tinjauan hukum terhadap hak …...bagaimana akibat hukum hak atas tanah yang timbul diatas hak...
TRANSCRIPT
1
TINJAUAN HUKUM TERHADAP HAK PENGELOLAAN DALAM
RANGKA KEWENANGAN KEPENTINGAN PELAKSANAAN
TUGASNYA PADA PEMERINTAH KOTA MEDAN
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas – Tugas dan Memenuhi Syarat – Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum
Oleh :
MUHAMMAD LUTHFY NIM 120200024
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2016
2
i
ABSTRAK Muhammad Luthfy*
Affan Mukti, S.H., M.Hum** Zaidar, S.H., M.Hum***
Hak Pengelolaan merupakan gempilan dari hak menguasai negara yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegang haknya. Hak pengelolaan sebagaimana diatur dalam peraturan – peraturan pelaksana namun secara eksplisit tidak diatur di dalam UUPA melainkan hak pegelolaan disebutkan dalam penjelasan umum II angka 2 Undang – Undang Pokok Agraria terdapat istilah Pengelola. dalam perkembangannya hak pengelolaan ini semakin berkembangan dan digunakan dengan suatu hak menurut peruntukan dan keperluannya. Dalam peraturan yang ada hak pengelolaan dapat diberikan kepada instansi atau perusahaan baik melalui konversi atau melalui penetapan pemerintah/Permohonan juga Hak Pengelolaan dapat diserahkan kepada pihak ketiga sesuai dengan penggunaan dan peruntukannya dengan persyaratan yang telah ditentukan.Dengan kata lain hak pengelolaan merupakan hak yang diberikan oleh negara secara langsung untuk dipergunakan.
Permasalahan yang diambil dalam penelitian ini adalah bagaimana pelaksanaan Hak Pengelolaan dalam rangka kewenangan kepentingan tugasnya, bagaimana akibat hukum hak atas tanah yang timbul diatas hak pengelolaan, dan bagaimana hak dan kewajiban Hak Pengelolaan terhadap negara sebagai pemberi hak pengelolaan. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian normatif – empiris yang mengacu pada peraturan dan keaadaan aksi dilapangan yang sebenarnya. Sumber data dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder yang dilengkapi dengan data tersier yang memberikan penjelasan dari bahan hukum primer dan sekunder. Sedangkan metode pengumpulan data mengkombinasikan antara riset kepustakaan dengan observasi pada objeknya secara langsung sampai pada akhirnya hasilnya tertuang pada skripsi ini.
Pelaksanaan hak pengelolaan dengan pihak ketiga menimbulkan beberapa hak dan kewajiban yang tertuang dalam perjanjian penggunaan tanah. Dalam pemberi Hak Pengelolaan yaitu negara dari hak menguasai negara pemegang hak pengelolaan adanya kewenangan atau kewajibannya terhadap negara yang dalam hal ini pemegang hak pengelolaan memakai tanah milik negara. Yang dalam literatur perundang – undangan belum ada yang mengatur hal tersebut. untuk itu diperlukan Undang – Undang khusus yang mengatur tentang Hak Pengelolaan khususnya pemegang Hak Pengelolaan dengan Pemeberi hak Pengelolaan yaitu negara.
Kata Kunci : Hak Pengelolaan, Kewenangan, Pihak Ketiga
*Mahasiswa Fakultas Hukum USU ** Dosen Pembimbing I, Staf Pengajar di Fakultas Hukum USU *** Dosen Pembimbing II, Staf Pengajar di Fakultas Hukum USU
ii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Puji Syukur penulis Panjatkan Kehadirat Allah SWT atas segala limpahan
karunia dan rahmatnya berupa kesehatan, kenikmatan dan keselamatan yang telah
diberikan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
Serta Sholawat selalu tercurahkan kepada Nabi besarMuhammad SAW yang
telah membawa dari zaman kegelapan menuju zaman terang benderang dan
mudah – mudahan penulis selaku berserta seluruh ummatnya mendapatkan
Syafa’at di hari akhir kelak.
Penulisan skripsi ini berjudul “ TINJAUAN HUKUM TERHADAP
HAK PENGELOLAAN DALAM RANGKA KEWENANGAN
KEPENTINGAN PELAKSANAAN TUGASNYA PADA PEMERINTAH
KOTA MEDAN”yang merupakan salah satu persyaratan dalam menyelesaikan
studi untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum (SH) di Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan baik itu
bantuan moril maupun bantuan materil dari berbagai pihak dalam menyelesaiakan
penulisan ini. Maka dari itu secara khusus penulis mengucapkan terima kasih
kepada ayah Zulfahmi, S.H dan Ibu Empu Hanum Lubis, S.Pt yang telah
memberikan pengorbanan, kasih sayang, nasehat, dan pencerahan – pencerahan
selama kuliah sampai pada akhirnya selesai pada pendidikan sarjana hukum ini.
iii
Dan tak lupa juga terkhusus saya ucapkan terima kasih kepada abang saya dan
kakak saya Fachrufrozy Affandi, S.H dan Ridzky Fadillah, S.E.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada para pihak lainnya yaitu :
1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum selaku Rektor Universitas
Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum selaku Pembantu Dekan I
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Syafruddin Hasibuan S.H., M.H., D.F.M selaku Pembantu Dekan II
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Dr. OK. Saidin, S.H., M.Hum selaku Pembantu Dekan III Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara.
5. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin Lubis, S.H.,MS.,CN selaku Ketua
Program Kekhususan Hukum Agraria Fakultas Hukum Universitas Sumatera
Utara yang selama telah memberikan dukungan , nasehat dan bimbingan serta
selalu menyuruh mempercepat mengajukan skripsi kepada penulis.
6. Bapak Affan Mukti, S.H., M.Hum selaku Dosen Pembimbing I yang telah
banyak membantu penulis dalam menyelesaikan tulisan ini sehingga penulis
dapat menyeleaikan skripsi ini dengan baik. Dan penulis juga berterima kasih
kepada bapak atas dukungan, nasehat dan bimbingannya selama ini.
7. Ibu Zaidar, S.H., M.Hum selaku Dosen Pembimbing II yang juga telah
banyak membantu penulis dalam penyelesaian tulisan ini dengan baik, untuk
segala dukungan, nasehat dan bimbingannya yang telah diberikan kepada
penulis, penulis sangat terima kasih.
iv
8. Ibu Mariati Zendrato, S.H., M.Hum selaku Dosen Mata Kuliah Hukum
Agraria yang telah memberikan masukan – masukan kepada penulis dan
seluruh mahasiswa selama perkuliahan yang sangat baik, yang sangat
memotivasi bagai penulis dan bagi mahasiswa agraria lainnya.
9. Ibu Aflah, S.H, M.Hum selaku Penasehat akademik saya di Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kepada penulis
dukungan, nasehat dan motivasi dalam mengerjakan skripsi ini.
10. Seluruh rekan – rekan IMHAR (katan Mahasiswa Hukum Agraria di Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara) yang ada di Program Kekhususan
Hukum Agraria Departemen Hukum Administrasi Negara yang merupakan
rekan seperjuangan untuk membentuk ikatan mahasiswa ini beserta rekan –
rekan grup D yang selalu bersama dan saling mendukung.
11. Seluruh Dosen – dosen Mata kuliah Klinik hukum perlindungan perempuan
dan anak dan rekan - rekan di mata kuliah ini yang telah memberikan ilmu
dan motivasi lainnya dan menambah pergaulan dan wawasan dimata kuliah
ini.
12. Kawan kawan seperjuangan dalam Mengerjakan LKTI siang dan malam
yaitu Amrul Daulay dan Asra Saputra meskipun tidak selesai akan tetapi
pengalaman itu sungguh luar biasa dalam menjaga kerjasama, kesungguhan
dan kekompakan.
13. Sahabat – sahabat saya sekaligus saudara- saudara saya seperjuangan yang
sudah saya anggap keluarga sendiri yaitu Kabinet GGN ( Gurie – gurie Nyoi)
Presidium BTM Aladdinsyah, S.H Periode 2014-2015 yang selalu
v
memberikan pencerahan – pencerahan, nasehat, motivasi dan ilmu yang
sangat baik. Dan suka duka yang yang dialami dalam memperjuangkan
Mushollla dan menegakkan dakwah di Fakultas Hukum USU dan
melaksanakan kekompakan untuk program kerja yang selalu penuh dinamika,
tetapi itu semua menjadi pengalam dan pembelajaran bagi saya untuk lebih
dewasa. Mudah – mudahan silaturrahmi kita tetap terjaga. Dan satu kalimat
buat Kabinet GGN “Kalian sungguh Hebat dan Luar Biasa”.
14. Adik – Adik di BTM Aladdinsyah, S.H stambuk 2013 dan 2014 yang selalu
memberikan dorongan dan motivasi kepada penulis untuk agar cepat wisuda.
15. Kawan – kawan seperjuangan” Liqo 2012” yang selalu mengingatkan juga
untuk tugas akhir ini yatu skripsi dan selalu menjaga kebersamaam dalam
menegakkan mentoring di Fakultas Hukum USU.
16. Adik – adik Presidium berserta kepengurusan Musholla periode 2015-2016
yang tiada hentinya selalu memberikan dorongan kepada saya untuk cepat
sidang meja hijaunya.
17. Abangda dan kakanda Alumni BTM Aladdinsyah S.H Fakultas Hukum USU
yaang selalu memberikan motivasi.
18. Dan Teman – teman lainnya yang tidak disebutkan satu – persatu dan terima
kasih banyak juga kepada pihak lainnya yang selama ini telah menjadi
teman, sahabat bahkan keluarga dalam kehidupan penulis.
Demikianlah yang dapat disampaikan oleh penulis, semoga kepada seluruh pihak
yang membantu mendapat balasan kebaikan dan diberi kemudahan dari Tuhan
Yang Maha Esa.
vi
Dan penulis mohon maaf kepada Bapak dan Ibu dosen Pembimbing serta
dosen penguji lainnya jika terdapat kesalahan kata dalam penyajian skripsi ini dan
kesalahan sikap yang kurang berkenan dihati bapak dan ibu dosen pembimbing
atau penguji. Karena sesungguhnya penulis disini masih belajar dan terus belajar
untuk terus menggali ilmu sebagaimana kewajiban bagi seorang manusia. Dan
penulis sadar akan kekurangan daripada skripsi ini. Untuk itu dibutuhkan saran
dan kritik bagi penulis yang membangun demi kesempurnaan tulisan ini. Dan
mudah – mudahan skripsi ini bermanfaat bagi pihak yang membacanya dan
sebagai tambahan ilmu pengetahuan.
Wassalamua’alaikum Wr.Wb.
Medan, Maret 2016
Hormat saya
Penulis
MUHAMMAD LUTHFY
vii
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ................................................................................. ii
DAFTAR ISI ............................................................................................... vii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................ 1
B. Permasalahan............................................................................... 8
C. Tujuan Penulisan dan Manfaat ..................................................... 8
D. Keaslian Penulisan....................................................................... 9
E. Tinjauan Kepustakaan ................................................................. 10
F. Metode Penulisan ........................................................................ 12
G. Sistematika Penulisan .................................................................. 15
BABII GAMBARAN UMUM MENGENAI HAK PENGELOLAAN
A. Pengertian Hak Pengelolaan ........................................................ 18
B. Hubungan Hak Pengelolaan dengan Hak Menguasai Negara ....... 24
C. Implementasi Hak Pengelolaan dalam Rangka Kepentingan
Tugasnya .................................................................................... 28
1. Proses Terjadinya Hak Pengelolaan ....................................... 30
2. Tata Cara Permohonan Hak Pengelolaan ................................ 33
3. Subjek dan Objek Hak Pengelolaan ....................................... 36
viii
4. Wewenang Pemegang Hak Pengelolaan ................................. 42
5. Syarat Hak Pengelolaan ......................................................... 45
6. Hapusnya Hak Pengelolaan .................................................... 46
D. Kedudukan Hak Pengelolaan dalam Sistem Undang Undang
Pokok Agraria ............................................................................. 48
BAB III PENGGUNAAN TANAH HAK PENGELOLAAN DAN
PENYERAHANNYA KEPADA PIHAK KETIGA
A. Penggunaan Hak Atas Tanah Diatas Hak Pengelolaan Kepada
Pihak Ketiga ................................................................................ 52
1. Syarat Pemohon Unruk Memiliki dan Menggunkan Hak
Atas Tanah bagian Hak Pengelolaan ..................................... 56
2. Jenis Hak Atas Tanah Yang Timbul diatas Hak Pengelolaan .. 65
3. Prosedur dalam Pemberian Hak Atas Tanah diatas Hak
Pengelolaan ........................................................................... 67
B. Proses Pendaftaran Hak Pengelolaan dan Hak – Hak Yang
Timbul Diatasnya ........................................................................ 73
C. Akibat Hukum Dari Hak Atas Tanah Yang Timbul Diatas
Hak Pengelolaan .......................................................................... 77
D. Kewenangan Pihak Ketiga Dalam Rangka Menggunakan Hak
Atas Tanah Diatas Hak Pengelolaan ............................................ 79
BAB IV IMPLEMENTASI PEMEGANG HAK PENGELOLAAN
TERHADAP NEGARASEBAGAI PEMBERI HAK
ix
PENGELOLAAN DALAM RANGKA KEWENANGAN KEPENTINGAN
PELAKSANAAN TUGASNYA
A. Pelaksanaan Hak Pengelolaan Oleh Pemerintah Kota Medan ....... 84
1. Penggunaan Hak Atas Tanah Diatas Tanah Hak
Pemerintah Kota Medan......................................................... 89
2. Bagian Hak Atas Tanah Yang Diberikan Oleh Pemerintah
Kota Medan Kepada Pihak Ketiga ......................................... 91
B. Hak dan Kewajiban Pemegang Hak Pengelolaan Pada
Pemerintah Kota Medan .............................................................. 93
C. Hambatan – Hambatan Pemegang Hak Pengelolaan Pada
Pemerintah Kota Medan .............................................................. 97
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................. 99
B. Saran ........................................................................................... 102
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 103
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam pembangunan yang ada di Indonesia tidak terlepas dari
kesejahteraan rakyat Indonesia itu sendiri. Sesuai dengan Pembukaan UUD 1945
tujuan dari Negara Indonesia adalah Melindungi segenap bangsa Indonesia dan
segenap tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa dan ikut serta dalam melaksanakan ketertiban dunia
berdasarkan kemerdekaan abadi dan keadilan sosial. Dari tujuan bangsa Indonesia
memajukan kesejahteraan umum merupakan suatu prinsip untuk selalu menjaga
dan mensejahterakan rakyat Indonesia baik dibidang ekonomi, sosial dan budaya.
Terutama mensejahterakan rakyat melalui keadilan dalam kepemilikan tanah yang
senantiasa menimbulkan konflik antara pemilik dengan para penguasa tanah.
Tanah merupakan Anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa yang diberi kepada
manusia untuk melangsungkan kebutuhan kehidupannya (Haqqul Allah). Untuk
itu manusia sebagai hambanya senantiasa menjaga dan memelihara terhadap
sesuatu yang telah diberikan olehNYA. Pada saat ini kebutuhan tanah yang
semakin meningkat tidak sesuai dengan keadaan dan kondisi jumlah tanah yang
ada artinya kebutuhan tanah semakin tinggi akan tetapi jumlah tanah terbatas. Hal
seperti inilah yang menimbulkan suatu permasalahan terhadap kebutuhan tanah
kedepannya yang selalu timbulnya pertengkaran. Sebab begitu ada manusia diatas
tanah muncul yang namanya rent, rent inilah yang membuat berbeda bagi manusia
2
di atas tanah dengan hewan diatas tanah1. Penggunaan tanah juga mempunyai
aspek politik program pembaruan Agraria Nasional yang dicanangkan Pemerintah
dengan berencana membagi sekitar 9,25 juta Hektar tanah kepada rakyat miskin,
merupakan strategi politik pertanahan saat ini, sekaligus menunjukan dimensi
politik atas tanah2. Dengan adaya ini diharapkan kedepannya dengan adanya
unsur politik atas tanah selama menguntungkan dan bermanfaat untuk rakyat tidak
masalah. Dalam kebutuhan akan kepemilikan tanah tidak terlepas dengan jenis
atau status hak atas tanah yang dimiliknya. Dalam peraturan hak atas tanah yang
dapat dimiliki seseorang atau badan hukum dapat berupa hak milik, Hak guna
usaha, hak guna bangunan, hak pakai maupun hak sewa yang dari kesemua hak
itu belum tentu mutlak sebagai pemiliknya sebab kemungkinan terjadi telah habis
masanya atau dicabut haknya oleh negara.
Seyogyianya dari semua jenis hak atas tanah merupakan kewenangan dari
negara karena negara sebagai organisasi tertinggi untuk meguasainya bukan
berarti negara pemilik tanah. Bahkan tanah dengan hak milik sekalipun yang
haknya terkuat belum tentu dimiliki secara mutlak oleh empunya sebab negara
sebagai organisasi tertinggi untuk menguasainya hal ini diatur dalam Pasal 2 ayat
2 Undang undang Pokok Agraria yang isinyamelahirkan wewenang dari negara
sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat untuk :
1 Muhammad Yamin Lubis, 2016,”Okupansi Liar Tanah Berlanjut”, opini, media cetak
waspada, Rabu 17 Februari 2016, Hal. B7 2 Sambutan kepala BPN RI tentang Sosialisasi Program Pembaruan Agraria Nasional
kepada Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi dan Kantor Pertanahn Kab/Kota di berbagai kesempatan. Periksa: Himpunan Pidato 2007 Kepala Badan Pertanahn Nasional Republik indonesia. Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Pusat Hukum dan Hubungan Masyarakat. Dalam Buku Dr. Supriyadi, S.H., M.Hum (2010) Aspek Hukum Tanah Aset Daerah Menemukan Keadilan, kemanfaatan, dan kepastian atas Eksistensi Tanah Aset Daerah, Prestasi Pustaka Publisher. Jakarta. Hal. 2
3
1. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan,penggunaan, persediaan dan
pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut
2. Menentukan dan mengatur hubungan – hubungan hukum antara orang
orang dengan bumi, air dan ruang angkasa
3. Mengatur hubungan – hubungan hukum anara orang – orang dan perbuatan
– perbuatan hukum mengenai bumi, air dan ruang angkasa.
Adapun Kekuasaan negara yang dimaksud itu mengenai semua bumi, air
dan ruang angkasa, jadi baik yang sudah dihaki oleh seseorang maupun tidak,
kekuasaan negara mengenai tanah yang sudah dipunyai orang dengan suatu hak
dibatasi oleh isi dari hak itu artinya sampai seberapa negara memberi kekuasaan
kepada yang mempunyai untuk menggunakan haknya, sampai disitulah batas
kekuasaan negara tersebut3.
Hak menguasai tanah tersebut pelaksanaannya dilakukan oleh negara atau
pemerintah pusat sebagai organisasi yang tertinggi untuk menguasainya. Hal ini
sesuai dengan bentuk negara Indonesia sebagai negara kesatuan4. Dan
pelaksanaannya terhadap daerah maka hak menguasai negara terhadap luas
wilayah, hasil guna dan daya guna yang ada didaerah maka wewenang
pemerintah pusat tersebut pelaksaannya dapat dikuasakan pada daerah – daerah
swantantra dan masyarakat – masyarakat hukum adat sekedar diperlukan dan
tidak bertentangan kepentingan nasional, menurut ketentuan – ketentuan peraturan
3 Zaidar, 2014, Dasar Filososfi Hukum Agraria Indonesia, Pustaka Bangsa Press, cet. 5,
Medan, Hal.52 4Pasal 1 ayat 1UUD 1945
4
pemerintah5. Dalam peraturan UUPA selain jenis hak atas tanah yang disebutkan
pada pasal 16 disebutkan pula Hak Pengelolaan. Hak pengelolaan ini secara
eksplisit tidak terdapat dalam UUPA Nomor 5 Tahun 1960 artinya pengaturan hak
pengelolaan didalam Undang – Undang Pokok Agraria tidak mengatur secara
tegas kedudukan hukum hak pengelolaan akan tetapi istilah hak pengelolaan
terdapat pada penjelasan umum II angka 2 Undang – Undang Pokok Agraria yang
berbunyi :
“Negara dapat memberikan tanah yang demikian itu kepada seseorang atau badan
hukum dengan sesuatu hak menurut peruntukan dan keperluannya, misalnya : hak milik,
hak guna bangunan, atau hak pakai atau memberikannya dalam pengelolaan kepada
suatu Bdan Penguasa ( Departemen, Jawatan atau daerah Swantantra) untuk
dipergunakan bagi pelaksanaan tugasnya masing-masing”.
Hak pengelolaan merupakan hak penguasaan negara yang pelaksanaannya
dilimpahkan kepada pemegangnya yang digunakan untuk keperluan pelaksanaan
tugasnya. Hak pengelolaan yang merupakan gempilan dari hak menguasai negara
merupakan aset dari negara dan daerah berupa tanah – tanah yang tidak ada
haknya atau tanah milik negara. Dalam pelaksanaan hak menguasai negara atas
tanah itu dapat dikuasakan kepada daerah – daerah swantantra ( Daerah
Kabupaten dan Daerah Kota) artinya bahwa hak pengelolaan tersebut yang
merupakan dari hak menguasai negara juga dapat dimiliki oleh pemerintah daerah
yang menjadi aset daerahnya untuk diberikan kepada pemegangnya. Hak
menguasai negara lingkupnya tanah tanah yang sudah tidak diapakai, dimiliki atau
diusahakan lagi oleh pemegang haknya.
5 Pasal 2 ayat 4 Undang – Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960
5
Pilihan asas menguasai oleh Negara atas tanah sesuai dengan ketentuan
pasal 33 ayat (3) Undang – Undang Dasar 1945, dan bukan Hak Milik Negara
sebagimana pada zaman Hindia Belanda, menurut Iman Sutikyo, bahwa walaupun
tidak disebutkan secara eksplisit tujuannya adalah untuk keuntungan kolonialisme
Belanda, sebab klaim atas tanah tak bertuan (tidak dapat dibuktikan sebagai hak
eigendom oleh rakyat) oleh pemerintah jajahan hanya untuk memberikan
keuntungan bagi kolonialisme Belanda, inilah yang disebut dengan Domein
Verklaring bahwa tanah yang tak bisa dibuktikan oleh pemiliknya maka diserakan
kepada negara pada zaman Hindia Belanda6. Sedangkan pada asas Hak Menguasai
Negara oleh Negara tersurat tujuan secara jelas untuk sebesar – besar
kemakmuran rakyat7. Dalam Pelaksanaan Hak Pengelolaan di dalam peraturan
belum ada diatur secara tegas di dalam Undang – undang, hanya saja diatur
dalam peraturan – peraturan pelaksana seperti Perturan Menteri dan Peraturan
Pemerintah. Yang diatur Hak Pengelolaan tersebut secara tegas disebutkan di
dalam UUPA pasal 2 akan tetapi hal tersbut merupakan hak menguasai negara
yang pelaksanaannya dapat dikuasakan kepada daerah – daerah yang merupakan
gempilan dari Hak Menguasai Negara untuk hak pengelolaan. Dalam
kenyataannya, Hak Pengelolaan merupakan hak atas tanah yang berasal dari
konversi hak penguasaan tanah negara oleh kementerian (Departemen), Jawatan
atau daerah Swantantra berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1954
Tentang Penguasaan Tanah – Tanah Negara. Menurut Peraturan Pemerintah
6 Supriyadi ( 2010). Aspek Hukum Tanah Aset Daerah. Prestasi Pustaka
Publishder.Indonesia. hal. 100 7 Moh. Mahfud MD (1998). Politik Hukum Di Indonesia . Pustaka LP3ES. Jakarta.h. 184
dalam buku Supriyadi ( 2010). Aspek Hukum Tanah Aset Daerah
6
tersebut, Penguasaan atas tanah negara yaitu tanah yang dikuasai penuh oleh
negara berada pada :
a. Kementerian Dalam Negeri berdasarkan pasal 2 Peraturan Pemerintah No.
8 Tahun 1953, dan
b. Kementerian, Jawatan atau daerah swatantra berdasarkan peraturan
perundang-undangan sebelumnya8.
Dengan penguasaan atas tanah negara tersebut yang dikuasai langsung
secara penuh oleh negara secara langsung merupakan subjek dari hak pengelolaan
yang pengaturannya secara eksplisit diatur dalam Peraturan Menteri Negara
Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 tentang tata
cara pemberian dan pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan.
Dalam menjalankan fungsi dan tugas wewenang dari hak pengelolaan
mengacu pada peraturan – peraturan yang sudah ada dinyatakan dengan jelas.
Baik itu kewenangannya dan pelaksanaan hak pegelolaan ke Instansi atau ke
pemerintah daerah itu sendiri maupun kepada pihak ketiga. Akan tetapi, dalam
pelaksanaan hak pengelolalan untuk menjalankan tugas, fungsi dan wewenangnya
yang merupakan tanah negara itu kepada pihak ketiga maupun kepada instansi itu
sendiri sudah ada wewenangya yang diatur dalam peraturan Pemerintahan, tetapi
wewenang pemegang Hak Pengelolaan kepada negara sebagai pemberi Hak
Pengelolaan baik itu keweajiban – kewjiban pemegang hak pengelolaan kepada
negara belum diatur secara tegas dalam peraturan meskipun hak pengelolaan
8 Winahyu Erwiningsih (2011). Hak Pengelolaan Atas Tanah. Total Media.Yogyakarta. hal 5
7
merupakan tanah negara alangkah baiknya jika hak pengelolaan tersebut
mempunyai aspek hukum antara hak pengelolaan yang berasal dari tanah negara
dengan tanah yang dikuasai langsung oleh negara. Dalam subjek Hak Pengelolaan
yang diatur dalam Peraturan Menteri Negara Agraria yang mencakup beberapa
instansi sebenarnyajuga diatur dalam UUPA yang Hak Menguasai Negara
tersebut dalam pelaksanaannya dapat dikuasakan kepada daerah – daerah
Swatantra dan masyarakat – masyarakat hukum adat, sekedar diperlukan dan tidak
bertentangan dengan kepentingan nasional, menurut ketentuan – ketentuan
Peraturan Pemerintah9. Akan tetapi sesuai dengan perkembangan zaman dan demi
untuk kepentingan pembangunan nasional maka hak menguasai negara dapat
diserahkan kepada beberapa instansi atau perusahaan dalam pelaksanaannya
dengan Hak Pengelolaan.
Untuk itu kewenangan pemegang hak pengeolaan dalam rangka
menjalankan kepentingan tugasnya sangat diperlukan aturan yang khusus dan
jelas. Sebab menyangkut pertanahan yang notabene mudah terjadinya konflik
suatu hari. hak pengelolaan yang merupakan kebijakan dari negara yang diberikan
kepada suatu instasni atau perusahaan tidak serta merta diberikan oleh negara
dengan sendirinya atau melaui koversi melainkan dengan adanya pengajuan untuk
memperoleh hak pengolaan untuk melaksanakan kepentingan tugasnya. Oleh
karena itu dalam pemberian hak pengelolaan kepada pemegang hak pengelolaan
harus dijelaskan kewenangan terhadap negara sebab negara yang mempunyainya.
9Pasal 2 (ayat 4) Undang – Undang Pokok Agraria
8
B. Perumusan Masalah
Dalam menegakan atau menciptakan sesuatu yang baik adakalanya
membuat aturan – aturan terutama aturan mengenai Hak Pengelolaan yang
tentunya ini terdapat plus dan minusnya. Sebab bisa saja sesuatu yang terjadi tidak
terdapat aturannya atau payung hukumnya. Sesuai dengan adagium dalam hukum
yaitu tidak dapat dihukum apabila sebelum ada aturan yang mengaturnya terlebih
dahulu (asas legalitas). Begitu juga dalam aturan yang untuk dijadikan sebagai
payung hukum agar dapat melakukan sesuai dengan kewenangan maka dibuatlah
aturan sebelum terjadinya masalah. Bertitik tolak dari latar belakang tersebut,
maka yang menjadi pokok permasalahan dalam penilitian ini adalah :
1. Bagaimana Pelaksanaan Hak Pengelolaan dalam Rangka Kewenangan
Kepentingan Tugasnya?
2. Bagaimana Akibat Hukum Hak Atas Tanah Yang Timbul Diatas Hak
Pengelolaan ?
3. Bagaimana Hak dan Kewajiban Hak Pengelolaan terhadap Negara Sebagai
Pemberi Hak Pengelolaan?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
Berdasarkan Perumusan Masalah diatas, tujuan dan manfaat penulisan ini
adalah :
1. Untuk Mengetahui pelaksanaan Hak Pengelolaan dalam Rangka
Kewenangan Kepentingan Pelaksanaan tugasnya.
9
2. Untuk mengetahui akibat hukum terhadap hak atas tanah yang timbul
diatas Hak Pengelolaan.
3. Untuk mengetahui pengaturan hak dan kewajiban Hak Pengelolaan
terhadap negara sebagai pemberi Hak Pengelolaan.
Selanjutnya manfaat dari tulisan skripsi ini adalah bahwa tulisan ini dapat
dijadikan sebagai bahan kajian teoritis lebih lanjut untuk melahirkan beberapa
konsep untuk dijadikan bidang ilmu kedepannya dalam pelaksanaan kewenangan
Hak Pengelolaan atas tanah dan dari hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi
masyarakat sebagai pemahaman kedepannya menganai Hak Pengelolan. Selain
tujuan yang dikemukakan di atas, hasil penelitian dan penulisan skripsi ini
diharapkan dapat menjadi bahan kajian dan literatur bagi para pembaca lainnya
untuk dijadikan bahan dalam pembuatan tulisan dalam pengembangan hukum
agraria khususnya mengenai hak pengelolaan dalam rangka menjalankan
pelaksanaan tugasnya dan memenuhi salah satu syarat untuk mencapai strata satu
pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
D. Keaslian Penulis
Judul Skripsi ini adalah : TINJAUAN HUKUM TERHADAP HAK
PENGELOLAAN DALAM RANGKA KEWENANGAN KEPENTINGAN
PELAKSANAAN TUGASNYA PADA PEMERINTAH KOTA MEDAN.
Pembahasan pada skripsi ini di titik beratkan kepada hak dan kewajiban
Pemegang Hak Pengelolaan kepada negara sebagai Pemberi Hak Pengelolaan.
10
Berdasarkan Inventarisasi Skripsi yang ada di Perpustkaan Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara belum ada yang membuat atau mengajukan
judul skripsi tentang Tinjauan hukum terhadap hak pengelolaan dalam rangka
kewenangan kepentingan pelaksanaan tugasnya pada Pemerintah Kota Medan
yang memfokuskan pada hak dan kewajban dan kewenangan Pemegang Hak
Pengelolaan kepada pemberi Hak Pengelolaan. Dengan kata lain judul ini belum
pernah ditulis sebelumnya.
E. Tinjauan Pustaka
Hak Pengelolaan merupakan hak menguasai dari negara yang
pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegang haknya10. Menurut A.P.
Parlindungan Hak Pengelolaan adalah hak atas tanah di luar UUPA11.
Hak Menguasai Negara adalah suatu bentuk hubungan hukum atas
penguasaan yang nyata terhadap suatu benda untuk digunakan atau dimanfaatkan
bagi kepentingannya sendiri12. Hak penguasaan dimaksud benda disini adalah
terhadap hak menguasai atas tanah atau yang berada di bumi, air, dan ruang
angkasa. Dalam Hak Menguasai Negara, Negara yang berwenang dalam
melakukukan penguasaan artinya negara yang menguasai dan bukan memiliki
dengan konsep rakyat atau masyarakat kedudukannya tidak berada dibawah
negara melainkan rakyat atau masyarakat berada pada kepemilikan hak atas tanah
10 Maria S.W. Sumarrdjono, 2008, Tanah Dalam Perspektif Hak Ekonomi Sosisal dan
Budaya, Penerbit Buku Kompas, Jakarta, Hal. 213 11 A.P Parlindungan, 1994, Hak Pengelolaan Menurut sisitem UUPA, Mandar Maju,
Bandung, hal.1 12Dr. Irawan Sorodjo, S..H., M.Si, 2014, Hukum Pertanahan Hak Pengelolaan atas tanah
(HPL) Eksistensi, Pengaturan dan Praktik, Laksbang Mediatama, Yogyakarta, hal. 5
11
yang merupakan haknya. Sesuai dengan pasal 2 ayat 2 Undang – Undang Pokok
Agraria yang menganut prinsip Hak Menguasai Negara.
Hak Menguasai negara yang berasal dari kata kuasa yang menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia wewenang atas sesuatu atau untuk menentukan
(memerintah, mewakili, mengurus, dan sebagainya) sesuatu. Bahwa negara yang
mempunyai wewenang penuh terhadappenentuan, mewakili atau mengurusi dan
tanggung jawab terhadap kesejahteraan rakyat atau masyarakat.
Pemegang Hak Pengelolaan adalah badan hukum atau subyek hak
pengelolaan yang diberikan oleh negara untuk kepentingan pelaksanaan tugasnya
dalam perusahaan dan instansi atau pemerintah daerah.
Pemberi Hak Pengelolaan yaitu negara. Negara sebagai organisasi tertinggi
untuk menguasai seluruh kekayaan – kekayaan alam yang ada di Indonesia
khsusunya, sehingga negara juga yang mengelola yang pelaksanaan
pengelolaannya dapat dilimpahkan kepada subyek Hak Pengelolaan.
Tanah – tanah hak Pengelololaan merupakan tanah – tanah yang dikuasai
langsung oleh negara yang tidak ada suatu hak apapun diatasnya sehingga tanah
hak pengelolaan tanah – tanah yang dikuasai langsung oleh negara. Pemberian
hak pengelolaan yang dilakukan oleh negara dalam hal ini Pemerintah Pusat
melalui Kementerian Agraria atau BPN dapat juga diberi kepada Pemerintah
daerah sebagai pemegang hak pengelolaan bagi yang membutuhkan di daerah –
daerah.
Pemberian Hak Pengelolaan kepada pemegang Hak Pengelolaan untuk
pelaksanaan kepentingan tugasnya dapat berwenang memberikan sebagian hak
12
atas tanah diatas Hak Pengelolaan. Pemberian hak atas tanah pada sebagian Hak
Pengelolaan dapat diberikan kepada pihak ketiga yaitu dengan jenis Hak atas
tanah :
1. Hak Milik
2. Hak Pakai, dan
3. Hak Guna Bangunan
Hanya dari ketiga jenis hak tersebut yang dapat diberikan sebagaian dari
Hak Pengelolaan.
Kewenanganmenurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) adalah
kekuasaan membuat keputusan memerintah dan melimpahkan tanggung jawab
kepada orang lain.
Pelepasan hak adalah proses yang dilakukan untuk kepentingan umum
dengan melakukan pencabutan hak atau pembebasan tanah.
Pembebanan hak adalah jaminan hak – hak atas tanah maupun bangunan
yang ada diatasnya yang diberikan oleh instani atau individu dengan Hak
Tanggungan.
Tanah Negara adalah Tanah – tanah yang belum di hakki oleh perorangan
atau badan hukum artinya tanah – tanah yang belum mempunyai jenis hak atas
tanah apapun.
F. Metode Penulisan
1. Jenis Penelitian
13
Untuk melengkapi tulisan skripsi ini agar lebih terarah dan teratur sehingga
dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah, maka penelitian ini berdasarkan
kajiannya menggunakan :
a. penelitian hukum normatif - empiris yaitu Metode penelitian hukum
normatif empiris ini pada dasarnya merupakan penggabungan antara
pendekatan hukum normatif dengan adanya penambahan berbagai
unsur empiris. Metode penelitian normatif-empiris mengenai
implementasi ketentuan hukum normatif (undang-undang) dalam
aksinya pada setiap peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam suatu
masyarakat.
b. metode penelitian empiris, Metode penelitian hukum empiris adalah
suatu metode penelitian hukum yang berfungsi untuk melihat hukum
dalam artian nyata dan meneliti bagaimana bekerjanya hukum di
lingkungan masyarakat. Dikarenakan dalam penelitian ini meneliti
orang dalam hubungan hidup di masyarakat maka metode penelitian
hukum empiris dapat dikatakan sebagai penelitian hukum sosiologis.
Dapat dikatakan bahwa penelitian hukum yang diambil dari fakta-fakta
yang ada di dalam suatu masyarakat, badan hukum atau badan
pemerintah13.
2. sifat Penelitian
13https://idtesis.com/metode-penelitian-hukum-empiris-dan-normatif/, Metode penelitian
hukum empiris dan normatif, Rabu 24 Februari 2016
14
Dari segi sifatnya, penelitian pada penulisan skripsi ini adalah penelitian
yang bersifat deskriptif yang artinya menggambarkan dengan cara menjabarkan
fakta secara sistematis, faktual dan akurat14.
3. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah berupa
yaitu:
a. Data primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari pihak pertama untuk
melakukan penulisan ini
b. Data sekunder, yaitu data yang mencakup dokumen – dokumen resmi,
buku – buku, hasil – hasil penelitian yang berwujud laporan , dan
sebagainya15
Ditambah lagi dengan data tersier yaitu bahan hukum yang memeberikan
penjelasan dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder atau yang
bersifat pendukung atau tambahan berupa Kamus – kamus.
4. Metode Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data dan keterangan yang diperlukan dalam penulisan
skripsi ini. Maka penulis menggunakan Applied Scientific Method, yaitu penulis
menggunakan metode penelitian dengan cara megkombinasikan antara “ Library
Research dan Field Research”.
a. Library Research ( Riset Kepustakaan)
14Bambang Waluyo, Metode Penelitian Hukum, P.T.Rajawali Pers,Jakarta,2001,hal.36 15 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI-Press, Jakarta 1986, hlm.12.
dalam buku Dr Amiruddin, S.H., Mhum dan Dr.H. Zainal Asikin, S.H., S.U, Pengantar Metode Penelitian Hukum
15
Dalam riset ini penulis melakukan suatu penelitian melalui buku buku,
Literatur, majalah – majalah maupun bahan – bahan yang diperoleh dari
perkuliahan serta ilmiah yang berhubungan dengan objek penelitian
b. Dalam penlitian lapangan ini penulis melakukan suatu penelitian dengan
cara observasi atau peninjauan secara langsung kepada objek penelitian
yaitu study pada Pemerintah Kota Medan. Dalam melakukan penelitian
maka penulis berusaha mendapatkan data yang bersifat objektif dilakukan
dengan cara :
1. Observasi, yaitu pengamatan yang dilakukan tanpa mengajukan
pertanyaan dan pencatatan tidak tergantung pada responden
2. Pencatatan, yaitu pengumpulan data dengan cara mengutip data dari
staf terkait dalam penelitian ini
3. Wawancara, yaitu pengumpulan data dengan cara wawancara, yaitu
pengumpulan data dengan cara pertanyaan yang telah disiapkan
penulis kepada staf yang bersangkutan16.
5. Sistematika Penulisan
Penulisan Skripsi dan gambaran isi dari tulisan ini disusun secara bertahap
yang terdiri dari bab – bab dimana bab – bab tersebut disesuaikan dengan isi yang
pembahasannya dibagi kedalam sub-sub bab yang diatur dan diuraikan secara
tersendiri dan antara yang satu dengan lainnya saling berkaitan (Komprehensif).
Agar mempermudah pemaparan materi, Maka dari itu bedasarkan isi skripsi ini
dibagi dalam lima bab yaitu :
16 Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji, 2007, Penelitian Hukum Normatif, Raja
Grafindo Persada, Jakarta.
16
Bab I. Pendahuluan
Dalam bab ini berisikan tentang gambaran umum yang berisikan tentang
Latar belakang, Perumusan Masalah, Tujuan, manfaat tulisan, keaslian penulisan,
tinjauan kepustakaan yang meliputi pengertian dari Hak Pengelolaan dan
penjelasan sedikit tentang hak pengelolaan maupun penjelasan tentang kata – kata
yang berkaitan dengan hak pengelolaan, metode penelitian, dan sistematika
penulisan.
Bab II. Gambaran Umum Mengenai Hak Pengelolaan
Pada bab ini merupakan pembahasan mengenai Hak Pengelolaan yang
berisikan tentang pengertian Hak Pengelolaan secara luas, hubungan Hak
Pengelolaan dengan hak mengusai negara dan Hak Pengelolaan dalam
melaksanakan tugasnya yang ditinjau dari segi pertauran – peraturan yang ada.
Bab III. Penggunaan Tanah Hak Pengelolaan dan Penyerahannya Kepada
Pihak Ketiga
Pada Bab ini menjelaskan tentang Implementasi Penggunaan Hak
Pengelolaan dan penyerahannya kepada pihak ketiga yang meliputi syarat – syarat
pemohon untuk mendapatkan hak pengelolaan, prosedur, proses pendaftaran hak
pengelolaan, akibat hukumnya serta akibat kewenangan pihak ketiga dalam
menggunakan Hak atas tanah diatas Hak Pengelolaan.
Bab IV. Impelementasi Hak Pengelolaan Terhadap Negara Sebagai Pemberi
Hak Pengelolaan Dalam Rangka Kewenangan Kepentingan
Pelaksanaan Tugasnya Pada Pemerintah Kota Medan
17
Pada bab ini sudah masuk kepada pembahasan riset di Pemko Medan
tentang penggunaan Hak pengelolaan, hak dan kewajiban Pemko Medan sebagai
pemegang Hak Pengelolan dan hambatan – hambatan Pemko Medan sebagai
pemegang Hak Pengelolaan untuk melaksanakan tugasnya.
Bab V. Penutup
Pada bab ini merupakan bab terkahir yang menguaraikan kesimpulan
daripada masing – masing bab pembahasan dan saran yang kemudian diakhiri
dengan daftar pustaka dan lampiran yang dipergunakan sebagai penunjang tulisan
ini.
18
BAB II
GAMBARAN UMUM MENGENAI HAK PENGELOLAAN
A. Pengertian Hak Pengelolaan
Istilah Hak Pengelolaan tidak terdapat dalam peraturan Perundang -
undangan khususnya dalam Undang – Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun
1960 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2043). Meskipun Hak Pengelolaan
merupakan hak yang berkaitan dengan hak atas tanah akan tetapi secara eksplist
hak pengelolaan tidak terdapat dalam Undang – Undang Pokok Agraria yang
pengaturannya tidak secara tegas diatur tentang kedudukannya. Meskipun Hak
Pengelolaan tidak diatur secara eksplisit dalam batang tubuh Undang – Undang
Pokok Agraria akan tetapi istilah Hak Pengelolaan disebutkan dalam penjelasan
Umum II angka 2 Undang – undang Pokok Agraria yang disebutkan bukan Hak
Pengelolaan tetapi “Pengelola” yang berbunyi :
“ Negara dapat memberikan tanah yang demikian itu kepada seseorang atau badan hukum dengan
sesuatu hak menurut peruntukan dan keperluannya, misalnya : Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak
Guna Bangunan, atau Hak Pakai atau memberikannya dalam Pengelolaan kepada suatu Badan
Penguasa (Departemen, Jawatan atau Daerah Swatantra) untuk di pergunakan bagi pelaksanaan
tugasnya masing – masing”.
Istilah Hak Pengelolaan sebenarnya berasal dari bahasa Belanda yaitu “
Beheersrecht” yang artinya Hak Penguasaan. Dengan munculnya terjemahan Hak
Penguasaan ini, maka selanjutnya istilah tersebut dipakai dengan sebutan “ Hak
Penguasaan” sebagai penyebutan awal mula nama Hak Pengelolaan dengan
19
seiring perkembangan hukum pertanahan nasional ( hukum agraria),
Pengertian Hak Pengelolaan yang dahulu disebut dengan Hak Penguasaan ini
tersebar di berbagai jenis peraturan hukum di bidang pertanahan yang sampai saat
ini masih berlaku17. Dari berbagai peraturan perundang-undangan yang ada
pengertian Hak Pengelolaan dapat dirumuskan dalam beberapa peraturan yaitu18 :
1. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1953 tentang Penguasaan Tanah –
Tanah Negara ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1953 Nomor
14 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 362). Dalam
peraturan ini, istilah Hak Pengelolaan belum ada definisinya, melainkan
dengan sebutan Hak Penguasaan.
2. Peraturan Menteri Agraria Noor 9 Tahun 1965 paal 6 menyebutkan Hak
Pengelolaan adalah hak atas tanah negara yang berisi wewenang untuk :
a. Merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah tersebut;
b. Menggunakan tanah tersebut untuk keperluan pelaksanaan
tugasnya;
c. Menyerahkan bagian – bagian atas tanah tersebut kepada pihak
ketiga dengan Hak Pakai berjangka waktu 6 Tahun;
d. Menerima uang pemasukan/ ganti rugi/ uang wajib tahunan.
3. Peraturan Menteri Agraria Nomor 1 Tahun 1966 hanya menyebutkan
istilah Hak Pengelolaan tanpa memberikan pengertian atau definisi yang
jelas
17Irawan Soerodjo, op.cit. hal. 2 18Ibid., hal. 3
20
4. Sedangkan dalam Undang – Undang Nomor 21 Tahun 1997, Peraturan
Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996, Peraturan Pemerintah Nomor 24
Tahun 1997, Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan
Nasional Nomor 3 Tahun 1997 jo Peraturan Kepala Badan Pertanahan
Nasional Nomor 1 Tahun 2011 dan Peraturan Menteri Negara Agraria/
Kepala Badan Pertanahn Nasional Nomor 9 Tahun 1999, disebutkan Hak
Pengelolaan adalah Hak Menguasai Negara yang Kewenangan
pelaksanaannnya sebagian dilimpahkan kepada pemegangnya.
5. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahun 1973, tentang Ketentuan
– Ketentuan Mengenai Tata Cara Pemberian Hak Atas Tanah, disebutkan
bahwa Hak Pengelolaan adalah Hak Atas Tanah Negara seperti yang
dimaksud dalam Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1965, yang
memberi wewenang kepada pemeganya untuk :
a. Menerncanakan Peruntukan dan Penggunaan tanah tersebut;
b. Menggunakan tanah tersebut untuk keperluan pelaksanaan
tugasnya
c. Menyerahkan bagian – bagian atas tanah tersebut kepada pihak
ketiga dengan Hak Pakai berjangka waktu 6 tahun
d. Menerima uang pemasukan/ganti rugi/uang wajib tahunan.
Dari pengertian Hak Pengelolaan yang diutarakan dari berbagai peraturan
perundang – undangan maka dari pengertian Hak Pengelolaan tersebut juga
dikemukakan oleh para pendapat ahli. Menurtu A.P Parlindungan Hak
Pengelolaan adalah hak atas tanah diluar Undang – Undang Pokok Agraria.
21
Menurut R. Atang Ranoiharjdja sebagaimana dikutip Satrio Wicaksono Hak
Pengelolaan adalah Hak atas tanah yang dikuasai negara dan hanya dapat
diberikan kepada badan hukum atau pemerintah daerah baik dipergunakan untuk
usahanya sendiri maupun untuk kepentingan pihak ketiga, ini menunjukan dari
arti hak pengelolaan tersebut bersifat alternatif, dimana hak pengelolaan obyeknya
adalah tanah yang dikuasai langsung oleh negara yang diberikan kepada badan
badan hukum pemerintah atau pihak ketiga19. Sementara menurut pendapat Ramli
Zein pengertian hak Pengelolaan bersifat Kumulatif, bukan alternatif sebagaimana
dikatakan Atang Ranoemihardja yang artinya tanah yang dikuasai oleh negara
akan diberikan dengan hak pengelolaan kepada suatu badan usaha milik negara
(BUMN) atau badan usaha milik daerah (BUMD), apabila tanah tersebut selain
akan dipergunakan untuk kepentingan pelaksanaan tugasnya, juga bagian – bagian
tanah tersebut akan diserahkan dengan sesuatu hak tertentu kepada pihak ketiga20.
Pada pengertian hak pengelolaan yang dikemukakan dapat ditarik
kesimpulan bahwa hak pengelolaan merupakan hak menguasai negara yang yang
kewenangan pelaksanaan tugasnya dilimpahkan kepada pemegang haknya yang
dapat dipergunakan sendiri untuk pelaksanaan kepentingan tugasnya dan dapat
diberikan kepada pihak ketiga dengan suatu hak tertentu.
Dalam sejarahnya Hak Pengelolaan dimulai dari timbulnya penguasaan atas
tanah dalam bentuknya yang modern yaitu sejak berlakunya agrarische wet pada
19 Satrio Wicaksono, 2008, Pelaksanaan Pemberian Hak Pengelolaan atas tanah dan
potensi Timbulnya Monopoli Swasta atas usaha – usaha dalam bidang Agraria, Tesis, Program Pascasarjana Magister Kenoktariatan Universitas Diponegoro, Semarang, Tidak Dipublikasikan, hal. 12, dalam buku Irawan Soerodjo (2014) Hukum Pertanahan HPL.
20Ramli Zein, 1994, Hak Pengelolaan dalam Sistem Undang – Undang Pokok Agraria, Rineka Cipta, Jakarta, hal, 89-90, dalam buku Irawan Soerodjo (2014) Hukum Pertanahan HPL.
22
tahun 1870 yang bertujuan untuk memberikan perlindungan bagi usaha partikelir
untuk melaksanakan agrarische wet yang kemudian dibuatlah agrarische
besluit(stb 1870 nomor 118). Isi dari pasal agrarische besluit memuat tentang
domeinverklaring yang berisi domeinbeginsel (asas milik), yang menyatakan
semua tanah yang diatasnya tidak terbukti adanya hak egeindom orang/ badan
lain, adalah miliki negara (landsdomein),Hak Pengelolaan yang dahulunya
dinamakan Hak Penguasaan jika diterjemahkan dalam bahasa Belnda disebut
“Beheersecht” dan Sejarah Hak Pengelolaan telah ada sejak Pemerintahan Hindia
Belanda dengan menggunakan istilah “in beheer”, yang kemudian oleh
Pemerintah Indonesia diterbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1953
tentang Penguasaan Tanah Negara21. Filosofi penjajah terhadap eksistensi Hak
Pengelolaan adalah ingin menguasai tanah jajahan sedangkan pada masa
pemerintah Indonesia eksistensi Hak Pengelolaan adalah jawaban terhadap
kebutuhan pembangunan dan kondisi objektif bangsa dan negara Indonesia22
Hak Penguasaan dulunya dimiliki oleh instansi pemerintah, jawatan atau
departemen yang dipergunakan menurut peruntukannya. Hak penguasaan muncul
karena dilihat dari keadaan pada waktu itu instansi peemerintah, perusahaan atau
jawatan memerlukan tanah untuk keperluan tugsanya. Dengan demikian
timbulnya hak penguasaan dilatarbelakangi adanya kebutuhan bagi pemerintah
kota terhadap tanah untuk pelaksanaan tugasnya. Dalam pelaksanaannya hak
Penguasaan atas tanah negara pada waktu itu banyak sekali penyimpangan yang
21Irawan Soerodjo, op.cit,hal :18 22Elita Rahmi, 2010, Eksistensi Hak Pengelolaan atas tanah dan Realitas Pembangunan
Indonesia, Artikel dalam Jurnal Dinamika Hukum, Vol.10, No.3, September 2010, Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, Hal. 350. dalam buku Irawan Soerodjo (2014) Hukum Pertanahan HPL.
23
terjadi terhadap penggunaan tanah negara oleh instansi pemerintah maupun
jawatan salah satunya adalah memindahkan penggunaan tanah dari suatu instansi
pemerintah atau jawatan ke instansi lainnya tanpa adanya pemberitahuan atau
proses penyerahan yang jelas sehingga menimbulkan ketidakpastian atas instansi
mana yang menguasai tanah. Dengan terjadinya permasalahan tersebut maka
Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1953 tentang
Penguasaan Tanah – Tanah Negara. Dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah
ini maka kedudukan Hak Penguasaan atas tanah negara jelas baik dari peruntukan
maupun penggunannya. Kemudian setelah lahirnya Peraturan Pemerintah Nomor
8 Tahun 1953 tentang Penguasaan Tanah – tanah negara tidak lama kemudian
keluarnya Undang – undang Pokok Agraria yang penjelasan Hak Penguasan atas
tanah negara mengalami perubahan dan dikonversi dengan lahirnya Peraturan
Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1965 tentang Pelaksanaan Konversi Hak
Penguasaan atas tanah negara dan ketentuan-ketentuan tentang kebijakan
selanjutnya.
Dengan lahirnya Peraturan Menteri Agraria ini maka konversi Hak
Pengusaan menjadi Hak Pakai apabila Hak Penguasan diberikan kepada instansi
pemerintah, departemen, direktorat dan daerah Swatantra yang dipergunakan
untuk kepentingan instansi itu sendiri dan apabila Hak Penguasaan diberikan
kepada departemen, instansi pemerintah, direktorat dan daerah swtantra yang
selain dipergunakan oleh isntansi itu sendiri juga dengan maksud untuk diberikan
suatu hak kepada pihak ketiga, maka dikonversi menjadi Hak Pengelolaan.
Dengan demikian lahirnya Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun
24
1965merupakan peraturan yang pertama kali menyebutkan istilah Hak
Pengelolaan dalam sistem hukum pertanahan nasional yang sebelumnya Peraturan
Pemerintah Nomor 8 Tahun 1853 merupakan cikal bakal atau embrio lahirnya hak
pengelolaan. Kemudian sesuai dengan perkembangan zaman maka keberadaan
Hak Pengelolaan diatur lebih lanjut dan diikuti pada peraturan – peraturan lainnya
yang didalam peraturan tersebut mencantumkan beberapa pengertian hak
pengelolaan yang dari semua itu pada intinya merupakan hak menguasai negara
yang dilimpahkan kepada pemegang haknya yang teknis pelaksaanaan hak
pengelolaan dijelaskan sesuai dengan peraturan yang ada.
B. Hubungan Hak Pengelolaan dengan Hak Menguasai Negara
Dalam tatanan hukum pertanahan nasional terdapat beberapa jenis hak atas
tanah yang hak hak dimiliki oleh individu atau badan hukum. Meskipun dimiliki
empunya namun tetap hak – hak atas tanah yang diberikan berada perizinan atau
pemberian dari negara sebagai organisasi tertinggi yang menguasainya. Hak
menguasai negara merupakan hak yang pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh
negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat yang memeberikan wewenang
kepada negara sebagaimana tercantum dalam pasal 2 ayat (2) Undang – Undang
Pokok Dasar Agraria.Salah satu tingakatan hak – hak atas tanah adalah Hak
menguasai Negara. Pada tingakatan hak – hak atas tanah menurut Boedi
Harsosno-sebagaimana dikutip dari Muhammad Yamin Lubis - memperkenalkan
hak – hak atas tanah tersebut dalam lima tingkatan hak, yaitu hak bangsa, hak
menguasai negara, hak ulayat, hak perorangan (versi pasal 16 UUPA) dan hak
tanggungan, serta mengemukakan perlu dipertegas dan dipertahankan tentang
25
penguasaan hak atas tanah dalam UUPA yang lima jenis dengan sistem berjenjang
tersebut agar tetap diperoleh batasan kepemilikan dan tidak menimubulkan
penafsiran yang berbeda nantinya23.
Hak Menguasai Negara dari negara yang dipunyai negara sebagai
organisasi kekuasaan dari bangsa Indonesia untuk pada tingkatan yang tertinggi
yaitu24 :
1. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan
dan pemeliharaannya
2. Menentukan dan mengatur hak – hak yang dapat dipunyai atas (bagian
dari) bumi, air dan ruang angkasa itu
3. Menentukan dan mengatur hubungan – hubungan hukum antara orang –
orang dan perbuatan – perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan
ruang angkasa.
Dalam Hak Menguasai Negara pelaksanaannya dapat dikuasakan kepada
daerah daerah swatantra dan masyarakat – masyarakat hukum adat, sekedar
diperlukan dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional menurut
ketentuan – ketentuan Peraturan Pemerintah, artinya bahwa dalam melaksanakan
kehidupan pada daerah – daerah adat maupun swatantra maka tanah – tanah yang
terdapat tersebut dapat diusahakan dan dipergunakan oleh masyarakat yang
berasal dari negara sekedar diperlukan. Akan tetapi sesuai dengan perkembangan
zaman maka hak menguasai negara tidak hanya dikuasakan kepada sebatas yang
23Muhammad Yamin Lubis dan Abdul Rahim Lubis, Kepemilikan Properti Di Indonesia
termasuk kepemilikan rumah oleh orang asing, CV Mandar Maju, Bandung, 2013, hal.16 24Achmad Sodiki, Politik Hukum Agraria , diterbitkan Konstitusi Press (Konpress),
Jakarta, 2013, Hal. 251
26
disebutkan dalam Undang – Undang Pokok Agraria tetapidapat diserahkan kepada
pemegang haknya berupa Hak penguasaan yang sudah dikonversi menjadi Hak
pakai dan Hak Pengelolaan jika dipergunakan oleh perusahaan itu sendiri dan
diserahkan sebagian haknya kepada pihak ketiga.
Jika ditanya hubungan Hak Menguasai negara dengan Hak Pengelolaan
maka dapat dikaitkan dengan persoalan kewenangan dalam Hak Pengelolaan,
apabila pengertian Hak Pengelolaan tersebut dikaitkan dengan Konsep Hak
Menguasai dari Negara sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (2) Undang-
Undang Pokok agraria, maka timbul Pertanyaan, sebagian pelaksanaan
kewenangan yang mana yang diserahkan kepada pemegang hak pengelolaan
tersebut?, kata sebagian dalam pengertian hak pengelolaan dapat diartikan dalam
dua makna yaitu25:
1. Wewenang Hak Menguasai Negara yang terdapat dalam Pasal 2 ayat (2)
Undang – Undang Pokok Agaria tidak dapat diserahkan atau dilepaskan
seluruhnya kepada pihak lain manapun. Dengan diberikannya sebagian
wewenang kepada pihak lain dengan Hak Pengelolaan, maka tanah
tersebut tetap dalam penguasaan Negara. Apabila wewenang Hak
Menguasai Negaratersebut diserahkan atau dilepaskan seluruhnya kepada
pihak lain dengan Hak Pengelolaan, maka hal demikian jelas
bertentangan dengan prinsip dasar Undang – Undang Pokok Agraria
dimana negara sebagai organisasi kekuasaan dari seluruh rakyat
bertindak selaku pemegang kekuasaan tertinggi atas tanah
25Irawan Soerodjo, op.cit, Hal. 16
27
2. Bahwa pelaksanaan sebagai kewenangan oleh pemegang Hak
Pengelolaan bukan berarti menghilangkan kewenangan hak menguasai
negara yang dimiliki pemerintah, sehingga kewenangan pemegang Hak
Pengelolaan merupakan sub ordinasi dari Hak Menguasai Negara yang
dilakukan oleh pemerintah dan karenanya pemegang Hak Pengelolaan
tetap tunduk kepada segala peraturan yang dikeluarakan oleh negara
melalui pemerintah.
Jadi, kaitan Hak Pengelolaan dengan Hak Menguasai negara sebenarnnya
sudah ada dalam peraturan semenjak timbulnya dari mulanya hak penguasaan atas
tanah negara yang sudah dikonversi. Dalam kewenangannya meskipun Hak
Pengelolaan memiliki kewenangan yang hampir sama dengan Hak Menguasai
negara yang tercantum dalam pasal 2 ayat (2) Undang – Undang Pokok Agraria,
pemegang Hak Pengelolaan tetap tunduk kepada Hak Mengusasi Negara yang
regulasinya atau kebijakannya dibuat oleh pemerintah pusat26.
Dalam Hak Menguasai negara cakupannya lebih luas dari hak pengelolaan
yang hanya sekedar pada penggunaan dan peruntukan tanah. Dan terhadap
pengertian “sebagai kewenangan” yang dilimpahakan kepada pemegang Hak
Pengelolaan dari wewenang yang ada pada Hak Menguasai Negara adalah hanya
tebatas pada peruntukan dan penggunaan tanah saja, tidak termasuk mengatur hak
guna air dan hak guna ruang angkasa sebagaimana wewenang yang ada pada hak
menguasai dari negara27. Jika dilihat dari kewenangannya maka sebagian
kewenangan dari hak menguasai negara terdapat dalam pemegang Hak 26Ibid, 27Ibid hal. 17
28
Pengelolaan dan dari aspek pengaturan dan praktik pemberian Hak Pengelolaan
atas tanah itu merupakan derivasi dari Hak Menguasai atas tanah Negara.
C. Imlementasi Hak Pengelolaan dalam Rangka Kepentingan Tugasnya
Dalam praktek pelaksanaan Hak pengelolaan dalam rangka kepentingan
tugasnya pada dasarnya diatur dalam peraturan yang ada. Akan tetapi dalam
Undang – undang tersendiri belumlah diatur yang mengatur khusus tentang hak
pengelolaan. selama ini pelaksanaan hak pengelolaan baik itu tata cara
pemeberian maupun tata cara pemberian dan pembatalan hak atas tanah negara
dan hak pengelolaan diatur dalam Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala
Badan Pertanahan Nasional dan Peraturan Pemerintah Lainnya yang terkait
dengan Hak Pengelolaan. Dalam pelaksanaan Hak Pengelolaan Peraturan Menteri
Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 lah yang
mengatur tentang tata cara pemberian dan pembatalan Hak atas Tanah Negara dan
Hak Pengelolaan. peraturan inilah yang menjadi acuan bagi tata cara pemberian
dan pemebatalan Hak Pengelolaan selama hal yang tidak diatur dalam peraturan
ini maka peraturan yang sama sebelumnya tetap berlaku. Dalam peraturan –
peraturan yang tidak berlaku setelah berlakunya Peraturan Menteri Negara
Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 maka satu –
satunya inilah pengaturan mengenai tata cara pemberian hak atas tanah negara.
Setelah peraturan ini diberlakukan maka semua ketentuan yang diatur
diberbagai peraturan dan keputusan seperti Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 1 Tahun 1977 tentang Tata Cara Permohonan dan Penyelesaian Pemberian
Hak Atas Tanah Bagian – Bagian Tanah Hak Pengelolaan serta Pendaftarannya,
29
peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 1985 tentang Tata Cara
Pensertipikatan Tanah Bagi Program dan Proyek Departemen Pertanian dan
Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1
Tahun 1993 tentang Tata Cara Pemberian Perpanjangan dan Pembaharuan Hak
Guna Bangunan dalam kawasan – kawasan tertentu di Provinsi Riau serta
ketentuan – ketentuan lain yang tidak sesuai dengan ketentuan dalam peraturan ini
dinyatakan tidak berlaku28. Hak Pengelolaan dalama praktek untuk pelaksanaan
kepentingan tugsanya mempunyai beberapa wewenang berdasarkan peraturan.
Diantara wewenang itu adalah merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah,
mempergunakan tanah tersebut untuk pelaksanaan tugasnya dan menyerahkan
bagian tanah kepada pihak ketiga atau bekerjasama dengan pihak ketiga. Salah
satu kewenangan implementasi dari pemegang Hak pengelolaan adalah
menyerahkan bagian tanah hak pengelolaan kepada pihak ketiga dengan
memberikan suatu hak yang baru yang hak tersebutdiatur dalam peraturan.
Pemberi Hak Pengelolaan dalam Hal ini Negara mempunyai kewenangan
kepada siapa peruntukan tanah hak pengelolaan itu diberikan untuk dijadikan
sebagai pemegang Hak pengelolaan akan tetapi kewenangannya tersebut adanya
beberapa subyek hak pengelolaanyang diatur dalam aturan yaitu sebagi pemegang
hak pengelolaan yang akan diperuntukan untuk pelaksanaan tugasnya. Oleh
karena itu dalam implementasinya Hak Pengelolaan akan dijelaskan berdasarkan
peraturan – peraturan yang ada baik itu pemegang, proses maupun tata cara
pemberian dan hapusnya hak pengelolaan yang dalam impementasinyaapakah
28Winahyu Erwiningsih, op.cit, hal. 69
30
sesuai dengan prakteknya yang ada dilapangan sebgaimana perusahahan –
perusahan atau badan hukum dan instansi pemerintah atau pemerintah daerah
sebagai pemegang Hak pengelolaan.
1. Proses Terjadinya Hak Pengelolaan
Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya Hak Pengelolaan merupakan
gempilan dari hak menguasai negara yang kewenangan pelaksanaan tugasnya
sebagian dilimpahkan kepada pemegang haknya. Hak pengelolaan hanya dapat
berdiri di atas tanah negara. Tanah negara adalah tanah yang dikuasai oleh negara
yang tidak dipunyai dengan sesuatu hak diatasnya atau hak atas tanah.
Menurut Maria S.W Sumardjono, ruang lingkup tanah negara meliputi29 :
a. Tanah – tanah yang diserahkan secara sukarela oleh pemiliknya;
b. Tanah – tanah yang berakhir jangka waktunya dan tidak diperpanjang lagi;
c. Tanah-tanah yang pemegang haknya meninggal dunia tanpa ahli waris;
d. Tanah-tanah yang diterlantarkan;
e. Tanah-tanah yang diambil alih untuk kepentingan umum sesuai dengan tata
cara pencabutan hak atas tanah yang diatur dalam Undang Nomor 20 Tahun
1960 dan pengadaan tanah untuk kepentingan umum yang diatur dalam
keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993 yang telah diubah dengan
Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 Juncto Peraturan Presiden Nomor
65 Tahun 2006.
Hak Pengelolaan yang diberikan dapat terjadi karena dua hal yaitu30 :
29Maria S.W. Soemardjo, 2008, tanah dalam perspektif Hak Ekonomi, sosial dan budaya,
Penerbi Buku Kompas, Jakarta, Hal. 16 dalam buku Irawan Soerodjo, 2014, Hukum Pertanahan HPL, eksistensi, pengaturan dan praktik.
30Irawan Soerodjo, op.cit. Hal. 22
31
1. Melalui konversi
2. Melalui Penetapan Pemerintah
Yang dimaksud dengan melalui proses konversi adalah perubahan status hak
atas tanah sebagai akibat berlakunya peraturan perundang – undangan di bidang
agraria/pertanahan31. Sedangkan Menurut A.P Parlindungan, yang dimaksud
dengan konversi adalah penyesuaian hak-hak atas tanah yang pernah tunduk
kepada sistem hukum yang lama yaitu hak-hak atas tanah menurut BW dan tanah-
tanah yang tunduk kepada hukum adat untuk masuk dalam sistem hak-hak atas
tanah menurut UUPA32. Ketentuan yang mengatur tentang konversi tanah negara
menjadi Hak Pengelolaan adalah Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun
1965, yaitu Hak Penguasaan (beheer) yang diberikan berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 8 Tahun 1953 yang kemudian dikonversi menjadi Hak
Pengelolaan, konversi itu ditujukan pada tanah – tanah yang secara nyata/riil
dikuasai oleh instansi pemerintah, jawatan dan daerah swantantra yang diberikan
dengan hak penguasaan atas tanah negara berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 8 Tahun 195333.
Pada Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1953 Pasal 2disebutkan
penguasaan tanah negara diserahkan kepada instansi pemerintah (kementrian),
jawatan, atau daerah Swatantra. Kemudian dengan terbitnya Peraturan Menteri
Agraria Nomor 9 Tahun 1965 maka status hak penguasaan atas tanah negara
dikonversi menjadi Hak pakai jika dipergunakan oleh instansi itu sendiri dan Hak
31Ibid., 32 Ramli Zein, Hak Pengelolaan Dalam Sistem UUPA, (Jakarta: Rhineka Cipta, Maret
1995), hlm. 24 dalam Urip Santoso , Pendaftaran dan Peralihan Hak Atas Tanah, (Jakarta: Kencana, 2010), hlm.113
33Irawan Soerodjo, op.cit. Hal. 22
32
Pengelolaan dipergunakan selain untuk instansi itu sendiri juga dapat diserhakan
sebagian haknya kepada pihak ketiga.Perolehan Hak Pengelolaan melalui
konversi ini bukan berarti secara yuridis Hak Pengelolaan itu diakui, Untuk
mendapatkan pengakuan status Hak Pengelolaan, Pemegang Hak Pengelolaan
dalam hal ini isntansi pemerintah, jawatan atau daerah swatantra wajib
mendaftarkan Hak Pengelolaan tersebut ke kantor pertanaan setempat34.
Kewajiban mendaftrakan Hak Pengelolaan ini diatur pertama kalinya dalam pasal
1 Peraturan Agraria Nomor 1 Tahun 1996 yang menyebutkan bahwa selain Hak
Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Hak Pengelolaan
pun wajib didaftarkan guna dicatatkan pada buku tanah untuk mendapatkan
sertipikat tanah Hak Pengelolaan35. serta juga disebutkan dalam PP Nomor 24
Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah bahwa Hak Pengelolaan merupakan salah
satu objek pendaftaran tanah.
Berdasarkan Penetapan Pemerintah hak pengelolaan apabila ada instansi
pemerintah menginginkan untuk memperoleh Hak Pengelolaan dengan
mengajukan permohonan hak kepada negara melalui pemerintah cq Badan
Pertanahan Nasional. Proses lahirnya Hak Pengelolaan melalui penetapan
Pemerintah didahului adanya permohonan hak yang proses penetapan ini
dilakukan apabila instansi pemerintah atau calon pemegang Hak Pengelolaan
sebelumnya tidak menguasai tanah penguasaan (tanah negara) sebagaimana yang
dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1953 Jo Peraturan Menteri
agraria Nomor 9 Tahun 1965, dengan demikian instansi pemerintah atau jawatan
34Ibid, Hal. 23 35Ibid
33
mengajukan permohonan hak pengelolaan kepada instansi yang berwenang untuk
selanjutnya diproses menurut tata cara dan ketentuan yang berlaku36
berdasarkan penetapan pemerintah ini bahwa untuk memperoleh Hak
Pengelolaan harus mengajukan beberapa syarat yang telah ditetapkan. Dikabulkan
atau tidak dikabulkan permohonan untuk mengajukan Hak Pengelolaan hal
tersebut kewenangan pemerintah pusat jika didaerah maka hak Pengelolaan dapat
diberikan dari Provinsi/Gubernur atau Kab/Kota Bupati atau Walikota tentunya
dalam hal ini Badan Pertanahan Nasional. Jika dikabulkan permohonan Hak
Pengelolaan maka pemerintah dalam hal ini Badan Pertanahn Nasional
mengeluarkan Surat Keputusan Pemberian Hak (SKPH) yang kemudian Surat
keputusan tersebut didaftarkan ke Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota untuk
mendapatkan sertipikat sebagai tanda bukti Hak Pengelolaan.
Perlu dikemukakan bahwa pemberian status Hak Pengelolaan baik melalui
proses konversi maupun melalui proses permohonan Hak, harus dilakukan sesuai
dengan Peraturan Menteri Negara Agraria Nomor 9 Tahun 1999 yang
menggantikan peraturan sebelumnya yaitu Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 5 Tahun 1973 tentang Tata Cara Pemberian Hak Atas Tanah37.
2. Tata Cara Permohonan Hak Pengelolaan
dalam mengajukan permohonan Hak Pengelolalan ada beberapa prosedur
yang harus dilalui sama halnya dengan tata cara permohonan Hak atas tanah
lainnya maupun permohonan untuk meningkatkan status hak atas tanah. Tata cara 36Ibid, Hal. 24 37Ibid.
34
atau prosedur permohonan dan pemberian Hak Pengelolaan diatur dalam
Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9
Tahun 1999 Tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak atas Tanah
Negara dan Hak Pengelolaan. permohonan Hak Pengelolaan yang diajukan oleh
pemohon dilakukan secara tertulis kepada Menteri agraria/ Kepala Badan
Pertanahn Nasional jika terletak di Kabupaten/Kota permohonan kepada Kepala
Kantor Pertanahan sesuai letak dimana tanah yang dimohonkan berada.
Permohonan Hak Pengelolaan diajukan secara tertulis yang memuat yaitu38 :
1. Keterangan mengenai pemohon, meliputi : nama badan hukum, tempat
kedudukan, akta atau peraturan pendiriannya sesuai dengan ketentuan
pertauran perundang-undangan yang berlaku
2. Keterangan mengenai tanahnnya yang meliputi data yuridis dan data fisik :
a. Bukti pemilikan dan bukti perolehan tanah berupa sertipikat,
penunjukan atau penyerahan dari pemerintah, pelepasan kawasan
hutan dari instansi yang berwenang, akta pelepasan bekas tanah
milik adat atau bukti perolehan tanah lainnya;
b. Letak, batas-batas dan luasnya (jika ada surat ukur atau gambar
situasi sebutkan tanggal dan nomornya);
c. Jenis tanah (pertanian/non pertanian)
d. Rencana Penggunaan Tanah;
e. Status Tanahnya (Tanah hak atau tanah negara);
38 Pasal 68 Peeraturan Menteri Agraria/Kepala BPN Nomor 9 Tahun 1999 Tata cara
Pemeberian dan pembatalan hak atas tanah negara dan hak pengelolaan
35
3. Lain – lain, seperti keterangan mengenai jumlah bidang, luas dan status
tanah – tanah yang dimiliki oleh pemohon, termasuk bidang tanah yang
dimohon dan keterangan lain yang dianggap perlu.
Kemudian syarat Permohonan Hak Pengelolaan sebagaimana hal yang
dimuat dalam syarat sebelumnya yaitu39 :
a. Fotocopy identitas permohonan atau surat keputusan pembentukannya
atau akta pendirian perusahaan sesuai dengan peraturan
perundangundangan yang berlaku;
b. Rencana pengusahaan tanah jangka pendek dan jangka panjang;
c. Izin lokasi atau surat izin penunjukan penggunaan tanah atau surat izin
pencadangan tanah sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah;
d. Bukti kepemilikan dan atau bukti perolehan tanah berupa sertipikat,
penunjukan atau penyerahan dari pemerintah pelepasan kawasan hutan
dari instansi yang berwenang, atau pelepasan bekas tanah milik adat atau
surat-surat bukti perolehan tanah lainnya;
e. Surat persetujuan atau rekomendasi dari instansi terkait apabila
diperlukan
f. Surat ukur apabila ada;
g. Surat pernyataanatau bukti bahwa seluruh modalnya dimiliki oleh
pemerintah.
Maka setelah syarat permohonan dipenuhi dan setelah dilakukan penelitian
mengenai data atau berkas yang diajukan oleh yang bersangkutan (pemohon) dan
39Pasal 69 Peeraturan Menteri Agraria/Kepala BPN Nomor 9 Tahun 1999 Tata cara
Pemeberian dan pembatalan hak atas tanah negara dan hak pengelolaan
36
setelah dilakukan pertimbangan yang dinilai cukup, maka Kepala Badan
Pertanahan Nasionalberdasarkan wewenangnya menerbitkan Surat Keputusan
(SK) tentang pemberian Hak Pengelolaan atas nama pemohon dan diberikan
kepada pemohon yang bersangkutan (calon pemegang Hak Pengelolaan)40.
Apabila tanah negara yang dimohonkan Hak Pengelolaan tersebut berasal
dari bekas sesuatu hak atas tanah (Hak Milik, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai)
yang sebelumnya telah dilepaskan melalui mekanisme pelepasan hak, maka dalam
bagian diktum Surat Keputusan (SK) tersebut ditetapkan mengenai persetujuan
atas pelepasan hak atas tanah yang bersangkutan dan menetapkan pernyataan
tidak berlakunya lagi tanda bukti hak atas tanah (sertipikat) hak atas tanah
sebelumnya, dan karenanya memerintahkan kepala Kantor Pertanahan
Kabupaten/Kota setempat untuk mencoret atau menghapus hak atas tanah tersebut
dalam buku tanah (warkah)41.
3. Subjek dan Objek Hak Pengelolaan
Dari tata cara permohonan Hak Pengelolaan yang telah disebutkan
sebelumnya dipastikan ada yang memohonkan untuk dapat memiliki Hak
Pengelolaan tersebut. dalam hal ini subjek Hak pengelolaan yang akan memiliki
Hak Pengelolaan tersebut. Membahas tentang subjek hukum Hak Pengelolaan,
akan menimbulkan pertanyaan siapa saja yang berhak memperoleh dengan status
Hak Pengelolaan. pengertian Subjek hukum dimaknai sebagai pendukung hak dan
kewajiban, dalam bahas Belanda disebut Recht Persoon sedangkan dalam istilah
40Irawan Soerodjo, op.cit, hal 88 41Ibid,
37
Inggris disebut legal entity. Subjek hukum atau person ini merupakan suatu
bentukan hukum, artinya keberadaannya kerena diciptakan oleh hukum42.
Subjek hukum bukan hanya manusia tetapi juga badan hukum sebagai
pendukung hak dan kewajiban. Badan hukum tersebut kedudukannya sama
dengan manusia, yaitu sama – sama mempunyai wewenang yang bersumber pada
dasar pembentukannya, sehingga badan hukum tersebut adalah subjek hukum43.
Dalam Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 pasal 2 ayat 4
disebutkan hak penguasaan negara dapat dikuasakan kepada daerah-daerah
swantantra dan masyarakat-masyarakat hukum adat. Dalam penjelasan umum II
angaka (2) disebutkan pula “atau memberikannya dalam pengelolaan kepada suatu
badan penguasa (departemen, jawatan atau daerah swatantra) untuk dipergunakan
bagi pelaksanaan tugasnya masing-masing”. Penjelasan pasal 2 tersebut
menyatakan :
“ ketentuan dalam ayat (4) adalah bersangkutan dengan azas otonomi medebewind
dalam penyelenggaraan pemerintah daerah. Soal agraria menurut sifatnya dan pada
azasnya merupakan tugas Pemerintah Pusat (pasal 33 ayat (3) Undang – Undang Dasar.
Dengan demikan maka pelimpahan wewenang untuk melaksanakan hak penguasaan dari
negara atas tanah itu adalah merupakan medebewind. Segala sesuatunya akan
diselenggarakan menurut keperluannya dan sudah barang tentu tidak boleh bertentangan
42Peter Mahmud Marzuki, 2009, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana Prenada Media Group,
Jakarta, hal. 241 dalam buku Irawan Soerodjo, Hukum Pertanahan Hak Pengelolaan atas tanah, eksistensi, pengaturan dan praktik, 2014, hal.29
43Chidir Ali, 1991, Badan Hukum, Alumni Bandung, hal.7. Lihat juga L.J Van Apeldoorn, 1981, Pengantar Ilmu Hukum,Pradnja Paramita, Jakarta, hal.8i dalam buku Irawan Soerodjo, Hukum Pertanahan Hak Pengelolaan atas tanah, eksistensi, pengaturan dan praktik, 2014, hal.30
38
dengan kepentingan nasional. Wewenang dalam bidag agraria dapat merupakan sumber
keuangan bagi daerah itu”44
Dengan demikian berarti bahwa didalam pasal 2 ayat (4) Undang – Undang
Pokok Agraria Subjek Hak Pengelolaan itu adalah daerah – daerah Swatantra dan
masyarakat-masyarakat hukum adat, kemudian didalam penjelasan umum II
angka(2) dijelaskan Subjek Hak Pengelolaan adalah Badan Penguasa yang berupa
departemen, jawatan, atau daerah swatantra45 .
Subjek hak pengelolaan yang diterangkan dalam Undang – Undang Pokok
Agraria tersebut dengan perkembangan zaman sekarang maka subjek Hak
pengelolaan diatur dalam peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan
Nasional. Perlu dipahami terlebih dahulu bahwa tidak semua badan hukum untuk
memperoleh dan/atau menguasai tanah dengan status Hak Pengelolaan.
Menurutpasal 67 Peraturan Menteri Negara Negara Agraria/Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999, Hak Pengelolaan diberikan kepada :
a. Instansi Pemerintah termasuk Pemerintah Daerah (Pemda Provinsi dan
Kabupaten/Kota);
b. Badan Usaha Milik Negara (BUMN);
c. Badan Usaha Milik Daerah (BUMD);
d. PT. Persero;
e. Badan Otorita; dan
f. Badan-badan hukum pemerintah lainnya yang ditunjuk oleh Pemerintah.
44Bagir Manan, Hak Pengelolaan, bahan diskusi Tim Pengkajian Hukum Agraria, BPHN,
Departemen, Kehakiman, Jakarta, 1986, hlm 5. 45Winahyu Erwiningsih, Hak Pengelolaan Atas Tanah, op.cit, hal.81
39
Pasal 67 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan
Nasional Nomor 9 Tahun 1999 diatas memberikan batasan bahwa Hak
Pengelolaan hanya dapat diberikan kepada instansi pemerintahdan badan-badan
hukum milik pemerintah46. Hal ini perlu dimaklumi mengingat Hak Pengelolaan
merupakan Hak Menguasai dari Negara sehingga sudah dipastikan negara sebagai
pemegang hak penguasaan atas tanah yang tertinggi sebagaimana diatur dalam
pasal 2 ayat (1) Undang – Undang Pokok Agraria memberikan kepada instansi
atau badan – badan hukum pemerintah dengan Hak Pengelolaan47. Pemberian Hak
Pengelolaan tersebut dapat dilakukan apabila memenuhi dua syarat, yaitu48 :
1 Jika sebagian atas tanah tersebut dipergunakan untuk keperluan isntansi
tersebut;
2 Jika sebagian tanah tersebut penguasaannya akan diserahkan kepada
pihak ketiga dengan sesuatu hak atas tanah yang lain (misalnya dengan
Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai).
Sebelum Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan
Nasional Nomor 9 Tahun 1999 yang menyebutkan Subyek Hak Pengelolaan maka
adapun peraturan – peraturan lain sebelumnya yang menyebutkan subjek hak
pengelolaan juga, diantaranya beberapa aturan tersebut adalah :
a. Undang – undang Pokok Agraria pasal 2 ayat (4) dan pada bagian
penjelasan Umum II angka 2, yang dijelaskan bahwa subyek hukum Hak
Pengelolaan adalah penguasa yaitu Departemen, Jawatan, dan Daerah
Swatantra. 46 Irawan Soerodjo, Hukum Pertanahan Hak Pengelolaan atas tanah (HPL), op.cit. Hal. 30 47Ibid, 48Ibid
40
b. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1953, yang menyebutkan
Kementrian atau jawatan dan Daerah Swatantra adalah subyek hukum
Hak Pengelolaan yang merupakan hasil konversi dari hak Penguasaan.
c. Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1965 (Pasal 4 dan Pasal 5)
yang didalamnya disebutkan bahwa yang menjadi subyek hukum Hak
Pengelolaan adalah Departemen, Direktorat atau Daerah Swatantra.
d. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahun 1973 pasal 29
dijelaskan bahwa Hak Pengelolaan dapat diberikan kepada Departemen
dan Jawatan – jawatan Pemerintah.
e. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahun 1974 tentang
ketentuan-ketentuan Mengenai penyediaan dan pemberian tanah untuk
keperluan Perusahaan Pasal 2 ayat (1), disebutkan bahwa untuk
keperluan bidang usaha, maka dapat diberikan Hak Pengelolaan bagi
perusahaan yang modalnya seluruh atau sebagian milik pemerintah.
f. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1977 tentang Tata Cara
Permohonan dan Penyelesaian pemberian hak atas tanah bagian-bagian
tanah hak pengelolaan serta pendaftarannya49.
Dari berbagai peraturan yang disebutkan diatas yang menyebutkan subyek
Hak Pengelolaan memuat pengaturan dan pandangan yang sama mengenai subyek
Hak Pengelolaan, hanya saja perbedaannya terletak pada penyebutan istilah
49 Ibid, hal. 32
41
atauterminologi lembaga/instistusi pemerintah ( seperti Departemen/ Kementrian
Jawatan/ Kementrian atau Direktorat)50.
Terkait dengan objek Hak Pengelolaan maka objek Hak Pengelolaan adalah
tanah – tanah yang dikuasai langsung oleh negara. Berpedoman pada peraturan
Undang – Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960, maka obyek dari Hak
Pengelolaan seperti juga hak – hak atas tanah lainnya, adalah yang dikuasai penuh
oleh negara. Secara eksplisit obyek hak pengelolaan itu dapat dilihat dari
penjelasan Umum II angka (2) Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1960 yang
berbunyi :
“kekuasaan negara atas tanah yang tidak mempunyai dengan sesuatu hak oleh
seseorang atau pihak lainnya adalah lebih luas dan penuh. Dengan berpedoman pada
tujuan yang disebutkan di atas negara dapat memberikan tanah yang demikian itu kepada
seseorang atau badan hukum dengan sesuatu hak menurut peruntukan dan keperluannya,
misalnya hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan atau hak pakai atau diberikan
dalam pengelolaan kepada sesuatu Badan Penguasa (Departemen, Jawatan atau Daerah
Swatantra) untuk dipergunakan bagi pelaksanaan tugasnya masing-masing.”
Dari penjelasan Umum II angka (2) di atas, dapat disimpulkan bahwa
obyek Hak Pengelolaan itu adalah Tanah ynag dikuasai langsung oleh negara.
Ditinjau dari dari sejarah terjadinya Hak Pengelolaan dimana Hak Pengelolaan
berasal dari Hak Penguasaan (Beheer) yang selanjutnya dalam Pasal 2 Undang –
Undang Pokok Agraria disebut sebagai Hak Menguasai dari Negara. Hal itu dapat
dilihat dari sejarahpengaturan Hak Pengelolaan yang berasal dari Hak Penguasaan
50Ibid.,
42
Tanah Negara yang diatur oleh Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 195351.
Pasal 1 (a) Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1953 ini menyatakan, tanah
negara ialah tanah yang dikuasai oleh negara. Memperhatikan juga ketentuan
pasal 28 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahun 1973 yang
menyebutkan, bahwa hak pengelolaan adalah hak atas tanah negara seperti yang
dimaksud dalam Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1965, jika
dihubungkandengan ketentuan pasal 1 ayat (2) yang menyebutkan bahwa tanah
negara adalah tanah yang langsung dikuasai oleh negara, maka jelas pula obyek
Hak Pengelolaan menurut peraturan ini, adalah tanah yang langsung dikuasai oleh
negara52. Hal yang sama dapat juga dapat ditarik kesimpulan dari Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahun 1974, maupun dari Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1977 serta Peraturan Penggantinya, yaitu Peraturan
Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999
tanggal 14 Oktober 1999 tentang tata cara pemberian dan pembatalan hak atas
tanah negara dan hak pengelolaan53.
4. WewenangPemegang Hak Pengelolaan
Terhadap pemegang Hak Pengelolaan dalam hal ini subyek Hak
Pengelolaan maka terdapat beberapa wewenang didalamnya. Kewenangan yang
dimiliki sudah diatur dalam peraturan-peraturan yang ada. Berdasarkan
kewenangan yang dimiliki maka pemegang Hak Pengelolaan dapat melakukan
tindakan hukum berkaitan dengan hak yang dipunyainya. Namun demikian
51Winahyu Erwiningsih op.cit. hal. 79 52Ibid, hal. 80 53Ibid.,
43
wewenang pemegang Hak Pengelolaan tidaklah sama dengan pemegang hak atas
tanah lainnya, karena perbedaan karakteristik dan sifat hak pengelolaan dengan
jenis hak atas tanah lainnya sebagiamana diatur dalam Undang-Undang Pokok
Agraria54.
Menurut R. Atang Ranoemihardja, Hak Pengelolaan mempunyai
kewenangan – kewenangan sebagi berikut :
1. Kewenangan Publiekrechtelijk, yaitu memeberikan kewenangan kepada
subyek pemegang Hak Pengelolalaan untuk mengatur rencana
penggunaan dan peruntukan tanah, serta penyediaan tanah bagi pihak
ketiga, dan kewenangan ini hanya dimiliki oleh pemerintah.
2. Kewajiban Privatrechtelijk, yaitu membuat perjanjian dengan pihak
ketiga untuk kemudian memberikan hak baru kepada pihak ketiga
tersebut dan memungut uang pemasukan dari pihak ketiga yang
memperoleh hak atas tanah diatas HakPengelolaan yang diberikan
kepadanya55.
Pada dasarnya kewenangan pemegang Hak pengelolan sudah ada diatur
dalam peraturan menteri agraria maupun menteri dalam negeri sebelumnya.
Berdasarkan ketentuan sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Menteri Agraria
Nomor 9 Tahun 1965 Pasal 6 Ayat 1, disebutkan bahwa isi wewenang pemegang
Hak Pengelolaan adalah :
a. Merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah tersebut;
54Irawan Soerodjo,Hukum Pertanahan Hak Pengelolaan atas tanah (HPL), op.cit,hal.34 55Ranoemihardja, R. Atang, 1982, Perkembangan Hukum Agraria di Indonesia, Aspek –
aspek dalam Pelaksanaan UUPA dan Peraturan Perundangan lainnya di Bidang Agraria di Indonesia, Tarsito, Bandung, hal. 16. Dalam buku Irawan Soerodjo, Hukum Pertanahan HPL atas tanah, 2014, hal 34
44
b. Menggunakan tanah tersebut untuk keperluan pelaksanaan tugasnya;
c. Menyerahkan bagian – bagian atas tanah tersebut kepada pihak ketiga
dengan Hak Pakai berjangka waktu 6 Tahun;
d. Menerima uang pemasukan/ganti rugi/uang wajib tahunan.
Tetapi isi kewenangan sebagaimana terdapat dalam pasal 6 ayat (2)
Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1965 tersebut ditegaskan dalam
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahun 1974 tentang ketentuan –
ketentuan mengenai Penyediaan dan Pemberian Tanah untuk keperluan
perusahaan. Menurut Pasal 3 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahun
1974, Hak Pengelolaan berisikan wewenang untuk :
a. Merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah;
b. Menggunakan tanah tersebut untuk keperluan pelaksanaan usahanya
c. Menyerahkan bagian – bagian daripada tanah itu kepada pihak ketiga
menurut persyaratan yang ditentukan oleh pemegang hak tersebut, yang
meliputi segi – segi peruntukan, penggunaan, jangka waktu dan
keuangannya.56
Beberapa wewenang pemegang Hak Pengelolaan tersebut juga dijumpai
pada beberapa peraturan dan telah berubah rumusannya, yaitu dalam Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1977 (Pasal 1 ayat 1), yang menyebutkan
wewenang pemegang Hak Pengelolaan yaitu :
a. Merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah yang bersangkutan
b. Menggunakan tanah tersebut untuk keperluan pelaksanaannya
56 Urip Santoso, 2010, Pendaftaran dan Peralihan Hak Atas Tanah, Kencana Prenada
Media Group, Jakrta, hal. 129
45
c. Meyerahkan bagian – bagian atas tanah itu kepada pihak ketiga menurut
persyaratan yang ditentukan oleh perusahaan pemegang hak tersebut,
yang meliputi segi peruntukan, penggunaan, jangka waktu dan
keuangannya, dengan ketentuan bahwa pemberian hak atas tanah kepada
pihak ketiga yang bersangkutan dilakukan oleh pejabat-pejabat yang
berwenang, sesuai dengan peratran perundang-undangan yang berlaku.57
Pada dasarnya wewenang pemegang hak pengelolaan yang disebutkan
sebelumnya sama dengan wewenang pemegang hak pengelolaan yang diatur
dalam peraturan Menteri Agraria lainnya. pada wewenang meyerahkan sebagian
tanah hak pengelolaan dengan pihak ketiga itu ditentukan oleh pemegang hak
pengelolalan dengan beberapa persyaratan baik itu segi peruntukan, penggunaan,
jangka waktu, dan keuangannya sesuai dengan kesepakatan. Beberapa
kewenangan yang disebutkan itu diperoleh melalui delegasi (pelimpahan)
wewenang dari Hak Menguasai Negara sebgaimana yang diatur dalam Undang –
Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 Pasal 2 Ayat 2.
5. Syarat Hak Pengelolaan
Untuk memperoleh Hak Pengelolaan tentu ada beberapa persyaratan yang
harus dipenuhi. Oleh karena Hak Pengelolaan merupakan hak menguasai negara,
maka negara melalui pemerintah pusat memberikan pembatasan terhadap pihak –
pihak yang dapat menguasai atau memperoleh tanah Hak Pengelolaan.
berdasarkan pasal 67 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan
57 Pasal 1 (1) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1977 tentang tata cara permohonan dan penyelesaian peberian hak atas tanah bagian – bagan tanah hak pengelolaan serta pendaftarannya.
46
Nasional Nomor 9 Tahun 1999 beberapa sayarat pihak dapat diberikan atau
memperoleh tanah dengan Hak Pengelolaan yaitu :
a. Instansi Pemerintah termasuk Pemerintah Daerah (Pemda), Pemda
Provinsi, Kabupaten/Kota
b. Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
c. Badan Usaha Milik Daerah
d. PT. Persero
e. Badan Otorita dan
f. Badan – badan pemerintah lainnya yang ditunjuk pemerintah.
Hal tersebut merupakan subjek hak pengelolaan artinya beberapa syarat
terhadap pihak, instansi atau perusahaan yang dapat memliki hak pengelolaan.
selain dari yang disebutkan dari instansi tersebut maka pihak lain tidak dapat
menjadi pemegang Hak Pengelolaan oleh karenanya tidak dapat mengajukan
permohonan untuk memperoleh Hak Pengelolaan. dan terhadap persyaratan untuk
mengajukan hak pengelolaan hal tersebut sudah dijelaskkan pada pembahasan
sebelumnya yaitu tata cara mengajukan hak pengelolaan.
6. Hapusnya Hak Pengelolaan
Hapusnya hak – hak atas tanah memberikan status tanah menjadi tanah
negara atau tanah yang langsung dikuasai oleh negara. Dalam berakhirnya atau
hapusnya hak – hak atas tanah seperti hak milik, hak pakai, hak guna usaha atau
hak guna bangunan ada diatur dalam peraturan Undang – Undang Pokok Agraria.
Bagaimana hapusnya atau berakhirnya Hak Pengelolaan tergantung pada
47
pemakaiannya sebab hak pengelolaan hapus apabila tidak dipergunkan lagi dalam
pelaksanaan tugasnya. Hapusnya Hak Pengelolaan dapat terjadi Karena :
1. dilepaskan oleh pemegang haknya.
2. Dibatalkan karena tanahnya tidak dipergunakan sesuai dengan pemberian
haknya.
3. Dicabut untuk kepentingan umum.
Salah satu hapusnya Hak Pengelolaan adalah dilepaskannya Hak
Pengelolaan. pelepasan Hak Pengelolaan tersebut mengakibatkan putusnya
hubungan hukum antara pemegang Hak Pengelolaan dengan tanah yang
dikuasainya. Pelepasan atau penyerahan Hak Pengelolaan tidak berakibat Hak
Pengelolaan berpindah kepada pihak ketiga, melainkan Hak Pengelolaan tersebut
menjadi hapus58. Selain itu hapusnya Hak Pengelolaan juga dapat terjadi karena
haknya dicabut kembali yang disebabkan oleh tanahnya tidak dipergunakan sesuai
dengan tujuan pemberian haknya59
Menurut Budi Harsono suatu Hak atas tanah dapat hapus jika dibatalkan
oleh pejabat yang berwenang sebagi sanksi terhadap tidak dipenuhinya suatu
kewajiban atau dilanggarnya suatu larangan oleh pemegang hak yang
58 Irawan Soerodjo, op.cit. hal 113 59Ibid.,
48
bersangkutan60. Penyebab lain juga hapusnya Hak Pengelolaan adalah jika
tanahnya musnah61
Hapusnya Hak Pengelolaan berakibat tanah tersebut menjadi tanah yang
langsung dikuasai oleh negara, apabila tanah tersebut ingin dihakki menjadi hak
pengelolaan oleh pihak lain maka dilakukan permohonan kembali oleh pihak lain
atau calon pemegang hak.
D. Kedudukan Hak Pengelolaan dalam Sistem Undang – Undang Pokok
Agraria
Hak Pengelolaan merupakan gempilan dari hak menguasai negara yang
memiliki kewenangan tesendiri. Dalam Undang – Undang Pokok Agraria Istilah
Hak Penglolaan tidak disebutkan secara eksplisit didalam tubuh UUPA akan
tetapi istilah Hak Pengelolaan dapat ditemukan pada penjelasan Umum II angka 2
Undang-Undang Pokok Agraria terdapat istilah “Pengelola” bukan Hak
Pengelolaan atau dalam bahasa Belandanya disebut “Beheersrecht” yang artinya
Hak Penguasaan.
Istilah “Pengelolaan” memang ada disebut di dalam penjelasan umum
Undang – Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960. Yang hal itu dapat dibaca
penjelasan Umum II angka (2) yang menyatakan bahwa dengan berpedoman pada
tujuan yang disebutkan diatas negara dapat memberikan tanah demikian itu
60 Budi Harsono, 1994, Hukum Agraria Indonesia : sejarah pembentukan Undang –
undang Pokok Agraria, isi dan pelaksanaannya, jilid I (Hukum Tanah Nasional), Djambatan, Jakrta, Hal. 263
61Budi Harsono, 1971, Undang – undang Pokok Agraria: sejarah penyusunan, isi dan pelaksanaannya, Jilid II, Djambatan, Jakrta, hal. 327.
49
kepada seseorang atau badan hukum dengan sesuatu hak menurut peruntukan dan
keperluannya, misalnya hak milik, hak guna usaha, hak bangunan, dan hak pakai
atau memberikannya dalam pengelolaan kepada suatu badan penguasa
(departemen, jawatan, atau daerah swatantra) untuk dipergunakan bagi
pelaksanaan tugasnya masing – masing (Boedi Harsono, 1983 : 29-30)62.
Bertitik tolak dari penjelasan umum II angka (2) di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa landasan hukum dari Hak Pengelolaan di dalam Undang –
Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960, telah disinggung oleh penjelasan
umum Undang – Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 tersebut. namun
hukum materiilnya berada di luar Undang – Undang Pokok Agraria Nomor 5
Tahun 1960. (R. Atang Ranoemihardja, 1982 : 6)63.
Tetapi dalam konsep Hak Pengelolaan yang merupakan derivasi dari Hak
Menguasai negara maka dalam UUPA menyebutkan Hak Menguasai Negara
tersebut diatas pelaksanaannya dapat dikuasakan kepada Daerah – daerah
Swatantra dan masyarakat – masyarakat hukum adat, sekedar diperlukan dan tidak
bertentangan dengan kepentingan nasional, menurut ketentuan – ketentuan
Peraturan Pemerintah64. Pada saat sekarang pelaksanaan dari Hak Menguasai
Negara tidak hanya dikuasakan terhadap daerah swatantra dan masyarakat hukum
adat tetapi pelaksanaannya yang merupakan subjeknya Hak pengelolaan maka
dalam peraturan Pemerintah hal tersebut dapat dikuasakan kepada instansi
62 Ramli Zein, S.H., M.S., Hak Pengelolaan dalam sistem UUPA, Rineka Cipta, Jakarta,
hal. 49 63Ibid., 64Pasal 2 Ayat 4 Undang – Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960
50
pemerintah atau perusahaan yang ditunjuk oleh pejabat yang berwenang atau
berdasarkan kepada Peraturan Pemerintah.
Pasal 2 ayat 4 Undang-undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 telah
memberikan kemungkinan untuk memberikan suatu hak baru yang namanya
ketika itu belum ada. Hak itu merupakan suatu delegasi wewenang pelaksanaan
hak menguasai negara kepada daerah – daerah otonom dan masyrakat hukum
adat. Penjelasan umum II angka (2) yang juga menyebut pasal 2 Ayat (4), juga
menyatakan ada kemungkinan bagi negara untuk memberikan tanah yang dikuasai
negara dalam pengelolaan atau suatu badan penguasa (departemen, jawatan, atau
daerah swatantra) untuk dipergunakan bagi pelaksanaan tugasnya masing –
masing. Untuk delegasi wewenang pelaksanaan hak menguasai negara itu, oleh
peraturan yang ada disebutkan sebagai Hak Pengelolaan. (A.P. Parlindungan,
1989 : 1)65.
Oleh karena itu kedudukan Hak Pengelolaan dalam Sitem Undang –
Undang Pokok Agraria diatur tetapi didalam tubuh UUPA tidaklah secara
eksplisit menyebukan tentang Hak Pengelolaan itupun didalam Penjelasan II
angka 2 istilah penyebutan Hak Pengelolaan yaitu pengelola. Ini menunjukan
meskipun Hak Pengelolaan tidak secara tegas diatur dalam Undang – Undang
Pokok Agraria kedudukan dan keberadaan Hak Pengelolaan masih eksis dilihat
dari keberadaan peraturan – peraturan materilnya baik itu peraturan pemerintah
atau peraturan menteri agraria yang merupakan turunan dari Undang – Undang
65Ramli Zein, Hak pengelolaan dalam sistem UUPA, Op.cit, Hal. 49
51
Pokok Agraria yang seyogyanya tak bertentangan dengan Undang – Undang
Pokok Agraria.
52
BAB III
PENGGUNAAN TANAH HAK PENGELOLAAN DAN
PENYERAHANNYA PADA PIHAK KETIGA
A. Pengunaan Hak Atas Tanah Diatas Hak Pengelolaan kepada Pihak
Ketiga
Hak Pengelolaan selain dipergunakan oleh pemegang Hak Pengelolaan juga
dapat diberikan kepada pihak ketiga dengan hak atas tanah. Sesuai dengan
wewenang pemegang Hak Pengelolaan menyerahkan bagian – bagian atas tanah
kepada pihak ketiga menurut syarat – syarat yang ditentukan dan dalam jangka
waktu tertentu. Penggunaan hak atas tanah diatas hak pengelolaan oleh pihak
ketiga diberikan beberapa jenis hak atas tanah. Penyerahan bagian-bagian tanah
Hak Pengelolaan kepada pihak ketiga dalam bentuk perjanjian penggunaan tanah
yang melahirkan Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai, dan dalam bentuk
pelepasan tanah Hak Pengelolaan yang melahirkan Hak Milik66.
Hak pengelolaan muncul sebagai jenis hak penguasaan atas tanah yang baru
pada tahun 1965 melalui Peraturan Menteri Agraria No. 9 Tahun 1965 tentang
Pelaksanaan Konversi Hak Penguasaan Atas Tanah Negara dan Kebijaksanaan
Selanjutnya, Ketentuan Pasal 2 Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1965
menetapkan konversi hak penguasaan atas tanah-tanah negara, yaitu:
Jika hak penguasaan atas tanah negara yang diberikan kepada Departemen –
departemen, Direktorat-direktorat dan Daerah-daerah Swatantra, selain
66 Jurnal Dinamika Hukum Vol. 13 No. 2 Mei 2013, “Penggunaan Tanah Hak Pengelolaan oleh pihak ketiga”, oleh Urip Santoso.
53
dipergunakan untuk kepentingan instansi-instansi itu sendiri, dimaksudkan
juga untuk dapat diberikan dengan sesuatu hak kepada pihak ketiga, maka hak
penguasaan atas tanah tersebut dikonversi menjadi Hak Pengelolaan67.
Jika dilihat kebelakang maka hak penguasaan yang dikonversi menjadi
hak pengelolaan yang dipergunakan sebagian oleh pihak ketiga juga dipergunakan
ke instansi itu sendiri maka dapat dikatakan bahwa penyerahan sebagian hak
kepada pihak ketiga atas tanah hak pengelolaan sudah menjadi aturan sejak lama
untuk dipergunakan dan bekerjasama dengan pihak ketiga dalam kepentingan
penguasaan atas tanah.
Tanah hak pengelolaan yang dikuasai oleh pemegang haknya dapat
dipergunakan untuk keperluan pelaksanaan tugas atau usahanya, juga
penggunaannya dapat diserahkan kepada pihak ketiga atas persetujuan dari
pemegang hak pengelolaan. Pemegang hak pengelolaan memang mempunyai
kewenangan untuk menggunakan tanahnya bagi keperluan tugas atau usahanya,
tetapi itu bukan tujuan pemberian hak tersebut kepadanya, Tujuan utama
diberikannya hak pengelolaan adalah tanah yang bersangkutan disediakan bagi
penggunaan oleh pihak-pihak lain yang memerlukannya68.
Dengan penggunaan hak atas tanah di atas hak pengelolaan oleh pihak
ketiga maka menimbulkan hubungan hukum antara pihak ketiga dengan
pemegang Hak Pengelolaan. penggunaan hak atas tanah diatas Hak Pengelolaan
oleh pihak ketiga berdasarkan perjanjian yang disepakati. Dalam hal ini
penggunaan tanah diatas hak pengelolaan oleh pihak ketiga sesuai dengan
67Ibid., 68Ibid.,
54
perjanjian tertulis yang dituangkan dalam Perjanjian Penggunaan Tanah yang
dimuat dengan akta notariil atau akta dibawah tangan.
Pendaftaran hak pengelolaan harus dilakukan sebab untuk jaminan
kepastian hukum hak pengelolaan baik itu subjek hak pengelolaan atau objek hak
pengelolaan. pendaftaran Hak Pengelolaan merupakan salah satu dari objek
pendaftaran tanah yang tertuang dalam Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 24
Tahun 1997 tentang pendftaran tanah. Pendaftaran Hak Pengelolaan
mengelurakan sertipikat Hak Pengelolaan sebagai dasar hukum tanda bukti hak,
kepastian hukum, perlindungan hukum maupun untuk tertib administrasi
sebagiamana tujuan dari pendaftaran tanah.Penerbitan sertipikat hak pengelolaan
mengakibatkan pemegangnya mempunyai wewenang yang bersifat eksternal,
yaitu menyerahkan bagian-bagian tanah hak pengelolaan kepada pihak ketiga dan
atau bekerja sama dengan pihak ketiga69.
Penggunaan hak atas tanah diatas Hak Pengelolaan oleh pihak ketiga yang
melahirkan suatu hak haruslah sesuai apa yang diperjanjikan dengan pemegang
Hak Pengelolaan yaitu perjanjian Penggunaan Tanah yang dituangkan dalam
perjanjian tertulis dalam akta nootarill atau dibawah tangan. Dalam perjanjian
penggunaan tanah semula diatur dalam Pasal 3 ayat (1) Peraturan Menteri Dalam
Negeri No. 1 Tahun 1977, yaitu:
“Setiap penyerahan penggunaan tanah yang merupakan bagian dari tanah Hak
Pengelolaan kepada pihak ketiga oleh pemegang Hak Pengelolaan, baik yang diser-tai atau
yang tidak disertai dengan pendirian bangunan di atasnya, wajib dilakukan dengan
69Ibid.,
55
pembuatan perjanjian tertulis antara pihak pemegang hak pengelolaan dan pihak ketiga yang
bersangkutan.”
Ketentuan Pasal 3 ayat (1) Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1 Tahun
1977 hanya mengatur bahwa hubungan hukum antara pemegang hak pengelolaan
dengan pihak ketiga berkaitan dengan penyerahan penggunaan tanah Hak
Pengelolaan dibuat dengan perjanjian tertulis. Dalam ketentuan ini tidak
menyebut nama perjanjian tertulis dan tidak menetapkan perjanjian tertulis
tersebut dibuat dengan akta notariil ataukah akta di bawah tangan70.
Akan tetapi Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1 Tahun 1977 dinyatakan
tidak berlaku lagi oleh Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan
Pertanahan Nasional No. 9 Tahun 1999. Penyebutan Perjanjian Penggunaan
Tanah terdapat pada Pasal 4 ayat (2) Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala
Badan Pertanahan Nasional No. 9 Tahun 1999, yaitu:
“Dalam hal tanah yang dimohon merupakan tanah Hak Pengelolaan, pemohon harus
terlebih dahulu memperoleh penunjukan berupa perjanjian penggunaan tanah dari
pemegang Hak Pengelolaan”
Dalam penggunaan hak atas tanah diatas Hak Pengelolaan haruslah
berdasarkan perjanjian yaitu dengan Perjanjian Penggunaan Tanah / PPT yang
diatur dalam Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahn No. 9 Tahun
1999 dan Dalam ketentuan ini tidak juga menentukan perjanjian penggunaan
tanah harus dibuat dengan akta notariil atau akta di bawah tangan.
70Ibid.,
56
1. Syarat Pemohon untuk Memiliki dan Menggunakan Hak Atas Tanah
Bagian Hak Pengelolaan
Salah satu wewenang yang terdapat dalam Hak Pengelolaan adalah
menyerahkan sebagian hak pengelolaan kepada pihak ketiga atau bekerja sama
dengan pihak ketiga. Berdasarkan wewenang ini, pemegang Hak Pengelolaan
dapat membuat perjanjian Penggunaan Tanah (PPT) atau perjanjian kerjasama
dengan pihak ketiga dalam rangka menggunakan bagian – bagian tanah Hak
Pengelolaan71. dari perjanjian Penggunaan Tanah (PPT) atau perjanjian kerjasama
ini, pihak ketiga akan mendapatkan Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai atas
Tanah Hak Pengelolaan72.
Dalam pihak ketiga untuk menggunakan sebagian hak pengelolaan maka
ada syarat pemohon atau pihak ketiga untuk memiliki hak atas tanah bagian hak
pengelolaan. Dalam syarat pemohon untuk memiliki hak atas tanah lainnya yang
diluar dari hak atas tanah bagian dari Hak Pengelolaan diatur dalam Undang –
Undang Pokok Agraria baik itu Hak Milik, Hak Pakai, Hak Guna Bangunan, Hak
Guna Usaha atau Hak atas tanah lainnya yang memiliki syarat – syarat tertentu
untuk memiliki hak atas tanah tersebut. seperti syarat yang paling mendasar untuk
memperoleh Hak milik, Hak Guna Bangunan adalah warga negara Indonesia dan
Badan Hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia yang berkedudukan di
Indonesia dengan syarat – syaratnya untuk memperoleh Hak Milik dan Hak Guna
Bangunan. Sedangkan Hak Pakai dapat dimiliki oleh warga asing dan badan
71Urip Santoso, 2015, Perolehan Hak Atas Tanah, Prenadamedia Group, Jakarta, hal. 99 72Ibid.,
57
hukum asing dengan persyaratan yang sudah ditentukan. Lalu bagaimana syarat
pemohon (pihak ketiga) untuk memiliki dan menggunakan bagian Hak atas tanah
diatas Hak Pengelolaan hak pakai, Hak Guna Bangunan dan Hak Milik.
Kalau pihak ketiga mendapatkan Hak Guna Bangunan atau Hak pakai atas
tanah Hak Pengelolaan, maka untuk mendapatkan tanah tersebut terlebih dahulu
dibuat perjanjian Penggunaan Tanah (PPT) antara pemegang Hak Pengelolaan
dan pihak ketiga73. Kalau pihak ketiga mendapatkan Hak Milik atas tanah Hak
Pengelolaan, maka untuk mendapatkan tanah tersebut terlebih dahulu pemegang
Hak Pengelolaan harus melepaskan tanah Hak Pengelolaannya74. akan tetapi
penggunaan bagian – bagian tanah hak pengelolaan oleh pihak ketiga disamping
dengan PPT, bisa juga dengan perjanjian BOT (Built, Operate, and Transfer).
Maria S.W. Sumardjono memberikan pengertian tentang Perjanjian BOT yaitu
perjanjian dua pihak antara, di mana pihak pertama menyerahkan penggunaan
tanahnya untuk didirikan suatu bangunan di atasnya oleh pihak ketiga, dan pihak
kedua berhak mengoperasikannya atau mengelola bangunan tersebut dalam
jangka waktu tertentu, dengan memberikan fee atau tanpa fee kepada pihak
pertama dan pihak kedua wajib mengembalikan tanah beserta bangunan di atasnya
dalam keadaan dapat dan siap dioperasikan kepada pihak pertama setelah jangka
waktu operasional berakhir75.Untuk itu dalam menggunakan Hak atas tanah diatas
Hak Pengelolaan pemohon harus melakukan perjanjian terlebih dahulu yang
73Ibid, hal. 100 74Ibid., 75 Maria SW Sumardjono, “Hak Pengelolaan: Perkem-bangan, Regulasi, dan
Implementasinya”, Jurnal Mimbar Hukum, Edisi Khusus, September 2007, Yogyakarta: Fa-kultas Hukum Universitas Gadjah Mada, hlm. 150.
58
dituangkan dalam Perjanjian Penggunaan Tanah atau BOT yang menjadi salah
satu prasyarat bagi lahirnya hak atas tanah yang berasal dari tanah Hak
Pengelolaan.
Dalam Persyaratan yang harus dipenuhi oleh pemohon pemberian hak atas
tanah diatur dalam pasal 4 Peraturan Menteri Agraria/ Kepala BPN No. 9 Tahun
1999, yaitu :
1. Sebelum mengajukan permohonan hak, permohonan harus menguasai
tanah yang dimohon dibuktikan dengan data yuridis dan data fisik sesuai
dengan ketentuan peraturan Perundang-undangan yang berlaku;
2. Dalam hal tanah yang dimohon merupakan tanah Hak Pengelolaan,
pemohon harus terlebih dahulu memperoleh penunjukan berupa
perjanjian penggunaan tanah dari pemegang Hak Pengelolaan
3. Dalam hal tanah yang dimohon merupakan tanah kawasan hutan, harus
terlebih dahulu dilepaskan dari statusnya sebagai kawasan hutan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
4. Tanah – tanah yang tertentu yang diperlukan untuk konservasi yang
ditetapkan oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia
tidak dapat dimohon dengan sesuatu hak atas tanah.
Dalam syarat pemohon yang paling mendasar adalah adanya Perjanjian
Penggunaan Tanah yang diatur dalam Peraturan Menteri Agararia Nomor 9 Tahun
1999. Dalam syarat pemohon Hak atas tanah bagian tanah Hak Pengelolaan Ada
59
beberapa ketentuan yang harus diperhatikan dalam hak guna bangunan atau hak
pakai atas tanah hak pengelolaan yaitu76 :
1. Hak guna bangunan atau hak pakai atas tanah hak pengelolaan terjadi
didahului oleh pembuatan perjanjian penggunaan tanah antara
pemegang hak pengelolaan dan pihak ketiga.
2. Terjadinya hak guna bangunan atau hak pakai atas tanah hak
pengelolaan diperlukan rekomendasi dari pemegang hak pengelolaan.
3. Terjadinya hak guna bangunan atau hak pakai atas tanah hak
pengelolaan melalui permohonan pemberian hak guna bangunan atau
hak pakai kepada Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/ Kota yang
wilayah kerjanya meliputi letak tanah yang bersangkutan.
4. Hak guna bangunan atau hak pakai atas tanah hak pengelolaan terjadi
dengan penetapan pemerintah dalam bentuk surat keputusan pemberian
hak guna bangunan atau hak pakai oleh Kepala Kantor Pertanahan
Kabupaten/Kota yang wilayah kerjanya meliputi letak tanah yang
bersangkutan.
5. Hak guna bangunan atau hak pakai atas tanah hak pengelolaan terjadi
sejak surat keputusan pemberian hak guna bangunan atau hak pakai
didaftarkan oleh pemohon hak guna bangunan atau hak pakai kepada
Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota yang wilayah kerjanya
meliputi letak tanah yang bersangkutan.
76Urip Santoso, Jurnal Dinamika Hukum , op.cit
60
6. Sebagai tanda bukti hak guna bangunan atau hak pakai diterbitkan
sertipikat hak guna bangunan atau hak pakai oleh Kantor Pertanahan
Kabupaten/Kota yang wilayah kerjanya meliputi letak tanah yang
bersangkutan.
7. Hak guna bangunan atau hak pakai atas tanah hak pengelolaan tidak
memutuskan hubungan hukum antara pemegang hak pengelolaan
dengan tanahnya.
8. Hak guna bangunan atas tanah hak pengelolaan berjangka waktu untuk
pertama kalinya paling lama 30 (tiga puluh) tahun, dapat diperpanjang
untuk jangka waktu paling lama 20 (duapuluh), dan dapat diperbaharui
haknya untuk jangka waktu paling lama 30 (tigapuluh) tahun.
9. Hak Pakai atas tanah hak pengelolaan berjangka waktu untuk pertama
kalinya paling lama 25 (duapuluh lima) tahun, dapat diperpanjang
untuk jangka waktu paling lama 20 (duapuluh), dan dapat diperbaharui
haknya untuk jangka waktu paling lama 25 (duapuluh lima) tahun.
10. Perpanjangan jangka waktu dan pembaharuan hak guna bangunan atau
hak pakai atas tanah hak pengelolaan harus mendapatkan persetujuan
terlebih dahulu dari pemegang hak pengelolaan.
11. Peralihan hak guna bangunan atau hak pakai atas tanah hak pengelolaan
harus mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari pemegang hak
pengelolaan.
61
12. Pembebanan hak tanggungan atas tanah hak guna bangunan atau hak
pakai atas tanah hak pengelolaan harus mendapatkan persetujuan
terlebih dahulu dari pemegang hak pengelolaan;
13. Hak guna bangunan atau hak pakai atas tanah hak pengelolaan apabila
menjadi objek pengadaan tanah, maka yang berhak mendapatkan ganti
rugi atas tanahnya adalah pemegang hak pengelolaan, sedangkan yang
berhak mendapatkan ganti rugi atas bangunannya adalah pemegang hak
guna bangunan atau hak pakai.
14. Hak guna bangunan atas tanah hak pengelolaan untuk rumah tempat
tinggal atau hunian bertipe Rumah Sederhana (RS) dan Rumah Sangat
Sederhana (RSS) dapat ditingkatkan menjadi hak milik.
15. Hapusnya hak guna bangunan atau hak pakai atas tanah hak
pengelolaan berakibat tanahnya kembali dalam penguasaan pemegang
hak penge-lolaan.
Kemudian syarat pemohon untuk menggunakan hak atas tanah bagian tanah
pengelolaan dengan status Hak Milik diatas Hak Pengelolaan maka dilakukan
dengan melalui pelepasan atau penyerahan tanah Hak Pengelolaan oleh pemegang
Haknya berbeda dengan penyerahan hak guna bangunan dan hak pakai kepada
pihak ketiga melalui perjanjian penggunaan tanah (PPT) atau dengan BOT.
Pelepasan atau penyerahan tanah hak pengelolaan oleh pemegang haknya dapat
terjadi setelah ada kesepakatan dalam musyawarah antara pemegang hak
pengelolaan dengan calon pemilik tanah mengenai besarnya uang ganti rugi/uang
kompensasi yang harus dibayarkan oleh calon pemilik tanah kepada pemegang
62
hak pengelolaan77. Pelepasan atau penyerahan tanah hak pengelolaan oleh
pemegang haknya dapat dibuat dengan akta pelepasan atau penyerahan tanah hak
pengelolaan oleh notaris atau dengan surat pernyataan pelepasan atau penyerahan
tanah hak pengelolaan oleh pemegang haknya. Bagian tanah hak pengelolaan
yang dilepaskan atau diserahkan tersebut apabila merupakan tanah hak
pengelolaan yang dikuasai oleh pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/ kota,
maka berdasarkan ketentuan Pasal 45 ayat (2) dan Pasal 48 ayat (1) UU No. 1
Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara jo Pasal 46 ayat (2) dan Pasal 47 ayat
(2) Peraturan Peme-rintah No. 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik
Negara/Daerah, sebelum dibuatkan akta pelepasan atau penyerahan tanah hak
pengelolaan atau surat pernyataan pelepasan atau penyerahan tanah hak
pengelolaan harus di mintakan persetujuan kepada Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Provinsi atau kabupaten/kota oleh gubernur atau bupati/walikota78.
Pelepasan atau penyerahan hak atas tanah mengakibatkan terputus sudah
hubungan hukum antara pemegang hak atas tanah dengan tanah yang
dikuasainya79. Penyerahan bagian-bagian tanah hak pengelolaan oleh pemegang
hak pengelolaan kepada pihak ketiga dalam bentuk hak milik mengakibatkan
terputus sudah hubungan hukum antara pemegang hak pengelolaan dengan
tanahnya untuk selamanya danTerputusnya hubungan hukum antara pemegang
hak pengelolaan dengan tanahnya ditandai oleh dibuatnya akta pelepasan atau
77Ibid., 78Ibid., 79 Urip Santoso, “Pelepasan Hak Atas Tanah Untuk Kepen-tingan Perusahaan Swasta”,
Jurnal Pro Justitia, Vol. 28 No. 2, Oktober 2010, Bandung: Fakultas Hukum Univer-sitas Katholik Parahiyangan, hlm. 212, dalam jurnal dinamika, Urip Santoso, Penggunaan tanah hak pengelolaan oleh pihak ketiga
63
penyerahan tanah hak pengelolaan oleh notaris atau surat pernyataan pelepasan
atau penyerahan tanah hak pengelolaan oleh pemegang haknya80.
Untuk itu Ketentuan-ketentuan yang harus diperhatikan dalam hak milik
atas tanah hak pengelolaan, adalah sebagai berikut81:
1. Hak milik atas tanah hak pengelolaan terjadi didahului oleh pembuatan
akta pelepasan atau penyerahan tanah hak pengelolaan oleh notaris atau
surat pernyataan pelepasan atau penyerahan tanah hak pengelolaan oleh
pemegang haknya.
2. Pelepasan atau penyerahan tanah hak pengelolaan berakibat hak
pengelolaan menjadi hapus dan tanah hak pengelolaan kembali menjadi
tanah yang dikuasai langsung oleh negara.
3. Terjadinya hak milik atas tanah hak pengelolaan melalui permohonan
pemberian hak milik kepada Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota
yang wilayah kerjanya meliputi letak tanah yang bersangkutan.
4. Hak milik atas tanah hak pengelolaan terjadi dengan penetapan
pemerintah dalam bentuk surat keputusan pemberian hak milik oleh
Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota yang wilayah kerjanya
meliputi letak tanah yang bersangkutan.
5. Hak milik atas tanah hak pengelolaan terjadi sejak surat keputusan
pemberian hak milik didaftarkan oleh pemohon hak milik kepada Kepala
Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota yang wilayah kerjanya meliputi letak
tanah yang bersangkutan.
80Urip Santoso, Jurnal Dinamika Hukum , op.cit 81Ibid.,
64
6. Sebagai tanda bukti hak milik atas tanah hak pengelolaan diterbitkan
sertipikat hak milik oleh Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota yang
wilayah kerjanya meliputi letak tanah yang bersangkutan.
7. Hak milik atas tanah hak pengelolaan berakibat terputusnya hubungan
hukum antara pemegang hak pengelolaan dengan tanahnya.
8. Hak milik atas tanah hak pengelolaan tidak di batasi oleh jangka waktu
tertentu, berlaku untuk selamanya sepanjang pemilik tanah memenuhi
syarat sebagai subjek hak milik.
9. Peralihan hak milik atas tanah hak pengelolaan tidak perlu meminta
persetujuan terlebih dahulu dari pemegang hak pengelolaan.
10. Pembebanan hak tanggungan atas tanah hak milik atas tanah hak
pengelolaan tidak perlu meminta persetujuan terlebih dahulu dari
pemegang hak pengelolaan.
11. Hak milik atas tanah hak pengelolaan apabila menjadi obyek pengadaan
tanah, maka yang berhak mendapatkan ganti rugi atas tanah dan
bangunannya adalah pemilik tanah.
12. Hapusnya hak milik atas tanah hak pengelolaan berakibat tanahnya
kembali menjadi tanah yang dikuasai langsung negara.
Oleh karena itu dalam syarat pemohon untuk menggunakan dan memiliki
hak atas tanah diatas tanah hak pengelolaan pada dasarnya tidak jauh berbeda
dengan syarat untuk memiliki hak atas tanah yang tidak berada diatas hak
pengelolaan, yang menjadi perbedaannya adalah adanya perjanjian penggunaan
tanah antara pemegang Hak pengelolaan dengan pemohon yang diketahui oleh
65
pejabat yang berwenang sehingga apabila pemakai Hak atas tanah diatas Hak
Pengelolaan harus ada izin dari pemegang Hak Pengelolaan kecuali Pemegang
Hak milik atas tanah Hak pengelolaan yang sudah hapus haknya.
2. Jenis Hak Atas Tanah Yang Timbul diatas Hak Pengelolaan
Jenis Hak atas tanah yang timbul diatas Hak Pengelolaan tidaklah semua
hak atas tanah yang diatur dalam Undang – Undang Pokok Agraria yang dapat
berdiri diatas Hak Pengelolaan. penyerahan penggunaan sebagian atas tanah Hak
Pengelolaan kepada pihak ketiga akan ditindaklanjuti dengan pemberian sesuatu
hak atas tanah sebagaimana terdapat dalam Undang – Undang Pokok Agraria.
Ketentuan pasal 2 Peratuan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1977 Jo
Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996, pemegang Hak Pengelolaan berhak
untuk menentukan hak atas tanah yang dapat diberikan kepada pihak ketiga, yaitu;
antara lain, dengan Hak Milik, Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai82.
Dalam perkembangan peraturan hukum pertanahan sekarang ini, pemberian
status hak atas tanah di atas tanah Hak Pengelolaan diatur dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996, perbedaan dengan ketentuan dalam Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1997 adalah Peraturan Pemerintah Nomor
40 Tahun 1996 memang tidak memuat pengaturan tentang pemberian Hak Milik
di atas tanah Hak Pengelolaan, sebab Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun
1996 hanya menentukan Hak Guna Banguna atau Hak Pakai yang dapat diberikan
kepada pihak ketiga diatas tanah Hak Pengelolaan83. Di dalam Pasal 2 Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1997 yang sudah diganti dengan Peraturan 82 Irawan Soerodji, Hukum Pertanahn HPL atas tanah, op.cit, hal. 43 83Ibid.,
66
Menteri Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999
tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak
Pengelolaan, menyebutkan bahwa bagian-bagian tanah hak pengelolaan yang
diberikan kepada pemegang haknya dapat diserahkan kepada pihak ketiga dan
disusulkan kepada Menteri Dalam Negeri atau Gubernur Kepala Daerah yang
bersangkutan untuk diberikan dengan hak milik, hak guna bangunan, atau hak
pakai sesuai dengan rencana peruntukan dan penggunaan tanah yang telah
dipersiapkan oleh pemegang hak pengelolaan yang bersangkutan.
Menurut pasal 21 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 disebutkan
bahwa diatas tanah yang dapat diberikan dengan Hak Guna Bangunan adalah:
a. Tanah Negara
b. Tanah Hak Pengelolaan
c. Tanah Hak Milik,
Serta dalam pasal 41 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996
ditentukan bahwa di atas tanah yang dapat diberikan dengan Hak Pakai adalah :
a. Tanah Negara;
b. Tanah Hak Pengelolaan;
c. Tanah Hak Milik84
Ketentuan yang tidak mengatur pemberian Hak Milik di atas Tanah Hak
Pengelolaan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 dapat dimaklumi
karena Peraturan Pemerintah tersebut hanya mengatur pemberian Hak Guna
84Ibid., Hal. 44
67
Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai sebagai Peraturan Pelaksanaan dari
Undang Undang Pokok Agraria85.
3. Prosedur dalam Pemberian Hak Atas Tanah diatas Hak Pengelolaan
Dalam pemberian Hak atas tanah diatas hak pengelolaan ada beberapa
prosedur atau langkah untuk memiliknya. Salah satu kewenangan pemegang hak
pengelolaan terhadap tanahnya adalah menyerahkan bagian-bagian tanah hak
pengelolaan kepada pihak ketigaatau bekerja sama dengan pihak ketiga.
Penyerahan bagian-bagian tanah Hak Pengelolaan melahirkan beberapa hak yaitu
hak guna bangunan, hak pakai, atau hak milik. Tentunya dengan melahirkan
beberapa hak bagian dari Hak Pengelolaan melewati beberapa prosedur. Prosedur
perolehan Hak Guna Bangnan atau Hak Pakai oleh perseorangan atau badan
hukum yang berasal dari Hak Pengelolaan, yaitu :
1. Pembuatan perjanjian penggunaan tanah (PPT) atau perjanjian Build,
Operate, and Tranfer (BOT), atau perjanjian Bangun Guna Serah (BGS)
antara pemegang Hak Pengelolaan dengan calon Pemegang Hak Guna
Bangunan atau Hak Pakai. Pejanjian Penggunaan tanah adalah perjanjian
yang dibuat oleh pemegang hak pengelolaan dengan pihak ketiga, yang
berisi pihak ketiga diberikan hak untuk menggunakan tanah Hak
Pengelolaan untuk kepentingan mendirikan bangunan dalam jangka
waktu tertentu dengan membayar sejumlah uang sebagai kompensasi dari
pihak ketiga kepada pemegang Hak Pengelolaanyang disepakati oleh
kedua belah pihak. 85Ibid.,
68
2. Pemegang Hak Pengelolaan membuat surat rekomendasi (surat
persetujuan) kepada calon pemegang Hak Guna Bangunan atau Hak
Pakai untuk dipergunakan mengajukan permohonan pemberian Hak
Guna Bangunan atau Hak Pakai atas tanah Hak Pengelolaan.
3. Calon pemegang Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai mengajukan
permohonan Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai atas tanah Hak
Pengelolaan kepada Kepala Kantor Pertanahn Kabupaten/ Kota yang
wilayah kerjanya meliputi letak tanah yang bersangkutan. Dalam
permohonan pemberian Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai ini
disertakan surat rekomendasi (surat Persetujuan) yang dibuat oleh
pemegang Hak Pengelolaan.
4. Apabila semua persyaratan yang ditentukan dalam permohonan
pemberian Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai atas tanah Hak
Pengelolaan dipenuhi oleh pemohon, maka Kepala Kantor Pertanahn
Kabupaten/ Kota yang wilayah kerjanya meliputi letak tanah yang
bersangkutan menerbitkan Surat Keputusan Pemberian Hak Guna
Bangnan atau Hak Pakai.
5. Surat Keputusan pemberian Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai
disampaikan kepada pemohon kepada pemohon Hak Guna Bangunan
atau Hak pakai.
6. Pemohon mendaftarkan surat keputusan pemberian Hak Guna Bangunan
atau Hak Pakai kepada Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/ Kota yang
wilayah kerjanya meliputi letak tanah yang bersangkutan untuk dicatat
69
dalam buku tanah dan diterbitkan setipikat Hak Guna Bangunan atau Hak
Pakai sebagai tanda bukti haknya.
7. Sertipikat Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai disampaikan kepada
pemohon Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai86.
Untuk penyerahan atau pemberian hak milik diatas Hak Pengelolaan, maka
tidaklah sama dengan penyerahan hak guna bangunan dan hak pakai yang
berdasarkan perjanjian penggunaan tanah. Untuk peyerahan Hak Milik diatas Hak
Pengelolaan kepada pihak ketiga dengan penyerahan atau pelepasan hak
pengelolaan kepada pemegang haknya. Pelepasan atau penyerahan tanah hak
pengelolaan oleh pemegang haknya dapat terjadi setelah ada kesepakatan dalam
musyawarah antara pemegang hak pengelolaan dengan calon pemilik tanah
mengenai besarnya uang ganti rugi/uang kompensasi yang harus dibayarkan oleh
calon pemilik tanah kepada pemegang hak pengelolaan87.
Pelepasan atau penyerahan tanah hak pengelolaan oleh pemegang haknya
dapat dibuat dengan akta pelepasan atau penyerahan tanah hak pengelolaan oleh
notaris atau dengan surat pernyataan pelepasan atau penyerahan tanah hak
pengelolaan oleh pemegang haknya. Pelepasan atau penyerahan tanah hak
pengelolaan oleh pemegang haknya dilakukan untuk kepentingan pihak lain, yaitu
calon pemilik tanah. Pelepasan atau penyerahan tanah hak pengelolaan dilakukan
86 Urip Santoso, Perolehan Hak Atas Tanah, op.cit, hal. 108 87Urip Santoso, Jurnal Dinamika Hukum , op.cit
70
dengan atau tanpa ganti rugi oleh pihak yang memerlukan tanah, yaitu calon
pemilik tanah88.
Akta pelepasan atau penyerahan tanah hak pengelolaan oleh notaris atau
surat pernyataan pelepasan atau penyerahan tanah hak pengelolaan oleh pemegang
hak pengelolaan setelah dibuat, maka calon pemilik tanah mengajukan
permohonan pemberian hak milik atas tanah negara yang berasal dari tanah hak
pengelolaan yang dilepaskan atau diserahkan kepada Kepala Kantor Pertanahan
Kabupaten/Kota yang wilayah kerjanya meliputi letak tanah yang bersangkutan.
Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota yang wilayah kerjanya meliputi letak
tanah yang bersangkutan, atas permohonan pemberian hak milik tersebut,
menerbitkan surat keputusan pemberian hak milik89.
Lalu Surat keputusan pemberian hak milik disampaikan kepada pemohon
hak milik. Dalam jangka waktu yang telah ditentukan, pemohon hak milik
berkewajiban mendaftarkan surat keputusan pemberian hak milik kepada Kepala
Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota yang wilayah kerjanya meliputi letak tanah
yang bersangkutan untuk dicatat dalam buku tanah dan untuk memberikan
jaminan kepastian hukum kepada pemilik tanah diterbitkan sertipikat hak milik
sebagai tanda bukti haknya90.
88Ibid., 89Ibid., 90Ibid.,
71
Dalam buku Irawan Soerodjo penyerahan penggunaan tanah Hak
Pengelolaan kepada pihak ketiga dilakukan dengan tahap yaitu91 :
a. Tahap pembuatan perjanjian. Tahap ini memberikan syarat – syarat yang
diperjanjikan untuk menggunakan bagian tanah hak pengelolaan. dalam
praktek, penyerahan penggunaa tanah Hak Pengelolaan kepada pihak
ketiga biasanya juga dapat dilakukan dengan perjanjian Bangunan Guna
Serah/BOT antara pengguna tanah dengan pemeganng Hak Pengelolaan.
dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1977 pasal 3
ayat (2) memberikan acuan mengenai isi dari perjanjian Penggunaan
Tanah tersebut meliputi keterangan :
1. Identitas pihak-pihak yang bersangkutan
2. Letak, batas-batas dan luas tanah yang dimaksud
3. Jenis penggunaannya
4. Hak atas tanah yang akan dimintakan untuk dibeikan kepada pihak
ketiga yang bersangkutan dan keterangan mengenai jangka waktu
serta syarat – syarat untuk perpanjangannya.
5. Jenis – jenis bangunan yang akan didirikan di atasnya dan ketentuan –
ketentuan mengenai pemilikan bangunan tersebut pada berakhirnya
hak atas tanah yang diberikan
6. Jumlah uang pemasukan dan syarat – syarat pembayarannya,
7. Syarat – syarat lain yang diagggap perlu.
91 Irawan Soerodjo, Hukum Pertahan Hak Pengelolaan atas tanah (HPL), op.cit, hal. 92
72
b. Tahap pemberian Hak Atas Tanah diatas Hak Pengelolaan. jenis hak atas
tanah yang diberikan kepada pihak ketiga tergantung pada isi
kesepakatan dalam perjanjian yang telah dibuat sebelumnya. Atas dasar
permohonan dan perjanjiantersebut beserta beberapa berkas penunjang
lainnya, Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota menerbitkan
SuratKeputusan Pemberian Hak Atas Tanah (SKPH) atas nama yang
bersangkutan (Pemohon). Penerbitan dan pemberian SKPH kepada yang
bersangkutan tidak berarti secara yuridis dan serta merta pemohon telah
memperoleh sesuatu Hak Atas tanah. Pemberian Surat Keputusan
Pemberian Hak Atas tanh tersebut masih merupakan embrio dan hak atas
tanah belum lahir. Oleh karena itu untuk memperoleh hak atas tanah
diperlukan persyaratan yang bersifat wajib dipenuhi oleh pemohon
sebagaimana tercantum dalam SKPH, yaitu :
1. Membayar uang pemasukan kepada Negara melalui bendahara
negara
2. Membayar Bea Peroehan Hak atas tanah dan Bangunan (BPHTB)
3. MendaftarakanSKPH kepada Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota
melalui seksi pengukuran dan pendaftaran Tanah selambat –
lambatnya 3 bulan sejak dilunasinya uang pemauskan. Tujuan
dari Pendaftaran SKPH ini tidak lain adalah untuk memperoleh
tanda bukti hak (Sertipikat)
c. Tahap Penerbitan Sertipikat. Tahap ini setelah SKPH dipenuhi oleh
pemohon, maka langkah selanjutnya mendaftrakan SKPH tersebut
73
disertai dengan lampiran bukti pembayaran uang pemasukan dan surat
setoran pembayaran BPHTB dikantor pertanahan. Dan setelah dilakukan
penelitian atau pemeriksaan atas seluruh dokumen /berkas, maka atas
dasar wewenang yang dimiliki, Kepala Kantor Pertanahn Kaupaten/Kota
menerbitkan Sertpikikat Hak Atas Tanah dan memberikannya kepada
yang bersangkutan/pihak ketiga selaku pemohon sebagi tanda bukti hak.
Untuk prosedur penyerahan bagian hak atas tanah diatas hak pengelolaan
pada dasarnya untuk alur pengajuan ke kantor Badan Pertanahan Nasional sama,
hanya saja pada bagian hak milik diatas Hak Pengelolaan maka tanah Hak
pengelolaan harus diserahkan kepada pemegang Haknya berdasarkan musyawarah
dan kesapakatan dengan dibuat akta pelepasan.
B. Proses Pendaftaran Hak Pengelolaan dan Hak – Hak Yang timbul
diatasnya
Dalam mengajukan pendaftaran tanah dapat dilakukan dengan pendaftaran
tanah pertama kali dan pendaftaran tanah berkesinambungan yang artinya tanah
tersebut dapat dialihkan kepada pihak lain yang akan kemudian didaftarkan lagi
pada pejabat yang berwenang. Pendaftaran tanah merupakan rangkaian kegiatan
yang dilakukan oleh pemerintah secara terus – menerus, berkesinambungan dan
teratur meliputi pengumpulan, pengelohan, pembukuan dan penyajian serta
pemeliharaan data fisik dan data yuridis dalam bentuk peta dan data mengenai
bidang – bidang tanah dan satuan – satuan rumah susun, termasuk pemberian
74
surat tanda bukti haknya bagi bidang – bidang tanah yang sudah ada haknya dan
hak milik atas satuan rumah susun serta hak – hak tertentu yang membebaninya92.
Melalui pasal 5 dan 6 Peraturan Pemerintah Nomor. 24 Tahun 1997
ditegaskan bahwa penyelenggara pendaftaran tanah adalah Badan Pertanahan
Nasional dan pelaksana pendaftaran tanah dilakukan oleh Kepala Kantor
Pertanahan yang ada di setiap Kabupaten dan Kota, Pengecualian bagi kegiatan –
kegiatan tertentu ditugaskan kepada pejabat lain yang ditetapkan dengan suatu
peraturan Perundang-undangan93.
Jadi setiap tanah – tanh yang didaftarkan sesuai dengan Wilayah atau
Domisili pemohon atau ditentukan lain berdasarkan luas lahan atau tanah yang
dimiliki. Setiap hak - hak atas tanah didaftarakan pada kantor pertanahan. Obyek
pendaftaran Tanah meliputi94 :
a. Bidang – bidang tanah yang dipunyai dengan hak milik, hak guan usaha,
hak guna bangunan dan hak pakai,
b. Tanah hak pengelolaan
c. Tanah wakaf
d. Hak milik atas satuan rumah susun
e. Hak tanggungan
f. Tanah negara
Tanah Hak Pengelolaan merupakan obyek pendaftaran tanah artinya tanah –
tanah yang dihakki dengan Hak Pengelolaan mewajibkan untuk mendaftarkannya
92Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 93Tampil Anshari Siregar, 2007, Pendaftaran Tanah Kepastian Hak, Dicetak oleh Multi
Grafik Medan, Medan, Hal:27 94Pasal 9 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah
75
ke kantor pertanahan. Proses pendaftaran Hak Pengelolaan yang akan
menimbulkan Hak Pengelolaan itu sendiri ada dua hal yaitu melalui konversi dan
melalui Peraturan Pemerintah. Hak Pengelolaan yang terjadi melalui konversi
artinya ketentuan perubahan status hak atas tanah yang memiliki peruntukan yang
sama juga. Pada proses konversi ini status hak Pengelolaan dulunya adalah hak
penguasaan atas tanah negara yang dukuasai pemerintah yang dipergunakan oleh
kepentingan sendiri dikonversi menjadi hak pakai dan apabila dipergunakan selain
untuk kepentingan sendiri juga diberikan kepada pihak ketiga dengan suatu hak
atas tanah dikonversi menjadi hak pengelolaan.
Untuk mendapatkan status hak pengelolaan dari instansi, jawatan atau badan
hukum melalui konversi juga wajib didaftarkan dengan sendirinya Hak
Pengelolaan tersebut ke kantor Pertanahan. Selain melalui konversi maka untuk
memperoleh Hak Pengelolaan berdasarkan penetapan pemerintah yang proses
lahirnya melalui permohonan hak. Maka apabila permohonan Hak Pengelolaan
dikabulkan Kepala Kantor Pertanahan Nasional Menerbitkan Surat Keputusan
Pemberian Hak yang kemudian Surat Keputusan tersebut didaftarakan ke Kantor
Pertanahan Kabupaten/Kota untuk mendapatkan sertipikat Hak Pengelolaan.
Pendaftaran Hak Pengelolaan diatur dalam Peraturan Menteri Negara
Agraria/Kepala Badan Pertanahn Nasional Nomor 9 Tahun 1999 tentang tata cara
pemberian dan pembatalan Hak atas tanah negara dan Hak Pengelolaan. Proses
pendaftaran Hak Pengelolaan diatur dari permohonan Hak Pengelolaan yang
sudah dijelaskan pada bab sebelumnya. Hal tersebut terdapat dalam pasal 68
Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahn Nasional Nomor 9
76
Tahun 1999 tentang tata cara pemberian dan pembatalan Hak atas tanah negara
dan Hak Pengelolaan. terhadap tata cara pemeberian Hak Pengelolaan diatur
dalam pasal 70 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan
Nasional Nomor 9 Tahun 1999 tentang tata cara pemberian dan pembatalan Hak
atas tanah negara dan Hak Pengelolaan. dalam proses pendaftaran Hak
Pengelolaan ini baik dengan permohonan hak maupun konversi melalui syarat –
syarat dan ketentuan yang berlaku yang diatur dalam Peraturan Menteri Negara
Agraria melalui Badan Pertanahan Nasional untuk diterbitkan Sertipikat Hak
Pengelolaan.
Sekarang bagaimana pendaftaran Hak atas tanah di atas Hak Pengelolaan.
maka pendaftaran Hak atas tanah diatas Hak Pengelolaan yaitu Hak Pakai atau
Hak Guna Bangunan pendaftarannya dilakukan oleh pemegang Hak Pengelolaan
dalam hal ini hak Induknya. Hak Pengelolaanlah yang mendaftarakan Hak atas
tanah diatasnya jika ada permohonan. Pastinya untuk mendaftarkan Hak Pakai
atau Hak Guna Bangunan diatas Hak Pengelolaan memliki prosedur yang sudah
dijelaskan pada penjelasan sebelumnya yang tidak terlepas dari adanya perjanjian
atau BOT untuk memakai Hak atas tanah diatas Hak Pengelolaan.
Namun hak yang timbul di atasnya seperti HGB dan Hak Pakai kalau sudah
terdaftar akan lepas menjadi sama seperti HGB dan Hak Pakai yang tumbuh dari
Hak menguasai negara95. Dimana objektif dan kewenangannya sama dan telah
dapat menjadi objek Hak Tanggungan 96. Akan tetapi jika terjadi pengalihan atas
95 Muhammad Yamin Lubis, dan Abdul Rahim Lubis, 2013, Kepemilikan Properti di
Indonesia, Penerbit CV. Mandar Maju, Bandung, Hal. 24 96Ibid.,
77
tanah hak yang timbul tersebut si pemegang hak masih berkewajiban untuk
mendapat izin dari pemegang hak pengelolaannya atau hak induknya97.
Oleh karena itu sertipikat yang diterbitkan oleh Kepala Kantor Pertanahan
Kabupaten/ Kota di atas Hak Pengelolaan pada dasarnya sama dengan sertipikat
hak atas tanah yang diberikan langsung diatas tanah negara98. Yang
membedakannya adalah:
a. Secara formal pada sertipikat tanah yang diberikan diatas tanah Hak
Pengelolaan tercantum penunjuk bahwa hak atas tanah yang diberikan
kepada pihak ketiga berdiri atau berada diatas Hak Pengelolaan.
b. Untuk perpanjangan , pengalihan, pembebanan atas tanah tersebut,
terlebih dahulu harus mendapat persetujuan dari pemegang Hak
Pengelolaan99.
C. Akibat Hukum dari Hak Atas Tanah Yang Timbul Diatas Hak
Pengelolaan
Hubunagan – hubungan yang terjadi antara pemegang hak pengelolaan
degan pemegang hak atas tanah diatas hak pengelolaan menimbulkan suatu akibat
hukum. Akibat hukum ialah akibat suatu tindakan yang dilakukan untuk
memperoleh suatu akibat yang dikehendaki oleh pelaku dan yang diatur oleh
hukum100. Tindakan ini dinamakan tindakan hukum, jadi dengan lain perkataan,
97Ibid., 98 Irawan Soerodjo, Op.Cit, Hal. 97 99Ibid., 100 R. Soeroso, Pegantar ilmu Hukum, Sinar Grafika, Ed.1, Cet. 11, Jakarta, 2009, hal.295
78
akibat hukum adalahakibat dari suatu tindakan hukum101. Ujud dari akibat hukum
itu sendiri adalah102 :
a. Lahirnya, berubahnya atau lenyapnya suatu keadaan hukum
b. Lahirnya, berubahnya atau lenyapnya suatu hubungan hukum, antara dua
atau lebih subyek hukum, di mana hak dan kewajiban pihak yang satu
berhadapan dengan hak dan kewajiban pihak yang lain
c. Lahirnya sanksi apabila dilakukan tindakan yang melawan hukum.
Maka dari itu akibat hukum dari hak atas tanah diatas hak pengelolaan
dilihat dari hubungan hukum keduanya yaitu pemegang hak pengelolaan dengan
pihak ketiga pemegang hak atas tanah. Dalam beberapa akibat hukum yang
timbul dari hak atas tanah diatas Hak Pengelelolaan menimbulkan hak dan
kewajiban yaitu:
1. Pihak ketiga atau pemegang hak atas tanah timbulnya suatu perjanjian
dengan pemegang Hak Pengelolaan yang menimbulkan kewajiban
kepada pemegang hak pengelolaan untuk menyerahakan sebagian hak
atas tanah pengelolaan dan pihak ketiga meyerahkan sejumlah uang/
ganti rugi berdasarkan kesepakatan dengan pemegang hak pengelolaan
berdasarkan perjanjian.
2. Lahirnya suatu hak atas tanah yang baru diatas hak pengelolaan yang
kewenangan penggunaan atau peruntukan tanah tersebut harus sesuai
dengan kesepakatan atau izin dari pemegang Hak Pengelolaan begitu
101Ibid., 102Ibid.,
79
juga jika hak atas tanah diatas hak pengelolaan tersebut melakukan
perbuatan hukum.
3. Apabila pihak ketiga melakukan perbuatan hukum tanpa pemberitahuan
kepada si pemegang hak pengelolaan maka pemegang hak atas tanah
oleh pihak ketiga dapat dicabut sewaktu – waktu apabila tidak sesuai lagi
dengan penggunaan dan peruntukan tanah tersebut.
D. Kewenangan Pihak Ketiga Dalam Rangka Menggunakan Hak Atas
Tanah Di Atas Hak Pengelolaan
Dalam menggunakan hak – hak atas tanah pemilik menggunakan
kewenangannya untuk menggunakan dan mengusahakan tanah bagi empunya.
Tanah yang dikerjakan selain memiliki kewenangan pada empunya juga memiliki
kewajiban terhadapnya. Sesuai dengan pasal 15 Undang – Undang Pokok Agraria
Nomor 5 Tahun 1960 maka kewajiban bagi pemilik tanah memelihara tanah,
termasuk menambah kesuburannya serta mencegah kerusakannya adalah
kewajiban tiap – tiap orang, badan hukum atau instansi yang mempunyai
hubungan hukum dengan tanah, dengan memperhatikan pihak yang ekonomis
lemah. Ini memberitahukan bahwa kewajiban - kewajiban terhadap tanah untuk
memeliharanya sesuai dengan peruntukannya tidak hanya individu melainkan
badan hukum atau instansi yang mempunyai suatu hak atas tanah.
Dalam kewenangan pemegang hak atas tanah yang dilakukan adalah sesuai
dengan Undang – Undang. Kewenangan yang diberi sesuai dengan jenis hak atas
80
tanah apa yang dipegangnya. Adapun jenis hak – hak atas tanah yang disebutkan
dalam Undang – Undang Pokok Agraria yaitu :
a. Hak milik
b. Hak guna usaha
c. Hak guna bangunan
d. Hak pakai
e. Hak sewa
f. Hak membuka tanah
g. Hak memungut hasil hutan
h. Hak – hak lain yang tidak termasuk dalam hak – hak tersebut diatas yang
akan ditetapkan dengan undang-undang serta hak – hak yang sifatnya
sementara sebagai yang disebutkan dalam pasal 53 UUPA103.
Menurut Soedikno Mertokusumo, wewenang yang dipunyai oleh pemegang
hak atas tanah terhadap tanahnya dibagi menjadi 2, yaitu104 :
a. Wewenang Umum yaitu Wewenang yang bersifat umum yaitu pemegang
hak atas tanah mempunyai wewenang untuk menggunakan tanahnya,
termasuk juga tubuh bumi dan air dan ruang yang ada diatasnya sekedar
diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan
penggunaan tanah itu dalam batas-batas menurut UUPA dan peraturan-
peraturan hukum lain yang lebih tinggi (Pasal 4 ayat 2 UUPA).
103Pasal 16 ayat 1 Undang – Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 104file:///C:/Users/USERPC/Documents/SKRIPSI/KEPEMILIKANHAK-
HAKATASTANAHDANAPLIKASINYA_elkafilah.htm, Kepemilikan hak hak atas tanah dan aplikasinya, elkafilah, dikutip pada hari Sabtu, 16 Januari, 2016, pukul 08.00 WIB.
81
b. Wewenang Khusus yaitu Wewenang yang bersifat Khusus yaitu
pemegang hak atas tanah mempunyai wewenang untuk menggunakan
tanahnya sesuai dengan macam hak atas tanahnya, misalnya wewenang
pada tanah Hak Milik adalah dapat untuk kepentingan pertanian dan atau
mendirikan bangunan, wewenang pada tanah Hak Guna Bangunan adalah
mengunakan tanah hanya untuk mendirikan dan mempunyai bangunan
diatas tanah yang bukan miliknya, wewenang pada tanah Hak Guna
Usaha adalah hanya menggunakan tanah untuk kepentingan perusahaan
dibidang pertanian, perikanan, perternakan, atau perkebunan.
Dalam kewenangan pemegang Hak atas tanah yaitu hak pakai disebutkan
dalam Pasal 52 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna
Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai Atas Tanah. kewenangan Hak Pakai yaitu
:
a) menguasai dan mempergunakan tanah selama waktu tertentu untuk
keperluan pribadi atau usahanya
b) memindahkan hak pakai kepada pihak lain
c) membebaninya dengan hak tanggungan
d) menguasai dan mempergunakan tanah untuk jangka waktu yang tidak
ditentukan selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan tertentu
sedangkan kewenangan pemegang Hak Guna Bangunan adalah:
a) menguasai dan mempergunakan tanah selama waktu tertentu
b) mendirikan dan mempunyai bangunan untuk keperluan pribadi atau
usahanya
82
c) mengalihkan hak tersebut kepada pihak lain
d) membebani dengan hak tanggungan105
begitu juga dengan kewenangan pemegang Hak Milik. Pemegang Hak milik
tidak jauh berbeda dengan kewenangan pemegang Hak atas tanah lainnya.
pemegang berhak membebani dengan Hak Tanggungan, berwenang untuk
dialihkan baik itu jual beli, tukar menukar, penghibaan, pemberian dengan wasiat
dan lainnya serta menggunakan tanah tersebut selama – lamanya. Dalam
melakukan kewenangan terhadap jenis Hak atas tanah ini tidak perlu meminta
persetujuan dengan pihak lain sebab ini merupakan jenis hak atas tanah yang
berdiri tanpa diatas jenis hak atas tanah lainnya kecuali apabila diatas Hak
Pengelolaan atau diatas hak lainnya berdasarkan perjanjian dalam penggunaannya.
Begitu juga kewenangan terhadap pemegang Hak Pakai dan Hak Guna Bangunan
yang berdiri bukan diatas miliknya sendiri tetap meminta persetujuan dengan hak
yang diatasnya. Dan hak pakai mengenai tanah yang dikuasai oleh negara maka
hak pakai hanya dapat dialihakan kepada pihak lain dengan izin pejabat yang
berwenang. kewenangan pemegang hak atas tanah Hak Guna Usaha sama hal
tersebut. jadi padi initinya dari jenis Hak atas tanah yang disebutkan dapat
melakukan kewenangan dalam melakukan perbuatan hukum dengan syarat
adanya perjanjian dengan pemiiknya jika ada.
Dengan demikian bagaimana kewenangan pihak ketiga dalam melakukan
kewenangan Hak atas tanah diatas atau bagian dari Hak Pengelolaan. Didalam
Pasal 6 Peraturan Meneteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1997 tentang Tata Cara
105Ibid.,
83
Permohonan dan Penyelesaian Pemberian Hak Atas Bagian – bagian Tanah Hak
Pengelolaan serta pendaftarannya menyebutkan Hak Milik, Hak Guna Bangunan
dan Hak Pakai tunduk pada ketentuan-ketentuan tentang hak – hak tersebut
sebagiamana termuat dalam Undang – Undang Pokok Agraria dan peraturan
pelaksanaanya yang mengenai hak- hak itu serta syarat – syarat khusus yang
tercantum didalam surat perjanjian yang dimaksud. Ini membuktikan bahwa Hak
Milik, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai diatas Hak Pengelolaan
kewenangannnya tunduk pada UUPA baik itu dari pelaksaannya maupun dalam
menggunakan tanah hak tersebut. maka berdasarkan pada penjelasan sebelumnnya
didalam buku Muhammad Yamin Lubis bahwa hak yang timbul diatas Hak
Pengelolaan seperti Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai kalau sudah terdaftar
akan lepas menjadi Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai yang tumbuh dari Hak
Menguasai Negara. Dimana objektif dan kewenangannya sama dan telah dapat
menjadi objek Hak Tanggunngan. Tetapi bagaimanapun juga pihak ketiga tetap
memiliki kewenangan terhadap hak atas tanah bagian dari Hak Pengelolaan yang
sama dengan kewenangannya dengan jenis hak atas tanah yang tidak berdri diatas
hak lain yang dapat melakuakan perbuatan hukum baik itu jual beli, tukar
menukar atau lainnya tetap meminta persetujuan dari pemegang hak induknya
yaitu Hak Pengelolaan.
84
BAB IV
IMPLEMENTASI HAK PENGELOLAAN TERHADAP NEGARA
SEBAGAI PEMBERI HAK PENGELOLAAN DALAM RANGKA
KEWENANGAN KEPENTINGAN PELAKSANAAN TUGASNYA
A. Pelaksanaan Hak Pengelolaan Pemerintah Kota Medan
Salah satu pemegang Hak Pengelolaan adalah Instansi atau pemerintah
daerah yaitu pemerintah kota Medan. Pemko Medan merupakan salah satu dari
subjek hak Pengelolaan yang mempuyai beberapa kewenangan yang tertuang
dalam Peraturan baik tiu penggunaaan maupun peruntukan tanah dan
menyerahkan atau bekerjasama dengan pihak ketiga dengan beberapa jenis hak
atas tanah diatas hak pengelolaan yang dipunyai oleh Pemko Medan. Pelaksaan
Hak Pengelolaan atas tanah yang dipegang oleh pemko Medan sendiri tidak lari
dari kewenangan pemegang Hak pengelolaan yang diatur dalam Peraturan
Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1965 tentang pelaksanaan konversi hak
penguasaan atas tanah negara dan ketentuan – ketentuan tentang kebijaksanaan
selanjutnya yang ditegaskan kewenangannya dalam Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 5 Tahun 1957 tentang ketentuan mengenai penyediaan dan
pemberian tanah untuk keperluan perusahaan yaitu :
1. Merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah yang bersangkutan
2. Menggunakan tanah tersebut untuk keperluan pelaksanaan tugasnya
3. Menyerahkan bagian – bagian atas tanah tersebut kepada pihak ketiga
dengan jangka waktu 6 tahun atau menurut persyaratan yang ditentukan
85
4. oleh pemegang hak tersebut yang meliputi segi – segi peruntukan,
penggunaan , jangka waktu dan keuangannya
5. Atau menerima uang pemasukan/ganti rugi/uang wajib tahunan
Berdasarkan hasil riset dengan metode wawancara dengan salah
seorang staff bagian hukum pemerintah kota medan bahwa tanah hak
pengelolaan yang dipunyai oleh Pemko Medan merupakan aset daerah baik
itu berupa tanah maupun barang lainnya untuk dipergunakan sesuai dengan
peruntukan dan penggunaan tanah tersebut baik itu keperluan Pemko sendiri
maupun penggunaan dan peruntukan tanah hak pengelolaan kepada pihak
dengan kerjasama dan menggunakan tanah sebagai aset daerah tersebut untuk
keperluan pelaksanaan tugasnya. Pada pasal 49 UU Nomor 1 Tahun 2004
tentang perbendaharaan negara dalam angka 1 disebutkan “barang milik
Negara/Daerah yang berupa tanah yang dikuasai Pemerintah Pusat/Daerah
harus disertifikatkan atas nama Pemerintah Republik Indonesia/ Pemerintah
Daerah yang bersangkutan”. Dalam hal Pemerintah Kota Medan melakukan
kerjasama dalam aset daerah baik itu berupa tanah dengan para pihak harus
sesuai dengan Peratuan Pemerintah Republik indonesia Nomor 50 Tahun
2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan kerja sama daerah Jo Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 22 tahun 2009 tentang petunjuk teknis tata cara
kerjasama daerah. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2007
tentang tata cara pelaksanaan kerja sama daerah pasal (1) disebutkan Kerja
sama daerah adalah kesepakatan antara gubernur dengan gubernur atau
gubernur dengan bupati/wali kota atau antara bupati/wali kota dengan
86
bupati/wali kota yang lain, dan atau gubernur, bupati/wali kota dengan pihak
ketiga, yang dibuat secara tertulis serta menimbulkan hak dan kewajiban.
Pihak ketiga disini dalam mempergunakan atau berkerjasam dengan aset
Pemerintah kota Medan termasuk Tanah Hak Pengelolaan yang dimiliki oleh
Pemko Medan adalah epartemen/Lembaga Pemerintah Non Departemen atau
sebutan lain, perusahaan swasta yang berbadan hukum, Badan Usaha Milik
Negara, Badan Usaha Milik Daerah, KoperasiYayasan, dan lembaga di dalam
negeri lainnya yang berbadan hukum106. kewenangan subyek Hak Pengelolaan
yaitu Pemko Medan itu sendiri dalam menyerahkan sebagaian hak atas
pengelolaan kepada pihak ketiga harus dalam bentuk kerjasama antara pihak
pertama dengan pihak ketiga sebagai pemegang hak atas tanah diatas hak
pengelolaan yang dituangakan dalam bentuk perjanjian kerjasama. Dalam
perjanjian yang dibuat oleh para pihak dalam mempergunakan tanah hak
pengelolaan ini tentu halnya menimbulkan hak dan kewajiban yang tertuang
dalam isi perjanjian tersebut baik itu uang atau biaya yang harus dibayar oleh
pihak ketiga kepada pemegang hak pengelolaan yaitu Pemko Medan dan hak –
hak lainnya yang diterima oleh pihak ketiga dan pemegang Hak Pengelolaan.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2007 tentang tata cara pelaksanaan
kerja sama daerah pasal ( 7) rencana kerjasama dengan membuat kesepakatan oleh
para pihak dan menyiapkan rancangan perjanjian kerjasama yang memuat :
1. subjek kerja sama;
106Pasal 1 angka 3 Peratuan Pemerintah Republik indonesia Nomor 50 Tahun 2007
tentang Tata Cara Pelaksanaan kerja sama daerah
87
2. objek kerja sama;
3. ruang lingkup kerja sama;
4. hak dan kewajiban para pihak;
5. jangka waktu kerja sama;
6. pengakhiran kerja sama;
7. keadaan memaksa; dan
8. penyelesaian perselisihan.
Kewenangan Pemko Medan dalam Hak Pengelolaan meyerahkan sebagian
hak atas tanah diatas Hak Pengelolaan Pemko Medan dengan melakukan
kerjasama dan menyerahkan sebagian uang kepada Pemko Medan dalam bentuk
pembayaran retribusi ke daerah atas tanah yang merupakan hasil kerjasama
pemerintah daerah dengan pihak lain berupa penggunaan tanah hak pengelolaan.
Hasil dari kerjasma pemerintah daerah tidak hanya uang melainkan dapat berupa
surat berharga, aset, dan non material yang sifatnya menguntungan bagi daerah.
Uang yang diserahkan oleh pihak ketigabesarannya sesuai kesepakatan dalam
perjanjian yang dibuat. Untuk syarat – syarat perjanjian yang dibuat oleh para
pihak sesuai dengan dengan ketentuan pasal 1320 BW yaitu :
1. Sepakat mereka yang mengikat dirinya
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
3. Suatu hal tertentu
4. Suatu sebab yang halal
Jo pasal 1338 BW semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai
undang – undang bagi mereka yang membuatnya, artinya perjanjian yang dibuat
88
oleh para pihak dalam mempergunakan dan peruntukan tanah cukup kedua belah
pihak saja yang mengetahui. Serta perjanjian yang dibuat oleh pemegang Hak
Pengelolaan Pemko Medan dengan Pihak ketiga penggunaan hak atas tanah Hak
Pengelolaan dibuat secara tertulis dengan akta notaril yang dibuat oleh pejabat
yang berwenang agar kelegalitasan dan keabsahan dari perjanjian tersebut kuat.
Dalam melakukan kerjasama dengan pihak ketiga berupa kerjasama dalam
penyerahan sebagian hak atas tanah pengelolaan Pemerintah daerah memiliki
penilaian artinya hak atas tanah yang diberikan oleh Pemko untuk dipergunakan
sesuai dengan pelaksanaan kepentingannya kepada suatu perusahan swasta atau
badan hukum lainnya benar – benar di pergunakan sesuai dengan perjanjian.
Pemerintah daerah tidak akan memberikan kepada pemegang Hak atas tanah
diatas hak pengelolaan yang diserahakan kepada perusahan swasta atau badan
hukum atau pihak lainnya yang tidak mengeluarkan keuntungan bagi daerah itu
sendiri. Di samping keuntungan dari pembayaran sejumlah uang kepada
pemerintah daerah sebagai pemegang Hak pengelolaan, pihak ketiga sebagai
penggunaan sebagian hak atas tanah diatas Hak Pengelolaan yaitu perusahaan atau
badan hukum lainnya atau swasta juga memberikan kontribusi bagi daerah dalam
hal pembangunan artinya pemegang sebagaian hak atas tanah pegelolaan oleh
pihak ketiga memiliki manfaat bagi pembangunan daerah107.
Yang dapat dinyatakan bahwa tanah – tanah yang dikuasai oleh dan dapat
dikatakan sebagai aset Instansi Pemerintah apabila berasal dari108 :
107Pernyataan dari salah seorang Statff bagin Hukum Pemerintah Kota Medan 108Supriyadi, (2010), Aspek Hukum Tanah Aset Daerah, Prestasi Pustaka, Jakarat, hal:158
89
1. Jika Pemerintah daerah berdasarkan staabladtahun 1911 Nomor 110
tentang penguasaan benda – benda tidak bergerak, gedung – gedung, dan
lain – lain bangunan milik negara, kemudian diatur kembali dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1953 tentang penguasaan tanah –
tanah negara, menguasai tanah dimaksud sejak zaman Pemerintah Hindia
Belanda smapai pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 8
Tahun 1953, maka tanah tersebut berstatus dalam penguasaan (in beheer)
Pemerintah Daerah.
2. Tanah – tanah yang dikuasai oleh Pemerintah Daerah berdasarkan
keputusan atau penetapan pemberian hak.
3. Tanah – tanah perusahaan milik Belanda yang berdasarkan Undang –
Undang Nomor 86 tahun 1958 tentang Nasionalisasi Perusahaan -
perusahaan milik Belanda, Penguasaannya diserahkan kepada Pemerintah
Daerah.
1. Penggunaan Hak Atas Tanah Diatas Hak Pengelolalaan Pemerintah
Kota Medan
Penggunaan hak atas tanah diatas Hak Pengelolaan Pemko Medan terdaftar
dalam aset daerah kota Medan. Dalam hal ini penulis tidak mendapatkan data
penggunaan hak atas tanah diatas hak pengelolaan maupun diperuntukan apa saja
hak atas tanah diatas hak pengelolaan Kota Medan. Akan tetapi penjelasan dari
salah seorang staff bagian hukum Pemko Medan penggunaan hak atas diatas hak
pengelolaan Pemerintah Kota Medan berdasarkan perjanjian yang tertuang dalam
akta notaril yang disepakati. Dalam kewenangan penggunaan sebagian hak atas
90
tanah diatas Hak Pengelolaan Pemko Medan juga berdasarkan Undang – Undang
Pokok agraria Nomor 5 Tahun 1950 yang jenis hak atas tanah diatasnya dapat
melakukan perbuatan hukum seperti dijadikan sebagai objek hak tanggungan atau
dialihkan ke pihak lain dimana objektif dan kewenangannya sama dengan hak
atas tanah yang berdiri sendiri (primer) artinya tidak diatas hak atas tanah lainnya.
Hak atas tanah diatas Hak Pengelolaan Pemko Medan ini seperti yang
disebutkan sebelumnya jika sudah terdaftar hak atas tanah diatas hak pengelolaan
yang sudah terdaftar di kantor pertanahan maka hak atas tanah ini sama seperti
hak atas tanah bersifat primer artinya hak atas tanah yang berasal dari tanah
negara secara langsung. Jika hak atas tanah ini bersifat primer maka dalam jangka
waktu penggunaannya pun seseuai dengan UUPA. Berdasarkan keteranga staff
bagian hukum Pemko Medan dan Berdasarkan UUPA maka hak atas tanah berupa
Hak Guna Bangunan berjangka waktu 30 tahun dan dapat diperpanjang 20 tahun
dan dapat diperbaharui 30 tahun lagi jika masa perpanjangannya habis dan jangka
waktu hak pakai 25 tahun dan dapat diperpanjang 20 tahun kemudin dapat
diperbaharui sesudahnya kembali selama 25 tahun.
Kemudian penggunaan hak atas tanah diatas Hak Pengelolaan Pemko
Medan berakhir jika masa waktu penggunaan hak atas tanah habis sebagaimana
dijelaskan sebelumnya. Tetapi berakhirnya perjanjian kerjasama penggunaan
tanah sebagaian hak pengelolaan oleh pihak ketiga dengan pemerintah Kota
Medan mengikuti pada Peratuan Pemerintah Republik indonesia Nomor 50 Tahun
2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan kerja sama daerah berakhir jika, yaitu :
91
a. Terdapat kesepakatan para pihak melalui proseduryang ditetapkan dalam
perjanjian
b. Tujuan perjanjian tersebut telah tercapai
c. Terdapat perubahan mendasar yang mengakibatkan perjanjian kerja sama
tidak dapat dilaksanakan
d. Salah satu pihak tidak melaksanakan atau melanggar ketentuan perjanjian
e. Dibuat perjanjian baru yang menggantikan perjanjian lama
f. Muncul norma baru dalam peraturan perundang-undangan
g. Objek perjanjian hilang
h. Terdapat hal-hal yang merugikan kepentingan nasional, atau
i. Berakhirnya masa perjanjian.
2. Bagian Hak Atas Tanah Yang Diberikan Oleh Pemerintah Kota Medan
Kepada Pihak Ketiga
Pada kewenangan pemegang Hak Pengelolaan Pemerintah Kota Medan
salah satunya adalah menyerahkan bagian-bagian atas tanah hak pengelolaan
Pemerintah Kota Medan sebagai Aset kepada pihak ketiga untuk digunakan dan
diperuntukan sesuai dengan kesepakatan dalam hal memberikan manfaat bagi
pembangunan kota Medan itu sendiri. Maka dalam hal Hak Pengelolaan yang di
punyai oleh Pemerintah Kota Medan merupakan aset daerah dapat dipergunakan
oleh pihak ketiga untuk dipergunakan secara privat dengan jenis hak atas tanah
yang notabene jenis hak atas tanah yang diberikan oleh Pemko Medan kepada
92
pihak ketiga itu, ketentuan dari pemegang Hak Pengelolaan jenis hak atas tanah
apa yang ingin diberikan kepada pihak ketiga.
Pada studi di Kantor Pemerintah Kota Medan maka berdasarkan keterangan
staaf pada bagian hukum, jenis hak atas tanah yang dapat diserahakan dan
dipergunakan sebagian haknya kepada pihak ketiga adalah :
1. Hak Guna Bangunan
2. Dan Hak Pakai
Hak milik tidak termasuk pada bagian jenis hak atas tanah yang dapat
diserahakan kepada pihak ketiga untuk dipergunakan karena hak milik merupakan
hak yang terkuat dan terpenuhi dalam kepemilikannya sehingga Pemerintah Kota
Medan tidak memberikan atau menyerahkan sebagian hak atas tanah dengan hak
milik.
Tanah yang merupakan aset daerah adalah tanah – tanah dalam penguasaan
daerah, dengan syarat – syarat yaitu109 :
1. Diperoleh dengan maksud untuk dipakai dalam kegiatan operasional
pemerintah daerah dan dalam kondisi siap dipakai. Dalam hal ini
misalnya, setelah tanah dimatangkan sampai tanah tersebut siap pakai.
2. Adanya bukti penguasaan secara hukum, misalnya sertipikat hak pakai
atau hak pengelolaan atas nama daerah atau adanya bukti pembayaran
dan penguasaan sertipikat tanah atas nama pemilik sebelumnya
3. Dapat diukur dengan satuan uang
109Ibid, hal. 270
93
B. Hak dan Kewajiban Pemegang Hak Pengelolaan pada Pemerintah kota
Medan
Dalam mempergunakan hak – hak atas tanah pada dasarnya mempunyai hak
dan kewajiban yang harus dilaksanakan. Pada pemegang Hak Pengelolaan sebagai
hak induk dari hak atas tanah yang berada diatasnya mempunyai hak dan
kewajiban juga beserta tanah – tanah yang berada diatasnya. Pemko Medan dalam
hal ini sebagai pemegang Hak Pengelolaan mempunyai hak dan kewajiban
terhadap pemegang Hak atas tanah diatasnya. Kewajiban – kewajiban pemegang
hak atas tanah seperti Kewajiban pemegang Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai
terdapat pada Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996. Kewajiban Pemegang
Hak Guna Bangunan pasal 30 PP Nomor 40 Tahun 1996 yaitu :
a. Membayar uang pemasukan yang jumlah dan cara pemabayarannya
ditetapkan dalam keputusan pemberian haknya
b. Menggunakan tanah sesuai dengan peruntukannya dan persyaratan
sebagaimana ditetapkan dalam keputusan dan perjanjian pemberiannya;
c. Memelihara dengan baik tanah dan bangunan yangada di atasnya serta
menjaga kelestarian lingkungan hidup
d. Menyerahkan kembali tanah yang diberikan dengan Hak Guna bangunan
kepada Negara, pemegang Hak Pengelolaan atau pemegang Hak Milik
sesudah Hak Guna Bangunan itu hapus
e. Menyerahkan sertipikat Hak Guna Bangunan yang telah hapus kepada
Kepala Kantor Pertanahan.
94
Kewajiban Pemegang Hak Pakai pasal pasal 50 PP Nomor 40 Tahun 1996
yaitu :
a. Membayar uang pemasukan yang jumlah dan cara pembayarannya
ditetapkan dalam keputusan pemberian haknya, perjanjian penggunaan
tanah Hak Pengelolaan atau dalam perjanjian pemberian Hak Pakai atas
tanah Hak Milik
b. Menggunakan tanah sesuai dengan peruntukannya dan persyaratan
sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberiannya, atau perjanjian
pemberian Hak Pakai atas tanah Hak Milik
c. Memelihara dengan baik tanah dan bangunan yang ada di atasnya serta
menjaga kelestarian lingkungan hidup
d. Menyerahkan kembali tanah yang diberikan dengan Hak Pakai kepada
Negara, pemegang Hak Pengelolaan atau pemegang Hak Milik sesudah
Hak Pakai tersebut hapus;
e. Menyerahkan sertipikat Hak Pakai yang telah hapus kepada Kepala
Kantor Pertanahan.
Maka dalam kewajiban Pemerintah Kota Medan sebagai Pemegang Hak
Pengelolaan adalah :
1. Membuat atau berwenang membuat perjanjian dengan pihak ketiga dalam
menggunakan sebagain hak Pengelolaan Kota Medan untuk dipergunakan.
95
2. Menyerahkan sebagaian Hak atas tanah sesuai dengan kesepakatan atau
perjanjian kepada pihak ketiga dengan jenis Hak Pakai atau Hak Guna
Bangunan.
3. Pemerintah Kota Medan berkewajiban mengajukan usul kepada siapa
pemegang atau subyek hak atas tanah Hak Pengelolaan yang di
pergunakan kepada pihak ketiga kepada Kantor Badan Pertanahan
Nasional. Artinya Pemegang Hak Pengelolaan yaitu Pemerintah Kota
Medan yang mendaftarkan hak atas tanah diatas Hak Pengelolaan
4. Memberikan persetujuan terhadap pihak ketiga pemegang hak atas tanah
untuk melakukan perbuatan hukum seperti dialihakan, dijadikan objek hak
tanggungan dan lainnya kepada Pemerintah Kota Medan.
5. Menjaga, memelihara dan menggunakan tanah hak Pengelolaan sesuai
dengan sifat dan tujuan pemeberian haknya. Sesuai dengan Pasal 15
UUPA kewajiban bagi setiap pemegang hk atas tanah memelihara tanah,
termasuk menambah kesuburannya serta mencegah kerusakannya adalah
kewajiban tiap – tiap orang, badan hukum atau instansi yang mempunyai
hubungan hukum dengan tanah itu, dengan memperhatikan pihak
ekonomis lemah.
Hak dalam Pemegang Hak Pengelolaan adalah :
1. Menerima uang pemasukan atau uang tahunan dari pihak ketiga sebagai
pemakai atau pengguna bagian Hak Pengelolaan. Pemerintah Kota Medan
sebagai Pemegang Hak Pengelolaan dalam hal ini menerima uang
pemasukan dari pihak ketiga dalam bentuk retribusi daerah karena bagian
96
dari aset daerah yang dipergunakan oleh pihak ketiga. Retribusi daerah ini
nantinya akan masuk ke kas daerah.
Dalam peraturan Daerah Kota Medan Nomor 9 Tahun 2012
tentang retribusi daerah disebutkan retribusi pemakaian kekayaan daerah
dipungut retribusi sebagai pembayaran atas pemakaian kekayaan daerah,
dan pamakaian tanah milik daerah merupakan salah satu objek retribusi.
Dan berikut besaran tarif retribusi daerah pemakaian dan pemanfaatan
tanah milik daerah atau dibawah penguasaan daerah pasal 9 (6) yaitu:
a. Hak Guna Bangunan, 0,30% ( nol koma tiga puluh per seratu )/
meter/ tahun dari nulai jual objek pajak (NJOP).
b. Hak Pakai 0,30 % ( nol koma tiga puluh per seratu )/ meter/
tahun dari nulai jual objek pajak (NJOP).
c. Hak Sewa 0,30 % ( nol koma tiga puluh per seratu )/ meter/
tahun dari nulai jual objek pajak (NJOP).
d. Pemakaian dengan hak guna bangunan, hak pakai maupun hak
sewa untuk kepentingan sosial dikenakan 50% (lima puluh per
seratus) dari retribusi sebagaimana dimaksud dalam huruf a,b,
dan c
2. Hak dari pemegang hak atas tanah (pihak ketiga) diatas hak pengelolaan
berhak menggunakan hak atas tanah sesuai dengan ketentuan Peraturan
Perundang – Undangan dan tidak terlepas dari perjanjian yang
dicantumkan
97
3. Menyerahkan hak atas tanah tersebut kepada pemegang Hak Pengelolaan
jika jangka waktunya sudah habis dan tidak dipergunakan lagi oleh pihak
ketiga dan pemegang hak pengelolaan berhak mancabut hak atas tanah
bagian hak pengelolaan jika tidak dipergunakan sesuai dengan peruntukan
dan terdapat ketentuan – ketentuan lainnya dalam perjanjian yang dapat
mengakibatkan berkahirnya penggunaan pemegang hak atas tanah.
4. Pemegang Hak Pengelolaan berhak menggunakan tanah hak Pengelolaan
sebagai kekayaan daerah untuk merencanakan peruntukan dan penggunaan
tanah.
Pada spesifiknya dankeseluruhan hak dan kewajiban pemegang hak
pengelolaan Kota Medan dicantumkan dalam perjanjian penggunaan hak atas
tanah oleh pihak ketiga.
C. Hambatan – Hambatan Pemegang Hak Pengelolaan Kota Medan
Dalam hasil wawancari dengan salah seorang staff kota Medan maka
hambatan – hambatan yang didapat pada Pemko Medan sendiri sebagai Pemegang
Hak Pengelolaan adalah banyaknya masyarakat yang menduduki tanah aset Kota
Medan tersebut yaitu Hak Pengelolaan sehingga hal tersebut menyulitkan ketika
Pemko Medan melakukan penggunaan atau penguasaan tanah tersebut. dalam hal
ini masyarakat tidak mengetahui status tanah tersebut sehingga dengan mudahnya
masyarakat menggarapnya sehingga suatu saat jika dipergunakan oleh Pemko
Medan itu melakukan upaya - upaya yang tidak mudah.
98
Dalam hal ini penulis tidak banyak mendapatkan hambatan – hambatan dari
penjelasan staaf kantor Pemerintah Kota Medan, sebab hambatan – hambatan
yang terjadi pada umumya ketika terjadi ketika dilapangan secara langsung. Akan
tetapi hambatan yang disebukan diatas itu lazim terjadi karena tanah – tanah
Pemerintah Kota Medan masih banyak yang kosong atau belum digunakan atau
diusahaii sehingga menimbulkan penggarap – penggarap liar yang mengaku
sebagai pemilik tanah.
99
BAB. V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Hak Pengelolaan merupakan hak menguasai negara yang yang
kewenangan pelaksanaan tugasnya dilimpahkan kepada pemegang haknya
yang dapat dipergunakan sendiri untuk pelaksanaan kepentingan tugasnya
dan dapat diberikan kepada pihak ketiga dengan suatu hak tertentu untuk
dipergunakan. Pengaturan Hak Pengelolaan selama ini masih diatur dalam
peraturan – peraturan pelaksana seperti Peraturan Pemerintah, Peraturan
Dalam Negeri dan Peraturan Menteri Agraria yang sebelumnya Hak
Pengelolaan hanya disebutkan dalam Undang – Undang Pokok Agraria
pada penjeasan BAB II, hanya disebutkan tidak diatur secara materil
dalam Undang - Undang. Pengaturan materilnya selama ini hanya
dijelaskan pada Peraturan – Peraturan Pelaksana.
2. Dalam perkembangan pemegang Hak Pengelolaan yang merupakan
gempilan dari Hak Menguasai Negara maka dari Undang – Undang Pokok
Agraria Pasal 2 (4) mengenai Hak Menguasai Negara pelaksanaannnya
dapat dikuasakan kepada Daerah – daerah Swatantra dan masyarakat –
masyarakat hukum adat yang pada saat ini didalam Peraturan Menteri
Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 Hak
Pengelolaan diberikan kepada Instansi Pemerinth termasuk Pemerintah
Daerah, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, PT
Persero, Badan Otorita, dan Badan Hukum Pemerintah lainnya yang
100
3. ditunjuk pemerintah, maka dapat disimpulkan pemegang atau subjek Hak
Pengelolaan adanya tambahan dari peraturan tersebut dibandingkan
didalam Undang – Undang Pokok Agraria adanya masyarakat hukum adat,
daerah – daerah swatantra yang saat ini disebut badan – badan
pemerintahan atau pemerintah daerah termasuk Pemerintah daerah Kota
Medan merupakan Pemegang Hak Pengelolaan.
4. Dari jenis hak atas tanah yang dapat diberikan bagian atau diatas hak
Pengelolaan yaitu Hak Pakai, Hak Milik, dan Hak Guna Bangunan. Akan
tetapi tidak semua Pemegang Hak Pengelolaan memberikan ketiga jenis
hak ini. Kerena berdasarkan kesepakatan dan perjanjian penggunaan tanah.
Dan terhadap pemohon hak atas tanah diatas Hak Pengelolaan harus
didahului dengan perjanjian penggunaan tanah yang dibuktikan dengan
akta perjanjain.
5. Dalam beberapa akibat hukum yang timbul dari hak atas tanah diatas Hak
Pengelelolaan menimbulkan hak dan kewajiban yaitu:
1. Pihak ketiga atau pemegang hak atas tanah timbulnya suatu perjanjian
dengan pemegang Hak Pengelolaan yang menimbulkan kewajiban
kepada pemegang hak pengelolaan untuk menyerahakan sebagian hak
atas tanah pengelolaan dan pihak ketiga meyerahkan sejumlah uang/
ganti rugi berdasarkan kesepakatan dengan pemegang hak pengelolaan
berdasarkan perjanjian.
2. Lahirnya suatu hak atas tanah yang baru diatas hak pengelolaan yang
kewenangan penggunaan atau peruntukan tanah tersebut harus sesuai
101
dengan kesepakatan atau izin dari pemegang Hak Pengelolaan begitu
juga jika hak atas tanah diatas hak pengelolaan tersebut melakukan
perbuatan hukum.
3. Apabila pihak ketiga melakukan perbuatan hukum tanpa pemberitahuan
kepada si pemegang hak pengelolaan maka pemegang hak atas tanah
oleh pihak ketiga dapat dicabut sewaktu – waktu apabila tidak sesuai
lagi dengan penggunaan, peruntukan tanah tersebut dan perjanjian.
6. Kewenangan dari pemegang Hak Atas Tanah diatas Hak Pengelolaan
sama dengan kewenangan hak atas tanah primer artinya hak atas tanah
yang berasal dari tanah negara yaitu hak – hak atas tanah yang tidak
berada diatas hak atas tanah lainnya. tetapi kewenangan dari pemegang
hak atas tanah diatas Hak pengelolaan tidak terepas dari perjanjian
penggunaan tanah dengan pemegang Hak Pengelolaan
7. Pemerintah Kota Medan sebagai Pemegang Hak Pengelolaan hanya dapat
memberikan jenis hak atas tanah kepada pihak ketiga berupa Hak Pakai
dan Hak Guna Bangunan. Yang penggunaan hak atas tanah tersebut
tertuang dalam perjanjian Penggunaan tanah yang dibuat dengan akta
Notaril. Dan pihak ketiga memberikan uang pemasukan kepada Pemegang
Hak Pengelolaan dalam bentuk retribusi daerah dalam memakai aset
daerah berupa tanah. Dan kewenangan Pemko medan sebagai Pemegang
Hak Pengelolaan kepada pemberi Hak Pengelolaan yaitu negara tetap ada
karena Pemerintah Daerah juga pendelegasian dari negara maka
kewenangannya tetap membayar atau menyetor hasil daerah ke kas negara
102
terhadap pendapatan - pendapatan daerah termasuk pendapatan dari aset
daerah yaitu tanah Hak Pengelolaan.
B. Saran
1. Selama ini pengaturan Hak Pengelolaan hanya diatur pada peraturan –
peraturan pelaksana saja seperti Peraturan Pemerintah dan Peraturan
Menteri lainnya yang seyogyanya pengaturan Hak Pengelolaan secara
lengkap materill dibuat peraturan Perundang – undangan agar jelas dan
kuat arah dan tujuan dari Hak Pengelolaan ini. Karena sebelumnya Hak
Pengelolaan hanya disebut dalam penjelasan Undang – Undang Pokok
Agraria dan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pelaksana lainnya tanpa
dibuat atau diterbitkannya Undang – Undang tentang Hak Pengelolaan
secara tersendiri.
2. Diperlukannya kombinasi Peraturan Pemerintah sebagai peraturan
pelaksana dengan Undang – undang yang khusus menangani Hak
Pengelolaan secara konkrit agar menjadi satu aturan yang jelas dan
sistematis.
3. Diperlukan adanya tambahan subyek Hak Pengelolaan dalam peraturan
baik itu dalam Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan
Nasional Nomor 9 Tahun 1999 tentag tata cara pemberian dan
pembatalan hak atas tanah negara dan hak pengelolaan maupun
peraturan lainnya yaitu masyarakat hukum adat. Sebab dalam Undang –
Undang Pokok Agraria pada pasal 2 ayat (4) Hak Menguasai Negara
103
dapat dikuasakan kepada masyarakat hukum adat yang didalam
peraturan materil tentang Hak Pengelolaan tak ada yang menyebutkan
masyarakat hukum adat sebagai subyek Hak Pengelolaan sehingga
antara Peraturan Pelaksana dengan Undang – Undang Pokok Agraria
terjadinya tumpang tindih
104
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Amiruddin dan Asikin, Zainal, 2004,Pengantar Metode Penelitian Hukum,
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Anshari, Tampil, 2007, Pendaftaran Tanah Kepastian Hak, Medan : Multi
Grafik.
Erwiningsih, Winahyu 2011, Hak Pengelolaan Atas Tanah, Yogyakarta : Total
Media.
Manan, Bagir, 1986, Hak Pengelolaan, bahan diskusi Tim Pengkajian Hukum
Agraria, BPHN, Jakarta : Departemen, Kehakiman.
Parlindungan, A.P, 1994, Hak Pengelolaan Menurut sisitem UUPA,Bandung:
Mandar Maju.
Santoso, Urip, 2010, Pendaftaran dan Peralihan Hak Atas Tanah, Jakarta:
Kencana Prenada Media Group
------------------ , 2015, Perolehan Hak Atas Tanah, Jakarta : Prenadamedia Group
Sodiki, Achmad, 2013,Politik Hukum Agraria, Jakarta: diterbitkan Konstitusi
Press (Konpress)
Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji. 2007. Penelitian Hukum Normatif. Jakarta:
Raja Grafindo Persada
Soerodjo, Irawan, 2014, Hukum Pertanahan Hak Pengelolaan atas tanah (HPL)
Eksistensi, Pengaturan dan Praktik, Yogyakarta: Laksbang Mediatama.
105
Soeroso, R, 2009,Pegantar ilmu Hukum, Ed.1, Cet. 11, Jakarta: Sinar Grafika
Sumardjono, S.W. Maria, 2008, Tanah Dalam Perspektif Hak Ekonomi Sosisal
dan Budaya,Jakarta: Buku Kompas
----------------------------------, 2007, “Hak Pengelolaan: Perkem-bangan, Regulasi,
dan Implementasinya”, Jurnal Mimbar Hukum, Edisi Khusus, Yogyakarta:
Fa-kultas Hukum Universitas Gadjah Mada.
Supriyadi, 2010, Aspek Hukum Tanah Aset Daerah Menemukan Keadilan,
kemanfaatan, dan kepastian atas Eksistensi Tanah Aset Daera, Jakarta :
Prestasi Pustaka Publisher.
Waluyo, Bambang, 2001, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: P.T.Rajawali Pers
Yamin, Muhammad Lubis dan Rahim, Abdul Lubis, 2013, Kepemilikan Properti
Di Indonesia termasuk kepemilikan rumah oleh orang asing, Bandung: CV
Mandar Maju, Bandung.
Zaidar, 2014, Dasar Filososfi Hukum Agraria Indonesia, Medan : Pustaka Bangsa
Press.
Zein, Ramli, 1995, Hak Pengelolaan dalam sistem UUPA, Jakarta : Rineka Cipta.
B. Jurnal
Jurnal Dinamika Hukum Vol. 13 No. 2 Mei 2013, “Penggunaan Tanah Hak
Pengelolaan oleh pihak ketiga”, oleh Urip Santoso.
Jurnal Dinamika Hukum, Vo. 10 No. 3 September 2010, “ Eksistensi Hak
Pengelolaan Atas Tanah (HPL) dan Realitas Pembangunan Indonesia”, oleh
Elita Rahmi.
106
Jurnal Ilmu Hukum, Vol 3 No. 1 Analisis Yuridis Terhadap Hak-Hak Atas Tanah
Yang Berada Diatas Hak Pengelolaan Pelabuhan”, Lovelly Dwina Dahen.
C. Internet
https://idtesis.com/metode-penelitian-hukum-empiris-dan-normatif/,Metode
penelitian hukum empiris dan normatif, dikutip pada Rabu 24 Februari 2016
file:///C:/Users/USERPC/Documents/SKRIPSI/KEPEMILIKANHAK-
HAKATASTANAHDANAPLIKASINYA_elkafilah.htm, Kepemilikan hak
hak atas tanah dan aplikasinya, elkafilah, dikutip pada hari Sabtu, 16 Januari,
2016.
D. Peraturan Perundang - Undangan
Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan
Dasar Pokok Agraria
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1997 tentang
Pendaftaran Tanah
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1953 tentang
Penguasaan atas Tanah Negara.
PeraturanPemerintah Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak
Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah
Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1965 tentang Pelaksanaan Konversi
Hak Penguasaan Atas Tanah Negara dan Ketentuan-Ketentuan Tentang
Kebijaksanaan Selanjutnya
Peraturan Menteri Agraria Nomor 1 Tahun 1966 tentang Pendaftaran Hak Pakai
dan Hak Pengelolaan
107
Peraturan Menteri Dalam Dalam Negeri Nomor 5 Tahun 1973 tentang Ketentuan
– Ketentuan Mengenai Tata Cara Pemberian Hak Atas Tanah
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahun 1974 tentang Ketentuan –
Ketentuan Mengenai Penyediaan dan Pemberian Tanah Untuk Keperluan
Perusahaan
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1977 tentang Tata Cara
Permohonan dan Penyelesaian Pemberian Hak Atas Bagian – Bagian Tanah
Hak Pengelolaan Serta Pendaftarannya
Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9
Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah
Negara dan Hak Pengelolaan
Undang - UndangRepublik Indonesia Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2007 tentang Tata
Cara Pelaksanaan Kerja Sama Daerah
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 22 tahun 2009 tentang Petunujuk Teknis
Tata Cara Kerjasama Daerah
Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 9 Tahun 2012 tentang Retribusi Daerah