tindak pidana penyalahgunaan bahan kimia berbahaya …
TRANSCRIPT
TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN BAHAN KIMIA BERBAHAYA SEBAGAI
PENGAWET MAKANAN
PERSPEKTIF HUKUM POSITIF DAN HUKUM PIDANA ISLAM
(Analisis Putusan No. 262/Pid.B/2015/PN.Bdg)
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)
Oleh :
Lubna Zahraty
NIM : 1113045000040
PRORGAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A
1439 H / 2017 M
iii
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu syarat memperoleh gelar strata 1 (S1) di Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penelitian yang berlaku di
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti hasil karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan hasil jiplakan dari orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Jakarta, 28 November 2017
Penulis
iv
ABSTRAK
Lubna Zahraty. 1113045000040. Tindak Pidana Penyalahgunaan
Bahan Kimia Berbahaya Sebagai Pengawet Makanan Prespektif Hukum
Positif Dan Hukum Pidana Islam (Analisis Putusan No.
262/Pid.B/2015/PN.Bdg). Fakultas Syariah dan Hukum. Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Tahun 2017 M/ 1439H.
Skripsi ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang
penyalahgunaan bahan kimia berbahaya sebagai pengawet makanan studi
kasus dalam putusan No. 262/Pid.B/2015/PN.Bdg serta bagaimana hukum
Islam memandang terhadap Putusan tersebut.
Penelitian ini berjenis penelitian normatif pengumpulan data
dilakukan dengan penelitian kepustakaan (library research) yaitu penelitian
hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data
sekunder. Pada jenis penelitian hukum normatif, penelitian ini berjenis
penelitian perbandingan hukum. Sedangkan metode penelitian yang
digunakan oleh penulis adalah penelitian kualitatif yang berasal dari bahan-
bahan hukum.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dilihat dari aspek keadilan
hukum, terutama rasa keadilan terhadap terdakwa dalam Putusan Pengadilan
Negeri Badung No. 262/Pid.B/2015/PN.Bdg kurang tepat. Karena
penyalahgunaan bahan kimia berbahaya dapat menimbulkan kerugian atau
membahayakan konsumen. Jika melihat dari segi hukum pidana Islam, dalam
menjatuhkan hukuman terhadap terdakwa yang memproduksi makanan
menggunakan bahan tambahan yang dilarang termasuk ke dalam jarimah
ta’zir. Walaupun bentuk dan hukuman jarimah ta’zir ditentukan syara’.
penerapan sanksinya diserahkan kepada kebijaksanaan hakim.
Kata kunci : Penyalahgunaan Bahan Kimia Berbahaya, Putusan
Pengadilan Negeri No 262/Pid.B/2015/PN.Bdg
Pembimbing I : Dr. HJ. Isnawati Rais, M.A.
Pembimbing II : Fitriyani Zein, S.Ag, M.H.
Daftar Pustaka : Tahun 1975-2017
v
حيم الر حمن الر الله بشم
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayahnya, terucap dengan tulisan ikhlas Alhamdulillahi rabbil ‘alamin tiada henti
karena dapat terselesaikannya penulisan skripsi ini. Sholawat serta salam semoga
selalu tercurah limpahkan atas insan pilihan tuhan khatamul anbiya’i walmursalin
sayyidina Muhammad SAW.
Dengan setulus hati penulis menyadari bahwa skripsi ini masih sangat jauh
dari kesempurnaan. Namun demikian skripsi ini hasil usaha dan upaya yang
maksimal dari penulis. Tidak sedikit hambatan, cobaan dan kesulitan yang ditemui.
Banyak hal yang tidak dapat dihadirkan oleh penulis di dalamnya karena
keterbatasan pengetahuan dan waktu. Namun patut disyukuri karena banyak
pengalaman yang didapat dalam penulisan skripsi ini.
Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang tidak terhingga kepada
semua pihak :
1. Bapak Asep Saepudin Jahar, MA., Ph.D. selaku Dekan Fakultas Syari’ah
dan hukum serta pembantu Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Dr. H. M. Nurul Irfan. Selaku Ketua Program Studi hukum Pidana
Islam.
3. Bapak Nur Rohim Yunus, LLM. Selaku Sekretaris Program Studi Hukum
Pidana Islam.
4. Ibu Dr. HJ. Isnawati Rais, MA dan Fitriani Zein, S.Ag, M.H. Selaku Dosen
Pembimbing, yang telah memberikan arahan dan meluangkan waktu
dengan penuh keikhlasan serta kesabaran.
5. Seluruh dosen civitas akademik Fakultas Syariah dan hukum Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Pimpinan dan seluruh karyawan Perpustakaan universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
vi
7. Kedua orang tuaku tercinta yaitu Ayahku Alm. H.Nur Ilham Lc. Dan Ibuku
Dra. Hj.Tuti Nur Ainiah yang senantiasa mendidik, membantu dukungan
dan melimpahkan kasih sayang serta do’a yang tiada henti.
8. Sahabat seperjuangan, yaitu Keken Rizka Fitri, Arya Chairunnisa,
Syamazka Zakirni, Kurnia hayati Lubis, Dara Wahuyuni, Rian maulana,
Derifka Dwi Septa, Muhammad Arsy Nuril, Muhammad Amil Haq, Reza
Fajri Hidayat, Anwar Ibrahim, Anharfi, Amrullah, Alpen, Afrikal, Aldy,
Fahmi, yang telah memberikan perhatian dan dukungan sangat luar biasa,
serta seluruh teman-teman Prodi hukum Pidana Islam angkatan 2013.
Keluarga Besar Bani AL-BARKAH, Keluarga Besar PMII Komfaksyahum
(Komisariat Fakultas Syariah dan Hukum) Keluarga Besar IMAJINASI
(Ikatan Mahasiswa Jinayah Siyasah), KKN Dreams 114, terima kasih atas
segala motivasi dan semangatnya sehingga saya skripsi ini selesai.
9. Sahabat terbaik, Fuzi Fauziah, Haninah Halwa, Hilwa Mellaty, Intan Nurul
Maulida, Jovina Maulida, Adytama Widya, Fajar Ramadhan, Fauzi
Ardiansyah, Andy Riswanto, yang juga telah memberikan perhatian dan
dukungan sangat luar biasa selama ini.
10. Semua pihak yang turut membantu dalam penulisan hingga tahap
penyelesaian skripsi ini.
Akhirnya, atas jasa dan bantuan semua pihak baik berupa moral maupun
materil, sampai detik ini penulis panjatkan do’a semoga Allah SWT memberikan
balasan yang berlipat dan menjadikan amal jariyah yang tidak pernah berhenti
mengalir hingga hari akhir. Penulis berharap, semoga skripsi ini dapat memberikan
manfaat bagi penulis khususnya, dan para pembaca umumnya. Semoga Allah SWT
senantiasa memberikan kemudahan bagi kita semua dalam menjalani hari esok,
amin.
Jakarta, Desember 2017
Penulis
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
PENGESAHAN PEMBIMBING ………………….………………………... i
PENGESAHAN PANITIA PENGUJI ............……………………………… ii
LEMBAR PERNYATAAN ……………..…………………………………… iii
ABSTRAK ……………...………………………………………….................. iv
KATA PENGANTAR……......……………………………...........………….. v
DAFTAR ISI ……………………….......…………………………………….. viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah …………………………………… 1
B. Identifikasi Masalah ……………………………………….. 6
C. Batasan dan Rumusan Masalah ……………………………. 6
D. Tujuan dan Manfaat Masalah ……………………………… 7
E. Tinjauan Review Kajian Terdahulu ……………………...… 8
F. Metode Penelitian ……………………………………...…... 9
H. Sistematika Penulisan ……………………………………… 11
BAB II TINJAUAN HUKUM PENYALAHGUNAAN BAHAN KIMIA
BERBAHAYA SEBAGAI PENGAWET MAKANAN MENURUT
HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM
A. Bahan Tambahan Pangan …………………………………… 13
B. Bahan Kimia Berbahaya Menurut Hukum Positif ………….. 16
C. Bahan Kimia Berbahaya Menurut Hukum Islam …………… 23
viii
BAB III PUTUSAN PENGADILAN NEGERI BANDUNG NOMOR
262/Pid.B/2015/PN.Bdg
A. Beberapa Contoh Kasus di Indonesia ………………………. 37
B. Dasar Pertimbangan Hukum Putusan Pengadilan Negeri
Bandung No. 262/Pid.B/2015/PN.Bdg ……………………...
39
C. Putusan Pengadilan Negeri Bandung No.
262/Pid.B/2015/PN.Bdg …………………………………….
45
BAB IV ANALISIS TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN NEGERI
BANDUNG NO.262/Pid.B/2015/PN.Bdg
A. Analisis Putusan Dalam Tinjauan Hukum Positif .................. 47
B. Analisis Putusan Dalam Tinjauan Hukum Islam..................... 54
C. Perbandingan Hukum Positif Dan Hukum Islam Terhadap
Putusan No.262/Pid.B/2015/PN.Bdg ………………………..
57
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan …………………………………………………. 59
B. Saran-saran ………………………………………………….. 61
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Makanan merupakan kebutuhan utama dalam kehidupan manusia.
Karena, dari makanan manusia mendapatkan berbagai zat yang diperlukan
oleh tubuh untuk dapat bekerja dengan optimal. Makanan yang dimakan tidak
harus mempunyai bentuk yang menarik, namun memenuhi nilai gizi dan
aman dalam arti tidak mengandung bahan-bahan kimia yang membahayakan
kesehatan tubuh. Untuk itu diperlukan adanya pengamanan di bidang pangan
agar masyarakat terhindar dari mengonsumsi makanan yang berbahaya bagi
kesehatan. Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati
produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan,
dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai
makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan
Pangan, bahan baku Pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses
penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman.1
Perkembangan teknologi pangan pada saat ini telah sampai pada
kondisi di mana begitu banyak bahan baku dan bahan tambahan yang
digunakan untuk memproduksi suatu produk olahan. Apalagi di masa
sekarang ini banyak sekali beredar makanan dan minuman berbahaya yang
diperjual-belikan, karena sering ditemukan produk makanan yang telah
tercampur dengan bahan yang membahayakan kesehatan seperti terdapat
dalam tahu, mie basah, dan lain-lainnya.2
Hal tersebut juga di perparah dengan berbagai jenis bahan tambahan
makanan yang bersumber dari produk-produk senyawa kimia dan turunannya
seperti formalin, boraks, pewarna tekstil dan lain-lain tanpa memperhatikan
1Pasal 1 butir (1) Undang-Undang No 18 Tahun 2012 Tentang Pangan 2Afrianti Leni, Pengawet Makanan Alami dan sintesis,(Bandung: Alfabeta, 2010),h.74
2
takaran atau ambang batas serta bahaya yang ditimbulkan oleh bahan kimia
tersebut kepada konsumen.3 Padahal penggunaan bahan kimia dalam
makanan diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/
Menkes/Per/IX/1988 dan SNI 01-354-1994 tentang bahan tambahan
makanan. Penggunaan dalam aneka produk makanan sudah ditentukan
batasannya oleh pemerintah, yaitu maksimal 1.000 mg/kg.4
Dalam proses produksinya, para pelaku usaha ataupun produsen
sering kali tidak jujur dan melakukan kecurangan-kecurangan atau penipuan
kepada konsumen. Tingkat pengetahuan masyarakat mengenai produk
makanan yang membahayakan kesehatan merupakan faktor utama penyebab
produsen menggunakan bahan-bahan kimia berbahaya sebagai campuran
makanan.5 Penyebab produsen makanan semakin mengabaikan keselamatan,
yaitu :
1. Konsumen pada umumnya belum mempunyai kesadaran tentang
keamanan yang dikonsumsinya, sehingga belum banyak menuntut
produsen untuk menghasilkan produk makanan yang aman.
2. Konsumen juga memiliki kemampuan yang terbatas dalam mengumpulkan
dan mengolah informasi tentang makanan yang dikonsumsinya, sehingga
konsumen mempunyai keterbatasan dalam menilai makanan dan sulit
untuk menghindari resiko dan produk-produk makanan yang bermutu dan
tidak aman kesehatan.6
Dari permasalahan tersebut telah terjadi sebuah kasus di mana sebuah
pabrik mie basah di Sumedang memproduksi pangan untuk diedarkan
menggunakan bahan tambahan yang dilarang sebagai bahan tambahan
pangan. Terdakwa telah memproduksi makanan jenis mie basah sejak tahun
2010 sampai saat petugas dari Badan POM RI datang memeriksa dan
melakukan penyitaan di pabrik tersebut pada hari Senin tanggal 16 Juni 2014,
3Sudaryatmo, Masalah Perlindungan di Indonesia, (Bandung, Citra Aditya Bhakti, 1995),h.3. 4Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/ Menkes/Per/IX/1988 dan SNI 01-354-1994 5Sidabalok dan Janus, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, (Bandung, PT Aditya
Bhakti, 2006), h.56. 6Sofie dan Yusuf, Perlindungan Konsumen dan Instrumen-instrumen Hukumnya,
(Bandung:Citra Aditya Bhakti,2006), h. 43.
3
dan dalam memproduksi mie basah tersebut terdakwa mempekerjakan
sebanyak 8 (delapan) orang karyawan. Terdakwa dalam membuat makanan
jenis mie basah tersebut menggunakan bahan-bahan yang terdiri dari tepung
terigu, tepung tapioka, soda kostik, garam, air, pewarna kuning, borak, dan
formalin. Di mana fungsi dari masing-masing bahan tersebut yaitu tepung
terigu dan tepung tapioka sebagai bahan utama, soda kostik untuk
memberikan tekstur, pewarna fungsinya agar kelihatan lebih menarik, garam
untuk mempertajam rasa, borak sebagai pengenyal dan formalin sebagai
pengawet.
Selain itu bahan yang digunakan dalam pembuatan mie basah tersebut
menggunakan bahan kimia yang berbahaya bagi kesehatan apabila di
konsumsi dalam jangka waktu yang panjang penggunaan bahan kimia telah
dilarang oleh pemerintah dalam campuran bahan pangan. Dalam Undang-
Undang Nomor 18 Tahun 2012 Pasal 75 ayat (1) menyatakan bahwa, Setiap
orang yang melakukan produksi pangan untuk diedarkan dilarang
menggunakan bahan tambahan pangan yang melampaui ambang batas
maksimal yang ditetapkan dan/atau bahan yang dilarang digunakan sebagai
bahan tambahan Pangan. Bila melanggar ketentuan tersebut diancam pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp
10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah), yang diatur dalam Pasal 136
Undang-Undang No. 18 tahun 2012 tentang pangan.
Beberapa survei menunjukkan, alasan produsen menggunakan
formalin dan boraks sebagai bahan pengawet karena daya awet dan mutu
pada makanan menjadi lebih bagus serta murah harganya, tanpa peduli
bahaya yang dapat ditimbulkan. Hal tersebut di tunjang oleh pelaku
konsumen yang cenderung membeli makanan yang harganya murah, tanpa
mengindahkan kualitas. Untuk itu perlu dilakukan upaya peningkatan
kesadaran dan pengetahuan bagi produsen dan konsumen tentang bahaya
pemakaian bahan kimia yang bukan termasuk kategori bahan tambahan
pangan. Selain itu, diperlukan sikap pemerintah yang lebih tegas dalam
melarang penggunaan kedua jenis pengawet tersebut pada produk pangan
4
karena dapat menimbulkan keracunan dan kematian.7 Dalam Putusan Nomor
262/Pid.B/2015/PN.Bdg terdakwa juga pernah dihukum karena melakukan
tindak pidana yang sama dan perkaranya diputus pada tanggal 22 Januari
2013 dan dihukum dengan masa percobaan, sehingga terdakwa juga
dikenakan pasal berlanjut yaitu pasal 64 ayat (1) Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana yang menyatakan bahwa, jika antara beberapa perbuatan,
meskipun masing-masing merupakan kejahatan atau pelanggaran, ada
hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai suatu
perbuatan berlanjut, maka hanya diterapkan satu aturan pidana, jika berbeda-
beda, yang diterapkan yang memuat ancaman pidana pokok yang paling
berat.
Dalam tindak pidana tersebut diperlukan tindakan yang tegas dalam
menanggulangi kejahatan yang sama sehingga adanya efek jera bagi pelaku
penyalahgunaan bahan kimia berbahaya agar Indonesia aman dari makanan
yang halal dan bergizi. namun hakim dalam memutuskan perkara menurut
penulis masih belum tepat sehingga timbullah permasalahan dalam kasus
tersebut.
Indonesia merupakan negara dengan mayoritas penduduknya adalah
beragama muslim sehingga tingkat kehalalan makanan sangat diperhatikan.
Pemberian label halal suatu makanan di Indonesia dikeluarkan secara resmi
oleh instansi resmi pemerintah yaitu Majelis Ulama Indonesia. Menanggapi
maraknya peredaran makanan dengan zat berbahaya itu, bahwa makanan
yang mengandung zat berbahaya dan akan menimbulkan penyakit sehingga
haram untuk dikonsumsi, lebih lanjut Ma’ruf Amin menyatakan, meskipun
suatu makanan diketahui berasal dari bahan-bahan yang halal, namun
campuran dari makanan tidak diketahui secara pasti, dan menyarankan agar
masyarakat terutama umat Islam tidak mengonsumsinya.8
7 Wisnu Cahyadi, Bahan Tambahan Pangan,(Jakarta: PT Bumi Aksara, 2008), h.279 8Ma’ruf Amin, Makanan Berformalin Haram Dikonsumsi,
http://www.eramuslim.com/berita/nasional/komisi-fatwa-mui-makanan-berformalin-haram-
dikonsumsi. 20 Maret 2017, pukul 02:00
5
Islam sebagai agama yang lengkap dan sempurna juga mengatur
berbagai makanan yang layak dikonsumsi. oleh karena itu, dalam
mengonsumsi makanan tidak semata ditinjau dari kehalalan tetapi juga
kualitas makanan tersebut. Banyak makanan halal tetapi tidak berkualitas atau
tidak bergizi. Halal dan bergizi menjadi sarat kelayakan suatu makanan untuk
dikonsumsi sebagaimana firman Allah Swt:
ا رزقكم الله حللا طي باا واتقوا الله الذي أنتم به مؤمنون وكلوا مم
Artinya: “Dan makanlah makanan yang halal lagi baik (bergizi) dari apa yang
telah Allah rezekikan kepadamu, dan bertaqwalah kepada Allah
yang kamu beriman kepada-Nya”. (QS. Al-Maidah:88).
Ayat tersebut menjelaskan bahwa Allah SWT memerintahkan kepada
kita sebagai manusia agar memakan makanan yang halal dan baik (bergizi).
tentunya hal ini tidak lepas dari kebutuhan pokok kesehatan. Di mana
makanan dan minuman yang dibutuhkan oleh tubuh haruslah mengcover dari
empat sehat lima sempurna, esensi dari jaminan kesehatan yang harus
didapatkan oleh konsumen haruslah terjamin tanpa adanya zat-zat yang
ditambahkan dalam makanan, yang bersifat kimiawi yang bisa merusak organ
tubuh manusia itu sendiri.
Maka kedudukan makanan dalam Islam sangat diperhatikan
kemurnian dan kehalalannya untuk dikonsumsi. Dengan demikian apabila
tidak ada jaminan kehalalan suatu bahan atau produk pangan, maka akan sulit
bagi masyarakat awam untuk memilih mana produk yang halal dan mana
yang haram. Karena penggunaan bahan kimia seperti formalin dan boraks
merupakan perilaku kriminal yang sangat merugikan kesehatan konsumen,
sehingga bagi siapa saja pelaku usaha yang bertindak merugikan diberi sanksi
yang tegas sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Untuk itulah diperlukan adanya peraturan-peraturan yang jelas yang
menjamin kehalalan suatu bahan produk olahan, di samping itu umat Islam
6
perlu dibekali pengetahuan yang cukup tentang masalah ini, sehingga
memerlukan tinjauan mendalam tentang Hukum positif dan Hukum Pidana
Islam dalam kasus tersebut, untuk itu penulis tertarik membahas dalam
bentuk skripsi dengan judul : “Tindak Pidana Penyalahgunaan Bahan
Kimia Berbahaya Sebagai Pengawet Makanan Perspektif Hukum Positif
dan Hukum Pidana Islam (Analisis Putusan Nomor
262/Pid.B/2015/PN.Bdg)”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas maka
identifikasi masalahnya adalah sebagai berikut :
1. Faktor-faktor penyebab produsen menggunakan bahan-bahan kimia
berbahaya.
2. Perspektif hukum Positif dalam penyalahgunaan bahan kimia berbahaya
sebagai pengawet makanan.
3. Perspektif hukum Islam dalam penyalahgunaan bahan kimia berbahaya
sebagai pengawet makanan.
C. Batasan Masalah dan Rumusan Masalah
Dari sebagian yang penulis paparkan pada landasan pemikiran agar
tidak terlalu meluas dari pokok permasalahan, dan keterbatasan ilmu yang
dimiliki oleh penulis maka dalam penyusunan skripsi ini membatasi ruang
lingkup persoalan yang ada sebagai berikut :
1. Skripsi ini hanya membahas tentang tindak pidana penyalahgunaan bahan
kimia berbahaya sebagai pengawet makanan pada putusan Nomor
262/Pid.B/2015/PN.Bdg.
2. Dalam skripsi ini penulis menerangkan tentang Hukum Pidana
Islam(Jarimah Ta’zir).
7
Masalah yang kita bahas adalah bahan-bahan kimia berbahaya sebagai
pengawet makanan. Adapun beberapa persoalan yang menjadi permasalahan
dalam skripsi ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana tinjauan hukum positif dan hukum Islam mengenai tindak
pidana penyalahgunaan bahan kimia berbahaya sebagai pengawet
makanan?
2. Bagaimana putusan Pengadilan Negeri Bandung No.
262/Pid.B/2015/PN.Bdg terhadap pelaku Penyalahgunaan bahan kimia
berbahaya sebagai pengawet makanan Menurut Hukum Positif dan Hukum
Pidana Islam?
D. Tujuan Dan Manfaat Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini merujuk dari rumusan
masalah yang telah di uraikan di atas adalah:
1. Untuk mengetahui tinjauan hukum positif dan hukum Islam mengenai
tindak pidana penyalahgunaan bahan kimia berbahaya sebagai pengawet
makanan
2. Untuk mengetahui pandangan hukum positif dan hukum Pidana Islam
mengenai pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara No.
262/Pid.B/2015/PN.Bdg Pengadilan Negeri Bandung terhadap pelaku
Penyalahgunaan bahan kimia berbahaya sebagai pengawet makanan
Dalam setiap penelitian, di samping memiliki tujuan tentunya penulis
juga mengharapkan penelitian ini dapat bermanfaat bagi penulis dan para
pembaca penelitian ini. Adapun manfaat yang diharapkan dan dihasilkan
dalam penelitian ini antara lain:
1. Penelitian ini bermanfaat untuk menambah wawasan khususnya di bidang
hukum dan diharapkan menjadi pertimbangan dalam menetapkan
kebijakan terutama dalam hal sanksi yang dapat diberikan kepada pelaku
Tindak Pidana Penyalahgunaan Bahan Kimia Berbahaya Sebagai
Pengawet Makanan.
8
2. Secara praktis diharapkan penelitian ini dapat dijadikan acuan baik bagi
pihak yang terkait di dalamnya maupun masyarakat umum agar lebih
memperhatikan penggunaan bahan-bahan kimia pada makanan.
E. Tinjauan Review Terdahulu
Sejumlah penelitian tentang skripsi ini telah dilakukan, baik yang
mengkaji secara spesifik isu tersebut maupun yang menyinggung secara
umum. Berikut paparan tinjauan umum atas sebagai karya penelitian tersebut.
Skripsi karya Qumilaila, mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan
Kalijaga di Jogjakarta pada tahun 2008, dengan judul “Perlindungan
Konsumen Terhadap Bahan-Bahan Kimia Berbahaya Pada Makanan”
Skirpsi ini menyimpulkan bahwa, perlindungan konsumen terhadap
penggunaan bahan kimia berbahaya pada makanan, konsumen berhak
mendapatkan barang dan jasa yang halal dan bebas juga bahaya. berbeda dari
pembahasan skripsi di atas, yaitu skirpsi karya Daulat Sianturi, mahasiswa
Universitas Sumatera Utara Medan, dengan judul “Fungsi dan peranan
Lembaga Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Dalam
Perlindungan Konsumen Terhadap Makanan yang Mengandung Zat
Berbahaya”, yang menyimpulkan bahwa Badan Pengawas Obat dan
Makanan (BPOM) adalah lembaga pemerintah yang bertugas melakukan
regulasi, standardisasi, dan sertifikasi produk makanan dan obat yang
mencakup keseluruhan aspek pembuatan, penjualan, pengunaan, dan
keamanan makanan, obat-obatan, kosmetik, dan produk lainnya. selanjutnya
di dalam skripsi karya Kholid Hidayatullah, mahasiswa UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, Fakultas Syariah dan Hukum, Jurusan perbandingan
Mazhab Dan Hukum Tahun 2006. Dengan judul “Tinjauan Hukum Islam
Tentang Penggunaan Formalin Sebagai Pengawet Makanan”, Dalam
skripsi ini penulis lebih membahas kepada hukum Islam secara keseluruhan
tentang penggunaan formalin sebagai bahan pengawet makanan.
Dalam pembahasan tiga kajian skripsi tersebut, para penulis belum
menjelaskan secara khusus mengenai bagaimana pendangan tindak pidana
9
Penyalahgunaan bahan kimia berbahaya pada makanan secara hukum positif
dan hukum pidana Islam. Oleh karena itu, penulis melakukan penelitian ini
membahas tentang permasalahan tersebut.
F. Metode Penelitian
Jenis penelitian yang akan dilakukan oleh penulis adalah metode
kualitatif di mana penelitian ini bersifat deskriptif dan eksploratif. Penelitian
yang dilakukan terdiri atas :
1. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, artinya penulis tidak
membutuhkan populasi dan sampel. Objek pembahasan ini tertuju pada
penelitian suatu putusan pengadilan, maka kajian ini termasuk pada
penelitian hukum normatif. Penelitian yuridis normatif yang bersifat
kualitatif, adalah penelitian yang mengacu pada pada norma hukum yang
terhadap dalam peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan
serta norma-norma yang hidup dan berkembang dalam masyarakat.9
Peter Marzuki mengemukakan bahwa di dalam penelitian hukum
terdapat sejumlah pendekatan, yaitu : pendekatan undang-undang (statue
approach), pendekatan kasus (case approach), pendekatan historis
(historical approach), pendekatan komparatif (komparative approach),
pendekatan konseptual (conceptual approach).10 Oleh karena itu,
penelitian ini menerapkan penelitian kasus (case approach).
2. Sumber Data
Data-data yang dikumpulkan dalam penulisan skripsi ini adalah
data kualitatif bukan data kuantitatif. Data kualitatif yaitu penelitian yang
data umumnya dalam bentuk narasi atau gambar-gambar. Sedangkan data
9 Zainudin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika,2009), h. 105 10 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana Prenada Group,2008),h. 93.
10
kuantitatif adalah data yang dapat diukur sehingga data dapat
menggunakan statistik dalam pengujiannya.11
Dalam pengumpulan data kualitatif, ada data yang berupa bahan
hukum yang terdiri dari :
a. Bahan hukum primer, adalah bahan-bahan hukum yang
mengikat.12 Adapun bahan hukum primer yang penulis gunakan
yaitu Al- Quran, Hadits, KUHP, KUHAP dan Peraturan
Perundang-Undangan.
b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang menjelaskan
tentang bahan hukum primer, seperti misalnya Rancangan Undang-
Undang, hasil-hasil penelitian, hasil karya dari kalangan hukum
dan buku-buku. Bahan hukum sekunder yang digunakan dalam
penulisan skripsi ini adalah bahan hukum yang dapat memberikan
penjelasan mengenai bahan hukum primer yaitu berupa literatur-
literatur.
c. Bahan hukum tersier, adalah bahan yang memberikan petunjuk
maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan
hukum sekunder. Bahan hukum yang digunakan adalah Kamus
bahasa Indonesia, kamus hukum, kamus ilmiah populer.
3. Teknik pengumpulan Data
Di dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian
kepustakaan dalam pengumpulan data. Kajian kepustakaan adalah upaya
pengidentifikasian secara sistemis dan melakukan analisis terhadap
dokumen-dokumen yang memuat informasi yang berkaitan dengan tema,
objek, dan masalah penelitian.13
11 Ronny Kountur, Metode Penelitian, (Untuk penulisan Skripsi dan Tesis), cet.II, (Jakarta:
PPM, 2004), h. 16. 12 Soerjono Soekanto dan Srimamudji, Penelitian Hukum Normatif, Cet. V, (Jakarta: IND-
HILL-CO, 2001), h. 13. 13 Fahmi Muhammad Ahmadi dan Jenal Aripin, Metode Penelitian Hukum, cet. 1, (Ciputat:
Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010), h.13-14
11
Bahan hukum yang digunakan berupa bahan hukum primer, yaitu
bahan-bahan hukum yang mengikat, terdiri dari peraturan perundang-
undangan yang terkait dengan objek penelitian. Pada penelitian ini bahan
primer yang digunakan berupa Putusan No. 262/Pid.B/2015/PN.Bdg.
Bahan hukum sekunder adalah semua publikasi tentang hukum yang
merupakan dokumen tidak resmi. Terdiri atas buku-buku, kamus-kamus
hukum, jurnal-jurnal hukum, dan komentar-komentar atas putusan
hakim.14
4. Teknik Analisis Data
Analisis data yang digunakan adalah analisis yuridis-normatif yang
berarti membahas doktrin-doktrin atau asas-asas dalam ilmu hukum.
Penelitian yang menggunakan teknik analisis yuridis-normatif merupakan
penelitian yang mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam
peraturan perundang-undang dan putusan pengadilan serta norma-norma
yang hidup dan berkembang dalam masyarakat.15
5. Metode Penulisan
Penulis menggunakan metode penulisan skripsi yang mengacu pada
“Pedoman Penulisan Skripsi Tahun 2017 Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta”.
6. Sistematika Penulisan
Skripsi ini terdiri dari lima bab, masing-masing bab terdiri dari sub
bahasan, ini dimaksudkan untuk memudahkan jalannya penulisan dan
pengambilan putusan pengadilan penulisan penelitian ini, dan untuk
mendapatkan gambaran yang jelas mengenai materi pokok penulisan dan
memudahkan para pembaca dalam mempelajari tata urutan penulisan skripsi
ini, maka penulis menyusun sistematika penulisan ini secara sistematis
sebagai berikut:
14 Zainudin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika,2009), h. 54 15 Zainudin Ali, Metode Penelitian Hukum, h. 54
12
Bab I, Merupakan bab yang berisi pendahuluan skripsi secara
keseluruhan dan mewakili pokok kasus yang akan di bahas yang terdiri dari
latar belakang masalah, identifikasi masalah, batasan masalah, rumusan
masalah, tujuan penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan.
Bab II, pada bab ini penulis akan menjelaskan mengenai Tinjauan
Umum Mengenai Tindak Pidana Penyalahgunaan Bahan kimia Berbahaya
Sebagai Pengawet Makanan. Yang di dalamnya mencakup pengertian Bahan
Tambahan Pangan, Bahan Kimia Berbahaya Menurut hukum positif, Bahan
Kimia Berbahaya Menurut Hukum Islam.
Bab III, yang bertajuk Beberapa contoh kasus di Indonesia, Dasar
pertimbangan Hukum Putusan Pengadilan Negeri Bandung NO.
262/Pid.B/2015/PN.Bdg tentang Tindak Pidana Penyalahgunaan Bahan
Kimia Berbahaya Sebagai Pengawet makanan. Putusan Pengadilan Negeri
Bandung NO. 262/Pid.B/2015/PN.Bdg tentang Tindak Pidana
Penyalahgunaan Bahan Kimia Berbahaya Sebagai Pengawet makanan.
Bab IV, bertajuk Analisis Terhadap Putusan Pengadilan Negeri
Bandung Nomor 262/Pid.B/2015/PN.Bdg menurut Hukum Positif dan
Hukum Islam serta Perbandingan hukum Positif dan Hukum Islam Terhadap
Putusan No. 262/Pid.B/2015/PN.Bdg. tentang tindak pidana penyalahgunaan
bahan kimia berbahaya sebagai pengawet makanan di Indonesia yang
diproses hukum.
Bab V, yang memuat kesimpulan yang diperoleh dari teori yang
menggambarkan secara umum tentang permasalahan yang dibahas untuk
ditarik kesimpulannya, dalam bab ini juga mencakup saran-saran dari penulis
atas permasalahan yang diteliti sehingga tercapai upaya untuk mencapai
tujuan dari yang dilakukan.
13
BAB II
TINJAUAN UMUM BAHAN KIMIA BERBAHAYA SEBAGAI
PENGAWET MAKANAN
A. Bahan Tambahan Pangan
Menurut Wisnu Cahyadi Bahan Tambahan Pangan adalah bahan atau
campuran bahan yang secara alami bukan merupakan bagian dari bahan baku
pangan, tetapi ditambahkan ke dalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau
bentuk pangan antara lain bahan pewarna, pengawet, penyedap rasa, anti
gumpal, pemucat dan pengental.1
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
33 Tahun 2012, bahan tambahan pangan merupakan bahan yang ditambahkan
ke dalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan. Dalam
proses produksi pangan, sering kali pengusaha menggunakan bahan tambahan
pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk makanan. Penggunaan bahan
tambahan pangan juga diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun
2004 Pasal 9 yaitu setiap orang yang memproduksi makanan untuk diedarkan
dilarang menggunakan bahan apapun sebagai bahan tambahan pangan yang
diizinkan.2
Tujuan penggunaan bahan tambahan pangan adalah dapat
meningkatkan atau mempertahankan nilai gizi dan kualitas daya simpan,
membuat bahan pangan lebih mudah dihidangkan, serta mempermudah
preparasi bahan pangan. Bahan yang akan digunakan sebagai bahan tambahan
pangan, tetapi belum diketahui dampaknya bagi kesehatan manusia, wajib
diperiksa keamanannya terlebih dahulu, dan dapat digunakan dalam kegiatan
atau proses produksi makanan untuk diedarkan, setelah memperoleh
persetujuan dari BPOM. Bahan tambahan pangan yang digunakan dalam
pangan hendaknya harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1Wisnu Cahyadi, Bahan Tambahan Pangan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), h. 1 2Cahyo Suparinto dan Diana Hidayati, Bahan Tambahan Pangan, (Yogyakarta: Kanisius,
2006), h. 57-58.
14
1. Dimaksudkan untuk mencapai masing-masing tujuan penggunaan dalam
pengolahan;
2. Tidak digunakan untuk menyembunyikan penggunaan bahan yang salah
atau yang tidak memenuhi persyaratan;
3. Tidak digunakan untuk menyembunyikan cara kerja yang bertentangan
dengan cara produksi yang baik untuk pangan;
4. Tidak digunakan untuk menyembunyikan kerusakan bahan pangan.3
Penggunaan bahan tambahan pangan sebaiknya dengan dosis di
bawah ambang batas yang telah ditentukan. Jenis Bahan tambahan pangan
dilihat dari sumbernya dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu bahan tambahan
pangan alami yang umumnya diperoleh dari sumber-sumber dari bahan alami
dan bahan tambahan pangan sintesis yang umumnya diproduksi secara
sintesis kimia. Bahan tambahan pangan yang dibolehkan untuk digunakan di
Indonesia berdasarkan regulasi yang berlaku atau telah disetujui
penggunaannya oleh kepala BPOM antara lain:4
1. Pewarna, yaitu bahan tambahan pangan dapat memperbaiki atau memberi
warna pada makanan.
2. Pemanis buatan, yaitu bahan tambahan pangan yang dapat menyebabkan
rasa manis pada makanan, yang tidak atau hampir tidak mempunyai nilai
gizi.
3. Pengawet, yaitu bahan tambahan pangan yang dapat mencegah atau
menghambat fermentasi, pengemasan, atau penguraian lain pada makanan
yang disebabkan oleh pertumbuhan mikroba.
4. Antioksidan, yaitu bahan tambahan pangan yang dapat mencegah atau
menghambat proses oksida lemak, sehingga mencegah terjadinya
ketengikan.
5. Antikempal, yaitu bahan tambahan pangan yang dapat mencegah
mengempalnya (menggumpalnya) makanan yang berupa serbuk seperti
tepung atau bubuk.
3Wisnu Cahyadi, Bahan Tambahan Pangan, h.3 4Hanny Wijaya, Noryawati Mulyono, Bahan Tambahan Pangan Pewarna, (Bogor: IPB Press
Kampus IPB Taman Kencana, cet 1, 2009) h. 6-7
15
6. Penyedap rasa dan aroma, penguat rasa, yaitu bahan tambahan pangan
yang dapat memberikan, menambah, atau mempertegas rasa dan juga
aroma.
7. Pengatur keasaman (pengasam, penetral, pendapat), yaitu bahan tambahan
pangan yang dapat mengasamkan, menetralkan, dan mempertahankan
derajat keasaman makanan.
8. Pemutih dan pematang tepung, yaitu bahan tambahan pangan yang dapat
mempercepat proses pemutihan dan atau pematang tepung, sehingga dapat
memperbaiki mutu pemanggangan.
9. Pengemulsi, pemantap, dan pengental, yaitu bahan tambahan pangan yang
dapat membantu terbentuknya dan memantapkannya sistem dispersi yang
homogen pada makanan.
10. Pengeras, yaitu bahan tambahan pangan yang dapat memperkeras atau
mencegah melunaknya makanan.
11. Sekuestran, yaitu bahan tambahan pangan yang dapat mengikat ion
logam yang ada dalam makanan, sehingga memantapkan warna, aroma,
tekstur.
Adapun bahan tambahan pangan yang dilarang digunakan dalam
makanan, menurut Permenkes RI Nomor 33/MENKES/PER/VI/2012, sebagai
berikut :5
1) Asam borat dan senyawanya (Boric acid)
2) Formalin (Formaldehyde)
3) Minyak nabati yang dibrominasi (Brominated vegetable oils)
4) Kloramfenikol (Chloramphenicol)
5) Kalium klorat (Potassium chlorate)
6) Dietilpirokarbonat (Diethylpyrocarbonate, DEPC)
7) Nitrofurazon (Nitrofurazone)
8) Dulkamara (Dulcamara)
9) Asam salisilat dan garamnya (Salicylic acid and its salt)
5Peraturan menteri kesehatan RI Nomor 33/MENKES/PER/VI/2012
16
10) Dulsin (Dulcin)
11) Kalium bromat (Potassium bromate)
12) Kokain (Cocaine)
13) Nitrobenzen (Nitrobenzene)
14) Sinamil antranilat (Cinnamyl anthranilate)
15) Dihidrosafrol (Dihydrosafrole)
16) Biji tonka (Tonka bean)
17) Minyak kalamus (Calamus oil)
18) Minyak tansi (Tansy oil)
19) Minyak sasafras (Sasafras oil).
B. Bahan Kimia Berbahaya Menurut Hukum positif
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 472/
Menkes/Per/V/1996 Bahan berbahaya adalah bahan kimia baik dalam bentuk
tunggal maupun campuran yang dapat membahayakan kesehatan dan
lingkungan hidup secara langsung atau tidak langsung yang mempunyai sifat
racun, karsinogenik, teratogenik, mutagenik, korosif dan iritasi.6
Dalam kaitannya dengan bahan tambahan pangan, perlu dibedakan
antara toksitas (toxicity) dan bahaya (hazard). Toksisitas merupakan kapasitas
suatu bahan untuk menghasilkan cacat atau luka (injury). Sedangkan bahaya
merupakan kemungkinan timbulnya cacat atau luka akibat penggunaan bahan
secara sengaja. Telah diketahui bahwa banyak komponen pangan, baik alami
maupun yang ditambahkan bersifat toksis pada kadar tertentu, namun tidak
merugikan atau bahkan dari sudut gizi bersifat esensial pada kadar yang
rendah. Rasio antara dosis efektif dan dosis toksin banyak senyawa termasuk
di dalamnya zat gizi umum seperti asam amino dan garam-garamnya berkisar
1-100. Bahan tambahan pangan yang diketahui menyebabkan kanker pada
manusia atau hewan tidak boleh dianggap aman. Meskipun bahan tambahan
kimia dilarang untuk digunakan, tapi kenyataannya sampai saat ini masih
beredar dan dijual bebas seperti boraks dan formalin.7
6www.pom.go.id diakases pada tanggal 20 Agustus 2017 pukul 15:09 7Wisnu Cahyadi, Bahan Tambahan Pangan, h. 251-252
17
a. Boraks
Boraks adalah bahan pengawet kayu atau antiseptik pengontrol
kecoa. Boraks berbentuk serbuk kristal putih tanpa bau dan mudah larut
dalam air. di pasaran boraks dikenal dengan nama pijer dan dijual dalam
kemasan 100-200g dengan harga Rp10,00-Rp.200,00. Tujuan penambahan
boraks pada proses pengolahan makanan adalah untuk meningkatkan
kekenyalan, kerenyahan, serta memberikan rasa gurih dan kepadatan
terutama pada jenis makanan yang mengandung pati.8 Efek toksiknya akan
terasa bila boraks dikonsumsi secara kumulatif dan penggunaannya
berulang-ulang. Pengaruh terhadap kesehatan yaitu tanda dan gejala akut
seperti muntah, Diare, merah di lendir, konvulsi, dan depresi susunan
syarat pusat. Tanda dan gejala kronis seperti nafsu makan menurun,
gangguan pencernaan, bingung dan bodoh, anemia, rambut rontok dan
kanker.
b. Formalin
Formalin merupakan gas formaldehid yang tersedia dalam bentuk
larutan 40%. Bahan ini bisa diperoleh dengan mudah di toko-toko kimia.
Formalin bisa berbentuk cairan jernih, tidak berwarna, dan berbau
menusuk, atau berbentuk tablet dengan berat masing-masing 5g. Formalin
sebenarnya adalah bahan pengawet yang digunakan dalam dunia
kedokteran, misalnya sebagai bahan pengawet mayat. Bahan ini juga biasa
digunakan untuk mengawetkan hewan-hewan untuk keperluan penelitian.9
Pengaruh formalin terhadap kesehatan yaitu jika terhirup akan rasa
terbakar pada hidung dan tenggorokan, sukar bernafas, nafas pendek, sakit
kepala, kanker paru-paru. Dan apabila terkena kulit akan terasa gatal,
kemerahan, terbakar. Jika terkena mata akan mengalami kebutaan,
kerusakan mata, dan pandangan kabur.
8Cahyo Suparinto dan Diana Hidayati, Bahan Tambahan Pangan, h. 59 9Cahyo Suparinto dan Diana Hidayati, Bahan Tambahan Pangan, h. 62
18
Adapun makanan yang biasanya mengandung formalin dan boraks
yaitu :
1. Mie basah
Penggunaan formalin pada mi basah akan menyebabkan mie tidak
rusak sampai dua hari pada suhu kamar (25 derajat Celsius) dan bertahan
lebih dari 15 hari pada suhu lemari es (10 derajat Celsius) baunya agak
menyengat, bau formalin. Tidak lengket dan mie lebih mengkilap
dibandingkan mie normal. Penggunaan boraks pada pembuatan mi akan
menghasilkan tekstur yang lebih kenyal.
2. Tahu
Merupakan makanan yang banyak digemari masyarakat, karena rasa
dan kandungan gizinya yang tinggi. Namun dibalik kelezatannya kita perlu
waspada karena bisa saja tahu tersebut mengandung bahan berbahaya.
Perhatikan secara cermat apabila menemukan tahu yang tidak mudah
hancur atau lebih keras dan kenyal dari tahu biasa, kemungkinan besar
tahu tersebut mengandung bahan berbahaya, bisa formalin ataupun
boraks. Selain itu, tahu yang diberi formalin tidak akan rusak sampai tiga
hari pada suhu kamar lemari es (20 derajat Celsius) dan bertahan lebih dari
15 hari pada suhu lemari es (10 derajat Celsius). Tahu juga akan terlampau
keras, namun tidak padat, bau agak menyengat, dan bau formalin.
3. Bakso
Bakso tidak rusak sampai lima hari pada suhu kamar (25 derajat
Celsius). Teksturnya juga sangat kenyal.
4. Ikan segar
Ikan segar yang diberi formalin tekstur tubuhnya akan menjadi kaku
dan sulit dipotong. Ia tidak rusak sampai tiga hari pada suhu kamar (25
derajat Celsius). Warna insang merah tua dan tidak cemerlang. Bukan
merah segar dan warna daging ikan putih bersih.
5. Ikan asin
Ikan asin yang mengandung formalin akan terasa kaku dan keras,
bagian luar kering tetapi bagian dalam agak basah karena daging bagian
19
dalam masih mengandung air. Karena masih mengandung air, ikan akan
menjadi lebih berat daripada ikan asin yang tidak mengandung formalin.
Tidak rusak sampai lebih dari 1 bulan pada suhu kamar (25 derajat
Celsius). Tubuh ikan bersih dan cerah.10
1. Tindak Pidana Bahan Kimia Berbahaya Dan Sanksinya Menurut Hukum
Positif Indonesia
Ada berbagai istilah untuk tindak pidana (mencakup kejahatan dan
pelanggaran), antara lain delict (delik), perbuatan pidana, peristiwa pidana,
perbuatan yang boleh dihukum, pelanggaran pidana, dan sebagainya. Tindak
pidana berarti suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukuman
pidana. Tindak pidana adalah perbuatan yang melanggar larangan yang diatur
oleh aturan hukum yang diancam dengan sanksi pidana.11
Tindak pidana adalah istilah yang dikenal dari hukum pidana belanda,
yaitu “stafbaar feit”, Simons menerangkan bahwa staafbaar feit adalah suatu
perbuatan manusia dengan sengaja atau lalai, di mana perbuatan tersebut
diancam dengan Undang-Undang, dan dilakukan oleh manusia yang dapat
dipertanggungjawabkan. Sedangkan Van Hamel merumuskan stafbaar feit
adalah kelakukan orang (menselijke gedraging), yang dirumuskan dalam
waktu yang bersifat melawan hukum, yang patut dipidana dan dilakukan
dengan kesalahan.12
Ada dua istilah tentang tindak pidana yang dipakai dalam bahasa
Belanda, yaitu staafbaar feit dan delict yang mempunyai makna sama. Delict
diterjemahkan dengan delik saja, sedangkan straafbaar feit dalam Bahasa
Indonesia mempunyai beberapa arti dan belum diperoleh kata sepakat di
antara para sarjana Indonesia mengenai alih bahasa. Ada yang menggunakan
terjemahan (Moeljatno, dan Roeslian Saleh), peristiwa pidana (Konstitusi
RIS, UUDS 1950 Tresna serta Utrecht), tindak pidana (Wiryono
10Winarno, Kimia Pangan dan Gizi (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama 2002) h. 36 11Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia. (Jakarta: Balai
Pustaka, 1989), h. 89 12Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, (Jakarta: PT. Rinekan Cipta, 2002), h. 56
20
prodjodikoro), delik (Satochid Kartanegara, A.Z. Abidin dan Anistilah di
Hamzah), perbuatan yang boleh dihukum (Karni dan Van Scgravendijk),
pelanggaran pidana (Tirtaamidjaja). Namun dari berbagai salinan ke bahasa
Indonesia yang dimaksud dengan berbagai istilah tersebut ialah
Straafbaarfeit.13
Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tidak memberikan
penjelasan secara rinci mengenai perkataan straafbaarfeit tersebut. Istilah
straafbaarfeit terdapat dua unsur kedua pembentuk kata yaitu straafbaar dan
feit. Perkataan feit dalam bahasa Belanda diartikan sebagai kenyataan
sedangkan straafbaarfeit berarti dapat dihukum, sehingga secara harfiah
perkataan straafbaarfeit berarti sebagian dari kenyataan yang dapat dihukum,
di mana pengertian tersebut sudah barang tentu tidak tepat, oleh karena kelak
akan kita ketahui bahwa yang dapat dihukum adalah manusia sebagai pribadi
dan bukan kenyataan, perbuatan atau tindakan.14
Meskipun dalam KUHP tidak memberikan pengertian tentang tindak
pidana tetapi kita dapat melihat dari berbagai pakar hukum pidana yang
memberikan pengertian tentang straafbaarfeit. Menurut Simon, straafbaarfeit
adalah tindakan melanggar hukum yang telah dilakukan dengan sengaja
ataupun tidak dengan sengaja oleh seseorang yang dapat dipertanggung
jawabkan atas tindakannya dan oleh Undang-Undang telah dinyatakan
sebagai tindakan yang dapat dihukum. Alasan dari Simon merumuskan
straafbaarfeit seperti tersebut di atas, karena :
1) Untuk adanya straafbaarfeit diisyaratkan bahwa di situ terdapat suatu
tindakan yang dilarang ataupun diwajibkan dengan Undang-Undang
dimana pelanggaran terhadap larangan atau kewajiban seperti itu telah
dinyatakan sebagai tindakan yang dapat dihukum.
2) Agar suatu tindakan itu dapat dihukum maka tindakan itu harus memenuhi
semua unsur dari delik seperti yang dirumuskan dengan Undang-Undang.
13Martiman Projdohamidjojo, Memahami Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia (Jakarta:
Pradya Paramita 1997), h. 15 14P.A.F. Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, (Bandung: PT Citra Aditya
Bakti, 1984), h.181
21
3) Setiap straafbaarfeit sebagai pelanggaran terhadap suatu larangan atau
kewajiban, menurut Undang-Undang itu sendiri, pada hakikatnya
merupakan tindakan melawan hukum.15
Sedangkan Moeljatno memberikan pengertian tindak pidana adalah
perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan yang mana
disertai sanksi berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar
aturan tersebut.16 Dari beberapa pengertian tentang tindak pidana yang telah
diberikan oleh beberapa pakar hukum maka penulis dapat menyimpulkan
bahwa tindak pidana adalah perbuatan yang dilarang hukum dan pelaku dapat
dikenakan pidana karena perbuatan tersebut. Dalam hal ini larangan ditujukan
kepada perbuatan, sedangkan ancaman pidana ditujukan pada orang yang
melakukan perbuatan yang dilarang.
Terkait dengan perlindungan hukum dan penegakan hukum bagi
konsumen dari bahan kimia berbahaya pada makanan di mana pemerintah
telah mengeluarkan peraturan Perundang-undangan maupun peraturan yang
berkaitan dengan keamanan baik ditingkat produksi maupun distribusi. Ada
beberapa peraturan Perundang-undangan yang menjadi dasar bagi
pengambilan tindakan atau penghukuman atas perbuatan-perbuatan yang
menimbulkan kerugian atau bahaya kepada konsumen dalam hal
penyalahgunaan bahan kimia berbahaya sebagai pengawet makanan. Berikut
adalah peraturan Perundang-undangan tentang bahan kimia berbahaya yang
telah ada seperti :
Pertama, dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang
Pangan pasal 136 yang berbunyi :
“Setiap Orang yang melakukan Produksi Pangan untuk diedarkan yang
dengan sengaja menggunakan:
a. bahan tambahan Pangan melampaui ambang batas maksimal yang
ditetapkan; atau
b. bahan yang dilarang digunakan sebagai bahan tambahan Pangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (1) dipidana dengan
15Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, h.185 16Martiman Projdohamidjojo, Memahami Dasar-Dasar Hukum Pidana, h. 16
22
pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah)”.
Kedua, Menurut Pasal 111 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun
2009 tentang kesehatan:
“Kesehatan, makanan dan minuman yang dipergunakan untuk masyarakat
harus didasarkan pada standar dan/atau persyaratan kesehatan”.
Ketiga, dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen telah diatur mengenai apa yang tidak boleh
dilakukan oleh pelaku usaha dalam Pasal 8 ayat (1):
Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang
dan/atau jasa yang:
a. tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan
dan ketentuan peraturan Perundang-Undangan;
b. tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau neto, dan jumlah
dalam hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket
barang tersebut;
c. tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah dalam
hitungan menurut ukuran yang sebenarnya;
d. tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran
sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan barang
dan/atau jasa tersebut;
e. tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan,
gaya, mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam
label atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut;
f. tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket,
keterangan, iklan atau promosi penjualan barang dan/atau jasa
tersebut;
g. tidak mencantumkan tanggal kadaluarsa atau jangka waktu
penggunaan/ pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu;
h. tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana
pernyataan “halal” yang dicantumkan dalam label;
i. tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat
nama barang, ukuran, berat/isi bersih atau netto, komposisi, aturan
pakai, tanggal pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku
usaha serta keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan
harus dipasang/dibuat;
23
j. tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang
dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan
yang berlaku.
Dalam penerapan sanksi pidana terhadap pelaku usaha yang telah
memproduksi atau mengedarkan makanan yang mengandung bahan
kimia berbahaya menurut ketentuan Pasal 63 Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dapat juga dijatuhkan
hukuman tambahan berupa :
a. Perampasan barang tertentu
b. Pengumuman keputusan Hakim
c. Pembayaran ganti rugi
d. Perintah penghentian kegiatan tertentu yang menyebabkan timbulnya
kerugian konsumen Kewajiban penarikan barang dari peredaran, atau
Pencabutan izin usaha
e. Perlindungan Hukum Dari Aspek Hukum Perdata
Keempat, Dalam Pasal 501 ayat 1 KUHP (Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana) Diancam dengan pidana denda paling banyak tiga ratus tujuh
puluh lima rupiah :
1. Barangsiapa menjual, menawarkan menyerahkan, membagikan atau
mempunyai persediaan untuk dijual atau membagikan, barang
makanan atau minuman yang dipalsukan atau busuk, ataupun air susu
ternak yang sakit atau yang dapat mengganggu kesehatan;
2. Barangsiapa tanpa izin kepala polisi atau pegawai negeri yang
ditunjuk untuk itu, menjual, menawarkan, menyerahkan, membagikan
daging ternak yang dipotong karena sakit atau mati dengan sendirinya.
C. Bahan Kimia Berbahaya Menurut Hukum Islam
Hukum merupakan aturan dan norma yang mengatur perilaku manusia
biasa. Secara terminologi umum, hukum adalah himpunan peraturan yang
berisi perintah dan larangan yang mengurus tata tertib suatu masyarakat dan
karena itu harus ditaati oleh masyarakat. Sedangkan dalam istilah Islam,
hukum merupakan titah Allah SWT yang berhubungan dengan perbuatan
manusia yang sudah mukallaf dalam hal ini tuntutan melakukan sesuatu atau
meninggalkannya (seperti wajib, sunnah, haram dan makruh) atau kebebasan
perbuatan (mubah) atau dalam bentuk pernyataan sah dan tidaknya suatu
24
perbuatan, sehingga tercapai keadilan. Di samping itu hukum juga bertujuan
melindungi pihak yang lemah dari yang kuat.
Islam adalah agama yang senantiasa memegang teguh ajaran dan
aturan yang ditetapkan oleh Allah SWT dalam setiap aspek kehidupan.
Seperangkat norma atau kaidah yang mengatur perihal pedoman sikap dan
tindakan yang didasarkan pada ajaran Islam tersebut sering dikenal dengan
syari’ah Islam atau Hukum Islam. Adapun yang menjadi sumber hukum
Islam, dalam ketentuan Al-Qur’an disebutkan :17
ر منأكمأ مأ سول وأولي الأ يا أيها الذين آمنوا أطيعوا الله وأطيعوا الر
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah, dan taatilah Rasul
(Nya) dan Ulil Amri di antara kamu” (QS. An-Nisa : 59)
Ayat ini menyatakan bahwa sumber hukum Islam yang pertama
adalah Al-Qur’an atau Sunnah maka barulah dipergunakan ijtihad ulil amri
(pendapat ulama). Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, bahwa
Hukum Islam tersebut berlaku bagi seluruh aspek kehidupan, termasuk di
dalamnya perihal ketentuan apa yang boleh dan tidak boleh dimakan oleh
kaum muslim karena dalam Islam makanan merupakan tolak ukur dari segala
cerminan penilaian awal yang dapat mempengaruhi perilaku seseorang.
Makanan bagi umat Islam tidak semata-mata dipandang sebagai sarana
pemenuhan kebutuhan lahiriah semata, namun juga merupakan bagian dari
kebutuhan spiritual yang mutlak dilindungi. Sebagaimana dikutip oleh Thoeib
Al-Asyhar mengenai pendapat Ibrahim Husein yang menyatakan bahwa
“halal haram bukanlah persoalan sederhana yang dapat diabaikan
melainkan masalah yang amat penting dan mendapatkan perhatian dari
ajaran agama Islam secara umum.’’18 Oleh karena itu, aspek kehalalan suatu
makanan yang dikonsumsi oleh seorang muslim dalam hal ini mutlak harus
memperoleh perlindungan.
17Departemen Agama, Al-Qur’an dan dan Terjemahannya (Jakarta: Departemen Agama,
1991), h.59. 18Thoeib Al-Asyhar, Bahaya Makanan Haram Bagi Kesehatan Jasmani dan kesucian Rohani
(Jakarta: Al-Mawardi Prima, 2003), h.73.
25
Adapun yang dimaksud dengan halal ditinjau dari segi bahasa adalah
“perkara atau perbuatan yang diperbolehkan, diharuskan, diizinkan, atau
dibenarkan menurut syariat Islam.”19 Sedangkan haram adalah perkara atau
perbuatan yang dilarang atau tidak diperbolehkan menurut syariat Islam.
Yusuf Qaradawi, seorang ahli pemikir Islam menyatakan bahwa halal
adalah sesuatu yang dengannya terurailah buhul yang membahayakan dan
Allah SWT memperbolehkan untuk dikerjakan, sedangkan haram ialah
sesuatu yang Allah SWT melarang untuk dilakukan dengan larangan tegas,
setiap orang yang menentangnya akan berhadapan dengan siksaan akhirat,
bahkan terkadang ia juga terancam sanksi syariah di dunia ini.20
Pernyataan dari Yusuf Qaradawi tersebut mengisyaratkan bahwa
pengaturan perihal adanya makanan yang diharamkan dalam agama Islam
pada dasarnya merupakan suatu bentuk perlindungan terhadap jasmani
seorang muslim, di mana dalam hal beliau menyebutkan pula bahwa
pengharaman terhadap suatu hal terjadi karena adanya suatu keburukan dan
kemudaratan, karena itu sesuatu yang mudharatnya mutlak adalah haram dan
yang manfaatnya mutlak adalah halal. Sedangkan yang mudharatnya lebih
besar dibanding manfaatnya adalah haram, yang manfaatnya lebih besar
adalah halal.
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa makanan yang
halal pada dasarnya adalah makanan sehat dan yang membawa kebaikan pada
diri seseorang muslim. Pengaturan perihal perintah untuk hanya memakan
makanan halal dalam ketentuan Hukum Islam dapat ditemukan dalam
beberapa sumber hukum Islam yang ada.
Dalam ketentuan Al-Qur’an surah Al-Mukminun ayat 51 disebutkan :
ملوا صالحا إ ي بات واعأ سل كلوا من الط ن ي بما تعأملون عليم يا أيها الر
19Imam Masykoer Ali, Bunga Rampai Jaminana Produk Halal di Negara Anggota Mabims
(Jakarta: T.P, 2004), h.22 20Yusuf Qaradawi, Di Terjemahkan oleh H. Mu’ammal Hamidy, Halal Haram dalam Islam.
(Jakarta: Intermedia, 2003), h.31.
26
Artinya:“Hai para Rasul makanlah dari makanan yang baik, dan kerjakanlah
amal saleh. Sesungguhnya Aku Maha mengetahui apa yang kamu
kerjakan.”
Ketentuan ayat tersebut menggariskan bahwa, Allah SWT
mengisyaratkan betapa pentingnya mengonsumsi makanan yang halal dan
baik. Hal tersebut tidak saja ditunjuk bagi kaum muslim pada saat ini, namun
jauh sebelum itu yakni pada masa Rasul, Allah SWT telah memerintahkan
kepada mereka untuk hanya memakan makanan yang baik dan halal saja.
Pada surat dan ayat yang lain, penekanan untuk memakan makanan yang
halal kembali disebutkan secara jelas, sebagaimana yang terkandung dalam
bunyi ketentuan Al-Qur’an berikut ini :
كروا نعأم ا رزقكم الله حلل طي با واشأ ت الله إنأ كنأتمأ إياه تعأبدون فكلوا مم
Artinya : “Maka makanlah yang halal dan baik dari apa yang telah diberikan
Allah kepadamu; dan syukurilah nikmat Allah SWT, jika kamu
hanya kepada-Nya menyembah.”(QS An-Nahl : 114)
Berdasarkan beberapa bunyi ayat di atas dapat dilihat betapa aspek
makanan dapat menjadi suatu hal yang sangat penting dan turut pula
mempengaruhi tingkat keimanan seorang muslim dalam menjalankan syariat
Islam dalam kehidupan sehari-hari.
Selanjutnya dalam sumber hukum Islam yang kedua, amanat untuk
senantiasa mengonsumsi makanan halal juga dapat ditemukan dalam
beberapa hadits yang diriwayatkan oleh para perawi hadits. Dalam salah satu
hadits, Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda :
ه وسلم أيها الناس إن عنأ أبي هريأرة رضي الله الله عنأه قال قال رسول الله صلى الله عليأ
طي ب ل يقأبل إل طي با
Artinya:“Dari Abu Hurairah, Semoga Allah SWT meridhainya, beliau
berkata: Rasulullah shollallaahu ‘alaihi wasallam bersabda: Wahai
sekalian manusia, sesungguhnya Allah SWT adalah baik dan tidaklah
menerima kecuali yang baik.’’21
21Syarh al-Arbain An-Nawawiyyah karya Syaikh Muhammad bin Sholeh Al’Utsaimin Hadits
Ke-10, (Pustaka Dar Ats-Tsuraya) h.32
27
Dari hadits tersebut dapat dilihat bahwa Rasul mengamanatkan
kepada manusia untuk beribadah dan menjalani hidup dengan suatu hal yang
baik, karena sebagaimana dalam pandangan Islam bahwa setiap manusia pada
akhirnya akan kembali menghadap Allah SWT Sang Pencipta. Mengingat
Allah dengan sifatnya yang Maha Baik, maka Rasulullah SAW menghendaki
dari setiap kaum muslim untuk kembali ke hadapan Allah SWT dalam
keadaan baik pula, untuk itu maka setiap muslim dituntut untuk senantiasa
menjalani kehidupannya dengan kebaikan tanpa kecuali, perbuatan yang
dilakukan maupun makanan yang ia makan hendaklah berasal dari suatu hal
yang baik, niat yang baik dan merupakan jenis serta bagian dari suatu hal
yang baik pula. Dalam hadits lain Imam Muslim juga meriwayatkan:
عمه ومطأ يا رب ماء يا رب بر يمد يديأه إلى الس عث أغأ جل يطيل السفر أشأ ربه حر حرام ثم ذكر الر ام ومشأ
تجاب لذلك وملأبسه حرام وغذى بالأحرام فأنى يسأ
Artinya : “Kemudian Nabi SAW menceritakan tentang seorang laki-laki yang
telah menempuh perjalanan jauh, sehingga rambutnya kusut, masai
dan berdebu. Orang itu mengangkat tangannya ke langit seraya
berdo’a: “Wahai Tuhanku, wahai Tuhanku.” Padahal, makanannya
dari barang yang haram, minumannya dari yang haram, pakaiannya
dari yang haram dan diberi makan dari yang haram, maka
bagaimanakah Allah SWT akan memperkenankan do’anya?” (HR.
Muslim No. 1015).22
Berdasarkan ketentuan hadits tersebut dapat dilihat bahwasanya halal
dan haramnya suatu makanan minuman yang dimakan atau pun pakaian yang
dipakai oleh seorang muslim akan sangat mempengaruhi dikabulkan atau
tidaknya do’a seorang muslim oleh Allah AWT. Oleh karena itu, dalam
melaksanakan kehidupan sehari-hari dan aplikasi pola kehidupan seorang
muslim akan senantiasa berdampak pada aspek ukhrawi, maka setiap
22Syarh al-Arbain An-Nawawiyyah karya Syaikh Muhammad bin Sholeh Al’Utsaimin hadits
Ke-6, h.
28
perbuatan, dan asupan makanan seorang muslim harus senantiasa terjaga dari
hal-hal yang bersifat haram atau diragukan kehalalannya.
Seorang muslim tidak dibenarkan untuk mengonsumsi makanan
sebelum ia tahu benar akan kehalalannya. Mengonsumsi makanan yang
haram atau yang belum diketahui kehalalannya akan membawa akibat buruk
baik di dunia maupun akhirat, pada aspek duniawi, bahaya makanan yang
diharamkan dapat dilihat dari dampak yang ditimbulkan dari makanan
tersebut. Sebagai contoh, dalam Islam daging babi merupakan suatu hal yang
haram. Dalam aspek medis, dalam daging babi ditemukan mengandung
cacing pita yang sangat berbahaya bagi tubuh manusia, daging babi juga
mengandung kalori berlemak tinggi yang dapat menimbulkan kolesterol pada
darah manusia yang pada akhirnya menyebabkan penyakit jantung dan stres,
selain itu lemak babi juga dapat menyebabkan penyakit kanker payudara dan
prostat. Sementara pada aspek akhirat, memakan atau meminum minuman
yang haram bagi seorang akan mengakibatkan amal ibadahnya tidak akan
diterima selama 40 hari dan merupakan suatu tindakan yang mengakibatkan
dosa. Seperti dalam hadits :
يا سعد أطب مطعمك تكن مستجاب الدعوة ، والذي نفس محمد بيده ، إن العبد ليقذف
اللقمة الحرام في جوفه ما يتقبل منه عمل أربعين يوما ، وأيما عبد نبت
لحمه من السحت والربا فالنار أولى به
Artinya :“Wahai Sa'ad perbaikilah makananmu (makanlah makanan yang
halal) niscaya engkau akan menjadi orang yang selalu dikabulkan
doanya. Dan demi jiwaku yang ada di tangan-Nya, sungguh jika
ada seseorang yang memasukkan makanan haram ke dalam
perutnya, maka tidak akan diterima amalnya selama 40 hari dan
seorang hamba yang dagingnya tumbuh dari barang haram dan
riba, maka neraka lebih layak baginya." (HR At-Thabrani) 23
Berdasarkan penjabaran tersebut, maka dapat dilihat bahwa pada
dasarnya banyak doktrin Islam yang menekankan keharusan bagi umat Islam
untuk menjaga makanannya dari berbagai pengaruh haram, baik secara
23Lihat Ad-durar Al-Mantsur fi Tafsir bil Ma’tsur Juz : II h.403.
29
langsung maupun tidak langsung. Untuk itu umat Islam harus senantiasa
waspada terhadap perkembangan teknologi pangan yang dapat menghasilkan
berbagai produk makanan melalui proses tertentu, agar terhindar dari produk
makanan haram dan dapat membahayakan kesehatan manusia bahkan dapat
menimbulkan kematian. Sebagaimana yang terkandung dalam bunyi
ketentuan Al-Qur’an berikut ini :
يا الناس ياها فكأنما أحأ جميعا ومنأ أحأ ....
Artinya :“Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia,
maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia
semuanya.’’ (QS. Al-Maidah : 32)
Berdasarkan dalil di atas menunjukkan bahwa Allah SWT
memerintahkan kepada manusia untuk selalu memelihara dan menjaga
kebaikan, baik secara jasmani maupun rohani terhadap kehidupan manusia,
maka Islam memberikan perhatian dan peringatan keras terhadap kaum
muslim agar tidak mengonsumsi makanan atau minuman haram.
Secara umum, dalam Agama Islam pada dasarnya semua makanan dan
minuman yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, sayur-sayuran, buah-buahan
dan hewan adalah halal kecuali yang beracun dan membahayakan kesehatan
manusia. Adapun yang termasuk makanan dan minuman yang dihalalkan
antara lain sebagai berikut :24
1. Tidak mengandung dari bagian binatang atau sesuatu yang dilarang oleh
ajaran Islam untuk memakannya atau yang tidak disembelih menurut
ajaran Islam.
2. Tidak mengandung sesuatu yang digolongkan sebagai najis menurut ajaran
Islam. Adapun yang termasuk najis adalah:
a. Bangkai hewan darat yang berdarah, bagian dari tubuh hewan yang
dipotong saat hewan hidup;
b. Darah;
c. Babi, anjing dan keturunannya;
24Departemen Agama RI, Pedoman Pangan halal bagi Konsumen, Importir dan Konsumen di
Indonesia, (Jakarta: Tim Penerbit Buku Pedoman Pangan Halal, 2001), h.4.
30
d. Arak dan sejenisnya yang memabukkan, sedikit atau banyak;
e. Nanah;
f. Semua yang keluar dari dubur dan qubul kecuali mani.
Berdasarkan pemaparan tersebut dapat dilihat bahwasanya umat Islam
dalam hal ini diperintahkan untuk memakan makanan dan menggunakan
bahan-bahan yang baik, suci dan bersih. Kebersihan, kesucian, serta kebaikan
dan keburukan suatu makanan dan barang yang dipergunakan oleh seorang
muslim senantiasa berkaitan dengan hukum halal dan haram menurut syariat
Islam. Oleh karena itu umat Islam perlu mengetahui informasi yang jelas
tentang aspek, baik makanan, minuman, obat-obatan, kosmetika serta barang
gunaan lainnya yang dipakai oleh umat Islam.
1. Tindak Pidana Bahan Kimia Berbahaya Dan Hukumannya menurut Hukum
Islam
Dalam hukum pidana Islam disebut dengan Jinayah. Jinayah
merupakan tindakan yang dilarang oleh syara’ karena dapat menimbulkan
bahaya bagi jiwa, harta, keturunan, dan akal. Sebagian fuqaha menggunakan
kata Jinayah untuk perbuatan yang berkaitan dengan jiwa atau anggota badan,
seperti membunuh, melukai, mengugurkan kandungan, dan lain sebagainya.25
Pemidanaan dalam istilah Pidana Islam disebut dengan jarimah.
Dalam hukum Islam suatu perbuatan baru dianggap sebagai tindak pidana
apabila terpenuhi unsur jarimah. Unsur-unsur untuk jarimah tersebut ada tiga
macam, yaitu :
1. Unsur formil yaitu adanya nash yaitu ketentuan yang melarang perbuatan
dan mengancamnya dengan hukuman
2. Unsur materil yaitu adanya tingkah laku yang membentuk jarimah, baik
berupa nyata(positif) maupun sikap tidak berbuat (negatif)
25Makrus Munajat, Hukum pidana Islam di Indonesia,(Yogyakarta:Teras, 2009), h.13.
31
3. Unsur moril yaitu bahwa pelaku adalah orang mukalaf, yaitu orang yang
dapat dimintai pertanggungjawaban atas tindak pidana yang
dilakukannya.26
Dilihat dari berat ringannya hukuman pidana dibagi menjadi tiga yaitu :
1. Jarimah hudud yaitu perbuatan yang melanggar hukum yang jenis dan
ancaman hukumannya ditentukan oleh Nash, yaitu hukuman had(hak
Allah SWT), yang tidak bisa ditawar dengan apapun. Meliputi zina, qazf
(menuduh zina), pencurian, perampokan, pemberontak, minum-minuman
keras, riddah (murtad).
2. Jarimah ta’zir yaitu pemberian pelajaran. Hukuman ta’zir merupakan
pelanggaran selain had, qishash dan diyat, karena tidak diatur dalam Nash.
Untuk menentukan hukumannya maka diserahkan sepenuhnya kepada
penguasa.27
Pengertian ta’zir menurut bahasa adalah menolak dan mencegah,
sedangkan menurut istilah adalah hukuman-hukuman yang ketentuan
hukumnya tidak terdapat dalam nash syariat secara jelas dan diserahkan
kepada ulil amri atau ijtihad hakim.28 Adapun mengenai jarimah ta’zir,
dilihat dari segi sifatnya terbagi kepada tiga bagian, yakni ta’zir karena telah
melakukan perbuatan maksiat, takzir karena telah melakukan perbuatan
merugikan atau membahayakan kepentingan umum, dan tak’zir karena
melakukan suatu pelanggaran.
Menurut Abdul Aziz Amir, seperti yang dikutip dari buku Wardi
Muslich yang berjudul Hukum Pidana Islam, membagi jarimah ta’zir secara
rinci kepada beberapa bagian, yaitu :29
1) Jarimah ta’zir yang berkaitan dengan pembunuhan.
2) Jarimah ta’zir yang berkaitan dengan kelukaan.
26Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, (Jakarta : Sinar Grafik, 2005), h.27-28 27Makrus Munajat, Hukum pidana Islam di Indonesia, h.14 28Muhammad Abu Zahrah, Al-Jarimah Wal “Uqubah Fi Al-Fiqh Al-Islami, (Kairo: Dar Al-
Fikr Al-Arabi, 1998), h.57 29Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, h.29
32
3) Jarimah ta’zir yang berkaitan dengan kejahatan terhadap kehormatan dan
kerusakan akhlak.
4) Jarimah ta’zir yang berkaitan dengan harta.
5) Jarimah ta’zir yang berkaitan dengan kemaslahatan individu.
6) Jarimah ta’zir yang berkaitan dengan keamanan umum.
Di samping itu, apabila dilihat dari segi hukum (penetapannya), maka
takzir dapat dibagi atas tiga golongan, yaitu:
1. Golongan jarimah ta’zir yang berasal dari jarimah-jarimah hudud dan
qisas, akan tetapi syarat-syaratnya tidak terpenuhi atau terdapat syubhat,
seperti pencurian yang tidak mencapai nasab, atau pencurian yang
dilakukan oleh keluarga sendiri.
2. Golongan jarimah ta’zir yang sejenisnya terdapat di dalam nash syara,
akan tetapi hukumannya belum ditetapkan, seperti riba, suap (risywah) dan
mengurangi takaran atau timbangan.
3. Golongan jarimah ta’zir yang jenis dan hukumannya belum ditentukan
oleh syara. Dalam hal ini diserahkan sepenuhnya kepada ulil amri untuk
menentukannya, seperti pelanggaran disiplin pegawai pemerintah.
Lebih lanjut lagi, pada jarimah ta’zir yang berkaitan dengan
kemaslahatan umum, dalam buku Wardi Muslich membaginya kepada
beberapa kelompok yaitu:30
1. Jarimah yang mengganggu keamanan Negara / pemerintah, seperti
sepionase san percobaan kudeta.
2. Jarimah risywah / suap.
3. Tindakan melampaui batas dari pegawai / pejabat menjalankan kewajiban.
Misalnya penolakan hakim untuk mengadili suatu perkara, atau
kesewenang-wenangan hakim dalam suatu perkara.
4. Pelayanan yang buruk dari aparatur pemerintah terhadap masyarakat.
30Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, h.30-31
33
5. Melawan petugas pemerintah dan membangkang terhadap peraturan,
seperti melawan petugas pajak, penghinaan terhadap pengadilan, dan
menganiaya polisi.
6. Pemalsuan tanda tangan dan stempel.
7. Kejahatan yang berkaitan dengan ekonomi seperti, penimbunan bahan-
bahan pokok, mengurangi timbangan dan takaran, dan menaikkan harga
dengan semena-mena.
Apabila melihat pada macam-macam jarimah, yakni jarimah hudud,
jarimah qisas dan diyat, maka terlihat bahwa tindakan penyalahgunaan bahan
kimia berbahaya sebagai pengawet makanan tidak termasuk ke dalam ketiga
macam jarimah tersebut, karena tindak penyalahgunaan tersebut baik jenisnya
maupun sanksinya tidak disebutkan di dalam nash.
Berdasarkan jarimah ta’zir yang berkaitan dengan kemaslahatan
umum yakni kejahatan yang berkaitan dengan ekonomi seperti penimbunan
bahan-bahan pokok, mengurangi timbangan dan takaran, dan menaikkan
harga dengan semena-mena, maka terlihat adanya kesesuaian antara jarimah
tersebut dengan tindak pidana penyalahgunaan bahan kimia berbahaya
sebagai pengawet makanan. Mengingat ketiga jarimah tersebut terdapat
persamaan dalam pembuatannya yakni adanya perbuatan, proses atau cara
memalsukan objek, di mana objek tersebut berupa makanan atau obat-obatan.
Bahkan apabila melihat dari kasus-kasus pemalsuan atau penyalahgunaan
bahan makanan dan obat-obatan yang terjadi biasanya penyalahgunaan atau
pemalsuan itu dilakukan terhadap pencampuran atau penambahan bahan
bahan makanan yang tidak seharusnya ada pada makanan tersebut.
Dalam fiqh klasik memang tidak ada literatur yang berbicara tentang
sanksi bagi penjual makanan yang mengandung bahan kimia berbahaya,
karena bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatannya merupakan
persoalan yang muncul di era masyarakat modern saat ini, karena itulah fiqh
harus mampu mencermati perkembangan zaman. Tindakan penjualan
makanan yang mengandung bahan kimia berbahaya dalam aturan Islam dapat
34
dikategorikan sebagai bentuk kecurangan yang dilakukan oleh manusia dalam
hubungan dengan manusia yang lainnya. Perbuatan ini merupakan tindakan
yang dapat mencelakakan dan merugikan bagi orang yang mengonsumsi
barang tersebut dan dapat membuat kerusakan. Sebagaimana firman Allah
SWT yang melarang untuk merugikan orang lain dan membuat kerusakan
dalam QS. Ash-Shu’aro ayat 183 yang berbunyi :
ول تبخسوا الناس أشياءهم ول تعثوا في الرض مفسدين
Artinya :“Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya
danjanganlah kamu merajalela di muka bumi dengan membuat
kerusakan.”
Larangan ini juga disebutkan dalam Al-Qur'an :
فون )١ويأل للأمطف فين ) توأ تالوا على الناس يسأ ( وإذا كالوهمأ أوأ ٢( الذين إذا اكأ
سرون ) (٣وزنوهمأ يخأ
Artinya : "Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang. (Yaitu) orang-
orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta
dipenuhi. Dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk
orang lain, mereka mengurangi."(QS. Al-Muthaffifin:1-3).
Selain dalam al-Qur'an, larangan atas tindakan curang atau penipuan
oleh pelaku usaha sebagai penjual atau dari pihak yang berlaku curang
terhadap konsumen, misalnya penjual menyembunyikan cacat, hadis Nabi
SAW menyebutkan :
ر والأخداع في النار منأ غشنا فليأس منا، والأمكأ
Artinya : “Barang siapa yang menipu, maka ia tidak termasuk golongan kami.
Orang yang berbuat makar dan pengelabuan, tempatnya di neraka”.
(HR. Ibnu Hibban 2:326).31
31 Syaikh Al Albani, Ash Shahihah, no. 1058
35
Sedangkan jelas diatur dalam Al-Qur’an bahwa segala sesuatu
haruslah sesuai dengan semestinya tanpa adanya pengurangan atau
penambahan sesuatu yang akan membahayakan. Apabila dilakukan dengan
semestinya maka akan muncul keridhoan bagi konsumen terhadap apa yang
dapat dibeli. Allah menjelaskan dalam QS. An-Nisa ayat 29:
والكمأ بيأنكمأ بالأباطل إل أنأ تكون تجارة عنأ تراض م أكلوا أمأ مأ ول نأك يا أيها الذين آمنوا ل تأ
اتقأتلوا أنأفسكمأ إن الله كان بكمأ رحيم
Artinya :“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling
memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar),
kecuali dengan jalan perdagangan yang berlaku atas dasar suka
sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh
dirimu. Sesungguhnya Allah Maha Penyayang kepadamu."
Selanjutnya Allah SWT menjelaskan siksaan bagi orang yang
merugikan orang lain. Bahwa orang tersebut akan dimusnahkan ke dalam
neraka, sebagai balasan bagi orang tersebut yang telah melakukan perbuatan
yang merugikan dan mendzolimi orang yang memakai atau mengonsumsi
barang tersebut. Adapun firman Allah SWT dalam Q.S. Al-Ghofir ayat 52 :
ار المين معأذرتهمأ ولهم اللعأنة ولهمأ سوء الد م ل ينفع الظ يوأ
Artinya : “(yaitu) hari yang tidak berguna bagi orang-orang zalim permintaan
maafnya dan bagi merekalah laknat dan bagi merekalah tempat
tinggal yang buruk."
Adapun sanksi yang dihadapi secara langsung di dunia lebih rinci
diatur dalam Undang-Undang pemerintah. Tetapi secara tidak langsung juga
mendapatkan akibat dari kecurangan yang dilakukan tersebut berupa dibenci,
pengucilan dalam masyarakat, pengusiran, penuntutan, dan lain sebagainnya.
Oleh sebab itu hukum Islam menetapkan hukuman terhadap pelaku
penyalahgunaan bahan kimia berbahaya sebagai pengawet makanan yang di
dalamnya terdapat unsur-unsur tersebut berupa hukuman ta’zir. Hukuman
ta’zir ini dapat dilakukan menurut keputusan hakim.
36
Jadi sanksi bagi pelaku penyalahgunaan bahan kimia berbahaya
sebagai pengawet makanan dalam hukum Islam dapat dikenakan hukuman
ta’zir, karena hukuman tersebut untuk menghalangi si pelaku agar tidak
kembali kepada jarimah atau dengan kata lain membuatnya jera. Para fuqaha
mengartikan ta’zir dengan hukuman yang tidak ditentukan oleh Al-Qur’an
dan Hadits yang berkaitan dengan kejahatan yang melanggar hak Allah SWT
dan hak Manusia yang berfungsi untuk memberi pelajaran kepada si pelaku
dan mencegahnya untuk tidak mengulangi kejahatan serupa.32
32Djazuli, Fiqh Jinayah, (Jakarta : Rajawali Hutan, 2002), h.165
37
BAB III
PUTUSAN PENGADILAN NEGERI BANDUNG NO.
262/Pid.B/2015/PN.Bdg
A. Beberapa Contoh Kasus di Indonesia
Kasus bahan kimia berbahaya sebagai pengawet makanan kian marak
dan meresahkan. Zat pengawet berbahaya seperti seperti boraks, formalin dan
zat kimia berbahaya lainnya semakin mudah ditemukan dalam makanan yang
dijual di pasar. Padahal zat-zat tersebut sangat beracun dan dapat
menimbulkan banyak penyakit dan kematian. Terlebih beberapa pedagang
nakal yang memanipulasi dagangannya agar terlihat segar, fresh, menarik,
tidak cepat busuk dan tahan lama dengan menambah zat-zat tersebut di
dalamnya.
Sebelum penulis membahas kasus penyalahgunaan bahan kimia
berbahaya yang dilakukan oleh terdakwa ARIS RISNADI BIN DADI
SUTARDI, penulis akan memaparkan beberapa kasus penyalahgunaan bahan
kimia berbahaya yang pernah terjadi bahkan sudah diproses hukum dan
pelakunya harus menjalani masa hukumannya. Berikut beberapa kasus
penyalahgunaan bahan kimia berbahaya sebagai pengawet makanan yang
pernah terjadi di Indonesia antara lain :
1. Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang memeriksa dan mengadili
terdakwa yang bernama Ferry sebagai pemilik pabrik tahu yang
mengandung formalin. menurut Majelis Hakim, Ferry terbukti melanggar
pasal 55 huruf b Undang-Undang No. 7 Tahun 1996 tentang pangan.
Hakim menilai Ferry terbukti secara sah dan meyakinkan menggunakan
formalin saat proses pembuatan tahu di pabrik miliknya. Selain hukuman
penjara, terdakwa diganjar sanksi denda sebesar lima puluh juta rupiah
subsider satu bulan kurungan. Hukuman yang diberikan majelis hakim
satu bulan lebih ringan dibanding tuntutan penuntut umum, Ferry dituntut
hukuman lima bulan. Sedangkan besaran denda, majelis hakim sependapat
38
dengan penuntut umum. Ferry dijerat dakwaan tunggal, yakni pasal 55
huruf b Undang-Undang No. 7 Tahun 1996 tentang pangan. Majelis
berkesimpulan seluruh unsur tindak pidana dalam pasal itu terbukti. Di
persidangan, Ferry mengakui sebagai pemilik plus penanggung jawab
pabrik tahu usaha dagang.1
2. Badan Reserse dan Kriminal Polri menggerebek sebuah pabrik pembuatan
bakso yang diduga menggunakan zat kimia berbahaya di Kampung
Parakan Salak, desa Kemang, Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor,
Jawa Barat. Selain pengamanan yang berinisial HSN umur 35 Tahun
pemilik pabrik bakso, polisi juga menyita barang bukti berupa 60 karung
berisi tawas, ribuan bungkus bakso berbagai merek, 4 jerigen berisi cairan
karamel, dan alat pencetak bakso serta daging sapi impor tidak layak
dikonsumsi. Bakso tersebut menggunakan tawas dan rodhim B atau zat
pewarna. Atas perbuatannya, pelaku dijerat pasal 71 ayat 2 Undang-
Undang Perlindungan Konsumen dengan ancaman hukuman 2 tahun
penjara.2
3. Pengadilan Negeri Magelang yang mengadili perkara pidana terhadap
terdakwa yang bernama Budiyono bin Sumardi bahwa pada hari rabu
tanggal 10 Februari 2016 pukul 16.00 bertempat di Kp. Rejosari Rt. 001
Rw. 006 Kel. Magesari Kec. Magelang Selatan Kota Magelang, terdakwa
telah melakukan produksi pangan untuk diedarkan yang dengan sengaja
menggunakan bahan yang dilarang sebagai bahan tambahan pangan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 75 ayat 1 Undang-Undang Nomor 18
Tahun 2012. Perbuatan terdakwa membuat mi basah diamankan petugas,
kemudian terdakwa diadili dan diperiksa sehingga terbukti secara sah
melakukan tindak pidana tersebut. Atas perbuatannya, pelaku dijerat pasal
1http://m.republika.co.id/berita/nasional/daerah/14/09/24/nce7rh-pemilik-pabrik-mi-
formalin-dijerat-pasal-berlapis, diakses pada tanggal 26 November 2017 Pukul 23:22
2http://news.liputan6.com/read/2533935/pabrik-bakso-berbahan-kimia-digerebek-
polisi-di-bogor, diakses pada tanggal 26 November 2017 Pukul 23:30
39
197 ayat 1 KUHAP serta ketentuan Pasal 236 huruf b Jo. Pasal 75 ayat 1
Undang-Undang Republik Indonesia No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan.
Menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan penjara selama 4 empat
bulan.3
B. Dasar Pertimbangan Hukum Putusan Pengadilan Negeri Bandung No.
262/Pid.B/2015/PN.Bdg
1. Kronologi kasus
Sebelum menganalisa kasus dari tindak pidana ini, perlu dijabarkan
secara kronologis tentang tindak pidana memproduksi bahan pangan terlarang
sebagai bahan tambahan pangan yang dilakukan oleh Terdakwa ARIS
RISNADI BIN DADI SUTARDI. Bahwa ARIS RISNADI BIN DADI
SUTARDI sebagai pemilik pabrik mi basah yang beralamat di lingkungan
Barat RT. 001 RW. 007 Desa / Kelurahan Situ Kecamatan Sumedang Utara
Kabupaten Sumedang telah memproduksi makanan jenis mi basah sejak
tahun 2010 sampai saat petugas Badan POM RI datang memeriksa dan
melakukan penyitaan di pabrik tersebut pada hari Senin tanggal 16 Juni 2014,
dan dalam produksi mi basah tersebut terdakwa mempekerjakan sebanyak
8(delapan) orang karyawan.
Terdakwa dalam membuat makanan jenis mi basah tersebut
menggunakan bahan-bahan yang terdiri dari tepung terigu, tepung tapioka,
soda kostik, garam, air, pewarna kuning, boraks dan formalin. Di mana fungsi
dari masing-masing bahan tersebut yaitu tepung terigu dan tepung tapioka
sebagai bahan utama, soda kostik untuk memberikan tekstur, pewarna
fungsinya agar kelihatan lebih menarik, garam untuk mempertajam rasa,
boraks sebagai pengenyal dan formalin sebagai pengawet.
3Putusan Pengadilan Negeri Magelang Nomor 27/Pid.Sus/2016/PN.Mgg tentang Tindak
Pidana Melakukan Produksi Pangan Untuk Diedarkan Yang Dengan Sengaja Menggunakan Bahan
Yang Dilarang Digunakan Sebagai Bahan Tambahan Pangan, Tanggal 3 Mei 2016
40
Cara terdakwa membuat mi basah yang mengandung bahan kimia
yang tidak diperbolehkan tersebut yaitu dengan cara : bahan-bahan yang
terdiri dari tepung terigu 25 Kg, tepung tapioka 10 Kg, soda kostik, 10 gram,
garam 50 gram dilarutkan dalam 12 liter air lalu dimasukkan ke dalam mixer
selama 10 menit, selanjutnya pewarna kuning 5 gram, boraks 5 gram,
formalin 5 gram garam di masukan ke dalam air rebusan, setelah itu bahan-
bahan yang telah di mixer dipres kemudian baru dicetak dengan
menggunakan mesin pencetak lalu direbus ke dalam air mendidih sebanyak
100 liter yang telah mengandung formalin, boraks dan pewarna, kemudian
hasil rebusan tersebut ditiriskan sambil diberikan minyak kacang lalu
ditimbang kemudian dikemas ke dalam plastik 5 Kg selanjutnya siap
dipasarkan.
Setiap hari terdakwa memproduksi makanan mi basah rata-rata
sebanyak 1-2 ton, yang oleh terdakwa dijual ke pasar-pasar Sumedang antara
lain Pasar Cimalaka, Pasar Tanjung Sari, Pasar Parakan Muncang, di
Kabupaten Bandung di antaranya Pasar Cicalengka, lalu di pasar daerah
Subang yaitu Pasar Tanjung Siang dan Pasar Kasomalang, sedangkan harga
jual per kilogramnya yaitu Rp. 4400,- (empat ribu empat ratus rupiah) sampai
4500,- (empat ribu lima ratus rupiah).
Kemudian pada hari Senin tanggal 16 Juni 2014 sekitar pukul 17.30
WIB, saat petugas Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan Bandung
berdasarkan Surat Perintah Tugas dan Surat Perintah penyelidikan melakukan
penyelidikan di tempat terdakwa melakukan produksi mi basah mengandung
bahan kimia menemukan barang bukti berupa :
1. 62 (enam puluh dua) karung mi basah;
2. 10 (sepuluh) karung tepung terigu naga hijau;
3. 10 (sepuluh) karung tepung tapioka gunung agung;
4. 1 (satu) unit mesin cetak;
5. 1(satu) buah timbangan;
6. 1 (satu) buah anak timbangan;
41
7. 1 (satu) lembar nota;
Bahwa terdakwa memproduksi dan mengedarkan makanan mi basah
mengandung bahan kimia tersebut sejak tahun 2010 sampai dengan April
2014 tersebut di atas tanpa izin dan Instansi Pemerintah Republik Indonesia
yang berwenang. Kemudian terhadap mi basah tersebut dilakukan pengujian
balai Besar POM, dan berdasarkan hasil pengujian Nomor Contoh :
14.094.04.13.4.0001. K tanggal 15 September 2014 yang ditandatangani oleh
Ir. Rusiana, MSc berkesimpulan mi basah yang diproduksi oleh terdakwa
tersebut tidak memenuhi syarat (positif mengandung Formalin dan Boraks),
selanjutnya guna proses penyidikan barang bukti tersebut disita oleh Balai
Besar Pengawasan Obat dan Makanan Bandung serta terdakwa dilakukan
pemeriksaan lebih lanjut.
2. Dakwaan Jaksa Penuntut Umum
Dalam kasus tindak pidana memproduksi pangan untuk diedarkan
menggunakan bahan tambahan pangan yang dilarang yang terjadi di wilayah
hukum Pengadilan Negeri Bandung, surat dakwaan yang dibuat jaksa
penuntut umum adalah sebagai berikut:
Bahwa Terdakwa ARIS RISNADI BIN DADI SUTARDI secara
berturut-turut dan dianggap sebagai perbuatan berlanjut pada hari dan tanggal
yang tidak dapat ditentukan lagi antara tahun 2010 sampai dengan tahun 2014
atau setidak-tidaknya dalam tahun 2010 sampai tahun 2014, bertempat di
Lingkungan Barak Rt.001 Rw.007 Ds/kel. Situ Kec. Sumedang Utara Kab.
Sumedang atau setidak-tidaknya pada satu tempat yang ada dalam daerah
hukum Pengadilan Negeri Sumedang, namun berdasarkan ketentuan pasal 84
ayat 2 Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-
Undang Hukum Acara Pidana ‘’Apabila tempat kediaman sebagian besar
yang dipanggil lebih dekat pada tempat Pengadilan Negeri di dalam
daerahnya tindak pidana dilakukan’’, maka karena sebagian besar saksi-saksi
bertempat tinggal lebih dekat pada Pengadilan Negeri Bandung maka
42
Pengadilan Negeri Bandung berwenang memeriksa dan mengadili perkara
terdakwa tersebut.
Berdasarkan uraian di atas, bahwa Terdakwa ARIS RISNADI BIN
DADI SUTARDI terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan
tindak pidana dengan sengaja melakukan tindak pidana : produksi pangan
untuk diedarkan, menggunakan bahan tambahan pangan yaitu formalin dan
boraks yang dilarang digunakan sebagai bahan tambahan pangan.
Sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 136 huruf b Jo Pasal 75
ayat 1 Undang-Undang RI No. 18 Tahun 2012 Tentang Pangan Jo Pasal 64
ayat 1 KUHP.
Selain keterangan tersebut di atas, telah didengar pula bahwa terhadap
dakwaan Penuntut Umum, terdakwa tidak mengajukan keberatan. Dan
keterangan yang menjadi bukti dari saksi-saksi yang telah disumpah menurut
agamanya. Adapun salah satu saksinya yaitu:
1. WULAN WIDJANINGRUM Binti SABRI, di bawah sumpah pada
pokoknya menerangkan sebagai berikut:
- Bahwa benar suami saksi Terdakwa ARIS RISNADI BIN DADI
SUTARDI sebagai pemilik pabrik mi yang beralamat di lingkungan
Barak RT. 001 RW. 007, Kelurahan Situ Kecamatan Sumedang Utara
Kabupaten Sumedang;
- Bahwa lokasi pabrik mi basah berada di dalam garasi mobil dan usaha
tersebut dijalankan oleh terdakwa sejak tahun 2010 ;
- Bahwa terdakwa dalam mengelola atau menjalankan usaha pabrik mi
basah tersebut mempekerjakan sebanyak 8 (delapan) orang karyawan ;
- Bahwa saksi tidak tahu terdakwa dalam membuat makanan jenis mi
basah menggunakan bahan-bahan yang terdiri dari tepung terigu,
tepung tapioka, soda kostik, garam, air, pewarna kuning, boraks, dan
formalin ;
43
- bahwa saksi tidak pernah ikut campur terdakwa dalam menjalankan
usaha membuat atau memproduksi mi basah karena saksi punya
pekerjaan lain sebagai Wedding Organisasion ;
- Bahwa yang saksi tahu mi basah yang diproduksi tersebut dijual ke
Lembang Bandung, Sumedang, dan Karawang ;
- Bahwa saksi tidak tahu pada saat petugas Balai Besar Pengawasan
Obat dan Makanan Bandung datang ke pabrik mi basah milik
terdakwa yang melakukan penyelidikan yaitu pada hari Senin tanggal
16 Juni 2014 sekitar pukul 17.30 WIB sebab saksi sedang melakukan
pekerjaan di daerah Ganeas Kabupaten Sumedang;
- Bahwa saksi baru tahu ada petugas Balai Besar Pengawasan Obat dan
Makanan Bandung datang ke pabrik mi basah milik terdakwa setelah
saksi diberi informasi oleh petugas Balai Besar Pengawasan Obat dan
Makanan Bandung yang dahulu pernah memeriksa pabrik mi basah
milik terdakwa;
- Bahwa saksi tahu dari petugas Balai Besar Pengawasan Obat dan
Makanan Bandung pada saat pemeriksaan terhadap pabrik mi basah
milik terdakwa yang ternyata mi basah mengandung bahan kimia
formalin dan dan boraks, dan di lokasi pabrik ditemukan berupa 62
(enam puluh dua) karung mi basah, 10 (sepuluh) karung tepung terigu
naga hijau, 10 (sepuluh) karung tepung tapioka gunung agung, 1
(satu) unit mesin cetak, 1 (satu) karung serbuk Formalin, 1 (satu)
karung pijer (boraks), 1 (satu) buah timbangan, 1 (satu) buah anak
timbangan dan 1 (satu) lembar nota;
- Bahwa terdakwa memproduksi dan mengedarkan makanan mie basah
sejak tahun 2010 ;
- Bahwa saksi tahu hasil pengujian terhadap mie basah yang diproduksi
oleh pabrik terdakwa yang dilakukan di Balai Besar Pengawasan Obat
dan Makanan Bandung, dan berdasarkan hasil pengujian No. Contoh
:14.094.04.13.04.0001 K tanggal 15 September 2014 yang
ditandatangani oleh Ir. Rusiana, MSc berkesimpulan mi basah yang
44
diproduksi oleh terdakwa tersebut tidak memenuhi syarat (positif
mengandung Formalin dan Boraks);.
- Bahwa dalam memproduksi mi basah yang mengandung bahan kimia
formalis dan boraks tanpa izin dari Instansi Pemerintah atau pihak
yang berwenang.
- Bahwa saksi tahu bahan kimia formalin digunakan sebagai bahan
pengawet supaya mi basah tidak cepat basi sedangkan boraks sebagai
pengenyal. Bahwa saksi tahu terdakwa pernah dihukum dalam perkara
yang sama yaitu memproduksi mi basah dengan menggunakan bahan
tambahan yaitu bahan kimia jenis formalin dan boraks, dan
perkaranya diputus pada tanggal 22 Januari 2013 dan dihukum dengan
masa percobaan.
- akan tetapi saksi tidak menjadi saksi dalam perkara tersebut ;
Adapun dakwaan Penuntut Umum disusun dengan secara tunggal,
yaitu Pasal 136 huruf b Jo Pasal 75 ayat 1 Undang-Undang No. 18 Tahun
2012 tentang Pangan Jo Pasal 64 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana, mengandung Unsur-Unsur Sebagai berikut:
1. Barang siapa
2. Dengan sengaja melakukan produksi pangan untuk diedarkan,
menggunakan bahan tambahan yaitu formalin dan boraks yang dilarang
digunakan sebagai bahan tambahan pangan
3. Yang dilakukan secara berlanjut
Sebelum pengadilan menjatuhkan putusan yang setimpal dengan
perbuatan terdakwa, maka perlu pula terlebih dahulu dipertimbangkan hal-hal
yang meringankan maupun yang memberatkan terdakwa. Hal-hal yang
meringankan terdakwa di antaranya, terdakwa menyesali perbuatannya,
terdakwa bersikap sopan dalam persidangan. Sedangkan hal-hal yang
memberatkan adalah perbuatan terdakwa telah membahayakan kesehatan bagi
orang-orang, terdakwa pernah dihukum.
45
3. Tuntutan Jaksa Penuntut Umum
a. Menyatakan Terdakwa ARIS RISNADI BIN DADI SUTARDI,
bersalah melakukan tindak pidana memproduksi pangan untuk
diedarkan menggunakan bahan tambahan yang dilarang sebagai bahan
tambahan pangan sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal
136 huruf b Jo Pasal 75 ayat 1 Undang-Undang No. 18 Tahun 2012
Tentang Pangan Jo Pasal 64 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana.
b. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa ARIS RISNADI dengan
pidana penjara selama 6 (enam) bulan penjara potong tahanan dengan
perintah terdakwa tetap ditahan.
c. Menyatakan barang bukti berupa:
- 62 enam puluh dua karung mi basah, 10 sepuluh karung tepung
terigu naga hijau, 10 sepuluh karung tepung tapioka gunung agung,
1 satu unit mesin cetak, 1 satu buah timbangan, 1 satu buah anak
timbangan.
d. Dirampas untuk dimusnahkan:
- 1 satu lembar nota;
Terlampir dalam berkas perkara;
e. Menetapkan supaya terdakwa membayar biaya perkara sebesar
Rp.5.000,- lima ribu rupiah.
C. Putusan Pengadilan Negeri Bandung No. 262/Pid.B/2015/PN/Bdg
Mengingat segala ketentuan perundang-undangan yang berlaku dan
berkaitan dalam perkara ini yaitu pasal 136 huruf b Jo Pasal 75 ayat (1)
Undang-Undang No. 18 Tahun 2012 Tentang Pangan Jo Pasal 64 ayat (1)
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Undang-Undang No. 8 Tahun 1981
serta pasal-pasal dan peraturan-peraturan lain yang bersangkutan, telah
mendengar keterangan saksi-saksi dan juga keterangan dari terdakwa, maka
dengan ini Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini
memutuskan :
46
1. Menyatakan Terdakwa ARIS RISNADI Bin DADI SUATRDI terbukti
secara sah meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Dengan
sengaja memproduksi pangan untuk diedarkan, menggunakan bahan
tambahan pangan yang dilakukan dengan secara berlanjut”
2. Menjatuhkan pidana terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara
selama 4 (empat) bulan;
3. Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani terdakwa dikurangkan
seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan.
4. Menetapkan terdakwa tetap ditahan;
5. Menetapkan barang bukti berupa:
- 62 (enam puluh dua) karung mie basah, 10 (sepuluh) karung
tepung terigu naga hijau, 10 (sepuluh) karung tepung tapioka
gunung agung, 1 (satu) unit mesin cetak, 1 (satu) buah timbangan,
1 (satu) buah anak timbangan.
Dirampas untuk dimusnahkan:
- 1 (satu) lembar nota;
Terlampir dalam berkas perkara;
6. Membebankan kepada terdakwa untuk membayar biaya perkara sebesar
Rp.5000,- (lima ribu rupiah)
Demikian diputuskan dalam sidang permusyawaratan Majelis
Hakim Pengadilan Negeri Bandung, pada hari Selasa, tanggal 21 April
2015, oleh SIHOL B. MANALU, S.H., M.H. masing-masing sebagai
Hakim Anggota, yang diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada
hari itu juga oleh JONO YULIANTO, SH., Panitera Pengganti pada
Pengadilan Negeri Bandung, serta dihadiri oleh AHMAD
NURHIDAYAT, S.H., Penuntut Umum dan Terdakwa.4
4Putusan Pengadilan Negeri Bandung Nomor 262/Pid.B/2015/PN/Bdg tentang Tindak Pidana
Melakukan Produksi Pangan Untuk Diedarkan Yang Dengan Sengaja Menggunakan Bahan Yang
Dilarang Digunakan Sebagai Bahan Tambahan Pangan, Tanggal 6 Maret 2015
47
BAB IV
ANALISIS TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN NEGERI BANDUNG
NO. 262/Pid.B/2015/PN.Bdg
A. Analisis Putusan Dalam Tinjauan Hukum Positif
Setelah melihat Putusan Pengadilan pada bab sebelumnya, Pengadilan
Negeri Bandung telah memilih salah satu dari tiga jenis putusan yang dikenal
dalam hukum acara pidana yakni :1
1. Putusan Pemidanaan
2. Putusan pembebasan dan
3. Putusan pelepasan
Pengadilan Negeri Bandung telah menjatuhkan putusan pemidanaan
kepada terdakwa yang terbukti bersalah atas perbuatan yang didakwakan
kepadanya. Berdasarkan barang bukti serta keterangan dari saksi-saksi,
bahwa Terdakwa ARIS RISNADI BIN DADI SUTARDI telah melakukan
tindak pidana penyalahgunaan bahan kimia berbahaya sebagai pengawet
makanan.
Putusan itu diambil oleh Pengadilan Negeri Bandung berdasarkan alat
bukti yaitu berupa keterangan saksi, keterangan ahli, petunjuk serta beberapa
data atau informasi yang berupa gambar, peta atau sejenisnya. Hal ini sesuai
dengan pasal 183 KUHAP yang menyebutkan keyakinan Hakim tentang
kesalahan terdakwa harus berdasarkan minimal dua alat bukti yang sah.
Pasal 183 KUHAP menyatakan : “Hakim tidak boleh menjatuhkan
pidana kepada seseorang kecuali apabila sekurang-kurangnya dua alat bukti
yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar
terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya”.
1 Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, (Jakarta : Sinar Grafika, 2008), h. 285
48
Dalam tindak pidana penyalahgunaan bahan kimia berbahaya sebagai
pengawet makanan yang dilakukan oleh terdakwa memproduksi mi basah
yang mengandung bahan formalin dan boraks, berdasarkan bukti-bukti serta
keterangan saksi dan terdakwa, tindakan yang dilakukan oleh terdakwa sudah
memenuhi unsur-unsur yang terdapat dalam Pasal 136 huruf b. Jo. Pasal 75
ayat (1) Undang-Undang No. 18 tahun 2012 tentang pangan Jo. Pasal 64 ayat
(1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Pasal 136 huruf b yang berbunyi :
“Setiap Orang yang melakukan Produksi Pangan untuk diedarkan yang
dengan sengaja menggunakan: (a) bahan tambahan Pangan melampaui
ambang batas maksimal yang ditetapkan; atau (b) bahan yang dilarang
digunakan sebagai bahan tambahan Pangan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 75 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5
(lima) tahun atau denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh
miliar rupiah)”.
Pasal 75 ayat 1
(1) Setiap Orang yang melakukan Produksi Pangan untuk diedarkan dilarang
menggunakan:
a. bahan tambahan Pangan yang melampaui ambang batas maksimal
yang ditetapkan; dan/atau bahan yang dilarang digunakan sebagai
bahan tambahan Pangan.
Pasal 64 ayat 1 KUHP
(1) Bila antara beberapa perbuatan, meskipun masing-masing merupakan
kejahatan atau pelanggaran, ada hubungannya sedemikian rupa sehingga
harus dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut, maka hanya
diterapkan satu aturan pidana; bila berbeda-beda, maka yang diterapkan
adalah yang memuat ancaman pidana pokok yang berat.
Unsur-unsur yang didakwakan Majelis Hakim adalah sebagai berikut:2
1. Unsur Barang Siapa:
2 Direktorat putusan Pengadilan Negeri Bandung No. 262/Pid.B/2015/PN.Bdg, h.18
49
Barang Siapa adalah setiap orang selaku subjek hukum, yaitu
pendukung hak dan kewajiban yang mampu bertanggung jawab dalam
segala tindakannya.
Penuntut Umum telah menghadapkan seorang terdakwa ke muka
persidangan, di mana Majelis Hakim telah menanyakan identitas terdakwa
secara lengkap. Identitas terdakwa yang dihadapkan ke persidangan
identik dengan identitas Terdakwa ARIS RISNADI Bin DADI SUTARDI
sebagaimana tercantum dalam Surat Dakwaan Penuntut Umum. Dengan
demikian dapat dipastikan bahwa terdakwa yang dihadapkan ke muka
persidangan adalah benar sebagaimana yang dimaksud dalam Surat
Dakwaan Penuntut Umum sehingga tidak salah subjek (non error in
subjecto).
Dalam pemeriksaan persidangan, terdakwa mampu menjawab
dengan baik semua pertanyaan yang diajukan oleh Majelis Hakim maupun
Penuntut Umum, yang menunjukkan bahwa terdakwa sehat akal dan
pikirannya. Oleh karena itu, terdakwa adalah orang yang cakap secara
hukum sehingga terdakwa merupakan subjek hukum yang mampu
bertanggung jawab dalam segala tindakannya dan tidak termasuk
sebagaimana mereka yang digolongkan dalam pasal 44 KUHP, maka
dengan demikian maka unsur “Barang Siapa” telah terpenuhi oleh
Terdakwa.
2. Dengan sengaja melakukan produksi pangan untuk diedarkan,
menggunakan bahan tambahan yaitu formalin dan boraks yang
dilarang digunakan sebagai bahan tambahan pangan.
Terdakwa mengetahui dengan sadar dan melakukan perbuatan
tersebut dengan sadar pula. Sehingga ia dapat dimintai
pertanggungjawaban atas perbuatannya. Dihubungkan dengan unsur-unsur
lainnya unsur sengaja diletakkan di muka unsur-unsur lainnya. Dengan
demikian unsur sengaja meliputi atau mempengaruhi semua unsur
selanjutnya.
50
Produksi pangan yang diedarkan menggunakan bahan tambahan
pangan yaitu formalin dan boraks yang dilarang digunakan sebagai bahan
tambahan pangan. Berdasarkan pengertian dan pemahaman sebagaimana
yang telah diuraikan dan apabila dikaitkan dengan fakta yang terungkap di
persidangan maka diperoleh kesimpulan bahwa Terdakwa sebagai pemilik
pabrik mi basah dalam memproduksi mi basah menggunakan bahan-bahan
yang terdiri dari tepung terigu, tepung tapioka, soda kostik, garam, air,
pewarna kuning, boraks, dan formalin. Fungsi dari masing-masing bahan
tersebut yaitu tepung terigu dan tepung tapioka sebagai bahan utama, soda
kostik untuk memberikan tekstur, pewarna fungsinya agar kelihatan lebih
menarik, garam untuk mempertajam rasa dan Terdakwa jual baik secara
langsung dan dikirim untuk dijual ke daerah Bandung, Karawang dan
Sumedang.
Terdakwa dalam pembuatan mi basah menggunakan formalin dan
boraks agar mi menjadi kenyal dan dapat tahan lama atau tidak mudah basi
oleh karenanya maka unsur ini telah terpenuhi.
3. Yang dilakukan secara berlanjut
Di dalam unsur ini pelaku sudah telah berulang kali dan atau secara
terus menerus melakukan tindak pidana yaitu terdakwa dalam
memproduksi mi basah dengan menggunakan bahan tambahan formalin
dan boraks sejak tahun 2010 dan bahkan telah dijatuhi pidana yang diputus
oleh Pengadilan Negeri Bandung dengan perkara Nomor :
1356/Pid.B/2012/PN.Bdg, tanggal 22 Januari 2013, dalam perkara yang
sama, maka unsur-unsur yang dilakukan secara berlanjut telah terpenuhi.
Di dalam pembelaan, terdakwa yang pada pokoknya mohon
keringanan hukuman dengan alasan-alasan terdakwa kooperatif selama
persidangan serta tidak mempersulit. Atas pembelaan dari Terdakwa
tersebut, Majelis Hakim mempertimbangkan bahwa terhadap pembelaan,
Para terdakwa tidak menyangkal dakwaan dan mengakui, maka tidak perlu
dipertimbangkan secara khusus dan akan dipertimbangkan bersama-sama
51
dengan keadaan yang meringankan dan keadaan yang memberatkan
pidana bagi terdakwa.
Kemudian akan dipertimbangkan dapat atau tidak dapatnya
terdakwa mempertanggungjawabkan perbuatannya tersebut. Oleh karena
Majelis Hakim dalam persidangan tidak menemukan sesuatu bukti bahwa
Terdakwa adalah orang yang tidak mampu bertanggung jawab atas
perbuatannya dan juga tidak menemukan alasan, baik alasan pembenar
maupun alasan pemaaf sebagai alasan penghapus pidana bagi terdakwa,
maka sudah selayaknya dan seadilnya apabila terdakwa dinyatakan
bersalah. Oleh karena terdakwa dinyatakan bersalah, maka harus dijatuhi
pidana sebagaimana dalam amar putusan.
Dalam perkara ini terhadap terdakwa dikenakan penangkapan dan
penahanan yang sah, maka masa penangkapan dan penahanan tersebut
harus dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan. Oleh karena
terdakwa ditahan dan penahanan terhadap terdakwa tetap berada dalam
tahanan.
Untuk menjatuhkan pidana terhadap terdakwa, maka perlu
dipertimbangkan terlebih dahulu keadaan yang meringankan dan memperberat
Terdakwa ARIS RISNADI BIN DADI SUTARDI. Adapun pertimbangan-
pertimbangan yang digunakan Majelis Hakim dalam memutuskan perkara
pidana No. 262/Pid.B/2015/PN.Bdg terhadap terdakwa ARIS RISNADI BIN
DADI SUTARDI adalah sebagai berikut :
1. Pertimbangan Hakim yang memberatkan terdakwa :
a. Perbuatan terdakwa telah membahayakan kesehatan bagi orang yang
mengonsumsi mi basah tersebut
b. Terdakwa pernah dihukum
2. Pertimbangan hakim yang meringankan terdakwa :
a. Terdakwa menyesali perbuatannya
b. Terdakwa bersikap sopan dalam persidangan
52
Hakim merupakan perumus dan penggali dari nilai-nilai hukum hidup
di kalangan rakyat. Untuk itu ia harus terjun ke tengah-tengah masyarakat
untuk mengenal, merasakan dan mampu menyelami perasaan hukum dan rasa
keadilan yang hidup dalam masyarakat dan Hakim dapat memberi keputusan
yang sesuai dan rasa keadilan masyarakat.3
Adapun dalam memutuskan perkara pidana, hakim selalu
memperhatikan hal-hal yang memberatkan dan meringankan hukuman
terdakwa. Dalam KUHP, sebagaimana yang terdapat pada pasal 197 ayat (1)
yang menyebutkan putusan pemidanaan memuat hal-hal yang meringankan
dan hal-hal yang memberatkan terdakwa. KUHP hanya mengatur hal-hal
yang dijadikan alasan memberatkan pidana yaitu:4
1) Jabatan
2) Pengulangan (recidive)
3) Pengabungan (concurcus)
Sedangkan hal-hal yang meringankan menurut Kitab Undang-undang Hukum
Pidana (KUHP) adalah:
1) Percobaan (Pasal 5 ayat 2 dan 3)
2) Membantu (Pasal 57 ayat 1 dan 2)
3) Belum dewasa (Pasal 47).
Putusan Pengadilan Negeri Bandung menjatuhkan pidana terhadap
terdakwa dengan pidana penjara 4 (empat) bulan dengan membebankan biaya
perkara terhadap terdakwa sebesar Rp. 5.000 dengan dasar hukum sanksi
pidana yaitu pasal Pasal 136 huruf b. Jo. Pasal 75 ayat (1) Undang-Undang
No. 18 Tahun 2012 tentang pangan Jo. Pasal 64 ayat (1) Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana.
Terhadap penerapan kasus di atas, analisis penulis adalah Putusan
Pengadilan Negeri Jakarta mengadili terdakwa selama 4(empat) bulan
sehingga dalam memutuskan perkara Majelis Hakim mempertimbangkan
dengan asas kepastian, yakni perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan
3 C.S.T. Kansil, Kitab Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman, (Jakarta: Bina Aksara, 1986),
h.18. 4 E. Utrech, Hukum Pidana II, (Surabaya: Pustaka Tinta Mas, 1994), 137.
53
diancam pidana dalam pasal Pasal 136 huruf b. Jo. Pasal 75 ayat (1) Undang-
Undang No. 18 tahun 2012 tentang pangan Jo. Pasal 64 ayat (1) Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana. Asas keadilan yakni terdakwa kooperatif
selama persidangan serta tidak mempersulit, terdakwa mempunyai tanggung
jawab keluarga, dan terdakwa sangat menyesali perbuatan yang telah
dilakukannya. Asas manfaat yakni fungsi suatu penghukuman semata-mata
bukan sebagai sarana balas dendam, melainkan lebih diutamakan sebagai
sarana introspeksi diri agar kemudian hari terdakwa tidak lagi menjual mi
basah yang mengandung formalin dan boraks, sehingga tidak mengulang
perbuatan atau tindakan yang salah atau dilarang oleh hukum.
Namun dilihat dari dampak negatif dari sisi pengedar dan orang yang
mengonsumsinya yang berakibat merugikan konsumen bahkan
mengakibatkan kematian seharusnya hakim bisa memutuskan secara
maksimal atau mendekati maksimal yaitu 5 (lima) tahun penjara yang termuat
di dalam pasal Pasal 136 huruf b. Jo. Pasal 75 ayat (1) Undang-Undang No.
18 Tahun 2012 tentang pangan. Vonis yang diputuskan Majelis Hakim yaitu
Pidana Penjara 4 (empat) bulan terbilang sangat kurang karena melihat
dampak negatif mi basah yang mengandung formalin dan boraks yang dapat
merusak kesehatan orang yang membelinya jika dikonsumsi secara
berkepanjangan.
Dalam hal ini, penulis beranggapan masyarakat yang mengonsumsi
makanan tersebut merasa takut akan adanya zat kimia yang membahayakan di
dalam mi basah yang mereka konsumsi serta adanya kekhawatiran
masyarakat mengenai efek jangka panjang yang ditimbulkan akibat
mengonsumsi mi basah tersebut. Adapun dampak yang timbul di kalangan
masyarakat adalah hilangnya fisik yang sehat. Apalagi terdakwa pernah
dihukum dalam perkara yang sama yaitu telah berulang kali dan atau secara
terus menerus melakukan tindak pidana memproduksi mi basah dengan
menggunakan bahan tambahan formalin dan boraks pada tahun 2010 sampai
dengan tahun 2014 dan terdakwa bahkan telah dijatuhi pidana yang diputus
oleh Pengadilan Negeri Bandung dengan perkara No.
54
1356/Pid.B/2012/PN.Bdg pada tanggal 22 Januari 2013, sehingga dengan
diberikannya hukuman yang sesuai dengan perbuatan terdakwa dapat
menimbulkan efek jera bagi pelaku dan menjadi orang yang lebih baik di
masa mendatang. Selain itu yang lebih utama adalah untuk menakut-nakuti
pada masyarakat yang akan atau mungkin melakukan tindak pidana
penyalahgunaan bahan kimia berbahaya sebagai pengawet makanan.
B. Analisis Putusan Dalam Tinjauan Hukum Pidana Islam
Dalam syariat Islam, Hakim atau Majelis hakim yang akan
memutuskan suatu perkara harus mempertimbangkan dengan akal sehat dan
keyakinan serta perlu adanya musyawarah untuk mencapai nilai-nilai
keadilan semaksimal mungkin baik bagi korban maupun terdakwa.
Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat An-Nisa ayat 58:
ل اس أن تحكموا بالعد وإذا حكمتم بين الن ...
Artinya: “.... dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia
hendaknya kamu menetapkannya dengan adil.5
Berdasarkan ayat di atas, bahwa Hakim di dalam memberikan putusan
yang berupa hukuman kepada terdakwa harus memperhatikan pertimbangan-
pertimbangan yang terdapat pada diri terdakwa terlebih dahulu dengan jalan
permusyawarahan, agar penjatuhan pidana yang diberikan hakim mencapai
nilai keadilan.
Tujuan penjatuhan hukuman yaitu pencegahan, pengajaran dan
pendidikan, bahkan pula halnya sama dengan syari’at Islam adalah
pencegahan, pengajaran dan pendidikan. Dengan cara pencegahan seseorang
pembuat untuk tidak melakukan perbuatannya, di samping itu pencegahan ini
adalah untuk mentaubatkan si pembuat dan dasar penjatuhan hukuman pada
masa sekarang ini rasa keadilan dan melindungi masyarakat. Rasa keadilan
menghendaki agar besarnya hukuman menyesuaikan dengan pembuat
jarimah, tanpa besarnya jarimah ini adalah tindakan pemeliharaan dan
5 Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahan Juz 30, (Surabaya:
Mahkota, 1989), h.88.
55
pengamanan kepada masyarakat yang tertib dalam suasana kehidupan yang
harmonis dan sejahtera. Hal ini sesuai yang dikemukakan oleh M. Hasbi Ash-
Shidieqy dalam bukunya Filsafat Hukum Islam, menyatakan sesungguhnya
syari’at itu fondasi dan asasnya adalah kemaslahatan hamba, baik dalam
kehidupan dunia maupun akhirat.6
Perlu diketahui sebelumnya dalam konsep hukum Islam, seseorang
yang melakukan tindak pidana atau jarimah dianggap tidak bersalah di mata
hukum sebelum adanya bukti-bukti yang kuat dam meyakinkan untuk
perbuatan jahat, kecuali dibuktikan kesalahannya tanpa adanya keraguan,
sebab keraguan bisa menyebabkan tidak sahnya atau membatalkan hukum.
Dalam tindak pidana penyalahgunaan bahan kimia berbahaya sebagai
pengawet makanan ini, menurut hukum Islam dapat dikenakan jarimah ta’zir,
Jarimah ta’zir adalah jarimah yang diancam dengan hukuman ta’zir
pengertian ta’zir menurut bahasa ialah ta’dib atau memberi pelajaran. Ta’zir
juga diartikan Ar-Rad wa Al-Man’u, artinya menolak dan mencegah. Akan
tetapi menurut istilah, sebagaimana yang dikemukakan oleh Imam Al-
Mawardi yang dikutip oleh Ahmad Wardi Muslich , “Ta’zir itu adalah
hukuman pendidikan atau dosa (tindak pidana) yang belum ditentukan
hukumannya oleh syara”.7 Secara ringkas dapat dikatakan bahwa ta’zir itu
adalah hukuman yang belum ditetapkan oleh syara’, melainkan diserahkan
kepada ulil amri, baik penentuannya maupun pelaksanaannya. Dalam
menentukan hukuman tersebut, penguasa hanya dapat menentukan hukuman
secara global saja. Artinya pembuat undang-undang tindak menetapkan
hukuman untuk masing-masing jarimah ta’zir, melainkan hanya menetapkan
sekumpulan hukuman, dari yang seringan-ringannya sampai yang seberat-
beratnya.
Tujuan dan syarat-syarat sanksi ta’zir sangatlah penting untuk
diberlakukan guna melengkapi hukum Allah yang masih ada yang bersifat
6 M. Hasby Ash-Shidieqy, Filsafat Hukum Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), h.20. 7 Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam Fikih Jinayah (Jakarta:
Sinar Grafika, 2015), h.19
56
mujmal atau global, berikut tujuan diberlakukannya sanksi ta’zir bagi yang
melakukan jarimah:
a. Pencegah (preventif), ditujukan kepada orang yang belum melakukan
jarimah.
b. Sebagai penjeraan bagi yang melakukan jarimah (represif), bertujuan agar
si pelaku jarimah tindak melakukannya lagi di kemudian hari.
c. Sebagai islah (kuratif), bertujuan untuk memperbaiki perilaku si pelaku
jarimah.
d. Sebagai pendidikan bagi pelaku jarimah (edukatif), sanksi ta’zir membuat
sang pelaku mengubah pola hidupnya menjadi lebih baik di kemudian hari.8
Terdakwa telah terbukti memproduksi bahan kimia berbahaya yaitu
formalin dan boraks sebagai pengawet makanan, di mana perbuatan terdakwa
jika kita melihat dari segi hukum pidana Islam, sanksi pidana dalam putusan
Pengadilan Negeri Bandung No. 262/Pid.B/2015/PN.Bdg adalah dengan
pidana penjara atau dengan kata lain pidana tersebut diberikan oleh Majelis
Hakim, maka dalam hukum Islam hukuman tersebut termasuk ke dalam
jarimah ta’zir. Yang meliputi jarimah taz’ir termasuk di dalamnya adalah
pidana pasungan, pengasingan, pengisoliran, skors, dan pidana
kurungan/penjara.9
Adapun hukuman yang diberikan kepada terdakwa dengan
membebankan biaya perkara terhadap terdakwa sebesar Rp5.000 (lima ribu
rupiah), dalam hukum pidana Islam juga merupakan ta’zir karena ta’zir tidak
ditentukan banyaknya dan tidak mungkin ditentukan jumlahnya dan hukuman
ta’zir tidak mempunyai batasan tertentu, dari hukuman yang seringan-
ringannya sampai yang seberat-beratnya. Sedangkan ancaman pidana yang
terdapat dalam pasal 136 huruf b. Jo. Pasal 75 ayat (1) Undang-Undang No.
18 tahun 2012 tentang pangan Jo. Pasal 64 ayat (1) Kitab Undang-Undang
8 M. Nurul Irfan dan Masyrofah, Fiqh Jinayah, (Jakarta: Amzah, 2013), h. 142. 9 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, h. 493
57
Hukum Pidana adalah paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
Berdasarkan uraian di atas, menurut penulis putusan Pengadilan
Negeri Bandung dalam menjatuhkan hukuman terhadap terdakwa Aris
Risnadi Bin Dadi Sutardi seharusnya dikenai penjara tidak terbatas
maksudnya penjara yang tidak dibatasi waktunya melainkan berlangsung
terus sampai terhukum mati, atau sampai ia bertaubat. Dalam istilah lain bisa
di sebut dengan hukuman penjara seumur hidup. Hukuman penjara seumur
hidup dikenakan kepada penjahat yang berbahaya. Terdakwa pantas jika
dikenai sanksi penjara tidak terbatas karena ia melakukan tindak pidana
memproduksi pangan untuk diedarkan menggunakan bahan tambahan yaitu
formalin dan boraks yang dilarang digunakan sebagai bahan tambahan
pangan.
Dengan demikian, memproduksi makanan menggunakan bahan
tambahan yang dilarang merupakan suatu pelanggaran atau tindak pidana
sebagaimana yang telah dijelaskan dalam Pasal 136 huruf b, bahwa bahan
yang dilarang digunakan sebagai bahan tambahan pangan sejalan dengan
pasal 75 ayat 1 Undang-Undang No. 18 Tahun 2012. Dalam hukum pidana
Islam, memproduksi makanan menggunakan bahan tambahan yang dilarang
termasuk ke dalam jarimah ta’zir. Sebagaimana telah dijelaskan di awal
bahwa jarimah ta’zir merupakan pengajaran (terhadap pelaku) dosa-dosa
yang tidak diatur oleh hudud. Walaupun bentuk dan hukuman jarimah ta’zir
ditentukan syara’. penerapan sanksinya diserahkan kepada kebijaksanaan
hakim.
B. Perbandingan Hukum Positif dan Hukum Islam Terhadap Tindak
Pidana Penyalahgunaan Bahan Kimia Berbahaya Sebagai Pengawet
Makanan Putusan Pengadilan Negeri No. 262/Pid.B/2015/PN.Bdg
Dari pembahasan tindak pidana penyalahgunaan bahan kimia
berbahaya tinjauan hukum positif dan hukum Islam setelah dideskripsikan,
dianalisis dapat ditemukan dua konsep yaitu konsep hukuman penjara antara
58
hukum positif dan hukum Islam yang kemudian di komparasikan, sehingga
terdapat persamaan dan perbedaan dua konsep tersebut sebagai berikut :
1. Persamaan Hukum Positif dan Hukum Islam Terhadap Penerapan
Hukuman Penjara Tindak Pidana Penyalahgunaan Bahan Kimia
Berbahaya :
a. Hukum Positif maupun Hukum Islam memandang bahwa Hukuman
penjara terhadap tindak pidana penyalahgunaan bahan kimia
berbahaya dapat diterapkan sebagai salah satu produk hukum dalam
sistem hukum bagi pelaku kejahatan penyalahgunaan bahan kimia
berbahaya sebagai pengawet makanan.
b. Hukum Positif dan Hukum Islam memandang bahwa bahan kimia
berbahaya sebagai pengawet makanan merugikan (mudarat) sehingga
dapat merusak akal dan jiwa manusia, dapat membunuh orang banyak
secara perlahan atau dalam waktu yang singkat. Dalam hal ini
hukuman penjara adalah solusi untuk memusnahkan pelaku kejahatan
penyalahgunaan bahan kimia berbahaya dan untuk memelihara
kepentingan umum.
2. Perbedaan Hukum Positif Dan Hukum Pidana Islam Terhadap
Penyalahgunaan Bahan Kimia Berbahaya
a. Hukum positif menggunakan dasar hukum Undang-Undang No. 18
Tahun 2012 tentang pangan, Undang-Undang No. 36 Tahun 2009
tentang kesehatan, dan Undang-Undang No.8 Tahun 1999 tentang
perlindungan konsumen.
b. Hukum Pidana Islam dalam dalam metode penerapan hukuman pada
tindak pidana penyalahgunaan bahan kimia berbahaya menggunakan
jarimah ta’zir. tidak ada nash yang mengatur hukuman bagi pidana
penyalahgunaan bahan kimia berbahaya sebagai pengawet makanan
secara terperinci, sehingga penghukumannya diserahkan kepada
pengusaha.
59
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari pembahasan demi pembahasan dalam penelitian “Tindak pidana
penyalahgunaan bahan kimia berbahaya sebagai pengawet makanan pada
Putusan No. 262/Pid.B/2015/PN.Bdg.’’ maka terdapat kesimpulan:
1. Di dalam hukum positif Indonesia, setiap produk pangan khususnya
produk makanan wajib memenuhi standar keamanan dan mutu pangan,
apabila bertentangan dengan perundang-undangan maka termasuk ke
dalam suatu tindak pidana, sebagaimana diatur dalam Pasal 111 Undang-
Undang tentang Kesehatan bahwa makanan dan minuman yang
dipergunakan untuk masyarakat harus didasarkan pada standar dan/atau
persyaratan kesehatan, dan hanya dapat diedarkan setelah mendapatkan
izin edar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam
Pasal 136 Undang-Undang No. 18 Tahun 2012 tentang pangan,
bahwasanya setiap orang yang melakukan produksi pangan untuk
diedarkan yang dengan sengaja menggunakan bahan tambahan pangan
melampaui ambang batas maksimal yang ditetapkan atau bahan yang
dilarang digunakan sebagai bahan tambahan Pangan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 75 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling
lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp. 10.000.000.000,00.
(sepuluh miliar rupiah).
Adapun menurut Hukum Islam, penyalahgunaan bahan kimia berbahaya
dapat disimpulkan bahwa makanan yang halal adalah makanan yang sehat
dan yang membawa kebaikan kepada setiap orang. Makanan yang
diperbolehkan atau dihalalkan untuk dikonsumsi adalah makanan yang
tidak mengandung dari binatang haram, najis dan mengandung zat-zat
berbahaya yang dilarang oleh ajaran agama Islam. Sehingga konsumen
berhak untuk mendapatkan barang atau jasa yang halal dan juga bebas dari
60
bahaya. Artinya konsumen berhak atas keselamatan dan keamanan baik
jasmani maupun rohani atas pemakaian barang dan jasa. Dalam hukum
pidana Islam, tindak pidana penyalahgunaan bahan kimia berbahaya
termasuk ke dalam jarimah ta’zir. Jarimah ta’zir merupakan pengajaran
(terhadap pelaku) dosa-dosa yang tidak diatur oleh hudud maupun qishash.
Walaupun bentuk dan hukuman jarimah ta’zir ditentukan syara’.
penerapan sanksinya diserahkan kepada kebijaksanaan hakim.
2. Putusan hakim Pengadilan Negeri Bandung perkara No.
262/Pid.B/2015/PN.Bdg terhadap pelaku Penyalahgunaan bahan kimia
berbahaya sebagai pengawet makanan Menurut Hukum Positif yaitu dalam
menjatuhkan hukuman atau vonis terhadap terdakwa, Majelis Hakim
menggunakan Pasal 136 huruf b. Jo. Pasal 75 ayat (1) Undang-Undang No.
18 Tahun 2012 tentang pangan Jo. Pasal 64 ayat (1) Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana. Mengingat hakim mempunyai dasar pertimbangan dalam
memutuskan dan menjatuhkan pidana kepada terdakwa, oleh karena itu
terdakwa dihukum dengan hukuman penjara 4 (empat) bulan. namun
dilihat dari aspek keadilan hukum, terutama rasa keadilan terhadap
terdakwa belum terpenuhi. Sebab fakta-fakta yang terungkap di
persidangan, dalam putusannya majelis hakim menyatakan terdakwa telah
terbukti bersalah melakukan tindak pidana penyalahgunaan bahan kimia
berbahaya sebagai pengawet makanan dan terdakwa pernah melakukan
tindak pidana yang sama atau mengulang tindak pidana tersebut sehingga
belum adanya efek jera bagi terdakwa dalam memproduksi mi basah.
Sedangkan dalam hukum Pidana Islam terhadap Putusan Pengadilan
Negeri Bandung seharusnya terdakwa dikenai hukuman penjara tidak
terbatas maksudnya penjara yang tidak dibatasi waktunya melainkan
berlangsung terus sampai terhukum mati, atau sampai ia bertaubat. Dalam
istilah lain bisa di sebut dengan hukuman penjara seumur hidup. Hukuman
penjara seumur hidup dikenakan kepada penjahat yang berbahaya.
Terdakwa pantas jika dikenai sanksi penjara tidak terbatas karena ia
61
melakukan tindak pidana penyalahgunaan bahan kimia berbahaya sebagai
pengawet makanan.
B. SARAN
Berdasarkan penelitian dan pengamatan serta kesimpulan di atas,
adapun saran yang dapat penulis berikan yaitu:
1. Hendaknya pengetahuan konsumen dan produsen perlu ditingkatkan
mengenai bahan-bahan kimia berbahaya pada makanan. dan lebih kritis
dalam hal memilih barang atau komposisi dari barang-barang yang hendak
dikonsumsi.
2. Sebaiknya konsumen lebih teliti dalam memilih makanan khususnya lebih
mengedepankan kualitas daripada kuantitas.
3. Sebaiknya Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) lebih gencar
melakukan razia di pabrik-pabrik makanan ataupun pasar-pasar dan
menjalankan tugasnya tidak hanya sebatas formalitas saja.
4. Pemerintah harus lebih konsisten dan tegas dalam penerapan ketentuan
hukum tentang penyalahgunaan bahan kimia berbahaya sebagai pengawet
makanan agar penerapan sanksi tidak berbeda-beda dan tidak terlalu
ringan sehingga dapat menimbulkan efek jera kepada pelaku usaha.
DAFTAR PUSTAKA
Abu Zahrah, Muhammad. Al-Jarimah Wal “Uqubah Fi Al-Fiqh Al-Islami. Kairo:
Dar Al-Fikr Al-Arabi, 1998
Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana I. Jakarta: Raja Grafindo persada.
2002
Ali, Zainudin. Metode Penelitian Hukum. jakarta: Sinar Grafika. 2009
Al-Asyhar, Thoeib. Bahaya Makanan Haram Bagi Kesehatan Jasmani dan
kesucian Rohani. Jakarta: Al-Mawardi Prima. 2003
An-Nawawiyyah Syarh al-Arbain karya Syaikh Muhammad bin Sholeh
Al’Utsaimin. Pustaka Dar Ats-Tsuraya. 1425 H
Cahyadi,Wisnu. Bahan tambahan pangan. Jakarta: PT Bumi Aksara. 2008.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Jakarta: Balai Pustaka. 1989
Departemen Agama, Al-Qur’an dan dan Terjemahannya. Jakarta: Departemen
Agama. 1991
Departemen Agama RI. Pedoman Pangan halal bagi Konsumen, Importir dan
Konsumen di Indonesia. Jakarta, Tim Penerbit Buku Pedoman Pangan
Halal. 2001
Departemen Agama Republik Indonesia. Al-Qur’an dan Terjemahan Juz 30.
Surabaya: Mahkota. 1989
Direktorat putusan Pengadilan Negeri Bandung No. 262/Pid.B/2015/PN.Bdg
Djazuli, Fiqh Jinayah. Jakarta :Rajawali Hutan. 2002
Hamzah, Andi. Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika. 2008
Hasby Ash-Shidieqy, M. filsafat Hukum Islam. Jakarta: Bulan Bintang. 1975
Hidayati Diana dan Suparinto Cahyo. Bahan Tambahan Pangan. Yogyakarta:
Kanisius. 2006
Kansil, C.S.T. Kitab Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman. Jakarta: Bina
Aksara. 1986
Kountur, Ronny. Metode Penelitian Untuk penulisan Skripsi dan Tesis). Jakarta:
PPM. 2004
Lamintang P.A.F. Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia. Bandung: PT Citra
Aditya Bakti. 1894
Leni, Afrianti. Pengawet Makanan Alami dan sintesis. Bandung: Alfabeta. 2010
Mahmud, Marzuki, Peter. Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana Prenada Group.
2008
Masykoer Ali, Imam. Bunga Rampai Jaminana Produk Halal di Negara Anggota
Mabims. Jakarta,T.P. 2004
Muhammad Ahmadi Fahmi dan Aripin Jenal. Metode Penelitian Hukum. Ciputat:
Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2010
Mulyono Noryawati dan Wijaya Hanny. Bahan Tambahan Pangan Pewarna.
Bogor: IPB Press Kampus IPB Taman Kencana. 2009
Munajat, Makrus. Hukum pidana Islam di Indonesia. Yogyakarta: Teras. 2009
MUI. Keputusan Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia III Tahun 2009.
Jakarta: Majelis Ulama Indonesia. 2009
Moeljatno. Asas-Asas Hukum Pidana. Jakarta: PT. Rinekan Cipta. 2002
Nurul Irfan, M dan Masyrofah. Fiqh Jinayah. Jakarta: Amzah. 2013
Pasal 1 butir (1) Undang-Uandang Nomor 18 Tahun 2012 tentang pangan
Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/ Menkes/Per/IX/1988 dan SNI 01-354-
1994
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 33/MENKES/PER/VI/2012
Projdohamidjojo, Martiman. Memahami Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia.
Jakarta: Pradya Paramita.1997
Qhardawi,Yusuf. Di Terjemahkan Oleh H. Mu’ammal Hamidy.Halal Haram dalam
Islam. Jakarta: Intermedia. 2003
Sabiq,Sayyid. Fiqh Sunnah, diterjemahkan oleh Nor Hassanuddin. Jakarta: Pena
Pundi Aksara. 2006
Sidabalok dan Janus. Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia. Bandung, PT
Aditya Bhakti. 2006
Sofie dan Yusuf, Perlindungan Konsumen dan Instrumen-instrumen hukumnya
Bandung:Citra Aditya Bhakti. 2006.
Srimamudji dan Soerjono Soekanto. Penelitian Hukum Normatif. Jakarta: IND-
HILL-CO. 2001
Sudaryatmo. Masalah Perlindungan di Indonesia. Bandung, Citra Aditya Bhakti.
1995
Utrech, E. Hukum Pidana II. Surabaya: Pustaka Tinta Mas. 1994
Waluyo, Bambang. Pidana dan pemidanaan. Jakarta: Sinar Grafika. 2004
Wardi Muslich,Ahmad, Hukum Pidana Islam. Jakarta: Sinar Grafik. 2005
Wardi Muslich, Ahmad. Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam Fikih Jinayah.
Jakarta: Sinar Grafika. 2015
Winarno. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 2002
www.pom.go.id diakases pada tanggal 20 agustus 2017 pukul 15:09
http://www.eramuslim.com/berita/nasional/komisi-fatwa-mui-makanan
berformalin-haram-dikonsumsi. Diakses pada tanggal 20 maret 2017, pukul
02:00
http://m.republika.co.id/berita/nasional/daerah/14/09/24/nce7rh-pemilik-pabrik-
mi-formalin-dijerat-pasal-berlapis, diakses pada tanggal 26 november 2017
Pkl 23.22
http://news.liputan6.com/read/2533935/pabrik-bakso-berbahan-kimia-digerebek-
polisi-di-bogor, diakses pada tanggal 26 november 2017 Pkl 23.30
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id P U T U S A N
Nomor : 262/Pid.B/2015/PN.Bdg
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
Pengadilan Negeri Bandung yang mengadili perkara pidana dengan
acara pemeriksaan biasa dalam tingkat pertama, menjatuhkan putusan sebagai
berikut dalam perkara Terdakwa :
1. Nama lengkap : ARIS RISNADI Bin DADI SUTARDI
2. Tempat lahir : Sumedang
3. Umur / tanggal lahir : 53 Tahun / 17 April 1961
4. Jenis kelamin : Laki-laki
5. Kebangsaan : Indonesia
6. Tempat tinggal : Lingkungan Barak, Rt.001, Rw.007, Kel. Situ,
Kec. Sumedang Utara, Kab. Sumedang.
7. A g a m a : Islam
8. Pekerjaan : Wiraswasta
Terdakwa ditahan dalam tahanan Rumah Tahanan Negara oleh:
1. Penyidik, (tidak dilakukan penahanan);
2. Penuntut Umum, sejak tanggal 04 Maret 2015 s.d tanggal 23 Maret
2015;
3. Hakim Pengadilan Negeri Bandung sejak tanggal 05 Maret 2015 s.d
tanggal 03 April 2015 ;
4. Perpanjangan oleh Ketua Pengadilan Negeri Bandung, sejak tanggal 04
April 2015 s.d tanggal 02 Juni 2015;
Terdakwa dalam perkara ini tidak didampingi Penasihat Hukum :;
Pengadilan Negeri tersebut;
Setelah membaca:
1. Penetapan Ketua Pengadilan Negeri Bandung, Nomor : 262 / Pid.B /
2015 / PN.Bdg. tanggal 05 Maret 2015 tentang penunjukan Majelis
Hakim;
2. Penetapan Hakim Nomor : 262/ Pid.B/2015/PN.Bdg tanggal 06 Maret
2015 tentang penetapan hari sidang;
3. Berkas perkara dan surat-surat lain yang bersangkutan;
Halaman 1 dari 23 Putusan No. 262/Pid.B/2015/PN.Bdg
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 1
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.idSetelah mendengar keterangan Saksi-saksi dan ahli, Terdakwa serta
memperhatikan bukti surat dan barang bukti yang diajukan di persidangan;
Setelah mendengar pembacaan tuntutan pidana yang diajukan oleh
Penuntut Umum yang pada pokoknya sebagai berikut:
1. Menyatakan Terdakwa ARIS RISNADI Bin DADI SUTARDI, bersalah
melakukan tindak pidana ”Memproduksi pangan untuk diedarkan
menggunakan bahan tambahan yang dilarang sebagai bahan tambahan
pangan” sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 136 huruf
b. jo. Pasal 75 ayat (1) Undang Undang No. 18 Tahun 2012 Tentang
Pangan jo Pasal 64 ayat (1) Kitab Undang Undang Hukum Pidana ;
2. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa ARIS RISNADI dengan pidana
penjara selama 6 (enam) bulan penjara potong tahanan dengan perintah
Terdakwa tetap ditahan;
3. Menyatakan barang bukti berupa:
• 62 (enam puluh dua) karung mie basah, 10 (sepuluh) karung tepung
terigu naga hijau, 10 (sepuluh) karung tepung tapioka gunung agung, 1
(satu) unit mesin cetak, 1 (satu) buah timbangan, 1 (satu) buah anak
timbangan
Dirampas untuk dimusnahkan
• 1 (satu) lembar nota;
Terlampir dalam berkas perkara;
4. Menetapkan supaya Terdakwa membayar biaya perkara sebesar
Rp.5.000,- (lima ribu rupiah);
Setelah mendengar pembelaan Terdakwa yang pada pokoknya
memohon keringanan hukuman dengan alasan-alasan Terdakwa kooperatif
selama persidangan serta tidak mempersulit, Terdakwa mempunyai
tanggungan keluarga, Terdakwa telah menyesali dengan sangat mendalam
atas perbuatannya yang telah dilakukannya;
Setelah mendengar tanggapan Penuntut Umum terhadap pembelaan
Terdakwa yang pada pokoknya tetap pada tuntutannya;
Setelah mendengar tanggapan Terdakwa terhadap tanggapan Penuntut
Umum yang pada pokoknya tetap pada pembelaannya;
Menimbang, bahwa Terdakwa diajukan ke persidangan oleh Penuntut
Umum didakwa berdasarkan surat dakwaan sebagai berikut:
DAKWAAN :
2
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 2
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.idBahwa ia terdakwa ARIS RISNADI BIN DADI SUTARDI secara berturut-
turut dan dianggap sebagai perbuatan berlanjut pada hari dan tanggal yang
tidak dapat ditentukan lagi antara tahun 2010 sampai dengan fahun 2014 atau
setidak-tidaknya dalam dalam tahun 2010 sampai dengan tahun 2014,
bertempat di Lingkungan Barak Rt.001 Rw. 007 Ds/Kel.Situ Kec. Sumedang
Utara Kab. Sumedang atau setidak-tidaknya pada suatu tempat yang ada
dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Sumedang, namun berdasarkan
ketentuan Pasal 84 ayat (2) Undang-Undang Rl Nomor 8 Tahun 1981 tentang
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (apabila tempat kediaman
sebagian besar yang dipanggil lebih dekat pada tempat Pengadilan Negeri itu
daripada tempat kedudukan pengadilan negeri di dalam daerahnya tindak
pidana dilakukan), maka karena sebagian besar saksi-saksi bertempat tinggal
lebih dekat pada Pengadilan Negeri Bandung dan terdakwa ditahan pada
Rutan Tahanan Negara di Bandung maka Pengadilan Negeri Bandung
berwenang memeriksa dan mengadili perkara terdakwa tersebut, Terdakwa
dengan sengaja melakukan produksi pangan untuk diedarkan,menggunakan
bahan tambahan yaitu formalin dan borak yang dilarang digunakan sebagai
bahan tambahan pangan, yang dilakukan terdakwa dengan cara sebagai
berikut:
• Bahwa terdakwa ARIS RISNADI BIN DADI SUTARDI sebagai pemiik
pabrik mie basah yang beralamat di lingkungan Barak Rt. 001 Rw. 007
Desa / Kelurahan Situ Kecamatan. Sumedang Utara Kabupaten.
Sumedang telah memproduksi makanan jenis mie basah sejak tahun
2010 sampai saat petugas dari Badan POM Rl datang memeriksa dan
melakukan penyitaan di pabrik tersebut pada hari senin tanggal 16 Juni
2014, dan dalam memproduksi mie basah tersebut terdakwa
mempekerjakan sebanyak 8 (delapan) orang karyawan.
• Bahwa terdakwa dalam membuat makanan jenis mie basah tersebut
menggunakan bahan-bahan yang terdiri dari tepung terigu, tepung
tapioka, soda kostik, garam, air, pewarna kuning, borak, dan formalin.
Dimana fungsi dari masing-masing bahan tersebut yaitu tepung terigu
dan tepung tapioka sebagai bahan utama, soda kostik untuk
memberikan tekstur, pewarna fungsinya agar kelihatan lebih menarik,
garam untuk mempertajam rasa, borak sebagai pengenyal dan formalin
sebagai pengawet.
Halaman 3 dari 23 Putusan No. 262/Pid.B/2015/PN.Bdg
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 3
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id• Bahwa cara terdakwa membuat mie basah yang mengandung bahan
kimia yang tidak diperbolehkan tersebut yaitu dengan cara : bahan -
bahan yang terdiri dari tepung terigu 25 Kg, tepung tapioka 10 Kg, soda
kostik 10 gram, garam 50 gram dilarutkan dalam 12 liter air lalu
dimasukkan ke dalam mixer selama 10 menit, selanjutnya pewarna
kuning 5 gram, borak 5 gram, formalin 5 gram garam dimasukkan ke
dalam air rebusan, setelah itu bahan-bahan yang telah di mixer dipres
kemudian baru dicetak dengan menggunakan mesin pencetak lalu di
rebus ke dalam air mendidih sebanyak 100 liter yang telah mengandung
formalin, borak dan pewarna, kemudian hasil rebusan tersebut ditiriskan
sambil diberikan minyak kacang lalu ditimbang kemudian dikemas
kedalam plastik 5 Kg selanjutnya siap untuk dipasarkan.
• Bahwa setiap hari terdakwa memproduksi makanan mie basah rata-rata
sebanyak 1-1,2 ton, yang oleh terdakwa dijual ke pasar - pasar
Sumedang antara lain pasar cimalaka, pasar tanjung sari, pasar
parakan muncang, di Kabupaten Bandung diantaranya pasar
cicalengka, lalu di pasar daerah Subang yaitu pasar tanjung siang dan
pasar kasomalang, sedangkan harga jual per kilogramnya yaitu Rp.
4400,-( empat ribu empat ratus rupiah) sampai Rp. 4500,- (empat ribu
lima ratus rupiah).
• Bahwa kemudian pada hari senin tanggal 16 Juni 2014 sekira pukul
17.30 Wib, saat petugas Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan
Bandung berdasarkan Surat Perintah Tugas dan Surat Perintah
Penyelidikan melakukan penyelidikan ditempat terdakwa melakukan
produksi mie basah mengandung bahan kimia menemukan barang bukti
berupa:
1. 62 (enam puluh dua) karung mie basah;
2. 10 (sepuluh) karung tepung terigu naga hijau;
3. 10 (sepuluh) karung tepung tapioka gunung agung;
4. 1 (satu) unit mesin cetak;
5. 1 (satu) buah timbangan;
6. 1 (satu) buah anak timbangan;
7. 1 (satu) lembar nota;
• Bahwa terdakwa memproduksi dan mengedarkan makanan mie
basah mengandung bahan kimia tersebut sejak tahun 2010 sampai
4
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 4
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.iddengan April 2014 tersebut diatas tanpa ijin dari Instansi Pemerintah
Republik Indonesia yang berwenang.
• Bahwa kemudian terhadap mie basah tersebut dilakukan pengujian
dibalai Besar POM, dan berdasarkan hasil pengujian No Contoh :
14.094.04.13.04.0001 K tanggal 15 September 2014 yang ditanda
tangani oleh Ir. Rusiana, MSc berkesimpulan mie basah yang
diproduksi oleh terdakwa tersebut tidak memenuhi syarat (positif
mengandung Formalin dan Boraks), selanjutnya guna proses
penyidikan barang bukti tersebut disita oleh Balai Besar
Pengawasan Obat dan Makanan Bandung serta terdakwa dilakukan
pemeriksaan lebih lanjut.
Perbuatan Terdakwa ARIS RISNADI BIN DAD) SUTARDI sebagaimana
tersebut di atas, diatur dan diancam dalam Pasal 136 huruf b Jo Pasal 75 ayat
(1) Undang-undang Rl No.18 tahun 2012 Tentang Pangan Jo Pasal 64 ayat (1)
KUHP ;
Menimbang, bahwa terhadap dakwaan Penuntut Umum, Terdakwa tidak
mengajukan keberatan;
Menimbang, bahwa untuk membuktikan dakwaannya Penuntut Umum
telah mengajukan saksi-saksi dan ahli sebagai berikut :
1. WULAN WIDJANINGRUM Binti SABRI, dibawah sumpah pada
pokoknya menerangkan sebagai berikut:
• Bahwa benar suami saksi Terdakwa ARIS RISNADI BIN DADI
SUTARDI sebagai pemilik pabrik mie yang beralamat di lingkungan
Barak Rt. 001 Rw. 007, Kelurahan Situ Kecamatan Sumedang Utara
Kabupaten Sumedang;
• Bahwa lokasi pabrik mie basah berada di dalam garasi mobil dan usaha
tersebut dijalankan oleh Terdakwa sejak tahun 2010 ;
• Bahwa Terdakwa dalam mengelola atau menjalankan usaha pabrik mie
basah tersebut mempekerjakan sebanyak 8 (delapan) orang karyawan ;
• Bahwa saksi tidak tahu Terdakwa dalam membuat makanan jenis mie
basah menggunakan bahan-bahan yang terdiri dari tepung terigu,
tepung tapioka, soda kostik, garam, air, pewarna kuning, borak, dan
formalin ;
Halaman 5 dari 23 Putusan No. 262/Pid.B/2015/PN.Bdg
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 5
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id• Bahwa saksi tidak pernah ikut campur Terdakwa dalam menjalankan
usaha membuat atau memproduksi mie basah karena saksi punya
pekerjaan lain sebagai Weding Organisasion ;
• Bahwa yang saksi tahu mie basah yang diproduksi tersebut dijual ke
Lembang Bandung, Sumedang, dan Karawang ;
• Bahwa saksi tidak tahu pada saat petugas Balai Besar Pengawasan
Obat dan Makanan Bandung datang ke pabrik mie basah milik
Terdakwa yang melakukan penyelidikan yaitu pada hari Senin tanggal
16 Juni 2014 sekira pukul 17.30 Wib sebab saksi sedang melakukan
pekerjaan di daerah Ganeas Kabupaten Sumedang;
• Bahwa saksi baru tahu ada petugas Balai Besar Pengawasan Obat dan
Makanan Bandung datang ke pabrik mie basah milik Terdakwa setelah
saksi diberi informasi oleh petugas Balai Besar Pengawasan Obat dan
Makanan Bandung yang dahulu pernah memeriksa pabrik mie basah
milik Terdakwa;
• Bahwa saksi tahu dari petugas Balai Besar Pengawasan Obat dan
Makanan Bandung pada saat pemeriksaan terhadap pabrik mie basah
milik Terdakwa yang ternyata mie basah mengandung bahan kimia
formalin dan dan boraks, dan dilokasi pabrik ditemukan berupa 62
(enam puluh dua) karung mie basah, 10 (sepuluh) karung tepung terigu
naga hijau, 10 (sepuluh) karung tepung tapioka gunung agung, 1 (satu)
unit mesin cetak, 1 (satu) karung serbuk Formalin, 1 (satu) karung Pijer
(Borak), 1 (satu) buah timbangan, 1 (satu) buah anak timbangan dan 1
(satu) lembar nota;
• Bahwa Terdakwa memproduksi dan mengedarkan makanan mie
basah sejak tahun 2010 ;
• Bahwa saksi tahu hasil pengujian terhadap mie basah yang diproduksi
oleh Pabrik Terdakwa yang dilakukan di Balai Besar Pengawasan Obat
dan Makanan Bandung, dan berdasarkan hasil pengujian No. Contoh :
14.094.04.13.04.0001 K tanggal 15 September 2014 yang ditanda
tangani oleh Ir. Rusiana, MSc berkesimpulan mie basah yang diproduksi
oleh terdakwa tersebut tidak memenuhi syarat (positif mengandung
Formalin dan Boraks);.
6
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 6
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id• Bahwa Terdakwa dalam memproduksi mie basah yang mengandung
bahan kimia formalis dan borak tanpa ijin dari Instansi Pemerintah atau
pihak yang berwenang.
• Bahwa saksi tahu bahan kimia formalin digunakan sebagai bahan
pengawet supaya mei basah tidak cepat basi sedangkan boraks sebagai
pengenyal ;
• Bahwa saksi tahu Terdakwa pernah dihukum dalam perkara yang sama
yaitu memproduksi mie basah dengan menggunakan bahan tambahan
yaitu bahan kimia jenis formalin dan boraks, dan perkaranya diputus
pada tanggal 22 Januari 2013 dan dihukum dengan masa percobaan,
akan tetapi saksi tidak menjadi saksi dalam perkara tersebut ;
2. Saksi HASIM Bin OTO, dibawah sumpah pada pokoknya menerangkan
sebagai berikut:
• Bahwa saksi bekerja di Pabrik mie milik Terdakwa ARIS RISNADI BIN
DADI SUTARDI sejak tahun 2010, dan pabrik tersebut beralamat di
lingkungan Barak Rt. 001 Rw. 007, Kelurahan Situ Kecamatan
Sumedang Utara Kabupaten Sumedang ;
• Bahwa lokasi pabrik mie basah tersebut berada di dalam garasi mobil
dan usaha tersebut dijalankan oleh Terdakwa sejak tahun 2010,
mempekerjakan sebanyak 8 (delapan) orang karyawan ;
• Bahwa saksi bekerja di Pabrik mie milik Terdakwa dengan tugas
menimbang bahan baku, membuat adonan mie, mencetak mie,
mendinginkan dan menimbang produk yang sudah jadi untuk
dimasukan ke dalam kantong plastik selain itu juga melakukan
pengiriman mie basah tersebut ke pasar Inpres Sumedang, pasar
Cicalengka Sumedang, pasar Tanjungsari Sumedang dan juga ada
yang membeli secara langsung ;
• Bahwa pada saat petugas dari Balai Besar Pengawasan Obat dan
Makanan Bandung dengan didampingi oleh anggota Polda Jabar
datang memeriksa mie basah, mendata dan melakukan penyitaan di
pabrik mie basah milik Terdakwa pada hari senin tanggal 16 Juni 2014,
saksi ada dilokasi pabrik sedang istirahat ;
• Bahwa saksi tahu mie basah yang diperiksa oleh Balai Besar
Pengawasan Obat dan Makanan Bandung mengandung bahan kimia
formalin dan boraks, dan dilokasi pabrik ditemukan dan disita oleh
Halaman 7 dari 23 Putusan No. 262/Pid.B/2015/PN.Bdg
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 7
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.idpetugas Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan Bandung yaitu
berupa 62 (enam puluh dua) karung mie basah 1 (satu) karungnya
seberat 50 (lima puluh) Kilogram, 10 (sepuluh) karung tepung terigu
naga hijau 1 (satu) karungnya seberat 25 (dua puluh lima) Kilogram, 10
(sepuluh) karung tepung tapioka gunung agung 1 (satu) karungnya
seberat 25 Kilogram, 1 (satu) unit mesin cetak, 1 (satu) karung serbuk
Formalin 1 (satu) karungnya seberat 33 Kilogram, 1 (satu) karung Pijer
(Boraks) 1 (satu) karungnya seberat 31 Kilogram, 1 (satu) buah
timbangan, 1 (satu) buah anak timbangan dan 1 (satu) lembar nota;
• Bahwa cara saksi membuat mie basah yaitu terigu seberat 25 (dua
puluh lima) kilogram dicampur dengan aci seberat 10 (sepuluh) kilogram
lalu diaduk menggunakan penggilingan didalam adonan, lalu ditambah
larutan yang terdiri dari air, garam, pewarna dan boraks, kemudian
ditambah caustic soda, setelah itu adonan dicetak dan direbus dengan
air sebanyak 150 (seratus lima puluh) liter kurang lebih selama 2 (dua)
menit, lalu ditambah formalin sebanyak 2 (dua) gram untuk 2 (dua)
adonan mie, mie yang sudah direbus kemudian diangkat dan di
dinginkan memakai kipas, setelah itu ditimbang lalu dimasukan ke
dalam kantong plastic untuk dijual;
• Bahwa memproduksi mie basah di pabrik milik Terdakwa sebanyak 1
(satu) ton per-hari dan dijual 1 (satu) kilogram Rp 4000,- (empat ribu
rupiah) ;
• Bahwa saksi membuat mie basah memakai bahan kimia boraks dan
formalin atas suruhan atau perintah Terdakwa ;
• Bahwa yang saksi tahu mie basah yang diproduksi tersebut dijual ke
Lembang Bandung, Sumedang, dan Karawang ;
• Bahwa saksi tahu hasil pengujian terhadap mie basah yang diproduksi
oleh Pabrik Terdakwa yang dilakukan di Balai Besar Pengawasan Obat
dan Makanan Bandung, dan berdasarkan hasil pengujian No. Contoh :
14.094.04.13.04.0001 K tanggal 15 September 2014 yang ditanda
tangani oleh Ir. Rusiana, MSc berkesimpulan mie basah yang diproduksi
oleh terdakwa tersebut tidak memenuhi syarat (positif mengandung
Formalin dan Boraks);.
8
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 8
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id• Bahwa saksi tahu bahan kimia formalin digunakan sebagai bahan
pengawet supaya mei basah tidak cepat basi sedangkan boraks sebagai
pengenyal ;
• Bahwa Terdakwa dalam memproduksi mie basah yang mengandung
bahan kimia formalis dan boraks tanpa ijin dari Instansi Pemerintah atau
pihak yang berwenang;
• Bahwa saksi suka juga memakan mie basah tersebut ;
• Bahwa saksi tahu Terdakwa pernah dihukum dalam perkara yang sama
yaitu memproduksi mie basah dengan menggunakan bahan tambahan
yaitu bahan kimia jenis formalin dan boraks, dan perkaranya diputus
pada tanggal 22 Januari 2013 dan dihukum dengan masa percobaan,
dan saksi pernah menjadi saksi dalam perkara tersebut ;
3. Saksi YAYAN TARYANA, dibawah sumpah pada pokoknya menerangkan
sebagai berikut:
• Bahwa saksi bekerja di Pabrik mie milik Terdakwa ARIS RISNADI BIN
DADI SUTARDI sejak tahun 2010, dan pabrik tersebut beralamat di
lingkungan Barak Rt. 001 Rw. 007, Kelurahan Situ Kecamatan
Sumedang Utara Kabupaten Sumedang ;
• Bahwa lokasi pabrik mie basah tersebut berada di dalam garasi mobil
dan usaha tersebut dijalankan oleh Terdakwa sejak bulan Juni tahun
2013, mempekerjakan sebanyak 8 (delapan) orang karyawan ;
• Bahwa saksi bekerja di Pabrik mie milik Terdakwa dengan tugas
menimbang bahan baku dan juga melakukan pengiriman mie basah
tersebut ke pasar Inpres Sumedang, pasar Cicalengka Sumedang,
pasar Tanjungsari Sumedang dan juga ada yang membeli secara
langsung ;
• Bahwa pada saat petugas dari Balai Besar Pengawasan Obat dan
Makanan Bandung dengan didampingi oleh anggota Polda Jabar
datang memeriksa mie basah, mendata dan melakukan penyitaan di
pabrik mie basah milik Terdakwa pada hari senin tanggal 16 Juni 2014,
saksi ada dilokasi pabrik sedang istirahat ;
• Bahwa saksi tahu mie basah yang diperiksa oleh Balai Besar
Pengawasan Obat dan Makanan Bandung mengandung bahan kimia
formalin dan dan boraks, dan dilokasi pabrik ditemukan dan disita oleh
petugas Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan Bandung yaitu
Halaman 9 dari 23 Putusan No. 262/Pid.B/2015/PN.Bdg
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 9
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.idberupa 62 (enam puluh dua) karung mie basah 1 (satu) karungnya
seberat 50 (lima puluh) Kilogram, 10 (sepuluh) karung tepung terigu
naga hijau 1 (satu) karungnya seberat 25 (dua puluh lima) Kilogram, 10
(sepuluh) karung tepung tapioka gunung agung 1 (satu) karungnya
seberat 25 Kilogram, 1 (satu) unit mesin cetak, 1 (satu) karung serbuk
Formalin 1 (satu) karungnya seberat 33 Kilogram, 1 (satu) karung Pijer
(Borak) 1 (satu) karungnya seberat 31 Kilogram, 1 (satu) buah
timbangan, 1 (satu) buah anak timbangan dan 1 (satu) lembar nota;
• Bahwa cara saksi membuat mie basah yaitu terigu seberat 25 (dua
puluh lima) kilogram dicampur dengan aci seberat 10 (sepuluh) kilogram
lalu diaduk menggunakan penggilingan didalam adonan, lalu ditambah
larutan yang terdiri dari air, garam, pewarna dan boraks, kemudian
ditambah caustic soda, setelah itu adonan dicetak dan direbus dengan
air sebanyak 150 (seratus lima puluh) liter kurang lebih selama 2 (dua)
menit, lalu ditambah formalin sebanyak 2 (dua) gram untuk 2 (dua)
adonan mie, mie yang sudah direbus kemudian diangkat dan di
dinginkan memakai kipas, setelah itu ditimbang lalu dimasukan ke
dalam kantong plastic untuk dijual;
• Bahwa memproduksi mie basah di pabrik milik Terdakwa sebanyak 1
(satu) ton per-hari dan dijual 1 (satu) kilogram Rp 4000,- (empat ribu
rupiah) ;
• Bahwa saksi membuat mie basah memakai bahan kimia borak dan
formalin atas suruhan atau perintah Terdakwa ;
• Bahwa yang saksi tahu mie basah yang diproduksi tersebut dijual ke
Lembang Bandung, Sumedang, dan Karawang ;
• Bahwa saksi tahu hasil pengujian terhadap mie basah yang diproduksi
oleh Pabrik Terdakwa yang dilakukan di Balai Besar Pengawasan Obat
dan Makanan Bandung, dan berdasarkan hasil pengujian No. Contoh :
14.094.04.13.04.0001 K tanggal 15 September 2014 yang ditanda
tangani oleh Ir. Rusiana, MSc berkesimpulan mie basah yang diproduksi
oleh terdakwa tersebut tidak memenuhi syarat (positif mengandung
Formalin dan Boraks);.
• Bahwa saksi tahu bahan kimia formalin digunakan sebagai bahan
pengawet supaya mei basah tidak cepat basi sedangkan boraks sebagai
pengenyal ;
10
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 10
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id• Bahwa Terdakwa dalam memproduksi mie basah yang mengandung
bahan kimia formalis dan borak tanpa ijin dari Instansi Pemerintah atau
pihak yang berwenang;
• Bahwa saksi suka makan mie basah tersebut ;
• Bahwa saksi tahu Terdakwa pernah dihukum dalam perkara yang sama
yaitu memproduksi mie basah dengan menggunakan bahan tambahan
yaitu bahan kimia jenis formalin dan boraks, dan perkaranya diputus
pada tanggal 22 Januari 2013 dan dihukum dengan masa percobaan,
dan saksi tidak menjadi saksi dalam perkara tersebut ;
4. Saksi WACHID, dibawah sumpah pada pokoknya menerangkan sebagai
berikut:
• Bahwa saksi bekerja di Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan
Bandung sejak tahun 1986 dan pada hari senin tanggal 16 Juni 2014
saksi bersama Penyidik PNS Balai Besar POM Bandung melakukan
pemeriksaan dan penyitaan mie basah karena diduga mie basah yang
diproduksi di Pabrik mie milik Terdakwa ARIS RISNADI BIN DADI
SUTARDI beralamat di lingkungan Barak Rt. 001 Rw. 007, Kelurahan
Situ Kecamatan Sumedang Utara Kabupaten Sumedang mengandung
bahan kimia formalin dan boraks ;
• Bahwa lokasi pabrik mie basah tersebut berada di dalam garasi mobil ;
• Bahwa saksi pada saat melakukan pemeriksaan ke pabrik mie basah
milik Terdakwa, bertugas membantu Penyidik PNS Balai Besar POM
Bandung melakukan pemeriksaan dan menyita produk mei basah
tersebut ;
• Bahwa saksi tahu mie basah yang disita lalu dilakukan pemeriksaan
oleh Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan Bandung ternyata
mie basah mengandung bahan kimia formalin dan dan boraks yang
dilarang oleh Undang Undang Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan,
dan dilokasi pabrik ditemukan berupa 62 (enam puluh dua) karung mie
basah 1 (satu) karungnya seberat 50 (lima puluh) Kilogram, 10
(sepuluh) karung tepung terigu naga hijau 1 (satu) karungnya seberat
25 (dua puluh lima) Kilogram, 10 (sepuluh) karung tepung tapioka
gunung agung 1 (satu) karungnya seberat 25 Kilogram, 1 (satu) unit
mesin cetak, 1 (satu) karung serbuk Formalin 1 (satu) karungnya
seberat 33 Kilogram, 1 (satu) karung Pijer (Boraks) 1 (satu) karungnya
Halaman 11 dari 23 Putusan No. 262/Pid.B/2015/PN.Bdg
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 11
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.idseberat 31 Kilogram, 1 (satu) buah timbangan, 1 (satu) buah anak
timbangan dan 1 (satu) lembar nota;
• Bahwa saksi tahu hasil pengujian terhadap mie basah yang diproduksi
oleh Pabrik Terdakwa yang dilakukan di Balai Besar Pengawasan Obat
dan Makanan Bandung, dan berdasarkan hasil pengujian No. Contoh :
14.094.04.13.04.0001 K tanggal 15 September 2014 yang ditanda
tangani oleh Ir. Rusiana, MSc berkesimpulan mie basah yang diproduksi
oleh terdakwa tersebut tidak memenuhi syarat (positif mengandung
Formalin dan Boraks);.
• Bahwa saksi tahu bahan kimia formalin digunakan sebagai bahan
pengawet supaya mei basah tidak cepat basi sedangkan boraks sebagai
pengenyal ;
• Bahwa Terdakwa dalam memproduksi mie basah yang mengandung
bahan kimia formalis dan boraks tanpa ijin dari Instansi Pemerintah atau
pihak yang berwenang;
• Bahwa saksi tahu Terdakwa pernah dihukum dalam perkara yang sama
yaitu memproduksi mie basah dengan menggunakan bahan tambahan
yaitu bahan kimia jenis formalin dan boraks, dan perkaranya diputus
pada tanggal 22 Januari 2013 dan dihukum dengan masa percobaan,
dan saksi pernah menjadi saksi dalam perkara tersebut ;
5. Saksi LINTANG KUSUMAWARDANI, S.H., dibawah sumpah pada
pokoknya menerangkan sebagai berikut:
• Bahwa saksi bekerja di Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan
Bandung sejak tahun 2005 dan pada hari senin tanggal 16 Juni 2014
saksi bersama Penyidik PNS Balai Besar POM Bandung melakukan
pemeriksaan dan penyitaan mie basah karena diduga mie basah yang
diproduksi di Pabrik mie milik Terdakwa ARIS RISNADI BIN DADI
SUTARDI beralamat di lingkungan Barak Rt. 001 Rw. 007, Kelurahan
Situ Kecamatan Sumedang Utara Kabupaten Sumedang mengandung
bahan kimia formalin dan boraks ;
• Bahwa lokasi pabrik mie basah tersebut berada di dalam garasi mobil ;
• Bahwa saksi pada saat melakukan pemeriksaan ke pabrik mie basah
milik Terdakwa, bertugas membantu Penyidik PNS Balai Besar POM
Bandung melakukan pemeriksaan dan menyita produk mei basah
tersebut ;
12
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 12
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id• Bahwa saksi tahu mie basah yang disita lalu dilakukan pemeriksaan
oleh Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan Bandung ternyata
mie basah mengandung bahan kimia formalin dan dan boraks yang
dilarang oleh Undang Undang Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan,
dan dilokasi pabrik ditemukan berupa 62 (enam puluh dua) karung mie
basah 1 (satu) karungnya seberat 50 (lima puluh) Kilogram, 10
(sepuluh) karung tepung terigu naga hijau 1 (satu) karungnya seberat
25 (dua puluh lima) Kilogram, 10 (sepuluh) karung tepung tapioka
gunung agung 1 (satu) karungnya seberat 25 Kilogram, 1 (satu) unit
mesin cetak, 1 (satu) karung serbuk Formalin 1 (satu) karungnya
seberat 33 Kilogram, 1 (satu) karung Pijer (Boraks) 1 (satu) karungnya
seberat 31 Kilogram, 1 (satu) buah timbangan, 1 (satu) buah anak
timbangan dan 1 (satu) lembar nota;
• Bahwa saksi tahu hasil pengujian terhadap mie basah yang diproduksi
oleh Pabrik Terdakwa yang dilakukan di Balai Besar Pengawasan Obat
dan Makanan Bandung, dan berdasarkan hasil pengujian No. Contoh :
14.094.04.13.04.0001 K tanggal 15 September 2014 yang ditanda
tangani oleh Ir. Rusiana, MSc berkesimpulan mie basah yang diproduksi
oleh terdakwa tersebut tidak memenuhi syarat (positif mengandung
Formalin dan Boraks);.
• Bahwa saksi tahu bahan kimia formalin digunakan sebagai bahan
pengawet supaya mei basah tidak cepat basi sedangkan boraks sebagai
pengenyal ;
• Bahwa Terdakwa dalam memproduksi mie basah yang mengandung
bahan kimia formalis dan boraks tanpa ijin dari Instansi Pemerintah atau
pihak yang berwenang;
• Bahwa saksi tahu Terdakwa pernah dihukum dalam perkara yang sama
yaitu memproduksi mie basah dengan menggunakan bahan tambahan
yaitu bahan kimia jenis formalin dan boraks; dan perkaranya diputus
pada tanggal 22 Januari 2013 dan dihukum dengan masa percobaan,
dan saksi pernah menjadi saksi dalam perkara tersebut ;
6. Saksi ANDI HAKIM, S.Sos., dibawah sumpah pada pokoknya
menerangkan sebagai berikut:
• Bahwa saksi bekerja di Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan
Bandung sejak tahun 1996 dan pada hari senin tanggal 16 Juni 2014
Halaman 13 dari 23 Putusan No. 262/Pid.B/2015/PN.Bdg
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 13
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.idsaksi bersama Penyidik PNS Balai Besar POM Bandung melakukan
pemeriksaan dan penyitaan mie basah karena diduga mie basah yang
diproduksi di Pabrik mie milik Terdakwa ARIS RISNADI BIN DADI
SUTARDI beralamat di lingkungan Barak Rt. 001 Rw. 007, Kelurahan
Situ Kecamatan Sumedang Utara Kabupaten Sumedang mengandung
bahan kimia formalin dan boraks ;
• Bahwa lokasi pabrik mie basah tersebut berada di dalam garasi mobil ;
• Bahwa saksi pada saat melakukan pemeriksaan ke pabrik mie basah
milik Terdakwa, bertugas membantu Penyidik PNS Balai Besar POM
Bandung melakukan pemeriksaan dan menyita produk mei basah
tersebut ;
• Bahwa saksi tahu mie basah yang disita lalu dilakukan pemeriksaan
oleh Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan Bandung ternyata
mie basah mengandung bahan kimia formalin dan dan boraks yang
dilarang oleh Undang Undang Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan,
dan dilokasi pabrik ditemukan berupa 62 (enam puluh dua) karung mie
basah 1 (satu) karungnya seberat 50 (lima puluh) Kilogram, 10
(sepuluh) karung tepung terigu naga hijau 1 (satu) karungnya seberat
25 (dua puluh lima) Kilogram, 10 (sepuluh) karung tepung tapioka
gunung agung 1 (satu) karungnya seberat 25 Kilogram, 1 (satu) unit
mesin cetak, 1 (satu) karung serbuk Formalin 1 (satu) karungnya
seberat 33 Kilogram, 1 (satu) karung Pijer (Boraks) 1 (satu) karungnya
seberat 31 Kilogram, 1 (satu) buah timbangan, 1 (satu) buah anak
timbangan dan 1 (satu) lembar nota ;
• Bahwa saksi tahu hasil pengujian terhadap mie basah yang diproduksi
oleh Pabrik Terdakwa yang dilakukan di Balai Besar Pengawasan Obat
dan Makanan Bandung, dan berdasarkan hasil pengujian No. Contoh :
14.094.04.13.04.0001 K tanggal 15 September 2014 yang ditanda
tangani oleh Ir. Rusiana, MSc berkesimpulan mie basah yang diproduksi
oleh terdakwa tersebut tidak memenuhi syarat (positif mengandung
Formalin dan Boraks);.
• Bahwa saksi tahu bahan kimia formalin digunakan sebagai bahan
pengawet supaya mei basah tidak cepat basi sedangkan boraks sebagai
pengenyal ;
14
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 14
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id• Bahwa Terdakwa dalam memproduksi mie basah yang mengandung
bahan kimia formalis dan boraks tanpa ijin dari Instansi Pemerintah atau
pihak yang berwenang;
• Bahwa saksi tahu Terdakwa pernah dihukum dalam perkara yang sama
yaitu memproduksi mie basah dengan menggunakan bahan tambahan
yaitu bahan kimia jenis formalin dan boraks; dan perkaranya diputus
pada tanggal 22 Januari 2013 dan dihukum dengan masa percobaan,
dan saksi pernah menjadi saksi dalam perkara tersebut ;
7. Ahli Dra. SITI RULIA, Apt., dibawah sumpah pada pokoknya
menerangkan sebagai berikut:
• Bahwa saksi lulus Sarjana Apoteker di Universitas Padjadjaran pada
tahun 1987 dan benar saksi Penyidik PNS Balai Besar Pengawasan
Obat dan Makanan Bandung yang ditunjuk sebagai ahli dalam perkara
tindak pidana menggunakan bahan-bahan yang dilarang digunakan
sebagai bahan tambahan pangan ;
• Bahwa makanan yang diproduksi oleh suatu perusahaan dapat
diedarkan atau dijual haruslah memenuhi standar mutu dan keamanan
pangan ;
• Bahwa yang dilarang digunakan sebagai bahan tambahan pangan
adalah bahan-bahan yang kandungannya dilarang untuk digunakan
sebagai bahan tambahan pangan karena membahayakan kesehatan
manusia ;
• Bahwa formalin dan Boraks termasuk bahan yang dilarang digunakan
sebagaimana ketentuan PERMENKES RI No. 33 Tahun 2012 Tentang
Bahan Tambahan Makanan;
• Bahwa penggunaan formalin dan boraks sebagai bahan tambahan
makanan dapat menyebabkan efek jangka panjang dan jangka pendek
yang efeknya akan dirasakan dapat menimbulkan iritasi pada saluran
pernapasan, muntah, sakit kepala, juga dapat menyebabkan kerusakan
jantung, hati, otak, limpa, pancreas, system saraf dan ginjal ;
• Bahwa mie basah yang diproduksi oleh Terdakwa berdasarkan hasil
pengujian No. Contoh : 14.094.04.13.04.0001.K tanggal 15 September
2014 yang ditanda tangani oleh Ir. Rusiana, MSc berkesimpulan mie
basah yang diproduksi oleh terdakwa tersebut tidak memenuhi syarat
(positif mengandung Formalin dan Boraks) ;
Halaman 15 dari 23 Putusan No. 262/Pid.B/2015/PN.Bdg
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 15
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id Terhadap keterangan saksi-saksi dan ahli tersebut di atas, Terdakwa
tidak berkeberatan;
Menimbang, bahwa Terdakwa di persidangan telah memberikan
keterangan yang pada pokoknya sebagai berikut:
• Bahwa benar Terdakwa sebagai pemilik pabrik mie basah kedatangan
Penyidik PNS Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan Bandung,
diantaranya saksi WACHID, LINTANG KUSUMAWARDANI, S.H., dan
ANDI HAKIM, S.Sos. pada hari senin tanggal 16 Juni 2014, dalam
rangka melakukan pemeriksaan terhadap mie basah yang diproduksi
pabrik milik Terdakwa beralamat di lingkungan Barak Rt. 001 Rw. 007,
Kelurahan Situ Kecamatan Sumedang Utara Kabupaten Sumedang ;
• Bahwa Terdakwa benar telah menggunakan formalin dan boraks dalam
pembuatan mie basah ;
• Bahwa cara pembuatan mie basah di pabrik milik Terdakwa yaitu terigu
seberat 25 (dua puluh lima) kilogram dicampur dengan aci seberat 10
(sepuluh) kilogram lalu diaduk menggunakan penggilingan didalam
adonan, lalu ditambah larutan yang terdiri dari air, garam, pewarna dan
boraks, kemudian ditambah caustic soda, setelah itu adonan dicetak
dan direbus dengan air sebanyak 150 (seratus lima puluh) liter kurang
lebih selama 2 (dua) menit, lalu ditambah formalin sebanyak 2 (dua)
gram untuk 2 (dua) adonan mie, mie yang sudah direbus kemudian
diangkat dan di dinginkan memakai kipas, setelah itu ditimbang lalu
dimasukan ke dalam kantong plastic untuk dijual ;
• Bahwa Terdakwa dalam pembuatan mie basah menggunakan formalin
dan boraks agar mie menjadi kenyal dan dapat tahan lama atau tidak
mudah basi ;
• Bahwa Terdakwa melakukan pembuatan mie basah menggunakan
formalin dan boraks dengan dibantu oleh para pekerjanya yang
semuanya dilakukan atas perintah Terdakwa
• Bahwa mie basah yang diproduksi Terdakwa dijual ke Lembang
Bandung, Sumedang, dan Karawang ;
• Bahwa Terdakwa membuat mie basah menggunakan formalin dan
boraks sejak tahun 2010 ;
• Bahwa para petugas Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan
Bandung yang datang ke lokasi pabrik mie basah milik Terdakwa ketika
16
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 16
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.iddilakukan penggeledahan ditemukan bahan-bahan pembuat mie basah
yaitu 62 (enam puluh dua) karung mie basah 1 (satu) karungnya
seberat 50 (lima puluh) Kilogram, 10 (sepuluh) karung tepung terigu
naga hijau 1 (satu) karungnya seberat 25 (dua puluh lima) Kilogram, 10
(sepuluh) karung tepung tapioka gunung agung 1 (satu) karungnya
seberat 25 Kilogram, 1 (satu) unit mesin cetak, 1 (satu) karung serbuk
Formalin 1 (satu) karungnya seberat 33 Kilogram, 1 (satu) karung Pijer
(Boraks) 1 (satu) karungnya seberat 31 Kilogram, 1 (satu) buah
timbangan, 1 (satu) buah anak timbangan dan 1 (satu) lembar nota,
yang selanjutnya dilakukan penyitaan terhadap barang-barang
tersebut ;
• Bahwa Terdakwa pernah dihukum dalam perkara yang sama yaitu
memproduksi mie basah dengan menggunakan bahan tambahan yaitu
bahan kimia jenis formalin dan boraks; dan perkaranya diputus pada
tanggal 22 Januari 2013 dan dihukum dengan masa percobaan ;
Menimbang, bahwa Terdakwa tidak mengajukan saksi yang
meringankan diri Terdakwa (saksi a de charge);
Menimbang, bahwa Penuntut Umum mengajukan barang bukti sebagai
berikut:
• 62 (enam puluh dua) karung mie basah, 10 (sepuluh) karung tepung
terigu naga hijau, 10 (sepuluh) karung tepung tapioka gunung agung, 1
(satu) unit mesin cetak, 1 (satu) buah timbangan, 1 (satu) buah anak
timbangan dan 1 (satu) lembar nota;
Bahwa barang bukti tersebut telah disita secara sah menurut hukum oleh
karenanya dapat dipergunakan untuk memperkuat pembuktian ini ;
Menimbang, bahwa untuk mempersingkat uraian putusan ini Majelis
Hakim menyatakan segala sesuatu yang terjadi selama pemeriksaan perkara
ini berlangsung tercatat lengkap dalam berita acara persidangan dan
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari putusan ini ;
Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan saksi-saksi dan Terdakwa
dihubungkan dengan barang bukti yang ada, dimana satu dengan lain saling
bersesuaian, maka dapatlah diperoleh fakta hukum sebagai berikut :
• Bahwa Terdakwa sebagai pemilik pabrik mie basah dalam memproduksi
mie basah menggunakan bahan-bahan yang terdiri dari tepung terigu,
tepung tapioka, soda kostik, garam, air, pewarna kuning, borak, dan
Halaman 17 dari 23 Putusan No. 262/Pid.B/2015/PN.Bdg
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 17
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.idformalin. Dimana fungsi dari masing-masing bahan tersebut yaitu
tepung terigu dan tepung tapioka sebagai bahan utama, soda kostik
untuk memberikan tekstur, pewarna fungsinya agar kelihatan lebih
menarik, garam untuk mempertajam rasa ;
• Bahwa Terdakwa dalam pembuatan mie basah menggunakan formalin
dan boraks agar mie menjadi kenyal dan dapat tahan lama atau tidak
mudah basi ;
Menimbang, bahwa selanjutnya Hakim akan mempertimbangkan apakah
berdasarkan fakta-fakta hukum yang terungkap dipersidangan, Terdakwa dapat
dinyatakan telah melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan
kepadanya;
Menimbang, bahwa untuk menyatakan Terdakwa telah melakukan suatu
tindak pidana, maka perbuatan Terdakwa haruslah memenuhi semua unsur dari
Pasal yang didakwakan kepadanya ;
Menimbang, bahwa dakwaan Penuntut Umum disusun dengan secara
tunggal, yaitu Pasal 136 huruf b Jo Pasal 75 ayat (1) Undang Undang No.18
tahun 2012 Tentang Pangan Jo Pasal 64 ayat (1) Kitab Undang Undang
Hukum Pidana ;
Menimbang, bahwa Pasal 136 huruf b Jo Pasal 75 ayat (1) Undang-
Undang No.18 tahun 2012 Tentang Pangan Jo Pasal 64 ayat (1) Kitab Undang
Undang Hukum Pidana, mengandung unsur-unsur sebagai berikut : ;
1. Barang siapa;
2. Dengan sengaja melakukan produksi pangan untuk diedarkan,
menggunakan bahan tambahan yaitu formalin dan borak yang dilarang
digunakan sebagai bahan tambahan pangan ;
3. Yang dilakukan secara berlanjut ;
Menimbang, bahwa terpenuhi atau tidak terpenuhinya unsur-unsur
tersebut dalam perbuatan Terdakwa dapat dipertimbangkan sebagai berikut :
Ad.1. Barang Siapa;
Menimbang, bahwa yang dimaksud dengan unsur “Barang siapa” adalah
setiap orang selaku subjek hukum, yaitu pendukung hak dan kewajiban yang
mampu bertanggungjawab dalam segala tindakannya ;
Menimbang, bahwa Penuntut Umum telah menghadapkan seorang
Terdakwa ke muka persidangan, dimana Majelis Hakim telah menanyakan
identitas Terdakwa secara lengkap, dan ternyata identitas Terdakwa yang
18
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 18
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.iddihadapkan ke muka persidangan identik dengan identitas Terdakwa ARIS
RISNADI Bin DADI SUTARDI sebagaimana tercantum dalam Surat Dakwaan
Penuntut Umum, dengan demikian dapat dipastikan bahwa Terdakwa yang
dihadapkan ke muka persidangan adalah benar Terdakwa sebagaimana yang
dimaksud dalam Surat Dakwaan Penuntut Umum sehingga tidak salah subjek
(non error in subjecto) ;
Menimbang, bahwa dalam pemeriksaan persidangan, Terdakwa mampu
menjawab dengan baik semua pertanyaan yang diajukan oleh Majelis Hakim
maupun Penuntut Umum, yang menunjukkan bahwa Terdakwa sehat akal dan
fikirannya, oleh karena itu Terdakwa adalah orang yang cakap secara hukum
sehingga terdakwa merupakan subjek hukum yang mampu bertanggungjawab
dalam segala tindakannya dan tidak termasuk sebagaimana mereka yang
digolongkan dalam Pasal 44 KUHPIdana, maka dengan demikian maka unsur
“barangsiapa” telah terpenuhi oleh Terdakwa ;
Ad 2.Dengan sengaja melakukan produksi pangan untuk diedarkan,
menggunakan bahan tambahan yaitu formalin dan borak yang
dilarang digunakan sebagai bahan tambahan pangan ;
Menimbang, bahwa yang dimaksud dengan sengaja mempunyai arti
bahwa Terdakwa mengetahui dengan sadar, sehingga Ia dapat
dipertanggungjawabkan atas perbuatannya. Dihubungkan dengan unsur-unsur
lainnya unsur sengaja diletakan dimuka unsur-unsur lainnya. Dengan demikian
unsur sengaja meliputi atau mempengaruhi semua unsur selanjutnya ;
Menimbang, bahwa produksi pangan untuk diedarkan, menggunakan
bahan tambahan yaitu formalin dan borak yang dilarang digunakan sebagai
bahan tambahan pangan, bahwa berdasarkan pengertian dan pemahaman
sebagaimana yang teruraikan tersebut diatas apabila dikaitkan dengan fakta
yang terungkap dipersidangan maka diperoleh kesimpulan bahwa Terdakwa
sebagai pemilik pabrik mie basah dalam memproduksi mie basah
menggunakan bahan-bahan yang terdiri dari tepung terigu, tepung tapioka,
soda kostik, garam, air, pewarna kuning, borak, dan formalin. Dimana fungsi
dari masing-masing bahan tersebut yaitu tepung terigu dan tepung tapioka
sebagai bahan utama, soda kostik untuk memberikan tekstur, pewarna
fungsinya agar kelihatan lebih menarik, garam untuk mempertajam rasa dan
Terdakwa jual baik secara langsung dan dikirim untuk dijual ke daerah
Bandung, Karawang dan Sumedang ;
Halaman 19 dari 23 Putusan No. 262/Pid.B/2015/PN.Bdg
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 19
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.idBahwa Terdakwa dalam pembuatan mie basah menggunakan formalin
dan boraks agar mie menjadi kenyal dan dapat tahan lama atau tidak mudah
basi oleh karenanya maka unsur ini telah terpenuhi ;
Ad.3. Yang dilakukan secara berlanjut ;
Menimbang, bahwa yang dimaksud didalam unsur ini adalah pelaku
sudah telah berulangkali dan atau secara terus menerus melakukan tindak
pidana yaitu Terdakwa dalam memproduksi mie basah dengan menggunakan
bahan tambahan formalin dan boraks sejak tahun 2010 dan Terdakwa bahkan
Terdakwa telah dijatuhi pidana yang diputus oleh Pengadilan Negeri Bandung
dengan perkara Nomor : 1356/Pid.B/2012/PN.Bdg, tanggal 22 Januari 2013,
dalam perkara yang sama, maka unsur “yang dilakukan secara berlanjut telah
terpenuhi ;
Menimbang, bahwa di dalam pembelaannya Terdakwa yang pada
pokoknya mohon keringanan hukuman dengan alasan-alasan Terdakwa
kooperatif selama persidangan serta tidak mempersulit ;
Menimbang, bahwa atas pembelaan (Pledoi) dari Terdakwa tersebut,
Majelis Hakim mempertimbangkan sebagai berikut bahwa terhadap pembelaan
Para Terdakwa oleh karena tidak menyangkal dakwaan namun mengakui,
maka tidak perlu dipertimbangkan secara khusus dan akan dipertimbangkan
bersama-sama dengan keadaan yang meringankan dan keadaan yang
memberatkan pidana bagi Terdakwa;
Menimbang, bahwa kemudian akan dipertimbangkan dapat atau tidak
dapatnya Terdakwa mempertanggungjawabkan perbuatannya tersebut;
Menimbang, bahwa oleh karena Majelis Hakim dalam persidangan tidak
menemukan sesuatu bukti bahwa Terdakwa adalah orang yang tidak mampu
bertanggung jawab atas perbuatannya dan juga tidak menemukan alasan, baik
alasan pembenar maupun alasan pemaaf sebagai alasan penghapus pidana
bagi Terdakwa, maka sudah selayaknya dan seadilnya apabila Terdakwa
dinyatakan bersalah;
Menimbang, bahwa oleh karena Terdakwa dinyatakan bersalah, maka
harus dijatuhi pidana sebagaimana dalam amar putusan;
Menimbang, bahwa dalam perkara ini terhadap Terdakwa dikenakan
penangkapan dan penahanan yang sah, maka masa penangkapan dan
penahanan tersebut harus dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;
20
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 20
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.idMenimbang, bahwa oleh karena Terdakwa ditahan dan penahanan
terhadap Terdakwa dilandasi alasan yang cukup, maka perlu ditetapkan agar
Terdakwa tetap berada dalam tahanan;
• Menimbang, bahwa barang bukti berupa : 62 (enam puluh dua)
karung mie basah, 10 (sepuluh) karung tepung terigu naga hijau, 10
(sepuluh) karung tepung tapioka gunung agung, 1 (satu) unit mesin
cetak, 1 (satu) buah timbangan, 1 (satu) buah anak timbangan.
dirampas untuk dimusnahkan dan 1 (satu) lembar nota, tetap terlampir
dalam berkas perkara ini;
Menimbang, bahwa untuk menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa, maka perlu dipertimbangkan terlebih dahulu keadaan yang memberatkan dan yang meringankan Terdakwa;Keadaaan yang memberatkan :
• Perbuatan Terdakwa telah membahayakan kesehatan bagi orang yang;
• Terdakwa pernah dihukum ;
Keadaan yang meringankan :
• Terdakwa menyesali perbuatannya ;
• Terdakwa bersikap sopan dalam persidangan;
Menimbang, bahwa oleh karena Terdakwa dinyatakan bersalah, maka
Terdakwa harus dibebani untuk membayar biaya perkara;
Mengingat Pasal 136 huruf b Jo Pasal 75 ayat (1) Undang Undang No.18
tahun 2012 Tentang Pangan Jo Pasal 64 ayat (1) Kitab Undang Undang Hukum
Pidana, Undang-undang No. 8 tahun 1981 serta pasal-pasal dan peraturan-
peraturan lain yang bersangkutan;
MENGADILI:
1. Menyatakan Terdakwa ARIS RISNADI Bin DADI SUTARDI terbukti secara
sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana ” Dengan sengaja
memproduksi pangan untuk diedarkan, menggunakan bahan tambahan
yaitu formalin dan borak yang dilarang digunakan sebagai bahan tambahan
pangan yang dilakukan dengan secara berlanjut”
2. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa oleh karena itu dengan pidana
penjara selama 4 (empat) bulan;
3. Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani Terdakwa dikurangkan
seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan.
4. Menetapkan Terdakwa tetap ditahan;
Halaman 21 dari 23 Putusan No. 262/Pid.B/2015/PN.Bdg
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 21
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id5. Menetapakan barang bukti berupa :
• 62 (enam puluh dua) karung mie basah, 10 (sepuluh) karung tepung
terigu naga hijau, 10 (sepuluh) karung tepung tapioka gunung agung,
1 (satu) unit mesin cetak, 1 (satu) buah timbangan, 1 (satu) buah
anak timbangan
Dirampas untuk dimusnahkan
• 1 (satu) lembar nota;
Terlampir dalam berkas perkara;
6. Membebankan kepada Terdakwa untuk membayar biaya perkara sebesar
Rp.5.000,- (lima ribu rupiah);
Demikian diputuskan dalam sidang permusyawaratan Majelis Hakim
Pengadilan Negeri Bandung, pada hari Selasa, tanggal 21 April 2015, oleh
SIHOL B. MANALU, S.H.M.H selaku Hakim Ketua, FX. SOEGIARTO,
S.H.,M.Hum, dan BERTON SIHOTANG, SH.,M.H., masing-masing sebagai
Hakim Anggota, yang diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari
itu juga oleh Hakim Ketua dengan didampingi para Hakim Anggota tersebut,
dibantu oleh JONO YULIANTO, SH., Panitera Pengganti pada Pengadilan
Negeri Bandung, serta dihadiri oleh AHMAD NURHIDAYAT, S.H., Penuntut
Umum dan Terdakwa.
Hakim Anggota, Hakim Ketua,
FX. SOEGIARTO, S.H.,M.Hum SIHOL B. MANALU, S.H.M.H
BERTON SIHOTANG, SH.,M.H.
Panitera Pengganti,
JONO YULIANTO, S.H
22
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 22
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 23 dari 23 Putusan No. 262/Pid.B/2015/PN.Bdg
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 23