tgs metode penelitian yondra saputra

12

Click here to load reader

Upload: yondra-saputra

Post on 27-Oct-2015

36 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Tgs Metode Penelitian YONDRA SAPUTRA

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Luas Ultisols di Indonesia meliputi 48,3 juta ha atau sekitar 29,7 % dari

luas daratan Indonesia atau sekitar 58 % dari seluruh luas lahan kering Indonesia

(Suardjo dan Nanik, 1986). Akan tetapi pemanfaatannya sering kali dihadapkan

pada kendala kesuburan tanahnya yang rendah. Menurut Sanchez (1992), Ultisol

mempunyai kemasaman yang tinggi, KTK rendah, kandungan N, P, K, Ca, S dan

Mo rendah, serta kandungan Al, Fe, dan Mn tinggi. Pemberian pupuk fosfor

ternyata hanya 10 % sampai 30 % yang mampu dimanfaatkan oleh tanaman

(Jones, 1982). Produksi tanaman yang rendah pada Ultisol salah satunya

diakibatkan oleh rendahnya P tersedia tanah sehingga kebutuhan P bagi tanaman

belum tercukupi.

Permasalahan umum yang dihadapi oleh P pada Ultisol adalah tidak semua P

tanah dapat segera tersedia untuk tanaman, karena banyak P yang terikat oleh

senyawa Al, Fe, Zn dan Mn (Balai Penelitian Tanaman Sayur, 2006). Kadar bahan

organik pada Ultisol berpotensi sebagai sumber P bagi tanaman, akan tetapi P

organik yang terkandung dalam bahan organik tersebut tidak dapat langsung

dimanfaatkan oleh tanaman. Menurut Glick (1995) terdapat mikroba yang dapat

mentransformasi P organik menjadi P anorganik melalui aktivitas enzim fosfatase.

Enzim fosfatase tersebut berperan pada proses hidrolisis P organik menjadi P

anorganik sehingga dapat tersedia bagi tanaman (Lal, 2002).

1

Page 2: Tgs Metode Penelitian YONDRA SAPUTRA

2

Mikroorganisme yang dikenal berpotensi tinggi dalam mengubah status

fosfor tanah dan meningkatkan ketersediaan P bagi tanaman adalah

mikroorganisme pelarut fosfat (MPF) yaitu mikroorganisme yang memiliki

kemampuan dalam melarutkan fosfat tanah baik P yang terikat oleh Fe, Al atau Ca

maupun melarutkan P organik menjadi P anorganik sehingga tersedia bagi

tanaman. Mikroorganisme pelarut fosfat (MPF) terdiri dari golongan bakteri,

fungi dan aktinomiset. Bakteri pelarut fosfat (BPF) terdiri dari Bacillus,

Pseudomonas, Arthrobacter, Micrococcus, Streptomyces, dan Flavobacterium

(Sumarsih, 2007), sementara kelompok fungi juga berperan aktif dalam

melarutkan fosfat dalam tanah antara lain Aspergillus sp. dan Penicillium sp.

(Elfiati dan Rauf, 2005).

Pemupukan fosfat anorganik pada tanah ultisol mempunyai masalah

utama yaitu rendahnya efektivitas pupuk P sebesar 10 % hingga 30 %

yang diserap tanaman serta serapan P tanaman padi sebesar 0,2 ppm sampai

0,3 ppm dalam mendukung pertumbuhan dan produktivitas tanaman budidaya

sedangkan serapan P dalam tanaman umumnya antara 0,1 % sampai 0,4 %

(Tisdale et al., 1990).

Salah satu alternatif untuk mengatasi rendahnya ketersediaan P tanah adalah

dengan memanfaatkan mikroorganisme tanah yang hidup bebas yang memiliki

kemampuan dalam melarutkan P tanah sehingga tanaman mampu menyerap P

tanah untuk mencukupi kebutuhannya, karena mikroorganisme pelarut fosfat

dapat meningkatkan ketersediaan P dalam tanah sehingga dapat meningkatkan

serapan hara oleh tanaman.

Page 3: Tgs Metode Penelitian YONDRA SAPUTRA

3

Bakteri di dalam tanah banyak yang mempunyai kemampuan melepas P dari

ikatan Fe, Al, Ca dan Mg sehingga P yang tidak tersedia menjadi tersedia bagi

tanaman, salah satunya adalah Pseudomonas sp. Bakteri tersebut dapat digunakan

sebagai Biofertilizer. Pelarutan fosfat oleh Pseudomonas sp. didahului dengan

sekresi asam-asam organik, diantaranya asam sitrat, glutamat, suksinat, laktat,

oksalat, glioksilat, malat, fumarat. Hasil sekresi tersebut akan berfungsi sebagai

katalisator, pengkelat dan memungkinkan asam-asam organik tersebut

membentuk senyawa kompleks dengan kation-kation Ca2+, Mg2+, Fe2+, dan Al2+

sehingga terjadi pelarutan fosfat menjadi bentuk tersedia yang dapat diserap oleh

tanaman (Rao, 1982).

Bakteri pelarut fosfat (BPF) merupakan bakteri tanah yang bersifat non

patogen dan termasuk dalam katagori bakteri pemacu pertumbuhan tanaman.

Bakteri tersebut menghasilkan vitamin dan fitohormon yang dapat memperbaiki

pertumbuhan akar tanaman dan meningkatkan serapan hara (Glick, 1995). Bakteri

pelarut fosfat merupakan kelompok bakteri yang dapat melarutkan P yang terjerap

permukaan oksida-oksida besi dan almunium sebagai senyawa Fe-P dan Al-P

(Hartono, 2000).

Padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman pangan utama di Indonesia, yang

permintaannya setiap tahun mengalami peningkatan. Sekitar 500.000 Ha lahan

produktif beralih fungsi ke sektor non-pertanian, seperti pemukiman, industri

hingga jalan (Prasetyo, 2003). Berkurangnya lahan pertanian serta semakin

meningkatnya populasi penduduk tersebut menyebabkan pembukaan areal lahan

baru untuk budidaya padi perlu ditingkatkan (Handayani, 2001).

Page 4: Tgs Metode Penelitian YONDRA SAPUTRA

4

Padi gogo memerlukan pengelolaan yang intensif untuk menunjang hasil

panen yang optimal. Produktivitas padi gogo sangat dipengaruhi media tanam dan

cara pemupukan. Budidaya padi gogo secara umum dilakukan di lahan kering,

sedangkan lahan kering di Indonesia didominasi oleh jenis tanah marjinal seperti

ultisol yang relatif kurang subur.

Berdasarkan penelitian Barus (2005), pemupukan 100 kg P ha-1 berpengaruh

terhadap peningkatan hasil panen, sedangkan apabila taraf pemupukan

ditingkatkan maka hasil panen cenderung lebih rendah. Dosis pemupukan 150 kg

P ha-1 sampai 200 kg P ha-1, hanya sekitar 5 % P - 20 % P diserap tanaman

sehingga menimbulkan residu pupuk fosfat yang tidak segera dapat dimanfaatkan

oleh tanaman (Isgitani et al., 2005).

Mikroba pelarut fosfat sebagai pupuk hayati mempunyai keunggulan antara

lain hemat energi, ramah lingkungan dan meningkatkan kelarutan P yang terjerap

oleh tanah (Elfiati dan Rauf, 2005). Mikroba pelarut fosfat mensekresikan

sejumlah asam organik yang membentuk khelat organik dengan kation-kation

seperti Al2+, Fe2+, Ca2+, dan Mg2+ sehingga membebaskan ion fosfat terikat.

Mikroorganisme tersebut dapat pula menghasilkan enzim fosfatase dan fitase

untuk mengkatalis mineralisasi P organik menjadi P anorganik yang tersedia bagi

tanaman (Sardans dan Peñuelas, 2004).

Menurut Fitriatin (2005), pengaruh pemberian inokulan MPF (Pseudomonas

pichetii atau P. cepasia) dengan pupuk P pada dosis pupuk 75 Kg P2O5 ha-1

meningkatkan bobot kering tanaman padi gogo masing-masing sebesar 19,5 %

dan 40,9 %. Hasil penelitian Goenadi et al., (2000) menunjukkan bahwa

Page 5: Tgs Metode Penelitian YONDRA SAPUTRA

5

ketersediaan P dipengaruhi oleh Aspergillus niger strain BCC F.194 yang diisolasi

dari tanah masam tropis. Fungi tersebut dapat meningkatkan kelarutan P pada

Morrocan Phosphate Rock sebanyak 25 g L-1 setelah dikulturkan selama 9 hari.

Aplikasi inokulan MPF diharapkan mampu menurunkan dosis pupuk fosfat

anorganik sehingga hasil panen padi gogo meningkat. Penggunaan MPF pada

lahan kering dan sawah dapat meningkatkan efisiensi pemupukan P sebesar

50 % - 60 % dari dosis rekomendasi (Balai Penelitian Tanah, 2008). Berdasarkan

hasil penelitian Fitriatin et al. (2009) gabungan antara fungi dan bakteri pelarut

fosfat dapat meningkatkan hasil panen padi gogo sebesar 15,23 % pada dosis

pupuk 75 Kg P2O5 ha-1 sedangkan pada dosis 100 Kg P2O5 ha-1 terjadi penurunan

hasil sebesar 24,61 %. Maka diperlukan pengelolaan potensi mikroba tanah untuk

meningkatkan efisiensi pemupukan P sehingga dapat berpengaruh positif terhadap

keuntungan ekonomi petani dan kelestarian lingkungan, terutama untuk

produktivitas tanaman padi gogo pada Ultisol.

1.2. Tujuan Penelitian

Tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah :

1. Mengetahui pemberian inokulan MPF yang dapat mengurangi dosis pupuk

P serta memberikan pengaruh terbaik terhadap hasil padi gogo pada

Ultisol.

2. Mengetahui hubungan antara variabel-variabel aktivitas fosfatase tanah,

ketersediaan P, serapan P dan hasil tanaman padi gogo pada Ultisol.

1.3. Hipotesis

Page 6: Tgs Metode Penelitian YONDRA SAPUTRA

6

Berdasarkan pendahuluan di atas, maka dapat ditarik suatu hipotesis sebagai

berikut:

1. Pemberian MPF dapat mengurangi dosis pupuk P dan dapat meningkatkan

hasil padi gogo pada Ultisol.

2. Pemberian MPF dan dosis pupuk P memberikan pengaruh terhadap nilai

aktivitas fosfatase tanah yang semakin tinggi dan berpengaruh terhadap

peningkatan hasil tanaman padi gogo pada Ultisol.

DAFTAR PUSTAKA

Page 7: Tgs Metode Penelitian YONDRA SAPUTRA

7

Balai Penelitian Tanah (Balittanah). 2008. Biophos. Online; http://www.balittanah.litbang.deptan.go.id. (Diakses 18 Februari 2009).

Balitsa (Balai Penelitian Tanaman Sayur). 2006. Laporan Penelitian, Lembang.

Barus, J. 2005. Respon Tanaman Padi terhadap Pemupukan P pada Tingkat Status Hara P Tanah yang Berbeda. Jurnal Akta Agrosia Vol. 8 No. 2 hlm 52-55 Online; http://www.bdpunib.org (Diakses 29 Januari 2009).

Elfiati, D. dan A. Rauf. 2005. Uji Pemanfaatan Jamur Pelarut Fosfat untuk Peningkatan Efisiensi Pemupukan P pada Aeric Haplaquox. Prosiding Kongres Nasional VII HITI, Bandung. Buku I. Hal. 645 – 654.

Fitriatin, B.N. 2005. Peranan Inokulan Bakteri Pelarut Fosfat Sebagai Penghasil Fitohormon dalam Meningkatkan Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Padi Gogo. Poster Perhimpunan Mikrobiologi Indonesia. (Tidak Dipublikasikan).

Fitriatin, B.N., 2009. Aktivitas Bakteri Penghasil Fosfatase yang Diisolasi dari Hutan Sanggabuana untuk Meningkatkan Mineralisasi P Organik dan Hasil Tanaman Jagung Manis (Zea mays var. saccharata Sturt L.). Disertasi. Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran, Bandung. (Tidak Dipublikasikan).

Glick, BR. 1995. The Enhancement of Plant Growth by Free Living Bacteria. Canadian Journal Microbiology 41: 109-117.

Goenadi, D.H., Siswanto and Y. Sugiarto. 2000. Bioactivation of Poorly Soluble Phosphate Rocks with a Phosphorus-Solubilizing Fungus. Soil Science Society Am. J. 64:927-932.

Handayani, I. P. 2001. Kurangi “Ketergantungan” Pupuk Kimia dengan Pupuk Hayati. Warta UNIB. XVII, Bengkulu.

Hartono, A. 2000. Pengaruh Pupuk Fosfor, Bahan Organik dan Kapur terhadap Pertumbuhan Jerapan P pada Tanah Masam Latosol Darmaga. Hal. 73-78. (Tidak Dipublikasikan).

Isgitani, M., S. Kabirun, dan S.A. Siradz. 2005. Pengaruh Inokulasi Bakteri Pelarut Fosfat Terhadap Pertumbuhan Shorghum pada Berbagai Kandungan P Tanah. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan Vol 5 (1) p: 48-54. Jurusan Tanah Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Online; http://soil.faperta.ugm.ac.id/isgitani .pdf. (Diakses: 29 Januari 2009).

Jones, U.S. 1982. Fertilizer and Soil Fertility. Reston Publ. Co. Reston, Virginia. 2nd Ed.

Page 8: Tgs Metode Penelitian YONDRA SAPUTRA

8

Lal. L. 2002. Phosphate Biofertilizer. Agrotech. Publ. Academy, Udaipur, India. 224p.

Prasetyo, YT. 2003. Bertanam Padi Gogo Tanpa Olah Tanah. Penebar Swadaya, Jakarta.

Rao, N.S.S. 1982. Phosphate Solubilization by Soil Microorganisms. In N.S. Rao (ed.) Advanced in Agricultural Microbiology. New Delhi: Oxford and IBH Publishing Co.

Sardan, J. and J. Peñuelas. 2004. Drought Decrease Soil Enzyme Activity in a Mediteranean Quercus ilex L. Forest. Soil Biology and Biochemistry, Barcelona. P. 455-461.

Schnitzer,M. and Huang.P.M. 1985. Interaksi Mineral Tanah dengan Organik Alami dan Mikroba. Diterjemahkan oleh Didiek Hadjar Goenadi. Gajah Mada University Press, Yogyakarta. (Tidak Dipublikasikan)

Suardjo dan Nanik Sinukaban. 1986. Masalah Erosi dan Kesuburan Tanah di Lahan Kering PMK di Indonesia. Lokakarya Usahatani Konservasi di Lahan Alang-alang PMK, Palembang. (Tidak Dipublikasikan).

Sumarsih, S. 2007. Teknologi Pelarutan Fosfat Menggunakan Mikroba. Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta, Yogyakarta. Online; http://sumarsih07.wordpress.com/. (Diakses: 13 Oktober 2009).

Tisdale, S.L, W.L. Nelson and J.D. Beaton. 1990. Soil Fertility and Fertilizer. McMillan Publ.Co., New York. 4th Ed.

Wakelin, S., R. Warren, P. Harvey and M. Ryder. 2004. Phosphate Solubilization by Penicillium spp. Closely Associated with Wheat Roots. Biology and Fertility of Soils, Vol. 40. No. 1. Online; http://www.ingentaconnect.com. (Diakses: 23 Maret 2009).