terner baru.doc
DESCRIPTION
ternerTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Tujuan Percobaan
1. Menentukan kelarutan suatu zat dalam suatu zat pelarut
2. Menggambarkan fase diagram tiga komponen
3. Menerapkan dalam menentukan komposisi kadar minyak pengering dalam
zat
1.2 Dasar Teori
1.2.1 Larutan
Suatu larutan adalah campuran homogen dari atom ataupun ion dari dua
zat atau lebih. Suatu larutan disebut suatu campuran karena susunannya dapat
berubah-ubah. Disebut homogen karena susunannya dapat begitu seragam
sehingga tidak dapat diamati adanya bagian-bagian atau fasa-fasa yang
terpisah.
Meskipun semua campuran fase gas bersifat homogen namun dapat
disebut juga sebagai larutan. Molekul-molekulnya begitu terpisah sehingga
tak dapat saling tarik-menarik dengan efektif. Larutan fase padat sangat
berguna dan di kenal baik, contoh perunggu. ( Sukarjo,2002)
1.2.2 Kelarutan Zat
Kelarutan adalah jumlah zat terlarut yang dapat larut dalam pelarut yang
banyaknya tertentu, untuk menghasilkan suatu larutan jenuh. Zat cair yang
hanya sebagian larut dalam zat cair lainnya dapat dinaikkan kelarutannya
dengan menambahkan suatu zat cair yang berlainan dengan kedua zat cair
yang lebih dahulu dicampurkan. Bila zat cair yang ketiga ini hanya larut
dalam salah satu zat cair yang terdahulu, maka biasanya kelarutan dari kedua
zat cair yang terdahulu itu akan menjadi kecil. Akan tetapi bila zat cair yang
ketiga larur dalam kedua zat cair yang terdahulu, maka kelarutan dari kedua
zat cair yang terdahulu akan menjadi lebih besar.
1.2.3 Faktor-Faktor Penyebab Kelarutan
Umumnya yang membuat zat melarut adalah kesejenisan, yaitu senyawa
yang non polar larut dalam pelarut yang non polar, begitu juga sebaliknya,
senyawa yang polar dapat larut dalam pelarut yang polar juga. Dalam hal ini
kita bisa mengambil contoh heksana dan heptane yang keduanya adalah
senyawa non polar. Kedua zat tersebut mempunyai kerapatan masing-masing
0,6509 gram/ml dan 0,684 gram/ml. Mulanya yang mempunyai kerapatan
jenis yang kecil akan mengapung, namun beberapa saat molekul – molekul
akan menyebar secara acak, apalgi bila temperature dinaikkan, kecepatan
difusi akan lebih tinggi. Sehingga selang beberapa waktu akan diperoleh
larutan homogennya yang seragam (miscible). (Mustafa, 2005)
1.2.4 Hubungan Kelarutan
a. Larutan Jenuh
Bila kristal gula ditaruh ke dalam air molekul-molekul memisahkan diri
dari permukaan gula dan menuju ke dalam pelarut. Dimana molekul-molekul
ini bergerak kira-kira dengan cara yang sama seperti molekul air. Karena
gerakan acak ini beberapa dari mereka akan menabrak permukaan gula dan
terikat disitu oleh gaya tarik dari molekul-molekul gula yang lain.
Gula itu secara tetap pada tiap saat melarut dan mengkristal ulang. Waktu
gula itu mula-mula ditaruh dalam air, laju pelarutan sangat cepat
dibandingkan dengan laju pengkristalan ulang. Makin lama konsentrasi gula
yang terlarut meningkat dengan teratur dan pengkristalan juga meningkat.
Ketika laju pengkristalan dan pelarut telah sama, proses-proses itu berada
dalam kesetimbangan. Kondisi kesetimbangan anak panah rangkap dalam
suatu persamaan, untuk menunjukkan bahwa dua proses yang berlawanan
sedang terjadi serempak dengan laju yang sama:
Gula + H2O larutan gula
Suatu larutan jenuh didefinisikan sebagai larutan yang mengandung zat
terlarut dalam jumlah yang diperlukan untuk adanya kesetimbangan antara
zat terlarut yang larut dan tidak larut. Pembentukan yang kuat dan zat terlarut
yang berlebih.
Banyaknya zat terlarut yang melarut dalam pelarut yang banyaknya
tertentu untuk menghasilkan suatu larutan jenuh disebut kelarutan. Lazimnya
kelarutan dinyatakan dalam gram zat terlarut per 100 cm3 atau 100 gram
pelarut pada temperatur yang diperlukan.(Keenam, 1984).
b. Larutan Tak Jenuh dan Lewat Jenuh
Suatu laruan tak jenuh kalah pekat (lebih encer) dari pada suatu larutan
jenuh dan suatu larutan lewat jenuh lebih pekat dibandingkan suatu larutan
jenuh. Suatu larutan lewat jenuh biasanya dibuat dengan membuat larutan
jenuh pada temperatur yang lebih tinggi. Zat terlarut haruslah lebih banyak
larut dalam pelarut panas dari pada pelarut dingin. Jika tersisa zat terlarut
yang belum larut sisa itu disingkirkan.
Larutan panas itu kemudian didinginkan dengan hati-hati untuk
menghindari pengkristalan. Artinya larutan itu tidak boleh digetarkan atau
diguncangkan dan debu maupun materi asing harus dilarang masuk. Jika
tidak ada zat terlarut yang memisahkan diri selama pendinginkan maka
larutan dingin itu bersifat lewat jenuh.
1.2.5 Efek Temperature Pada Kelarutan
Dalam seksi ini diperiksa efek temperature pada dua tipe larutan. Zat padat
dilarutkkan dalam cairan.
Zat Padat dalam Cairan
Kebanyakan zat padat menjadi lebih banyak larut ke dalam suatu
cairan bila temperatur dinaikkan namun terdapat beberapa zat padat
yang kelarutannya menurun bila temperaturnya dinaikkan. Karena
proses pembentukkan larutan dan proses pengkristalan berlangsung
dengan laju yang sama pada kesetimbangan, perubahan energi netto
adalah nol. Tetapi jika temperatur dinaikkan proses yang menyerap
kalor dalam hal ini pembentukan larutan lebih disukai, segera setelah
temperatur dinaikkna sistem itu tidak berada dala kesetimbangan
karena ada lagi zat padat yang melarut.
Azas Chatelier (1850 – 1936)
“Bila dilakukan suatu paksaan pada suatu sistem kesetimbangan,
sistem itu cenderung berubah demikian untuk mengurangi akibat
paksaan itu”. (Keenan, 1984)
1.2.6 Diagram Tiga Komponen
Sistem adalah suatu zat yang dapat diisolasikan dari zat-zat lain dalam
suatu bejana inert, yang menjadi pusat perhatian dan mengamatipengaruh
perubahan temperature, tekanan serta konsentrasi zat tersebut. Sedangkan
komponen adalah yang ada dalam sistem, seperti zat terlarut dan pelarut
dalam senyawa biner. Banyaknya komponen dalam sistem C adalah jumlah
minimum spesies bebas yang diperlukan untuk menentukan komposisi semua
fase yang ada dalam sistem. Definisi ini mudah diberlakukan jika spesies
yang ada dalam sistem tidak bereaksi sehingga kita dapat menghitung
banyaknya. (Anonim, 2010)
Untuk sistem tiga komponen,derajat kebebasan, F = 3 – P + 2 = 5 – P.
untuk P = 1, ada 4 derajat kebebasan. Tak mungkin menyatakan sistem
seperti ini dalam bentuk grafik yang lengkap dalam tiga dimensi, apalagi
dalam dua dimensi. Oleh karena itu biasanya sistem dinyatakan pada suhu
dan tekanan yang tetap, dan derajat kebebasan menjadi F = 3 – P, jadi derajat
kebebasannya paling banyak ada dua, dan dapat dinyatakan dalam satu
bilanhan pada suhu dan tekanan tetap, variabel yang dapat digunakan untuk
menyatakan sistem tinggal yaitu Xa, Xb dan Xc yang dihubungkan molekul
Xa + Xb + Xc = 1. Komposisi salah satu komponen lainnya diketahui antara
dua komponen.
Untuk fasa tunggal bagi sistem tiga komponen terdapat 4 derajat
kebebasan.
F = C – D + 2
= 3 – 1 + 2
= 4 (temperatur dan tekanan susunan 2 dan 3 komponen)
Sistem tiga komponen sebenarnya banyak kemungkinan yang paling
umum.
a. Sistem tiga komponen yang terdiri atas zat cair yang sebagian saling
campur
b. Sistem tiga komponen yang terdiri atas dua komponen padat dan
satu komponen cair
Cara terbaik untuk menggambarkan sistem tiga komponen adalah
dengan mendapatkan suatu kertas grafik segitiga. Konsentrasi dapat
dinyatakan dengan istilah % berat atau fraksi mol. Puncak-puncak
dihubungkan dengan titik tengah dari sisi yang berlawanan yaitu Aa, Bb dan
Cc. titik nol dimulai dari a, b, c dan titik tengah A, B dan C. lebih lanjut
segitiga adalah sama sisi jumlah jarak-jarak garis tegak lurus dari sembarang
titik dengan segitiga ke sisi-sisi adalah konstan dan sama dengan panjang
garis tegak lurus antara sudut dan pusat dari sisi yang berlawanan, yaitu
100% atau 1.
Pada ekstraksi eluen maupun solven sedikit larut maka baik komponen
di eluen maupun solven terdapat di kedua fase, yaitu fase ekstrak dan rafinat.
Oleh karena itu data kesetimbangan harus menunjukkan hubungan ketiga
komponen di kedua fase tersebut, atau dikenal dengan dengan diagram terner.
Dua fase dalam kesetimbangan harus selalu bertemperatur sama. Lebih
dari itu harus bertekanan sama, asalkan tidak terpisah oleh dinding keras atau
lebih oleh suatu permukaan yang memiliki lengkung berarti. Akhirnya
sembarang zat yang dapat lalu lalang dengan bebas di antara kedua fase itu
harus memiliki potensial kimia yang sama di dalamnya. Kriteria penting bagi
kesetimbangan ini yang dinyatakan oleh sifat-sifat intersep T, p dan µ,
langsung menuju kepada aturan fase Willard Gibbs.
Dengan fase merupakan cara mudah untuk menampilkan wujud zat
sebagai fungsi suhu dan tekanan. Contoh khas diagram fase tiga komponen
air, kloroform dan asam asetat. Dalam diagram fase bahwa tersebut diisolasi
dengan baik dan tidak ada zat lain yang masuk maupun keluar dari sitem ini.
Asam asetat lebih suka pada air dibandingkan kloroform oleh karena
bertambahnya kelarutan kloroform dalam air lebih cepat dibandingkan
dengan kelarutan air dalam kloroform. Penambahan asam asetat lebih lanjut
akan membawa sistem bergerak ke daerah atau satu fase (fase tunggal).
Namun demikian saat komposisi mencapai titik a3, ternyata masih ada dua
lapisan maupun sedikit. Setelah penambahan asam asetat diteruskan, pada
saat akan menjadi satu fase yaitu pada titik p. titik p disebut pliet atau titik
jalin yaitu semacam titik kritis.
BAB II
METODOLOGI
2.1 Alat yang digunakan
1. Labu Erlenmeyer 50 ml
2. Piknometer
3. Pipet ukur 10 ml
4. Bulp
5. Neraca digital
6. Eksikator
7. Klem dan statif
2.2 Bahan yang digunakan
1. Kloroform
2. Asam asetat glasial
3. Aquadest
2.3 Prosedur Kerja
2.3.1 Penentuan Berat Jenis Cairan
1. Menimbang piknometer kosong yang kering dan bersih
2. Mengisi piknometer dengan cairan yang akan di tentukan berat
jenisnya.
3. Menimbang piknometer beserta isinya.
2.3.2 Penentuan Diagram Terner
1. Membuat campuran antara aquadest dan asam asetat glasial dengan
komposisi yang divariasikan.
2. Menambahkan masing-masing larutan tersebut dengan kloroform
melalui buret sampai larutan menjadi homogenya.
3. Mencatat volume kloroform yang terpakai dan menghitung masing-
masing komposisi zat dalam setiap campuran kemudian emmbuat
diagram ternernya.
2.4 Diagram Alir
2.4.1 Penentuan Berat Jenis Cairan
Menimbang piknometer kosong
2.4.2 Penentuan Diagram Terner
Mengisi piknometer dengan cairan yang akan ditentukan berat jenisnya
Menimbang piknometer beserta isinya
CH3COOH H2O
Erlenmeyer Buret CHCl3
Pengamatan
Terbentuk dua fase
Mencatat volume CHCl3 yang terpakai
Menghitung massa masing-masing larutan
Menghitung %massa masing-masing larutan
Membuat diagram terner
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
2.1 Data Pengamatan
Tabel 3.1.1 Data hasil pengamatan
No Volume H2O (mL) Volume CH3COOH (mL) Volume CHCl3
(mL)1 10 1 0,12 9 2 0,33 8 3 0,54 7 4 0,65 6 5 0,86 5 6 17 4 7 1,38 3 8 1,69 2 9 2,110 1 10 2,6
Tabel 3.1.2 Data hasil perhitungan massa
No Massa H2O (gram)
Massa CH3COOH
(gram)
Massa CHCl3
(gram)Massa Total
(gram)
1 10,08 1,068 0,150 11,2982 9,072 2,136 0,449 11,6573 8,064 3,024 0,749 11,8374 7,056 4,272 0,899 12,2275 6,048 5,340 1,198 12,5866 5,040 6,408 1,498 12,9467 4,032 7,478 1,947 13,4558 3,024 8,544 2,397 13,9659 2,015 9,612 3,146 14,77410 1,016 10,68 3,895 15,583
Tabel 3.1.3 Data hasil perhitungan persen massa
No %Massa H2O % Massa CH3COOH % Massa CHCl3
1 89,22 9,45 1,332 77,86 18,33 3,853 67,10 26,67 6,234 57,71 34,94 7,355 48,05 42,43 9,526 38,93 49,50 11,577 29,97 55,56 14,478 21,65 61,18 17,169 13,65 65,06 21,2910 6,47 68,54 25,13
3.1 Pembahasan
Pada praktikum ini yaitu penentuan kelarutan zat 9diagram terner) yang bertujuan untuk menentukan kelarutan suatu zat dalam suatu pelarut, menggambarkan diagram fase tiga komponen serta menerapkan dalam menentukan komposisi minyak pengering dalam zat. Sampel-sampel yang digunakan dalam praktikum ini antara lain CHCl3, H2O, dan CH3COOH. Langkah awal yang dilakukan adalah menentukan densitas dari masing-masing sampel dengan menggunakan piknometer.
Prinsip dasar dari praktikum ini adalah pemisahan suatu campuran dengan ekstraksi yang terdiri dari dua komponen cair yang saling larut dengan sempurna. Pemisahan dapat dilakukan dengan menggunakan pelarut yang tidak larut dengan sempurna terhadap campuran, tetapi dapat melarutkan salah satu komponen (solute) dalam campuran tersebut.
Pada praktikum ini dilakukan pencampuran aquadest dengan asam asetat glasial dengan komposisi yang divariasikan. Hal ini bertujuan untuk mengamati besarnya pengaruh kloroform terhadap banyaknya volume asam asetat glasial yang dibutuhkan untuk membentuk dua fasa. hal ini disebabkan karena adanya perbedaan kelarutan antara masing-masing cairan.
Setelah itu dilakukan titrasi dengan kloroform sebagai penitarnya. Tujuan digunakannya kloroform ini adalah karena kloroform bersifat non polar. Oleh karena sifat non polar itulah, kloroform tidak dapat larut dalam campuran larutan air dengan asam setat glasial, dimana air bersifat polar sedangkan asama asetat glasial bersifat non polar. Sehingga kloroform nantinya akan larut dan diikat oleh asam asetat glasial.
Pada saat penambahan kloroform mengakibatkan pecahnya campuran kedua larutan, menjadi dua larutan konjugat terner. Dalam hal ini, campuran yang merupakan fasa tunggal akan berubah menjadi fasa biner. Hal ini terjadi karena, pada penamabahan kloroform akan mempengaruhi kelarutan dari campuran larutan antara air dan asam asetat glasial.
Berdasarkan data yang diperoleh, persen massa dari air cenderung turun, sedangkan persen massa asam asetat glasial dan kloroform cenderung naik. Kepolaran dari masing-masing larutan yang berbeda akan menyebabkan masing-masing larutan tidak bisa larut dalam capuran larutan tersebut. Hal ini dikarenakan asam asetat glasial yang bersifat semi polar akan melarutkan aquadest dan kloroform dengan baik. Sehingga untuk cairan yang saling melarutkan membentuk daerah berfasa tunggal, sedangkan untuk larutan yang tidak larut akan membentuk daerah berfasa biner.
Kemudian , data yang diperoleh mengenai persen massa antara aquadest, asam asetat glasial dan kloroforom dibuat dalam sebuah diagram terner. Diagram ternern merupakan diagram fasa zat cair tiga komponen, yang digambarkan dalam bentuk segitiga sama sisi. Digunakannnya diagram terner bertujuan untuk memudahkan memahami pengaruh dari penambahan larutan terhadap campuran dua larutan sebelumnya. Diagram terner yang terdapat dilampiran, dibuat dengan menarik garis. Garis yang yang menghubungka titik-titik menggambarkan kadar dari setiap zat yang terlibat adalah titik dimana terjadi pencampuran sempurna antara ketiga zat yang terlibat dalam pencampuran ini. Bisa diketahui titik tripel sebagi titik pertemuan antara campuran ketiga larutan itu, dimana pada titik tripel tersebut larutan telah tercampur dengan sempurna.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dari praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa :
1. Kloroform larut dalam asam asetat glasial tetapi tidak larut dalam air.
2. Semakin banyak volume asam asetat glasial maka akan semakin banyak pula volume kloroform yang dibutuhkan agar terbentuk dua fase.
DAFTAR PUSTAKA
Keenan W.C,1984, Kimia untuk Universitas, Jakarta : Erlangga
Mustafa.2005.KIMIA FISIKA. Samarinda: Politeknik Negeri Samarinda
Sukarjo.2002.Kimia Fisika. Jakarta : Erlangga
Tim laboratorium, 2014, Penuntun Praktikum Kimia Fisika, Samarinda :
Politeknik Negeri Samarinda
LAMPIRA
N
PERHITUNGAN
Densitas H2O
Massa pikno kosong = 15,6210 gram
Massa pikno + H2O = 25,7051 gram
Volume pikno = 10 ml
Densitas CH3COOH
Massa pikno kosong = 15,6210 gram
Massa pikno + CH3COOH = 26,3017 gram
Volume pikno = 10 ml
Densitas CHCl3
Massa pikno kosong = 15,6210 gram
Massa pikno + CHCl3 = 30,6019 gram
Volume pikno = 10 ml
Massa Aquadest
Percobaan 1
m H2O = ρ H2O x V H2O
= 1,008 g/ml x 10 ml
= 10,08 gram
Percobaan 2
m H2O = ρ H2O x V H2O
= 1,008 g/ml x 9 ml
= 9,072 gram
Percobaan 3
m H2O = ρ H2O x V H2O
= 1,008 g/ml x 8 ml
= 8,064 gram
Percobaan 4
m H2O = ρ H2O x V H2O
= 1,008 g/ml x 7 ml
= 7,056 gram
Percobaan 5
m H2O = ρ H2O x V H2O
= 1,008 g/ml x 6 ml
= 6,048 gram
Percobaan 6
m H2O = ρ H2O x V H2O
= 1,008 g/ml x 5ml
= 5,040 gram
Percobaan 7
m H2O = ρ H2O x V H2O
= 1,008 g/ml x 4 ml
= 4,032 gram
Percobaan 8
m H2O = ρ H2O x V H2O
= 1,008 g/ml x 3 ml
= 3,024 gram
Percobaan 9
m H2O = ρ H2O x V H2O
= 1,008 g/ml x 2 ml
= 2,016 ml
Percobaan 10
m H2O = ρ H2O x V H2O
= 1,008 g/ml x 1ml
= 1,008 gram
Massa Asam Asetat Glasial
Percobaan 1
m CH3COOH = ρ CH3COOH x V CH3COOH
= 1,068 g/ml x 1 ml
= 1,068 gram
Percobaan 2
m CH3COOH = ρ CH3COOH x V CH3COOH
= 1,068 g/ml x 2 ml
= 2,136 gram
Percobaan 3
m CH3COOH = ρ CH3COOH x V CH3COOH
= 1,068 g/ml x 3 ml
= 3,204 gram
Percobaan 4
m CH3COOH = ρ CH3COOH x V CH3COOH
= 1,068 g/ml x 4 ml
= 4,272 gram
Percobaan 5
m CH3COOH = ρ CH3COOH x V CH3COOH
= 1,068 g/ml x 5 ml
= 5,340 gram
Percobaan 6
m CH3COOH = ρ CH3COOH x V CH3COOH
= 1,068 g/ml x 6 ml
= 6,408 gram
Percobaan 7
m CH3COOH = ρ CH3COOH x V CH3COOH
= 1,068 g/ml x 7 ml
= 7,476 gram
Percobaan 8
m CH3COOH = ρ CH3COOH x V CH3COOH
= 1,068 g/ml x 8 ml
= 8,544 gram
Percobaan 9
m CH3COOH = ρ CH3COOH x V CH3COOH
= 1,068 g/ml x 9 ml
= 9,612 gram
Percobaan 10
m CH3COOH = ρ CH3COOH x V CH3COOH
= 1,068 g/ml x 10 ml
= 10,68 gram
Massa Kloroform
Percobaan 1
m CHCl3 = ρ CHCl3 x V CHCl3
= 1,498 g/ml x 0,1 ml
= 0,749 gram
Percobaan 2
m CHCl3 = ρ CHCl3 x V CHCl3
= 1,498 g/ml x 0,3 ml
= 0,449 gram
Percobaan 3
m CHCl3 = ρ CHCl3 x V CHCl3
= 1,498 g/ml x 0,5 ml
= 0,749 gram
Percobaan 4
m CHCl3 = ρ CHCl3 x V CHCl3
= 1,498 g/ml x 0,6 ml
= 0,899 gram
Percobaan 5
m CHCl3 = ρ CHCl3 x V CHCl3
= 1,498 g/ml x 0,8 ml
= 1,198 gram
Percobaan 6
m CHCl3 = ρ CHCl3 x V CHCl3
= 1,498 g/ml x 1 ml
= 1,498 gram
Percobaan 7
m CHCl3 = ρ CHCl3 x V CHCl3
= 1,498 g/ml x 1,3 ml
= 1,947 gram
Percobaan 8
m CHCl3 = ρ CHCl3 x V CHCl3
= 1,498 g/ml x 1,6 ml
= 2,397 gram
Percobaan 9
m CHCl3 = ρ CHCl3 x V CHCl3
= 1,498 g/ml x 2,1 ml
= 3,146 gram
Percobaan 10
m CHCl3 = ρ CHCl3 x V CHCl3
= 1,498 g/ml x 2,6 ml
= 3,895 gram
% Massa H2O
Percobaan 1
Massa H2O 10,08 gram
Percobaan 2
Massa H2O 9,072 gram
Percobaan 3
Massa H2O 8,064 gram
Percobaan 4
Massa H2O 7,056 gram
Percobaan 5
Massa H2O 6,048 gram
Percobaaan 6
Massa H2O 5,040 gram
Percobaan 7
Massa H2O 4,032 gram
Percobaan 8
Massa H2O 3,024 gram
Percobaan 9
Massa H2O 2,016 gram
Percobaan 10
Massa H2O 1, 008 gram
% Massa CH3COOH
Percobaan 1
Massa CH3COOH 1,068 gram
Percobaan 2
Massa CH3COOH 2,136 gram
Percobaan 3
Massa CH3COOH 3,204 gram
Percobaan 4
Massa CH3COOH 4,272 gram
Percobaan 5
Massa CH3COOH 5,340 gram
Percobaan 6
Massa CH3COOH 6,408 gram
Percobaan 7
Massa CH3COOH 7,476 gram
Percobaan 8
Massa CH3COOH 8,544 gram
Percobaan 9
Massa CH3COOH 9,612 gram
Percobaan 10
Massa CH3COOH 10,68 gram
% Massa CHCl3
Percobaan 1
Massa CHCl3 0,150 gram
Percobaan 2
Massa CHCl3 0,449 gram
Percobaan 3
Massa CHCl3 0,749 gram
Percobaan 4
Massa CHCl3 0,899 gram
Percobaan 5
Massa CHCl3 1,198 gram
Percobaan 6
Massa CHCl3 1,498 gram
Percobaan 7
Massa CHCl3 1,947 gram
Percobaan 8
Massa CHCl3 2,397 gram
Percobaan 9
Massa CHCl3 3,146 gram
Percobaan 10
Massa CHCl3 3,895 gram
GRAFIK PENGARUH PENAMBAHAN CHCl3 TERHADAP CAMPURAN
CH3COOH DAN H2O
H2O1
0.9
0.8
0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
CHCl3
1
0.9
0.8
0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
CH3COOH 1 0.9 0.8 0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0
GAMBAR ALAT
Neraca Digital Buret Erlenmeyer
Bulp Pipet Ukur