tindak_pidana_perpajakan.docx

21
A. Pengertian Tindak Pidana Pengertian perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan yang mana disertai ancaman (sangsi) yang berupa pidana tertentu, bagi barangsiapa melanggar larangan tersebut. Dapat juga dikatakan bahwa perbuatan pidana adalah perbuatan yang oleh suatu aturan hukum dilarang dan diancam pidana, asal saja dalam pada itu diingat bahwa larangan ditunjukkan kepada perbuataan, (yaitu suatu keadaan atau kejadiaan yang ditimbulkan oleh kelakuan orang), sedangkan ancaman pidananya ditunjukkan kepada orang yang menimbulkannya kejadian itu. Antara larangan dan ancaman pidana ada hubungan yang erat, oleh karena antara kajadian dan orang yang menimbulkan kejadian itu, ada hubungan yang erat pula. Dan justru untuk menyatakan hubungan yang erat itu; maka dipakailah perkataan perbuatan, yaitu suatu pengertian abstrak yang menunjukkan kepada dua keadaan konkrit: pertama, adanya kejadian yang tertentu dan kedua, adanya orang yang berbuat, yang menimbulkan kejadian itu. Ada lain istilah yang dipakai dalam hukum pidana, yaitu “tindak pidana”. Istilah ini, karena timbulnya dari pihak kementrian kehakiman, sering dipakai dalam perundang- undanagan. Meskipun kata “tindak” lebih pendek dari ”perbuatan” tapi “tindak “ tidak menunjukkan pada suatu yang abstrak seperti perbuatan, tapi hanya menyatakan perbuatan konkrit, sebagaimana halnya dengan peristiwa 1

Upload: satria-arief

Post on 22-Dec-2015

12 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Tindak_Pidana_Perpajakan.docx

A. Pengertian Tindak Pidana

Pengertian perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan

hukum larangan yang mana disertai ancaman (sangsi) yang berupa pidana tertentu, bagi

barangsiapa melanggar larangan tersebut.  Dapat juga dikatakan bahwa perbuatan

pidana adalah perbuatan yang oleh suatu aturan hukum dilarang dan diancam pidana,

asal saja dalam pada itu diingat bahwa larangan ditunjukkan kepada perbuataan, (yaitu

suatu keadaan atau kejadiaan yang ditimbulkan oleh kelakuan orang), sedangkan

ancaman pidananya ditunjukkan kepada orang yang menimbulkannya kejadian

itu.  Antara larangan dan ancaman pidana ada hubungan yang erat, oleh karena antara

kajadian dan orang yang menimbulkan kejadian itu, ada hubungan yang erat pula. Dan

justru untuk menyatakan hubungan yang erat itu; maka dipakailah perkataan perbuatan,

yaitu suatu pengertian abstrak yang menunjukkan kepada dua keadaan konkrit: pertama,

adanya kejadian yang tertentu dan kedua, adanya orang yang berbuat, yang

menimbulkan kejadian itu.

Ada lain istilah yang dipakai dalam hukum pidana, yaitu “tindak pidana”. Istilah

ini, karena timbulnya dari pihak kementrian kehakiman, sering dipakai dalam

perundang-undanagan. Meskipun kata “tindak” lebih pendek dari ”perbuatan” tapi

“tindak “ tidak menunjukkan pada suatu yang abstrak seperti perbuatan, tapi hanya

menyatakan perbuatan konkrit, sebagaimana halnya dengan peristiwa dengan perbedaan

bahwa tindak adalah kelakuan, tingkah laku, gerak-gerik atau sikap jasmani seseorang .

Oleh karena tindak sebagai kata tidak begitu dikenal, maka dalam perundang-undangan

yang menggunakan istilah tindak pidana baik dalam pasal-pasal sendiri, maupun dalam

penjelasannya hampir selalu dipakai pula kata perbuatan.

Contoh: U.U no. 7 tahun 1953 tentang pemilihan umum (pasal 127, 129 dan lain-lain.

Menurut Prof. Dr. Wirjono Prodjodikoro dalam bukunya asas-asas hukum

pidana di indonesia memberikan definisi “ tindak pidana”atau dalam bahasa Belanda

strafbaar feit, yang sebenarnya merupakan istilah resmi dalam Strafwetboek atau Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana, yang sekarang berlaku di indonesia. Ada istilah dalam

bahasa asing, yaitu delict.

1

Page 2: Tindak_Pidana_Perpajakan.docx

Tindak pidana berarti suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenai hukum

pidana. Dan, pelaku ini dapat dikatakan merupakan “subjek” tindak pidana.

Sedangkan dalam buku Pelajaran Hukum Pidana karya Drs. Adami Chazawi,

S.H menyatakan bahwa istilah tindak pidana adalah berasal dari istilah yang dikenal

dalam hukum pidana Belanda yaitu “strafbaar feit “, tetapi tidak ada penjelasan tentang

apa yang dimaksud dengan strafbaar feit itu. Karena itu para ahli hukum berusaha

memberikan arti dan isi dari istilah itu. Sayangnya sampai kini belum ada keragaman

pendapat.

B. Jenis-Jenis Tindak Pidana

1. Kejahatan dan Pelanggaran

Pembagian delik atas kejahatan dan pelanggaran ini disebut oleh undang-undang.

KUHP buku ke II memuat delik-delik yang disebut : pelanggaran criterium

apakah yang dipergunakan untuk membedakan kedua jenis delik itu ? KUHP

tidak memberi jawaban tentang hal ini. Ia hanya membrisir atau memasukkan

dalam kelompok pertama kejahatan dan dalam kelompok kedua pelanggaran.

Tetapi ilmu pengetahuan mencari secara intensif ukuran (kriterium) untuk

membedakan kedua jenis delik itu.

Ada dua pendapat :

a) Ada yang mengatakan bahwa antara kedua jenis delik itu ada perbedaan yang

bersifat kualitatif. Dengan ukuran ini lalu didapati 2 jenis delik, ialah :

1.    Rechtdelicten

Ialah yang perbuatan yang bertentangan dengan keadilan, terlepas apakah

perbuatan itu diancam pidana dalam suatu undang-undang atau tidak, jadi

yang benar-benar dirasakan oleh masyarakat sebagai bertentangan dengan

keadilan misal : pembunuhan, pencurian. Delik-delik semacam ini disebut

“kejahatan” (mala perse).

2.    Wetsdelicten

Ialah perbuatan yang oleh umum baru disadari sebagai tindak pidana karena

undang-undang menyebutnya sebagai delik, jadi karena ada undang-undang

mengancamnya dengan pidana. Misal : memarkir mobil di sebelah kanan

jalan (mala quia prohibita). Delik-delik semacam ini disebut “pelanggaran”.

2

Page 3: Tindak_Pidana_Perpajakan.docx

Perbedaan secara kwalitatif ini tidak dapat diterima, sebab ada kejahatan

yang baru disadari sebagai delik karena tercantum dalam undang-undang

pidana, jadi sebenarnya tidak segera dirasakan sebagai bertentangan dengan

rasa keadilan. Dan sebaliknya ada “pelanggaran”, yang benar-benar

dirasakan bertentangan dengan rasa keadilan. Oleh karena perbedaan secara

demikian itu tidak memuaskan maka dicari ukuran lain.

b) Ada yang mengatakan bahwa antara kedua jenis delik itu ada perbedaan yang

bersifat kuantitatif. Pendirian ini hanya meletakkan kriterium pada perbedaan

yang dilihat dari segi kriminologi, ialah “pelanggaran” itu lebih ringan dari

pada “kejahatan”.

Mengenai pembagian delik dalam kejahatan dan pelanggaran itu terdapat

suara-suara yang menentang. Seminar Hukum Nasional 1963 tersebut di atas

juga berpendapat, bahwa penggolongan-penggolongan dalam dua macam delik

itu harus ditiadakan.

2. Delik formil dan delik materiil (delik dengan perumusan secara formil dan delik

dengan perumusan secara materiil)

a) Delik formil itu adalah delik yang perumusannya dititikberatkan kepada

perbuatan yang dilarang. Delik tersebut telah selesai dengan dilakukannya

perbuatan seperti tercantum dalam rumusan delik.    Misal : penghasutan (pasal

160 KUHP), di muka umum menyatakan perasaan kebencian, permusuhan atau

penghinaan kepada salah satu atau lebih golongan rakyat di Indonesia (pasal

156 KUHP); penyuapan (pasal 209, 210 KUHP); sumpah palsu (pasal 242

KUHP); pemalsuan surat (pasal 263 KUHP); pencurian (pasal 362 KUHP).

b) Delik materiil adalah delik yang perumusannya dititikberatkan kepada akibat

yang tidak dikehendaki  (dilarang). Delik ini baru selesai apabila akibat yang

tidak dikehendaki itu telah terjadi. Kalau belum maka paling banyak hanya ada

percobaan. Misal : pembakaran (pasal 187 KUHP), penipuan (pasal 378

KUHP), pembunuhan (pasal 338 KUHP). Batas antara delik formil dan materiil

tidak tajam misalnya pasal 362.  

3

Page 4: Tindak_Pidana_Perpajakan.docx

3. Delik commisionis, delik ommisionis dan delik commisionis per ommisionen

commissa

a) Delik commisionis : delik yang berupa pelanggaran terhadap larangan, ialah

berbuat sesuatu yang dilarang, pencurian, penggelapan, penipuan.

b) Delik ommisionis : delik yang berupa pelanggaran terhadap perintah, ialah

tidak melakukan sesuatu yang diperintahkan / yang diharuskan, misal : tidak

menghadap sebagai saksi di muka pengadilan (pasal 522 KUHP), tidak

menolong orang yang memerlukan pertolongan (pasal 531 KUHP).

c) Delik commisionis per ommisionen commissa : delik yang berupa pelanggaan

larangan (dus delik commissionis), akan tetapi dapa dilakukan dengan cara

tidak berbuat. Misal : seorang ibu yang membunuh anaknya dengan tidak

memberi air susu (pasal 338, 340 KUHP), seorang penjaga wissel yang

menyebabkan kecelakaan kereta api dengan sengaja tidak memindahkan wissel

(pasal 194 KUHP).

4.  Delik dolus dan delik culpa (doleuse en culpose delicten)

a) Delik dolus : delik yang memuat unsur kesengajaan, misal : pasal-pasal 187,

197, 245, 263, 310, 338 KUHP

b) Delik culpa : delik yang memuat kealpaan sebagai salah satu unsur misal :

pasal 195, 197, 201, 203, 231 ayat 4 dan pasal 359, 360 KUHP.

5. Delik tunggal dan delik berangkai (enkelvoudige en samenge-stelde delicten)

a) Delik tunggal : delik yang cukup dilakukan dengan perbuatan satu kali.

b) Delik berangkai : delik yang baru merupakan delik, apabila dilakukan beberapa

kali perbuatan, misal : pasal 481 (penadahan sebagai kebiasaan)

6. Delik yang berlangsung terus dan delik selesai (voordurende en aflopende

delicten)

a) Delik yang berlangsung terus : delik yang mempunyai ciri bahwa keadaan

terlarang itu berlangsung terus, misal : merampas kemerdekaan seseorang

(pasal 333 KUHP).

4

Page 5: Tindak_Pidana_Perpajakan.docx

b) Tindak pidana yang tidak berlangsung terus adalah yang mempunyai ciri,

bahwa keadaan / perbuatan yang terlarang itu tidak berlangsung terus. Jenis

tindak pidana ini akan selesai setelah denmgan telah dilakukannya perbuatan

yang dilarang atau telah timbulnya akibat.

Misalnya : Tindak pidana pencurian, pembunuhan penganiayaan dan

sebagainay.

7. Delik aduan dan bukan delik aduan (klachtdelicten en niet klacht delicten)

a) Delik aduan : delik yang penuntutannya hanya dilakukan apabila ada

pengaduan dari pihak yang terkena (gelaedeerde partij) misal : penghinaan

(pasal 310 dst. jo 319 KUHP) perzinahan (pasal 284 KUHP), chantage

(pemerasan dengan ancaman pencemaran, ps. 335 ayat 1 sub 2 KUHP jo. ayat

2). Delik aduan dibedakan menurut sifatnya, sebagai :

1) Delik aduan yang absolut, ialah misal : pasal 284, 310, 332. Delik-delik ini

menurut sifatnya hanya dapat dituntut berdasarkan pengaduan.

2) Delik aduan yang relative ialah misal : pasal 367, disebut relatif karena

dalam delik-delik ini ada hubungan istimewa antara si pembuat dan orang

yang terkena.

Catatan : perlu dibedakan antara aduan dengan gugatan dan laporan. Gugatan

dipakai dalam acara perdata, misal : A menggugat B di muka pengadilan,

karena B tidak membayar hutangnya kepada A. Laporan hanya pemberitahuan

belaka tentang adanya sesuatu tindak pidana kepada Polisi atau Jaksa.

b) Bukan delik aduan : delik yang penuntutannya tidak memerlukan adanya

pengaduan

8. Delik sederhana dan delik yang ada pemberatannya / peringannya (eenvoudige

dan gequalificeerde / geprevisilierde delicten)

Delik yang ada pemberatannya, misal : penganiayaan yang menyebabkan luka

berat atau matinya orang (pasal 351 ayat 2, 3 KUHP), pencurian pada waktu

malam hari dsb. (pasal 363). Ada delik yang ancaman pidananya diperingan

karena dilakukan dalam keadaan tertentu, misal : pembunuhan kanak-kanak (pasal

5

Page 6: Tindak_Pidana_Perpajakan.docx

341 KUHP). Delik ini disebut “geprivelegeerd delict”. Delik sederhana; misal :

penganiayaan (pasal 351 KUHP), pencurian (pasal 362 KUHP).  

9. Delik ekonomi (biasanya disebut tindak pidana ekonomi) dan bukan delik

ekonomi

Apa yang disebut tindak pidana ekonomi itu terdapat dalam pasal 1 UU Darurat

No. 7 tahun 1955, UU darurat tentang tindak pidana ekonomi.

C. Pengertian Tindak Pidana Pajak

Tindak pidana pajak itu sendiri adalah suatu peristiwa atau tindakan melanggar

hukum paja atau undang-undang pajak yang dilakukan oleh seseorang yang tindakannya

tersebut dapat dipertanggung jawabkan oleh undang-undang pajak yang telah

dinyatakan sebagai suatu perbuatan pidana yang dapat dihukum.

Untuk mengetahui telah terjadinya suatu tindak pidana perpajakan, perlu dilakukan

pemeriksaan pajak, yaitu untuk mencari, mengumpulkan, mengolah data atau

keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan

untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan

perpajakan. Pemeriksaan pajak dilakukan oleh PNS di lingkungan Ditjen Pajak atau

tenaga ahli yang ditunjuk oleh Dirjen Pajak yang diberi tugas, wewenang, dan tanggung

jawab untuk melaksanakan pemeriksaan di bidang perpajakan.

Tujuan pemeriksaan adalah untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban

perpajakan dalam rangka memberikan kepastian hukum, keadilan, dan pembinaan

kepada wajib pajak. Tujuan lainnya adalah dalam rangka melaksanakan ketentuan

peraturan perundang-undangan perpajakan.

Dalam pemeriksaan tindak pidana perpajakan terdapat pemeriksaan bukti

permulaan yang dilakukan untuk mendapatkan bukti permulaan tentang adanya dugaan

telah terjadi tindak pidana perpajakan.

Pemeriksaan bukti permulaan dilakukan oleh Kanwil Ditjen Pajak atau Direktorat

Intelijen dan Penyidikan Ditjen Pajak. Berdasarkan hasil pemeriksaan bukti permulaan

dapat diketahui tindak lanjut yang harus dilakukan.

6

Page 7: Tindak_Pidana_Perpajakan.docx

Tindak lanjut dari pemeriksaan bukti permulaan adalah yaitu diusulkan

dilakukannya penyidikan, atau tindakan lain berupa: penerbitan Surat Ketetapan Pajak

Kurang Bayar (SKP), pembuatan laporan tindak pidana selain tindak pidana perpajakan

yang akan diteruskan kepada pihak yang berwenang, pembuatan laporan sumir apabila

wajib pajak mengungkapkan ketidakbenaran perbuatannya, pembuatan laporan sumir

apabila tidak ditemukan adanya indikasi tindak pidana perpajakan.

D. Penyidikan Tindak Pidana Pajak

Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan adalah serangkaian tindakan yang

dilakukan oleh penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti

itu membuat terang tindak pidana di bidang perpajakan yang terjadi serta menemukan

tersangkanya (Pasal 1 ayat 31 UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata

Cara Perpajakan Sebagaimana Beberapa Kali diubah Terakhir dengan UU No. 16 Tahun

2009).

Ketentuan penyidikan dalam Undang – Undang KUP diatur dalam BAB IX, yaitu

mengenai penyidikan. Adapun tujuan dilakukannya penyidikan tindak pidana pajak

ialah :

Agar masalah tindak pidanaa perpajakan menjadi terang dan jelas

Menemukan tersangka

Mengetahui besarnya jumlah pajak yang di gelapkan

Sebelum dilakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan, Direktur

Jendral Pajak berwenang melakukan pemeriksaan berdasarkan informasi, data, laporan,

dan pengaduan, kemudian dikembangkan dan dianalisis melalui kegiatan intelijen atau

pengamatan yang hasilnya dapat ditindaklanjuti dengan Pemeriksaan, Pemeriksaan

Bukti Permulaan, atau tidak ditindaklanjuti.

Penyidikan tindak pidana di bidang perpajkan hanya dapat dilakukan oleh Pejabat

Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Direktorat Jendral Pajak yang di beri

wewenang khusus sebagai penyidik tindak pidana di bidang perpajakan. Penyidikan

tindak pidana perpajakan dilaksanakan menurut ketentuan yang diatur dalam Undang –

Undang Hukum Acara Pidana yang berlaku.

7

Page 8: Tindak_Pidana_Perpajakan.docx

Wewenang Penyidik Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (2) UU

KUP meliputi :

a. menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau laporan

berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan agar keterangan atau

laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas;

b. meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau

badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak

pidana di bidang perpajakan;

c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan

dengan tindak pidana di bidang perpajakan;

d. memeriksa buku, catatan, dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di

bidang perpajakan;

e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan,

pencatatan, dan dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti

tersebut;

f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan

tindak pidana di bidang perpajakan;

g. menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau

tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas

orang, benda, dan/atau dokumen yang dibawa;

h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana di bidang

perpajakan;

i. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai

tersangka atau saksi;

j. menghentikan penyidikan; dan/atau

k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana

di bidang perpajakan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan.

Selain kewenangan tersebut, Penyidik dalam melaksanakan penyidikan dapat

meminta bantuan aparat penegak hukum lain sebagaimana diatur dalam Pasal 44 (4)

Undang – Undang KUP.

8

Page 9: Tindak_Pidana_Perpajakan.docx

Dalam melaksanakan penyidikan, Penyidik memberitahukan dimulainya

penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada penuntut umum melalui

penyidik pejabat Polisi Negara Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan yang diatur

dalam Undang – Undang Hukum Acara Pidana.

Penghentian Penyidikan dapat dilakukan karena :

a. Penyidik menghentiikan penyidikan dalam hal tidak terdapat cukup bukti, atau

peristiwa tersebut bukan merupaan tindak pidana di bidang perpajakan, atau

penyidikan di hentikan karena peristiwanya telah daluwarsa, atau tersangka

meninggal dunia. Hal ini diatur dalam Pasal 44A Undang – Undang KUP.

b. Untuk kepentingan penerimaan negara, atas permintaan Menteri Keuangan, Jaksa

Agung dapat menghentikan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan paling

lama dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal surat permintaan. Hal ini

diatur dalam Pasal 44B Undang – Undang KUP. Penghentian penyidikan tindak

pidana di bidang perpajakan dalam hal ini hanya dilakukan setelah Wajib Pajak :

1. Melunasi utang pajak yang tidak atau kurang dibayar atau yang tidak

seharusnya dikembalikan; dan

2. Membayar sanksi administrasi berupa denda sebesar 4 (empat) kali jumlah

pajak yang tidak atau kurang dibayar, atau yang tidak seharusnya

dikembalikan.

E. Penuntutan

Penuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara ke

pengadilan negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam

undang-undang dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang

pengadilan.

Penuntut umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk

melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim.

Sebelum berkas perkara dilimpahkan ke pengadilan, penuntut umum mempelajari

berkas perkara dan dalam waktu 7 (tujuh) hari memberitahukan kepada penyidik apakah

hasil penyidikan telah siap dilimpahkan ke pengadilan atau masih harus dilengkapi lagi.

Apabila belum lengkap, maka berkas perkara dikembalikan ke penyidik untuk

9

Page 10: Tindak_Pidana_Perpajakan.docx

dilengkapi dengan dijelaskan hal-hal yang dianggap kurang. Jika kemudian telah

lengkap dan memenuhi syarat untuk dilimpahkan ke pengadilan, maka penuntut umum

segera melimpahkan berkas perkara ke pengadilan dan memeohon kepada pengadilan

agar segera diadili dan disertai surat dakwaan. Tuntutan surat pelimpahan perkara

beserta surat dakwaan disampaikan kepada tersangka atau kuasa hukumnya atau

penasehat hukumnya dan kepada penyidik.

Kesimpulan

Tindak pidana adalah suatu peristiwa atau tindakan melanggar hukum atau undang-

undang pajak yang dilakukan oleh seseorang yang tindakannya tersebut dapat

dipertanggungjawabkan dan oleh undang-undang pajak telah dinyatakan sebagai suatu

perbuatan pidana yang dapat dihukum.

Ada beberapa jenis tindak pidana, antara lain : 1. Kejahatan dan Pelanggaran2. Delik formil dan delik materiil 3. Delik commisionis, delik ommisionis dan delik commisionis per ommisionen

commissa4. Delik dolus dan delik culpa 5. Delik tunggal dan delik berangkai6. Delik yang berlangsung terus dan delik selesai 7. Delik aduan dan bukan delik aduan 8. Delik sederhana dan delik yang ada pemberatannya / peringannya

Tindak pidana di bidang pajak adalah suatu perbuatan yang melanggar peraturan perundang-undangan pajak yang menimbulkan kerugian keuangan negara dimana pelakunya diancam dengan hukuman pidana.

penyidikan tindak pidana pajak dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil tertentu di linggkungan Direktorat Jendral Pajak yang diberi wewengan khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Penuntutan adalah tindakan penuntutan umu untuk melimpahkan perkara ke pengadilan negeri yang berwewenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang agar diperiksa dan diputuskan oleh hakim di pengadilan.

10

Page 11: Tindak_Pidana_Perpajakan.docx

Tindak Pidana Di Bidang Perpajakan

Kamis, 8 Maret 2012 - 22:17

Pelanggaran terhadap kewajiban perpajakan yang dilakukan Wajib Pajak (WP), sepanjang menyangkut

pelanggaran ketentuan administrasi perpajakan dikenakan sanksi administrasi, sedangkan yang

menyangkut tindak pidana dibidang perpajakan dikenakan sanksi pidana.

A. Sanksi Tindak Pidana Di Bidang Perpajakan

1. Setiap orang yang karena kealpaannya :

a. tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) atau

b. menyampaikan SPT, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang

isinya tidak benar, sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dan perbuatan

tersebut merupakan perbuatan setelah perbuatan yang pertama kali, didenda paling sedikit 1 (satu) kali

jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 2 (dua) kali jumlah pajak terutang

yang tidak atau kurang dibayar, atau dipidana kurungan paling singkat 3 (tiga) bulan atau paling lama 1

(satu) tahun.

2. Setiap orang yang dengan sengaja :

a. tidak mendaftarkan diri untuk diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak atau tidak melaporkan usahanya

untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak; atau

b.menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak atau Pengukuhan

Pengusaha Kena Pajak;

c. tidak menyampaikan SPT; atau

d. menyampaikan SPT dan atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap; atau

e. menolak untuk dilakukan pemeriksaan; atau - memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen

lain yang palsu atau dipalsukan seolah-olah benar, atau tidak menggambarkan keadaan yang

sebenarnya; atau

f. tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan, tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan

buku, catatan, atau dokumen lainnya; atau

g. tidak menyimpan buku, catatan, atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan

dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau

diselenggarakan secara program aplikasi on-line di Indonesia ; atau

h. tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut, sehingga dapat menimbulkan kerugian

pada pendapatan negara dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama

6 (enam) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar

dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.

Apabila seseorang melakukan lagi tindak pidana di bidang perpajakan sebelum lewat 1 (satu) tahun,

terhitung sejak selesainya menjalani pidana penjara yang dijatuhkan, dikenakan pidana 2 (dua) kali lipat

11

Page 12: Tindak_Pidana_Perpajakan.docx

dari ancaman pidana yang diatur sebagaimana butir 2.

3. Setiap orang yang melakukan percobaan untuk melakukan tindak pidana menyalahgunakan atau

menggunakan tanpa hak NPWP atau Pengukuhan PKP, atau menyampaikan Surat Pemberitahuan

dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap dalam rangka mengajukan permohonan

restitusi atau melakukan kompensasi pajak atau pengkreditan pajak, dipidana dengan pidana penjara

paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah

restitusi yang dimohonkan dan/atau kompensasi atau pengkreditan yang dilakukan dan paling banyak 4

(empat) kali jumlah restitusi yang dimohonkan dan/atau kompensasi atau pengkreditan yang dilakukan.

4. Setiap orang yang dengan sengaja :

a. menerbitkan dan/atau menggunakan faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak,

dan/atau bukti setoran pajak yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya; atau

b. menerbitkan faktur pajak tetapi belum dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dipidana dengan

pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 6 (enam) tahun serta denda paling sedikit 2

(dua) kali jumlah pajak dalam faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau

bukti setoran pajak dan paling banyak 6 (enam) kali jumlah pajak dalam faktur pajak, bukti pemungutan

pajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak.

5. Sanksi tindak pidana berlaku juga bagi wakil, kuasa, atau pegawai dari Wajib Pajak, yang menyuruh

melakukan, yang turut serta melakukan, yang menganjurkan, atau yang membantu melakukan tindak

pidana di bidang perpajakan.

B. Daluwarsa Tindak Pidana Di Bidang Perpajakan

Tindak pidana di bidang perpajakan tidak dapat dituntut setelah lampau waktu sepuluh tahun sejak saat

terutangnya pajak, berakhirnya Masa Pajak, berakhirnya Bagian Tahun Pajak, atau berakhirnya Tahun

Pajak yang bersangkutan.

C. Delik Aduan Dan Sanksinya

Setiap pejabat baik petugas pajak maupun mereka yang melakukan tugas di bidang perpajakan, dilarang

mengungkapkan kerahasiaan WP yang menyangkut masalah perpajakan. Pelanggaran atas larangan

mengungkapkan kerahasiaan WP tersebut dapat diancam sanksi pidana sebagai berikut :

1. Pejabat yang karena kealpaanya tidak memenuhi kewajiban merahasiakan masalah perpajakan Wajib

Pajak antara lain: Surat Pemberitahuan, laporan keuangan, dan lain-lain yang dilaporkan oleh Wajib

Pajak, data yang diperoleh dalam rangka pelaksanaan pemeriksaan, dokumen dan/atau data yang

diperoleh dari pihak ketiga yang bersifat rahasia, dan dokumen dan/atau rahasia Wajib Pajak sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkenaan, dipidana dengan pidana kurungan

12

Page 13: Tindak_Pidana_Perpajakan.docx

paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah).

2. Pejabat yang dengan sengaja tidak memenuhi kewajibannya atau seseorang yang menyebabkan tidak

dipenuhinya kewajiban merahasiakan masalah perpajakan Wajib Pajak, dipidana dengan pidana penjara

paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

D. Keterlibatan dan Sanksi bagi Pihak Ketiga

1. Setiap orang yang wajib memberikan keterangan atau bukti yang diminta sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 35 tetapi dengan sengaja tidak memberi keterangan atau bukti, atau memberi keterangan

atau bukti yang tidak benar dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling

banyak Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah).

2. Setiap orang yang dengan sengaja menghalangi atau mempersulit penyidikan tindak pidana di bidang

perpajakan dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak

Rp75.000.000,00 (tujuh puluh lima juta rupiah).

3. Setiap orang yang dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal

35A ayat (1) yang bunyinya: ”Setiap instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak lain, wajib

memberikan data dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan kepada Direktorat Jenderal Pajak yang

ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2) (yaitu ”Dalam hal pihak-pihak yaitu bank, akuntan publik, notaris,

konsultan pajak, kantor administrasi, dan/atau pihak ketiga lainnya yang mempunyai hubungan dengan

Wajib Pajak yang dilakukan pemeriksaan pajak, penagihan pajak, atau penyidikan tindak pidana di bidang

perpajakan terikat oleh kewajiban merahasiakan, untuk keperluan pemeriksaan, penagihan pajak, atau

penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan, kewajiban merahasiakan tersebut ditiadakan, kecuali

untuk bank, kewajiban merahasiakan ditiadakan atas permintaan tertulis dari Menteri Keuangan”),

dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak

Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

4. Setiap orang yang dengan sengaja menyebabkan tidak terpenuhinya kewajiban pejabat dan pihak lain

yaitu memberikan data dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan kepada Direktorat Jenderal

Pajak, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 10 (sepuluh) bulan atau denda paling banyak

Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).

5. Setiap orang yang dengan sengaja tidak memberikan data dan informasi yang diminta oleh Direktur

Jenderal Pajak dipidana dengan pidana kurungan paling lama 10 (sepuluh) bulan atau denda paling

banyak Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).

6. Setiap orang yang dengan sengaja menyalahgunakan data dan informasi perpajakan sehingga

menimbulkan kerugian kepada negara dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau

denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Ketentuan ini berlaku juga bagi yang

menyuruh melakukan , yang menganjurkan atau membantu melakukan tindak pidana di bidang

perpajakan.

13

Page 14: Tindak_Pidana_Perpajakan.docx

Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh Penyidik

untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana di bidang

perpajakan yang terjadi serta menemukan tersangkanya.

A. Penyidik

Penyidik adalah pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang diberi

wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

B. Wewenang Penyidik

1. menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak

pidana di bidang perpajakan agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas;

2. meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang

kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana di bidang perpajakan;

3. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana

di bidang perpajakan;

4. memeriksa buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen-dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di

bidang perpajakan;

5. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan, dan dokumen-

dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut;

6. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang

perpajakan;

7. menyuruh berhenti dan atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat

pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan atau dokumen yang dibawa

sebagaimana dimaksud pada angka 5;

8. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana di bidang perpajakan;

9. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;

10. menghentikan penyidikan;

11. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan

menurut ketentuan peraturan peundang-undangan.

Penyidik Pajak tidak berwenang melakukan penahanan dan penangkapan.

C. Penghentian Penyidikan

Penyidikan dihentikan dalam hal :

1. tidak terdapat cukup bukti;

2. peristiwa yang disidik bukan merupakan tindak pidana di bidang perpajakan;

3. peristiwanya telah daluwarsa;

4. tersangkanya meninggal dunia;

5. Untuk kepentingan penerimaan negara, atas permintaan Menteri Keuangan, Jaksa Agung dapat

menghentikan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan paling lama dalam jangka waktu 6 (enam)

bulan sejak tanggal surat permintaan, sepanjang perkara pidana tersebut belum dilimpahkan ke

pengadilan.

Penghentian penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan hanya dilakukan setelah Wajib Pajak

melunasi utang pajak yang tidak atau kurang dibayar atau yang tidak seharusnya dikembalikan dan

ditambah dengan sanksi administrasi berupa denda sebesar 4 (empat) kali jumlah pajak yang tidak atau

kurang dibayar, atau yang tidak seharusnya dikembalikan

14