tindak_pidana_perpajakan.docx
TRANSCRIPT
A. Pengertian Tindak Pidana
Pengertian perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan
hukum larangan yang mana disertai ancaman (sangsi) yang berupa pidana tertentu, bagi
barangsiapa melanggar larangan tersebut. Dapat juga dikatakan bahwa perbuatan
pidana adalah perbuatan yang oleh suatu aturan hukum dilarang dan diancam pidana,
asal saja dalam pada itu diingat bahwa larangan ditunjukkan kepada perbuataan, (yaitu
suatu keadaan atau kejadiaan yang ditimbulkan oleh kelakuan orang), sedangkan
ancaman pidananya ditunjukkan kepada orang yang menimbulkannya kejadian
itu. Antara larangan dan ancaman pidana ada hubungan yang erat, oleh karena antara
kajadian dan orang yang menimbulkan kejadian itu, ada hubungan yang erat pula. Dan
justru untuk menyatakan hubungan yang erat itu; maka dipakailah perkataan perbuatan,
yaitu suatu pengertian abstrak yang menunjukkan kepada dua keadaan konkrit: pertama,
adanya kejadian yang tertentu dan kedua, adanya orang yang berbuat, yang
menimbulkan kejadian itu.
Ada lain istilah yang dipakai dalam hukum pidana, yaitu “tindak pidana”. Istilah
ini, karena timbulnya dari pihak kementrian kehakiman, sering dipakai dalam
perundang-undanagan. Meskipun kata “tindak” lebih pendek dari ”perbuatan” tapi
“tindak “ tidak menunjukkan pada suatu yang abstrak seperti perbuatan, tapi hanya
menyatakan perbuatan konkrit, sebagaimana halnya dengan peristiwa dengan perbedaan
bahwa tindak adalah kelakuan, tingkah laku, gerak-gerik atau sikap jasmani seseorang .
Oleh karena tindak sebagai kata tidak begitu dikenal, maka dalam perundang-undangan
yang menggunakan istilah tindak pidana baik dalam pasal-pasal sendiri, maupun dalam
penjelasannya hampir selalu dipakai pula kata perbuatan.
Contoh: U.U no. 7 tahun 1953 tentang pemilihan umum (pasal 127, 129 dan lain-lain.
Menurut Prof. Dr. Wirjono Prodjodikoro dalam bukunya asas-asas hukum
pidana di indonesia memberikan definisi “ tindak pidana”atau dalam bahasa Belanda
strafbaar feit, yang sebenarnya merupakan istilah resmi dalam Strafwetboek atau Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana, yang sekarang berlaku di indonesia. Ada istilah dalam
bahasa asing, yaitu delict.
1
Tindak pidana berarti suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenai hukum
pidana. Dan, pelaku ini dapat dikatakan merupakan “subjek” tindak pidana.
Sedangkan dalam buku Pelajaran Hukum Pidana karya Drs. Adami Chazawi,
S.H menyatakan bahwa istilah tindak pidana adalah berasal dari istilah yang dikenal
dalam hukum pidana Belanda yaitu “strafbaar feit “, tetapi tidak ada penjelasan tentang
apa yang dimaksud dengan strafbaar feit itu. Karena itu para ahli hukum berusaha
memberikan arti dan isi dari istilah itu. Sayangnya sampai kini belum ada keragaman
pendapat.
B. Jenis-Jenis Tindak Pidana
1. Kejahatan dan Pelanggaran
Pembagian delik atas kejahatan dan pelanggaran ini disebut oleh undang-undang.
KUHP buku ke II memuat delik-delik yang disebut : pelanggaran criterium
apakah yang dipergunakan untuk membedakan kedua jenis delik itu ? KUHP
tidak memberi jawaban tentang hal ini. Ia hanya membrisir atau memasukkan
dalam kelompok pertama kejahatan dan dalam kelompok kedua pelanggaran.
Tetapi ilmu pengetahuan mencari secara intensif ukuran (kriterium) untuk
membedakan kedua jenis delik itu.
Ada dua pendapat :
a) Ada yang mengatakan bahwa antara kedua jenis delik itu ada perbedaan yang
bersifat kualitatif. Dengan ukuran ini lalu didapati 2 jenis delik, ialah :
1. Rechtdelicten
Ialah yang perbuatan yang bertentangan dengan keadilan, terlepas apakah
perbuatan itu diancam pidana dalam suatu undang-undang atau tidak, jadi
yang benar-benar dirasakan oleh masyarakat sebagai bertentangan dengan
keadilan misal : pembunuhan, pencurian. Delik-delik semacam ini disebut
“kejahatan” (mala perse).
2. Wetsdelicten
Ialah perbuatan yang oleh umum baru disadari sebagai tindak pidana karena
undang-undang menyebutnya sebagai delik, jadi karena ada undang-undang
mengancamnya dengan pidana. Misal : memarkir mobil di sebelah kanan
jalan (mala quia prohibita). Delik-delik semacam ini disebut “pelanggaran”.
2
Perbedaan secara kwalitatif ini tidak dapat diterima, sebab ada kejahatan
yang baru disadari sebagai delik karena tercantum dalam undang-undang
pidana, jadi sebenarnya tidak segera dirasakan sebagai bertentangan dengan
rasa keadilan. Dan sebaliknya ada “pelanggaran”, yang benar-benar
dirasakan bertentangan dengan rasa keadilan. Oleh karena perbedaan secara
demikian itu tidak memuaskan maka dicari ukuran lain.
b) Ada yang mengatakan bahwa antara kedua jenis delik itu ada perbedaan yang
bersifat kuantitatif. Pendirian ini hanya meletakkan kriterium pada perbedaan
yang dilihat dari segi kriminologi, ialah “pelanggaran” itu lebih ringan dari
pada “kejahatan”.
Mengenai pembagian delik dalam kejahatan dan pelanggaran itu terdapat
suara-suara yang menentang. Seminar Hukum Nasional 1963 tersebut di atas
juga berpendapat, bahwa penggolongan-penggolongan dalam dua macam delik
itu harus ditiadakan.
2. Delik formil dan delik materiil (delik dengan perumusan secara formil dan delik
dengan perumusan secara materiil)
a) Delik formil itu adalah delik yang perumusannya dititikberatkan kepada
perbuatan yang dilarang. Delik tersebut telah selesai dengan dilakukannya
perbuatan seperti tercantum dalam rumusan delik. Misal : penghasutan (pasal
160 KUHP), di muka umum menyatakan perasaan kebencian, permusuhan atau
penghinaan kepada salah satu atau lebih golongan rakyat di Indonesia (pasal
156 KUHP); penyuapan (pasal 209, 210 KUHP); sumpah palsu (pasal 242
KUHP); pemalsuan surat (pasal 263 KUHP); pencurian (pasal 362 KUHP).
b) Delik materiil adalah delik yang perumusannya dititikberatkan kepada akibat
yang tidak dikehendaki (dilarang). Delik ini baru selesai apabila akibat yang
tidak dikehendaki itu telah terjadi. Kalau belum maka paling banyak hanya ada
percobaan. Misal : pembakaran (pasal 187 KUHP), penipuan (pasal 378
KUHP), pembunuhan (pasal 338 KUHP). Batas antara delik formil dan materiil
tidak tajam misalnya pasal 362.
3
3. Delik commisionis, delik ommisionis dan delik commisionis per ommisionen
commissa
a) Delik commisionis : delik yang berupa pelanggaran terhadap larangan, ialah
berbuat sesuatu yang dilarang, pencurian, penggelapan, penipuan.
b) Delik ommisionis : delik yang berupa pelanggaran terhadap perintah, ialah
tidak melakukan sesuatu yang diperintahkan / yang diharuskan, misal : tidak
menghadap sebagai saksi di muka pengadilan (pasal 522 KUHP), tidak
menolong orang yang memerlukan pertolongan (pasal 531 KUHP).
c) Delik commisionis per ommisionen commissa : delik yang berupa pelanggaan
larangan (dus delik commissionis), akan tetapi dapa dilakukan dengan cara
tidak berbuat. Misal : seorang ibu yang membunuh anaknya dengan tidak
memberi air susu (pasal 338, 340 KUHP), seorang penjaga wissel yang
menyebabkan kecelakaan kereta api dengan sengaja tidak memindahkan wissel
(pasal 194 KUHP).
4. Delik dolus dan delik culpa (doleuse en culpose delicten)
a) Delik dolus : delik yang memuat unsur kesengajaan, misal : pasal-pasal 187,
197, 245, 263, 310, 338 KUHP
b) Delik culpa : delik yang memuat kealpaan sebagai salah satu unsur misal :
pasal 195, 197, 201, 203, 231 ayat 4 dan pasal 359, 360 KUHP.
5. Delik tunggal dan delik berangkai (enkelvoudige en samenge-stelde delicten)
a) Delik tunggal : delik yang cukup dilakukan dengan perbuatan satu kali.
b) Delik berangkai : delik yang baru merupakan delik, apabila dilakukan beberapa
kali perbuatan, misal : pasal 481 (penadahan sebagai kebiasaan)
6. Delik yang berlangsung terus dan delik selesai (voordurende en aflopende
delicten)
a) Delik yang berlangsung terus : delik yang mempunyai ciri bahwa keadaan
terlarang itu berlangsung terus, misal : merampas kemerdekaan seseorang
(pasal 333 KUHP).
4
b) Tindak pidana yang tidak berlangsung terus adalah yang mempunyai ciri,
bahwa keadaan / perbuatan yang terlarang itu tidak berlangsung terus. Jenis
tindak pidana ini akan selesai setelah denmgan telah dilakukannya perbuatan
yang dilarang atau telah timbulnya akibat.
Misalnya : Tindak pidana pencurian, pembunuhan penganiayaan dan
sebagainay.
7. Delik aduan dan bukan delik aduan (klachtdelicten en niet klacht delicten)
a) Delik aduan : delik yang penuntutannya hanya dilakukan apabila ada
pengaduan dari pihak yang terkena (gelaedeerde partij) misal : penghinaan
(pasal 310 dst. jo 319 KUHP) perzinahan (pasal 284 KUHP), chantage
(pemerasan dengan ancaman pencemaran, ps. 335 ayat 1 sub 2 KUHP jo. ayat
2). Delik aduan dibedakan menurut sifatnya, sebagai :
1) Delik aduan yang absolut, ialah misal : pasal 284, 310, 332. Delik-delik ini
menurut sifatnya hanya dapat dituntut berdasarkan pengaduan.
2) Delik aduan yang relative ialah misal : pasal 367, disebut relatif karena
dalam delik-delik ini ada hubungan istimewa antara si pembuat dan orang
yang terkena.
Catatan : perlu dibedakan antara aduan dengan gugatan dan laporan. Gugatan
dipakai dalam acara perdata, misal : A menggugat B di muka pengadilan,
karena B tidak membayar hutangnya kepada A. Laporan hanya pemberitahuan
belaka tentang adanya sesuatu tindak pidana kepada Polisi atau Jaksa.
b) Bukan delik aduan : delik yang penuntutannya tidak memerlukan adanya
pengaduan
8. Delik sederhana dan delik yang ada pemberatannya / peringannya (eenvoudige
dan gequalificeerde / geprevisilierde delicten)
Delik yang ada pemberatannya, misal : penganiayaan yang menyebabkan luka
berat atau matinya orang (pasal 351 ayat 2, 3 KUHP), pencurian pada waktu
malam hari dsb. (pasal 363). Ada delik yang ancaman pidananya diperingan
karena dilakukan dalam keadaan tertentu, misal : pembunuhan kanak-kanak (pasal
5
341 KUHP). Delik ini disebut “geprivelegeerd delict”. Delik sederhana; misal :
penganiayaan (pasal 351 KUHP), pencurian (pasal 362 KUHP).
9. Delik ekonomi (biasanya disebut tindak pidana ekonomi) dan bukan delik
ekonomi
Apa yang disebut tindak pidana ekonomi itu terdapat dalam pasal 1 UU Darurat
No. 7 tahun 1955, UU darurat tentang tindak pidana ekonomi.
C. Pengertian Tindak Pidana Pajak
Tindak pidana pajak itu sendiri adalah suatu peristiwa atau tindakan melanggar
hukum paja atau undang-undang pajak yang dilakukan oleh seseorang yang tindakannya
tersebut dapat dipertanggung jawabkan oleh undang-undang pajak yang telah
dinyatakan sebagai suatu perbuatan pidana yang dapat dihukum.
Untuk mengetahui telah terjadinya suatu tindak pidana perpajakan, perlu dilakukan
pemeriksaan pajak, yaitu untuk mencari, mengumpulkan, mengolah data atau
keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan
untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan. Pemeriksaan pajak dilakukan oleh PNS di lingkungan Ditjen Pajak atau
tenaga ahli yang ditunjuk oleh Dirjen Pajak yang diberi tugas, wewenang, dan tanggung
jawab untuk melaksanakan pemeriksaan di bidang perpajakan.
Tujuan pemeriksaan adalah untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban
perpajakan dalam rangka memberikan kepastian hukum, keadilan, dan pembinaan
kepada wajib pajak. Tujuan lainnya adalah dalam rangka melaksanakan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan.
Dalam pemeriksaan tindak pidana perpajakan terdapat pemeriksaan bukti
permulaan yang dilakukan untuk mendapatkan bukti permulaan tentang adanya dugaan
telah terjadi tindak pidana perpajakan.
Pemeriksaan bukti permulaan dilakukan oleh Kanwil Ditjen Pajak atau Direktorat
Intelijen dan Penyidikan Ditjen Pajak. Berdasarkan hasil pemeriksaan bukti permulaan
dapat diketahui tindak lanjut yang harus dilakukan.
6
Tindak lanjut dari pemeriksaan bukti permulaan adalah yaitu diusulkan
dilakukannya penyidikan, atau tindakan lain berupa: penerbitan Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar (SKP), pembuatan laporan tindak pidana selain tindak pidana perpajakan
yang akan diteruskan kepada pihak yang berwenang, pembuatan laporan sumir apabila
wajib pajak mengungkapkan ketidakbenaran perbuatannya, pembuatan laporan sumir
apabila tidak ditemukan adanya indikasi tindak pidana perpajakan.
D. Penyidikan Tindak Pidana Pajak
Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan adalah serangkaian tindakan yang
dilakukan oleh penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti
itu membuat terang tindak pidana di bidang perpajakan yang terjadi serta menemukan
tersangkanya (Pasal 1 ayat 31 UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan Sebagaimana Beberapa Kali diubah Terakhir dengan UU No. 16 Tahun
2009).
Ketentuan penyidikan dalam Undang – Undang KUP diatur dalam BAB IX, yaitu
mengenai penyidikan. Adapun tujuan dilakukannya penyidikan tindak pidana pajak
ialah :
Agar masalah tindak pidanaa perpajakan menjadi terang dan jelas
Menemukan tersangka
Mengetahui besarnya jumlah pajak yang di gelapkan
Sebelum dilakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan, Direktur
Jendral Pajak berwenang melakukan pemeriksaan berdasarkan informasi, data, laporan,
dan pengaduan, kemudian dikembangkan dan dianalisis melalui kegiatan intelijen atau
pengamatan yang hasilnya dapat ditindaklanjuti dengan Pemeriksaan, Pemeriksaan
Bukti Permulaan, atau tidak ditindaklanjuti.
Penyidikan tindak pidana di bidang perpajkan hanya dapat dilakukan oleh Pejabat
Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Direktorat Jendral Pajak yang di beri
wewenang khusus sebagai penyidik tindak pidana di bidang perpajakan. Penyidikan
tindak pidana perpajakan dilaksanakan menurut ketentuan yang diatur dalam Undang –
Undang Hukum Acara Pidana yang berlaku.
7
Wewenang Penyidik Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (2) UU
KUP meliputi :
a. menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau laporan
berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan agar keterangan atau
laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas;
b. meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau
badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak
pidana di bidang perpajakan;
c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan
dengan tindak pidana di bidang perpajakan;
d. memeriksa buku, catatan, dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di
bidang perpajakan;
e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan,
pencatatan, dan dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti
tersebut;
f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan
tindak pidana di bidang perpajakan;
g. menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau
tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas
orang, benda, dan/atau dokumen yang dibawa;
h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana di bidang
perpajakan;
i. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai
tersangka atau saksi;
j. menghentikan penyidikan; dan/atau
k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana
di bidang perpajakan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan.
Selain kewenangan tersebut, Penyidik dalam melaksanakan penyidikan dapat
meminta bantuan aparat penegak hukum lain sebagaimana diatur dalam Pasal 44 (4)
Undang – Undang KUP.
8
Dalam melaksanakan penyidikan, Penyidik memberitahukan dimulainya
penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada penuntut umum melalui
penyidik pejabat Polisi Negara Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan yang diatur
dalam Undang – Undang Hukum Acara Pidana.
Penghentian Penyidikan dapat dilakukan karena :
a. Penyidik menghentiikan penyidikan dalam hal tidak terdapat cukup bukti, atau
peristiwa tersebut bukan merupaan tindak pidana di bidang perpajakan, atau
penyidikan di hentikan karena peristiwanya telah daluwarsa, atau tersangka
meninggal dunia. Hal ini diatur dalam Pasal 44A Undang – Undang KUP.
b. Untuk kepentingan penerimaan negara, atas permintaan Menteri Keuangan, Jaksa
Agung dapat menghentikan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan paling
lama dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal surat permintaan. Hal ini
diatur dalam Pasal 44B Undang – Undang KUP. Penghentian penyidikan tindak
pidana di bidang perpajakan dalam hal ini hanya dilakukan setelah Wajib Pajak :
1. Melunasi utang pajak yang tidak atau kurang dibayar atau yang tidak
seharusnya dikembalikan; dan
2. Membayar sanksi administrasi berupa denda sebesar 4 (empat) kali jumlah
pajak yang tidak atau kurang dibayar, atau yang tidak seharusnya
dikembalikan.
E. Penuntutan
Penuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara ke
pengadilan negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam
undang-undang dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang
pengadilan.
Penuntut umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk
melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim.
Sebelum berkas perkara dilimpahkan ke pengadilan, penuntut umum mempelajari
berkas perkara dan dalam waktu 7 (tujuh) hari memberitahukan kepada penyidik apakah
hasil penyidikan telah siap dilimpahkan ke pengadilan atau masih harus dilengkapi lagi.
Apabila belum lengkap, maka berkas perkara dikembalikan ke penyidik untuk
9
dilengkapi dengan dijelaskan hal-hal yang dianggap kurang. Jika kemudian telah
lengkap dan memenuhi syarat untuk dilimpahkan ke pengadilan, maka penuntut umum
segera melimpahkan berkas perkara ke pengadilan dan memeohon kepada pengadilan
agar segera diadili dan disertai surat dakwaan. Tuntutan surat pelimpahan perkara
beserta surat dakwaan disampaikan kepada tersangka atau kuasa hukumnya atau
penasehat hukumnya dan kepada penyidik.
Kesimpulan
Tindak pidana adalah suatu peristiwa atau tindakan melanggar hukum atau undang-
undang pajak yang dilakukan oleh seseorang yang tindakannya tersebut dapat
dipertanggungjawabkan dan oleh undang-undang pajak telah dinyatakan sebagai suatu
perbuatan pidana yang dapat dihukum.
Ada beberapa jenis tindak pidana, antara lain : 1. Kejahatan dan Pelanggaran2. Delik formil dan delik materiil 3. Delik commisionis, delik ommisionis dan delik commisionis per ommisionen
commissa4. Delik dolus dan delik culpa 5. Delik tunggal dan delik berangkai6. Delik yang berlangsung terus dan delik selesai 7. Delik aduan dan bukan delik aduan 8. Delik sederhana dan delik yang ada pemberatannya / peringannya
Tindak pidana di bidang pajak adalah suatu perbuatan yang melanggar peraturan perundang-undangan pajak yang menimbulkan kerugian keuangan negara dimana pelakunya diancam dengan hukuman pidana.
penyidikan tindak pidana pajak dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil tertentu di linggkungan Direktorat Jendral Pajak yang diberi wewengan khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Penuntutan adalah tindakan penuntutan umu untuk melimpahkan perkara ke pengadilan negeri yang berwewenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang agar diperiksa dan diputuskan oleh hakim di pengadilan.
10
Tindak Pidana Di Bidang Perpajakan
Kamis, 8 Maret 2012 - 22:17
Pelanggaran terhadap kewajiban perpajakan yang dilakukan Wajib Pajak (WP), sepanjang menyangkut
pelanggaran ketentuan administrasi perpajakan dikenakan sanksi administrasi, sedangkan yang
menyangkut tindak pidana dibidang perpajakan dikenakan sanksi pidana.
A. Sanksi Tindak Pidana Di Bidang Perpajakan
1. Setiap orang yang karena kealpaannya :
a. tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) atau
b. menyampaikan SPT, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang
isinya tidak benar, sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dan perbuatan
tersebut merupakan perbuatan setelah perbuatan yang pertama kali, didenda paling sedikit 1 (satu) kali
jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 2 (dua) kali jumlah pajak terutang
yang tidak atau kurang dibayar, atau dipidana kurungan paling singkat 3 (tiga) bulan atau paling lama 1
(satu) tahun.
2. Setiap orang yang dengan sengaja :
a. tidak mendaftarkan diri untuk diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak atau tidak melaporkan usahanya
untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak; atau
b.menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak atau Pengukuhan
Pengusaha Kena Pajak;
c. tidak menyampaikan SPT; atau
d. menyampaikan SPT dan atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap; atau
e. menolak untuk dilakukan pemeriksaan; atau - memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen
lain yang palsu atau dipalsukan seolah-olah benar, atau tidak menggambarkan keadaan yang
sebenarnya; atau
f. tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan, tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan
buku, catatan, atau dokumen lainnya; atau
g. tidak menyimpan buku, catatan, atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan
dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau
diselenggarakan secara program aplikasi on-line di Indonesia ; atau
h. tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut, sehingga dapat menimbulkan kerugian
pada pendapatan negara dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama
6 (enam) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar
dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.
Apabila seseorang melakukan lagi tindak pidana di bidang perpajakan sebelum lewat 1 (satu) tahun,
terhitung sejak selesainya menjalani pidana penjara yang dijatuhkan, dikenakan pidana 2 (dua) kali lipat
11
dari ancaman pidana yang diatur sebagaimana butir 2.
3. Setiap orang yang melakukan percobaan untuk melakukan tindak pidana menyalahgunakan atau
menggunakan tanpa hak NPWP atau Pengukuhan PKP, atau menyampaikan Surat Pemberitahuan
dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap dalam rangka mengajukan permohonan
restitusi atau melakukan kompensasi pajak atau pengkreditan pajak, dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah
restitusi yang dimohonkan dan/atau kompensasi atau pengkreditan yang dilakukan dan paling banyak 4
(empat) kali jumlah restitusi yang dimohonkan dan/atau kompensasi atau pengkreditan yang dilakukan.
4. Setiap orang yang dengan sengaja :
a. menerbitkan dan/atau menggunakan faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak,
dan/atau bukti setoran pajak yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya; atau
b. menerbitkan faktur pajak tetapi belum dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 6 (enam) tahun serta denda paling sedikit 2
(dua) kali jumlah pajak dalam faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau
bukti setoran pajak dan paling banyak 6 (enam) kali jumlah pajak dalam faktur pajak, bukti pemungutan
pajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak.
5. Sanksi tindak pidana berlaku juga bagi wakil, kuasa, atau pegawai dari Wajib Pajak, yang menyuruh
melakukan, yang turut serta melakukan, yang menganjurkan, atau yang membantu melakukan tindak
pidana di bidang perpajakan.
B. Daluwarsa Tindak Pidana Di Bidang Perpajakan
Tindak pidana di bidang perpajakan tidak dapat dituntut setelah lampau waktu sepuluh tahun sejak saat
terutangnya pajak, berakhirnya Masa Pajak, berakhirnya Bagian Tahun Pajak, atau berakhirnya Tahun
Pajak yang bersangkutan.
C. Delik Aduan Dan Sanksinya
Setiap pejabat baik petugas pajak maupun mereka yang melakukan tugas di bidang perpajakan, dilarang
mengungkapkan kerahasiaan WP yang menyangkut masalah perpajakan. Pelanggaran atas larangan
mengungkapkan kerahasiaan WP tersebut dapat diancam sanksi pidana sebagai berikut :
1. Pejabat yang karena kealpaanya tidak memenuhi kewajiban merahasiakan masalah perpajakan Wajib
Pajak antara lain: Surat Pemberitahuan, laporan keuangan, dan lain-lain yang dilaporkan oleh Wajib
Pajak, data yang diperoleh dalam rangka pelaksanaan pemeriksaan, dokumen dan/atau data yang
diperoleh dari pihak ketiga yang bersifat rahasia, dan dokumen dan/atau rahasia Wajib Pajak sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkenaan, dipidana dengan pidana kurungan
12
paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah).
2. Pejabat yang dengan sengaja tidak memenuhi kewajibannya atau seseorang yang menyebabkan tidak
dipenuhinya kewajiban merahasiakan masalah perpajakan Wajib Pajak, dipidana dengan pidana penjara
paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
D. Keterlibatan dan Sanksi bagi Pihak Ketiga
1. Setiap orang yang wajib memberikan keterangan atau bukti yang diminta sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 35 tetapi dengan sengaja tidak memberi keterangan atau bukti, atau memberi keterangan
atau bukti yang tidak benar dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling
banyak Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah).
2. Setiap orang yang dengan sengaja menghalangi atau mempersulit penyidikan tindak pidana di bidang
perpajakan dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak
Rp75.000.000,00 (tujuh puluh lima juta rupiah).
3. Setiap orang yang dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal
35A ayat (1) yang bunyinya: ”Setiap instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak lain, wajib
memberikan data dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan kepada Direktorat Jenderal Pajak yang
ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2) (yaitu ”Dalam hal pihak-pihak yaitu bank, akuntan publik, notaris,
konsultan pajak, kantor administrasi, dan/atau pihak ketiga lainnya yang mempunyai hubungan dengan
Wajib Pajak yang dilakukan pemeriksaan pajak, penagihan pajak, atau penyidikan tindak pidana di bidang
perpajakan terikat oleh kewajiban merahasiakan, untuk keperluan pemeriksaan, penagihan pajak, atau
penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan, kewajiban merahasiakan tersebut ditiadakan, kecuali
untuk bank, kewajiban merahasiakan ditiadakan atas permintaan tertulis dari Menteri Keuangan”),
dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
4. Setiap orang yang dengan sengaja menyebabkan tidak terpenuhinya kewajiban pejabat dan pihak lain
yaitu memberikan data dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan kepada Direktorat Jenderal
Pajak, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 10 (sepuluh) bulan atau denda paling banyak
Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).
5. Setiap orang yang dengan sengaja tidak memberikan data dan informasi yang diminta oleh Direktur
Jenderal Pajak dipidana dengan pidana kurungan paling lama 10 (sepuluh) bulan atau denda paling
banyak Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).
6. Setiap orang yang dengan sengaja menyalahgunakan data dan informasi perpajakan sehingga
menimbulkan kerugian kepada negara dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau
denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Ketentuan ini berlaku juga bagi yang
menyuruh melakukan , yang menganjurkan atau membantu melakukan tindak pidana di bidang
perpajakan.
13
Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh Penyidik
untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana di bidang
perpajakan yang terjadi serta menemukan tersangkanya.
A. Penyidik
Penyidik adalah pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang diberi
wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
B. Wewenang Penyidik
1. menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak
pidana di bidang perpajakan agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas;
2. meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang
kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana di bidang perpajakan;
3. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana
di bidang perpajakan;
4. memeriksa buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen-dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di
bidang perpajakan;
5. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan, dan dokumen-
dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut;
6. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang
perpajakan;
7. menyuruh berhenti dan atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat
pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan atau dokumen yang dibawa
sebagaimana dimaksud pada angka 5;
8. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana di bidang perpajakan;
9. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
10. menghentikan penyidikan;
11. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan
menurut ketentuan peraturan peundang-undangan.
Penyidik Pajak tidak berwenang melakukan penahanan dan penangkapan.
C. Penghentian Penyidikan
Penyidikan dihentikan dalam hal :
1. tidak terdapat cukup bukti;
2. peristiwa yang disidik bukan merupakan tindak pidana di bidang perpajakan;
3. peristiwanya telah daluwarsa;
4. tersangkanya meninggal dunia;
5. Untuk kepentingan penerimaan negara, atas permintaan Menteri Keuangan, Jaksa Agung dapat
menghentikan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan paling lama dalam jangka waktu 6 (enam)
bulan sejak tanggal surat permintaan, sepanjang perkara pidana tersebut belum dilimpahkan ke
pengadilan.
Penghentian penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan hanya dilakukan setelah Wajib Pajak
melunasi utang pajak yang tidak atau kurang dibayar atau yang tidak seharusnya dikembalikan dan
ditambah dengan sanksi administrasi berupa denda sebesar 4 (empat) kali jumlah pajak yang tidak atau
kurang dibayar, atau yang tidak seharusnya dikembalikan
14