tgs makalah mikrobiologi
DESCRIPTION
Tgs Makalah MikrobiologiTRANSCRIPT
I.PENDAHULUAN
Selama dua dekade terakhir, peningkatan kepedulian dan perhatian telah diarahkan
pada potensi timbulnya masalah dan ancaman yang terkait dengan munculnya penyakit
baru. Hal ini didorong oleh ketakutan yang timbul dari penyebaran, kemunculan yang cepat
dan kesehatan masyarakat sebagai dampak dari beberapa wabah penyakit dewasa ini, seperti
penyebaran internasional sindrom pernapasan akut parah coronavirus (SARS-CoV) pada
tahun 2003, potensi flu burung H5N1 yang muncul sebagai pandemi dengan semakin
meningkatnya jumlah kasus pada manusia yang dilaporkan dan banyak korban yang
mengalami kematian (2003 dan berlanjut), dan penyebaran global yang sangat cepat dari
penyakit influenza pandemi H1N1 pada tahun 2009 - 2010. Munculnya SARS-CoV,
khususnya,menunjukkan adanya efek ekonomi, politik dan psikologis yang cukup besar-
selain dampak pada masyarakat berupa epidemi kesehatan tak terduga yang sangat
menular,yang sebelumnya tidak diketahui agen yang menjadi penghubungnya. Contoh ini
jelas menyorot pentingnya surveilans wabah global untuk deteksi dini dan respon terhadap
potensi ancaman. Mereka juga menunjukkan dengan jelas bahwa penyakit-penyakit ini bisa
segera muncul dan bergerak cepat antarnegara dan benua melalui pelancong yang terinfeksi
sehingga transparansi dan otoritas surveilans perlu dibuat agar menyadari tentang kejadian
penyakit internasional lain di seluruh dunia.
Jadi apa yang dimaksud dengan istilah "muncul penyakit, "dan bagaimana mereka
muncul? Konsep, definisi dan faktor berkontribusi terhadap munculnya ancaman penyakit
yang dikemas dalam dua laporan dari Institute of Medicine Amerika Serikat yang
mendefinisikan isu-isu utama dan menggambarkan penyebab utama dan mekanisme
terkemuka untuk munculnya penyakit menular, serta membahas strategi yang memungkinkan
untuk mengenali dan menangkal ancaman tersebut.
Definisi yang paling banyak diterima menggambarkan kemunculan penyakit baik
sebagai penyakit baru, yang sebelumnya tidak dikenal dan muncul untuk pertama kalinya,
atau penyakit yang dikenal, tetapi meningkat dalam insiden dan / atau jangkauan geografis.
Contoh penyakit yang baru meliputi Sin Nombre virus, yang pertama kali menginfeksi di
tahun 1993 sebagai penyebab sindrom paru hantavirus di Empat Sudut wilayah Amerika
Serikat dan Nipah virus, yang pertama kali diisolasi pada tahun 1999 sebagai penyebab
penyakit neurologis akut di Semenanjung Malaysia. Sedangkan contoh penyakit yang
meningkat kembali insidensinya termasuk virus West Nile, yang tak terduga melompat dari
1 | P a g e
Dunia Lama muncul di Dunia Baru pada tahun 1999, dan Chikungunya virus, yang dengan
bantuan mutasi lebih dapat ditransmisikan oleh nyamuk Aedes albopictus yang menyebarkan
dari pulau negara-negara di Samudera Hindia selatan-barat ke India di tahun 2005-2006, dan
kemudian melompat dari selatan-barat India muncul di Italia pada tahun 2007. Contoh-contoh
ini menegakkan kembali adanya perpindahan patogen baik melalui perjalanan (travel)
maupun perdagangan.
Selain itu terdapat pula momok yang menakutkan dari kemajuan bidang sains. Sama
dengan pisau, sains bisa digunakan untuk kebaikan atau kejahatan. Bahkan ilmuwan bisa
menciptakan virus berbahaya bagi manusia demi tujuan negatif. Fenomena ini dikenal dengan
istilah bioterorisme. Bioterorisme memanfaatkan mutasi mikroorganisme untuk menciptakan
suatu penyakit. Contohnya, bioterorisme dengan penyakit antraks di Amerika Serikat pada
musim gugur tahun 2001, wabah cacar air dan botulisme. Flu burung pun sempat diisukan
sebagai penyakit hasil buatan manusia dengan maksud tertentu.
2 | P a g e
II. ISI DAN PEMBAHASAN
2.1. Emerging and Re-emerging disease
Emerging disease merupakan wabah penyakit menular yang tidak diketahui sebelumnya
atau penyakit menular baru yang insidennya meningkat signifikan dalam dua dekade terakhir.
Sedangkan, re-emerging disease atau yang biasa disebut resurging disease adalah wabah
penyakit menular yang muncul kembali setelah penurunan yang signifikan dalam insiden
dimasa lampau.
Kedua hal diatas merupakan alasan bahwa penyakit infeksi menular masih menjadi
masalah kesehatan utama di seluruh dunia,termasuk di Indonesia meski teknologi pengobatan
dan perawatan telah mengalami kemajuan pesat. Ada beberapa faktor yang menyebabkan dua
permasalahan ini selalu muncul hampir disetiap tahunnya,antara lain :
Evolusi dari microbial agent seperti variasi genetik, rekombinasi, mutasi dan adaptasi.
Mutasi dan seleksi mikroba serta re-assortment genetik yang dapat mengarah pada
pengembangan genotipe baru dari penyakit yang telah dikenal, seperti yang paling
sering terjadi pada influenza A dan juga dalam pola-pola baru dari resistensi
antibiotik.
Hubungan microbial agent dengan hewan perantara (zoonotic encounter)
Perubahan iklim dan lingkungan
Perubahan iklim, banjir, kekeringan, kelaparan dan bencana alam lainnya merupakan
penyebab alami yang dapat juga menjadi penting dalam munculnya penyakit.
Perubahan perilaku manusia
Penyakit yang dahulu dikenal dapat kembali muncul jika tindakan kesehatan
masyarakat berkurang atau menurun karena kepuasan atau sikap apatis individu,
komunitas atau pembuat kebijakan, sebagaimana dicontohkan oleh cakupan vaksin
atau program imunisasi anak yang dikurangi , kontrol vektor dikurangi (penggunaan
pestisida), penggunaan obat antimikrobial yang bisa menyebabkan resistensi atau
karena konflik sipil.
Perkembangan industri dan ekonomi
3 | P a g e
Perpindahan secara massal yang membawa serta wabah penyakit tertentu (travel
diseases)
Perpindahan populasi dan efek dari urbanisasi, perubahan penggunaan lahan seperti
sebagai deforestasi dan pertanian irigasi; meningkatkan globalisasi makanan,
perdagangan dan perdagangan; meningkatkan perjalanan internasional, dan perubahan
dalam perilaku manusia seperti penggunaan obat intravena.
Peningkatan perjalanan internasional dan globalisasi perdagangan termasuk gerakan
penularan agen antara negara dan benua dan memungkinkan
transportasi spesies vektor untuk mendirikan habitat dan relung ekologi baru yang jauh
dari asal mereka, sehingga negara-negara dan daerah-daerah menjadi reseptif
penyakit eksotis. Contoh migrasi yang sukses adalah nyamuk macan
Asia, Ae. albopictus, yang telah berkembang di satu atau lebih lokasi pada semua benua
dan penyebaran virus West Nile dan Chikungunya virus antar benua. Ini adalah
kemungkinan bahwa West Nile mencapai Dunia Baru melalui transportasi dari orang
yang terinfeksi nyamuk di pesawat untuk memulai wabah. Chikungunya mungkin
telah diangkut oleh yang sama rute atau melalui viraemic wisatawan ke India dan Italia,
namun kemampuannya untuk menyebabkan wabah di Italia adalah karena
kedatangan sebelumnya dan pembentukan Ae. Albopictus nyamuk, mungkin diangkut ke
habitat baru mereka melalui media ban mobil digunakan pada kapal kargo kapal.
Perang seperti ancaman penggunaan bioterorisme atau senjata biologis.
Bioterorisme adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan penggunaan sabotase atau
penyerangan dengan bahan-bahan biologis atau racun biologis dengan tujuan untuk
menimbulkan kerusakan pada perorangan atau kelompok perorangan. Aktifitas-aktifitas
ini, secara umum, menyebabkan kerusakan, intimidasi, atau kohersi, dan biasanya
berhubungan dengan ancaman yang menyebabkan kepanikan publik. Agen biologis yang
paling umum digunakan sebagai senjata teror adalah mikroorganisme dan racun-racunya,
yang dapat digunakan untuk menimbulkan penyakit atau kematian pada populasi
penduduk, binatang, bahkan tanaman. Agen pencemaran dapat dilepaskan di udara, air,
atau makanan. Ada banyak definisi mengenai bioterorisme, namun secara substansial
akan sama dengan definisi diatas.
Setidaknya terdapat empat pola berbeda munculnya penyakit:
4 | P a g e
(1) menular agen baru sebagai agen etiologi penyakit yang dikenal, sering
terdeteksi karena pengembangan teknik yang lebih sensitif untuk deteksi, dicontohkan
oleh human herpes virus 8 yang terkait dengan sarkoma Kaposi, coronavirus manusia
NL63 yang merupakan patogen pernapasan baru dan Klassevirus 1 ,yaitu agen baru yang
menyebabkan diare di masa anak-anak;
(2) peningkatan agen yang telah dikenal dalam kejadian dan / atau distribusi geografis,
seperti yang terlihat dengan penyebaran demam berdarah, Jepang ensefalitis dan West
Nile virus;
(3) pola epidemiologi penyakit baru atau karena mutasi atau patogenesis reassortment
genetik , sebagaimana dicontohkan oleh generasi strain baru flu burung, dan
keparahan genotipe baru Enterovirus 71 dikawasan Asia-Pasifik; dan
(4) agen infeksi baru sebagai penyebab wabah / epidemi sindrom penyakit baru,
sebagaimana dicontohkan oleh SARS-CoV dan Nipah virus, baik yang telah diamati
sebelumnya.
Sudah banyak microbial agent( virus, bakteri, jamur) yang telah terindikasi
menyebabkan wabah penyakit bagi manunsia dan juga memiliki karakteristik untuk
mengubah pola penyakit tersebut sehingga menyebabkan wabah penyakit yang baru. Seperti
yang dirilis dalam National Institute of Allergy and Infectious Disease (NIAID) yang
membagi menjadi 3 kelompok besar, yaitu :
1. Grup I : Patogen baru yang diakui dalam 2 dekade terakhir
2. Grup II : Re-emerging patogen
3. Grup III : Patogen yang berpontesial sebagai bioterorisme
Peningkatan dan penguatan di bidang pemantauan kesehatan masyarakat (public health
surveillance) sangat penting dalam deteksi dini dan penatalaksaan emerging dan re-
emerging disease ini. Pemantauan secara berkelanjutan dengan memanfaatkan fungsi
laboratorium klinis dan pathologis, pendekatan secara epidemiologi dan kesehatan
masyarakat juga diperlukan dalam deteksi cepat terhadapat emerging dan re-emerging
disease ini.
WHO telah merekomendasikan kepada setiap negara dengan sebuah sistem peringatan
dini (early warning system) untuk wabah penyakit menular dan
sistemsurveillance untuk emerging dan re-emerging disease khususnya untuk wabah
penyakit pandemik. Sistem surveillance merujuk kepada pengumpulan, analisis dan
5 | P a g e
intrepretasi dari hasil data secara sistemik yang akan digunakan sebagai rencana
penatalaksaan (pandemic preparedness) dan evaluasi dalam praktek kesehatan masyakarat
dalam rangka menurunkan angka morbiditas dan meningkatkan kualitas kesehatan(Center for
Disease Control and Prevention/CDC). Contoh sistem surveillance ini seperti dalam
kasus severe acute respiratory syndrome (SARS), di mana salah satu aktivitas di bawah ini
direkomendasikan untuk harus dilaksanakan yaitu:
1. Komprehensif atau surveillance berbasis hospital (sentinel) untuk setiap individual
dengan gejala acute respiratory ilness ketika masuk dalam rumah sakit.
2. Surveillance terhadap kematian yang tidak dapat dijelaskan karena acute respiratory
ilness di dalam komunitas.
3. Surveillance terhadap kematian yang tidak dapat dijelaskan karena acute respiratory
ilness di lingkup rumah sakit.
4. Memonitor distribusi penggunaan obat antiviral untuk influenza A , obat antrimicrobial
dan obat lain yang biasa digunakan untuk menangani kasus acute respiratory ilness
Fungsi utama dari sistem surveillance ini adalah :
Menyediakan informasi seperti pemantauan secara efektif terhadap distribusi dan angka
prevalensi, deteksi kejadian luar biasa, pemantauan terhadap intervensi, dan memprediksi
bahaya baru.
Melakukan tindakan dan intervensi.
Sehingga munculnya kejadian luar biasa yang bersifat endemik ,
epidemik dan pandemik dapat dihindari dan mengurangi dampak merugikan akibat
wabah penyakit tersebut.
Selama dua dekade terakhir, sekitar 75% virus baru telah zoonosis, dengan virus baru
yang timbul dari relung ekologi satwa liar dan populasi domestik. Memang sebagian
besar penyakit dengan potensi pandemi masuk ke dalam kategori ini. Beberapa contoh
ini ditunjukkan dalam Tabel 1, yang juga menunjukkan bahwa penyakit muncul mungkin
timbul di mana saja di dunia.
Year of isolation Place of isolation Virus Reservoir/spillover host
6 | P a g e
1997 Hong Kong (China) Influenza H5N1 Wild birds/domestic poultry
Menangle, Australia Menangle virus Fruit batsSaudi Arabia Alkhurma virus Camels and sheep
1999 Peninsular Malaysia Nipah virus Fruit bats/pigs2000 Peninsular Malaysia Tioman virus Fruit bats2002–2003 China, Hong Kong
(China)SARS coronovirus Bats/civets?*
2003–2004 Viet Nam, China Infl uenza H5N1 Wild birds/domestic poultry
Hal ini penting untuk memahami bahwa meskipun penyakit mungkin baru bagi kita,
mungkin telah beredar di suatu tempat tersendiri untuk waktu yang lama, hanya belum
ditemui sebelumnya. Ada banyak laporan dari virus zoonosis dijelaskan dalam satwa liar,
terutama bats dan rodents. Selain itu, banyak virus lain dan agen mikroba lainnya yang telah
dijelaskan berasal dari satwa liar di berbagai belahan dunia yang belum berhubungan dengan
penyakit manusia. Jadi secara global, surveilans untuk wabah penyakit manusia saja tidak
cukup untuk mempersiapkan segala kemungkinan, dan perlu mencermati penyakit hewan,
baik hewan domestik maupun satwa liar. Kebutuhan ini telah melahirkan, sebagian,ke
pendekatan yang lebih holistik untuk pengawasan, Konsep One Health, di mana kerjasama
erat antara manusia dan obat-obatan hewan melalui surveilans yang terintegrasi harus
menjadi tujuan utama.
Tidak semua negara memiliki epidemiologi atau laboratorium sumber daya, atau
infrastruktur kesehatan masyarakat untuk merespon secara efektif terhadap wabah penyakit
menular. Bagi negara-negara dan daerah yang mencari verifikasi dan / atau dalam respon dan
kontrol, WHO dapat bertindak, bekerja sama dengan luas berbagai lembaga mitra di seluruh
dunia, bersama-sama membentuk Global Outbreak Alert and Response Network (GOARN),
melalui penyediaan keahlian dan sumber daya tertentu. Dengan munculnya Peraturan
Kesehatan Internasional baru (IHR 2005) yang bertujuan untuk mencegah,
melindungi,mengontrol, dan memberikan respon kesehatan masyarakat ke penyebaran
penyakit internasional dengan cara yang sepadan dan terbatas pada risiko kesehatan
masyarakat, dan menghindari campur tangan yang tidak penting dengan lalu lintas
internasional dan perdagangan (Pasal 2) .
2.2. Bioterorisme
7 | P a g e
Bioterorisme merupakan masalah besar sepanjang sejarah manusia. Salah satu laporan
awal mengenai bioterorisme di abad ke 6 sebelum masehi, ketika tentara Asiria meracuni
sumur air dari musuhnya dengan ergot, suatu fungi yang memproduksi racun yang sering
ditemukan pada rogge (sebangsa gandum). Laporan yang lebih moderen menunjukkan, pada
sekitar tahun 1520, Francisco Pizarro, seorang Jendral Spanyol yang memimpin penaklukan
kerajaan Inca di Peru, memberikan pakaian yang mengandung kuman cacar kepada orang
Inca. Laporan yang serupa menuduh Inggris kemungkinan juga menggunakan patogen untuk
menghancurkan musuh mereka sewaktu proses penjajahan Amerika Utara. Negara itu
kemungkinan mendistribusikan selimut yang mengandung kuman cacar kepada orang Indian.
Berikut ini dibawah akan dijabarkan penggunaan senjata biologis di jaman modern ini.
Bioterorisme di Perang Dunia II
Apa yang kurang diketahui adalah senjata biologis yang digunakan di front eropa timur
pada perang dunia II. Dalam bukunya, Biohazard, Ken Alibek, yang pernah menjabat
sebagai wakil ketua pengembangan senjata biologis Uni Soviet tahun 1988-1991,
menjabarkan pengalamannya dan riset yang tertera dalam arsip-arsip Soviet. Menurut
hasil penemuannya, Uni Soviet telah menggunakan kuman yang mengakibatkan penyakit
tularemia pada unit Wehrmacht (Angkatan Bersenjata Jerman) sewaktu pertempuran
Stalingrad tahun 1942. Gejala dari penyakit ini adalah sakit kepala, mual, dan demam
tinggi, yang dapat menyebabkan kematian bila tidak dirawat. Walaupun senjata biologis
ini menyebabkan Jerman mengalami kerugian sangat banyak, namun penyakit ini juga
menular kepada penduduk sipil dan pada tentara soviet sendiri. Kasus ini menjelaskan
ternyata senjata biologis menjadi bumerang untuk pihak Soviet.
Di lain pihak, Jerman juga mengembangkan senjata biologis. Namun fungsinya hanya
terbatas untuk sabotase ekonomi dan pertanian. Jerman tidak pernah serius
mengembangkan patogen yang menyerang manusia, namun mengembangkan patogen
untuk menghancurkan pertanian dan peternakan musuh-musuhnya. Berdasarkan
informasi dari Gestapo (polisi rahasia jerman), ternyata justru Uni Soviet
mengembangkan senjata biologis secara lebih serius. Soviet memiliki 8 fasilitas instalasi
senjata biologis di negara mereka untuk menguji kuman antrax dan penyakit kaki-mulut.
Gestapo juga melaporkan bahwa Inggris menguji kuman Antrax, disentri, dan glander.
Akhirnya Gestapo justru mendapat informasi bahwa Amerika Serikat mengembangkan
senjata biologis di Arsenal Edgewood (Maryland) dan Pine Bluff (Arkansas).
8 | P a g e
Walaupun Nazi Jerman memiliki berbagai laporan intelejen yang komprehensif, Adolf
Hitler justru menolak setiap usul dari bawahannya untuk mengembangkan senjata
biologis secara serius dan terencana. Justru Hitler mengarahkan riset Jerman kepada
usaha defensif untuk menahan serangan senajata biologis dari pihak sekutu. Namun,
dalam skala yang terbatas, Nazi melakukan percobaan senjata biologis pada tahanan di
kamp konsentrasi mereka di Aushwich, Polandia. Tahanan dipaparkan dengan kuman
Rickettsia prowazekii, Rickettsia mooseri, virus hepatitis A, dan Plasmodia spp. Namun
berbeda dengan percobaan yang dilakukan Jepang, yang akan dijelaskan dibawah,
percobaan pihak Nazi lebih terbatas untuk mengembangkan vaksin saja. Mayoritas
tahanan di Aushwich tewas karena senjata kimia (Mereka dipaparkan DDT dan gas CO),
bukan karena senjata biologis.
Percobaan Unit 731, Aushwich di Asia
Kasus lain mengenai bioterorisme skala besar, yang jarang sekali diungkap oleh para
ilmuwan, adalah kasus bioterorisme oleh unit 731 di Manchuria, China bagian utara.
Unit 731 adalah salah satu organ dari tentara kekaisaran Jepang yang dibentuk untuk
melapangkan jalan bagi Jepang untuk menjajah China. Unit ini dibentuk sewaktu Jepang
menyerbu China pada tahun 1937. Alasan invasi Jepang ke China, menurut versi
sejarawan Jepang adalah “Untuk membebaskan rakyat China dari tipu daya Amerika dan
Inggris”. Unit 731 dibentuk dengan disamarkan sebagai fasilitas pemurnian air. Ia
dibangun di kota Pingfan, dekat Harbin, di China timur laut. Diperkirakan ada sekitar
3000 warga China, Korea, dan sekutu yang meninggal dalam eksperimen unit 731.
Direktur unit 731 adalah Shiro Ishi, seorang dokter yang ahli bakteriologi. Ishi dan
timnya, tanpa mempertimbangkan masalah etika dan moral, mengembangkan senjata
demi kepentingan Jepang. Ishi memberikan para tawanan perang China, Korea, Inggris
dan Amerika Serikat dengan kuman patogen seperti antrax, tanpa rasa kasihan
sedikitpun.
Secara sistematis, Ishi dan timnya menjadikan para tawanan perang sebagai kelinci
percobaan mereka. Para tawanan itu dipasung di atas tiang, lalu dipaparkan dengan
kuman patogen. Kemudian Ishi dan teamnya dari tempat yang aman, mencatat seberapa
lama lagi mereka akan meninggal. Eksperimen ini menyebakan tingkat kematian
tawanan sekitar 70 persen. Bahkan dalam beberapa kasus bisa mencapai 100 persen.
Korban pihak China akibat aksi bioterorisme unit 731 sangat sukar untuk diperkirakan.
9 | P a g e
Unit 731 memaparkan sungai, sumur, dan cadangan air pihak China dengan kuman
kolera, disentri, tiphus, dan antrax. Menyerahnya Jepang kepada pihak sekutu pada tahun
1945 mengakhiri aksi bioterorisme unit 731 dan program pengembangan senjata biologis
Jepang untuk selama-lamanya. Akibat dari aksi bioterorisme ini sangat mengerikan
karena bahkan jauh setelah perang selesai, pihak China masih menderita banyak kerugian
akibat serangan senjata biologis ini. Shiro Ishi ingin menggunakan senjata biologis ini
pada perang pasifik di tahun 1944.
Namun perencanaan yang buruk dan sabotase sekutu menggagalkan rencana ini.
Beberapa waktu sebelum Jepang menyerah kalah, laboratorium Unit 731 dihancurkan
oleh Tentara Jepang. Pihak Amerika Serikat memberikan amnesti kepada para ilmuwan
yang terlibat di Unit 731, namun mereka harus memberikan semua data eksperimen
mereka kepada pihak Amerika. Menurut sumber resmi pemerintah Amerika Serikat,
data-data eksperimen ini sangat berharga dan sukar ditakar nilainya, sebab Amerika
sendiri saat itu belum pernah melakukan eksperimen serupa pada manusia hidup.
Hingga kini ancaman tersebut masih dianggap ada,contohnya penyakit SARS dan flu
burung yang banyak memakan korban jiwa dan terjadi di banyak negara di dunia.
Ancaman bioterorisme yang meningkat ini mendorong lebih banyak industri dan
organisasi untuk cukup membekali diri dengan kemampuan deteksi bioagent
2.3. Penyakit-Penyakit Emerging dan Re-emerging
2.3.1. Avian Influenza
A. Pengertian
Avian Influenza adalah penyakit infeksi pada unggas yang disebabkan oleh virus
influenza strain tipe A. Penyakit yang pertama diidentifikasi di Itali lebih dari 100 tahun yang
lalu, kini muncul di seluruh dunia. Seluruh unggas diketahui rentan terhadap infeksi avian
influenza, walaupun beberapa spesies lebih tahan terhadap virus ini dibandingkan yang lain.
Infeksi ini menyebabkan spektrum gejala yang sangat luas pada unggas-unggas, mulai dari
gejala yang ringan hingga ke penularan yang sangat tinggi dan cepat menjadi penyakit yang
fatal sehingga menghasilkan epidemi yang berat. (Aditama TY., 2004)
B. Epidemiologi
10 | P a g e
Laporan dari WHO bertanggal 18 Februari 2004 menyebutkan bahwa Influenza A
(H5N1) telah menyebabkan wabah Avian influenza di Thailand, Vietnam, China, Jepang,
Korea, Kamboja, Laos dan Indonesia. Bahkan di Thailand flu burung sudah menulari
manusia dengan jumlah kasus 9 orang, 7 diantaranya meninggal dunia. Vietnam yang lebih
parah terserang wabah ini melaporkan adanya 22 kasus pada manusia, 15 diantaranya
meninggal dunia. Jelas bahwa wabah flu burung ini bukan hanya menyebabkan kematian
pada hewan tetapi juga pada manusia. (WHO., 2004)
Pada Januari 2004, di beberapa provinsi di Indonesia, terutama di Bali, Lombok,
Jabotabek, Jawa Timur, Jawa Tengah, Kalimantan Barat, dan Jawa Barat, dilaporkan adanya
kasus-kasus kematian ayam ternak yang luar biasa. Awalnya kematian tersebut diduga
disebabkan karena virus New Castle, namun konfirmasi terakhir oleh Departemen Pertanian
disebabkan oleh virus flu burung atau Avian Influenza (AI).
Walaupun sampai saat ini di Indonesia masih belum ada laporan terjadinya penularan
manusia ke manusia, tetapi kewaspadaan harus selalu ditingkatkan oleh karena sifat virus
influenza ini yang dapat berubah menjadi ganas dalam waktu yang relatif cepat. (Depkes,
2005)
C.Etiologi
Virus influenza merupakan virus RNA yang memiliki sifat mudah mengalami
perubahan, tergolong dalam Famili Orthomyxoviridae dengan genus Ortho-myxovirus. Virus
ini memiliki beberapa tipe, antara lain : A, B dan C. Tipe A menyerang unggas, manusia,
babi, kuda dan mamalia lain. Sedangkan tipe B dan C hanya menyerang manusia. Virus
memiliki amplop yang mengandung dua bagian penting pada permukaan antigen dan
menentukan sifat patogenitas virus. Bagian tersebut adalah hemaglutinin (HA) dan
neuraminidase (NA). Dikenal 15 macam hemaglutinin dan 9 macam neuraminidase, sehingga
dari kombinasi keduanya bisa terbentuk lebih dari 100 strain virus. Pada Tipe A sudah
dikenal antara lain : H1N1, H5N1, H3N2. Virus influenza yang terganas sepanjang sejarah
adalah H1N1 yang telah menyebabkan kematian jutaan manusia, terjadi pada tahun 1918 dan
dikenal sebagai wabah Spanish Flu. Pada umumnya virus influenza memiliki hospes (inang)
yang spesifik ( specific host). Hal ini berarti bahwa virus yang menginfeksi burung tidak akan
menginfeksi manusia, dan sebaliknya. Namun perlu diketaui bahwa virus influenza mudah
mengalami perubahan, sebagai akibat mutasi gen. Perubahan sifat pada virus influenza dapat
berupa “antigenic shift”, yaitu perubahan sebagai akibat akumulasi mutasi pada genomnya.
Bisa juga berupa “antigenic drift”, yaitu persilangan genom antara virus influenza tipe yang
11 | P a g e
berbeda. Virus H5N1 merupakan contoh virus hasil perubahan “antigenic drift”, yaitu
persilangan antara genom virus penginfeksi burung dengan virus penginfeksi manusia,
sehingga H5N1 b bisa menyerang burung maupun mamalia, termasuk manusia. Babi bisa
bertindak sebagai perantara (mixing vessel) antara virus dari jenis yang berbeda ini. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa passage virus Flu Burung (AI) pada babi menghasilkan virus
influenza yamg mirip dengan influenza pada manusia. Hal ini berarti bahwa babi memegang
peran penting sebagai media perubahan “antigenic drift”.
Virus Avian influenza yang saat yang saat ini bersirkulasi di Asia dan menyebabkan
banyak kematian pada unggas adalah H5N1. Sifat-sifat virus AI pada unggas, antara lain
menggumpalkan/memecah eritrosit unggas, peka terhadap faktor-faktor lingkungan, seperti :
panas, pH yang ekstrim, kondisi non isotonis, kering. Virus mati pada pemanasan 60o celcius
selama 30 menit dan 56o Celcius selama 3 jam. Peka terhadap pelarut lemak, seperti deterjen,
peka juga terhadap desinfektan, antara lain formalin, β- propiolakton, cairan yang
mengandung iodine, eter, larutan asam, ion ammonium, dan klorida. Tahan hidup di air
sampai 4 hari pada suhu 22o Celcius dan 30 hari pada 0o Celcius. Tahan hidup dalam kotoran
ayam (feses) dan bahan-bahan organik. Pada suhu 20o Celcius tahan 1 minggu dan pada suhu
4o Celcius tahan lebih lama lagi. Tahan beberapa lama (30 -35 hari) dalam tubuh unggas.
Virus banyak terkandung dalam sektreta dari hidung dan mata serta ekskreta
feses.Penelitian pada saat ini telah menemukan bahwa virus-virus influenza yang tadinya
tidak patogen, setelah bersirkulasi beberapa saat pada populasi peternakan, dapat bermutasi
menjadi virus-virus yang sangat menular.
D. Patogenesis
Terdapat dua faktor yang menentukan tingkat pathogen virus AI, yaitu (1) protein
hemaglutinin (HA), yang terdapat pada permukaan virus. Adanya “cleavage site” pada
protein HA akan meningkatkan sifat pathogen virus AI. Protein HA juga berperan dalam
proses infeksi virus ke dalam sel dengan cara berinteraksi secara langsung dengan reseptor di
permukaan sel hospes. Selain itu protein HA juga berfungsi dalam perpindahan virus dari
satu sel ke sel lain. Melalui cara akumulasi mutasi pada HA, maka virus AI bisa meningkat
daya penularannya. (2) Gen Nonstruktural Protein (gen NS). Keberadaan gen NS akan
menciptakan virus yang kebal terhadap dua faktor yang berkaitan dengan sistem imun tubuh,
yaitu interferon (IFN) dan “tumor necrosis factor alpha (TNF-α), yang memiliki peran anti
virus. Hasil uji coba menunjukkan bahwa virus rekombinan yang memiliki NS yang berasal
12 | P a g e
dari virus pathogen, seperti H1N1 berhasil menghambat ekspresi gen yang diregulasi oleh
interferon.
E. Reservoir dan cara penularan
Penyakit ini dibawa oleh segala jenis unggas, yaitu ayam, itik, angsa, burung dll.
Avian influenza (H5N1) dapat menyebar dengan cepat diantara populasi unggas dalam satu
peternakan dan menimbulkan kematian yang sangat cepat dan tinggi. Bahkan menyebar antar
peternakan dari suatu daerah ke daerah lain. Penyakit ini juga dapat menyerang manusia
melalui udara yang tercemar oleh virus tersebut, yang berasal dari sekret atau tinja unggas
yang menderita flu burung tersebut. Sampai saat ini belum ada bukti yang menunjukkan
secara tepat adanya penularan dari manusia ke manusia. Orang yang mempunyai risiko tinggi
untuk tertular adalah orang-orang yang sering berhubungan langsung (kontak langsung)
dengan unggas, misalnya pekerja di peternakan ayam, pemotong ayam dan penjamah produk
unggas lainnya.
Unggas air yang bermigrasi seperti belibis, bangau dan bebek liar (hanya ada di
negara empat musim) adalah reservoir alamiah dari virus avian influenza, burung-burung ini
lebih tahan terhadap infeksi. Ternak domestik, termasuk ayam dan kalkun, adalah yang
paling mudah terkena dampak fatal dengan cepat dari epidemi influenza. (WHO., 2004)
F. Gejala klinis dan diagnosis avian influenza pada manusia
Pada ayam, masa inkubasi virus, yaitu saat virus masuk ke tubuh sampai timbul gejala
membutuhkan beberapa jam sampai dengan 3 hari dalam satu individu dan 14 hari dalam satu
flok. Hal ini tergantung pada barbagai faktor , antara lain ; jumlah dan patogenitas virus yang
menginfeksi, jenis spesies yang terinfeksi, kemampuan deteksi gejala klinis.
Pada manusia, inkubasi virus membutuhkan 1- 3 hari, tergantung umur, kekebalan
dan kondisi individu. Pada umumnya kasus terjadi pada anak-anak karena sistim kekebalan
pada anak belum berkembang sempurna.
Gejala klinis flu burung pada manusia adalah seperti gejala flu pada umumnya, yaitu
demam (>38ºC), sakit tenggorokan, batuk, pilek (beringus), nyeri otot, sakit kepala, dan
dalam waktu singkat dapat menjadi lebih berat dengan munculnya radang paru-paru
(pneumonia) dan apabila tidak dilakukan penanganan yang tepat dapat menyebabkan
kematian.
Gejala klinis dari 10 kasus Avian influenza pada manusia di Vietnam adalah sebagai
berikut: Demam lebih dari 38ºC, sulit bernapas dan batuk adalah gambaran utama. Seluruh
13 | P a g e
pasien mengalami limfopenia dan gambaran abnormalitas foto toraks. Tidak ada pasien yang
terlihat sakit leher, konjungtivitis, hidung kemerahan dan berair. Diare dengan feses cair
terlihat pada setengah dari kasus. Delapan pasien meninggal, dan dua sembuh. (Berita Buana,
2004). Diagnosis kasus flu burung pada manusia yang dipastikan oleh WHO adalah seperti:
a) Kultur virus influenza subtipe A (H5 N1) positif, atau
b) PCR influenza (H5) positif, atau
c) Peningkatan titer antibodi H5 sebesar 4 kali. (WHO, 2004)
G. Pengobatan
Pada burung, pengobatan tidak efektif. Upaya pemberian antibiotik dan multivitamin
bisa dilakukan untuk meningkatkan daya tahan tubuh ayam. Penggunaan interferon
amantadin pada kasus influenza pada puyuh dan kalkun di Italia berhasil menurunkan angka
kematian hingga 50 persen.
Pada manusia pengobatan bisa dilakukan dengan dua kelompok obat anti virus, yaitu :
(1) kelompok “ion channel blocker”, yang bersifat memblokir aktivitas ion channel dari virus
influenza tipe A, sehingga aliran ion hidrogen diblokir dan virus gagal melakukan
perkembangbiakan. Termasuk dalam kelompok ini adalah : amantadine dan rimantadine. (2)
Neuraminidase inhibitor, yang menghambat virus masuk ke dalam sel dan teragregasi di
permuakaan sel saja dan tidak bisa pindah ke sel lain. Pemberian amantadine adalah 48 jam
pertama selama 3 – 5 hari, dengan dosis 5 mg/kg BB per hari dibagi dalam 2 dosis, Apabila
berat badannya lebih dari 45 kg diberikan 100 mg 2 kali sehari.
H.Pencegahan
Kontrol dan tindakan pencegahan yang penting dilakukan antara lain sebagai berikut :
1. Sanitasi
Menghindari kontak dengan ternak penderita dan bahan-bahan yang terkontaminasi
tinja dan sekret unggas serta reservoir virus, dengan beberapa langkah, yaitu alat-alat yang
digunakan dalam peternakan dibersihkan, dicuci dengan deterjen dan didesinfeksi.
Di lingkungan kandang peternakan, desinfektan yang bisa digunakan berupa campuran
Kalium Permanganat (KMnO4), dengan formalin. Hal ini dilakukan pada kandang yang
tertutup rapat, dengan cara mencampur 7 gram KMnO4 dengan 14 ml formalin untuk tiap
1 meter kubik kandang. Kaporit 5% juga sering digunakan untuk menyemprot kandang
dan kerangka sarang, tempat pakan dan kendaraaan. Untuk sterilisasi alat-alat dan meja
kerja di pabrik pakan, RPH dan pengolahan daging sering digunakan sodium hipoklorida
14 | P a g e
(NaOCl) yang dengan cepat membunuh virus dan tidak menimbulkan residu atau bau
tidak sedap.
Cairan soda kostik 94% yang dicampur air dan dipanaskan menjadi larutan 1%
sampai 2% digunakan untuk mencuci hamakan lantai, dinding kandang, RPA, pabrik
pengolahan pakan, kendaraan. Setelah 6 -12 jam obat disemprotkan, dibersihkan dengan
air bersih. Kandang dan tinja tidak boleh dikeluarkan dari lokasi peternakan dsn setiap
orang yang berhubungan dengan bahan yang berasal dari saluran pencernaan unggas harus
menggunakan pelindung berupa masker dan kacamata renang. Mengkonsumsi daging dan
telur yang dimasak sampai matang sempurna. Virus AI peka terhadap panas, pada suhu 70
derajat Celsius mati selama 2 sampai dengan 10 menit. Tidak perlu panik, daging unggas,
telur dan produk olahan yang sudah matang serta dijual dipasar boleh dikonsumsi.
Melaksanakan kebersihan lingkungan dan kebersihan diri dengan cara mandi setelah
bekerja bagi kelompok rawan.
Pembatasan import ayam dari negara-negara wabah, seperti Thailand, Hongkong dan
Vietnam dan dilakukan pemusnahan unggas/burung yang terinfeksi. Meningkatkan
pemantauan epidemik terhadap burung migran guna menemukan sumber asal wabah flu
burung, seperti beberapa pulau : Pulau Rakit Utara, Gosong dan rakit Selatan atau Pulau
Biawak yang menjadi tempat persinggahan burung dari Australia dan Eropa.
2. Vaksinasi
Vaksin unggas yang dibuat harus cocok dengan virus yang akan mewabah, karena
vaksin untuk infeksi sub tipe virus tertentu tidak efektif digunakan sebagai vaksin untuk
infeksi sub tipe virus lain. Oleh karena virus influenza mudah berubah sifat, maka sangat
penting upaya bisa memprediksi virus yang akan mewabah guna pembuatan vaksin. Hal
ini tentunya diperlukan tenaga ahli di bidang epidemiologi dan juga peralatan laboratorium
yang memadai. Unggas yang sehat yang berada sekitar 5 kilometer sekitar daerah wabah
harus divaksinasi darurat. Pada manusia, orang yang beresiko mendapat flu burung harus
mendapatkan pencegahan dengan oseltamivir 75 mg dosis tunggal selama 1 minggu.
Meskipun vaksinasi yang digunakan tidak efektif terhadap virus H5N1, namun akan
mengurangi resiko penyusunan ulang nateri genetik dari virus influenza manusia dan
burung di tubuh manusia, dengan kata lain akan mencegah pembentukan tipe baru virus
influenza yang lebih ganas.
Kelompok individu yang dianjurkan vaksinasi menurut WHO adalah :
a) semua orang yang kontak dengan ternak atau peternakan yang dicurigai atau diketahui
terkena virus AI (H5N1), khususnya orang yang melakukan kontak dengan hewan/ternak
15 | P a g e
yang terjangkit/mati akibat AI, orang-orang yang tinggal dan bekerja pada peternakan
dimana
dilaporkan atau dicurigai terkena AI atau di tempat pemusnahan ternak penderita.
(b) para pekerja kesehatan yang setiap hari berhubungan dengan pasien yang diketahui
atau dicurigai menderita H5N1
(c) jika jumlah vaksin memadai, maka para pekerja kesehatan dalam unit gawat darurat di
area terjangkit H5N1 pada unggas bisa diberikan.
3. Eliminasi
Eliminasi penyakit dilakukan dengan upaya karantina, pemotongan dan pemusnahan,
dekontaminasi, desinfeksi, yang tentu saja membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Di
Tiongkok, semua unggas dalam radius 3 kilometer di sekitar daerah wabah harus
dimusnahkan guna memberantas flu burung yang berbahaya.
4. Isolasi
Tindakan isolasi dilakukan dengan mencegah penularan dari flok unggas yang
terinfeksi ke flok lain, membatasi lalu lintas orang dan barang dari dan ke peternakan yang
terinfeksi guna mencegah penularan penyakit ke peternakan dan wilayah lain.
2.3.2. SARS
A. Pengertian
SARS (severe acute respiratory syndrome) adalah sekumpulan gejala sakit
pernapasan yang mendadak dan berat atau disebut juga penyakit infeksi saluran pernafasan
yang disebabkan oleh virus Corona Family Paramyxovirus.
Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS) atau Corona Virus Pneumonia (CVP)
adalah Syndroma pernafasan akut berat yang merupakan penyakit infeksi pada jaringan paru
manusia yang sampai saat ini belum diketahui pasti penyebabnya.
SARS (severe acute respiratory syndrome) adalah suatu jenis kegagalan paru-paru
dengan berbagai kelainan yang berbeda, yang menyebabkan terjadinya pengumpulan cairan
di paru-paru (edema paru).
16 | P a g e
SARS merupakan kedaruratan medis yang dapat terjadi pada orang yang sebelumnya
mempunyai paru-paru yang normal. Walaupun sering disebut sindroma gawat pernafasan
akut dewasa, keadaan ini dapat juga terjadi pada anak-anak.
Secara proposional ada 2 definisi kasus SARS, yaitu “suspect” dan “probable” sesuai
kriteria WHO.
B. Penyebab
Pada 7 April 2003, WHO mengumumkan kesepakatan bahwa coronavirus yang baru
teridentifikasi adalah mayoritas agen penyebab SARS. Coronavirus berasal dari kata
“Corona” yang berasal dari bahasa Latin yang artinya “crown” atau mahkota. Ini sesuai
dengan bentuk Coronavirus itu sendiri yang kalau dilihat dengan mikroskop nampak seperti
mahkota.
Penyebabnya lain bisa karena penyakit apapun, yang secara langsung ataupun tidak
langsung yang melukai paru-paru, diantaranya :
1. Pneumonia
2. Tekanan darah yang sangat rendah (syok)
3. Terhirupnya makanan ke dalam paru (menghirup muntahan dari lambung)
4. Beberapa transfusi darah
5. Kerusakan paru-paru karena menghirup oksigen konsentrasi tinggi
6. Emboli paru
7. Cedera pada dada
8. Overdosis obat seperti heroin, metadon, propoksifen atau aspirin
9. Trauma hebat
10. Transfusi darah (terutama dalam jumlah yang sangat banyak).
C . Faktor Predisposisi
· Faktor diri (host) : umur, jenis kelamin, status gizi, kelainan congenital,
imunologis, BBLR dan premature.
17 | P a g e
· Faktor lingkungan : Pola hidup, asap rokok, keterpaparan terhadap infeksi, sosial
ekonomi, Kepadatan tempat tinggal, cuaca dan polusi udara.
· Defisiensi vitamin
· Tingkat sosio ekonomi rendah
· Tingkat jangkauan pelayanan kesehatan yang rendah
· Menderita penyakit kronis
· Aspek kepercayaan setempat dalam praktek pencarian pengobatan yang salah.
D. Patofisiologi
Penyebab penyakit SARS disebabkan oleh coronavirus (family paramoxyviridae)
yang pada pemeriksaan dengan mikroskop electron. Virus ini stabil pada tinja dan urine pada
suhu kamar selama 1-2 hari dan dapat bertahan lebih dari 4 hari pada penderita diare. Seperti
virus lain, corona menyebar lewat udara, masuk melalui saluran pernapasan, lalu bersarang di
paru-paru. Lalu berinkubasi dalam paru-paru selama 2-10 hari yang kemudian menyebabkan
paru-paru akan meradang sehingga bernapas menjadi sulit. Metode penularannya melalui
udara serta kontak langsung dengan pasien atau terkena cairan pasien. Misalnya terkena
ludah (droplet) saat pasien bersin dan batuk. Dan kemungkinan juga melalui pakaian dan alat-
alat yang terkontaminasi.
Cara penularan : SARS ditularkan melalui kontak dekat, misalnya pada waktu
merawat penderita, tinggal satu rumah dengan penderita atau kontak langsung dengan secret
atau cairan tubuh dari penderita suspect atau probable. Penularan melalui udara, misalnya
penyebaran udara, ventilasi, dalam satu kendaraan atau dalam satu gedung diperkirakan tidak
terjadi, asal tidak kontak langsung berhadapan dengan penderita SARS. Untuk sementara,
masa menular adalah mulai saat terdapat demam atau tanda-tanda gangguan pernafasan
hingga penyakitnya dinyatakan sembuh.
Masa penularan berlangsung kurang dari 21 hari. Petugas kesehatan yang kontak
langsung dengan penderita mempunyai risiko paling tinggi tertular, lebih-lebih pada petugas
yang melakukan tindakan pada sistem pernafasan seperti melakukan intubasi atau nebulasi.
18 | P a g e
E. Tanda dan Gejala
Penderita suspect (diduga) mempunyai riwayat sebagai berikut :
Demam tinggi (> 380C / 100,40F) disertai dengan batuk atau mengalami kesulitan bernafas
ditambah dengan adanya satu atau lebih riwayat pajanan dalam 10 hari sebelum timbulnya
gejala klinis yaitu :
a. Pernah kontak dekat dengan penderita suspect atau penderita probable SARS
(seperti merawat penderita, tinggal bersama, menangani sekret atau cairan tubuh
penderita)
b. Dan atau adanya riwayat pernah melakukan perjalanan kedaerah yang sedang
terjangkit SARS
c. Dan atau tinggal didaerah yang sedang terjangkit SARS.
Penderita probable (mungkin) adalah penderita suspect seperti yang disebutkan diatas
disertai dengan :
a. Gambaran radiologis adanya infiltrat pada paru yang konsisten dengan gejala
klinis pneumonia atau Respiratory Distress Syndrome (RDS) yang ada.
b. Atau ditemukannya coronavirus SARS dengan satu atau lebih metoda
pemeriksaan laboratorium.
c. Atau pada otopsi ditemukan gambaran patologis RDS tanpa sebab yang jelas.
F. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan radiologis : air bronchogram : Streptococcus pneumonia.
2) Pada pemeriksaan fisik : dengan menggunakan stetoskop, terdengar bunyi
pernafasan abnormal (seperti ronki atau wheezing). Tekanan darah seringkali rendah
dan kulit, bibir serta kuku penderita tampak kebiruan (sianosis, karena kekurangan
oksigen).
3) Pemeriksaan yang biasa dilakukan untuk mendiagnosis SARS :
§ Rontgen dada (menunjukkan adanya penimbunan cairan di tempat yang
seharusnya terisi udara)
19 | P a g e
§ Gas darah arteri
§ Hitung jenis darah dan kimia darah
§ Bronkoskopi.
4) Pemeriksaan Laboratorium Darah : limfositnya menurun, trombositnya mungkin
juga menurun
5) Pemeriksaan Bakteriologis : sputum, darah, aspirasi nasotrakeal atau
transtrakeal, aspirasi jarum transtorakal, torakosentesis, bronskoskopi, biopsy
6) Test DNA sequencing bagi coronavirus yang dapat diperoleh hasilnya dalam 8 jam
dan sangat akurat. Test yang lama hanya mampu mendeteksi antibody.
G. Penatalaksanaan
§ Terapi supportif umum : meningkatkan daya tahan tubuh berupa nutrisi yang adekuat,
pemberian multivitamin dan lain-lain.
- Terapi oksigen
- Humidifikasi dengan nebulizer
- Fisioterapi dada
- Pengaturan cairan
- Pemberian kortokosteroid pada fase sepsis berat
- Obat inotropik
- Ventilasi mekanis
- Drainase empiema
- Bila terdapat gagal nafas, diberikan nutrisi dengan kalori cukup
§ Terapi antibiotik
Agen anti-bakteri secara rutin diresepkan untuk SARS karena menyajikan fitur
non-spesifik dan cepat tes laboratorium yang dapat diandalkan untuk mendiagnosis
SARS-cov virus dalam beberapa hari pertama infeksi belum tersedia. Antibiotik
empiris yang sesuai dengan demikian diperlukan untuk menutupi terhadap patogen
pernafasan Common per nasional atau pedoman pengobatan lokal bagi masyarakat-
diperoleh atau nosokomial pneumonia.
Setelah mengesampingkan patogen lain, terapi antibiotik dapat ditarik. Selain
efek antibakteri mereka, beberapa antibiotik immunomodulatory dikenal memiliki
20 | P a g e
sifat, khususnya quinolones dan makrolid. Efeknya pada kursus SARS adalah belum
ditentukan.
SARS dapat hadir dengan spektrum keparahan penyakit. Sebagian kecil pasien
dengan penyakit ringan pulih baik bentuk khusus tanpa pengobatan atau terapi
antibiotik saja.
Antibiotik :
- Idealnya berdasarkan jenis kuman penyebab
- Utama ditujukan pada S.pneumonia, Haemophylus influenzae dan Staphylococus
aureus.
H. Komplikasi
Komplikasi meliputi :
1. Abses paru
2. Efusi pleural
3. Empisema
4. Gagal nafas
5. Perikarditis
6. Meningitis
7. Atelektasis
8. Hipotensi
9. Delirium
10. Asidosis metabolic
11. Dehidrasi
12. Penyakit multi lobular
13. Septikemi
14. Superinfeksi dapat terjadi sebagai komplikasi pengobatan farmakologis.
I. Prognosis
Angka kematian melebihi 40%. Apabila penyakit tidak ditangani dengan baik maka
kondisi bagian tubuh yang diserang, yakni paru-paru, makin bertambah berat rusaknya.
21 | P a g e
Keadaan pasien yang semula mengalami radang paru dapat berlanjut ke kondisi gagal
napas yang berat karena paru sudah tidak dapat berfungsi sebagai alat pernapasan yang
menerima oksigen dan membuang karbondioksida. Tanda jasmani tidak begitu kelihatan
dan mungkin tidak ada. Beberapa pasien akan mengalami tachypnea dan crackle pada
auscultation. Kemudian, tachypnea dan lethargy kelihatan jelas.
Pada penderita yang menjalani terapi ventilator dalam waktu yang lama, cenderung akan
terbentuk jaringan parut di paru-parunya. Jaringan parut tertentu membaik beberapa
bulan setelah ventilator dilepas.
Penderita yang bereaksi baik terhadap pengobatan, biasanya akan sembuh total, dengan
atau tanpa kelainan paru-paru jangka panjang.
2.3.3. FLU BABI/SWINE INFLUENZA/H1N1
A. Pengertian
Influenza, biasanya dikenal dengan sebutan FLU, merupakan penyakit menular yang
disebabkan oleh virus RNA famili Orthomyxoviridae (virus influenza), yang menyerang
unggas dan mamalia. Swine influenza virus (SIV) merupakan Orthomyxovirus yang bersifat
endemik pada populasi babi.
Swine Influenza (flu babi) adalah penyakit saluran pernafasan akut pada babi yang
disebabkan oleh virus influensa tipe A. Menurut Centers for Disease Control and Prevention
(CDC), secara umum penyakit ini mirip influenza dengan gejala demam, batuk, pilek, sesak
nafas, nyeri tenggorokan, lesu, letih dan mungkin disertai mual, muntah dan diare. Penyakit
ini dengan sangat cepat menyebar ke dalam kelompok ternak dalam waktu 1 minggu,
umumnya penyakit ini dapat sembuh dengan cepat kecuali bila terjadi komplikasi dengan
bronchopneumonia (radang paru-paru), akan berakibat pada kematian.
B. Epidemiologi
Penyakit virus flu babi pertama dikenal sejak tahun 1918, pada saat itu didunia sedang
terdapat wabah penyakit influenza secara pandemik pada manusia yang menelan korban
sekitar 21 juta orang meninggal dunia. Kasus tersebut terjadi pada akhir musim panas. Pada
tahun yang sama dilaporkan terjadi wabah penyakit epizootik pada babi di Amerika tengah
22 | P a g e
bagian utara yang mempunyai kesamaan gejala klinis dan patologi dengan influensa pada
manusia.
Karena kejadian penyakit ini muncul bersamaan dengan kejadian penyakit epidemik
pada manusia, maka penyakit ini disebut flu pada babi.
Penyebaran virus influenza dari babi ke babi dapat melalui kontak moncong babi,
melalui udara atau droplet. Faktor cuaca dan stres akan mempercepat penularan. Virus tidak
akan tahan lama di udara terbuka. Penyakit bisa saja bertahan lama pada babi breeder atau
babi anakan. Kekebalan maternal dapat terlihat sampai 4 bulan tetapi mungkin tidak dapat
mencegah infeksi, kekebalan tersebut dapat menghalangi timbulnya kekebalan aktif.
Transmisi inter spesies dapat terjadi, sub tipe H1N1 mempunyai kesanggupan menulari
antara spesies terutama babi, bebek, kalkun dan manusia, demikian juga sub tipe H3N2 yang
merupakan sub tipe lain dari influensa A. H1N1, H1N2 dan H3N2 merupakan ke 3 subtipe
virus influenza yang umum ditemukan pada babi yang mewabah di Amerika Utara, tetapi
pernah juga sub tipe H4N6 diisolasi dari babi yang terkena pneumonia di. Manusia dapat
terkena penyakit influenza secara klinis dan menularkannya pada babi. Kasus infeksi sudah
dilaporkan pada pekerja di kandang babi di Eropa dan di Amerika. Beberapa kasus infeksi
juga terbukti disebabkan oleh sero tipe asal manusia. Penyakit pada manusia umumnya
terjadi pada kondisi musim dingin. Transmisi kepada babi yang dikandangkan atau hampir
diruangan terbuka dapat melalui udara seperti pada kejadian di Perancis dan beberapa wabah
penyakit di Inggris. Babi sebagai karier penyakit klasik di Denmark, Jepang, Italy dan
kemungkinan Inggris telah dilaporkan.
C.Etiologi
Penyebab influenza yang ditemukan pada babi, bersamaan dengan penyakit yang
langsung menyerang manusia. Pertama kali, virus influenza babi diisolasi tahun 1930, sudah
banyak aspek dari penyakit tersebut yang diungkapkan, antara lain meliputi tanda klinis, lesi
(luka pada saluran pernafasan), imunitas, transmisi, adaptasi virus terhadap hewan percobaan
dan hubungan antigenik dengan virus influenza lainnya serta kejadian penyakit di alam.
Flu babi merupakan penyakit yang disebabkan virus influenza Famili
Orthomyxoviridae tipe A subtipe H1N1 yang dapat ditularkan oleh binatang, terutama babi,
dan ada kemungkinan menular antarmanusia.
23 | P a g e
Virus ini erat kaitannya dengan penyebab swine influenza, equine influenza dan avian
influenza (fowl plaque). Ukuran virus tersebut berdiameter 80- 120 nm. Selain influenza A,
terdapat influenza B dan C yang juga sudah dapat diisolasi dari babi. Sedangkan 2 tipe virus
influenza pada manusia adalah tipe A dan B. Kedua tipe ini diketahui sangat progresif dalam
perubahan antigenik yang sangat dramatik sekali (antigenik shift).
Pergeseran antigenik tersebut sangat berhubungan dengan sifat penularan secara
pandemik dan keganasan penyakit. Hal ini dapat terjadi seperti adanya genetic reassortment
antara bangsa burung dan manusia.
Ketiga tipe virus yaitu influensa A, B, C adalah virus yang mempunyai bentuk yang
sama dibawah mikroskop elektron dan hanya berbeda dalam hal kekebalannya saja. Ketiga
tipe virus tersebut mempunyai RNA dengan sumbu protein dan permukaan virionnya
diselubungi oleh semacam paku yang mengandung antigen haemagglutinin (H) dan enzim
neuraminidase (N).
Peranan haemaglutinin adalah sebagai alat melekat virion pada sel dan menyebabkan
terjadinya aglutinasi sel darah merah, sedangkan enzim neurominidase bertanggung jawab
terhadap elusi, terlepasnya virus dari sel darah merah dan juga mempunyai peranan dalam
melepaskan virus dari sel yang terinfeksi. Antibodi terhadap haemaglutinin berperan dalam
mencegah infeksi ulang oleh virus yang mengandung haemaglutinin yang sama. Antibodi
juga terbentuk terhadap antigen neurominidase, tetapi tidak berperan dalam pencegahan
infeksi. Influensa babi yang terjadi di Amerika Serikat disebabkan oleh influensa A H1N1,
sedangkan di banyak negara Eropa termasuk Inggris, Jepang dan Asia Tenggara disebabkan
oleh influensa A H3N2. Banyak isolat babi H3N2 dari Eropa yang mempunyai hubungan
antigenik sangat dekat dengan A/Port Chalmers/1/73 strain asal manusia.
Peristiwa rekombinan dapat terjadi, seperti H1N2 yang dilaporkan di Jepang
kemungkinan berasal dari rekombinasi H1N1 dan H3N2. Peristiwa semacam ini juga
dilaporkan di Italy, Jepang, Hongaria, Cekoslowakia dan Perancis. BEVERIDGE (1977)
melaporkan bahwa pada tahun 1935, WILSON MITH menemukan virus influenza yang dapat
ditumbuhkan dengan cara menginokulasikannya pada telor ayam berembrio umur 10 hari.
Setelah diuji dalam 2 hari, cairan alantoisnya mengandung virus sebanyak 10.000 juta (1010)
partikel karena virus tersebut dapat menyebabkan aglutinasi sel darah merah, maka dari
kejadian tersebut dikembangkan uji HA dan HI. Teknik ini kemudian digunakan sebagai cara
24 | P a g e
yang termudah untuk digunakan di laboratorium. Setelah penemuan tersebut banyak para
peneliti tertarik untuk mempelajari virus influenza.
Oleh sebab itu, sekarang banyak ilmu pengetahuan mengenai virus influeza telah
diungkapkan dibandingkan dengan virus lainnya yang menyerang manusia. Virus influenza
selain dapat ditumbuhkan dalam telur berembrio juga dapat ditumbuhkan pada sejumlah
biakan jaringan (sel lestari) seperti chicken embryo fibroblast (CEF), canine kidney (CK),
Madin-Darby canine kidney (MDCK).
D. Tanda dan Gejala Klinis
Gejala yang timbul pada babi di kejadian wabah penyakit, masa inkubasi sering
berkisar antara 1-2 hari, tetapi bisa 2-7 hari dengan rata-rata 4 hari. Penyakit ini menyebar
sangat cepat hampir 100% babi yang rentan terkena, dan ditandai dengan apatis, sangat
lemah, enggan bergerak atau bangun karena gangguan kekakuan otot dan nyeri otot, eritema
pada kulit, anoreksia, demam sampai 41.8oC. Batuk sangat sering terjadi apabila penyakit
cukup hebat, dibarengi dengan muntah eksudat lendir, bersin, dispnu diikuti kemerahan pada
mata dan terlihat adanya cairan mata. Biasanya sembuh secara tiba-tiba pada hari ke 5-7
setelah gejala klinis.
CDC melaporkan bahwa gejala dan transmisi flu babi dari manusia ke manusia terjadi
seperti kejadian flu musiman, demam seperti biasa, kehilangan nafsu makan, keletihan dan
batuk. Beberapa mengalami sakit tenggorokan, mual, muntah dan diare. Penyakit bisa
menular dari leleran yang tersebar melalui bersin, batuk dari penderita.
Orang yang bekerja dengan unggas dan babi memiliki resiko yang tinggi untuk
terpapar penyakit infeksi menular antara hewan dan manusia (zoonosis). Pernah dilaporkan
kejadian transmisi influenza dari babi ke pekerja, pada tahun 2004 oleh Universiti of Iowa.
Kejadian wabah pada tahun 2009 ini merupakan reassortment nyata pada beberapa strain
influeanza A subtipe H1N1, termasuk strain endemik pada manusia dan dua strain endemik
pada babi, seperti avian influenza.
Flu babi tidak dapat menyebar melalui produk-produk babi, artinya tidak ditularkan
melalui makanan. Flu babi pada manusia paling berpeluang menular pada 5 – 10 hari pertama
setelah terinfeksi, terutama pada anak-anak dan pada saat kondisi tubuh lemah.
25 | P a g e
E. Pencegahan
Untuk pencegahan infeksi, direkomendasikan untuk mencuci tangan sesering
mungkin dengan menggunakan sabun sanitizer berbahan dasar alkohol, terutama jika
bepergian di tempat umum. Hindari menyentuh mata, hidung, mulut sebelum membersihkan
tangan terlebih dahulu. Jika batuk, tutup dengan tissue dan buang segera ke tempat sampah,
dan cuci tangan kembali.
Virus flu babi rentan terhadap obat-obat seperti amantadine, rimantadine, oseltamivir
dan zanamivir, namun untuk wabah 2009 ini, direkomendasikan pengobatan menggunakan
oseltamivir dan zanamivir. Vaksin untuk manusia H1N1 tidak efektif melindungi terhadap
H1N1 flu babi, walaupun strain virusnya sama, namun secara antigentik berbeda.
2.3.4. Penyakit Nipah
A. Pengertian dan Etiologi
Penyakit Nipah merupakan suatu penyakit dengan manifestasi berupa ensefalitis dan gangguan pernapasan yang disebabkan oleh virus Nipah , yang merupakan virus ribonucleic acid (RNA), dan termasuk dalam genus Morbilivirus, famili Paramyxoviridae. Virus Nipah mempunyai amplop dan berdiameter antara 160 nm hingga 300 nm. Virus ini tidak tahan terhadap bahan pelarut lemak, seperti eter, formalin, ß-propiolakton dan detergen. Selain itu, virus Nipah tidak tahan terhadap pH asam serta pemanasan pada suhu 560C selama lebih dari 1 jam. Namun demikian, virus ini sangat stabil pada kondisi suhu -700C dan pada pH 7,0-8,0.
B.Epidemiologi
Virus Nipah pertama kali diisolasi dari pasien yang menderita ensefalitis di daerah Sungai Nipah, Malaysia pada tahun 1998. Wabah Nipah pertama kali dilaporkan di Malaysia pada bulan September 1998. Sejak saat itu sampai dengan bulan April 1999, penyakit Nipah telah menyebabkan 105 orang meninggal dunia dan 1,1 juta ekor babi dimusnahkan. Penyakit ini kemudian menyebar ke Singapura, dan menginfeksi 11 orang pekerja di Rumah Potong Hewan yang menangani babi yang berasal dari Malaysia yang telah terinfeksi virus Nipah.
Penyakit Nipah sangat menarik perhatian Indonesia karena munculnya kasus penyakit tersebut di Malaysia. Mengingat lokasi geografis Indonesia sangat berdekatan dengan Malaysia, maka dapat terjadi kemungkinan berpindahnya penyakit tersebut ke Indonesia melalui berbagai cara seperti importasi ternak babi dan produknya, serta melalui perpindahan satwa liar, dalam hal ini kelelawar. Oleh karena penyakit Nipah sangat berbahaya bagi manusia serta merupakan penyakit emerging, maka penyakit ini perlu mendapat perhatian yang serius.
26 | P a g e
Dampak wabah Nipah antara lain pemusnahan jutaan babi, baik babi yang sakit maupun yang tertular dari suatu peternakan, penutupan ekspor babi, penutupan industri babi di daerah tersebut yang akhirnya mengakibatkan terjadinya pengangguran tenaga kerja. Selain dari segi ekonomi dampak sosial dan psikologis juga terjadi.
C.Penularan Virus Nipah
Kelelawar diduga merupakan reservoir (induk semang) yang baik bagi penularan virus Nipah. Namun demikian kelelawar tidak dapat menularkan penyakit ini langsung ke hewan lainnya, melainkan melalui hewan babi. Babi merupakan inang yang dapat mengamplifikasi virus Nipah dalam jumlah cukup besar sehingga siap menular ke hewan babi lainnya, ke kuda, anjing, serta manusia. Penularan penyakit harus melalui rute aerosol (inhalasi) atau kontak langsung dengan darah, cairan tubuh atau cairan ekskresi (urin, saliva), gelembung air yang dikeluarkan melalui pernafasan baik melalui mulut maupun hidung babi yang terinfeksi, tetapi hal ini tidak terjadi dengan kelelawar. Berdasarkan sifat virus dari genus Morbili yang umumnya tahan hidup dalam cairan ekskresi atau gelembung udara, maka penularan secara aerosol (inhalasi) merupakan cara yang sangat efektif bagi penyebaran infeksi Nipah dari babi ke babi sehingga morbiditasnya sangat tinggi.
D.Faktor Predisposisi
Beberapa permasalahan yang dapat berpengaruh terhadap terjadinya kasus penyakit Nipah adalah:
o Terjadinya perubahan ekologi, seperti penebangan liar, kebakaran dimana habitat
hewan dan kelelawar semakin sempit sehingga bermigrasi ke tempat yang banyak menyediakan makanan. Adanya perpindahan populasi kelelawar ini dapat menyebabkan terjadinya wabah baru terutama penyakit eksotik yang ditularkan melalui hewan reservoir kalong, seperti Lyssa virus, Hendra, Nipah, Japanese Encephalitis dan lain-lain.
o Ekskresi yang dikeluarkan oleh kelelawar mungkin mengandung agen infeksius
seperti Nipah yang bila terkena hewan lain yang sensitif, seperti babi, akan menimbulkan wabah seperti yang terjadi di Malaysia.
o Adanya perubahan dalam kepadatan penduduk (human demography) dan kebiasaan
manusia, kemajuan dalam teknologi dan industrio Mutasi dan adaptasi mikroba
o Pelanggaran rambu-rambu standar kesehatan masyarakat.
D. Gejala klinis
Gejala penyakit secara klinis terbagi dalam dua bentuk; yaitu bentuk ensefalitis dan bentuk pernafasan. Pada hewan umumnya lebih banyak menyebabkan gangguan pernafasan, sedangkan pada manusia gangguan susunan syaraf pusat lebih menonjol (Zaki, 1999).
Pada manusia, infeksi Nipah menyebabkan:
-Demam yang tinggi selama 3-14 hari, disertai diare, gangguan pernafasan, batuk, ingusan.
27 | P a g e
-Yang paling sering ditemukan adalah gejala ensefalitis seperti depresi, sakit kepala yang sangat hebat, inkoordinasi, konvulsi, epilepsi dan pada stadium lanjut dapat menyebabkan koma dan akhirnya meninggal dunia.
-Masa inkubasi infeksi Nipah pada manusia berkisar antara 4-18 hari.
Diagnosis penyakit Nipah dapat dilakukan berdasarkan pengamatan gejala klinis yang ditimbulkan, epidemiologi penyakit, pemeriksaan laboratorium yang mencakup:
Uji SN (serum netralisasi) merupakan uji yang paling sensitif dan spesifik untuk Nipah, sehingga uji tersebut dijadikan gold standard pengujian Nipah. Uji SN menggunakan virus hidup yang penanganannya mutlak dilakukan di laboratorium yang memiliki tingkat keamanan sangat tinggi dengan fasilitas Biosecurity Level (BSL) 4, sehingga biayanya menjadi sangat mahal.
Uji ELISA dapat dilakukan di laboratorium dengan fasilitas sederhana karena menggunakan virus Nipah yang telah dimatikan sebagai antigen. Konfirmasi terhadap infeksi virus Nipah harus dilakukan dengan uji SN, yang saat ini hanya dapat dilakukan di laboratorium Australian Animal Health Laboratory (AAHL), Australia.
Isolasi virus Nipah, harus dilakukan di laboratorium dengan fasilitas BSL 4 karena menggunakan virus hidup
Uji immuno-histokimia untuk deteksi antigen dengan menggunakan dari sampel organ yang terinfeksi, dapat dilakukan di laboratorium dengan fasilitas sederhana karena organ telah difiksasi dengan formalin.
Uji Polymerase Chain Reaction (PCR atau teknik antibodi fluorescence (TFA) untuk deteksi antigen, namun pemeriksaan ini membutuhkan pengamanan yang khusus dan dilakukan di laboratorium dengan fasilitas BSL 3.
E.Pengobatan
Tidak ada pengobatan yang efekti untuk penyakit ini. Ribavarin disebutkan dapat mengurangi rasa mual,muntah,dan kejang, namun manfaat klinis obat ini masih diragukan. Pengobatan sebagian besar mashih difokuskan pada penanganan demam dan gangguan neurologis.
F. Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Nipah
Dalam rangka pencegahan dan pengendalian Nipah beberapa hal yang dapat dilakukan yaitu :
-Vaksinasi, baik pada hewan maupun pada manusia, terutama pekerja di peternakan babai dan rumah potong hewan. Akan tetapi vaksinasi Nipah belum dilakukan sampai saat ini, karena pembuatan vaksin Nipah dinilai tidak ekonomis.
-Pemberian obat-obatan secara simptomatis dan antibiotik perlu diberikan untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder dan meningkatkan daya tahan tubuh.
28 | P a g e
-Survey serologis secara berkala yang sejalan dengan kebijakan test and slaughter, merupakan pilihan yang paling baik dan efektif saat ini dalam mengidentifikasi penyebaran infeksi Nipah, sehingga penanggulangannya dapat diantisipasi sedini mungkin.
-Karantina yang ketat, terutama di daerah pintu masuk mutlak diterapkan. Sertifikasi bebas Nipah terhadap ternak yang rentan ketika akan memasuki wilayah Indonesia.
-Peternakan babi sebaiknya berlokasi jauh dari pemukiman penduduk serta tidak berdekatan dengan sarang kelelawar yang dapat bertindak sebagai induk semang reservoir.
-Lahan atau area kosong pada peternakan babi tidak ditanami dengan tanaman buah yang akan mengundang kedatangan kelelawar ke lokasi peternakan tersebut.
-Untuk mengeliminasi kasus wabah yang mungkin terjadi, perlu dilakukan upaya-upaya agar perubahan ekologi hutan tidak banyak mempengaruhi fasilitas makanan bagi penghuni hutan, sehingga penyebaran penyakitpenyakit eksotis dapat dicegah lebih dini dan lebih arif.
-Diagnosis yang tepat perlu segera diadakan agar deteksi dini terhadap penyakit ini dapat diketahui lebih awal, monitoring surveilan terhadap industri babi dan kalong harus dilakukan.
2.3.5. Chikungunya disease
A. Pengertian dan Etiologi
Chikungunya disease atau demam Chikungunya adalah satu di antara penyakit tular
vektor (nyamuk) yang saat ini banyak terjadi di Indonesia tidak hanya di daerah perkotaan
tetapi banyak juga di daerah pedesaan. Penyebab penyakit ini adalah sejenis virus, yaitu
Alphavirus (famili Togaviridae) dan ditularkan lewat nyamuk Aedes aegypti. Jenis Aedes
albopictus juga dilaporkan dapat menularkan penyakit ini.
B. Epidemiologi
Penyakit Chikungunya (diucapkan chik’-en-GUN-yah) ditemukan pertama kali tahun
1952 di Afrika pada suatu tempat yang dinamakan Makonde Plateau. Tempat ini merupakan
daerah perbatasan Tanzania and Mozambique, kemudian terjadi di Uganda tahun 1963. Di
Indonesia, penyakit ini dilaporkan pertama kali di Samarinda pada tahun 1973, kemudian
berjangkit di Kuala Tungkal, Jambi tahun 1980. Tahun 1983 merebak di Martapura, Ternate,
Yogyakarta. Setelah menghilang hampir 20 tahun, kejadian luar biasa (KLB) demam
Chikungunya terjadi pada awal tahun 2001 di Muara Enim, Sumatera Selatan dan Aceh,
kemudian muncul di Bogor bulan Oktober. Demam Chikungunya berjangkit lagi di Bekasi
(Jawa Barat), Purworejo dan Klaten (Jawa Tengah) pada tahun 2002. Selanjutnya
berkembang hingga sekarang ke berbagai wilayah lain di Indonesia.
29 | P a g e
Istilah chikungunya berasal dari bahasa Swahili Afrika, yang berarti (posisi tubuh)
melengkung, hal ini mengacu pada postur penderita yang membungkuk akibat nyeri sendi
hebat (arthralgia) pada lutut, pergelangan, jari kaki dan tangan serta tulang belakang.
Chikungunya dikenal juga sebagai Chicken guinea, Chicken gunaya and Chickungunya.
Adanya kata Chicken juga sering menimbulkan salah persepsi. Chikungunya ini bersifat self
limiting, karena dapat membatasi diri sendiri dan akan sembuh sendiri.
C. Penyebab dan Gejala
Penyebab penyakit ini adalah virus chikungunya , yang dikenal dengan nama
Alphavirus dari famili Togaviridae dan ditularkan lewat nyamuk Aedes aegypti atau Aedes
albopictus. Masa inkubasi virus adalah 2-4 hari, dan gejala klinis dapat berlangsung selama
3-10 hari. Gejala ini bisa hilang sendiri, namun rasa nyeri masih tertinggal selama berhari-
hari sampai berbulan-bulan.
Gejala utama terkena penyakit Chikungunya adalah demam tinggi, sakit perut, mual,
muntah, sakit kepala, nyeri sendi dan otot, serta bintik-bintik merah terutama di badan dan
tangan. Gejala ini menyerupai Demam Berdarah Dengue, tetapi pada Chikungunya tidak
terjadi perdarahan hebat, renjatan (Schok) ataupun kematian. Seringkali demam ini dikatakan
sebagai flu tulang karena satu di antara gejala yang khas adalah timbulnya rasa pegal-pegal,
ngilu, juga timbul rasa sakit pada tulang-tulang.
Demam chikungunya dapat menyerang semua usia, baik anak-anak maupun dewasa.
Di daerah endemis, seringkali penderita secara mendadak akan mengalami demam tinggi
selama lima hari, sehingga dikenal pula istilah demam lima hari. Pada anak kecil dimulai
dengan demam mendadak, kulit kemerahan. Ruam-ruam merah itu muncul setelah 3-5 hari.
Mata biasanya merah disertai tanda-tanda seperti flu. Pada anak yang lebih besar, demam
biasanya diikuti rasa sakit pada otot dan sendi, serta terjadi pembesaran kelenjar getah
bening. Pada orang dewasa, gejala nyeri sendi dan otot sangat dominan, dan menimbulkan
kelumpuhan sementara karena rasa sakit bila berjalan. Namun demikian, Chikungunya tidak
menyebabkan kematian dan kelumpuhan.
Seseorang yang terserang penyakit ini setelah sehat akan membentuk antibodi yang
akan membuat mereka kebal terhadap wabah penyakit ini di kemudian hari. Dengan
demikian, kecil kemungkinan bagi mereka untuk kena lagi.
D. Penanganan dan Pengobatan
30 | P a g e
Obat khusus untuk Chikungunya belum ada, maka penanganannya cukup dengan
minum obat penurun panas dan penghilang rasa sakit. Selain itu yang penting adalah cukup
istirahat, minum dan makanan bergizi. Rasa ngilu pada persendian dapat dihilangkan dengan
obat penghilang rasa sakit dan vitamin untuk penguat daya tahan tubuh.
E. Pencegahan
Vaksin khusus untuk mencegah penyakit ini belum ada sehingga pencegahan dapat
dilakukan dengan mengendalikan nyamuk Aedes aegypti dan Ae. albopictus si pembawa
virus, untuk memutus rantai penularan. Karena vektor chikungunya sama dengan vektor
demam berdarah dengue, maka upaya pencegahan ini berlaku juga untuk mencegah
penularan demam berdarah.
Pencegahan yang murah dan efektif untuk memberantas nyamuk ini adalah dengan
cara 3M yaitu menguras, menyikat dan menutup tempat-tempat penampungan air bersih, bak
mandi, vas bunga dan sebagainya, paling tidak seminggu sekali, karena nyamuk tersebut
berkembang biak dari telur sampai menjadi dewasa dalam kurun waktu 7-10 hari. Halaman
atau kebun di sekitar rumah harus bersih dari benda-benda yang memungkinkan menampung
air bersih, terutama pada musim hujan. Pintu dan jendela rumah sebaiknya dibuka setiap hari,
mulai pagi hari sampai sore, agar udara segar dan sinar matahari dapat masuk, sehingga
terjadi pertukaran udara dan pencahayaan yang sehat. Dengan demikian, tercipta lingkungan
yang tidak ideal bagi nyamuk tersebut.
2.3.6. Antraks
A. Pengertian dan etiologi
Antraks adalah sejenis penyakit yang disebabkan kuman / bakteria yang membentuk
spora, bernama Bacillus anthracis. Kebanyakannya menjangkiti hewan tetapi dapat
menyebabkan demam yang serius kepada manusia bila terpapar spora ini. Bakteri menyerang
kulit, usus atau paru-paru. Antraks kini dijadikan senjata biologikal modern. Manusia
terutamanya petani dan individu yang bekerja di rumah sembelihan mungkin mendapat
Antraks Kutaneus dari hewan yang dijangkiti melalui paparan kulit.
Manusia juga dapat terinfeksi antraks melalui alat-alat yang terkontaminasi. Jangkitan
antraks didiagnosiskan melalui isolasi kuman dari lepuhan kulit, darah atau cairan badan
yang lain.
31 | P a g e
B. Penularan dan transmisi
Antraks biasa ditularkan kepada manusia karena disebabkan pengeksposan pekerjaan
kepada hewan yang sakit atau hasil ternakan seperti kulit dan daging, atau memakan daging
hewan yang tertular antraks. Selain itu, penularan juga dapat terjadi bila seseorang menghirup
spora dari produk hewan yang sakit misalnya kulit atau bulu yang dikeringkan. Pekerja yang
tertular kepada hewan yang mati dan produk hewan dari negara di mana antraks biasa
ditemukan dapat tertular B. anthracis, dan antraks dalam ternakan liar dapat ditemukan di
Amerika Serikat. Walaupun banyak pekerja sering tertular kepada jumlah spora antraks yang
banyak, kebanyakan tidak menunjukkan simptom.
Antraks dapat memasuki tubuh manusia melalui usus kecil, paru-paru (dihirup), atau
kulit (melalui luka). Antraks tidak tersebar melalui manusia kepada manusia.
Beberapa gejala-gejala antraks (tipe pencernaan) adalah. Daging yang terkena antraks
mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: berwarna hitam, berlendir, berbau.
C. Tanda dan Gejala
Gejala bisa muncul dalam waktu 12 jam – 5 hari setelah terpapar oleh bakteri. Infeksi
kulit berawal sebagai benjolan merah-coklat yang membesar disertai pembengkakan
disekelilingnya. Benjolan berubah menjadi lepuhan dan mengeras, kemudian tengahnya
pecah dan mengeluarkan cairan bening, lalu membentuk keropeng yang hitam.
Kelenjar getah bening di daerah yang terkena bisa membengkak, dan penderita
merasakan tidak enak badan, kadang ototnya terasa sakit, sakit kepala, demam, mual dan
muntah.
Antraks terjadi melalui 3 cara:
1. Antraks Kutaneus adalah jenis yang paling biasa berlaku dan terjadi 1 - 2 hari selepas
kulit terpapar kepada tanah, bagian hewan atau tinja yang mengandungi spora. Kulit yang
dijangkiti membentuk benjolan air kehitam-hitaman yang kemudiannya menjadi lepuhan
dan ulser. Bakteria masuk ke dalam aliran darah dan menyebabkan keracunan darah
2. Antraks Usus/ Gastrointestnalis terjadi 2 - 5 hari selepas makan daging yang tercemar
spora. Antraks gastrointestinalis jarang terjadi. Bakteri dapat tumbuh ke dalam dinding
32 | P a g e
usus dan melepaskan racun yang menyebabkan perdarahan luas dan kematian jaringan. .
Pasien merasa lemah, mual, pusing, tidak nafsu makan, suhu badan meningkat, muntah
bercampur darah, buang air besar berwarna hitam, sakit perut yang sangat hebat (melilit)
Keracunan dan kehilangan darah menyebabkan terjadinya renjatan (shock). Jika menyebar
ke dalam aliran darah, infeksi ini bisa berakibat fatal.
3. Antraks Inhalasi/pulmoner jarang terjadi tetapi merupakan penyakit antraks yang paling
serius. Antraks pulmoner (penyakit woolsorter) terjadi akibat menghirup spora dari bakteri
antraks. Spora membelah diri di dalam kelenjar getah bening yang terletak di dekat paru-
paru. Kelenjar getah bening kemudian pecah dan berdarah, menyebarkan infeksi ke
struktur terdekat di dalam dada. Di dalam paru-paru dan di dalam rongga antara paru-paru
dan dinding dada tertimbun cairan yang terinfeksi. Pada mulanya, gejalanya samar-samar
dan menyerupai flu. Tetapi selanjutnya, demam semakin memburuk dan dalam beberapa
hari terjadi gangguan pernafasan yang hebat, yang diikuti oleh syok dan koma. Juga bisa
terjadi infeksi otak dan selaputnya (meningoensefalitis). Kematian dapat terjadi dengan
cepat di peringkat ini. Jenis ini adalah yang paling ditakuti kerana dapat dijadikan senjata
biologikal (bioterorime) oleh pengganas.
D. Tatalaksana
• Penanganan bagi ketiga jenis antraks di atas adalah bergantung kepada penggunaan
antibiotik melalui oral atau secara intravena (IV). Pengobatan kebanyakannya lebih efektif
jika dilakukan secepat yang mungkin.
• Sebagian jenis antraks menunjukkan respons kepada satu jenis antibiotik. Ciprofloxacin
(Cipro), doxyxycline dan penisilin adalah rawatan antraks yang diterima pakai oleh FDA
untuk kanak-kanak dan dewasa.
Infeksi kulit diobati dengan suntikan penisilin atau dengan tetrasiklin maupun
eritromisin per-oral.
Infeksi paru-paru diobati dengan penisilin intravena.
Kortikosteroid digunakan untuk mengurangi peradangan paru-paru.
Jika pengobatan tertunda (biasanya karena diagnosisnya belum pasti), maka
kemungkinan akan terjadi kematian.
33 | P a g e
• Antibiotik diberikan selama 60 hari. Jika mendapat Antraks Inhalasi, anda akan dirujuk
ke rumah sakit untuk mendapat rawatan dengan antibiotik intravena (IV).
• Penyakit Antraks tidak menular dari seorang ke seorang yang lain. Jadi penderita antraks
tidak perlu dikarantina atau diasingkan. Jika anda ada kontak dengan pesakit antraks, anda
tidak perlu bimbang, ini karana anda hanya perlu dirawat bila terpapar pada sumber-
sumber jangkitan antraks.
E.Pencegahan
Orang-orang yang memiliki resiko tinggi kontak dengan hewan (misalnya dokter
hewan, teknisi laboratoriuim dan pekerja pemintalan tekstil yang mengolah bulu binatang)
bisa mendapatkan vaksinasi
2.3.7. Botulisme
A. Pengertian dan etiologi
Botulisme adalah penyakit serius namun jarang terjadi yang dapat menyebabkan
kelumpuhan atau kematian. Hal ini disebabkan oleh racun yang dihasilkan oleh
bakteri Clostridium botulinum, yang mempengaruhi orang dengan mencegah saraf tertentu
dari fungsi, mengakibatkan kelumpuhan otot.
Ada tiga jenis botulisme primer, dibedakan oleh cara di mana mereka dikontrak:
Foodborne botulisme
Botulisme luka
Botulisme pada bayi.
Jenis keempat botulism adalah botulisme bioterror.
Semua jenis botulisme dapat berakibat fatal dan dianggap darurat medis. Botulisme
karena makanan bisa sangat berbahaya, karena banyak orang dapat diracuni dengan
mengonsumsi makanan yang terkontaminasi. Secara statistik, botulisme bayi (yang diakui
pada pertengahan 70-an) adalah jenis yang paling umum dari botulisme, namun masih secara
umum publik rekan botulisme dengan keracunan makanan pada orang dewasa dan anak-
anak.
Botulisme Foodborne
34 | P a g e
Botulisme karena makanan disebabkan oleh makan makanan yang
mengandung toksinbotulisme. Penyebab umum dari keracunan botulisme makanan
adalah benar diawetkanrumah-makanan olahan dengan kadar asam rendah, seperti:
- kacang buncis
- Bit
- Jagung
Sumber cenderung meliputi produk ikan dan makanan olahan lainnya komersial.
Jumlah sebenarnya dari kasus botulisme tipe ini di Amerika Serikat adalah kecil - sekitar
9 KLB botulisme karena makanan per tahun, dengan rata-rata 2,4 kasus per wabah.
Botulisme luka
Botulisme pada luka disebabkan oleh toksin yang dihasilkan dari luka terinfeksi
Clostridium botulinum. Botulisme pada luka dikaitkan dengan cedera merusak dan
penggunaan narkoba. Meningkatnya jumlah orang yang menyuntikkan
heroin tar hitam dari Meksiko merupakan hal yang mengkhawatirkan, karena obat
ini dapat berisi minyak mentah spora C. botulinum.
Botulisme bayi (Infant botulism)
Botulisme pada bayi disebabkan oleh mengkonsumsi spora bakteri botulinum, yang
kemudian tumbuh di usus dan menghasilkan toksin . Sejumlah kasus tersebut telah
dikaitkan dengan madu makan terkontaminasi dengan spora C.
Botulisme bioterorisme
Toksin botulinum telah menjadi perhatian sebagai agen senjata biologis potensial
sejak Perang Dunia II. Dalam tanggapan atas keprihatinan tentang penelitian di
Jerman terhadap toksin botulinum ,Amerika Serikat dan Inggris mengembangkan
penanggulangan terhadap toksin sebelum invasi Eropa. Baru-baru ini, Irak telah
dituduh memproduksi jumlah besar dari toksin botulinum untuk digunakan sebagai
agen senjata biologis. Toksisitas ekstrim toksin botulinum dan kemudahan produksi,
transportasi, dan pengiriman menjadi perhatian agen bioterorisme .
B. Tanda dan Gejala klinis
Ketika seseorang terinfeksi botulisme, ia tidak segera menampakkan gejala-
gejala. Waktu antara orang yang terinfeksi dengan bakteri botulisme dan
awalgejala botulisme disebut "botulism masa inkubasi." Periode ini bervariasi berdasarkan
jenis botulisme. Untuk botulisme karena makanan, periode inkubasi umumnya antara
35 | P a g e
18sampai 36 jam, namun dapat terjadi sedini 6 jam atau akhir 10 hari. Masa inkubasi
untuk botulisme pada bayi adalah antara 3 dan 30 hari, sementara periodeinkubasi
untuk botulisme pada luka adalah sekitar 10 hari.
Gejala awal botulisme mencakup:
kelemahan otot
kelopak mata terkulai
bicara cadel
mulut kering
penglihatan kabur
Kesulitan menelan.
Bayi dengan gejala awal dapat menampilkan:
Kurangnya nafsu makan
Kelesuan
lemah menangis
sembelit
Jika gejala awal botulisme tidak teridentifikasi atau tidak segera diobati maka
timbul gejala kemajuan kelumpuhan pada kaki,lengan,batang tubuh,dan sistem pernapasan.
Orang dengan gejala botulisme pernafasan mungkin harus menggunakan ventilator untuk
membantu mereka bernapas sampai mereka pulih dari toksin, yang biasanya memakan
waktu 2-8 minggu. Kematian terjadi dalam 5 sampai 10 persen dari kasus botulisme.
Penegakan diagnosis
a. Anamnesis
- Makanan atau minuman Anda baru dikonsumsi
- Kondisi medis saat ini
- Obat-obatan yang sedang dikonsumsi
b. Pemeriksaan fisik
Mencari tanda-tanda botulisme mencakup pemeriksaan mata dan tes neurologis.
Jika dokter mencurigai botulisme, ia akan mengirimkan sampel darah atau tinja ke
laboratorium khusus untuk analisis.
36 | P a g e
Karena jarang terjadi botulisme dan gejala-gejala botulisme yang mirip
dengan penyakit lain, penyakit lain yang dapat muncul mirip dengan
botulisme meliputi:
- myasthenia gravis
- polymyositis
- Sindrom Guillain-Barre
- pukulan
- Penyakit Lyme.
c. Pemeriksaan penunjang
- Sebuah scan otak (CT scan atau MRI)
- Lumbal pungsi untuk memeriksa cairan tulang belakang
- Uji konduksi saraf (Elektromiografi atau EMG)
Diagnosis botulisme juga cukup sulit, karena tes laboratorium yang digunakan untuk
membuat diagnosis dapat memakan waktu hingga 4 hari untuk menyelesaikan, dan
tersedia hanya di beberapa laboratorium.
C. Pengobatan
Pengobatan botulisme meliputi :
- Pemberian antitoksin
Pengobatan untuk botulisme mungkin melibatkan injeksi suatu antitoksin, yang
terbuat dari serum kuda. Antitoksin dapat mengurangi keparahan dan durasi gejala
botulisme dengan menetralisir toksin yangbelum terikat ujung saraf. Namun, karena risiko
efek samping yang serius, seperti anafilaksis (reaksi alergi yang mengancam nyawa)
dan penyakit serum (reaksi alergi terduga terhadap serum kuda,yang dapat menyebabkan
anafilaksis) , yang antitoksin kuda tidak selalu dapat digunakan,dan tidak pernah
diberikan kepada bayi.
- Pengobatan suportif
Perawatan suportif yang baik di rumah sakit adalah andalan pengobatan untuk semua
jenis botulisme. Kegagalan pernapasan dan kelumpuhan yang terjadi dengan botulisme
parah mungkinmemerlukan pasien untuk berada pada mesin pernapasan (ventilator)
selama berminggu-minggu, ditambah perawatan intensif medis dan keperawatan. Setelah
beberapa minggu, kelumpuhan secara perlahan membaik.
37 | P a g e
- Observasi
D. Prognosis
Botulisme dapat mengakibatkan kematian karena kegagalan
pernapasan. Namun, dalam 50 tahun terakhir, proporsi pasien yang meninggal dari
kondisi telah jatuh dari sekitar 50persen menjadi 8 persen. Pasien yang bertahan hidup sebuah
episode dari keracunanbotulisme mungkin telah kelelahan dan sesak napas selama bertahun-
tahun, dan pengobatan jangka panjang mungkin diperlukan untuk membantu pemulihan.
2.3.8. AIDS
A. Pengertian
Acquired Immunodeficiency Syndrome atau Acquired Immune Deficiency
Syndrome (disingkat AIDS) adalah sekumpulan gejala dan infeksi (atau: sindrom) yang
timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV; atau
infeksi virus-virus lain yang mirip yang menyerang spesies lainnya (SIV, FIV, dan lain-lain).
Virusnya sendiri bernama Human Immunodeficiency Virus (atau disingkat HIV) yaitu
virus yang memperlemah kekebalan pada tubuh manusia. Orang yang terkena virus ini akan
menjadi rentan terhadap infeksi oportunistik ataupun mudah terkena tumor. Meskipun
penanganan yang telah ada dapat memperlambat laju perkembangan virus, namun penyakit
ini belum benar-benar bisa disembuhkan.
HIV dan virus-virus sejenisnya umumnya ditularkan melalui kontak langsung antara
lapisan kulit dalam (membran mukosa) atau aliran darah, dengan cairan tubuh yang
mengandung HIV, seperti darah, air mani, cairan vagina, cairan preseminal, dan air susu ibu.
Penularan dapat terjadi melalui hubungan intim (vaginal, anal, ataupun oral), transfusi darah,
jarum suntik yang terkontaminasi, antara ibu dan bayi selama kehamilan, bersalin, atau
menyusui, serta bentuk kontak lainnya dengan cairan-cairan tubuh tersebut.
B. Epidemiologi
Para ilmuwan umumnya berpendapat bahwa AIDS berasal dari Afrika Sub-Sahara.
Kini AIDS telah menjadi wabah penyakit. AIDS diperkiraan telah menginfeksi 38,6 juta
38 | P a g e
orang di seluruh dunia. Pada Januari 2006, UNAIDS bekerja sama dengan WHO
memperkirakan bahwa AIDS telah menyebabkan kematian lebih dari 25 juta orang sejak
pertama kali diakui pada tanggal 5 Juni 1981. Dengan demikian, penyakit ini merupakan
salah satu wabah paling mematikan dalam sejarah. AIDS diklaim telah menyebabkan
kematian sebanyak 2,4 hingga 3,3 juta jiwa pada tahun 2005 saja, dan lebih dari 570.000 jiwa
di antaranya adalah anak-anak. Sepertiga dari jumlah kematian ini terjadi di Afrika Sub-
Sahara, sehingga memperlambat pertumbuhan ekonomi dan menghancurkan kekuatan
sumber daya manusia di sana.
C. Penyebab dan Patogenesis
AIDS merupakan bentuk terparah atas akibat infeksi HIV. HIV adalah retrovirus yang
biasanya menyerang organ-organ vital sistem kekebalan manusia, seperti sel T CD4+ (sejenis
sel T), makrofag, dan sel dendritik. HIV merusak sel T CD4+ secara langsung dan tidak
langsung, padahal sel T CD4+ dibutuhkan agar sistem kekebalan tubuh dapat berfungsi baik.
Bila HIV telah membunuh sel T CD4+ hingga jumlahnya menyusut hingga kurang dari 200
per mikroliter (µL) darah, maka kekebalan di tingkat sel akan hilang, dan akibatnya ialah
kondisi yang disebut AIDS. Infeksi akut HIV akan berlanjut menjadi infeksi laten klinis,
kemudian timbul gejala infeksi HIV awal, dan akhirnya AIDS; yang diidentifikasi dengan
memeriksa jumlah sel T CD4+ di dalam darah serta adanya infeksi tertentu.
Tanpa terapi antiretrovirus, rata-rata lamanya perkembangan infeksi HIV menjadi
AIDS ialah sembilan sampai sepuluh tahun, dan rata-rata waktu hidup setelah mengalami
AIDS hanya sekitar 9,2 bulan. Namun demikian, laju perkembangan penyakit ini pada setiap
orang sangat bervariasi, yaitu dari dua minggu sampai 20 tahun. Banyak faktor yang
mempengaruhinya, diantaranya ialah kekuatan tubuh untuk bertahan melawan HIV (seperti
fungsi kekebalan tubuh) dari orang yang terinfeksi. Orang tua umumnya memiliki kekebalan
yang lebih lemah daripada orang yang lebih muda, sehingga lebih beresiko mengalami
perkembangan penyakit yang pesat. Akses yang kurang terhadap perawatan kesehatan dan
adanya infeksi lainnya seperti tuberkulosis, juga dapat mempercepat perkembangan penyakit
ini. Warisan genetik orang yang terinfeksi juga memainkan peran penting. Sejumlah orang
kebal secara alami terhadap beberapa varian HIV. HIV memiliki beberapa variasi genetik
dan berbagai bentuk yang berbeda, yang akan menyebabkan laju perkembangan penyakit
klinis yang berbeda-beda pula. Terapi antiretrovirus yang sangat aktif akan dapat
39 | P a g e
memperpanjang rata-rata waktu berkembangannya AIDS, serta rata-rata waktu kemampuan
penderita bertahan hidup.
D. Transmisi
Penularan (transmisi) HIV secara seksual terjadi ketika ada kontak antara sekresi
cairan vagina atau cairan preseminal seseorang dengan rektum, alat kelamin, atau
membran mukosa mulut pasangannya. Hubungan seksual reseptif tanpa pelindung
lebih beresiko daripada hubungan seksual insertif tanpa pelindung, dan resiko
hubungan seks anal lebih besar daripada resiko hubungan seks biasa dan seks oral.
Seks oral tidak berarti tak beresiko karena HIV dapat masuk melalui seks oral reseptif
maupun insertif. Kekerasan seksual secara umum meningkatkan risiko penularan HIV
karena pelindung umumnya tidak digunakan dan sering terjadi trauma fisik terhadap
rongga vagina yang memudahkan transmisi HIV.
Penyakit menular seksual meningkatkan resiko penularan HIV karena dapat
menyebabkan gangguan pertahanan jaringan epitel normal akibat adanya borok alat
kelamin, dan juga karena adanya penumpukan sel yang terinfeksi HIV (limfosit dan
makrofag) pada semen dan sekresi vaginal. Penelitian epidemiologis dari Afrika Sub-
Sahara, Eropa, dan Amerika Utara menunjukkan bahwa terdapat sekitar empat kali
lebih besar resiko terinfeksi AIDS akibat adanya borok alat kelamin seperti yang
disebabkan oleh sifilis dan/atau chancroid. Resiko tersebut juga meningkat secara
nyata, walaupun lebih kecil, oleh adanya penyakit menular seksual seperti kencing
nanah, infeksi chlamydia, dan trikomoniasis yang menyebabkan pengumpulan lokal
limfosit dan makrofag.
Orang yang terinfeksi dengan HIV masih dapat terinfeksi jenis virus lain yang lebih
mematikan.
Kontaminasi patogen melalui darah
Jalur penularan ini terutama berhubungan dengan pengguna obat suntik, penderita
hemofilia, dan resipien transfusi darah dan produk darah. Berbagi dan menggunakan
kembali jarum suntik (syringe) yang mengandung darah yang terkontaminasi oleh
40 | P a g e
organisme biologis penyebab penyakit (patogen), tidak hanya merupakan resiko
utama atas infeksi HIV, tetapi juga hepatitis B dan hepatitis C.
Penularan masa perinatal
Transmisi HIV dari ibu ke anak dapat terjadi melalui rahim (in utero) selama masa
perinatal, yaitu minggu-minggu terakhir kehamilan dan saat persalinan. Bila tidak
ditangani, tingkat penularan dari ibu ke anak selama kehamilan dan persalinan adalah
sebesar 25%. Namun demikian, jika sang ibu memiliki akses terhadap terapi
antiretrovirus dan melahirkan dengan cara bedah caesar, tingkat penularannya hanya
sebesar 1%.[44] Sejumlah faktor dapat memengaruhi resiko infeksi, terutama beban
virus pada ibu saat persalinan (semakin tinggi beban virus, semakin tinggi resikonya).
Menyusui meningkatkan resiko penularan sebesar 4%.[45]
E. Gejala dan komplikasi
Berbagai gejala AIDS umumnya tidak akan terjadi pada orang-orang yang memiliki
sistem kekebalan tubuh yang baik. Kebanyakan kondisi tersebut akibat infeksi oleh bakteri,
virus, fungi dan parasit, yang biasanya dikendalikan oleh unsur-unsur sistem kekebalan tubuh
yang dirusak HIV. Infeksi oportunistik umum didapati pada penderita AIDS.[7] HIV
mempengaruhi hampir semua organ tubuh. Penderita AIDS juga beresiko lebih besar
menderita kanker seperti sarkoma Kaposi, kanker leher rahim, dan kanker sistem kekebalan
yang disebut limfoma.
Biasanya penderita AIDS memiliki gejala infeksi sistemik; seperti demam,
berkeringat (terutama pada malam hari), pembengkakan kelenjar, kedinginan, merasa lemah,
serta penurunan berat badan. Infeksi oportunistik tertentu yang diderita pasien AIDS, juga
tergantung pada tingkat kekerapan terjadinya infeksi tersebut di wilayah geografis tempat
hidup pasien.
Tanda-tanda klinis penderita AIDS :
1. Berat badan menurun lebih dari 10 % dalam 1 bulan
2. Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan
3. Demam berkepanjangan lebih dari1 bulan
4. Penurunan kesadaran dan gangguan-gangguan neurologis
41 | P a g e
5. Dimensia/HIV ensefalopati
Gejala minor :
1. Batuk menetap lebih dari 1 bulan
2. Dermatitis generalisata yang gatal
3. Adanya Herpes zoster multisegmental dan berulang
4. Infeksi jamur berulang pada alat kelamin wanita
F. Pengobatan
Perawatan antiretrovirus sesungguhnya dapat mengurangi tingkat kematian dan
parahnya infeksi HIV, namun akses terhadap pengobatan tersebut tidak tersedia di semua
negara.
G. Pencegahan
HIV dapat dicegah dengan memutus rantai penularan, yaitu ; menggunakan kondom
pada setiap hubungan seks berisiko,tidak menggunakan jarum suntik secara bersam-sama,
dan sedapat mungkin tidak memberi ASI pada anak bila ibu positif HIV. Sampai saat ini
belum ada obat yang dapat mengobati AIDS, tetapi yang ada adalah obat untuk menekan
perkembangan virus HIV sehingga kualitas hidup ODHA tersebut meningkat. Obat ini harus
diminum sepanjang hidup.
42 | P a g e
III. KESIMPULAN
1. Penyakit infeksi masih menjadi masalah kesehatan utama di dunia, termasuk di
Indonesia akibat adanya emerging and re-emerging disease.
2. Emerging and re-emerging disease dikaitkan dengan bioterorisme yang
memanfaatkan kemampuan mutasi genetik mikroba untuk menciptakan suatu
penyakit baru atau penyakit lama yang lebih ganas.
3. Contoh penyakit emerging disease antara lain avian influenza, SARS, swine infuenza,
Penyakit Nipah, HIV/AIDS.
4. Contoh penyakit re-emerging disease antara lain chikungunya, malaria, dan lain-lain.
5. Penyakit yang diduga timbul sebagai agen bioterorisme antara lain antraks dan
botulisme.
43 | P a g e
IV. DAFTAR PUSTAKA
Jawet,Melnick,&Adelberg.Mikrobiologi Kedokteran.2007.EGC : Jakarta
Upik Kesumawati Hadi ,Jurnal Bagian Parasitologi & Entomologi Kesehatan Fakultas Kedokteran Hewan IPB, Penyakit Tular Vektor: Penyakit Chikungunya
http://dhewynerz.blogspot.com/2009/11/askep-sars.html
http://diseases.emedtv.com/botulism/
botulisme.html&ei=BkDETpf9H6eriAfI6fWBDg&sa=X&oi=translate&ct=result&resnum=6
&ved=0CEgQ7gEwBQ&prev
http://kesehatan.kompasiana.com/medis/2010/07/16/new-emerging-desease/
http://medicastore.com/penyakit/202/Antraks.html
http://www.infodokterku.com/index.php?
option=com_content&view=article&id=140:mengenal-penyakit-dan-wabah-virus-
nipah&catid=25:penyakit-menular&Itemid=18
http://www.infosihat.gov.my/penyakit/Dewasa/Antraks.pdfwww.infokeperawatan.com/
http://www.repositori.usu.ac.id
44 | P a g e