera sampai akhirnya di dataran tinggi Jambi.

Kata kunci: terak besi dari Gedang-1 dan Gedang-2, bukti peleburan besi, dataran tinggi Jambi

Abstract Iron and other artifacts were discovered in a number of megalith sites and large paleometalic water jars di dataran tinggi Jambi, Sumatera, while iron artifacts were considered by the previous researcher, Dominik Bonatz, as imported. Tiongkok and Sa Huynh, southern Vietnam have been considered as the centre of ironwork technology to South East Asian islands in the Paleometalic period. Some questions arise of the mastery of the ironwork technology by the then people inhabiting the highlands of Jambi, of the dawn era of the ironwork technology, and of the origin of the acquired iron artifacts and technology. Excavations at Gedang-1 and Gedang-2 sites resulted in the findings of slags around the megalith. The slags are identifiable through their physical appearances, while their periodization is learned through the dating analysis of the charcoal found out to be related with the slags. The analysis results cover the ironwork technology and its distribution that indicate the mastery of iron smelting and iron artifacts working by Jambi megalith community at 4th-6th century C.E.. It was presumed that the south east asian ironwork technology land spread through the Sumatran eastcoast to the highlands of Jambi.

Keywords: slags from Gedang-1 and Gedang-2, iron smelting proofs, Jambi highlands

Page 2: TERAK BESI DI GEDANG-1 DAN GEDANG-2: BUKTI PENGUASAAN

SBA VOL.17 NO.2/2014 Hal 169—180

170

1. Pendahuluan

Artefak besi adalah salah jenis

tinggalan arkeologis yang ditemukan

dalam rangkaian penelitian megalitik dan

kubur tempayan di dataran tinggi Jambi

selain artefak perunggu, gerabah, dan

jenis-jenis artefak lainnya. Artefak besi

ditemukan dalam ekskavasi di situs-situs

Pondok dan Bukit Batu Larung (Bonatz et

al. 2006, 495, 499), Lolo Gedang

(Budisantosa 2011, 73--5), Batu Patah

Muak (Budisantosa, 2009: 28--9), dan

Gedang-1 (Budisantosa 2012a, 28).

Artefak besi ditemukan baik di sekitar

benda megalitik, di dalam maupun di luar

kubur tempayan.

Wacana tentang artefak besi dari

dataran tinggi Jambi selama ini dapat

dikatakan kurang berkembang. Paling

kurang telah terdapat tiga bahasan artefak

besi di dataran tinggi Jambi. Bahasan

tentang tipe artefak besi tidak mencapai

hasil maksimal karena keadaan temuan

yang fragmentaris. Oleh karena itu, tipologi

merujuk pada bentuk benda menurut

penamaan yang dikenal secara tradisional

hingga sekarang seperti pisau, pisau

besar, dan paku (Bonatz et al. 2006, 499),

dan keris (Budisantosa 2011, 73--5).

Bonatz et al. (2006) membahas

tentang fungsi artefak besi, misalnya pisau

besi yang ditemukan di sekitar megalit

situs Pondok berfungsi sebagai alat ritual,

sedangkan yang ditemukan di sekitar

megalit situs Bukit Batu Larung berfungsi

sebagai senjata, alat pertanian, atau

berburu (Bonatz et al. 2006, 495--9).

Bonatz mengakui dugaannya spekulatif.

Sementara itu, artefak besi yang

ditemukan di di dalam kubur tempayan

Lolo Gedang berfungsi sebagai bekal

kubur (Budisantosa 2011, 71--4, 82).

Selain itu juga membahas

mengenai asal-usul artefak besi. Artefak

besi dari situs Pondok diduga merupakan

barang impor (Bonatz et al. 2006, 495),

sedangkan artefak besi dari situs lainnya

di dataran tinggi Jambi tidak dibahas asal-

usulnya. Pendapat tersebut masih dugaan,

belum dijelaskan berdasarkan analisis

artefak, misalnya tipologi. Untuk

mengetahui asal-usul artefak besi dapat

dilakukan juga dengan membandingkan

bentuk atau tipe artefak besi dengan

tempat lain, misalnya Sa Huynh, Vietnam

bagian selatan, tetapi tidak dapat

dilakukan karena temuan yang

fragmentaris.

Keberadaan terak besi di situs-

situs Gedang-1 dan Gedang-2

menimbulkan pertanyaan apakah

komunitas pendukung budaya megalitik

dan kubur tempayan di dataran tinggi

Jambi telah mengenal teknologi besi?

Kapan teknologi besi mulai dikenal di

wilayah tersebut? Apakah bijih besi

tersedia di sekitar situs? Dari manakah

asal-usul teknologi besi yang

diperkenalkan di wilayah tersebut? Tulisan

ini terutama membahas hasil penelitian di

situs Gedang-1 dan Gedang-2 pada tahun

2012 (Budisantosa 2012a), khususnya

Page 3: TERAK BESI DI GEDANG-1 DAN GEDANG-2: BUKTI PENGUASAAN

Terak Besi Di Gedang-1 Dan Gedang-2: Bukti Penguasaan Teknologi Besi Di Dataran Tinggi Jambi, Sumatera (Tri Marhaeni S. Budi Santosa)

171

terak besi. Tulisan ini bertujuan untuk (1)

mengungkap bukti peleburan bijih besi di

dataran tinggi Jambi, (2) mengetahui masa

kemunculan teknologi peleburan besi di

wilayah tersebut, (3) mengungkap sumber

bijih besi yang mendukung

berkembangnya teknologi tersebut, dan (4)

mengetahui asal-usul teknologi besi dan

arus penyebarannya hingga di dataran

tinggi Jambi.

Penelitian arkeo-teknologi secara

umum dapat memberi informasi tentang

perkembangan dan penerimaan benda

baru dan teknik pembuatan baru, serta

tentang ekonomi, struktur sosial, dan

organisasi sosial dalam hubungannya

dengan invensi atau alih teknologi (Miller

2007, 7-8). Penelitian ini diharapkan paling

tidak dapat mengungkapkan sejarah

teknologi besi di dataran tinggi Jambi yang

hingga kini masih belum diketahui. Hasil

penelitian sejarah teknologi besi dapat

memberi pengetahuan bahwa komunitas

dataran tinggi Jambi telah memiliki

kemajuan, antara lain berkembangnya

seni pahat yang diwujudkan pada benda

megalitik.

Penelitian arkeologis di Gedang-1

dan Gedang-2 merupakan rangkaian

penelitian permukiman megalitik yang

dimaksudkan untuk mengungkap segi-segi

kehidupan masa lalu, antara lain adalah

teknologi. Penelitian teknologi masa lalu

antara lain mempunyai tujuan mengetahui

bagaimana artefak dibuat (Renfrew dan

Bahn 1993, 271). Hal-hal tersebut

dipelajari dengan mempergunakan

pendekatan-pendekatan seperti tipologi,

analisis bahan, etnografi, dan eksperimen,

sedangkan tulisan ini mempergunakan

pendekatan analisis bahan, khususnya

terak besi. Penelitian ini lebih menyorot

terak besi, yaitu jejak kegiatan peleburan

bijih besi untuk menghasilkan besi yang

merupakan bahan pokok pembuatan

artefak besi. Bagaimana peleburan besi

dilakukan tidak dibahas dalam penelitian

ini karena keterbatasan data yang

diperoleh. Sementara itu, salah satu segi

dalam penelitian teknologi masa lalu

adalah pengambilan bahan yang meliputi

penggalian atau penambangan bahan

artefak (Renfrew dan Bahn 1993, 273).

Bukti penambangan atau sumber tambang

bijih besi belum ditemukan dalam

penelitian di sekitar situs Gedang-1 dan

Gedang-2.

Penelitian ini mempergunakan

pendekatan deskripstif analitis, artinya

menjelaskan keberadaan terak besi di

Gedang-1 dan Gedang-2 untuk menjawab

permasalahan-permasalahan yang telah

dikemukakan. Data terak besi dikumpulkan

dari ekskavasi di situs Gedang-1 dan

Gedang-2, Kecamatan Sungai Tenang,

Kabupaten Merangin, Provinsi Jambi pada

tahun 2012. Temuan terduga terak besi

dianalisis ciri-ciri fisiknya secara

makroskopik untuk mengidentifikasi

temuan tersebut benar-benar merupakan

terak besi. Ciri-ciri fisik tersebut meliputi

tanda-tanda di permukaannya.

Page 4: TERAK BESI DI GEDANG-1 DAN GEDANG-2: BUKTI PENGUASAAN

SBA VOL.17 NO.2/2014 Hal 169—180

172

Selain analisis terak besi dilakukan

analisis konteks untuk memastikan apakah

terak besi benar-benar berasosiasi atau

sezaman dengan tinggalan artefak-artefak

di situs megalitik. Sementara itu, untuk

mengetahui umur terak besi dilakukan

analisis sampel arang yang ditemukan

berasosiasi dengan terak besi dengan

metode radiokarbon di laboratorium.

Penafsiran data dilakukan dengan

membahas kaitan antara terak besi dari

Gedang-1 dan Gedang-2 dan hal-hal

lainnya seperti proses pembuatan artefak

besi, dimensi waktu, sumber bahan, dan

situs-situs lainnya di wilayah terdekat di

Sumatera bagian selatan dan Pulau

Bangka. Kaitan antara situs-situs tersebut

akan dapat menjelaskan bagaimana arus

penyebaran teknologi besi di Asia

Tenggara daratan pada Zaman

Paleometalik. Penafsiran dilakukan

dengan alur penalaran induktif.

2. Hasil

Situs-situs Gedang-1 dan Gedang-

2 merupakan situs megalitik karena

Gambar 1: Peta lokasi situs-situs Gedang-1 dan Gedang-2, Kabupaten Merangin, Provinsi Jambi. Situs yang diteliti berada di dalam lingkaran merah.

(Sumber: Balar Palembang-Dominik Bonatz, 2006).

Page 5: TERAK BESI DI GEDANG-1 DAN GEDANG-2: BUKTI PENGUASAAN

Terak Besi Di Gedang-1 Dan Gedang-2: Bukti Penguasaan Teknologi Besi Di Dataran Tinggi Jambi, Sumatera (Tri Marhaeni S. Budi Santosa)

173

tinggalan artefak yang menonjol di situs-

situs tersebut adalah benda megalitik.

Hasil penelitian mengungkapkan bahwa

megalit di dataran tinggi Jambi dapat

dikelompokkan ke dalam tipe kerucut dan

silinder serta di luar kedua tipe tersebut

yang disebut bentuk anomali (Bonatz et al.

2006, 50--9). Menurut tipologi tersebut,

megalit Gedang-1 tidak termasuk ke dalam

kedua tipe tersebut, tetapi termasuk

bentuk anomali, sedangkan megalit

Gedang-2 termasuk tipe silinder.

Megalit Gedang-1 diberi hiasan

relief dua lingkaran menonjol yang oleh

penduduk setempat disebut seperti

payudara, sedangkan hiasan megalit

Gedang-2 berbentuk relief lingkaran-

lingkaran konsentris yang telah aus

sehingga hampir tidak terlihat. Selain motif

hias tersebut, megalit dari dataran tinggi

Jambi dihiasi relief motif manusia

kangkang, sosok manusia dengan

berbagai sikap seperti menari dan siap

perang, dan wajah manusia. Bentuk

megalit serta aneka ragam motif relief

hiasannya membuktikan bahwa

pembuatannya dilakukan dengan alat

pahat dari besi.

Ekskavasi di situs Gedang-1

menemukan terak besi, juga gerabah,

serpih obsidian, batu giling, sisa artefak

besi, dan arang. Terak besi ditemukan di

Kotak GED-2, GED-4, dan GED-6.

Kedalaman penemuannya antara 25 cm

hingga 85 cm. Terak besi ditemukan

Gambar 3: Foto megalit dari situs

Gedang-2. Pada sisi depan dipahat motif bulatan konsentris yang sekarang

sudah aus.

(Sumber: Balar Palembang, 2012). Gambar 2: Foto megalit dari situs

Gedang-1, pada sisinya dipahat dua tonjolan bulat. Megalit ini semula rebah.

(Sumber: Balar Palembang, 2012).

Page 6: TERAK BESI DI GEDANG-1 DAN GEDANG-2: BUKTI PENGUASAAN

SBA VOL.17 NO.2/2014 Hal 169—180

174

sebanyak 27 buah/ 248 gram

dengan ukuran sebesar kerikil hingga

kerakal.

Ekskavasi di situs Gedang-2 dilakukan di

sekitar megalit dengan radius maksimal 16

meter dari megalit. Terak besi ditemukan

di Kotak-kotak GED-2, GED-3, dan GED-

4. Kedalaman penemuannya antara 25 cm

hingga 85 cm. Terak besi ditemukan

sebanyak 101 buah/2.120 gram;

ditemukan berasosiasi dengan pecahan

gerabah, serpih obsidian, serpih batu

kersikan, dan arang.

Terak besi yang dalam bahasa

Inggris disebut iron slag dikenal dalam

dunia pertambangan sebagai:

Kumpulan lelehan yang terpisah pada peleburan atau pemurnian logam yang terapung di atas permukaan logam cair, terbentuk dari campuran bahan imbuh, pengotor bijih/logam, abu bahan bakar, dan bahan pelapis tanur. (Anonim tanpa tahun, 107).

Bahan imbuh itu umumnya adalah

silika, kalsium karbonat, fosfor, mangaan,

belerang, alumunium, dan titanium (Rapp

2009, 167).

Terak besi yang ditemukan di situs-

situs Gedang-1 dan Gedang-2

memperlihatkan ciri berlubang-lubang kecil

(berpori); dilekati kerikil, tanah, atau

gerabah; dan berkarat. Pori-pori terbentuk

Gambar 4: Foto terak besi (atas) dari situs Gedang-2 dan alat besi (bawah) dari situs

Gedang-1.

(Sumber: Balar Palembang, 2012)

akibat udara yang keluar dari terak

besi ketika terak besi masih berupa zat

cair sebelum menjadi padat secara

mendadak. Zat besi yang tersisa dalam

terak besi mengalami oksidasi, yaitu reaksi

kimia zat besi dengan oksigen di tempat

depositnya, sehingga terak besi berkarat.

Partikel-partikel yang melekat pada terak

besi belum diidentifikasi kandungan

mineralnya melalui analisis laboratoris.

Pecahan gerabah yang melekat

membuktikan cairan terak besi dibuang di

tempat pecahan gerabah berada. Pecahan

gerabah yang menempel pada terak besi

berukuran kecil (lebar kurang dari 2 cm)

serta merupakan bagian badan wadah

yang belum dapat diketahui jenisnya.

Terak besi dari situs Gedang-1 dan

Gedang-2 ditemukan berasosiasi dengan

arang, sehingga terak besi dapat diketahui

umurnya dengan analisis pertanggalan

radiokarbon sampel arang tersebut. Hasil

analisis tersebut dapat dipergunakan jug

Page 7: TERAK BESI DI GEDANG-1 DAN GEDANG-2: BUKTI PENGUASAAN

Terak Besi Di Gedang-1 Dan Gedang-2: Bukti Penguasaan Teknologi Besi Di Dataran Tinggi Jambi, Sumatera (Tri Marhaeni S. Budi Santosa)

175

untuk mengetahui umur tinggalan artefak

lainnya seperti gerabah dan megalit.

Berdasarkan analisis pertanggalan

radiokarbon yang dilakukan di Pusat

Penelitian dan Pengembangan Geologi

Bandung tahun 2013 dapat diketahui

bahwa arang dari situs Gedang-1,

Kotak GED-3 yang ditemukan pada

kedalaman 20-45 cm berumur 970±120

BP, atau dari sekitar tahun 860-1100-M,

sedangkan arang dari kedalaman 80 cm

berumur 1180±120 BP, atau dari sekitar

tahun 650-890 M. Sementara itu, arang

dari situs Gedang-2, Kotak GED-3 yang

ditemukan pada kedalaman 80-85 cm

berumur 1490±120 BP, atau dari sekitar

tahun 340-580 M.

3. Pembahasan

Hasil penelitian selama ini telah

menemukan sekitar 22 benda megalitik

tersebar di dataran tinggi Jambi yang

sekarang termasuk wilayah Kabupaten

Kerinci dan Kabupaten Merangin, Provinsi

Jambi. Sebaran tinggalan benda megalitik

sebanyak itu membuktikan bahwa

penggunaan artefak besi telah

berkembang pesat, maka tidak menutup

kemungkinan bahwa komunitas-komunitas

masa lalu di wilayah tersebut telah mampu

membuat artefak besi. Proses pembuatan

artefak besi secara umum adalah sebagai

berikut:

1. engumpulan bijih besi, termasuk

penambangannya.

2. Proses awal bijih besi seperti

pemilahan.

3. Pengambilan besi melalui

peleburan bijih besi menjadi

batang besi.

4. Peleburan tambahan untuk lebih

memurnikan besi atau membuat

logam campuran.

5. Pembuatan benda besi dengan

mempergunakan teknik cetak

atau tempa (Miller 2007, 146--7).

Di alam bijih besi ditemukan dalam

bentuk mineral seperti hematit (α-Fe2 O3),

goethit atau limonit [(α-Fe O (OH)], dan

magnetit (Fe2+ Fe2 3+O4) (Rapp 2009, 170).

Hematit dapat berupa oker merah,

sedangkan limonit dapat berupa oker

kuning. Magnetit di antaranya mempunyai

ciri memancarkan medan magnet,

sehingga dapat melekat pada benda-

benda yang mengandung besi. Dalam

survei geologi di sekitar situs Gedang-1

dan Gedang-2 belum ditemukan tempat

penambangan bijih besi atau sumber

tambang bijih besi (Budisantosa 2012).

Meskipun demikian, di tempat lainnya di

dataran tinggi Jambi terdapat sumber bijih

besi. Dalam penelitian di sekitar situs Lolo

Gedang, Kerinci, yang dilakukan oleh

Pusat Arkeologi Nasional tahun 2012

ditemukan lapisan tanah limonit yang

dapat dipergunakan sebagai bahan besi

(Arif, komunikasi pribadi, tanggal 12 Mei

2012). Lapisan tanah tersebut terbentuk

dari letusan Gunung Kunyit yang terletak

Page 8: TERAK BESI DI GEDANG-1 DAN GEDANG-2: BUKTI PENGUASAAN

SBA VOL.17 NO.2/2014 Hal 169—180

176

puluhan kilometer dari situs Lolo Gedang.

Sementara itu, bijih besi ditemukan juga di

sekitar Desa Nalo Mudik, Kecamatan

Renah Pembarap, Kabupaten Merangin,

sekitar 60 km dari situs Gedang-1 (Intan,

komunikasi pribadi, tanggal 16 Pebruari

2014). Bahkan penambangan bijih besi di

wilayah tersebut kini dilakukan secara

besar-besaran oleh sebuah perusahaan.

Terak besi yang ditemukan di situs

Gedang-1 dan Gedang-2 merupakan

limbah dari peleburan bijih besi. Hasil

peleburan bijih besi berupa batang besi

yang dibuat menjadi artefak besi melalui

proses cetak atau tempa. Hasil penelitian

terak besi di situs Gedang-1 dan Gedang-

2 membuktikan bahwa bahan besi dapat

dihasilkan sendiri oleh pendukung budaya

megalitik di kedua situs tersebut.

Berdasarkan hasil analisis pertanggalan

radio karbon dapat diketahui bahwa

peleburan bijih besi telah dilakukan di situs

Gedang-2 pada sekitar 1490±120 BP, atau

dari sekitar tahun 340-580 M.

Terak besi ditemukan juga di situs

megalitik dataran tinggi Jambi lainnya,

yaitu di situs Pematang Sungai Nilo, tetapi

hanya ditemukan satu butir (18 gram),

sehingga sampel dianggap kurang

meyakinkan (Budisantosa 2010, 18).

Jumlah sampel tersebut mungkin tidak

menjadi masalah disebabkan karena

jumlah kotak ekskavasi belum mewakili.

Selain terak besi di situs tersebut

ditemukan artefak-artefak seperti serpih

obsidian, batu giling, pecahan gerabah,

manik-manik kaca, dan arang yang

semuanya membuktikan bahwa di sekitar

benda megalitik terdapat hunian komunitas

pendukung budaya megalitik. Terak besi

dan pecahan gerabah dari Pematang

Sungai Nilo ditemukan berasosiasi dengan

arang, sedangkan arang yang ditemukan

berasosiasi dengan pecahan gerabah

melalui analisis pertanggalan radiokarbon

diketahui berumur 880±110 BP, atau dari

sekitar tahun 960-1180 M (Budisantosa

2012b, 73). Hasil analisis pertanggalan

tersebut membuktikan bahwa teknologi

besi lebih dahulu dikenal di situs Gedang-1

dan Gedang-2.

Di dataran tinggi Jambi terak besi

ditemukan juga di situs yang jauh lebih

muda, yaitu situs Dusun Tinggi yang

secara administratif termasuk Desa Renah

Kemumu, Kecamatan Jangkat, Kabupaten

Merangin. Dusun Tinggi terletak sekitar 50

km dari situs Gedang-1. Sekitar 1,8 km

dari Dusun Tinggi ditemukan satu buah

megalit di situs Bukit Batu Larung yang

telah digali oleh Dominik Bonatz pada

tahun 2005 dengan temuan antara lain

batu giling, pecahan gerabah, manik-

manik kaca Indo-Pasifik, dan berbagai

jenis artefak besi. Selanjutnya, Bonatz

melakukan ekskavasi situs Dusun Tinggi

pada tahun 2006 yang juga menemukan

terak besi, tetapi mungkin dianggap tidak

penting, maka penemuan tersebut tidak

dikemukakan dalam laporannya (Bonatz

2006). Selain terak besi, di situs tersebut

ditemukan keramik Cina yang tertua dari

Page 9: TERAK BESI DI GEDANG-1 DAN GEDANG-2: BUKTI PENGUASAAN

Terak Besi Di Gedang-1 Dan Gedang-2: Bukti Penguasaan Teknologi Besi Di Dataran Tinggi Jambi, Sumatera (Tri Marhaeni S. Budi Santosa)

177

sekitar abad ke-16/17, sedangkan yang

terbanyak dari Dinasti Ching tahun 1644-

1913 (Bonatz 2012, 70). Terak besi dari

Dusun Tinggi membuktikan

kesinambungan teknologi peleburan besi

di dataran tinggi Jambi hingga Zaman

Kolonial, sekaligus membuktikan

kemantapan penguasaan teknologi besi di

wilayah tersebut pada masa lalu.

Penyebaran artefak atau teknologi

besi dari Asia Tenggara daratan ke

dataran tinggi Jambi didukung dengan

penemuan bukti peleburan bijih besi di

Pulau Bangka serta penemuan artefak

besi di pesisir timur Sumatera bagian

selatan pada masa sebelumnya. Pada

sekitar abad ke-3-4 M, peleburan bijih besi

muncul di situs Kota Kapur, Pulau Bangka,

yang kemudian terkenal sebagai situs

Sriwijaya pada abad ke-7. Terak besi di

situs tersebut ditemukan dalam ekskavasi

yang dilakukan oleh Balai Arkeologi

Palembang dan Ecole-francaise

de’Extreme-Orient pada tahun 1996. Hasil

pertanggalan radiokarbon menunjukkan

terak besi berasal dari sekitar tahun 201-

355 M. Terak besi dari situs tersebut juga

telah dianalisis kandungan kimiawinya,

yaitu besi oksida (Fe2O3) dua sampel

menunjuk angka 62,43-62,97%, sehingga

dapat dikatakan kandungan besi di dalam

terak besi masih tinggi. Dengan demikian

teknologi yang diterapkan dapat dikatakan

masih sederhana. Kandungan campuran

bahan imbuh dan pengotor bijih antara lain

adalah silika oksida (SiO2) 20,69-30,64%,

alumunium oksida (Al2O3) 6,02-6,05%, dan

mangan oksida (MnO) 0,04%

(Budisantosa 1997, 20--1).

Di pesisir timur Sumatera bagian

selatan artefak besi tertua ditemukan di

situs Sentang, Kabupaten Musi Banyuasin,

Provinsi Sumatera Selatan (Rangkuti,

2008) serta situs-situs Sungai Gelam, Air

Merah, dan Pancuran Kabupaten

Muarojambi, Provinsi Jambi (Rangkuti

2011, 2012). Artefak besi yang ditemukan

di situs-situs tersebut adalah dari jenis

senjata tajam seperti pisau, parang, dan

mata tombak, juga artefak berbentuk

tabung. Berdasarkan analisis pertanggalan

radiokarbon pada arang yang ditemukan di

sekitar kubur tempayan dapat diketahui

situs Sentang telah muncul pada sekitar

tahun 140-360 M (Rangkuti 2008,6;

Rangkuti 2011, 25; Rangkuti 2012, 21--2).

Hasil analisis pertanggalan situs

Paleometalik di pesisir timur Sumatera

bagian selatan dan Pulau Bangka

menunjukkan kedua wilayah tersebut lebih

dahulu mengenal teknologi peleburan

logam dibanding wilayah dataran tinggi

Jambi. Oleh karena itu, keberadaan

artefak besi di dataran tinggi Jambi

sebagai barang impor sebagaimana

dikemukakan oleh Bonatz et al. (2006,

495) dapatlah dipahami, tetapi hal itu

didiga terjadi pada masa awal. Pada masa

selanjutnya komunitas dataran tinggi

Jambi mampu melakukan peleburan bijih

besi kemudian mengolahnya menjadi

artefak besi. Alih teknologi besi bermula

Page 10: TERAK BESI DI GEDANG-1 DAN GEDANG-2: BUKTI PENGUASAAN

SBA VOL.17 NO.2/2014 Hal 169—180

178

dari kontak sosial dengan wilayah lain

melalui pertukaran atau perdagangan.

Berdasarkan bukti artefaktual telah

diketahui bahwa perdagangan atau

pertukaran antara dataran tinggi Jambi

dan pesisir timur Sumatera bagian selatan

berlangsung pada masa Malayu-Sriwijaya,

abad ke-12-13 (Bonatz et al. 2006, 512--

3). Meski demikian kedua wilayah tersebut

diduga telah melakukan pertukaran atau

perdagangan berabad-abad sebelumnya.

Dalam pertukaran atau perdagangan tidak

hanya terjadi pertukaran barang, tetapi

juga kontak sosial antar-manusia yang

memungkinkan terjadi pertukaran non-

material seperti inovasi teknologi (Renfrew

dan Bahn 1993, 307--8).

Hasil analisis pertanggalan situs-

situs Paleometalik di Pulau Bangka, pesisir

timur Sumatera bagian selatan, dan

dataran tinggi Jambi menunjukkan umur

yang lebih muda daripada situs-situs

Paleometalik Sa Huynh, Vietnam bagian

selatan. Situs-situs utama Sa Huynh

terletak di wilayah pantai mulai dari

Vietnam tengah ke selatan sampai ke

delta Mekong. Artefak besi yang

ditemukan di situs-situs tersebut adalah

alat-alat bertangkai corong seperti sekop,

tembilang, kapak, dan alat-alat tidak

bertangkai corong seperti sabit dan pisau.

Zaman besi Sa Huynh meliputi kurun

waktu dari 600 SM hingga awal Masehi

(Bellwood, 2000, 395--7). Penyebaran

teknologi besi berlangsung sangat cepat

sejak 2000 tahun yang lalu disebabkan

karena teknologi besi lebih mudah

dikuasai dibanding teknologi perunggu,

potensi ekonomi yang lebih unggul

dibanding artefak perunggu, dan bahan

besi lebih mudah diperoleh (2000, 412).

Besi jarang ditemukan dalam

keadaan murni di alam, sehingga manusia

mengembangkan teknologi peleburan bijih

besi. Teknologi metalurgi besi muncul

pertama kali di Anatolia di kerajaan Hittit

dan Mitani lebih dari 3.000 tahun yang lalu

(Rapp 2009, 166). Secara terpisah

metalurgi besi muncul pada masa yang

sama di India. Besi cetak muncul pertama

kali di Tiongkok pada sekitar abad ke-4

SM. Teknologi metalurgi di Tiongkok telah

berhasil mengolah bijih besi padat pada

suhu rendah dengan cara membangun

tanur tinggi dari tanahliat tahan api serta

menambahkan besi fosfat berkadar tinggi

yang memungkinkan titik lebur dapat

dikurangi hingga 200o C. Menurut

Bellwood, Sa Huynh mungkin memperoleh

teknologi pembuatan artefak besi dari

Tiongkok, bukan dari India karena artefak

besi yang dihasilkan tidak menyerupai

model-model dari India (Bellwood 2000,

395-396).

4. Penutup

Kesimpulan

Komunitas pendukung budaya

megalitik dan kubur tempayan di dataran

tinggi Jambi terbukti telah mengenal

teknologi peleburan besi serta pembuatan

artefak besi pada sekitar tahun 340-580 M.

Page 11: TERAK BESI DI GEDANG-1 DAN GEDANG-2: BUKTI PENGUASAAN

Terak Besi Di Gedang-1 Dan Gedang-2: Bukti Penguasaan Teknologi Besi Di Dataran Tinggi Jambi, Sumatera (Tri Marhaeni S. Budi Santosa)

179

Penguasaan teknologi besi dapat

dikatakan mulai tersebar di wilayah

tersebut sebelum munculnya kerajaan

Malayu-Sriwijaya, kemudian berkembang

hingga masa Kolonial. Perkembangan

teknologi tersebut diduga didukung oleh

sumber bijih besi yang berada di wilayah

sekitarnya di pesisir timur Sumatera

bagian selatan. Teknologi peleburan besi

di dataran tinggi Jambi diduga tersebar

dari daratan Asia, mungkin Sa Huynh atau

Tiongkok melalui perdagangan maritim,

maka wilayah yang lebih dekat dengan

jalur perdagangan maritim seperti Pulau

Bangka dan wilayah pesisir sebelah timur

Sumatera bagian selatan lebih dahulu

mengenal artefak dan teknologi besi

sekitar satu abad sebelumnya.

Pengenalan artefak dan teknologi besi di

dataran tinggi Jambi dimulai dari

hubungan perdagangan yang terjalin

antara wilayah pesisir dan dataran tinggi.

Simpulan tersebut tampaknya

belum mewakili situs-situs megalitik di

dataran tinggi Jambi yang hingga

sekarang telah ditemukan sebanyak 22

situs dan yang tersebar di Kabupaten

Kerinci dan Merangin. Selain itu,

identifikasi terak besi terbatas pada

pengamatan makroskopis, belum didukung

oleh hasil analisis kimiawi.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini

dapat disarankan agar penelitian artefak

dan teknologi besi di dataran tinggi Jambi

dipertajam dan diperluas antara lain

dengan cara sebagai berikut:

• Melakukan analisis fisik dan

kimiawi bahan, baik terak besi

maupun artefak besi, di

laboratorium. Analisis seperti itu

perlu dilakukan juga pada tinggalan

artefak perunggu yang ditemukan

di dataran tinggi Jambi. Hasil

analisis dapat dibandingkan

dengan tinggalan logam sejenis

dari situs-situs lain untuk

mengungkap teknik pembuatan

artefak logam serta asal-usul

teknologi logam di dataran tinggi

Jambi khususnya dan Indonesia

umumnya.

• Melanjutkan penelitian di situs-situs

megalitik dan kubur tempayan di

dataran tinggi Jambi, sehingga

memperoleh simpulan yang lebih

representatif.

Daftar Pustaka

Anonim. tanpa tahun. Kamus Istilah Pertambangan. Edisi ke-2. Makassar: Univeritas Veteran Makassar.

Bellwood, Peter. 2000. Prasejarah Kepulauan Indo-Malaysia. Edisi Revisi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Bonatz, Dominik. 2012. “A Highland Perspective on the Archaeology and Settlement History of Sumatra.” Archipel 84 (2012): 35-81.

Bonatz, Dominik, John David Neidel, dan Mailin Tjoa-Bonatz. 2006. “The megalithic complex of highland Jambi: An archeological

Page 12: TERAK BESI DI GEDANG-1 DAN GEDANG-2: BUKTI PENGUASAAN

SBA VOL.17 NO.2/2014 Hal 169—180

180

perspective”. Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde (BKI) 162-4: 490-522.

Budisantosa, Tri Marhaeni S. 1997. “Laporan Penelitian Situs Kota Kapur, Kabupaten Bangka, Provinsi Sumatera Selatan.” Berita Penelitian Arkeologi, Nomor 2. Palembang: Balai Arkeologi Palembang.

---------. 2011. “Megalit dan Kubur Tempayan Dataran Tinggi Jambi: Situs Lolo Gedang, Kerinci.” Dalam Asia Tenggara dalam Perspektif Arkeologi: Kajian Arkeologi di Sumatera Bagian Selatan, Diedit oleh Inajati Adrisijanti, 36-106. Palembang: Balai Arkeologi Palembang.

---------. 2012a. Laporan Penelitian Megalitik Sungai Tenang, Kabupaten Merangin, Provinsi Jambi. Palembang: Balai Arkeologi Palembang (tidak diterbitkan).

---------. 2012b. “Situs Pematang Sungai Nilo dalam Hubungan dengan Situs-situs Lainnya di Dataran Tinggi Jambi.” Siddhayatra 17 (1): 67-86.

Miller, Heather M.-L. 2007. Archaeological Approaches to Technology. London: Elsevier Inc/Academic Press.

Rangkuti, Nurhadi. 2008. “Arkeologi Lahan Basah di Sumatera Bagian Selatan”. Dalam Arkeologi Lahan Basah di Sumatera dan

Kalimantan, disunting oleh Sutikno, 1-21. Palembang: Balai Arkeologi Palembang, 2008.

---------. 2011. Laporan Penelitian Arkeologi Pola Hidup Komuniti Pra-Sriwijaya di Situs Sentang, Kecamatan Bayung Lencir, Kabupaten Musi Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan. Palembang: Balai Arkeologi Palembang (tidak diterbitkan).

---------. 2012. Laporan Penelitian Arkeologi Pola Hidup Komuniti Pra-Sriwijaya di Dataran Rendah Sumatera Selatan dan Jambi. Palembang: Balai Arkeologi Palembang (tidak diterbitkan).

Rapp, George. 2009. Archaeomineralogy. Edisi ke-2. Berlin: Springer.

Renfrew, Colin dan Paul Bahn. 1993. Archaeology, Theories, Methods and Practice. Cetakan ke-3. London: Thames and Hudson Ltd.

Narasumber Arif, Johan. Umur: 56 tahun. Pekerjaan:

Pengajar Geologi di Institut Teknologi Bandung. Komunikasi Pribadi. Tanggal 12 Mei 2012.

Intan, Muhammad Fadhlan Syuaib. Umur:

55 tahun. Pekerjaan: Peneliti Arkeologi Lingkungan di Pusat Arkeologi Nasional, Jakarta. Komunikasi Pribadi. Tanggal 16 Pebruari 2014

.