tesis heterogen alumina
DESCRIPTION
ElsevierTRANSCRIPT
UNIVERSITAS INDONESIA
ESTERIFIKASI ASAM P-HIDROKSI BENZOAT DENGAN
GLUKOSA MENGGUNAKAN KATALIS
HETEROGEN ALUMINA
TESIS
ELFIA SISKA YASA PUTRI
0706172222
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PROGRAM KIMIA
DEPOK
Esterifikasi asam..., Elfia Siska Yasa Putri, FMIPA UI, 2010.
ii
UNIVERSITAS INDONESIA
ESTERIFIKASI ASAM P-HIDROKSI BENZOAT DENGAN
GLUKOSA MENGGUNAKAN KATALIS
HETEROGEN ALUMINA
TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar magister sains
ELFIA SISKA YASA PUTRI
0706172222
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PROGRAM STUDI KIMIA
DEPOK
JUNI 2010
Esterifikasi asam..., Elfia Siska Yasa Putri, FMIPA UI, 2010.
iii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua
sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya
nyatakan dengan benar.
Nama : ELFIA SISKA YASA PUTRI
NPM : 0706172222
Tanda Tangan :
Tanggal : 15 Juli 2010
Esterifikasi asam..., Elfia Siska Yasa Putri, FMIPA UI, 2010.
iv
HALAMAN PENGESAHAN
Tesis ini diajukan oleh :
Nama : Elfia Siska Yasa Putri
NPM : 0706172222
Program Studi : Kimia
Judul Tesis : Esterifikasi Asam p-Hidroksi Benzoat Dengan
Glukosa Menggunakan Katalis Heterogen Alumina
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai
bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Magister
Sains pada Program Studi Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Ala,m Universitas Indonesia
DEWAN PENGUJI
Pembimbing : Dr.rer.nat.Widajanti Wibowo ( )
Pembimbing : Prof.Dr. Soleh Kosela ( )
Penguji : Dr.Ridla Bakri,MPhil ( )
Penguji : Dr.Yuni Krisyuningsih Krisnandi ( )
Penguji : Dr.Ivandini Tribidasari ( )
Penguji : Dr.Jarnuzi Gunlazuardi ( )
Ditetapkan di : Depok
Tanggal : 15 Juli 2010
Esterifikasi asam..., Elfia Siska Yasa Putri, FMIPA UI, 2010.
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, atas berkat dan rahmat-
Nya, saya dapat menyelesaikan tesis ini. Penulisan tesis ini dilakukan dalam
rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Magister Sains jurusan
Kimia pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Indonesia.
Saya menyadari telah selesainya tesis ini tidak lepas berkat bantuan dan
bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan, penelitian sampai pada
penyusunan tesis ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini saya mengucapkan
terima kasih kepada:
1. Dr rer nat Widajanti Wibowo, selaku Dosen Pembimbing I yang telah
menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk memberikan bimbingan dan
arahan dalam penyusunan tesis ini.
2. Prof Dr Sholeh Kosela, selaku Dosen Pembimbing II yang telah menyediakan
waktu, tenaga, dan pikiran untuk memberikan bimbingan dan arahan dalam
penyusunan tesis ini.
3. Dr. Ridla Bakri, Dr. Endang Saefudin, Dr. Yuni Krisyuningsih selaku Ketua
Jurusan Kimia, Ketua Pasca Sarjana Kimia, Sekretaris Pasca Sarjana Kimia
UI.
4. Dr Januzi Gunlazuardi, selaku dosen pembimbing akademik yang telah
memberikan bimbingan akademik selama saya menempuh perkuliahan Pasca
sarjana.
5. Dr. Herry Cahyana yang telah memberikan bimbingan pada penelititan ini.
4. Seluruh staff pengajar Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Indonesia jurusan Kimia
5. Semua pihak yang telah turut membantu dari penelitian sampai penyusunan
tesis ini. .
Semoga Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang
telah membantu. Akhir kata saya berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi
perkembangan dunia sains. Depok Juni 2010
Penulis
Esterifikasi asam..., Elfia Siska Yasa Putri, FMIPA UI, 2010.
vi
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Elfia Siska Yasa Putri NPM : 0706172222 Program Studi : Kimia Departemen : Kimia Fakultas : Mipa Jenis karya : Tesis
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :
ESTERIFIKASI ASAM P-HIDROKSI BENZOAT DENGAN GLUKOSA MENGGUNAKAN KATALIS HETERIGEN ALUMINA
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalih media/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Depok Pada tanggal :15 Juli 2010
Yang menyatakan
(Elfia Siska Yasa Putri )
Esterifikasi asam..., Elfia Siska Yasa Putri, FMIPA UI, 2010.
vii
ABSTRAK
Nama : Elfia Siska Yasa Putri
Program Studi : Kimia
Judul : Esterifikasi Asam p-Hidroksi Benzoat Dengan Glukosa
Menggunakan Katalis Heterogen Alumina
Esterifikasi senyawa fenolik seperti asam p-hidroksi benzoat dengan glukosa
dpharapkan dapat menghasilkan ester yang memiliki aktivitas antioksidan. Reaksi
esterifikasi berlangsung lambat, oleh sebab itu dibutuhkan katalis asam untuk
mempercepat reaksi. Pada penelitian ini mempelajari katalis γ-Al2O3 yang
diimpregnasi dengan asam protik H2SO4 dan HClO4. Katalis heterogen γ-
Al2O3/SO4 dan γ-Al2O3/ClO4 dikarakterisasi dengan XRD, XRF, BET. Reaksi
esterifikasi menggunakan dua pelarut yakni aseton pada suhu 550C dan dimetil
sulfoksida (DMSO) pada suhu 1000C dengan perode waktu reaksi 1 jam sampai
24 jam. Produk reaksi esterifikasi dianalisis menggunakan HPLC dan LC-MS.
Analisis LC-MS menunjukkan bahwa produk ester memiliki berat molekul 300,
420, 540. Aktivitas antioksidan menggunakan metode 1,1-difenil-2-pikril hidrazil
(DPPH) menunjukkan produk ester memiliki IC50 282 ppm.
Kata Kunci : asam p-hidroksi benzoat, glukosa, katalis H2SO4, γ-Al2O3/SO4
dan γ-Al2O3/ClO4, antioksidan.
xiii+76 halaman ; 29 gambar; 11 tabel
Daftar Pustaka : 55 (1982-2010)
Esterifikasi asam..., Elfia Siska Yasa Putri, FMIPA UI, 2010.
viii
ABSTRACT
Name : Elfia Siska Yasa Putri
Program Study : Chemistry
Title : Esterification of p-Hydroxy Benzoic Acid with Glucose using
Heterogen Catalyst Alumina
Esterification of phenolic compound, such as p-hydroxy benzoic acid with glucose
can be expected to produce esther products, which have antioxidant capacity.
Esterification reaction rate is normally very slow and it needs acid catalyst to
accelerate the reaction. This research studied the catalyst performance of γ-Al2O3
impregnated with protic acids H2SO4 and HClO4. The heterogeneous catalysts, γ-
Al2O3/SO4 dan γ-Al2O3/ClO4 were characterized by XRD, XRF, and BET
methods. The esterification reactions were conducted using two kinds of solvents,
in which reactions with acetone were conducted at a temperature of 550C whereas
with dimethyl sulfoxide (DMSO) were conducted at temperature of 1000C, for a
reaction period from 1 hours up to 24 hours. The reaction product were analyzed
using HPLC and LC-MS methods. The LC-MS showed three the ester products
had 300, 420, and 540 molecular weights. The determination of antioxidant
capacities with 1,1-difenil-2-pikril hidrazil (DPPH) showed that the ester products
had IC50 = 282 ppm.
Key Words : p-hydroxy benzoic acid, glucose, H2SO4, γ-Al2O3/SO4 dan γ-
Al2O3/ClO4 catalysts, antioxidant.
xiii+76 pages ; 29 pictures; 11 tables
Bibliography : 55 (1982-2010)
Esterifikasi asam..., Elfia Siska Yasa Putri, FMIPA UI, 2010.
DAFTAR ISI
Halaman Sampul .................................................................................................................. i
Halaman Judul ..................................................................................................................... ii
Halam Pernyataan Orisinalitas ............................................................................................ iii
Lembar Pengesahan ........................................................................................................... iv
Kata Pengantar ..................................................................................................................... v
Halaman Pernyataan Persetujuan Publikasi Karya Ilmiah untuk Kepentingan
Akademis ...................................................................................................................... vi
Abstrak ......................................................................................................................... vii
Abstact ........................................................................................................................ viii
Daftar Isi........................................................................................................................ ix
Daftar Gambar .............................................................................................................. xi
Daftar Tabel ................................................................................................................ xiii
1. Pendahuluan ................................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ...................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................... 3
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................................ 3
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................................. 3
1.5 Batasan Penelitian……………………………………………………….4
2. Tinjauan Pustaka ............................................................................................................. 5
2.1 Katalis .................................................................................................................. 5
2.1.1 Parameter Katalis ....................................................................................... 5
Esterifikasi asam..., Elfia Siska Yasa Putri, FMIPA UI, 2010.
ii
2.1.2 Katalis Heterogen ....................................................................................... 5
2.2 Alumina ............................................................................................................... 7
2.2.1 γ-Alumina (γ-Al2O3) ..................................................................................... 7
2.2.2 Pembuatan γ-Alumina (γ-Al2O3) ................................................................. 8
2.2.3 Keasaman dan Kebasaan Alumina .............................................................. 9
2.3 Glukosa ............................................................................................................. 10
2.4 Asam p-hidroksi Benzoat .................................................................................. 11
2.5 Asam Sulfat ....................................................................................................... 12
2.6 Aseton ............................................................................................................... 13
2.7 Dimetil sulfoksida (DMSO) ................................................................................ 14
2.8 Esterifikasi ......................................................................................................... 15
2.9 Antioksidan ....................................................................................................... 16
2.9.1 Klasifikasi Antioksidan……………………………………………17
2.9.2 Radical Scavenger ..................................................................................... 19
2.10 Karakterisasi Katalis ........................................................................................ 20
2.10.1 X-ray Diffraction ..................................................................................... 20
2.10.2 Metode BET ............................................................................................ 22
2.10.3 Fluoresensi Sinar-X ................................................................................. 24
2.11 Karakterisasi Hasil Reaksi Esterifikasi ............................................................. 24
2.11.1 High Performance Liquid Chromatography (HPLC) ................................ 24
2.11.2 Fourier Transform Infared (FTIR) ............................................................ 25
3. Metode Penelitian ........................................................................................................ 28
3.1 Alat dan Bahan .................................................................................................. 28
3.1.1 Alat ............................................................................................................ 28
3.1.2 Bahan ........................................................................................................ 28
Esterifikasi asam..., Elfia Siska Yasa Putri, FMIPA UI, 2010.
iii
3.2 Cara Kerja .......................................................................................................... 28
3.2.1 Pembuatan Katalis γ-Al2O3/SO4 ................................................................ 28
3.2.2 Pembuatan Katalis γ-Al2O3/ClO4 ............................................................... 29
3.2.3 Reaksi Esterifikasi Asam p-Hidroksi Benzoat Dengan
Glukosa menggunakan Katalis γ-Al2O3/SO4…………………….29
3.2.4 Reaksi Esterifikasi Asam p-Hidroksi Benzoat Dengan
Glukosa menggunakan Katalis γ-Al2O3/ClO4 ........................................... 29
3.2.5 Reaksi Esterifikasi menggunakan High Performance
Liquid Chromatography (HPLC) ............................................................... 30
3.2.6 Uji Reaksi Esterifikasi menggunakan FTIR ................................................ 30
3.2.7 Uji Reaksi Esterifikasi menggunakan Liquid
Chromatography/Mass Spectrometer (LC-MS) ...................................... 30
3.2.8 Uji Aktifitas Antioksidan ........................................................................... 30
4. Hasil Dan Pembahasan .................................................................................................. 32
4.1 Pembuatan Katalis Padatan Asam (γ-Al2O3/SO4 dan γ-Al2O3/ClO4) .................. 32
4.2 Karakterisasi Katalis…………………………………………………....35
4.2.1 Analisis Difraksi Sinar-X (XRD .................................................................... 35
4.2.2 Analisis Perpendaran Sinar-X (XRF) .......................................................... 38
4.2.3 Aalisis BET ................................................................................................. 40
4.2.4 Analisis FTIR .............................................................................................. 40
4.3 Analisis Hasil Reaksi .......................................................................................... 43
4.3.1 Uji FTIR ...................................................................................................... 44
4.3.2 Analisis HPLC ............................................................................................. 47
4.3.3 Analisis LC-MS ........................................................................................... 60
4.3.4 Uji Aktivitas Antioksidan ........................................................................... 66
Esterifikasi asam..., Elfia Siska Yasa Putri, FMIPA UI, 2010.
iv
5. Kesimpulan…………………………………………………………………….71
5.1 Kesimpulan……………………………………………………………..71
5.2 Saran……………………………………………………………………71
Daftar Pustaka…………………………………………………………………….75
Lampiran
Esterifikasi asam..., Elfia Siska Yasa Putri, FMIPA UI, 2010.
v
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Karakteristik asam p-hidroksi benzoat .............................................................. 12
Tabel 2.2 Karakteristik asam sulfat ................................................................................... 13
Tabel 2.3. Sifat fisik aseton ............................................................................................... 14
Tabel 2.4. Sifat kimia dan fisik DMSO ............................................................................... 15
Tabel 4.1 Data difraksi sintesis boehmite dan standar boehmite .................................... 36
Tabel 4.2 Data difraksi sintesis γ-Al2O3/SO4 dan standar γ-Al2O3/SO4 .............................. 37
Tabel 4.3 Data XRF katalis γ-Al2O3/ SO4 ............................................................................ 39
Tabel 4.4 Data XRF katalis γ-Al2O3/ ClO4 ........................................................................... 39
Tabel 4.5 Identifikasi gugus fungsi spektrum FT-IR glukosa ............................................. 41
Tabel 4.6 Identifikasi gugus fungsi spektrum FTIR asam p-hidroksi benzoat ................... 41
Tabel 4.7 Identifikasi gugus fungsi spektrum FTIR ester dengan
katalis γ-Al2O3/ClO4 dan γ-Al2O3/H2SO4 menggunakan pelarut DMSO ................... 45
Tabel 4.8 Identifikasi gugus fungsi spektrum FTIR ester dengan
katalis γ-Al2O3/H2SO4 dan γ-Al2O3/H2SO4 menggunakan pelarut aseton…46
Tabel 4.9 Gradien elusi HPLC ............................................................................................ 48
Tabel 4.10 % yield pada reaksi 24 jam menggunakan pelarut DMSO…………………………….59
Tabel 4.11 % yield pada reaksi 24 jam menggunakan pelarut aseton………………………..….60
Esterifikasi asam..., Elfia Siska Yasa Putri, FMIPA UI, 2010.
vi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Hubungan diantara beberapa bentuk alumina .............................................. 9
Gambar 2.2 Sisi asam dan basa permukaan alumina ....................................................... 10
Gambar 2.3 Proyeksi Fischer D-glukosa dan L-glukosa .................................................... 11
Gambar 2.4 Proyeksi Haworth struktur glukosa ............................................................... 11
Gambar 2.5 Struktur asam p-hidroksi benzoat ................................................................. 12
Gambar 2.6. Struktur Aseton ............................................................................................ 13
Gambar 2.7. Struktur ester ............................................................................................... 15
Gambar 2.8. Mekanisme reaksi esterifikasi Fischer.......................................................... 16
Gambar 2.9 Struktur BHA, TBHQ dan propil galat ............................................................ 18
Gambar 2.10. Pantulan sinar X oleh bidang atom S1S1 dan S2S2 terpisah pada
Jarak d ......................................................................................................... 20
Gambar 2.11..Skema difraktometer sebuk ....................................................................... 21
Gambar 4.1 Alumunium scrap .......................................................................................... 32
Gambar 4.2 Usulan struktur Al2O3/SO4 dan Al2O3/ClO4 .................................................... 35
Gambar 4.3 Difraktogram boehmite dan γ-Al2O3/SO4 ...................................................... 36
Gambar 4.4 Difraktogram XRD boehmite, γ-Al2O3, γ-Al2O3/ClO4 ...................................... 38
Gambar 4.5 Usulan mekanisme reaksi esterifikasi menggunakan
katalis asam Bronsted………………………………………………49
Esterifikasi asam..., Elfia Siska Yasa Putri, FMIPA UI, 2010.
vii
Gambar 4.6 Produk reaksi katalis Al2O3/ClO4 3 % menggunakan pelarut DMSO50
Gambar 4.7 Produk reaksi katalis Al2O3/ClO4 5 % menggunakan pelarut DMSO50
Gambar 4.8 Usulan mekanisme reaksi asam Lewis
katalis Al2O3/ClO4………………………………………..…………52
Gambar 4.9 Reaksi produk samping air dengan katalis…………………………..53
Gambar 4.10 Produk reaksi katalis Al2O3/SO4 3 % menggunakan pelarut DMSO53
Gambar 4.11 Produk reaksi katalis Al2O3/SO4 5 % menggunakan pelarut DMSO54
Gambar 4.12 Usulan mekanisme reaksi asam Lewis
katalis Al2O3/SO4………………………………………………….55
Gambar 4.13 Usulan reaksi produk samping
dengan air…………………………………………………………56
Gambar 4.14 Produk reaksi katalis Al2O3/ClO4 3 % menggunakan pelarut aseton57
Gambar 4.15 Produk reaksi katalis Al2O3/ClO4 5 % menggunakan pelarut aseton57
Gambar 4.16 Produk reaksi katalis Al2O3/SO4 3 % menggunakan pelarut aseton58
Gambar 4.17 Produk reaksi katalis Al2O3/SO4 5 % menggunakan pelarut aseton59
Gambar 4.18 Proses LC-MS .............................................................................................. 61
Gambar 4.19 Proses konversi LC-MS ................................................................................ 61
Gambar 4.20 Perkiraan produk untuk satu asam yang terikat dengan glukosa…..63
Gambar 4.21 Perkiraan produk untuk dua asam yang terikat dengan glukosa…..64
Gambar 4.22 Perkiraan produk untuk tiga asam yang terikat dengan glukosa…..65
Gambar 4.23 Struktur DPPH…………………………………………………….67
Esterifikasi asam..., Elfia Siska Yasa Putri, FMIPA UI, 2010.
viii
Gambar 4.24 Grafik aktivitas antioksidan asam p-hidroksi benzoate …………..67
Gambar 4.25 Grafik aktivitas antioksidan produk ester………………………….68
Gambar 4.26 Grafik aktivitas antioksidan vitamin C…………………………….68
Gambar 4.27 Grafik % inhibisi asam p-hidroksi benzoat………………………..69
Gambar 4.28 Grafik % inhibisi produk ester…………………………………….69
Gambar 4.29 Grafik % inhibisi vitamin C……………………………………….70
Esterifikasi asam..., Elfia Siska Yasa Putri, FMIPA UI, 2010.
1
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Reaksi esterifikasi antara asam karboksilat dan alkohol merupakan reaksi yang
penting karena produk senyawa ester banyak digunakan pada industri parfum, industri
farmasi, industri makanan/minuman, dan biofuel.
Salah satu senyawa yang termasuk golongan asam karboksilat adalah asam p-
hidroksi benzoat. Asam p-hidroksi benzoat merupakan senyawa fenolik karena memiliki
gugus hidroksil (-OH) yang terikat pada karbon cincin aromatik. Senyawa fenolik sangat
efektif sebagai antioksidan karena dapat menangkap radikal bebas.
Glukosa adalah salah satu karbohidrat terpenting yang digunakan sebagai
sumber tenaga bagi makhluk hidup. Glukosa merupakan salah satu hasil utama
fotosintesis dan awal bagi respirasi. Glukosa memiliki gugus hidroksil (-OH) yang dapat
direaksikan dengan asam p-hidroksi benzoat sehingga membentuk ester.
Reaksi esterifikasi memiliki energi aktivasi yang tinggi dan membutuhkan waktu
yang lama untuk mencapai kesetimbangan, oleh sebab itu diperlukan katalis homogen
atau heterogen agar kesetimbangan dicapai dalam waktu singkat.
Menurut Thomas & Thomas ( 1997), katalis adalah senyawa kimia yang secara
termodinamika dapat mempercepat reaksi kimia. Katalis bereaksi dengan reaktan
menghasilkan intermediet reaktif dan selanjutnya menghasilkan produk reaksi. Katalis
dapat mempercepat laju reaksi dengan cara menyediakan suatu jalur reaksi alternatif
yang memiliki energi aktivasi yang lebih rendah sehingga reaksi menjadi lebih cepat.
Katalis homogen yang umum digunakan dalam reaksi esterifikasi dalah asam
mineral anorganik seperti asam sulfat pekat dan asam klorida. Intan Nurulita telah
melakukan penelitian reaksi esterifikasi dengan menggunakan katalis H2SO4 sehingga
terbentuk ester glukovanilat yang berwarna coklat tua. Katalis homogen memiliki
kelemahan yakni proses pemisahan katalis dengan produk sukar dilakukan karena
Esterifikasi asam..., Elfia Siska Yasa Putri, FMIPA UI, 2010.
2
2
memiliki fasa yang sama. Oleh sebab itu sekarang dilakukan pengembangan pemakaian
katalis heterogen.
Sistem katalis heterogen telah luas digunakan dalam bidang industri karena
katalis heterogen memiliki kelebihan, yakni pemisahan katalis dengan produk akan lebih
mudah karena produk dan katalis memiliki fasa yang berbeda sehingga didapatkan
produk dengan kemurnian yang tinggi, aktivitas dan selektifitas tinggi, dapat digunakan
pada temperatur tinggi sehingga dapat dioperasikan pada berbagai kondisi, dapat
digunakan secara berulang, pembuangan katalis tidak menyebabkan pencemaran
lingkungan.
Salah satu katalis heterogen yang telah luas digunakan yaitu γ- alumina yang
termasuk jenis alumina transisi. Alumina memiliki kelebihan karena stabil pada
temperatur yang relatif tinggi dan struktur pori yang bervariasi. Selain itu, γ-Al2O3 dapat
dimodifikasi dengan cara proses impregnasi atau kopresipitasi misalnya boehmit dengan
asam sulfat. Perlakuan ini dapat menambah kekuatan sisi asamnya sehingga dapat
meningkatkan aktivitas katalis. γ -Al2O3 tersulfat dikenal sebagai katalis superasam dan
telah digunakan sebagai katalis pada berbagai reaksi seperti isomerisasi, oksidasi,
dehidrasi dan dehidrogenasi.
Norma Fauzia&Lila Muzdalifah (2009) melakukan esterifikasi asam-p-hidroksi
benzoat dengan etilen glikol/gliserol menggunakan katalis γ-Al2O3/SO4. Milena Alvarez
dkk ( 2009) melakukan esterifikasi asam oleat dengan etanol yang menyatakan bahwa
ion sulfat dapat meningkatkan permukaan area spesifik permukaan katalis.
Reaksi esterifikasi glukosa dengan asam p-hidroksi benzoat dapat digunakan
sebagai zat pengawet makanan dalam industri makanan yakni dapat mempertahankan
mutu produk makanan. Berbagai kerusakan seperti ketengikan, perubahan nilai gizi,
perubahan warna dan aroma serta kerusakan fisik lain pada produk makanan karena
oksidasi dapat dihambat oleh penambahn antioksidan ke dalam makanan. Uji aktivitas
antioksidan dapat menggunakan metode radical scavenger dengan menggunakan DPPH
(1,1-difebil-2-pikril hidrazil). Claire Dufour (2002) menyatakan ester asam gallat dan
sukrosa dapat digunakan sebagai antioksidan untuk mempertahankan mutu produk
makanan.
Esterifikasi asam..., Elfia Siska Yasa Putri, FMIPA UI, 2010.
3
3
Pada penelitian ini akan dilakukan reaksi esterifikasi antara asam p-hidroksi
benzoat dengan glukosa menggunakan katalis γ-Al2O3. Dari reaksi esterifikasi ini dapat
diketahui aktivitas katalis dalam mengkonversi reaktan menjadi produk ester. Untuk
mengkarakterisasi katalis γ-Al2O3 dilakukan uji XRD, XRF dan BET. Analisis hasil reaksi
esterifikasi glukosa, dan asam p-hidroksi benzoat menggunakan uji High Performance
Liquid Chromatography (HPLC), FTIR dan LC-MS.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka dapat dirumuskan
masalah adalah reaksi esterifikasi merupakan reaksi kesetimbangan dengan laju reaksi
yang lambat. Oleh sebab itu dibutuhkan katalis gamma alumina-perklorat dan gamma
alumina-tersulfat dari Al scrab untuk mempercepat reaksi. Dilakukan juga uji aplikasi
katalis heterogen γ-Al2O3 pada reaksi katalisis esterifikasi asam p-hidroksi benzoat
dengan glukosa. Terhadap ester hasil reaksi dilakukan uji aktivitas antioksidan.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mensintesis katalis gamma alumina-perklorat
dan gamma alumina-tersulfat dari Al scrab, uji aplikasi katalis heterogen γ-Al2O3 pada
reaksi esterifikasi asam p-hidroksi benzoat dengan glukosa serta melihat mekanisme
reaksi yang terjadi dan mengetahui aktivitas antioksidan dari hasil reaksi esterifikasi.
1.4 Manfaat Penelitian
Reaksi esterifikasi asam karboksilat merupakan reaksi yang penting karena
produk senyawa ester banyak digunakan pada industri parfum, industri farmasi, industri
makanan/minuman dan biofuel. Ester asam p-hidroksi benzoat dan glukosa dapat
digunakan sebagai antioksidan yang berperan dalam mempertahankan mutu produk
pangan. Untuk reaksi esterifikasi ini dibutuhkan katalis γ-Al2O3 yang dapat mempercepat
reaksi esterifikasi antara asam p-hidroksi benzoat dan glukosa.
Esterifikasi asam..., Elfia Siska Yasa Putri, FMIPA UI, 2010.
4
4
1.5 Batasan Penelitian
Penelitian dilakukan membuat katalis γ-Al2O3/SO4 dan γ-Al2O3/ClO4. Katalis yang
terbentuk direaksikan antara asam p-hidroksi benzoat dan glukosa menggunakan
pelarut aseton dan DMSO. Produk ester dilakukan uji aktivitas antioksidannnya.
Esterifikasi asam..., Elfia Siska Yasa Putri, FMIPA UI, 2010.
5
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Katalis
Menurut Thomas & Thomas ( 1997), katalis adalah senyawa kimia yang secara
termodinamika dapat mempercepat reaksi kimia. Katalis bereaksi dengan reaktan
menghasilkan intermediet reaktif dan selanjutnya menghasilkan produk reaksi. Katalis
dapat mempercepat laju reaksi dengan cara menyediakan suatu jalur reaksi alternatif
yang memiliki energi aktivasi yang lebih rendah sehingga reaksi menjadi lebih cepat
(Atkins, 1997). Energi aktivasi adalah energi minimum yang dibutuhkan reaksi untuk
menghasilkan produk.
Karakteristik katalis adalah tidak berubah selama reaksi, tidak mengubah harga
konstanta kesetimbangan, bersifat spesifik, dibutuhkan dalam jumlah sedikit (Utari,
2007).
2.1.1 Parameter Katalis (Handoko dkk, 2003)
Parameter-parameter yang harus diperhatikan untuk menilai baik atau tidaknya
suatu katalis adalah :
1. Aktivitas, yaitu kemampuan katalis untuk mempercepat konversi reaktan
menjadi produk yang diinginkan.
2. Selektivitas, yaitu kemampuan katalis memilih satu reaksi diantara beberapa
reaksi yang terjadi sehingga produk yang diinginkan dapat diperoleh dengan
produk samping seminimal mungkin.
3. Kestabilan, yaitu ketahanan katalis terhadap kondisi reaksi katalisis, diantaranya
katalis harus tahan terhadap suhu tinggi.
4. Dapat digunakan kembali setelah diregenerasi.
2.1.2 Katalis Heterogen
Esterifikasi asam..., Elfia Siska Yasa Putri, FMIPA UI, 2010.
6
6
Proses yang melibatkan penggunaan suatu katalis terbagi menjadi dua, yaitu
katalisis homogen dan katalis heterogen. Istilah katalis homogen digunakan, apabila
katalis memiliki fasa yang sama dengan medium reaksi atau katalis akan terlarut dalam
medium reaksi. Istilah katalis heterogen apabila katalis memiliki fasa yang berbeda
dengan medium reaksi. Pada umumnya katalis heterogen menggunakan katalis berupa
padatan dengan reaktan berupa gas atau cairan. Istilah katalis kontak biasanya
digunakan sebagai pengganti istilah katalis heterogen.
Pada proses katalis heterogen terjadi tahapan reaksi (siklus katalitik) sebagai
berikut : (Wibowo, 2004)
a. Transport reaktan ke permukaan katalis.
b. Interaksi antara reaktan dengan katalis (proses adsorpsi pada permukaan katalis).
c. Reaksi antara spesies-spesies teradsorpsi menghasilkan produk
d. Desorpsi produk dari permukaan katalis.
e. Transport produk menjauhi katalis.
Umumnya katalis padat terdiri dari tiga komponen utama, yaitu pusat aktif,
pendukung dan promotor. Pusat aktif merupakan bagian terpenting dari katalis yang
berfungsi untuk mempercepat dan mengarahkan reaksi. Pendukung merupakan tempat
terdistribusi pusat aktif dan berfungsi untuk memberikan luas permukaan yang lebih
besar bagi fasa aktif. Promotor berfungsi untuk meningkatkan kinerja katalis seperti
aktivitas, stabilitas, dan selektifitas katalis.
Sistem katalis heterogen telah luas digunakan dalam bidang industri karena
katalis heterogen memiliki kelebihan, antara lain :
1. Pemisahan katalis dengan produk akan lebih mudah karena produk dan katalis
memiliki fasa yang berbeda sehingga didapatkan produk dengan kemurnian
yang tinggi (Soldi dkk, 2009)
2. Aktivitas dan selektivitas tinggi.
3. Dapat digunakan pada temperatur tinggi sehingga dapat dioperasikan pada
berbagai kondisi.
4. Dapat digunakan secara berulang
5. Pembuangan limbah katalis tidak menyebabkan pencemaran lingkungan.
Esterifikasi asam..., Elfia Siska Yasa Putri, FMIPA UI, 2010.
7
7
2.2 Alumina
Alumina memiliki rumus kimia Al2O3. Alumina memiliki sifat yang keras, relatif
stabil pada temperatur tinggi, memiliki titik leleh yang tinggi. Karakteristik ini
menyebabkan alumina banyak digunakan sebagai adsorben, katalis, amplas, dan dalam
bidang industri kimia lain.
Selain dipakai sebagai katalis, alumina dipakai sebagai zat pendukung. Zat padat
pendukung dapat meningkatkan stabilitas dan memperluas permukaan fasa aktif katalis,
dengan terjadinya dispersi pada permukaan pendukungnya.Luas permukaan padatan
katalis yang sangat besar diperlukan dalam reaksi katalitik. Reaksi katalitik yang
berlangsung pada permukaan mengalami peningkatan sebanding dengan luas
permukaan katalis.
Alumina terdapat dalam dua bentuk, yaitu anhidrat dan terhidrat. Dalam bentuk
hidrat (aluminium hidroksida), terdiri dari kandungan gugus hidroksida dan oksida
hidroksida. Senyawa yang termasuk golongan alumina hidrat antara lain Gibbsite (α-
aluminium trihidrat / α-Al(OH)3), Bayerite (β-aluminium trihidrat / β-Al(OH)3), Boehmite
(α-aluminium oksida hidroksida / α-AlO(OH)), dan gel alumina. Alumina dalam bentuk
anhidrat adalah alumina stabil atau α-Al2O3 dan alumina transisi disebut juga alumina
metastabil, karena fasa alumina ini dapat diubah menjadi fasa α-Al2O3 dengan
pemanasan lebih lanjut.
2.2.1 γ-Alumina (γ-Al2O3)
γ-Al2O3 merupakan alumina transisi dan berbentuk padatan amorphous. γ-Al2O3
memiliki luas permukaan besar (sekitar 200-350 m2/g), volume pori yang besar (0,5-1
cm3/g), diameter pori sedang (3-12 nm) dan relatif stabil pada berbagai kisaran suhu
pada reaksi katalisis. Oleh karena itu, jenis alumina ini telah luas digunakan sebagai
adsorben dan katalis. γ-Al2O3 terbentuk melalui pemanasan Al(OH)3 pada suhu 500-
Esterifikasi asam..., Elfia Siska Yasa Putri, FMIPA UI, 2010.
8
8
800oC. Pemanasan Al(OH)3 meyebabkan Al(OH)3 terdekomposisi menjadi suatu oksida
dengan sistem mikropori dan luas permukaan yang besar (Augustine, 1996).
2.2.2 Pembuatan γ-Alumina (γ-Al2O3)
Pembuatan γ-Al2O3 dapat dilakukan dari larutan garam yang mengandung ion
Al3+ seperti aluminium sulfat. Penambahan basa akan meningkatkan pH larutan sehingga
menyebabkan terbentuknya gel Al(OH)3. Aluminium hidroksida yang terbentuk akan
berbeda sesuai dengan pH karena penambahan basa.
Pada 3<pH<7, endapan akan membentuk gel dari mikrokristal boehmite
(AlO(OH)) dan dengan pemanasan lebih tinggi dari 500oC atau waktu kalsinasi lama akan
menyebabkan kristalinitas yang lebih baik sehingga akan membentuk γ-Al2O3 . Jika gel
terbentuk pada pH 6-8 maka akan membentuk kristal boehmite. Bila boehmite di-aging
pada suhu 40oC akan berubah menjadi bayerite Al(OH)3. Bayerite yang mengalami
proses aging lebih lanjut pada suhu 80oC akan menghasilkan boehmite yang kristalin.
Setelah di-aging, disaring, dicuci, dan dikalsinasi pada suhu 500oC, boehmite ini akan
membentuk γ-Al2O3.
Sintesis γ-Al2O3 juga dapat dilakukan dengan pengendapan larutan basa AlO2-
dengan penambahan asam. Hubungan beberapa bentuk alumina dapat dilihat pada
gambar berikut :
Esterifikasi asam..., Elfia Siska Yasa Putri, FMIPA UI, 2010.
9
9
Gambar 2.1. Hubungan diantara beberapa bentuk alumina (Augustine, 1996)
2.2.3 Keasaman dan Kebasaan Alumina
Pada dasarnya alumina bersifat amfoter, karena mengandung sisi asam dan basa
dengan kekuatan yang berbeda, tergantung dari cara pembuatannya sehingga sifat
adsorpsinyapun berbeda-beda. Sisi-sisi permukaan ini dihasilkan dari dehidroksilasinya
permukaan alumina oleh suhu tinggi.
Sisi asam Lewis (sisi yang mampu menerima elektron) digambarkan sebagai
koordinasi atom aluminium yang tidak lengkap dan terbentuk akibat dehidrasi pada
suhu yang tinggi sehingga mengakibatkan terbentuknya anion oksigen pada permukaan
aluminium sebagai sisi basa Lewis.
Sisi asam Bronsted (sisi yang mendonorkan proton) pada alumina digambarkan
sebagai ion Al3+ yang mengadsorbsi molekul H2O sehingga keelektronegatifan sisi asam
Lewis akan menurun karena pasangan elektron bebas oksigen dari molekul air
250oC
CC
250oC
γ –Alumina Ψ - Boehmite
Gibbsite 1150
oC 820oC
CC
300oC
CC χ –Alumina
κ –Alumina
α –Alumina
H2O 180oC
Boehmite
Bayerite
Diaspore α –Alumina
H2O 180oC
1150oC 820oC
CC
300oC
CC γ –Alumina
δ –Alumina
α –Alumina
1150oC 820oC
CC
300oC
CC η –Alumina
θ –Alumina
α –Alumina
Esterifikasi asam..., Elfia Siska Yasa Putri, FMIPA UI, 2010.
10
10
disumbangkan ke sisi asam Lewis dan muatan negatif oksigen yang berada pada sisi basa
menjadi lebih elektronegatif.
Gambar 2.2 Sisi asam dan basa permukaan alumina
2.3 Glukosa
Glukosa adalah monosakarida yang mengandung enam atom karbon biasa
disebut heksosa. Glukosa memiliki rumus molekul C6H12O6 dengan berat molekul 180,18
g/mol.
Glukosa kadang-kadang disebut gula darah (karena dijumpai dalam darah), gula
anggur (karena dijumpai dalam buah anggur), atau dekstrosa (karena memutar bidang
polarisasi ke kanan (fessenden, 1989).Glukosa adalah salah satu karbohidrat terpenting
yang digunakan sebagai untuk sumber makhluk hidup. Glukosa termasuk kelompok
senyawa monosakarida yang merupakan metabolit primer yang banyak dihasilkan oleh
tanaman melalui fotosintesis.
Glukosa terdapat dalam dua enantiomer, D-glukosa dan L-glukosa. Suatu
karbohidrat berbentuk D atau L berkaitan dengn konformasi isomerik pada karbon 5.
Jika berada di kanan proyeksi Fischer maka penamaan bentuk cincin ialah enantiomer D
Esterifikasi asam..., Elfia Siska Yasa Putri, FMIPA UI, 2010.
11
11
(dextro:kanan). Jika berada di kiri proyeksi Fischer maka penamaan bentuk cincin adalah
L (levo:kiri).
O
H OH
OH H
H OH
H OH
OH
D-GLUKOSA L-GLUKOSA
O
H OH
OH H
H OH
OH H
OH
Gambar 2.3 Proyeksi Fischer D-glukosa dan L-glukosa
Secara struktur, glukosa –α dan –β berbeda pada gugus hidroksil yang terikat
pada karbon pertama pada cincinnya. Bentuk α memiliki gugus hidroksil pada atom C-1
di bawah bidang(sebagai mana molekul ini biasa digambarkan) sedangkan bentuk β
gugus hidroksilnya pada C-1 berada diatas bidang.
OH
OH OH
H
H
OH
H
OH
OHOH
OH OH
H
H
OHH
OH
H
OH
H
α–D-glukopironisa β-D-glukopironisa
Gambar 2.4 Proyeksi Haworth struktur glukosa
2.4 Asam p-hidroksi Benzoat
Asam p-hidroksi benzoat atau asam 4-hidroksi benzoat merupakan derivat
fenolat dari asam benzoat. Senyawa dengan berat molekul 138,12 g/mol ini berbentuk
Esterifikasi asam..., Elfia Siska Yasa Putri, FMIPA UI, 2010.
12
12
padatan kristal putih yang sedikit larut dalam air dan kloroform tetapi larut dalam
alkohol, eter, dan aseton. Asam p-hidroksi benzoat dibuat di laboratorium dengan cara
memanaskan kalium salisilat dengan kalium karbonat pada suhu 2400C dan kemudian
ditambahkan asam.
Asam p-hidroksi benzoat mengandung gugus fenol yang memiliki gugus
karboksilat tersubstitusi pada posisi para. Struktur asam p-hidroksi benzoat adalah
sebagai berikut :
C
OH
O OH
Gambar 2.5 Struktur asam p-hidroksi benzoat
Tabel 2.1 Karakteristik asam p-hidroksi benzoat
Nama IUPAC Asam 4-hidroksi benzoat
Sinonim Asam p-salisilat, 4-karboksifenol
Rumus molekul C7H6O3
Massa molar 138.12074 g/mol
Densitas 1.46 g/cm3
Titik leleh 214-217 oC
Esterifikasi asam..., Elfia Siska Yasa Putri, FMIPA UI, 2010.
13
13
Asam p-hidroksi benzoat digunakan dalam preparasi antiseptik, sebagai
intermediet sintesis obat dan industri plastik. Asam p-hidroksi benzoate telah banyak
diteliti terdapat di dalam daun-daun penghasil obat tradisional seperti dalam daun katuk
2.5 Asam Sulfat
Asam sulfat memiliki rumus kimia H2SO4 merupakan asam mineral (anorganik
yang kuat). Zat ini larut dalam air dalam semua perbandingan. Asam sulfat memiliki
banyak kegunaan dalam reaksi kimia yakni pemrosesan biji mineral, sintesis kimia,
pemrosesan air limbah, dan lain-lain.
Reaksi hidrasi (pelarutan dalam air) asam sulfat adalah reaksi eksoterm yang
kuat. Jika air ditambah pada asam sulfat pekat terjadi pendidihan sehingga diharuskan
menambah asam pada air bukan sebaliknya. Sebagian dari masalah ini disebabkan oleh
perbedaan kedua cairan. Reaksi tersebut membentuk ion hidronium :
H2SO4 + H2O → H3O+ + HSO4
-
Asam sulfat bersifat mengeringkan sehingga banyak dipakai dalam pengolahan
bua-buah kering. Di atmosfer, zat ini merupakan salah satu bahan kimia yang
menyebabkan hujan asam.
Karakteristik dari asam sulfat dapat dilihat pada tabel berikut ini
Tabel 2.2 Karakteristik asam sulfat
Rumus molekul H2SO4
Berat molekul 98,078 g/mol
Penampilan Bening, tidak berbau
Densitas 1,84 g cm-3,cairan
Titik leleh 10 oC
Esterifikasi asam..., Elfia Siska Yasa Putri, FMIPA UI, 2010.
14
14
Titik didih 290 oC (asam murni, 98 % larutan
mendidih pada 338 oC)
Kelarutan dalam air Tercampur penuh (eksotermik)
Viskositas 26,7 cP pada 20 oC
2.6 Aseton
Aseton juga dikenal sebagai propanon, dimetil keton, 2-propanon, propan-2-on,
dimetilformaldehid, dan β-ketopropana adalah senyawa berbentuk cairan yang tidak
berwarna dan mudah terbakar. Aseton merupakan keton yang paling sederhana. Aseton
larut dalam berbagai perbandingan dengan air, etanol, dietil eter, dan lain-lain. Aseton
merupakan pelarut yang penting. Aseton digunakan untuk membuat plastik, serat, obat-
obatan, dan senyawa-senyawa kimia lainnya. Selain dimanufaktur secara industri,
aseton juga dapat ditemukan secara alami termasuk pada tubuh manusia dalam
kandungan kecil.
C
O
CH3H3C
Gambar 2.6. Struktur Aseton
Tabel 2.3. Sifat fisik aseton
Rumus Molekul CH3COCH3
Massa Molar 58,08 g/mol
Penampilan Cairan Tidak Berwarna
Densitas 0,79 g/cm3, cair
Titik Leleh -94.9 oC (178,2 K)
Esterifikasi asam..., Elfia Siska Yasa Putri, FMIPA UI, 2010.
15
15
Titik Didih 56.53 oC (329,4 K)
Kelarutan Dalam Air Larut dalam berbagai
perbandingan
Viskositas 0,32 cP pada 20 oC
Aseton sering kali merupakan komponen utama (atau tunggal) dari cairan
pelepas cat kuku. Aseton juga digunakan sebagai pelepas lem super. Selain itu aseton
sangatlah efektif ketika digunakan sebagai cairan pembersih dalam mengatasi tinta.
Dalam laboratorium aseton digunakan sebagai pelarut polar dalam kebanyakan
reaksi organik, seperti SN2.
2.7 Dimetil sulfoksida (DMSO)
Dimetil sulfoksida (DMSO) memiliki rumus kimia (CH3)2SO. DMSO merupakan
pelarut polar aprotik yang dapat melarutkan senyawa polar dan nonpolar. Pertamakali
disintesis pada tahun 1866 oleh ilmuwan rusia Alexander Zaytsev. DMSO relative kurang
berbahaya dibandingkan pelarut polar aprotik lainnya seperti dimetilformamida,
dimetilasetamida, N-metil-2-pirolidon.
Dikarenakan kemampuan melarutkannya yang kuat, DMSO sering digunakan
sebagai pelarut untuk reaksi kimia seperti reaksi Finkelstein dan reaksi substitusi
nukleofilik. Karena DMSO bersifat sebagai asam lemah maka akan cenderung bereaksi
dengan basa kuat yang secara luas dipelajari dalam reaksi karbonion.
DMSO memiliki titik didih tingi maka akan lambat menguap pada tekanan
atmosfer dan suhu ruangan.
Tabel 2.4. Sifat kimia dan fisik DMSO
Rumus Molekul C2H6OS
Esterifikasi asam..., Elfia Siska Yasa Putri, FMIPA UI, 2010.
16
16
Massa Molar 78,13 g/mol
Penampilan Cairan Tidak Berwarna
Densitas 1,1004 g/cm3, cair
Titik Leleh 18.5 oC (292 K)
Titik Didih 189 oC (462 K)
Kelarutan Dalam Air Miscible
Viskositas 1,996 cP pada 20 oC
2.8 Esterifikasi (Fessenden, 1989)
Suatu ester asam karboksilat ialah suatu senyawa yang mengandung gugus –
CO2R dengan R dapat berbentuk alkil maupun aril. Suatu ester dapat dibentuk dengan
reaksi langsung antara asam karboksilat dan alkohol.
R
C
O
OR'
Gambar 2.7. Struktur ester
Laju esterifikasi asam karboksilat bergantung pada halangan sterik dalam
alkohol dan asam karboksilatnya. Kuat asam dari asam karboksilat hanya memainkan
peranan kecil dalam laju pembentukan ester.
Esterifikasi asam karboksilat berlangsung melalui serangkaian tahap protonasi
dan deprotonasi. Oksigen karbonil diprotonasi, alkohol nukleofilik menyerang karbon
positif, dan eleminasi air akan menghasilkan ester.
Esterifikasi asam..., Elfia Siska Yasa Putri, FMIPA UI, 2010.
17
17
Gambar 2.8. Mekanisme reaksi esterifikasi Fischer
2.9 Antioksidan
Antioksidan merupakan senyawa yang dapat menghambat jalannya proses
oksidasi dengan cara bereaksi dengan radikal bebas reaktif membentuk radikal bebas
tak reaktif yang relative stabil. Sifat utama antioksidan adalah kemampuannya dalam
menangkap radikal bebas. Proses oksidasi dapat menyebabkan kerusakan pada
senyawa-senyawa yang berangka karbon. Pada umumnya proses oksidasi disebabkan
karena adanya spesi oksigen yang reaktif, seperti singlet oksigen, peroksi radikal, dan
hidroksi radikal. Radikal-radikal tersebut akan menghasilkan produk yang menyebabkan
penurunan kualitas, timbulnya bau tengik, dan perubahan warna serta rasa.
Penghilangan atau invaktivasi radikal akan mencegah atau memutuskan reaksi
oksidasi pada tahap awal. Pada umumnya dilakukan dengan cara penambahan
antioksidan yang dapat menghambat proses oksidasi dengan berbagai cara, misalnya
bereaksi dengan radikal (berperan sebagai radical scavenger), mengikat ion logam,
menangkap singlet oksigen atau sebagai filter radiasi UV.
Antioksidan sangat bermanfaat bagi kesehatan dan berperan penting dalam
mempertahankan mutu produk pangan. Berbagai kerusakan seperti ketengikan,
perubahan nilai gizi, perubahan warna dan aroma, serta kerusakan produk lain pada
Esterifikasi asam..., Elfia Siska Yasa Putri, FMIPA UI, 2010.
18
18
produk pangan karena oksidasi dapat dihambat oleh penambahan antioksidan ke dalam
makanan.
Buah dan sayuran merupakan sumber antioksidan alami. Akan tetapi fungsinya
menjadi berkurang ketika mengalami proses pengolahan. Oleh karena itu, sering
digunakan tambahan antioksidan dari luar dengan kriteria sebagai berikut :
Tidak beracun dan tidak mempunyai efek fisiologis.
Tidak menimbulkan aroma yang tidak enak, rasa, warna dalam bahan pangan.
Efektif dalam jumlah yang kecil (0,01-0,1 %).
Tidak mahal dan mudah tersedia.
Tahan terhadap proses pengolahan produk.
Aman dalam penggunaan.
2.9.1 Klasifikasi Antioksidan
2.9.1.1 Berdasarkan Sumbernya
Antioksidan dibedakan menjadi dua, yaitu antioksidan alami dan antioksidan
sintetik. Antioksidan alami antara lain tokoferol, epicatechin, eugenol, isoeugenol,
cinnamaldehyde, asam askorbat. Antioksidan alami yang paling banyak ditemukan
dalam minyak nabati adalah tokoferol yang mempunyai keaktifan vitamin E dan
terdapat dalam bentuk α, β, γ, dan δ tokoferol. Tokoferol ini mempunyai banyak ikatan
rangkap yang mudah dioksidasi sehingga akan melindungi lemak dari oksidasi.
Antioksidan sintetik ditambahkan ke dalam lemak atau bahan pangan untuk
mencegah ketengikan. Antioksidan sintetik yang banyak digunakan sekarang adalah
senyawa-senyawa fenol yang biasanya agak beracun. Karena itu penambahan
antioksidan ini harus memenuhi beberapa syarat, misalnya tidak berbahaya bagi
kesehatan, tidak menimbulkan warna yang tidak diinginkan, efektif pada konsentrasi
rendah, larut dalam lemak, mudah didapat dan ekonomis.
Pada bahan makanan yang memakai antioksidan, penggunakannya harus
dicantumkan. Empat macam antioksidan yang sering digunakan adalah Butylated
hydroxyanisole (BHA), Butylated hydroxytoluene (BHT), Propygallate (PG) dan Tert-btyl
hidroxyquinon (TBHQ)
Esterifikasi asam..., Elfia Siska Yasa Putri, FMIPA UI, 2010.
19
19
OH
OCH3
C(CH3)3
OH
C(CH3)3
OH
OH
HO OH
COOC3H7
BHA TBHQ Propiyl Galate
Gambar 2.9 Struktur BHA, TBHQ dan propil galat
2.9.1.2 Berdasarkan Mekanisme Reaksi
Antioksidan dapat dibedakan menjadi dua, antioksidan primer dan antioksidan
sekunder.
Antioksidan primer (chain-breaking antioxidant/antioksidan pemutus rantai)
Antioksidan primer merupakan antioksidan yang dapat menghentikan proses
oksidasi dengan jalan memutus rantai reaksi oksidasi. Antioksidan primer ini
menghambat proses oksidasi lemak. Hal ini berkaitan dengan kemampuan antioksidan
memberikan atom hidrogennya pada radikal lemak berdasarkan reaksi :
ROO• + AH → ROOH + A•
RO• + AH → ROH + A•
Senyawa fenolik merupakan contoh antioksidan primer yang terbaik. Hal ini
disebabkan radikal fenoksi yang dihasilkan bersifat tidak reaktif, sehingga tidak akan
menginisiasi pembentukan radikal baru atau tidak akan teroksidasi lebih lanjut. Selain
itu, senyawa antara dari senyawa fenolik bersifat lebih stabil, karena adanya delokalisasi
elektron.
Antioksidan sekunder (antioksidan pencegah)
Antioksidan sekunder merupakan senyawa yang dapat memperlambat laju
otooksidasi dengan mengubah radikal lemak ke bentuk yang lebih stabil.
Esterifikasi asam..., Elfia Siska Yasa Putri, FMIPA UI, 2010.
20
20
2.9.2 Radical Scavenger
Sesuai mekanisme kerjanya, antioksidan memiliki dua fungsi. Fungsi pertama
merupakan fungsi utama dari antioksidan, yaitu sebagai pemberi atom hidrogen. Fungsi
kedua merupakan fungsi sekunder antioksidan, yaitu memperlambat laju auto oksidasi
dengan berbagai mekanisme di luar mekanisme pemutusan rantai auto oksidasi dengan
perubahan radikal lipid ke bentuk lebih stabil.
Radical scavenger adalah salah satu mekanisme dari antioksidan. Pada
mekanisme ini, asam lemak jika diberi inisiator seperti cahaya, panas, enzim, atau logam
berat mengalami tahap reaksi inisiasi membentuk radikal bebas (R•). radikal bebas ini
selanjutnya akan bereaksi dengan oksigen (O2) membentuk radikal peroksida (ROO•)
yang sangat reaktif.
Radikal-radikal yang terbentuk akan dideaktifkan dengan berikatan dengan
senyawa yang dikenal sebagai radical scavenger. Pada tahap permulaan, radical
scavenger akan memberikan atom hidrogen kepada radikal bebas sehingga dapat
menghambat pembentukan radikal peroksida. Penghilangan radikal dengan memberikan
senyawa yang merupakan radical scavenger akan memutuskan rantai reaksi. Radikal
antioksidan yang terbentuk bersifat stabil dan dapat bergabung langsung dengan radikal
lain membentuk senyawa inert.
Senyawa yang termasuk ke dalam kelompok radical scavenger adalah senyawa
fenolik, tokoferol, flavonoid, dan lain sebagainya. Mekanisme radical scavenger dapat
terlihat di bawah ini :
R• + AH → RH + A•
R• + A• → RA
ROO• + AH → ROOH + A•
R• : radikal bebas asam lemak
ROO• : radikal peroksida
AH : radical scavenger
Esterifikasi asam..., Elfia Siska Yasa Putri, FMIPA UI, 2010.
21
21
2.10 Karakterisasi Katalis
2.10.1 X-ray Diffraction
Metode sinar x dapat digunakan baik untuk analisis kualitatif maupun
analisis kuantitatif. Secara kualitatif, XRD dapat mengidentifikasi unsur atau senyawa,
sedangkan secara kuantitatif digunakan untuk mengetahui prosentase kristal pada
campuran. Setiap bahan (kristalin/non amorf) mempunyai karakteristik pola-pola
difraksi tertentu, hal ini akan muncul baik bahan ini dalam keadaan murni atau
merupakan bagian dari suatu campuran.
Prinsip kerja dari alat XRD adalah seberkas sinar-X dilewatkan ke permukaan
sampel yang berupa serbuk halus. Selanjutnya sinar ini sebagian akan dihamburkan dan
sebagian lagi akan diteruskan ke lapisan berikutnya. Sinar yang dihamburkan akan
berinteferensi secara konstruktif (menguatkan) dan destruktif (melemahkan). Hamburan
sinar yang berinterferensi konstruktif inilah yang digunakan untuk analisis.
Sinar x dipantulkan, dibiaskan dan diteruskan apabila melalui suatu bahan.
Andaikan garis-garis S1S1, S2S2, dan S3S3 seperti pada gambar dibawah ini mewakili
bidang-bidang atom yang sejajar dengan permukaan hablur dan dipisah satu sama lain
pada jarak d.
Esterifikasi asam..., Elfia Siska Yasa Putri, FMIPA UI, 2010.
22
22
Gambar 2.10. Pantulan sinar X oleh bidang atom S1S1 dan S2S2 terpisah pada
jarak d
Demikian juga, andaikan garis-garis AB dan A’B’ mewakili lintasan alur sina X pada
panjang gelombang yang menuju ke bidang-bidang hablur pada sudut θ terhadap bidang
dan masing-masing dipantulkan dalam arah BC dan B’C’. Supaya gelombang dari B dapat
menguatkan gelombang yang dipantulkan dari B di CC’, kedua gelombang harus sefasa.
Dengan kata lain, beda lintasan antara gelombang A’B’C’ terhadap gelombang ABC harus
merupakan kelipatan bulat panjang gelombang sinar x itu yaitu :
(A’B’ + B’C’) - (AB + BC) = nλ
Oleh sebab DB’ = B’E = dsinθ, maka syarat di atas dipenuhi apabila
2dsin θ = nλ
Persamaan diatas dinamakan sebagai syarat Bragg dan sudut θ dikenal sebagai sudut
Bragg untuk penyinaran sinar x oleh bidang-bidang atom halur yang dipisahkan pada
jarak d dan n = 1, 2, 3,…
Sampel seperti serbuk dengan permukaan rata dan mempunyai ketebalan
yang cukup untuk menyerap sinar alur x yang menuju ke atasnya. Puncak-puncak difraksi
yang dihasilkan dituliskan dengan menggunakan alat pencacah. Umumnya
menggunakan pencacah Geiger dan sintilasi. Alat monitor dapat diputar mengelilingi
sampel dan diatur pada sudut 2θ terhadap aluir datang. Alat monitor dijajarkan supaya
Esterifikasi asam..., Elfia Siska Yasa Putri, FMIPA UI, 2010.
23
23
sumbunya senantiasa melalui dan bersudut tepat dengan sumbu putaran sampel.
Intensitas sinar x yang didifraksi sebagai fungsi sudut 2θ.
Gambar 2.11..Skema difraktometer serbuk
Metode difraktometri digunakan juga untuk mengukur ukuan hablur bagi
sampel polihablur berbentuk saput. Dari lebar jalur garis-garis difraksi, ukuran hablur, s,
film dapat ukur dengan persamaan Scherrer :
cosD
Ks
Dengan D adalah sudut garis difraksi di setengah tinggi maksimum difraksi, θ, sudut
Bragg, K konstanta (~1) dan λ panjang gelombang sinar x yang digunakan. Untuk difraksi
sinar x, sampel disediakan dalam bentuk serbuk.
2.10.2 Metode BET (Wibowo, 2004)
Metode BET (Brunauer-Emmet-Teller) digunakan untuk menentukan ukuran,
volume, dan luas permukaan suatu padatan berpori. Prinsip kerjanya berdasarkan
proses adsorpsi gas N2 pada padatan permukaan berpori.
Prinsip pengukuran permukaan katalis dengan alat Quantachhrome NovaWin 2
adalah adsorpsi fisik. Metode pengukuran yang paling sering digunakan adalah metode
Brunauer-Emmet Teller (BET) yang melibatkan persamaan BET. Peralatan BET
merupakan alat yang digunakan untuk menentukan luas permukaan suatu padatan
Esterifikasi asam..., Elfia Siska Yasa Putri, FMIPA UI, 2010.
24
24
berpori, ukuran pori, dan volume pori-porinya. Prinsip kerjanya berdasarkan proses
adsorpsi gas N2 pada padatan permukaan berpori.
Sampel yang akan dianalisis dengan berat yang diketahui diletakkan dalam
tabung yang sudah diketahui volumenya dan dipanaskan (150oC atau 350-400oC)
dibawah tekanan vakum (10-4 Torr) untuk menghilangkan gas-gas yang terdapat pada
sampel (berulangkali dilakukan degassing). Tabung didinginkan dalam nitrogen cair dan
sejumlah gas nitrogen dimasukkan ke dalam tabung. Setelah mencapai kesetimbangan,
tekanan dalam tabung diukur. Hal ini dilakukan berulangkali dengan jumlah-jumlah
tertentu gas N2.
Dengan mengamati perbedaan tekanan gas terhitung dan tekanan yag diamati
pada setiap penambahan dapat ditentukan jumlah N2 yang teradsorpsi. Bertambahnya
secara bertahap volume N2 yang diadsorpsi pada keadaan awal menunjukkan adsorpsi
monolayer dilanjutkan dengan adsorpsi multilayer. Volume adsorpsi monolayer
ditentukan dengan cara ekstrapolasi ke tekanan nol menggunakan persamaan BET :
)( PPoVads
P =
Po
Px
VmC
C
VmC
11
Keterangan :
P = Tekanan
Vads = Volume gas yang diadsorpsi pada tekanan P
P0 = Tekanan jenuh, biasanya 200 – 400 Torr
Vm = Volume gas yang diadsorpsi pada lapisan monolayer
C = Tetapan BET (menunjukkan adanya interkasi adsorben adsorbat)
Dengan mengalurkan nilai sisi kiri persamaan terhadap P/Po diperoleh
persamaan garis lurus dengan :
Slope :
Esterifikasi asam..., Elfia Siska Yasa Putri, FMIPA UI, 2010.
25
25
VmC
CS
)1(
Intersept :
VmCI
1 dan
ISVm
1 (dan m2/g)
Total permukaan dari sample :
SA = Vm x N x Am x 10-20
Dimana Am adalah luas penampang molekul adsorbat, yang untuk N2 adalah 16,2
Å2 dan N adalah bilangan Avogadro (6,023 x 1023 molekul/mol).
Luas Permukaan Spesifik (LPS) padatan dapat dihitung dengan cara membagi
total luas permukaan dengan berat sample w.
w
SALPS
Luas permukaan katalis setelah ditentukan dapat dibagi menjadi beberapa
kriteria yaitu :
1. Rendah (low suface area) yaitu kurang dari 10 m2/g
2. Sedang (moderate surface area) yaitu antara 50 m2/g – 100 m2/g
3. Tinggi (high surface area) yaitu antara 200 m2/g – 500 m2/g
4. Sangat tinggi (very high surface area) yaitu lebih besar dari 800 m2/g
Esterifikasi asam..., Elfia Siska Yasa Putri, FMIPA UI, 2010.
26
26
Sedangkan berdasarkan ukuran pori, menurut IUPAC distribusi pori dapat
dikelompokkan menjadi :
1. Mikripori (berpori kecil) dengan diameter kurang dari 2 nm
2. Mesopori (berpori sedang) dengan diameter antara 2- 50 nm
3. Makropori (berpori besar) dengan diameter lebih dari 50 nm
2.10.3 Fluoresensi Sinar-X (Hikam, 2007)
Analisis perpendaran sinar-X merupakan salah satu metode analisis yang
digunakan untuk menentukan jenis unsur (analisis kualitatif) dan kadar unsur (analisis
kuantitatif) yang dikandung dalam suatu bahan.
Prinsip dasar dari XRF adalah berkas sinar-X mengenai sampel, elektron dalam
akan tereksitasi sehingga elektron di atasnya akan turun ke bawah, proses terakhir ini
akan meradiasi sinar-X. Panjang gelombang sinar X yang diperoleh dari sampel
tergantung pada jenis sampel dan intensitasnya tergantung dari konsentrasi atom yang
mengeluarkan sinar-X.
Atom-atom memiliki level-level energi karakteristik yang berbeda-beda.
Perbedaan inilah yang menjadikan panjang gelombang sinar-x fluoresensi berbeda-beda
tergantung jenis elemen. Dengan demikian radiasi radiasi fluoresensi dapat
dimanfaatkan untuk identifikasi unsur secara kualitatif. Intensitas fluoresensi sinar-x
bergantung pada konsentrasi elemen sehingga intensitas dapat dikaitkan untuk analisis
kuantitatif.
2.11 Karakterisasi Hasil Reaksi Esterifikasi
2.11.1 High Performance Liquid Chromatography (HPLC) (Sunardi, 2004)
High Performance Liquid Chromatography (HPLC) merupakan merupakan teknik
relatif baru dari teknik kromatografi. Sistem ini dibuat mirip dengan kromatografi gas
(GC) yang terdiri dari fasa diam (stasioner) dengan permukaan aktifnya berupa padatan,
Esterifikasi asam..., Elfia Siska Yasa Putri, FMIPA UI, 2010.
27
27
larutan, resin penukar ion atau polimer berpori. Fasa diam ini ditempatkan pada kolom
serta dialiri fasa gerak (mobil) cair dengan aliran yang diatur oleh suatu pompa.
Pemakaian HPLC bertujuan untuk memisahkan campuran sehingga didapatkan
senyawa murni. Akan tetapi, teknik ini berkembang tidak saja sebagai alat pemisah
tetapi justru lebih banyak ke arah analisis. Pemakaian HPLC dalam analisis mencakup
semua bidang seperti farmasi, kimia, biokimia, kedokteran, dan sebagainya. Sejumlah
senyawa organik yang tidak stabil dan tidak mudah menguap dapat dianalisis oleh HPLC
dengan hasil yang baik tanpa kesulitan.
Analisis HPLC dilakukan pada temperature rendah, serta adanya kompetisi dua
fasa (gerak dan diam) dibandingkan dengan GC yang hanya satu fasa (fasa diam) maka
HPLC dapat melakukan pemisahan yang tidak mungkin dilakukan oleh GC. Selain itu
adanya berbagai macam detektor yang dapat dipilih sesuai dengan jenis dan sifat
senyawaan menambah selektivitas HPLC.
Keunggulan HPLC dari kromatografi cair lainnya :
Kolom HPLC dapat dipakai berulang kali tanpa perlu diregenerasi (diperbaharui).
Tercapainya pemisahan yang memuaskan pada kolom.
Peralatan HPLC dapat dioperasikan secara otomatis dan kuantitatif.
Waktu analisis yang relatif singkat.
Untuk keperluan preparatif (pemurnian) dapat dilakukan dalam skala besar.
2.11.2 Fourier Transform Infared (FTIR)
Spektum IR suatu senyawa memberi informasi tentang struktur molekul dan
sifat-sifat kimianya. Umumnya spketrum diperoleh dai pengukuran absorbsi radiasi sinar
infamerah. Spektrometri inframerah suatu molekul tertentu unik, dan diaplikasikan
untuk mengidentifikasi struktur molekul materi oganik, poliatom anorganik, maupun
senyawa organologam. Hampir semua molekul menyerap radiasi inframerah, kecuali
senyawa diatomik seperti oksigen, nitrogen, dan hidrogen. Spektrum IR senyawa
poliatomik lebih rumit, karena banyaknya transisi vibrasional dan adanya overtone,
jumlah dan perbedaan ikatan.
Esterifikasi asam..., Elfia Siska Yasa Putri, FMIPA UI, 2010.
28
28
Untuk karakterisasi struktur dapat memberikan informasi berdasarkan
ikatan yang terdapat dalam suatu sampel, digunakan FTIR (Fourier Transform Infared).
Kegunaannya adalah untuk menyediakan informasi tentang macam-macam molekul
dalam sampel yang digunakan
Prinsip kerja FTIR adalah sebagai beikut : energi sinar inframerah yang
diemisikan dari sumber mengalir melalui suatu bagian disebut optik spektrometer.
Gelombang sinar lalu mengalir melalui interferometer, dimana sinar tersebut dipisahkan
dan digabungkan lagi untuk menghasilkan suatu pola interferensi. Gelombang sinar
ditransmisikan dan diukur oleh detektor. Detektor ini kemudian menghasilkan suatu
daerah waktu yang disebut interferogram yang menghasilkan pola interferensi. Analog
Digital Conventer (ADC) mengubah pengukuran itu menjadi suatu format digital yang
dapat digunakan oleh komputer. Fast Fourier Transform (FFT) akan mengubah
interferogram menjadi suatu pita spektrum tunggal (single beam spectrum). Software
menampilkan transformasi Fourier dan hasil tampilan (display) yang disebut spektrum
lalu muncul pada layar komputer. Spektrum sebenarnya bentuk grafik sampel dengan
istilah banyaknya cahaya yang diserap (ditransmisi) oleh sample pada panjang
gelombang (frekuensi) berbeda sepanjang spektrum. Ukuran dan posisi puncak-puncak
spektrum memberikan petunjuk dalam identifikasi komposisi sampel.
Cara kerja interferometer adalah energi inframerah ditransmisikan dari
sumber lewat kaca menuju beam splitter dimana kira-kira 50% intensitas cahaya
direfleksikan menuju fixed mirror dan sisanya menuju moving mirror. Cahaya yang
dikembalikan dari setiap kaca menuju kembali pada beam splitter, dimana dua cahaya
dikombinasi ulang yaitu 50 % cahaya langsung menuju ruangan sampel dan sisa cahaya
menuju sumber. Dari sampel, cahaya infamerah mengalir menuju detektor dimana sisa
cahaya diukur dan interferogram dihasilkan. Interferogram merupakan pola hasil
interferensi sebagai fungsi daerah waktu. Jumlah dan intensitas signal gelombang
dicatat untuk menghasilkan interferogram.
Transformasi Fourier lalu mengubah interfeogram menjadi spektrum cahaya
tunggal yang merupakan hasil data yang sama dalam daerah frekuensi. Spektrum cahaya
tunggal menunjukkan intensitas signal dari masing-masing titik. Spektrum dapat
ditampilkan dalam tiga model, yaitu transmittans (menyatakan banyaknya cahaya yang
Esterifikasi asam..., Elfia Siska Yasa Putri, FMIPA UI, 2010.
29
29
ditansmisikan), absorbans (jumlah cahaya yang diserap), dan pantulan baur (jumlah
cahaya yang dipantulkan dari permukaan sampel).
Apabila dalam suatu struktur molekul dikenai sinar inframerah akan
memiliki sejumlah besar model vibrasi. Gugus fungsional akan memiliki beberapa bentuk
vibrasi antara lain :stretching, bending, twisting, rocking dan wagging.
Esterifikasi asam..., Elfia Siska Yasa Putri, FMIPA UI, 2010.
27
27
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah peralatan gelas, neraca
analitis, crusible lid, oven, kertas saring, furnace, pH indikator, pompa vakum,hotplate
stirrer, labu leher dua, kondensor, thermometer, corong pisah, difraktometer sinar-X
(Philips PW 2213/20), fluoresensi sinar-X, alat uji BET (Quantachrome Novawin2), FT-IR
(IR Prestige 21 Shimadzu),HPLC, uv-vis.
3.1.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Al scrab, aquademin,
NH4OH 25 %, H2SO4 1 N, CH3COONH4 4 %, HClO4 5 %, NaHCO3, eter, glukosa, asam p-
hidroksi benzoat, DMSO, aseton, etil asetat, metanol, aquabides, DMSO (dimetil
sulfoksida).
3.2 Cara Kerja
3.2.1 Pembuatan Katalis γ-Al2O3/SO4
Pembuatan katalis γ-Al2O3 didahului dengan proses pembuatan boehmite dari
aluminium hidroksida. Langkah awal yang dilakukan adalah melarutkan Al scrab dalam
H2SO4 sampai larut sempurna dengan menggunakan pemanasan. Setelah larut
sempurna dilakukan penyaringan. Selanjutnya sebanyak 50 mL larutan ini ditambah 50
mL aquademin dititrasi dengan NH4OH 25 % sampai mencapai pH 8-9 dengan
pengadukan konstan. Kontrol pH dilakukan dengan menggunakan pH indikator. Larutan
yang terbentuk dihidrotermal menggunakan botol polipropilen selama 96 jam pada suhu
80-90oC. Setelah itu larutan dicuci dengan aquademin sampai netral dan bebas sulfat
(untuk uji ini ditambah BaCl2 sampai tidak terbentuk endapan putih). Selanjutnya
endapan disuspensikan dalam larutan CH3COONH4 4 %, dilakukan pencucian dengan
Esterifikasi asam..., Elfia Siska Yasa Putri, FMIPA UI, 2010.
28
28
aquademin dan disaring. Prosedur dilanjutkan di oven pada suhu 140oC selama 16 jam
(terbentuk boehmite). Endapan yang telah kering ditambahkan 15 mL H2SO4 1 N untuk 1
gram katalis. Selanjutnya endapan didekantasi dan dikeringkan lagi pada suhu 140oC
selama 16 jam dan kemudian dikalsinasi selama 4 jam pada suhu 650oC. Katalis yang
terbentuk dikarakterisasi dengan XRD, XRF dan BET.
3.2.2 Pembuatan Katalis γ-Al2O3/ClO4
Untuk pembuatan katalis γ-Al2O3/ClO4 sama dengan katalis γ-Al2O3/SO4.
Perbedaannya adalah pada katalis γ-Al2O3/SO4 larutan H2SO4 ditambahkan pada
boehmite sedangkan pada katalis γ-Al2O3/ClO4 larutan HClO4 ditambahkan setelah
terbentuk γ-Al2O3. Setelah terbentuk boehmite, katalis dikalsinasi pada suhu 650oC
selama 4 jam. Sebanyak 5 mL eter per 1 gram katalis distirrer kemudian diteteskan
HClO4 pekat 5 % terhadap γ-Al2O3. Tahap selanjutnya adalah diaduk selama 30 menit,
didiamkan pada suhu ruangan. Kemudian katalis dikeringkan pada suhu 120oC selama 12
jam. Katalis γ-Al2O3/ClO4 yang terbentuk dikarakterisasi dengan XRD, XRF, BET dan FTIR.
3.2.3 Reaksi Esterifikasi Asam p-Hidroksi Benzoat Dengan Glukosa Menggunakan
Katalis γ-Al2O3/SO4
Reaksi esterifikasi dilakukan dengan menggunakan 10 mL pelarut aseton pada
suhu 55oC dan 10 mL DMSO pada suhu 100oC. Untuk reaksi ini dilakukan yang
menggunakan pelarut DMSO selama waktu 1 jam, 2 jam, 3 jam, 4 jam, 6 jam, 8 jam, 12
jam, 18 jam dan 24 jam. Untuk reaksi yang menggunakan pelarut aseton dilakukan
selama 6 jam, 12 jam, 18 jam dan 24 jam. Adapun asam p-hidroksi benzoat yang
digunakan adalah 0,138 gram dan glukosa yang digunakan 0,54 gram. Katalis yang
digunakan dalam reaksi ini adalah 3 % gram/mmol dan 5 % gram/mmol.
3.2.4 Reaksi Esterifikasi Asam p-Hidroksi Benzoat Dengan Glukosa Menggunakan
Katalis γ-Al2O3/ClO4
Reaksi esterifikasi menggunakan 3 % gram/mmol dan 5 % gram/mmol katalis γ-
Al2O3/ClO4. Asam p-hidroksi benzoat yang digunakan 0,138 gram (1mol) dan glukosa
Esterifikasi asam..., Elfia Siska Yasa Putri, FMIPA UI, 2010.
29
29
yang digunakan adalah 0,54 gram (3 mol). Reaksi yang menggunakan pelarut aseton
dilakukan pada suhu 55oC dengan reaksi selama 6 jam, 12 jam, 18 jam dan 24 jam. Untuk
reaksi esterifikasi yang menggunakan pelarut DMSO dilakukan pada suhu 100oC selama
1 jam, 2 jam, 3 jam, 4 jam, 6 jam, 8 jam, 12 jam, 18 jam dan 24 jam.
3.2.5 Uji Reaksi Esterifikasi menggunakan High Performance Liquid Chromatography
(HPLC)
Pengukuran dengan HPLC untuk mengetahui % distribusi produk. Persen
distribusi produk dilihat dari % luas area pada waktu retensi tertentu. Dilakukan juga uji
HPLC asam p-hidroksi benzoat sebagai pembanding dengan % distribusi ester. Sebanyak
0,05 mL sampel dicampur dengan 5 mL metanol, ditambah aquabides sampai 25 mL.
3.2.6 Uji Reaksi Esterifikasi menggunakan FTIR
Senyawa ester dianalisis dengan instrumentasi FTIR untuk membuktikan gugus
fungsi yang terdapat pada senyawa ester yang terbentuk. Produk ester yang terbentuk
disaring dahulu. Untuk ester yang menggunakan aseton maka pelarutnya diuapkan
dahulu. Produk ester diekstraksi dengan aquades, NaHCO3 dan etil asetat. Hasil ekstraksi
didiamkan pada suhu ruangan sampai terbentuk padatan yang dapat diukur dengan
FTIR.
3.2.7 Uji Reaksi Esterifikasi menggunakan Liquid Chromatography/Mass
Spectrometer (LC-MS)
Pengukuran dengan LC-MS dilakukan di LIPI Kimia Puspiptek Serpong.
Pengukuran ini merupakan kombinasi antara kromatografi cair dan spektrometri massa.
Alat ini dapat memisahkan produk dan mendeteksi.
3.2.8 Uji Aktivitas Antioksidan
Uji metode yang dipakai untuk aktivitas antioksidan adalah metode radical
scavenger dengan menggunakan DPPH (1,1-difenil-2-pikril hidrazil). Larutan DPPH
Esterifikasi asam..., Elfia Siska Yasa Putri, FMIPA UI, 2010.
30
30
memberikan warna biru keunguan dengan absorbansi maksimumnya pada panjang
gelombang 515 nm. Dilakukan variasi konsentrasi 1000 ppm, 1500 ppm, 2000 ppm, 2500
ppm dan 3000 ppm untuk produk ester. Campuran antara DPPH, metanol, sampel yang
telah divariasikan konsentrasinya diukur dengan UV-VIS pada panjang gelombang 515
nm.
Esterifikasi asam..., Elfia Siska Yasa Putri, FMIPA UI, 2010.
31 Universitas Indonesia
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pembuatan Katalis Padatan Asam (γ-Al2O3/SO4 dan γ-Al2O3/ClO4)
Proses pembuatan gamma alumina diawali dengan melarutkan scrap
alumunium dengan H2SO4, scrap alumunium didapat dari perusahaan industri
Otoparts.Alumunium scrap ini digunakan untuk membuat larutan Al2(SO4)3
Gambar 4.1 Alumunium scrab
Pembuatan Al2(SO4)3 diawali dengan menyiapkan larutan H2SO4 6,25 M dan
menggerus alumunium scrap. Sebanyak 24 gram alumunium scrap yang telah digerus
tersebut dimasukkan ke dalam labu bulat yang berisi 432 mL larutan H2SO4 6,25 M yang
dipanaskan diatas hot plate. Campuran tersebut terus dipanaskan sampai terbentuk
larutan alumunium sulfat. Reaksi yang terjadi selama proses pemanasan adalah:
2Al + 6 H2SO4 → Al2(SO4)3 + 3SO2 + 6H2O
Esterifikasi asam..., Elfia Siska Yasa Putri, FMIPA UI, 2010.
Universitas Indonesia
33
Larutan alumunium sulfat disaring, disentrifugasi agar menjadi jernih. Sebanyak
campuran 50 mL larutan alumunium sulfat dan 50 mL aquades ditambahkan amonium
hidroksida ( NH4OH 6,4 M) melalui buret, (tetes demi tetes) dengan diaduk
menggunakan stirer agar pengendapan sempurna.
Pada penelitian ini diinginkan pembentukan γ-Al2O3 yang berasal dari boehmite,
maka dilakukan kontrol pH pada kisaran pH 8-9, karena pada kisaran pH tersebut akan
terbentuk endapan gel berwarna putih dari boehmite.
Reaksi yang terjadi adalah :
Al2(SO4)3 + 6 NH4OH → 2Al(OH)3 + 3(NH4)2SO4
Sol ini didiamkan semalam agar terjadi penyempurnaan pengendapan . Sol diaging
dalam botol propilen selama 96 jam pada suhu 80 oC. Proses aging ini bertujuan untuk
menghasilkan boehmite yang lebih kristalin. Proses aging pada suhu 80 oC menghasilkan
α-alumunium oksida hidroksida [α-AlO(OH)] atau boehmite. Boehmite merupakan
alumina hidrat yang berbentuk amorf. Bentuk amorf ini dikarenakan boehmite masih
mengandung hidrogen dengan jumlah relatif besar, biasanya dalam bentuk H2O,
hidroksida atau proton.
Endapan boehmite yang didapatkan setelah proses aging masih mengandung
sisa-sisa reagen yaitu berupa ion-ion kationik seperti NH4+ maupun ion-ion anionik
seperti SO4-, untuk menghilangkan sisa-sisa reagen tersebut perlu dilakukan pencucian
dengan aquademin sampai air cucian netral dan bebas sulfat. Untuk menguji apakah
masih terdapat ion sulfat atau tidak, air cucian yang dhasilkan diteteskan dengan larutan
BaCl2 1 M. apabila masih terdapat ion sulfat, maka akan terbentuk endapan BaSO4 yang
berwarna putih. Setelah itu endapan disuspensikan dalam larutan 4 % CH3COONH4 agar
endapan yang diperoleh tidak mudah larut bila berada dalam larutan asam atau basa
kuat. Selanjutnya endapan dicuci dan disaring kembali serta dikeringkan pada suhu 140
oC selama 16 jam untuk menghilangkan air yang terdapat dalam alumunium hidroksida.
Reaksi yang terjadi:
Esterifikasi asam..., Elfia Siska Yasa Putri, FMIPA UI, 2010.
Universitas Indonesia
34
Al(OH)3 →AlO(OH) + H2O
Padatan putih yang telah dikeringkan itu ditambahkan larutan 15 mL H2SO4 1 N
per 1 gram padatan, kemudian disaring, dicuci dan dikeringkan kembali serta dikalsinasi
pada suhu 650 oC selama 4 jam sehingga terbentuk γ- Al2O3/SO4 (Kiss, 2007).
Penambahan asam sulfat ini (impregnasi) bertujuan untuk meningkatkan sisi
asam pada alumina yang dihasilkan. Proses penambahan asam sulfat ini disebut proses
sulfatasi, yaitu proses pemasukan gugus sulfat pada padatan alumina sehingga
meningkatkan kekuatan sisi asam Lewis
Setelah penambahan H2SO4, endapan didekantasi kemudian dicuci dengan
aquademin dan dikeringkan pada suhu 140 oC selama 16 jam. Pengeringan ini bertujuan
agar padatan boehmite yang berikatan dengan asam sulfat terbentuk, setelah itu
padatan dikalsinasi pada suhu 650 oCselama 4 jam.
Pemilihan suhu kalsinasi sebesar 650 oC karena diharapkan pada suhu tersebut
boehmite dapat membentuk γ- Al2O3 yang mempunyai luas permukaan besar, volume
pori besar dan stabil pada berbagai rentang suhu reaksi katalitik, selain itu menurut
Anton A. Kiss (2007), suhu kalsinasi 600 - 700 oC merupakan suhu optimum yang
mempengaruhi aktivitas katalis secara kuat. Suhu kalsinasi boehmite mempengaruhi
jenis produk alumina yang dihasilkan. Suhu kalsinasi untuk γ- Al2O3 adalah sekitar 550 oC
dan peningkatan suhu lebih lanjut akan menghasilkan delta (δ- Al2O3) pada suhu 850 oC
tetha (θ- Al2O3) pada suhu ± 1000 oC dan alpha (α- Al2O3) pada suhu ± 1100 oC
Untuk pembuatan katalis γ-Al2O3/ClO4 sama dengan pembuatan katalis γ-
Al2O3/SO4 cuma bedanya penambahan HClO4 pada saat telah terbentuk γ-Al2O3
sedangkan pada katalis Al2O3/SO4 penambahan H2SO4 ketika terbentuk boehmite. Katalis
γ-Al2O3 merupakan boehmite yang telah dikalsinasi pada suhu 6500C selama 4 jam.
Proses kalsinasi adalah proses pemberian panas (thermal treatment) terhadap
suatu material padatan untuk terjadinya proses dekomposisi termal, penghilangan
fraksi-fraksi volatil. Proses kalsinasi bertujuan untuk memperoleh oksida logam dengan
Esterifikasi asam..., Elfia Siska Yasa Putri, FMIPA UI, 2010.
Universitas Indonesia
35
cara menghilangkan molekul air yang terdapat pada struktur padatan dan meningkatkan
kekuatan katalis sehingga katalis lebih kristalin.
Katalis γ-Al2O3 merupakan katalis lebih kristalin sehingga saat ditambah HClO4
lebih mudah terimpregnasi. Katalis γ-Al2O3 diaduk dengan eter (5 mL eter/1 gram katalis)
dan HClO4 pekat 5 % terhadap berat katalis selama 30 menit (Chakraborti dkk, 2009).
Supaya impregnasi terjadi sempurna dilakukan pengadukan dengan stirer selama 30
menit. Penambahan eter untuk mempermudah HClO4 terimpregnasi pada γ-Al2O3.
Setelah itu katalis yang terbentuk dikeringkan pada suhu 1200C selama 12 jam.
Al
HO
O
H
Al
OH
O +S
OO
OO S
OO
OO
Al Al
O
H H
Al
OH
O
H
Al
OH
O +Cl
OO
OO Cl
OO
OO
Al Al
O
H
Gambar 4.2 Usulan struktur Al2O3/SO4 dan Al2O3/ClO4
4.2. Karakterisasi Katalis
Karakterisasi katalis diperlukan untuk menentukan keberhasilan pembuatan
katalis. Katalis dikarakterisasi dengan beberapa teknik antara lain dengan analisis XRD
untuk menentukan struktur kristal katalis, FTIR untuk mengetahui gugus yang terdapat
pada bilangan gelombang tertentu, XRF untuk mengetahui unsur penyusun katalis dan
metode BET untuk mengetahui luas permukaan, volume pori, dan ukuran pori katalis.
Esterifikasi asam..., Elfia Siska Yasa Putri, FMIPA UI, 2010.
Universitas Indonesia
36
4.2.1. Analisis Difraksi Sinar-X (XRD)
Katalis hasil sintesis dikarakterisasi dengan menggunakan difraktometer sinar X
untuk membuktikan struktur katalisnya. Hasil pengukuran ini didapatkan nilai sudut
difraksi (2θ), nilai jarak bidang kristal (d) dan nilai intensitasnya. Data yang diperoleh
kemudian dibandingkan dengan standar dari literatur untuk mengetahui hasil sintesis
sesuai atau tidak dengan literatur. Dengan melihat secara keseluruhan puncak
difraktogram yang cukup tajam dan tidak melebar, dapat diketahui tingkat kristalinnya.
Kristalinitas perlu diketahui agar memberikan informas mengenai tingkat kesempurnaan
struktur kristal katalis, sehingga dengan tingkat kristal yang baik akan memberikan
reaksi katalitik yang optimum.
Dalam penelitian ini akan dilakukan pengujian dengan menggunakan XRD untuk
boehmite, katalis γ- Al2O3, γ – Al2O3/ SO4, γ – Al2O3/ClO4
0
20
40
60
80
100
120
140
10
12
.8
15
.6
18
.5
21
.3
24
.1
26
.9
29
.7
32
.6
35
.4
38
.2 41
43
.8
46
.7
49
.5
52
.3
55
.1
57
.9
60
.8
63
.6
66
.4
69
.2 72
74
.9
77
.7
sudut 2θ
inte
ns
ita
s (
arb
un
it)
B oehmite
gamma-Al2O3/S O4
Gambar 4.3 Difraktogram boehmite dan γ-Al2O3/SO4
Tabel 4.1 Data difraksi sintesis boehmite dan standar boehmite
Puncak Boehmite standar Boehmite sintesis
Esterifikasi asam..., Elfia Siska Yasa Putri, FMIPA UI, 2010.
Universitas Indonesia
37
2θ int relatif (%) 2θ int relatif (%)
1 14,492 100 13,512 94,74
2 28,213 83 27,907 64,91
3 38,361 83 38,170 81,14
4 48,940 69 48,964 100
5 55,260 34 56,827 13,6
6 64,140 32 64,66 42,98
Dari data XRD di atas, besarnya sudut difraksi boehmite hasil sintesis peak yang
didapat jelas dan tajam sesuai dengan sudut difraksi boehmite standar.
Boehmite hasil sintesis dapat diimpregnasi dengan asam sulfat 1 N untuk
meningkatkan sisi asam Lewis pada katalis γ- Al2O3
Tabel 4.2 Data difraksi sintesis γ-Al2O3/SO4 dan standar γ-Al2O3/SO4
Puncak
γ- Al2O3/SO4 standar γ- Al2O3/SO4
sintesis
2
int relatif
(%) 2
int relatif (%)
1 45.862 100 45.9397 73.81
2 67.032 100 67.0627 100
Dari data XRD diatas, dapat diketahui besarnya sudut difraksi katalis γ- Al2O3/
SO4 memenuhi standar difraksi gamma alumina, hal ini dapat dilihat dari muncul puncak
pada range sudut difraksi 37 sampai 67 dimana sudut ini merupakan sudut difraksi khas
gamma alumina.
Untuk katalis γ- Al2O3/ ClO4 diimpregnasi dari γ- Al2O3, jadi boehmite dikalsinasi
pada suhu 6500C selama 4 jam sehingga menghasilkan γ-Al2O3. Setelah itu katalis γ –
Esterifikasi asam..., Elfia Siska Yasa Putri, FMIPA UI, 2010.
Universitas Indonesia
38
Al2O3 diimpregnasi dengan asam perklorat. Dari data XRD, γ – Al2O3 masih berbentuk
amorf.. Karena γ – Al2O3 masih berbentuk amorf maka setelah diimpregnasi dengan
asam perklorat maka data XRD nya pun intensitasnya kurang tajam. Fase dan sifat katalis
yang terbentuk dapat dipengaruhi proses pengagingan dan suhu kalsinasi.
Hasil analisis XRD dapat dilihat pada gambar dibawah ini :
0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
200
10
12
,41
4,8
17
,31
9,7
22
,12
4,5
26
,92
9,4
31
,83
4,2
36
,6 39
41
,54
3,9
46
,34
8,7
51
,15
3,6 56
58
,46
0,8
63
,26
5,7
68
,17
0,5
72
,97
5,3
77
,8
2 theta
inte
nsi
tas
(arb
un
it)
int boehmite
gamma-Al2O3
Al2O3-HClO4
Gambar 4.4 Difraktogram XRD boehmite, γ-Al2O3, γ-Al2O3/ClO4
4.2.2. Analisis Perpendaran Sinar-X (XRF)
Analisis perpendaran sinar-X pada penelitian ini digunakan untuk menentukan
berapa banyak kandungan unsur Aluminium (Al) yang terdapat pada katalis padatan
asam tersulfat (γ-Al2O3/ SO4), katalis padatan asam perklorat (γ- Al2O3/ ClO4). XRF juga
untuk mengetahui kandungan unsur S yang telah berhasil dimasukkan ke dalam pori-
pori gamma alumina pada γ –Al2O3/ SO4, kandungan Cl yang telah berhasil dimasukkan
ke dalam pori-pori gamma alumina pada γ- Al2O3/ ClO4.
Esterifikasi asam..., Elfia Siska Yasa Putri, FMIPA UI, 2010.
Universitas Indonesia
39
Pengukuran dengan XRF berdasarkan pada energi emisi yang dihasilkan dari
pengisian kekosongan elektron yang berasal dari elektron luar. Oleh karena besarnya
energi emisi ini khas untuk atom tertentu, maka dapat digunakan untuk analisis unsur
kimia. Berikut ini adalah hasil analisis yang diperoleh dari analisis XRF.
Tabel 4.3 Data XRF katalis γ-Al2O3/ SO4
No Unsur wt(%)
1 Al 67,0410
2 Si 1,2518
3 S 25,7236
4 V 0,1162
5 Fe 4,6380
6 Ni 0,1272
7 Cu 0,1218
8 Zn 0,9293
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa kandungan Al adalah 67,0410, % berat .
Untuk kandungan S yang terdapat pada katalis adalah 25,7236 % berat.
Diidentifikasikan kandungan S inilah yang dapat meningkatkan aktivitas sisi asam Lewis.
Dari XRF ini didapat puncak lain yang relatif kecil. Munculnya puncak-puncak ini
karena pencucian yang kurang sempurna pada waktu pembuatan aluminium hidroksida.
Esterifikasi asam..., Elfia Siska Yasa Putri, FMIPA UI, 2010.
Universitas Indonesia
40
Untuk uji XRF pada katalis Al2O3/ ClO4 dapat dilihat pada tabel di bawah ini
Tabel 4.4 Data XRF katalis γ-Al2O3/ ClO4
No Unsur wt(%)
1 Al 77,7840
2 Si 3,0142
3 S 7,0228
4 Cl 3,3940
5 Ti 0,2435
6 Mn 0,3443
7 Fe 4,5130
8 Cu 0,5692
9 Zn 3,1150
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa kandungan Al adalah 77,7840 % berat .
Untuk kandungan Cl yang terdapat pada katalis adalah 3,3940 % berat.
4.2.3. Analisis BET
Analisis BET dilakukan untuk mengetahui luas permukaan dan ukuran pori
katalis baik diameter pori dan volume pori katalis. Alat yang digunakan untuk
pengukuran ini adalah Quantachrome NovaWin2 dan pengukuran ini dilakukan di
Lemigas. Katalis yang diukur dengan alat ini adalah katalis asam γ-Al2O3/ SO4 dan γ-
Al2O3/ ClO4.
Esterifikasi asam..., Elfia Siska Yasa Putri, FMIPA UI, 2010.
Universitas Indonesia
41
Dari hasil analisis BET, dapat diketahui bahwa katalis γ- Al2O3/ SO4 hasil sintesis
memiliki luas permukaan 223,81 m2/g, volume pori sebesar 0,2196 cc/g, dan diameter
pori rata-rata sebesar 3,92525 nm yang termasuk diameter mesopori (berpori sedang)
karena berada diantara 2-50 nm. Luas permukaan katalis tergolong tinggi ((high surface
area ) karena berada diantara 200 m2/g – 500 m2/g.
Dari hasil analisis BET, dapat diketahui bahwa katalis γ- Al2O3/ ClO4 hasil sintesis
memiliki luas permukaan 264,1 m2/g, volume pori sebesar 0,3728 cc/g, dan diameter
pori rata-rata sebesar 5,64629 yang merupakan mesopori karena berada diantara 2-50
nm. Luas permukaan katalis tergolong tinggi ((high surface area ) karena berada diantara
200 m2/g – 500 m2/g.
Katalis padatan asam hasil sintesis memiliki luas permukaan yang cukup baik, ini
menandakan bahwa asam tersebar secara merata pada permukaan gamma alumina.
4.2.4. Analisis FTIR
a. Analisis FTIR Glukosa
Spektrum FTIR hasil pengukuran digunakan untuk mengetahui gugus fungsi yang
terdapat dalam glukosa spektrum inframerah senyawa organik bersifat khas dan
mempunyai karakter spektrum yang berbeda dengan senyawa lain. Daerah spektrum
infra merah terdapat pada 4000-650 cm-1.
Identifikasi gugus fungsi dari puncak serapan yang terdapat pada glukosa dapat
dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.5 Identifikasi gugus fungsi spektrum FT-IR glukosa
No Bilangan gelombang (cm-
1)
Bilangan gelombang
(cm-1)
Identifikasi gugus fungsi
1 1600 1600-1800 C=O aldehid
2 2884,59 2900-2700 C-H aldehid
Esterifikasi asam..., Elfia Siska Yasa Putri, FMIPA UI, 2010.
Universitas Indonesia
42
3 3357,16 3600-3300 OH alkohol
4 1248,93 dan 1186,24 1300-1000 C-O alkohol
Pada FTIR glukosa adanya bilangan gelombang pada 1600cm-1 yang
menunjukkan identifikasi gugus C=O aldehid yang berada pada 1600-1800 cm-1.
Kemudian diperkuat dengan munculnya bilangan gelombang pada 2884,59 cm-1 yang
menunjukkan adanya C-H aldehid pada 2900-2700 cm-1. Untuk gugus hidroksi glukosa
berada pada 3600-3300 cm-1, dari FTIR dapat dilihat munculnya serapan pada 3357,16
cm-1, diperkuat dengan adanya bilangan gelombang C-O alkohol pada serapan 1300-
1000 cm-1,yakni pada daerah 1248,93 cm-1 dan 1186,24cm-1.
b. Analisis FTIR Asam p-Hidroksi Benzoat
Untuk mengetahui gugus fungsi yang terdapat pada asam p-hidroksi benzoat
maka dilakukan FTIR.
Tabel 4. 6 Identifikasi gugus fungsi spektrum FTIR asam p-hidroksi benzoat
No Bilangan gelombang
(cm-1)
Bilangan gelombang
(cm-1)
Identifikasi gugus fungsi
1 1710 1725-1700 C=O asam karboksilat
2 3389,95 3400-2400 O-H fenolik
3 900-690 900-690 C-H serapan keluar
bidang aromatis
4 1595,16 1600-1475 C=C aromatis
Bilangan gelombang yang menunjukkan serapan pada 1725-1700 cm-1
merupakan C=O asam karboksilat, pada hasil FTIR ditunjukkan oleh 1710 cm-1. Bilangan
gelombang C=O didukung oleh bilangan gelombang 3389,95 cm-1 yang merupakan
Esterifikasi asam..., Elfia Siska Yasa Putri, FMIPA UI, 2010.
Universitas Indonesia
43
bilangan gelombang O-H fenolik yang berada pada 3400-2400 cm-1.Untuk C-H serapan
keluar bidang aromatis ditunjukkan pada bilangan gelombang 855,4 cm-1 yang berada
pada 900-690 cm-1. Untuk serapan C=C aromatis berada pada 1600-1475 cm-1 yang
ditunjukkan pada bilangan gelombang 1595,16 cm-1.
c. Analisis FTIR Boehmite (AlO(OH))
Spektrum FT-IR hasil pengukuran digunakan untuk mengetahui gugus fungsi
yang terdapat dalam boehmite karena spektrum infra merah senyawa organik bersifat
khas dan mempunyai karakter spektrum yang berbeda dengan senyawa lain. Daerah
spektrum infra merah terdapat pada 4000-650 cm-1. Bilangan gelombang yang
menunjukkan adanya ikatan hidrogen O-H pada boehmite (AlO(OH)) pada 3450-3300
cm-1. Pada sintesis boehmite(AlO(OH)) ini terdapat intensitas pada 3301cm-1.
d. Analisis FTIR Katalis γ-Al2O3/SO4
Katalis Gamma-Al2O3/SO4 hasil sintesis dianalisis dengan FTIR untuk mengetahui
apakah katalis γ-Al2O3/SO4 mengandung sulfat atau tidak. Dari FTIR dapat dilihat dari
spektrum infra merah yang menunjukkan antara bilangan gelombang (v) dan %
transmitan. Pada katalis sintesis ini ada bilangan gelombang sekitar 1195 cm-1 yang
terdeteksi sebagai ion sulfat karena gugus sulfat ditunjukkan pada bilangan gelombang
1200-1100 cm-1.
e. Analisis FTIR Katalis γ-Al2O3/ClO4
Katalis γ -Al2O3/ClO4 hasil sintesis dianalisis dengan FTIR untuk mengetahui apakah
katalis γ-Al2O3/ClO4 mengandung klorat atau tidak. Dari FTIR dapat dilihat dari spektrum
Esterifikasi asam..., Elfia Siska Yasa Putri, FMIPA UI, 2010.
Universitas Indonesia
44
infra merah yang menunjukkan antara bilangan gelombang (v) dan % transmitan. Pada
katalis sintesis ini ada bilangan gelombang sekitar 1094,62 yang terdeteksi sebagai ion
perklorat karena gugus perklorat ditunjukkan pada bilangan gelombang 1140-1060 cm-1.
4.3 Analisis Hasil Reaksi
Pada penelitian ini dilakukan reaksi esterifikasi asam p-hidroksi benzoat dengan
glukosa. Katalis asam diperlukan pada reaksi esterifikasi karena gugus pergi yang dimiliki
asam p-hidroksi benzoat kurang reaktif sehingga dengan penambahan katalsi reaksi
berlangsung lebih cepat.
Proses esterifikasi dilakukan dengan menggunakan katalis γ-Al2O3/SO4, γ-
Al2O3/ClO4 dan katalis homogen H2SO4 pekat. Pelarut yang digunakan adalah aseton dan
DMSO.Penggunaan katalis yang berbeda ditujukan untuk membandingkan aktivitas dari
katalis tersebut. Katalis yang diimpregnasi dengan H2SO4 pada Al dilakukan dengan
referensi Anton A kiss (2007) supaya sulfat banyak yang terikat pada OH boehmite. Dari
reaksi esterifikasi menunjukkan hasil reaksi kurang bagus sehingga katalis diimpregnasi
dengan HclO4 yang lebih kuat keasamannya sesuai dengan referensi Chakraborti (2009)
dimana katalis diimpregnasi setelah menjadi Al2O3. Penggunaan dua buah pelarut
bertujuan untuk memberikan kondisi suhu reaksi yang berbeda pada katalis γ-Al2O3/SO4
dan γ-Al2O3/ClO4. Pelarut aseton pada suhu 550C digunakan dalam reaksi esterifikasi
tetapi karena kurang melarutkan reaktan maka dibutuhkan pelarut lain yang memiliki
suhu yang lebih tinggi yakni DMSO. Pelarut aseton tidak bisa dipakai pada suhu tinggi
karena memiliki titik didih 56,530C, sehingga mudah menguap. Untuk suhu pelarut
DMSO yang digunakan adalah 1000C walaupun memiliki titik didih 1890C tidak dilakukan
reaksi pada suhu tersebut karena kemungkinan terbentuk karamel dari glukosa pada
suhu tinggi. Perbandingan mol yang digunakan adalah 3 :1 untuk glukosa dan asam p-
hidroksi benzoat. Glukosa yang digunakan berlebih agar reaksi esterifikasi berlangsung
optimal karena menurut aza Le Chatelier untuk menggeser kesetimbangan ke arah ester
dengan menggunakan salah satu reakstan berlebih.
Untuk hasil reaksi dilakukan uji FTIR untuk mengetahui gugus fungsi yang
terserap pada bilangan gelombang tertentu, HPLC untuk mengetahui luas area puncak
Esterifikasi asam..., Elfia Siska Yasa Putri, FMIPA UI, 2010.
Universitas Indonesia
45
pada waktu retensi tertentu, LC-MS untuk mengetahui apakah produk ester telah
terbentuk dengan melihat berat molekulnya.
4.3.1 UJI FTIR
Spektrum FTIR hasil pengukuran digunakan untuk mengetahui gugus fungsi yang
terdapat dalam glukosa spektrum inframerah senyawa organik bersifat khas dan
mempunyai karakter spektrum yang berbeda dengan senyawa lain. Daerah spektrum
infra merah terdapat pada 4000-650 cm-1.
Untuk analisis FTIR ini produk reaksi diekstraksi dengan etil asetat, NaHCO3,
aquademin. Apabila menggunakan pelarut aseton diuapkan dahulu.NaHCO3 dapat
bereaksi dengan asam p-hidroksi benzoat membentuk garam natrium hidroksi benzoat
yang larut air sehingga asam p-hidroksi benzoat berlebih yang tidak berikatan dengan
glukosa dapat dipisahkan dari senyawa ester . Ditambahkan aquademin agar campuran
lain yang polar terdistribusi ke fasa air. Pelarut organik etil asetat diharapkan dapat
menarik ester. Terbentuk larutan berwarna coklat tua .Untuk larutan yang larut dalam
etil asetat berada pada atas labu ekstraksi sedangkan larutan yang polar berada pada
labu ekstraksi bagian bawah. .Kemudian dipisahkan dua fasa tersebut.Ekstraksi
dilakukan tiga kali agar ester yang dihasilkan bisa terpisah dengan baik. Untuk ester yang
berada di dalam etil asetat diuapkan dahulu sehingga dihasilkan padatan. Identifikasi
lebih lanjut dilakukan dengan pengukuran menggunakan instrumen FTIR.
a. Analisis FTIR Ester dengan Katalis γ-Al2O3/ClO4 dan γ-Al2O3/SO4 menggunakan
pelarut DMSO
Identifikasi gugus fungsi dengan FT-IR selanjutnya adalah untuk ester hasil reaksi
dengan katalis γ-Al2O3/ClO4 menggunakan pelarut DMSO. Hasil pengukuran FT-IR untuk
ester ini dapat dilihat pada lampiran. Spektrum yang dihasilkan berupa pita-pita serapan
pada daerah panjang gelombang tertentu. Identifikasi gugus fungsi dari pita serapan
yang terdapat pada spektrum untuk ester dapat dilihat pada tabel 4.7
Esterifikasi asam..., Elfia Siska Yasa Putri, FMIPA UI, 2010.
Universitas Indonesia
46
Tabel 4.7 Identifikasi gugus fungsi spektrum FTIR ester dengan katalis γ-Al2O3/ClO4 dan
Al2O3/SO4 menggunakan pelarut DMSO
No Bilangan
gelombang
Al2O3/ClO4
(cm-1)
Bilangan
gelombang
Al2O3/SO4
(cm-1)
Bilangan
gelombang (cm-
1)
Identifikasi gugus fungsi
1 1670,35 1672,28 1820-1660 C=O ester
2 1193,94 1288,45 1300-1000 C-O ester
3 786,96 769,60 900-690 C-H serapan keluar bidang
4 1566,20 1598,99 1600-1475 C=C aromatis
5 3522,02 3520,09 3600-3300 O-H alkohol
6 1193,94 1022,27 1300-1000 C-O alkohol
Ester menggunakan katalis Al2O3/ClO4 menunjukkan pita karbonil yang khas
yakni gugus C=O pada serapan 1820-1660 cm-1 yang didukung oleh gugus C-O ester pada
1300-1000 cm-1. Pada analisis FTIR didapatkan gugus C=O pada 1670,35 cm-1, dan gugus
C-O berada pada 1193,94 cm-1. Untuk serapan pada 786,96 cm-1 merupakan serapan
keluar bidang dari asam p-hidroksi benzoat yang berada 900-690 cm-1. Untuk gugus C=C
aromatis dari asam p-hidroksi benzoat berada pada 1600-1475 cm-1 yang ditunjukkan
oleh bilangan gelombang 1566,20 cm-1. Untuk glukosa yang berikatan dengan asam p-
hidroksi benzoat dapat dilihat dari gugus O-H alkohol dan C-O alkohol yang ditunjukkan
oleh bilangan gelombang 3522,02 cm-1dan 1193,94 cm-1.
Identifikasi gugus fungsi dengan FTIR selanjutnya adalah untuk ester hasil reaksi
dengan katalis γ-Al2O3/H2SO4 menggunakan pelarut DMSO. Hasil pengukuran FTIR untuk
ester ini dapat dilihat pada lampiran. Spektrum yang dihasilkan berupa pita-pita serapan
pada daerah panjang gelombang tertentu.Dari analisis FTIR identifikasi gugus fungsi C=O
ester berada pada 1672,28 cm-1, gugus ini berada antara 1820-1660 cm-1. Untuk C-O
ester berada pada1288,45 cm-1 sesuai dengan identifikasi gugus fungsi C-O ester yang
Esterifikasi asam..., Elfia Siska Yasa Putri, FMIPA UI, 2010.
Universitas Indonesia
47
ditunjukkan pada bilangan gelombang 1300-1000 cm-1. Untuk serapan yang ditunjukkan
oleh asam p-hidroksi benzoat pada 769,60 cm-1 dan 1598,99 cm-1 merupakan C-H
serapan keluar bidang (900-690 cm-1) dan C=C aromatis (1600-1475 cm-1). Bilangan
gelombang yang ditunjukkan oleh glukosa dapat terlihat dari bilangan gelombang O-H
alkohol yang berada pada 3600-3300 cm-1 dan C-O alkohol yang berada pada 1300-1000
cm-1. Pada analisis ini ditunjukkan 3520,09 cm-1 untuk O-H alkohol dan 1111,86 cm-1
untuk C-O alkohol.
b. Analisis FTIR Ester dengan Katalis γ-Al2O3/SO4 dan γ-Al2O3/ClO4 menggunakan
pelarut Aseton
Hasil pengukuran FT-IR terhadap ester dengan katalis γ-Al2O3/SO4 dan γ-
Al2O3/ClO4 menggunakan pelarut aseton.
Tabel 4.8 Identifikasi gugus fungsi spektrum FTIR ester dengan dengan katalis γ-
Al2O3/H2SO4 dan Al2O3/ClO4 dan menggunakan pelarut aseton
No Bilangan
gelombang γ-
Al2O3/SO4 (cm-
1)
Bilangan
gelombang γ-
Al2O3/ClO4 (cm-
1)
Bilangan
gelombang (cm-
1)
Identifikasi gugus
fungsi
1 1679,06 1725,36 1820-1660 C=O ester
2 1030,01 1015,54 1300-1000 C-O ester
3 770,58 865,09 900-690 C-H serapan keluar
bidang
4 1608,66 1567,19 1600-1475 C=C aromatis
Untuk gugus fungsi C=O ester ditunjukkan pada bilangan gelombang 1820-1660
cm-1, dari analisis serapan C=O berada pada 1679,06 cm-1. Ester ini juga didukung juga
Esterifikasi asam..., Elfia Siska Yasa Putri, FMIPA UI, 2010.
Universitas Indonesia
48
serapan C-O ester pada 1300-1000 cm-1 yang ditunjukkan pada bilangan gelombang
1030,01 cm-1. Untuk serapan serapan keluar bidang aromatis asam p-hidroksi benzoat
ditunjukkan pada 770,58 cm-1 yang berada antara 900-690 cm-1 dan C=C aromatis pada
1608,66 cm-1 yang berada pada 1600-1475 cm-1. Untuk O-H alkohol glukosa serapan
pada 3600-3300 cm-1 yang ditumjukkan oleh bilangan gelombang 3309,90 cm-1.
Untuk gugus ester yang menggunakan katalis Al2O3/ClO4 dapat dilihat pada
bilangan gelombang 1725,36 cm-1 yang berada pada 1820-1660 cm-1. data tersebut
didukung oleh serapan pada 1300-1000 cm-1 untuk C-O ester yang ditunjukkan oleh
1015,54 cm-1. Untuk serapan keluar bidang asam p-hidroksi benzoat berada pada 900-
690 cm-1 yang ditunjukkan oleh 865,09 cm-1. Untuk C=C aromatis asam p-hidroksi
benzoat adalah 1567,19 cm-1 yang berada pada 1600-1475 cm-1.
4.3.2 Analisis HPLC
Peralatan HPLC secara prinsip terdiri dari tempat pelarut, pompa, tempat injeksi
sampel, kolom, detektor, dan rekorder.
Pada sistem HPLC ini menggunakan kromatografi fasa terbalik. Fasa gerak polar
yakni metanol dan aquabides sedangkan fasa diamnya non polar yakni Hidrokarbon (C-
18) oktadekana. Cara ini digunakan untuk memisahkan senyawa-senyawa polar.
Senyawa-senyawa non polar akan tertahan lebih lama di dalam kolom yang non polar
sedangkan senyawa yang polar akan cepat keluar dari kolom. Semakin polar fasa
geraknya maka komponen non polar yang dipisahkan akan semakin lama tertahan di
dalam kolom.
Pengukuran dengan HPLC membutuhkan cukup banyak pelarut, sebelum pelarut
digunakan harus dilakukan degassing untuk mengeluarkan gas terlarut yang tidak
diinginkan. Adanya gas dalam pelarut kemungkinan dapat menahan fasa gerak , selain
itu dapat mengganggu kerja detektor.
Fasa gerak yang digunakan adalah aquabides dan metanol. Fasa gerak harus
bebas dari partikel-partikel debu, adanya partikel-partikel kecil yang terbawa ke dalam
pompa atau masuk ke dalam kolom akan mempercepat rusaknya pompa atau
Esterifikasi asam..., Elfia Siska Yasa Putri, FMIPA UI, 2010.
Universitas Indonesia
49
menyumbat kolom sehingga memperpendek umur peralatan tersebut. Fasa gerak ini
harus disaring dengan penyaring khusus yang diameter porinya ± 5μm.
Aliran pada HPLC menggunakan gradien elusi yakni menggunakan dua pelarut
yang secara otomatis dapat diubah komposisinya sehingga diperoleh pemisahan yang
lebih baik.
Tabel 4.9 Gradien elusi HPLC
Waktu % Metanol
0 38
5 38
10 60
15 60
17 62
20 38
30 38
Kolom pada HPLC tidak memerlukan temperatur yang tinggi karena sifat ikatan
kimia terhadap fasa diam sangat sensitif terhadap temperatur tinggi. Kolom yang dipakai
adalah ODS (octadecylsilyl).
Detektor yang digunakan adalah detektor fotometer UV. Detektor ini
dikhususkan pada senyawa-senyawa yang memiliki serapan maksimum di daerah UV
yaitu senyawa yang memiliki elektron ikatan Π dan senyawa yang mengandung gugus
C=O, C=S, N=O, N=N.
HPLC digunakan untuk uji kualitatif yakni mengetahui luas area puncak ester,
luas area asam p-hidroksi benzoat pada waktu retensi tertentu. Sebanyak 0,05 mL
Esterifikasi asam..., Elfia Siska Yasa Putri, FMIPA UI, 2010.
Universitas Indonesia
50
sampel ditambah 5 mL metanol, dilarutkan dengan aquabides sampai 25 mL, setelah itu
dilakukan uji HPLC.
a. Reaksi Esterifikasi Menggunakan Pelarut DMSO
Pada reaksi esterifikasi glukosa (0,54 gram) dan asam p-hidroksi benzoat (0,138
gram) tanpa katalis selama 24 jam menggunakan pelarut DMSO dengan suhu 1000C
didapatkan % yield reaksi 1,74 % dan konversi asam 50,98 %. Ini berarti bahwa produk
yang dihasilkan masih sedikit.
Mekanisme reaksi dapat dilihat pada gambar berikut ini
Esterifikasi asam..., Elfia Siska Yasa Putri, FMIPA UI, 2010.
Universitas Indonesia
51
C
O
OHHOH+
C OH
OH
HO
O
OH
CH2O
OH OH
OH
H
HHO C
OH
OCH2
OH2
O
OH
OH
OH
OH
HO
H OCH2
OH
OHC
O
OH
OH
OH
OH
-H2O
HO C
OCH2
OH
O
OH
OH
OH
OH
+ HO C
OCH2
+OH
O
OH
OH
OH
OH
-H+
+
HO C
OCH2
O
OH
OH
OH
OH
O
Gambar 4.5 Usulan mekanisme reaksi esterifikasi menggunakan katalis asam Bronsted
Esterifikasi asam..., Elfia Siska Yasa Putri, FMIPA UI, 2010.
Universitas Indonesia
52
-20,00
0,00
20,00
40,00
60,00
80,00
100,00
120,00
1 2 3 4 6 8 12 18 24
waktu (jam)
%
% konversi
% yield
Gambar 4.6 Produk reaksi katalis Al2O3/ClO4 3 % menggunakan pelarut DMSO
0
10
20
30
40
50
60
70
1 2 3 4 6 8 12 18 24
waktu (jam)
%
% konversi
% yield
Gambar 4.7 Produk reaksi katalis Al2O3/ClO4 5 % menggunakan pelarut DMSO
Dari gambar produk reaksi menggunakan katalis Al2O3/ClO4, % yield menjadi
naik, turun dan naik lagi. Apabila terjadi kenaikan diduga katalis asam Bronsted yang
mengkatalisis reaksi esterifikasi. Apabila terjadi penurunan diduga produk samping air
dari reaksi esterifikasi terhidrolisis sehingga menutup permukaan katalis, katalis tidak
Esterifikasi asam..., Elfia Siska Yasa Putri, FMIPA UI, 2010.
Universitas Indonesia
53
berfungsi. Apabila reaksi esterifikasi produk naik maka yang dominan adalah asam
Bronsted dari katalis sehingga berfungsi mengkatalisis reaksi. Meningkatnya jumlah
katalis yang digunakan pada reaksi 24 jam menghasilkan % konversi asam dan % yield.
% produk ester yang dihasilkan diduga terkatalisis oleh asam Lewis Al.
OH C OH
O
OO
OO
Al Al
O
Cl
OH C
OH
OO
OO
AlO Al
O
Cl
OH
OH
OH
O
CH2O
HO
H
OH C
O
OH
OH
OH
OH
O
CH2OH
HO
OO
OO
Al Al
O
Cl
+
-H20
Esterifikasi asam..., Elfia Siska Yasa Putri, FMIPA UI, 2010.
Universitas Indonesia
54
OH C+
OO
OO
AlO Al
O
Cl
OH
OH
OH
O
CH2O
HO
OH C
O
OH
OH
OH
O
CH2O
HO
OO
OO
Al Al
O
Cl
OH C
OO
OO
AlO + Al
O
Cl
OH
OH
OH
O
CH2O
HO
+
Gambar 4.8 Usulan mekanisme reaksi asam Lewis katalis Al2O3/ClO4
Seiring dengan berjalannya waktu produk yang dihasilkan menurun, diduga karena
produk samping air menutup permukaan Al sehingga katalis tidak berfungsi.
Esterifikasi asam..., Elfia Siska Yasa Putri, FMIPA UI, 2010.
Universitas Indonesia
55
Cl
OO
OO
Al Al
O
Al Al
OO
Cl
OO
OO
+ H OH
Cl
OO
OO
Al Al
OOH
H
Cl
OO
OO
Al Al
OOH
+ H+
Gambar 4.9 Usulan reaksi produk samping air dengan katalis
Produk reaksi mulai meningkat lagi diduga karena H+ sebagai asam Bronsted mulai
mengkatalisis reaksi, mekanisme reaksinya sama dengan mekanisme katalis homogen.
0
20
40
60
80
100
1 2 3 4 6 8 12 18 24
waktu (jam)
% % konversi
% yield
Gambar 4.10 Produk reaksi katalis Al2O3/SO4 3 % menggunakan pelarut DMSO
Esterifikasi asam..., Elfia Siska Yasa Putri, FMIPA UI, 2010.
Universitas Indonesia
56
0,00
10,00
20,00
30,00
40,00
50,00
60,00
70,00
80,00
90,00
1 2 3 4 6 8 12 18 24
waktu (jam)
%% konversi
% yield
Gambar 4.11 Produk reaksi katalis Al2O3/SO4 5 % menggunakan pelarut DMSO
Pada reaksi glukosa dengan asam p-hidroksi benzoat menggunakan
katalis Al2O3/SO4 didapatkan % yield yang mulai meningkat pada jam ke-24. Berarti
semakin lama waktu reaksi kontak antara reaktan dan katalis semakin lama sehingga %
produk yang didapatkan semakin baik.
% produk ester yang dihasilkan terkatalisis oleh asam Lewis Al.
Esterifikasi asam..., Elfia Siska Yasa Putri, FMIPA UI, 2010.
Universitas Indonesia
57
OH C OH
OO
AlAl
O OS
OO
OH C OH
+O O
AlAl
O O
S
OO
O
CH2OH
HO
OH
OH
OH
C OH
O OAlAl
O O
S
OO
O
HO
OH
OH
OH
O HCH2
C OH2
O OAlAl
O O
SO
O
O
HO
OH
OH
OH
OCH2
-H2O
OH
OH
C+
O OAlAl
O OS
OO
O
HO
OH
OH
OH
OCH2
OHC
+O OAlAl
O OS
OO
O
HO
OH
OH
OH
OCH2
OH
C
O
O
HO
OH
OH
OCH2
OH
OH
+
O
AlAl
O O
S
OO
Gambar 4.12 Usulan mekanisme reaksi asam Lewis katalis Al2O3/SO4
Esterifikasi asam..., Elfia Siska Yasa Putri, FMIPA UI, 2010.
Universitas Indonesia
58
Seiring dengan berjalannya waktu produk yang dihasilkan menurun diduga
karena produk samping air menutup permukaan Al sehingga katalis tidak berfungsi.
S
OO
OO
Al Al
O
S
OO
OO
Al Al
OO
+ H OH
S
OO
OO
Al Al+
O
OH
H
S
OO
OO
Al Al+
O
OH
+ H+
Gambar 4.13 Usulan reaksi produk samping air dengan katalis
Produk reaksi mulai meningkat lagi diduga karena H+ sebagai asam Bronsted
mulai mengkatalisis reaksi, mekanisme reaksinya sama dengan mekanisme katalis
homogen.
Esterifikasi asam..., Elfia Siska Yasa Putri, FMIPA UI, 2010.
Universitas Indonesia
59
b. Reaksi Esterifikasi Menggunakan Pelarut Aseton
0,00
10,00
20,00
30,00
40,00
50,00
60,00
70,00
80,00
90,00
6 12 18 24
waktu (jam)
%
% konversi
% yield
Gambar 4.14 Produk reaksi katalis Al2O3/ClO4 3 % menggunakan pelarut aseton
Pada reaksi esterifikasi glukosa dengan asam p-hidroksi benzoat menggunakan
katalis Al2O3/ClO4 3 % gram/mmol terjadi perubahan % yield 13,06 % pada saat 6 jam
menjadi 5,51 % pada saat 24 jam. Perubahan konversi adalah dari 77,40 % menjadi
30,55 %.
Esterifikasi asam..., Elfia Siska Yasa Putri, FMIPA UI, 2010.
Universitas Indonesia
60
0,00
20,00
40,00
60,00
80,00
100,00
120,00
6 12 18 24
waktu (jam)
%
% konversi
% yield
Gambar 4.15 Produk reaksi katalis Al2O3/HClO4 5 % menggunakan pelarut aseton
Reaksi esterifikasi menggunakan katalis Al2O3/ClO4 5 % gram/mmol didapatkan
% yield yang meningkat dari 5,20 % pada waktu reaksi 6 jam menjadi 16,23 % pada
waktu reaksi 24 jam. Ternyata reaksi 6 jam dengan reaksi 24 jam berbeda jauh mungkin
disebabkan waktu kontak yang cukup untuk katalis Al2O3/ClO4 bereaksi dengan reaktan
berada pada kondisi yang optimum.
Apabila katalis yang digunakan ditambah dari 3 % gram/mmol menjadi 5 %
gram/mmol ternyata yield yang dihasilkan pada reaksi 24 jam berbeda yakni 9,27 %
untuk 3 % gram/mmol dan 16,23 % untuk 5 % gram/mmol.
Esterifikasi asam..., Elfia Siska Yasa Putri, FMIPA UI, 2010.
Universitas Indonesia
61
-1000
-800
-600
-400
-200
0
200
6 12 18 24
waktu (jam)
%
% konversi
% yield
Gambar 4. 16 Produk reaksi katalis Al2O3/SO4 3 % menggunakan pelarut aseton
Pada reaksi glukosa dengan asam p-hidroksi benzoat menggunakan katalis
Al2O3/SO4 3 % gram/mmol dengan pelarut aseton didapatkan % yield pada jam ke-24
adalah 9,27 %.
Mekanisme reaksi yang terjadi pada pelarut aseton sama dengan menggunakan
pelarut DMSO. % produk yang dihasilkan tinggi diduga karena yang mengkatalisis adalah
asam Lewis Al, kemudian % produk mengalami penurunan karena terjadi reaksi hidrolisis
sehingga air menutup permukaan katalis. Apabila produk sampin air yang dominan
adalah asam Bronsted maka katalis melepaskan H+ yang berfungsi sebagai asam
Bronsted sehingga % produk yang dihasilkan naik lagi.
Esterifikasi asam..., Elfia Siska Yasa Putri, FMIPA UI, 2010.
Universitas Indonesia
62
0,00
20,00
40,00
60,00
80,00
100,00
120,00
6 12 18 24
waktu (jam)
%
% konversi
% yield
Gambar 4.17 Produk reaksi katalis Al2O3/SO4 5 % menggunakan pelarut aseton
Reaksi esterifikasi glukosa dengan asam p-hidroksi benzoat menggunakan katalis
Al2O3/SO4 5 % gram/mmol pada reaksi 6 jam hingga 18 jam % yield yang dihasilkan
meningkat, ini berarti seiring bertambahnya waktu kontak katalis dengan reaktan
berada pada kondisi yang optimum. Reaksi yang terjadi adalah asam Lewis Al yang
mengkatalisis reaksi sehingga menghasilkan produk yang terus naik.
Tabel 4.10 % yield pada reaksi 24 jam menggunakan pelarut DMSO
Katalis % yield
Tanpa katalis 1,74
Al2O3/SO4 3 % gram/mmol 95,61
Al2O3/SO4 5 % gram/mmol 14,11
Al2O3/ClO4 3 % gram/mmol 0,74
Esterifikasi asam..., Elfia Siska Yasa Putri, FMIPA UI, 2010.
Universitas Indonesia
63
Al2O3/ClO4 5 % gram/mmol 1,12
Tabel 4. 11 % yield pada reaksi 24 jam menggunakan pelarut aseton
Katalis % yield
Al2O3/SO4 3 % gram/mmol 9,27
Al2O3/SO4 5 % gram/mmol 16,23
Al2O3/ClO4 3 % gram/mmol 5,51
Al2O3/ClO4 5 % gram/mmol 5,60
Pada tabel diatas terlihat bahwa % yield yang dihasilkan pelarut aseton lebih
baik daripada DMSO walaupun tidak pada suhu tinggi. Aseton cenderung larut dalam air
(air dihasilkan dari produk samping reaksi esterifikasi) dibandingkan pelarut DMSO
sehingga air dan produk dalam labu reaksi cenderung homogen. Pada saat cuplikan
sampel pada waktu tertentu maka sampel yang dicuplik lebih homogen. Pelarut DMSO
kurang larut dalam air sehingga pada saat cuplikan diduga yang diambil produk atau air,
akibatnya pada perhitungan data HPLC lebih tajam fluktuasinya.
Dari tabel diatas tidak bisa dibandingkan % yield pada penggunaan katalis γ-
Al2O3/SO4 dan γ-Al2O3/ClO4 karena katalis γ-Al2O3/ClO4 yang dipakai masih dalam bentuk
calon kristal sehingga Cl yang terimpregnasi sedikit.
4.3.3 Analisis LC-MS
Analisis LC-MS bisa digunakan untuk mengetahui ada berapa banyak asam yang
berikatan dengan glukosa yang dapat diketahui berat molekul senyawa pada waktu
retensi tertentu.
Esterifikasi asam..., Elfia Siska Yasa Putri, FMIPA UI, 2010.
Universitas Indonesia
64
Gambar 4.18 Proses LC-MS
LC MS
D
C
B
A
Sampel
(campuran A,B,C,D)
A B C D
Komponen
Terpisah
Mass Spektra dari masing-
masing komponen
Proses Konversi LC MS
Atmosfer Tekanan Tinggi
Netral Fasa Ionik
Fasa Cair Fasa Gas
Muatan
Tekanan
Evaporasi
Penurunan Tekanan
Ionisasi
Bentuk Fasa
Esterifikasi asam..., Elfia Siska Yasa Putri, FMIPA UI, 2010.
Universitas Indonesia
65
Gambar 4.19 Proses konversi LC-MS
Pada LC-MS menggunakan eluen metanol dan air dengan komposisi 80 % dan 20
%. Kolom yang digunakan adalah C18, sistem yang digunakan adalah ESI (Electrospray
Ionisation).
Dilakukan uji LC-MS terhadap ester yang menggunakan katalis sebanyak 3 %
gram/mmol Al2O3/H2SO4 dengan pelarut DMSO, waktu reaksi 24 jam(dalam lampiran
dinyatakan dengan produk A). Uji LC-MS dilakukan juga terhadap ester dengan pelarut
DMSO, waktu reaksi 24 jam, menggunakan katalis 3 % gram/mmol Al2O3/HClO4
(dinyatakan dengan produk B).
Dari LC-MS sampel A muncul peak yang memiliki intensitas tinggi pada waktu
retensi 1,7 menit. Berat molekul pada waktu tersebut adalah 307,12 dan 537,58. Pada
berat molekul 307,12 terdapat satu asam yang berikatan dengan glukosa karena berat
molekul sesungguhnya adalah 300. Apabila ada tiga asam yang berikatan dengan
glukosa maka berat molekulnya menjadi 540, pada penelitian ini dihasilkan berat
molekul 537.
Dari LC-MS sampel B muncul peak yang memiliki intensitas tinggi pada waktu
retensi 1,7 menit dan 2,3 menit. Berat molekul pada waktu 1,7 menit adalah 307, 424,
568 yang berarti ada satu, dua, dan tiga asam yang berikatan dengan glukosa.
Esterifikasi asam..., Elfia Siska Yasa Putri, FMIPA UI, 2010.
Universitas Indonesia
66
Sedangkan pada waktu retensi 2,3 menit berat molekulnya adalah 306 dan 414 yang
diduga ada satu dan dua asam yang berikatan dengan glukosa. Adanya perbedaan waktu
retensi padahal asam yang berikatan dengan glukosa sama diduga posisi asam yang
berikatan dengan glukosa yang berbeda.
OH C OH
O O
CH2OH
HO
OH
OH
OH
OH C
O
OCH2
O
OH
OH
OH
OH
H2O
+
+
Gambar 4.20 Perkiraan produk untuk satu asam yang terikat dengan glukosa
Esterifikasi asam..., Elfia Siska Yasa Putri, FMIPA UI, 2010.
Universitas Indonesia
67
OH C OH
O O
CH2OH
HO
OH
OH
OH
OH C
O
OCH2
O
OH
OH
OH
OH
H2O
+
+
OH C
O
Gambar 4.21 Perkiraan produk untuk dua asam yang terikat dengan glukosa
Esterifikasi asam..., Elfia Siska Yasa Putri, FMIPA UI, 2010.
Universitas Indonesia
68
OH C OH
O O
CH2OH
HO
OH
OH
OH
OH C
O
OCH2
O
OH
O
OH
OH
H2O
+
+
OH C
O
HOC
O
Gambar 4.22 Perkiraan produk untuk tiga asam yang terikat dengan glukosa
Hasil LC-MS sampel B intensitas yang tinggi ditunjukkan oleh peak pada waktu
retensi 1,7 menit dan 2,3 menit. Pada waktu retensi 1,7 menit intensitas yang tinggi
ditunjukkan oleh berat molekul 307, 424, dan 568. Untuk satu senyawa asam yang
terikat pada glukosa memiliki berat molekul 300, apabila dua asam yang terikat glukosa
Esterifikasi asam..., Elfia Siska Yasa Putri, FMIPA UI, 2010.
Universitas Indonesia
69
berat molekulnya adalah 420, apabila tiga asam berikatan dengan glukosa maka berat
molekulnya 540. Kadang-kadang ada Na dan K yang ikut berikatan pada hasil LC-MS ini
sehingga berat molekul akhir ditambah dengan massa atom relatif unsur tersebut.
Untuk berat molekul 568, ada Na yang ikut berikatan dengan hasil LC-MS ini.
Dari hasil LC-MS ini dapat diketahui bahwa produk ester cenderung bersifat
polar karena lebih cepat keluar dari proses alat. Kolom yang digunakan adalah C18 yang
bersifat non polar maka senyawa yang bersifat polar akan keluar dahulu sehingga
memiliki waktu retensi kecil sedangkan senyawa yang bersifat non polar akan tertahan
lebih lama di dalam kolom sehingga waktu retensinya lama.
4.3.4 Uji Aktivitas Antioksidan
Senyawa fenolik merupakan salah satu sumber antioksidan yang menghambat
reaksi radikal dengan cara bereaksi dengan radikal bebas tersebut, memberikan
hidrogen, dan membentuk radikal fenolik yang tidak reaktif dan terstabilkan dengan
adanya resonansi. Asam p-hidroksi benzoat dan senyawa ester yang dihasuilakn dari
penelititan ini merupakan senyawa fenolik yang diuji aktivitas bioaktifmya sebagai
antioksidan.
Metode yang dipakai adalah metode radical scavenger dengan menggunakan
DPPH (1,1-difenil-2-pikril hidrazil). Metode DPPH dipilih karena sederhana, mudah,
cepat, peka, dan memerlukan sedikit sampel. Radikal DPPH secara luas digunakan untuk
mengukur kemampuan suatu senyawa yang dapat bertindak sebagai penangkap radikal
bebas atau donor hidrogen. Radikal yang ditangkap oleh senyawa antioksidan melalui
donor elektron membentuk DPPH yang tereduksi, sehingga terjadi perubahan warna
larutan ungu menjadi kuning yang dapat diukur absorbansinya pada panjang gelombang
515 nm. Struktur DPPH sebagai radikal bebas dapat dilihat pada gambar berikut ini
Esterifikasi asam..., Elfia Siska Yasa Putri, FMIPA UI, 2010.
Universitas Indonesia
70
NO2
NO2
N.
NNO2
Gambar 4.23 Struktur DPPH
Pada penelitian ini senyawa yang diuji aktivitas antioksidan yaitu asam p-
hidroksi benzoat, senyawa ester hasil reaksi, dan vitamin C sebagai pembanding positif.
Pengujian terhadap aktivitas antioksidan dilakukan variasi konsentrasi 1000 ppm, 2000
ppm, 3000 ppm, 5000 ppm utnuk asam p-hidroksi benzoat. Pada ester hasil reaksi
dilakukan pada variasi 50 ppm, 75 ppm, 200 ppm, 300 ppm. Untuk vitamin C dilakukan
variasi konsentrasi 1 ppm, 10 ppm, 20 ppm. Masing-masing senyawa direaksikan dengan
larutan DPPH dalam metanol. Penambahan DPPH yang telah dilarutkan dalam metanol
pada asam p-hidroksi benzoat, produk ester, vitamin C diamati setiap 5 menit selama 30
menit. Aktivitas antioksidan asam p-hidroksi benzoat, produk ester, dan vitamin C dapat
dilihat pada gambar berikut ini.
0.46
0.48
0.5
0.52
0.54
0.56
0.58
0 10 20 30 40
Ab
so
rba
ns
i
Waktu
kontrol
1000 ppm
2000 ppm
3000 ppm
5000 ppm
Gambar 4.24 Grafik aktivitas antioksidan asam p-hidroksi benzoat
Esterifikasi asam..., Elfia Siska Yasa Putri, FMIPA UI, 2010.
Universitas Indonesia
71
0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0 10 20 30 40
Waktu (menit)
Ab
so
rban
si Kontrol
50 ppm
75 ppm
200 ppm
300 ppm
Gambar 4.25 Grafik aktivitas antioksidan produk ester
0
0.05
0.1
0.15
0.2
0.25
0.3
0.35
0.4
0.45
0.5
0 10 20 30 40
Waktu (menit)
Ab
so
rban
si kontrol
1 ppm
10 ppm
20 ppm
Gambar 4.26 Grafik aktivitas antioksidan vitamin C
Semakin besar konsentrasi senyawa yang ditambahkan ke dalam larutan DPPH
maka semakin besar penurunan intensitas warna DPPH yang ditunjukkan semakin kecil
absorbansinya. Hal ini menandakan semakin tinggi kemampuan senyawa sebagai radical
scavenger.
Esterifikasi asam..., Elfia Siska Yasa Putri, FMIPA UI, 2010.
Universitas Indonesia
72
Dari data pengukuran pada menit ke-30, maka dapat dihitung % aktivasi
penghambatan (% inhibisi) untuk masing-masing konsentrasi sampel. Aktivitas radical
scavenger ditentukan berdasarkan persamaan :
% %100xA
AAScavenging
kontrol
sampelkontrol
Grafik aktivitas % scavenging asam p-hidroksi benzoat, produk ester, vitamin C dapat
dilihat pada gambar berikut ini.
y = 0.0033x - 3.5677
R2 = 0.9823
-2
0
2
4
6
8
10
12
14
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000
Konsentrasi (ppm)
% S
caven
gin
g
Gambar 4.27 Grafik % inhibisi asam p-hidroksi benzoat
Esterifikasi asam..., Elfia Siska Yasa Putri, FMIPA UI, 2010.
Universitas Indonesia
73
y = 0.1107x + 18.736
R2 = 0.9875
0
10
20
30
40
50
60
0 50 100 150 200 250 300 350
Konsentrasi (ppm)
% S
caven
gin
g
Gambar 4.28 % inhibisi produk ester
y = 4.6002x + 4.3638
R2 = 0.9585
0
20
40
60
80
100
120
0 5 10 15 20 25
Waktu (menit)
% S
caven
gin
g
Gambar 4.29 Grafik % inhibisi vitamin C
Nilai kemampuan menginhibisi atau inhibitor concentration 50 % (IC50)
merupakan konsentrasi senyawa yang mampu memberikan persen penangkapan radikal
sebanyak 50 % dibanding kontrol melalui persamaan garis linier. Semakin kecil nilai IC50
berarti semakin kuat daya antioksidannya.
Esterifikasi asam..., Elfia Siska Yasa Putri, FMIPA UI, 2010.
Universitas Indonesia
74
Pada pengujian anti radikal bebas DPPH terhadap asam p-hidroksi benzoat,
produk ester, dan vitamin C sebagai pembanding positif menunjukkan bahwa IC50
terhadap radikal bebas DPPH berturut-turut adalah 16232 ppm, 282 ppm, 9,92 ppm.
Vitamin C digunakan sebagai pembanding positif karena vitamin C berfungsi sebagai
antioksidan sekunder yaitu menangkap radikal bebas dan mencegah terjadinya reaksi
berantai
Esterifikasi asam..., Elfia Siska Yasa Putri, FMIPA UI, 2010.
71
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa
1. Reaksi esterifikasi asam p-hidroksi benzoat dan glukosa dapat dikatalisis
menggunakan katalis asam heterogen.
2. Aplikasi katalis Al2O3/SO4 dan Al2O3/ClO4 dalam reaksi esterifikasi melibatkan
dua reaksi, asam Lewis Al dan asam Bronsted H+.
3. Dari hasil LC-MS didapatkan ada satu, dua, tiga asam yang menempel pada
glukosa yang memiliki berat molekul 300, 420, 540.
4. Hasil reaksi esterifikasi dapat digunakan sebagai antioksidan karena memiliki
penurunan IC50 dari asam p-hidroksi benzoat yakni dari 16232 ppm menjadi 282
ppm.
5.2 Saran
1. Melakukan variasi perbandingan mol reaktan agar dapat diperoleh hasil yang
maksimum.
2. Sifat asam lebih baik diimpregnasi pada boehmite.
3. Untuk HPLC, glukosa sebaiknya diukur juga sebagai standar.
4. Dilakukan perlakuan terhadap sampel sebelum diuji LC-MS.
Esterifikasi asam..., Elfia Siska Yasa Putri, FMIPA UI, 2010.
70
68
DAFTAR PUSTAKA
1. Alvarez,M., Ortiz,M.J., Ropero,J.L., Nioo,M.E., Rayon,R., Tzompantzi,F., Gomez,R.
(2009). Evaluation of Sulfated Aluminas Synthesized via the Sol-Gel Method in the
Esterification of Oleic Acid withEtahol. Chem.Eng.Comm. 196, 1152-1162.
2. Augustine, R.L.(1996). Heterogeneous Catalysis for the Synthetic Chemistry. New
York :Marcel Dokker Inc.
3. Atkins, P.(1997). Kimia Fisik Jilid 2. Jakarta : Erlangga.
4. Barbas, C., Rupėrez,J., Dams, A., Majors, R.E. (2005). Separation of Parabean
Preservatives by Reversed-Phase HPLC. In Foofs, Beverages, and Cosmetics. USA :
Agilent Technologies, Inc.
5. Chakraborti,A.K., Singh,B., Chankeshw, Patel,A.R. (2009). Protic Acid Immobilized on
Solid Supports as an Extremely Efficient Recyclable Catalyst System for a Direct and
Atom Economical Esterification of Carboxylic Acids with Alcohols. J.Org.Chem. 30. A-
H.
6. Constantin,E., Schnell,A. (1990). Mass Spectrometry. Inggris : Ellis Horwood Limited.
7. Creswell,C.J., Runquist,O.A., Campbell,M.M. (1982). Analisis Spektrum Senyawa
Organik. Bandung : ITB.
8. Dufour,C., Silva, E.D., Potier, P., Queneau, Y., Dangles, O.(2002). Gallic Esters of
Sucrose as Efficient Radical Scavenger in Lipid Peroxidation. J.Agric.Food Chem. 50,
3425-3430.
9. Fraenkel, D. (1997). Structure of Sulfated Metal Oxides and Its Correlation with
Catalytic Activity. Ind.Eng.Chem.Res.36,52-59.
10. Fessenden, R.J., Fessenden, J.S. (1989). Kimia Organik Jilid 2. Jakarta : Erlangga.
11. Fessenden, R.J., Fessenden, J.S. (1997). Kimia Organik Jilid 1. Jakarta : Erlangga.
12. Giraldo,L.J.L., Laguerre, M., Lecomte,J., Espinoza, M.C.F., Barėa, B., Weiss,J.,
Decker,A, Villeneuve,P. (2009). Kinetic and Stoichiometry of the Reaction of
Chlorogenic Acid and It’s Alkyl Esters againts the DPPH Radical. J.Agric.Food.Chem.
57, 863-870.
13. Gunlazuardi,J. (2008). Diktat Kuliah Kromatografi. Depok : departemen Kimia UI.
Esterifikasi asam..., Elfia Siska Yasa Putri, FMIPA UI, 2010.
71
68
14. Gunzler,H., Gremlich, H.U. (2002). Spectroscopy, an Introduction. Jerman : Wiley
VCH Verlag Gmbh.
15. Handoko, D., Setyawan, P.(2003). Aktivitas Katalis Cr/Zeolit dalam Reaksi Konversi
Katalitik Fenol dan Metil Isobutil Keton. Jurnal Ilmu Dasar. 4, 70-76.
16. Hikam, M.(2007) Hand Out Kuliah Spektroskopi Sinar-X. Depok :Departemen Kimia
UI.
17. Jurusan Kimia fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Gadjah
mada. (2003). GC-MS, NMR, FT-IR, dan HPLC. Yogyakarta : UGM Press.
18. Jurusan Kimia fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Gadjah
mada. (1998). Buku Ajar Kinetika Kimia. Yogyakarta :UGM Press.
19. Kiss,A.A., Rothenberg,G., Dimian,A.C.,(2007). Green Catalysis for Enhanced Biodiesel
Technology. In Catalysis of Organic Reaction. (pp 405-414). New York :CRC Press
Taylor &Francis Group.
20. Kiss,A.A., Rothenberg,G., Dimian,A.C.,(2008). Biodiesel by Catalytic Reactive
Distillation Powered by Metal Oxides. Energy&Fuels. 22, 598-604.
21. Kolah, A.K., Asthana, N.S., Vu, D.T., Lira, C.T., Miller, D.J. (2008). Reaction Kinetic for
the Heterogeneously Catalyzed Esterification of Succinic Acid with Ethanol.
Ind.Eng.Chem.Res. 47, 5313-5317.cid Glycoside Esters. J.Agric.Food Chem. 56, 4797-
4805.
22. Kylli, P., Nousiainen, P., Biely, P., Sipila, J., Tenkanen,M., Heinonen,M. (2008).
Antioxidant Potential of Hydroxycinnamic A
23. Le Page, J.F., Cosyns, J., Courty, P., Freund, E., Franck, J.P., Jacquin, Y., Juguin, B.,
Marcilly, C., Martino, G., Miguel, J., Montarnal, R., Sugier, A., Van Landeghem.
(1987). Applied Heterogeneus Catalysis Design, Manufacture, Use of Solid Catalysts.
Paris : Editions Technio
24. Löpez,D.E., Suwannakrn,K., Goodwin,J.G. Bruce,D.A. (2008). Reaction Kinetic and
Mechanism for the Gas-and Liquid-Phase Esterification of Acetic Acid with Methanol
on Tunstated Zirconia. Ind.Eng.Chem.Res. 47, 2221-2230.
25. Marxen,K., Vanselow, K.H., Lippemeir, S., Hintze, R., Ruser,A., Hansen, U.P. (2007).
Determination of DPPH Radical Oxidation Caused by Methanolic Extracts of Some
Microalgal Species by Linear Regression Analysis of Spectrophotometric
Measurements. Sensors. 7, 2080-2095.
Esterifikasi asam..., Elfia Siska Yasa Putri, FMIPA UI, 2010.
72
68
26. Mekhemer, G.A.H., Khalaf, H.A., Mansour, S.A.A., Nohman, A.K.H. (2005) Sulfated
Alumina Catalysts : Consequences of Sulfated Content and Source, Chemical
Monthly. 136, 2007-2016.
27. Merly, S. (2005). Dimerisasi Senyawa Eugenol oleh Enzim Peroksidase dan Uji
Aktivitasnya sebagai Antioksidan. Karya Utama Sarjana Kimia. Depok : Departemen
Kimia FMIPA UI.
28. Mohamad,H., Abas,F., Permana,D., Lajis,N.H., Ali,A.M., Sukari,M.A., Hin,T.Y.Y.,
Kikuzaki,H., Nakatani,N. (13 April 2004). DPPH Free Radical Scavenger Components
from the Fruits of Alpinia rafflesiana Wall.ex.Bak. (Zingiberaceae). Z. Naturforsch.
59c. 811-815.15 Juli 2004.http ://www.znaturforsch.com.
29. Molyneux, P.(2004). The use of the stable free radical diphenylpicrylhydrazyl (DPPH)
for estimating antioxidant activity. J.Sci.Technol. 26, 211-219.
30. Potier,P., Maccario,V., Gludicelli, M.B., Queneau, Y., Dangles,O. (1999). Gallic Esters
of Sucrose as a New Class of Antioxidants. Tetrahedron Letters. 40, 3387-3390.
31. Prakash, A. (2001). Antioxidant Activity Analytical Progress. 19,2.
32. Praptiwi, Dewi,P., Harapini,M. (2006). Nilai peroksida dan aktivitas anti radikal bebas
diphenyl picril hydrazil hidrate (DPPH) ekstrak metanol Knema laurina. Majalah
Farmasi Indonesia. 17, 32-36.
33. Sastrohamidjojo, H. (1985). Kromatografi. Yogyakarta : Liberty.
34. Sastrohamidjojo, H. (2001). Spektroskopi. Yogyakarta : Liberty.
35. Sastrohamidjojo,H. (1992). Spektroskopi Inframerah. Yogyakarta : Liberty.
36. Schmid B., Döker M., Gmehling, J., (2008). Esterification of Ethylene Glycol with
Acetic Acid Catalyzed by Amberlyst 36. Ind.Eng Chem.Res. 47, 698-703.
37. Serio,M.D., Cozzolino, M., Giordano, M., Tesser, R., Patrono,P., Santacesaria,E.
(2007). From Homogenous to Heterogenous Catalysis in Biodiesel Production.
Ind.Eng.Chem.Res. 46, 6379-6384.
38. Skoog,D.A., West, D.M., Holler,F.J., Crouch, S.R. (2004). Fundamentals of Analytical
Chemistry. USA: Thomson Brooks/Cole.
39. Sohlberg, K., Sokrates, T.P., Pennycook, K. (1999). Hydrogen and the Structure of the
Transition Aluminas. J.Am.Chem.Soc. 121, 7493-7499.
40. Sohlberg, K., Sokrates, T.P., Pennycook, K. (2001). Surface Recinstruction and the
Difference in Surface Acidity Between γ- and η-Alumina. J.Am.Chem.Soc.123, 26-29.
Esterifikasi asam..., Elfia Siska Yasa Putri, FMIPA UI, 2010.
73
68
41. Soldi, R.A., Oliveira, A.R.S., Ramos, L.P., Oliveira, M.A.F.C.(2009) Soybean Oil and
Beef Tallow Alcoholysis by Acid Heterogeneous Catalysis, Applied Catalysis
A:General. 361, 42-48.
42. Stephen, C.C.(1992), Handbook of Industrial refractories Technology Principles,
Types, Properties, and Applications.
43. Su, X., Li,J., Xiao, F., Wei, W., Sun, Y. (2009). Esterification of Salycylic Acid with
Dimethyl Carbonate over Mesoporous Aluminosilicate. Ind.Eng.Chem.Res. 48, 3685-
3691.
44. Sudjadi. (1986). Metode Pemisahan. Yogyakarta : Kanisius.
45. Sunardi, (2004). Hand Out Cara-Cara Pemisahan. Depok : Departemen Kimia UI.
46. Suwannakarn, K., Lotero, E., Goodwin, J.G., (2007). Solid Bronsted Acid Catalysis in
The Gas-Phase Esterification of Acetic Acid. Ind.Eng.Chem.Res. 46, 7050-7056.
47. Tanabe, K., et.al.( 1981) Solid Acid and Base Catalyst, Catalyst Science and
Technology, Vol. 2, New York.
48. Thomas, J.M., Thomas, W.J.(1997) Principles and Practice of Heterogeneus Catalysis.
Jerman :VCH Verlagsgesellschaft mbH.
49. Triyono. (2002). Kimia Katalis. Yogyakarta :UGM Press.
50. Utari, T., (2007) Hand Out Kuliah Sistem Fasa. Depok : Departemen Kimia UI.
51. Vahteristo,K., Maury,S., Laari, A., Solonen, A., Haario,H., Koskimies,S.(2009).Kinetics
of Neopentyl Glycol Esterification with Differention Carboxylic Acids.
Ind.eng.Chem.Res. 48, 6237-6247.
52. Wibowo, Widajanti (2004). Hand Out Katalis Heterogen dan Reaksi Katalisis. Depok :
Departemen Kimia UI.
53. Winarno, F.G. (1997) Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
54. Willard,H.H., Merrit,L.L., Dean, J.A., Settle,F.A. (1988). Instrumental Methods of
Analysis. USA : Wadsworth Inc.
55. Xu, B., Sievers, C., Lercher, J.A., Rob van Veen, J.A., Giltay, P., Prins, van Bokhoven,
J.A. (2007). Strong Bronsted Acidity in Amorphous Silica-Aluminas. J.Phys.Chem.C.
111,12075-12079.
Esterifikasi asam..., Elfia Siska Yasa Putri, FMIPA UI, 2010.