tnc, investasi asing, penanaman modal asing, pma
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN1.1 Latar Belakang Masalah
Dalam suatu pembangunan sudah pasti diharapkan terjadinya pertumbuhan. Tujuan
pembangunan dalam kebijakan pembangunan adalah untuk menyamakan pertumbuhan dan
mengurangi kesenjangan antara sektor-sektor pembangunan, Pembangunan berhasil jika
pertumbuhan ekonominya tinggi. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi diperlukan untuk
mempercepat perubahan struktur perekonomian nasional menuju perekonomian yang seimbang
dan dinamis, yang bercirikan industri yang kuat dan pertanian yang tangguh.
Pada dasarnya investasi merupakan pembentukan modal yang mendukung peran swasta
dalam perekonomian. Menurut Harrod Domar, dalam mendukung pertumbuhan ekonomi
diperlukan investasi-investasi baru sebagai stok modal seperti penanaman modal dalam negeri
maupun penanaman modal asing. Penanaman modal asing langsung merupakan investasi yang
dilakukan oleh swasta asing ke suatu Negara tertentu. Bentuknya dapat berupa cabang
perusahaan multinasional, transnasional, lisensi, joint venture. Investasi oleh penduduk dalam
negeri merupakan pengakuisisian suarat-surat berharga luar negeri dan aset fisik. Investasi luar
negeri dalam aset keuangan, khususnya lembaga investasi dilakukan untuk mendiversifikasi
resiko dan untuk mendapatkan penghasilan yang lebih tinggi daripada penghasilan yang diterima
dengan investasi yang sebanding di dalam negeri. Investasi luar negeri langsung dalam bentuk
fisik di dalam pabrik manufaktur yang baru dan cabang-cabang penjualan yang lebih bagi
pengusaha.
Investasi diharapkan sebagai penggerak pertumbuhan perekonomian Negara-negara
berkembang. Karena terbatasnya dana yang dimiliki Negara-negara berkembang, untuk
menggerakkan pertumbuhan ekonomi maka peran investasi dari luar negeri sangat diharapkan.
Dengan keadaan kekurangan modal, sulit bagi Negara-negara berkembang melakukan investasi
yang mantap. Sedangkan investasi yang mutlak diperlukan sebab pada dasarnya pertumbuhan
ekonomi dapat ditingkatkan melalui atau lebih banyak mengadakan investasi.
Pengaruh investasi asing mempunyai arti penting terhadap pertumbuhan ekonomi dan
ekspor di Negara-negara berkembang. Sampai saat ini konsep pembangunan dengan
menggunakan modal asing masih sering menimbulkan pendapat. Foreign Direct Investment
(FDI) dipandang sebagai cara yang lebih efektif untuk mendorong pertumbuhan perekonomian.
Dengan melalui FDI, modal asing dapat memberikan kontribusi yang lebih baik kedalam proses
pembangunan. Mengingat pentingnya investasi asing untuk mendorong pertumbuhan ekonomi,
maka Negara-negara berkembang harus terus berupaya untuk membuat investasi yang kondusif
dengan dengan cara deregulasi dan debirokrasi, dengan penyederhanaan mekanisme perizinan
sehingga dapat menarik minat para investor asing untuk menanamkan modalnya ke Negara-
negara berkembang.
Selama beberapa dasawarsa terakhir ini, bisa dikatakan tidak ada pihak atau lembaga lain
yang mampu menyamai peranan, arti penting, dan pengaruh perusahaan
Multinasional/Transnasional dalam pertumbuhan perdagangan internasional dan arus-arus
permodalan global yang telah tumbuh sedemikian pesatnya. Raksasa-raksasa bisnis yang
kebanyakan berasal dari kawasan Amerika Utara, Eropa, Jepang, Cina, Korea, India.
Memberikan peluang ekonomi yang unik sekaligus memunculkan berbagai tantangan serta
berbagai masalah yang serius bagi Negara-negara berkembang yang menjadi tuan rumah.
1.2 Permasalahan
Berdasarkan permasalahan investasi asing di Negara-negara berkembang serta dampak dan
peranan Transnasional Corporation bagi Negara-negara di dunia, ada beberapa pertanyaan yang
diajukan sebagai perumusan masalah dengan tujuan agar pembahasan dapat terfokus pada
masalah yang telah dijelaskan di atas, maka penulis membatasi masalah-masalah sebagai berikut:
1. Pengertian dan jenis investasi asing & Transnasional Corporation (TNC)
2. Manfaat investasi asing & kehadiran TNC bagi Negara tuan rumah
3. Pro Kontra Investasi Asing dan TNC
4. Perkembangan Investasi Asing dan TNC di Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN2.1 Investasi Asing
2.1.1 Definisi Investasi Asing
Investasi asing merupakan aliran arus modal yang berasal dari luar negeri yang mengalir ke
dalam negeri baik yang melalui investasi langsung (Direct Investment) maupun investasi tidak
langsung (portofolio)
Untuk membangun suatu perekonomian suatu Negara harus memiliki Social Overhead
Capital yaitu proyek-proyek raksasa yang diperlukan untuk memperlancar bisnis dan
perdagangan seperti jalan raya, rel kereta api, proyek irigasi dan bendungan, serta sarana
kesehatan umum. Semua ini memerlukan investasi yang sangat besar yang cenderung bersifat
sekaligus. Tidak ada seorang pun atau perusahaan kecil yang mampu membangun suatu system
jalan raya. Tidak ada perusahaan yang bisa berharap mendapatkan laba jika dana yang
diperlukan tidak mampu disediakan oleh pemerintah. Disinilah manfaat proyek investasi skala
besar yang kesemuanya itu berasala dari luar negeri yang dapat menyebar ke seluruh
perekonomian.
2.1.2 Jenis Investasi Asing
1. Investasi modal swasta asing secara langsung (foreign direct investment)
Foreign Direct Investment (FDI) atau dapat juga disebut investasi di sektor riil adalah
investasi yang langsung ditanamkan di industri atau bidang usaha tertentu seperti pertambangan,
property, pertanian, dan lain sebagainya. Investasi di sektor riil sangat penting karena dapat
member manfaat ekonomi yang besar bagi Indonesia melalui penyerapan tenaga kerja,
pengurangan kemiskinan, peningkatan kualitas SDM, pertumbuhan industri, dan penggarapan
berbagai sumber daya ekonomi.
Sayangnya jumlah FDI di Negara berkembang masih sangat kecil apabila dibandingkan
dengan investasi tidak langsung (portofolio) padahal investasi di sektor riil inilah yang dapat
memberikan manfaat ekonomi dan finansial yang strategis bagi Negara yang di investasikan.
Gambar I: Total Investasi Dunia 1980-2008 (Billion $)Sumber: World Investment Report (WIR) 2009, UNCTAD
Gambar II: Negara Penerima Investasi Asing terbesar di Dunia ($ billion)Sumber: World Investment Report 2009 (UNCTAD)
2. Investasi Portofolio (portfolio investment)
Investasi tidak langsung banyak dilakukan dalam bentuk saham korporasi, surat obligasi,
Sertifikat Bank Indonesia (SBI), dan Surat Utang Negara (SUN). dana dari investasi portofolio
umumnya bersifat jangka pendek (hot money) dan dapat ditarik kembali oleh investor (arus
balik) setiap saat apabila ada Negara lain yang menawarkan keuntungan lebih besar. Oleh karena
itu, ada kemungkinan pemerintah akan mengalami guncangan ekonomi apabila suatu waktu dana
tersebut ditarik kembali oleh investor dalam jumlah besar. Selain itu, investasi portofolio juga
sulit menjangkau kesejahteraan rakyat. Jadi, meskipun mampu mendorong nilai rupiah, tidak ada
peningkatan yang berarti di sektor riil.
Contoh bentuk investasi portofolio
Saham
Saham merupakan salah satu instrument pasar keuangan yang paling populer. Menerbitkan
saham merupakan salah satu pilihan perusahaan ketika memutuskan untuk pendanaan
perusahaan. Pada sisi yang lain, saham merupakan instrument investasi yang banyak dipilih para
investor karena saham mampu memberikan tingkat keuntungan yang menarik.
Saham dapat didefinisikan sebagai tanda penyertaan modal seseorang atau pihak (badan
usaha). Dalam suatu perusahaan atau perseroan terbatas. Dengan menyertakan modal tersebut,
maka pihak tersebut memiliki klaim atas pendapatan perusahaan, klaim atas aset perusahaan, dan
berhak hadir dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)
Obligasi
Obligasi merupakan surat utang jangka menengah-panjang yang dapat dipindahtangankan
yang berisi janji dari pihak yang menerbitkan untuk membayar imbalan berupa bunga pada
periode tertentu dan melunasi pokok utang pada waktu yang telah ditentukan kepada pihak
pembeli obligasi tersebut. Menurut jenisnya obligasi dibagi menjadi dua, yaitu:
a. Government Bond (Obligasi Pemerintah)
Government Bond adalah obligasi yang dikeluarkan oleh pemerintah yang digunakan
untuk pendanaan dalam utang pemerintah. Pembayaran kuponnya bersifat semi-annual. Di
Indonesia pemerintah mengeluarkan obligasi pemerintah diantaranya adalah Obligasi Ritel
Indonesia (ORI), Obligasi Syariah, dan SUN (surat utang negara). SUN adalah surat berharga
yang berupa surat pengakuan utang dalam mata uang rupiah maupun valuta asing yang dijamin
pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara tersebut sesuai dengan masa berlakunya.
b. Corporate Bond (Obligasi Swasta)
Obligasi Swasta atau Obligasi perusahaan adalah suatu instrumen utang jangka panjang
yang pada umumnya berjangka waktu sekurangnya satu tahun sejak tanggal penerbitannya.
Istilah surat berharga komersial digunakan bagi instrument utang dengan jangka waktu jatuh
tempo yang lebih pendek.
Tabel I, Total Obligasi Negara dan Korporasi yang diterbitkan (Indonesia, 2007)
Tipe ObligasiJumlah
Emiten/SeriNilai (Milyar Rp)
Obligasi Pemerintah
1. Fixed Rate Bond 39 275.568,04
2. Variable Rate Bond 19 168.625,19
3. Zero Coupon Bond 3 10.500,00
4. ORI 3 18.884,55
5. SPN 1 4.168,80
Total Obligasi Pemerintah 477.746,58
Obligasi Korporasi 102 Emiten
Outstanding Bond 244 Seri 79.065,11
TOTAL 556.811,69Sumber: Bapepam Annual Report 2007
2.2 TransNasional Corporation (TNC)
2.2.1 Evolusi Perusahaan Domestik menuju Global
Setiap perusahaan selalu memiliki orientasi pasar sesuai dengan kemampuan perusahaan
tersebut, namun seiring berjalannya waktu perusahaan tersebut berkembang, dari yang berawal
sebagai perusahaan domestik yang berorientasi pasar dalam negeri, kemudian berkembang
menjadi perusahaan global yang berorientasi pasar dunia.
Berdasarkan tingkat proteksi dari pemerintah menurut Holland (1987), industri domestik
dapat dibedakan menjadi industri bayi (infant), remaja (adolescent), dan dewasa (mature).
Semakin dewasa sebuah perusahaan maka tingkat proteksi yang diberikan oleh pemerintahnya
tersebut akan semakin berkurang.
Gambar III: Tahap pertumbuhan Perusahaan
WaktuIndustri Bayi (infant)
Industi Remaja (adolescent)Industi Dewasa (mature)
I
Prohibite
ProtectionII
Reduced ProtectionIII Selective Protection
Gambar I Memperlihatkan pada tahap I, agar industri bayi dapat tetap hidup, ia harus
diberi tariff yang cukup tinggi agar impor dari Negara maju tidak mudah masuk. Pada tahap II,
karena industri domestik sudah tumbuh menjadi remaja, pemerintah sedikit demi sedikit
mengurangi tingkat proteksi nominal dan efektif. Pada tahap III, Negara tersebut mulai
menerapkan proteksi yang selektif, baik menurut sektor maupun perusahaan, dan tidak lagi
mengurangi proteksi secara makro atau sektoral seperti tahap II.
Dengan berjalannya waktu, perusahaan domestic yang telah “dewasa” biasanya akan
melakukan internalisasi bisnis. Dalam praktek, perusahaan tersebut dapat tumbuh menjadi
perusahaan internasional, perusahaan multinasional, atau perusahaan global.
2.2.2 Definisi Transnasional Corporation (TNC)
Sampai saat ini belum ada definisi TNC yang bisa diterima secara umum, namun ada
beberapa definisi TNC yang cukup diterima umum, diantara nya:
definisi TNC menurut UNESC (United Nations on Economic and Social Council) yakni
“Semua perusahaan yang mengendalikan aset-aset pabrik, tambang-tambang, alat-alat kantor dan
sejenisnya di dua Negara atau lebih”.
definisi TNC menurut ILO (Internasional Labour Organization) adalah “Sebuah
perusahaan yang memiliki kantor pusat manajemen di salah satu Negara yang dikenal sebagai
Negara asal dan beroperasi di beberapa Negara yang dikenal sebagai Negara tuan rumah”.
TNC menurut Robert L. Hulbroner yakni “perusahaan yang mempunyai cabang dan anak
perusahaan di berbagai Negara”.
Helga herners mendefinisikan TNC sebagai “organisasi yang mempunyai kekuatan,
dimana manajemen nya menyatu, dibawah satu control, dapat mempengaruhi pasar dan dapat
mentransfer teknologi dari Negara maju ke Negara yang ditempati beroperasinya perusahaan
transnasional serta alat untuk membangun suatu Negara”.
Menurut Juajir Sumardi “perusahaan yang dalam kegiatan operasionalnya melintasi batas-
batas kedaulatan suatu Negara di mana perusahaan tersebut pertama didirikan untuk membentuk
anak perusahaan di Negara lain yang dalam operasionalnya dikendalikan oleh perusahaan
induknya”.
Tabel II: Top 10 Perusahaan Transnasional berdasarkan aset tahun 2008 (Million $)
No Perusahaan Negara AsalAsset
(Foreign)Asset (Total)
1 General Electric United States 400.400 797.769
2Vodafone Group
PlcUnited Kingdom 204.920 222.593
3
Royal
Dutch/Shell
Group
Netherlands/United
Kingdom222.324 282.401
4British Petroleum
Company PlcUnited Kingdom 187.544 228.238
5 Exxon Mobil United States 161.245 228.052
6Toyota Motor
CorpJapan 183.303 320.243
7 Total France 141.442 164.662
8Electricite De
FranceFrance 128.644 278.759
9Ford Motor
CompanyUnited States 102.588 222.977
10 E.ON AG Germany 141.168 218.573
Sumber: World Investment Report (WIR) 2009, UNCTAD
Tabel III: Top 10 Perusahaan Transnasional berdasarkan penjualan tahun 2008
(Million $)
No Perusahaan Negara AsalSales
(Foreign)Sales (Total)
1 Exxon Mobil United States 321.964 459.579
2
Royal
Dutch/Shell
Group
Netherlands/United
Kingdom261.393 458.361
3 Wal-Mart Stores United States 98.465 401.244
4British Petroleum
Company PlcUnited Kingdom 283.876 365.700
5Chevron
CorporationUnited States 153.854 273.005
6 Total France 189.784 250.489
7Mitsubishi Motor
CorporationJapan 46.762 246.712
8 ConocoPhillips United States 74.346 240.842
9Toyota Motor
CorporationJapan 143.886 226.221
10 General Electric United States 97.500 182.515
Sumber: World Investment Report (WIR) 2009, UNCTAD
2.2.3 Sejarah Transnasional Corporation
Modal telah beroperasi secara internasional sejak hari-hari pertama kapitalisme.
Perdagangan modal, yang digunakan dalam perdagangan jarak jauh, menandai munculnya cara
produksi kapitalis di Eropa. Kemudian perdagangan memainkan peranan utama dalam
munculnya kapitalisme industri pada abad ke-18 di Inggris. Pada abad ke 19, masalah keuangan
juga menjadi mendunia ketika Inggris, dan dalam tingkat yang lebih rendah Perancis dan Jerman,
menginvestasikan dananya ke luar negeri pada surat-surat obligasi pemerintah dan saham-saham
dalam perusahaan kereta api, tram, dan barang-barang publik. Dibandingkan dengan investasi
asing yang berkaitan dengan TNC, ini terutama sekali merupakan investasi portofolio dan pada
saat pecahnya Perang Dunia I, 90% dari semua investasi asing adalah investasi portofolio.
Namun demikian, pada akhir abad ke 19 kita bisa melihat awal dari intenasionalisasi modal
produktif dan asal mula daripada beberapa TNC penting sekarang ini. Ini merupakan hasil dari
pengembangan cara produksi kapitalis. Sejak pertengahan abad ke 19 perkembangan
transportasi, pergudangan dan komunikasi telah membuka jalan menuju terciptanya suatu
perekonomian internasional yang terpadu. Hal-hal tersebut termasuk pembangunan jalan-jalan
kereta api, kapal-kapal pendinginan dan pengaturan temperature, dan penemuan telegrap.
Pada saat yang sama, konsentrasi dan sentralisasi modal mengarah kepad apeningkatan
ukuran perusahaan di Negara-negara kapitalis maju dan perubahan-perubahan penting dalam
organisasi perusahaan kapitalis. Hal ini dijelaskan oleh hymer (1979) untuk Amerika Serikat.
Pada tahun 1870an cirri dari suatu perusahaan di Amerika Serikat adalah suatu perusahaan
dengan fungsi tunggal yang dikendalikan oleh seorang entrepreneur atau suatu kelompok kecil
keluarga. Pada awal abad ke 20, cirri tersebut digantikan oleh perusahaan-perusahaan besar yang
mempunyai beberapa fungsi dan mengoperasikan beberapa pabrik. Organisasi yang
dikembangkan untuk menjalankan dan mengendalikan perusahaan-perusahaan di Amerika
Serikat tersebut juga cocok untuk mengoperasikan pabrik-pabrik dan cabang-cabangnya di
bagian dunia lain dan oleh karena itu lahirlah TNC. Di Eropa, depresi besar pada tahun 1873-
1896 merangsang pertumbuhan beberapa industri barang konsumen karena harga-harga bahan
makanan turun, dan peningkatan tarif sejah 1880 di Amerika Serikat, Jerman, Perancis dan di
tempat lain merangsang produksi Internasional.
TNC yang mula-mula berdiri banyak yang merupakan sektor manufaktur. Pada dua dekade
terakhir abad ke 19, perusahaan-perusahaan seperti Singer, ITT, General Electric, dan
Westinghouse dari Amerika Serikat, Dunlop dan Lever Brothers di Inggris serta Nestle dan
Siemens di Jerman membangun pabrik-pabrik pengolahan di luar negeri. Hampir semua dari
investasi tersebut di Eropa (termasuk Uni Sovyet) dan Amerika Utara.
TNC yang mula-mula memasuki NSB terutama sekali bergerak di sektor primer.
Walaupun sebelumnya telah ada investasi asing dalam kegiatan produksi bahan baku di NSB,
munculnya TNC modern dengan kegiatan yang cukup besar di NSB tersebut baru dimulai sejak
peralihan abad ke 19 tersebut. Ini termasuk investasi minyak dan mineral di Meksiko,
pertambangan tembaga di Chili, peru dan Belgian Congo, bauksit di British dan Dutch Guyana
dan minyak di Dutch East Indies.
Ekspansi TNC di bidang yang ekstraktif ini digerakkan oleh cepatnya pertumbuhan
permintaan akan bahan baku penting yang melampaui kapasitas produksi domestic
perekonomian kapitalis yang telah maju tersebut. Sumber-sumber persediaan baru dengan biaya
yang lebih murah dengan giatnya dicari para produsen yag telah mapan dan sumber-sumber
tersebut biasanya terletak di NSB. Oleh karena itu, TNC-TNC utama seperti Exxon, Royal Dutch
Shell, Anaconda, Kennecot dan Alcoa muncul.
Pada waktu yang hampir bersamaan, sejumlah TNC juga mulai muncul di sektor pertanian.
The United Fruit Company dibentuk pada tahun 1899 dan mendirikan Banana Empire-nya di
Amerika Tengah dan Karibia sebelum Perang Dunia I. Perusahaan-perusahaan besar Amerika
Serikat yang bergerak di usaha makanan menginvestasikan dananya pada perkebunan gula di
Cuba dan W.R. Grace dan Co. memulai produksi dengan skala besar di Peru. TNC Inggris
seperti Unilever membuka usaha minyak tumbuh-tumbuhan dan Cadbury membuka usaha coklat
di Afrika sebelum perang Dunia I, sementara itu Dunlop memiliki perkebunan karet di Malaysia
dan Brooke Bond membangun perkebunan the di India dan Srilangka. Baik dalam pertanian
maupun pertambangan, produksi sering kali sudah dikembangkan oleh produsen lokal dalam
skala kecil sehingga pertumbuhan TNC merupakan suatu proses monopolisasi dari integrasi
vertikal.
Menurut Dunning (1983), pada saat pecahnya Perang Dunia I sekitar 60 persen dari
seluruh investasi asing secara langsung ditanamkan di NSB. Sementara itu sekitar 55 persen dari
semua Investasi tersebut ditanamkan di sektor primer dan hanya 15 persen di sektor manufaktur.
Karena investasi di sektor manufaktur terutama sekali terpusat di Negara-negara maju dan
investasi di sektor pertambangan terutama sekali di Inggris dan NSB, maka jelaslah bahwa
bagian terbesar dari investasi asing secara langsung di NSB tersebut mestinya di sektor produksi
primer. Hal tersebut didukung oleh data Amerika Serikat yang menunjukkan bahwa sektor
pertambangan merupakan 39 persen dari seluruh investasinya secara langsun di NSB pada tahun
1914, sektor pertanian sebesar 18 persen dan minyak sebesar 13 persen, sementara itu sektor
manufaktur hanya sebesar 3 persen.
Periode antara Perang Dunia I dan II merupakan awal dari operasi TNC di sektor
manufaktur di NSB. Wilayah utama untuk ekspansi tersebut adalah Amerika Latin di mana pada
tahun 1939 TNC-TNC terkemuka di dunia (baik dari Amerika Serikat maupun Eropa)
mendirikan sekitar 200 cabang. Perusahaan-perusahaan Amerika Serikat seperti Ford, General
motors, Goodyear, Firestone, National cash Register, General Electric, ITT, Singer, Abbot, dan
Parke Davis, dan perusahaan-perusahaan dari Eropa seperti Pirelli, Philips, Siemens, Lever,
Roche, Nestle, dan Olivetti mendirikan cabang-cabang di Amerika Latin pada periode tersebut.
Pada NSB yang lain selain di Amerika latin hanya sekitar 100 cabang didirikan sebelum
pecahnya Perang Dunia II, dengan India sebagai tujuan utama.
Namun demikian, kegiatan TNC di NSB tetap didominasi oleh sektor primer sepanjang
periode tersebut. Investasi-investasi yang dibuat sebelum Perang Dunia I dikonsolidasikan dan
diperluas, sedangkan wilayah-wilayah baru digabungkan sebagai sumber-sumber bahan baku
bagi TNC-TNC misalnya di Afrika dan Timur Tengah. Ini termasuk perkebunan teh dan kopi di
Kenya, perkebunan karet di Leberia, tambang tembaga di Zambia, dan minyak di Timur Tengah.
Sebagai akibatnya, di samping turunnya secara relatif peranan pertambangan setelah Perang
Dunia I, sektor primer masih tetap lebih dari separuh dari seluruh investasi Amerika Serikat di
NSB pada tahun 1940. Sedangkan sektor manufaktur masih tetap kurang dari sepersepuluh dari
investasi langsung Amerika Serikat di wilayah-wilayah tersebut pada periode tersebut.
Periode seperempat abad setelah Perang Dunia II menunjukkan suatu ekspansi kegiatan
TNC yang belum pernah terjadi sebelumnya. Ini diawali oleh modal Amerika Serikat, tetapi
sejak 1960-an perusahaan-perusahaan dari Eropa dan Jepang telah tumbuh dengan cepat.
Perkembangan kegiatan TNC tersebut dipermudah oleh kemajuan teknologi terutama di bidang
transportasi dan komunikasi. Ini termasuk pengembangan pesawat-pesawat jet, telepon
internasional dan jaringan-jaringan telex. Perkembangan tersebut sangat memudahkan
pengkoordinasian berbagai kegiatan operasi diberbagai tempat yang berjauhan di dunia.
Perkembangan tersebut juga menurunkan biaya angkutan dari produk-produk yang dipasarkan.
Pada tahun 1950-an dan 1960-an, menurut Buckley & Casson (1976), ekspansi tersebut
tercermin pada cepatnya pertumbuhan cabang-cabang baru yang didirikan pada tingkat investasi
asing secara langsung. Namun demikian, pada tahun 1970-an strategi-strategi yang berubah
terhadap TNC, tindakan-tindakan dari beberapa pemrintah NSB untuk ‘membongkar ’ investasi
asing, sehingga komponen-komponen yang berbeda teknologi, keuangan, manajemen diperoleh
secara terpisah, dan pertumbuhan sumber-sumber keuangan bukan kekayaan, seperti pasar
Eurocurrency, menunjukkan bahwa investasi asing secara langsung turun cukup berarti. Hal ini
merupakan cirri di NSB, di mana nilai riil dari investasi asing secara langsung tidak mengalami
kenaikan sejak akhir 1960-an. Namun demikian, ini bukan berarti menurunnya arti TNC bagi
perekonomian dunia, karena pada kenyataannya penjualan dari 100 TNC terbesar di dunia ini
telah tumbuh lebih cepat daripada GNP dunia kapitalis pada tahun 1973-an.
Sektor TNC yang tumbuh paling cepat di NSB setelah periode perang adalah sektor
manufaktur. Banyak Negara menjalankan kebijaksanaan substitusi impor pada tahun 1950-an
dan 1960-an dan sering kali sebagai pemetik manfaat utama dari kebijaksanaan tersebut adalah
TNC. Pada akhir 1960-an dan 1970-an sejumlah NSB melakukan strategi-strategi industrialisasi
yang lebih berorientasi ekspor. Daya tarik dari TNC merupakan tujuan utama dari strategi seperti
itu. Pada waktu yang sama, arti penting dari sektor primer telah menurun sebagai akibat dari
nasionalisasi.
Antara tahun 1950 dan 1984, pangsa share dari investasi langsung Amerika Serikat di NSB
yang ditanamkan pada sektor manufaktur lebih dari dua kali lipat yakni dari 15 menjadi 37
persen, sedangkan pangsa industri ekstraktif menurun lebih dari separo menjadi kurang dari 40
persen. Data baik dari Negara tuan rumah maupun Negara asal dari TNC menunjukkan
peningkatan peranan sektor manufaktur.
2.2.4 Faktor Pendorong Pertumbuhan TNC
Pertanyaan yang muncul adalah: apa yang mendorong suatu perusahaan untuk melakukan
ekpansi produksi ke luar negeri?
Ada berbagai macam argument untuk menjawab pertanyaan ini. Pertama adalah hasrat
untuk mengejar keuntungan global (the pursuit of global profits). Ini berdasarkan fakta bahwa
TNC pada dasarnya adalah suatu perusahaan kapitalis. Tidak mengherankan perilaku TNC
mengikuti patokan dasar kapitalisme. Kedua adalah keinginan mencari dan memperoleh suplai
bahan mentah, atau sering disebut raw material seeker. Ini adalah jenis awal TNC yang banyak
dijumpai pada akhir abad 19 dan awal abad 20 seperti VOC, French East India Companies,
Hudson’s Bay Trading Company dan Union Miniere Haut-Katanga yang tumbuh dengan payung
proteksi kerajaan penjajah. Dewasa ini, TNC jenis ini masih dijumpai pada TNC yang
menggarap pertambangan dan minyak seperti British Petroleum, Standar Oil, International
Nickel, Anaconda Copper, dan Kennecott Copper. Ketiga adalah melayani pasar secara langsung
(market seeker), sebagai contoh IBM, Volkswagen, Unilever, Coca-cola, Philips, Singer.
Keempat adalah meminimumkan biaya (cost minimizer). TNC jenis ini mencari dan melakukan
investasi di luar negeri agar tetap kompetitif baik di Negara asal maupun luar negeri. Banyak
TNC semacam ini bergerak dalam industri elektronik, misalnya Texas instrument, Atari, Zenit,
hal ini sejalan dengan konsep relokasi industri dari Negara Macan Asia. Kelima adalah
berdasarkan jalus evolusi suatu TNC. Pendekatan evolusioner dalam melakukan ekspansi ke luar
negeri adalah suatu tanggapan untuk meminimumkan resiko untuk beroperasi dalam lingkungan
asing yang diliputi ketidakpastian.
Gambar IV: TAHAPAN INTERNASIONALISASI BISNIS
Hanya Melayani Pasar DomestikEkspor ke pasar luar negeri melalui jalur bebas (misalnya agen penjualan)
Membeli lisensi kepada produsen asing untuk memproduksi bagi pasar luar negeriMenjalin jaringan penjualan di pasar luar negeri dengan: (a) mengakuisisi perusahaan lokal (b) mendirikan fasilitas baru Mendirikan fasilitas produksi di luar negeri (a)mengakuisisi perusahaan lokal (b)mendirikan fasilitas baru
Gambar di atas menunjukkan tahap internasionalisasi dimulai dari: (1) melakukan ekspor
ke pasar internasional, bisa lewat jaringan independen (misalnya agen penjualan), atau dengan
licensing (member lisensi pabrik di luar negeri untuk memproduksi dengan imbalan royalti); (2)
mendirikan sales outlet di pasar luar negeri dengan cara mengakuisisi perusahaan lokal atau
mendirikan fasilitas baru, (3) mendirikan fasilitas produksi di luar negeri dengan cara
mengakuisisi perusahaan lokal atau mendirikan fasilitas baru. Dengan cara bertahap ini, suatu
perusahaan dapat beralih dari strategi orientasi ekspor yang beresiko rendah dan hasil rendah
menjadi produksi internasional yang berisiko dan mendatangkan hasil lebih tinggi
.
2.2.5 TNC di Negara Berkembang
Beberapa tahun yang lalu suatu fenomena yang banyak diperbincangkan adalah munculnya
“TNC dari NSB”. Mula-mula hal tersebut dianggap sebagai “tangan bagi Amerika”, kemudian
dianggap sebagai Negara-negara kapitalis maju sebagaimana umunya. Sekarang “TNC dari
NSB”, yang tidak dipikirkan pada satu dekade yang lalu, semakin menarik perhatian. Apa
sebenarnya fenomena tersebut?. Secara nyata sekali sejumlah perusahaan yang berasal (berpusat)
dari NSB telah mendirikan cabang-cabangnya di luar negeri. Suatu estimasi yang paling lengkap
menunjukkan bahwa pada tahun 1980, 963 perusahaan NSB telah mendirikan 1964 cabang di
luar negeri dan 938 di antaranya adalah dalam sektor manufaktur. Investasi total TNC dari NSB
tersebut di luar negeri pada sebesar $ 10 Milyar dibandingkan dengan total stock investasi asing
di NSB sebesar $ 119 Milyar (UNCTC, 1983).
Tabel IV
Top 10 Perusahaan Transnasional dari Negara Sedang Berkembang Berdasarkan Aset
Tahun 2008 (Million $)
No Perusahaan Negara AsalAset
(Foreign)Aset (Total)
1China National
Petroleum CorpChina 6.814 191.185
2 CITIC Group China 25.514 180.945
3Petroleo
BrasileiroBrazil 11.674 129.715
4Petroleos De
Venezuela
Bolivarian Rep. of
Venezuela10.082 107.672
5 Petronas Malaysia 27.431 102.616
6Hutchison
Whampoa LtdHong Kong, China 83.411 102.445
7
Samsung
Electronics Co.,
Ltd
Republic of Korea 29.173 99.749
8Hyundai Motor
CompanyRepublic of Korea 25.939 89.571
9Formosa Plastic
Group
Taiwan Province of
China19.026 86.034
10Companhia Vale
do Rio DoceBrazil 18.846 76.717
Sumber: World Investment Report (WIR) 2009, UNCTAD
Tabel V
Top 10 Perusahaan Transnasional dari Negara Sedang Berkembang Berdasarkan
Penjualan Tahun 2008 (Million $)
No Perusahaan Negara Asal Sales
(Foreign)Sales (Total)
1China National
Petroleum CorpChina 3.246 122.341
2
Samsung
Electronics Co.,
Ltd
Republic of Korea 82.650 105.232
3Petroleos De
Venezuela
Bolivarian Rep. of
Venezuela31.917 96.242
4
Petroleo
Brasileiro S.A. –
Petrobras
Brazil 9.124 87.735
5 LG Corp. Republic of Korea 50.353 81.496
6Hyundai Motor
CompanyRepublic of Korea 33.692 74.353
7 Petronas Malaysia 27.219 67.473
8Formosa Plastic
GroupTaiwan 15.898 61.681
9
Hon Hai
Precision
Industries
Taiwan 32.555 52.482
10PTT Public
Company LtdThailand 4.436 44.362
Sumber: World Investment Report (WIR) 2009, UNCTAD
2.3 Manfaat Investasi Asing dan TNC
2.3.1 Perluasan Kesempatan Kerja
Bukti empiris menunjukkan bahwa perluasan kesempatan kerja yang dihasilkan oleh
adanya Investasi asing kurang meyakinkan karena satu dan hal lain. beberapa pengamat dengan
yakinnya mengatakan bahwa penggeseran terhadap perusahaan-perusahaan lokal oleh
perusahaan-perusahaan multinasional/transnasional justru mengurangi lapangan kerja setempat.
Bukti-bukti yang ada menunjukkan bahwa harapan-harapan Negara tujuang (tuan rumah)
akan adanya penciptaan lapangan kerja oleh investasi asing dan TNC ini jarang terpenuhi. Hanya
di beberapa NSB saja yang proses penyerapan tenaga kerja pada proyek-proyek TNC mencapai
satu persen. Pengecualian-pengecualian yang menyolok termasuk Brazil dan Meksiko, di mana
afiliasi-afiliasi yang dikendalikan luar negeri menjadi setengah dari sektor industri, dan Spanyol
sebelum 1970, ketika bangsa itu secara umum dinyatakan sebagai NSB. Pengecualian-
pengecualian lain meliputi Negara-negara yang relative kecil seperti Singapura (manufaktur dan
pariwisata), Jamaika (pariwisata dan bauksit), dan mungkin Kuba sebelum Castro.
Satu alas an mengapa pertumbuhan lapangan kerja tersebut sangat terbatas adalah karena
NSB sering kali membatasi kegiatan perusahaan-perusahaan asing tersebut di sektor-sektor yang
padat modal saja, seperti mineral, minyak, dan kimia. Sebuah pertambangan minya senilai $ 500
Milyar mungkin mempekerjakan kurang dari 400 orang, dan sebuah pabrik pencairan gas alam
senilai $ 1 Milyar umumnya bekerja dengan pekerja yang lebih sedikit. Bagian dari investasi-
investasi TNC di NSB yang diarahkan kepada ekstraksi (pengolahan), sumberdaya alam dan
pengolahan telah dinaikkan menjadi 42 persen untuk periode 1965-1972. Pada industri-industri
ini biaya-biaya investasi per lapangan kerja yang diciptakan sangat tinggi. Pada tahun 1976
dibutuhkan investasi sebesar $ 220.000 untuk menciptakan satu lapangan kerja pada
pertambangan nikel di Indonesia, dan $ 467.000 per pekerja pada pulp dan kertas di tahun 1980.
Tetapi pada sektor tekstil, yang relative padat karya, satu lapangan kerja dapat diciptakan dengan
investasi hanya sebesar $ 10.000.
2.3.2 Alih Teknologi
Manfaat pokok kedua yang diharapkan dari Investasi asing dan TNC adalah proses alih
teknologi, keterampilan, dan know how. Oleh karena banyak riset lapangan dan kegiatan-
kegiatan pembangunan dilakukan oleh perusahaan-perusahaan di Amerika Utara, Eropa, dan
Jepang, maka perusahaan-perusahaan tersebut sangat potensial sebagai sumber yang kaya akan
informasi yang berniali tentang teknologi, proses-proses, metode pemasaran dan pendekatan-
pendekatan manajerial yang baru. TNC yang kecil, khususnya yang berasal dari NSB,
menawarkan jenis manfaat teknologi dalam bentuk lain, kesuksesan dalam mengadaptasi
teknologi kuno dan baru dari Negara-negara maju dengan kondisi-kondisi NSB, dan inovasi-
inovasi hemat biaya pada industri pengolahan berskala kecil. Jika informasi ini dapat
dicangkokkan ke Negara-negara tuan rumah, maka kenaikan pertumbuhan dan produktivitas
yang dihasilkan akan cukup berarti dalam jangka panjang .
Kemampuan sebuah NSB dalam mengkapitalisir berbagai peluang tersebut terutama sekali
tergantung pada tiga faktor:
1) Kapasitas Negara tuan rumah dalam menyerap informasi baru dan hal ini ditentukan
oleh ketrampilan sumber daya manusia yang dimilikinya.
2) Kemauan TNC untuk mengakomodasi keinginan-keinginan Negara tuan rumah akan
alih teknologi.
3) Kebijakan-kebijakan Negara tuan rumah terhadap alih teknologi serta pengumpan dan
penyebaran informasi.
2.3.3 Manfaat Perolehan Devisa
Tujuan ketiga dari Negara yang mencari investasi asing adalah untuk memperoleh
tabungan dan mendapatkan cadangan devisa. Dampak investasi-investasi TNC ini terhadap
neraca pembayaran NSB telah menjadi kontroversi. Sebuah studi, diterbitkan pada tahun 1973
dan meliputi lebih dari 100 TNC, menyimpulkan bahwa pada akhir 1960-an pengaruh positif
neto atas neraca pembayaran TNC tak dapat diabaikan, kenyataannya setengah dari kasus
perusahaan tersebut dijumpai bahwa perusahaan-perusahaan tersebut lebih banyak mengekspor
devisa melalui impor dan repatriasi laba-ketimbang yang mereka peroleh. Jika keadaannya
demikian, tampaknya repatriasi laba merupakan salah satu penyebab kehilangan devisa.
Kontroversi tentang dampak inevestasi asing terhdap neraca pembayaran ini merupakan
titik perhatian kita dalam menginterpretasikan manfaat cadangan devisa yang dapat diperoleh
dari setiap proyek TNC. Penekanan harus pada jumlah peroleh devisa bersih bukan jumlah
kotornya, karena perolehan ekspor kotor tidak mencerminkan nilai perolehan Negara tuan
rumah.
2.4 Pro Kontra Investasi Asing dan TNC
2.4.1 Argumen-argumen yang mendukung PMA
Argumen yang mendukung penanaman modal asing sebagian besar berasal dari analisis
neoklasik tradisional yang memusatkan perhatiannya pada berbagai determinan (faktor-faktor
penentu) pertumbuhan ekonomi. Menurut analisis ini, penenaman modal asing (dan juga bantuan
luar negeri) merupakan sesuatu yang sangat positif, karena hal tersebut mengisi kekurangan
tabungan yang dapat dihimpun dari dalam negeri, menambah cadangan devisa, memperbesar
penerimaan pemerintah dan mengembangkan keahlian manajerial bagi perekonomian di Negara
penerimanya. Semua manfaat yang kan dibuahkan oleh investasi tersebut jelas sangat penting,
karena semuanya itu memang merupakan faktor-faktor kunci yang dibutuhkan untuk mencapai
target pembangunan. Contoh yang sederhana mengenai analisis “kesenjangan tabungan
investasi” (savings-investment gap) (yang dikataakan bisa teratasi oleh adanya penanaman modal
asing tersebut) ini adalah model pertumbuhan Harrod-Domar yang mengungkapkan adanya suatu
bentuk hubungan langsung antara tingkat tabungan suatu Negara, yakni S, dengan tingkat
pertumbuhan outputnya G, melalui persamaan G = S : K, adapaun K adalah rasio modal:output.
Bila sasaran pertumbuhan output nasional atau G ditargetkan sebesar 7 persen per tahun dan
rasio modal output sama dengan 3, maka tingkat tabungan yang dibutuhkan Negara tersebut
adalah sebesar 21 persen (ini karena S = G . K) jika jumlah tabungan domestic yang dapat
dimobilisir hanya mencapai 16 persen dari GDP, maka terdapat “kesenjangan tabungan” (saving
gap) sebesar 5 persen. Seandainya Negara yang bersangkutan dapat mengisi kekurangan tersebut
dengan sumber-sumber finansial dari luar negeri (baik dari pihak asing swasta maupun
pemerintah) maka Negara tersebut akan lebih berpeluang dalam mencapai sasaran
pertumbuhannya itu.
Dengan demikian, hal yang pertam dan yang paling sering disebut-sebut sebagai
sumbangan positif penanaman modal swasta asing terhadap pembangunan nasional di Negara
penerimanya (ini jika proses pembangunan diartikan sebagai angka-angka pertumbuhan GDP
yang sekaligus merupakan asumsi konseptual penting yang secaar implicit dalam argument ini)
adalah peranannya dalam mengisi kekosongan atau kekurangan sumber daya antara tingkat
investasi yang ditargetkan (diinginkan) dengan jumlah aktual tabungan domestic yang dapat
dimobilisasikan.
Sumbangan positif kedua dari investasi asing, hampir sama dengan yang pertama, terletak
pada peranannya dalam mengisi kesenjangan antara target jumlah devisa yang dibutuhkan dan
hasil-hasil aktual devisa dari ekspor ditambah dengan bantuan luar negeri neto (atau menambah
kekurangan devisa yang tidak terpenuhi oleh hasil ekspor dan pinjaman luar negeri yang ada).
Itulah yang dinamakan kesenjangan devisa atau kesenjangan perdagangan luar negeri (trade
gap). Jadi, menurut argumen ini, arus-arus masuk modal swasta asing tersebut bukan saja akn
dapat menghilangkan sebagian atau seluruh deficit yang terdapat di dalam neraca pembayaran,
akan tetapi dapat juga menghilangkan deficit dalam jangka panjang secara permanen, apabila
perusahaan asing tersebut dimungkinkan untuk hadir di Negara yang bersangkutan guna
menghasilkan devisa atau alat-alat pembayaran luar negeri dari hasil-hasil ekspornya secara neto.
Hanya sayangnya, seperti yang telah kita temukan dalam kasus industri substitusi impor, dalam
kenyataannya dampak keseluruhan dari diperbolehkannya perusahaan
multinasional/transnasional mendirikan cabang-cabang usaha yang kemudian juga dilindungi
oleh tembok kuota serta proteksi tariff (berkat intensifnya lobby yang) mereka jalankan terhadap
aparat pemerintah setempat seringkali justru memperburuk saldo neraca pembayaran dan neraca
modal dari Negara tuan rumah. Defisit tersebut biasanya diakibatkan oleh derasnya impor
barang-barang modal dan barang setengah jadi (biasanya dari cabang perusahaan mereka sendiri
yang berada di suatu Negara, itu pun dengan harga yang seringkali sudah ditinggikan
sebelumnya) dan terlalu besarnya porsi keuntungan yang dikirimkan kembali ke kantor pusat
meerka, biaya-biaya manajemen yang dibebankan kepada Negara tuan rumah, pembayaran
royalty serta beban bunga pinjaman dari perbankan swasta.
Kesenjangan ketiga yang dikatakan dapat diisi oleh modal swasta asing adalah kesenjangan
antar target penerimaan pajak pemerintah dan jumlah pajak actual yang dapat dikumpulkan.
Dengan memungut pajak atas keuntungan perusahaan multinasional/transnasional dan ikut serta
secara finansial dalam kegiatan-kegiatan mereka di dalam negeri, pemerintahan Negara-negara
berkembang berhadap bahwa mereka pada akhirnya akan dapat turut memobilisasikan sumber-
sumber finansial dalam rangka membiayai proyek-proyek pembangunannya secara lebih baik.
Keempat dan yang terakhir adalah kesenjangan di bidang manajemen, semangat
kewiraswastaan, teknologi produksi, dan keterampilan kerja yang menurut pemikiran neoklasik
akan diisi sebagian maupun seluruhnya oleh perusahaan-perusahaan swasta asing yang
beroperasi di Negara-negara berkembang yang bersangkutan. Perusahaan multinasional tersebut
tidak hanya akan menyediakan sumber-sumber finansial dan pabrik-pabrik baru saja kepada
Negara-negara miskin yang bertindak sebagai tuan rumah, akan tetapi mereka juga menyediakan
suatu “paket” sumber daya yang dibutuhkan bagi proses pembangunan secara keseluruhan,
termasuk juga pengalaman dan kecakapan manajerial, kemampuan kewirausahaan, serta injeksi
teknologi produksi yang kemudian dapat dialihkan kepada mitra-mitra usaha di dalam negeri
melalui program-program latihan dan proses belajar sambil bekerja. Selanjutnya masih menurut
argument ini, perusahaan multinasional/transnasional juga berguna untuk mendidik para manajer
lokal agar mereka mengetahui cara-cara di dalam mengadakan hubungan dengan bank-bank luar
negeri, mencari alternative pasokan sumber daya, serta memperluas jaringan-jaringan pemasaran
sampai ke tingkat internasional. Yang terakhir, argument ini juga berkeyakinan bahwa
perusahaan-perusahaan multinasional/transnasional akan membawa pengetahuan dan teknologi
yang paling canggih mengenai proses produksi sekaligus memperkenalkan mesin-mesin dan
peralatan modern kepada Negara-negara Dunia Ketiga. Transfer pengetahuan dan teknologi
semcam ini dianggap sangat berguna dan produktif bagi Negara yang menerimanya, tentu saja
hal itu tidak benar, asalkan hal tersebut benar-benar terlaksana.
2.4.2 Argumen-argumen yang menentang PMA
Secara umum terdapat dua argument dasar yang menentang penanaman modal swasta
asing, khususnya kegiatan-kegiatan bisnis dari perusahaan-perusahaan
multinasional/transnasional di berbagai Negara-negara dunia ketiga. Adapun yang pertama
adalah argumen yang semata-mata bersifat ekonomis, sedangkan argumen yang kedua adalah
argument yang lebih bersifat filosofis atau ideologis.
1) Walaupun perusahaan-perusahaan multinasional/transnasional tersebut memang
menyediakan sejumlah modal, namun dalam kenyataannya mereka bisa saja justru
menurunkan tingkat tabungan maupun investasi domestic di Negara tuan rumah sehubungan
dengan akan terciptanya aneka bentuk persaingan tidak sehat yang bersumber dari perjanjian-
perjanjian produksi ekslusif antara pihak perusahaan multinasional/transnasional dengan
pihak pemerintah di Negara tuan rumah; tidak terlaksananya reinvestasi atas keuntungan yang
mereka dapatkan dalam perekonomian tuan rumah; terpacunya tingkat konsumsi domestic
sehingga justru menurunkan minat masyarakat setempat untuk menabungkan atau
menginvestasikan tambahan pendapatannya; terhambat atau terganggunya perkembangan
perusahaan-perusahaan domestic yang sebenarnya bisa menjadi pemasok barang sejenis atau
barang-barang setengah jadi, seandainya saja perusahaan-perusahaan
multinasional/transnasional tersebut tidak membuat sendiri atau mengimpornya dari cabang-
cabangnya di luar negeri, serta melonjaknya biaya bunga atas modal yang dipinjam Negara
tuan rumah.
2) Walaupun dampak-dampak awal (berjangka pendek) dan penanaman modal perusahaan
multinasional memang dapat memperbaiki posisi devisa Negara yang menerima mereka
(Negara tuan rumah), tetapi dalam jangka panjang dampak-dampaknya justru negative, yakni
dapat mengurangi penghasilan devisa itu, baik dari sisi neraca transaksi berjalan maupun
neraca modal. Neraca transaksi berjalan bisa memburuk karena adanya impor besar-besaran
atas barang-barang setengah jadi dari barang modal oleh perusahaan
multinasional/transnasional itu, dan hal tersebut masih diperburuk lagi oleh adanya
pengiriman kembali keuntungan hasil bunga, royalti, dan biaya-biaya jasa manajemen ke
Negara asalnya. Jadi, praktis pihak Negara tuan rumah tidak memperoleh bagian keuntungan
yang wajar dan adil.
3) Walaupun perusahaan multinasional/transnasional memang bisa member kontribusi bagi
penerimaan pemerintah dalam bentuk pajak, tetapi dalam prakteknya, nilai kontribusi tersebut
jauh lebih kecil daripada yang seharusnya. Hal ini disebabkan oleh adanya konsesi-konsesi
pajak yang bersifat liberal, pemberian fasilitas penanaman modal yang berlebihan, subsidi-
subsidi terselubung, serta proteksi tariff yang diberikan oleh pemerintah Negara tuan rumah.
4) Keterampilan dan pengalam manajemen, semangat kewirausahaan, teknologi dan jaringan
hubungan dagang luar negeri yang diberikan oleh perusahaan-perusahaan
multinasional/transnasional ternyata tidak banyak member manfaat nyata bagi pengembangan
sumber daya dan keterampilan kerja yang masih tergolong langka di Negara tuan rumah.
Bahkan mungkin saja perusahaan multinasional itu, bertolak dari pertimbangan kepentingan
mereka yang bersifat sepihak, justru menghambat proses kemunculan dan perkembangan
bakat-bakat kemampuan manajemen kewirausahaan, serta teknologi produksi asli/pribumi di
Negara tuan rumah, agar mereka nantinya jangan sampai tampil sebagai pesaing yang pada
akhirnya akan menggoyahkan kedudukan serta dominasi perusahaan multinasional itu baik di
pasaran domestik maupun pasar-pasar ekspor internasional.
Namun kritik-kritik utama terhadap keberadaan perusahaan multinasional/transnasional
bersifat lebih mendasar dari apa yang telah dijelaskan di atas. Secara umum, Negara-negara
Dunia Ketiga telah mengemukakan keberatan-keberatan yang senada terhadap sepak terjang
perusahaan-perusahaan multinasional/transnasional tersebut sebagai berikut:
1) Dampak-dampak positif yang diberikan perusahaan multinasional bagi proses
pembangunan di Negara tuan rumah dalam kenyataannya sangat tidak merata, dan bahkan
dalam banyak hal kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan
multinasional/transnasional tersebut justru memperkuat struktur ekonomi yang dualistis serta
memperburuk distribusi pendapatan. Mereka cenderung menguntungkan kepentingan
sejumlah kecil pekerja yang sejak awalnya sudah punya penghasilan yang relative tinggi di
sektor-sektor modern dan dalam waktu bersamaan mengabaikan nasib para pekerja di sektor-
sektor lainnya akibat terus melebarnya perbedaan tingkat upah yang mereka ciptakan. Mereka
akan mengalihkan sumber-sumber daya dari penggunaan untuk menghasilkan barang-barang
pokok ke penggunaan untuk menghasilkan barang-barang mahal dan canggih yang
kebanyakan hanya untuk memuaskan permintaan dari kelompok elit. Perusahaan
multinasional/transnasional juga cenderung turut memperburuk ketimpangan kesempatan
ekonomis antara daerah pedesaan dan daerah perkotaan, sehingga mempercepat arus migrasi
dari desa ke kota.
2) Perusahaan-perusahaan multinasional/transnasional itu pada umumnya menghasilkan
barang-barang yang sebenarnya tidak sepenuhnya sesuai dengan kebutuhan penduduk
setempat, ata hanya dikonsumsi oleh sekelompok kecil penduduk yang kaya, sehingga
mendorong pola konsumsi mewah yang berlebihan, terutama melalui iklan yang serba gencar
dan penerapan kekuatan monopolistis mereka di pasar. Dalam menghasilkan berbagai barang
tersebut. Perusahaan multinasional juga acapkali memakai teknologi produksi yang
sebenarnya tidak cocok (padat modal) dengan kebutuhan dasar Negara penerima. Inilah yang
agaknya merupakan landasan utama atas munculnya kritik pedas terhadap keberadaan dari
sepak terjang perusahaan multinasional di Negara-negara dunia ketiga.
3) Sebagai akibat lanjutan dari argument (1) dan argument (2), maka sumber-sumber daya
domestik milik Negara-negara tuan rumah cenderung akan dialokasikan kepada proyek-
proyek yang secara sosial tidak menguntungkan. Hal ini pada gilirannya akan memperburuk
lagi kondisi ketimpangan atau ketidakmerataan kesejahteraan antara golongan kaya dan
miskin di Negara tuan rumah yang sebelumnya sudah cukup lebar, serta turut memperburuk
ketimpangan kesempatan ekonomis dan peluang pembangunan antara kota dan desa lebih
jauh lagi.
4) Perusahaan-perusahaan multinasional/transnasional sering menggunakan kekuatan ekonomi
mereka untuk mempengaruhi, menyuap, dan memanipulasi berbagai kebijakan pemerintah di
Negara tuan rumah kea rah yang tidak menguntungkan bagi pembangunannya. Mereka sendiri
mampu mendapatkan konsesi-konsesi yang bersifat ekonomis dan politis dari pemerintahan di
Negara-negara berkembang, baik dalam bentuk proteksi yang berlebihan, kemudahan dan
keringanan perpajakan serta aneka rupa fasilitas penanaman modal, maupun dalam bentuk
penyediaan lokasi pabrik dan jasa-jasa pelayanan sosial yang murah. Karenanya tingkat
keuntungan perusahaan-perusahaan multinasional dapat melampaui keuntungan sosial. Dalam
beberapa kasus, keuntungan sosial bagi Negara tuan rumah ini bahkan negatif! Bahkan sebuah
perusahaan multinasional/transnasional seringkali berusaha (dan mereka memang dapat
melakukannya) menghindari pajak secara tidak langsung, yakni dengan jalan menaikkan
harga beli barang-barang setengah jadi yang mereka beli dari anak atau cabang perusahaannya
sendiri di luar negeri agar angka-angka keuntungan domestiknya di Negara yang
bersangkutan Nampak lebih kecil. Fenomena inilah yang dikenal dengan istilah pengalihan
harga (trans for pricing). Itu merupakan praktek yang sering digunakan oleh perusahaan-
perusahaan Multinasional/Transnasional dalam rangka melipatgandakan keuntungannya, dan
pemerintah Negara tuan rumah sendiri memang hampir-hampir tidak berdaya untuk
mengawasi dan mencegahnya, selama tariff tingkat pajak terhadap laba perusahaan berbeda
dari suatu Negara ke Negara lainnya. Sejumlah perkiraan menempatkan kehilangan pajak
pada pemerintahan di Negara-negara Dunia Ketiga sebagai akibat dari adanya pengalihan
harga dalam jumlah miliaran dolar.
5) Perusahaan-perusahaan multinasional/transnasional berpotensi besar untuk merusak
perekonomian tuan rumah dengan cara menekan timbulnya semangat bisnis para
wirausahawan lokal, dan menggunakan tingkat penguasaan pengetahuan dan teknologi
mereka yang superior, jaringan hubungan luar negeri yang luas dan telah tertata baik,
keahlian, dan agresivitas di bidang periklanan, serta penguasaan atas berbagai jenis jasa
pelengkap lainnya untuk mendorong keluar setipa perusahaan lokal yang cukup potensial
yang dianggap mengganggu atau mengancam dalam kancah persaingan, dan sekaligus untuk
menghalangi munculnya perusahaan-perusahaan baru yang berpotensi untuk menjadi saingan
mereka. Dalam konteks reformasi ekonomi pasar yang tengah melanda Negara-negara Dunia
Ketiga belakangan ini, serta berlangsungnya suatu gelombang swastanisasi terhadap badan-
badan usaha milik Negara dan mulai sering digunakannya instrument modal (obligasi atau
surat-surat berharga setara saham) untuk meringankan beban utang eksternal Negara-negara
berkembang, maka perusahaan-perusahaan multinasional/transnasional dewasa ini berada
pada suatu posisi yang unik untuk membeli sebagian perusahaan lokal yang relative paling
baik dan paling berpotensi. Mereka kini bahkan lebih berpeluang lagi untuk “menyaingi” para
investor lokal, dan merebut setiap tetes keuntungan yang tersedia. Dalam kalimat lain, secara
ekonomis mereka akan menjadi pesaing kuat bagi para investor lokal untuk mengambil alih
perusahaan-perusahaan milik Negara. Sebuah penelitian kuantitatif mutakhir yang
dilaksanakan di 11 negara-negara berkembang di luar Palung Pasifik telah mengungkapkan
bahwa kenaikan Investasi asing cenderung dibarengi oleh hal-hal yang tidak menguntungkan,
yakni penurunan tingkat investasi domestic, penuruan tabungan nasional, peningkatan defisit
neraca transaksi berjalan, serta pada akhirnya penurunan laju pertumbuhan ekonomi secara
keseluruhan.
6) Terakhir, dari segi politik, ketakutan yang sering diungkapkan terhadap arus masuk
investasi asing (khususnya yang berasal dari perusahaan multinasional) merupakan ekspresi
dari rasa khawatir bahwa kekuatan ekonomi perusahaan Multinasional/Transnasional tersebut
cepat atau lambat akan menguasai aset-aset kekayaan nasional dan lapangan pekerjaan
domestik sehingga pada akhirnya mereka akan mempunyai pengaruh yang sangat kuat dalam
perumusan keputusan-keputusan politis pada semua tingkatan. Dalam kasus yang ekstrem,
mereka bahkan dapat baik secara langsung menyuap pejabat-pejabat tinggi pemerintahan yang
korup maupun secara tidak langsung melalui sumbangan-sumbangan yang mereka berikan
kepada para “sahabat” mereka yang memegang kedudukan penting dalam partai-partai politik
setempat, mendiktekan keputusan dalam suatu proses atau keputusan politik domestik yang
sangat penting (seperti yang dibuktikan oleh kasus ITT di Cili pada dekade 1970an).
2.5 Investasi Asing dan TNC di Indonesia
2.5.1 Investasi Asing dan TNC pra Krisis Moneter
Di Indonesia, perkembangan penanaman modal asing dan TNC pertama kali dimulai pada
tahun 1967, ditandai dengan diluncurkannya undang-undang penanaman modal asing (PMA) no.
1 tahun 1967. TNC yang pertama disetujui pemerintah untuk beroperasi di Indonesia adalah
Freeport Indonesia Inc, yang memperoleh konsesi pertambangan tembaga di Irian sejak April
1967. Sejak saat itu arus investasi asing yang masuk ke Indonesia mengalami kenaikan yang
drastis disbanding dekade-dekade sebelumnya. Pada era orde baru, peran penting dari Investasi
Asing dan TNC sebagai salah satu sumber penggerak pembangunan ekonomi yang pesat tidak
dapat disangkal. Pertumbuhan investasi asing dan TNC selama periode 80-an hingga 1994 di
Indonesia didorong oleh stabilitas politik dan sosial, kepastian hokum, dan kebijakan ekonomi
yang kondusif terhadap kegiatan bisnis di dalam negeri.
Gambar V
Pertumbuhan arus masuk PMA ke Indonesia 1967-2006 (sebagai %PDB)Sumber: Asian Development Bank (ADB)
Namun krisis moneter yang melanda Negara-negara asia dan termasuk Indonesia pada
tahun 1997 berdampak pada menurunnya investasi asing dan TNC, padahal selama periode
1990-1997 peringkat Indonesia masuk dalam 20 besar Negara-negara penerima investasi asing.
Pada saat itu posisi arus masuk investasi asing ke Indonesia mencapai hampir 23,7 Miliar dollar
AS, yang hanya lebih rendah dari Singapura dan Malaysia di dalam kelompok ASEAN. Namun
akibat krisis moneter 1997 dan instabilitas politik Indonesia mengakibatkan menurunnya arus
investasi asing ke Indonesia, walaupun pada beberapa tahun belakangan ini perkembangan
investasi asing yang masuk ke Indonesia dirasa cukup membaik.
Sejak krisis moneter 1997 hingga sekarang pertumbuhan arus masuk Investasi asing dan
TNC ke Indonesia masih relative lambat jika dibandingkan dengan Negara-negara tetangga yang
juga terkena krisis yang sama seperti Thailand, Korea Selatan, Vietnam, dan Filipina. Bahkan
hingga tahun 2001 arus masuk investasi asing ke Indonesia masih dalam jumlah yang negative
dan baru kembali ke jumlah yang positif pada tahun 2004. Arus masuk yang negative ini
disebabkan banyaknya investor asing dan TNC yang menarik investasi nya dari Indonesia atau
memindahkan lokasi Investasinya ke Negara lain.
Tabel VI
Arus Masuk Investasi Asing ke Negara-Negara Asia 2000-2008 (Billion $)
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
China 38,4 44,24 49,3 47,08 54,94 79,13 78,09 138,4 147,80
India 3,58 5,47 5,63 4,32 5,77 6,68 17,45 22,95 35,00
Indonesia -4,55 -2,98 0,15 -0,60 1,90 8,34 5,58 6,93 8,34
Malaysia 3,79 0,55 3,20 2,47 4,62 3,97 6,06 8,46 8,00
Filipina 2,24 0,20 1,54 0,49 0,69 1,85 2,35 2,93 1,50
Thailand 3,37 5,06 3,34 5,24 5,86 8,05 9,01 9,50 10,19
Vietnam 1,30 1,30 1,40 1,45 1,61 1,95 2,32 6,70 7,00
Bahkan Indonesia sampai sekarang tidak termasuk lokasi tujuan penting bagi TNC.
Menurut Laporan UNCTAD hingga tahun 2006 menunjukkan bahwa dari Asia Tengga dan
Timur, hanya Singapura, China, Taiwan, Malaysia, Jepang, dan Korea Selatan yang masuk di
dalam daftar tujuan penting bagi TNC terbesar di dunia, juga untuk TNC terbesar dari kelompok
Negara-negara berkembang.
Tabel VII
Lokasi Negara tujuan Investasi TNC di Dunia
TNC Negara Maju TNC Negara Berkembang
1 United States of America 1 United States of America
2 United Kingdom 2 Hong Kong (China)
3 Netherlands 3 United Kingdom
4 Germany 4 China
5 France 5 Singapore
6 Italy 6 Netherlands
7 Brazil 7 Japan
8 Belgium 8 Malaysia
9 Switzerland 9 Canada
10 Mexico 10 Australia
11 Canada 11 Germany
12 Spain 12 Cayman Island
13 Singapore 13 Taiwan
14 Poland 14 Virgin Island
15 Japan 15 Bermuda
16 Czech Republic 16 France
17 Asutralia 17 Brazil
18 Argentina 18 Belgium
19 China 19 Mexico
20 Hong Kong (China) 20 Poland
Sumber: Kamar Dagang Indonesia
2.5.2 Investasi Asing dan TNC pasca Krisis Moneter
Kinerja masuknya investasi asing dan TNC ke Indonesia yang kurang baik sejak 1996
hingga 2004 menyebabkan lambannya proses pemulihan ekonomi Negara kita beberapa tahun
setelah krisis. Beberapa tantangan yang dihadapi untuk memberdayakan penanaman modal telah
juga diakui oleh Pemerintah dalam Laporan buku Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional 2004-2009. Kendala dan tantangan tersebut antara lain:
1) Persaingan kebijakan investasi yang dilakukan oleh Negara pesaing seperti China, Vietnam,
Thailand, dan Malaysia
Diantara Negara-negara yang disebut di atas, Negara China lah yang paling berhasil
menarik perhatian investor asing dan CEO-CEO TNC untuk melakukan investasi di negaranya.
China yang merupakan Negara dengan populasi penduduk yang terbesar di dunia, merupakan
target pasar yang baik bagi investasi Asing dan TNC tersebut. Tetapi disamping itu China juga
telah memberikan daya tarik tersendiri, yang disebabkan faktor-faktor berikut ini:
Laju pertumbuhan ekonomi China yang berada di atas 10%
Liberalisasi kebijakan peraturan tentang modal asing.
Memberikan kesempatan perusahaan asing melakukan kegiatan pembangunan prasarana
infrastruktur.
Kemungkinan FDI membeli asset perusahaan Negara yang semakin terbuka
Iklim investasi dan pengurusan perizinan yang mudah, cepat, dan murah.
Undang-undang penanaman modal asing yang memberikan kelonggaran repatriasi modal
maupun laba perusahaan serta jangka waktu perijinan investasi dan hak pengelolaan yang
semakin diperpanjang
Akibat dari dijalankannya strategi liberalisasi dalam menarik penanaman modal asing ini
Negara China kemudian mengalami peningkatan yang pesat dalam menerima arus masuk FDI ke
Asia. Pada tahun 2005 China berhasil menarik sekitar 22% dari arus masuk FDI ke Negara
berkembang.
2) Masalah-masalah Infrastruktur
Menurut hasil survey terhadap perusahaan di 131 negara dari World Economic Forum
memperlihatkan Permasalahan utama yang dihadapi pengusaha-pengusaha di Indonesia adalah
infrastruktur yang buruk (dalam arti kuantitas terbatas dan kualitas buruk). Termasuk disini,
bukan saja buruknya atau terbatasnya fasilitas jalan raya, pelabuhan, dan jalur kereta api, tetapi
juga terbatasnya volume dan kualitas pasokan listrik. Volume pasokan listrik praktis tak akan
bertambah, sementara tarif listrik untuk industri akan terus dinaikkan. Sama halnya dengan
kapasitas pelabuhan dan jalan yang juga tak akan beranjak dari kondisi sekarang.
Kendala infrastruktur akan semakin terasa di luar Jawa, sehingga potensi keuntungan dari
membubungnya harga komoditas perkebunan dan pertambangan tidak dapat sepenuhnya
terwujud secara optimal. Padahal sektor perkebunan dan tambang dapat menjadi alternatif
pendapatan selain dari sektor migas.
Gambar VI
Masalah-masalah utama dalam melakukan bisnis di Indonesia 2009Sumber: The Global Competitivenest Report 2009-2010 (WEF)
Gambar VII
Peringkat Kualitas infrastruktur Indonesia dan Negara Asean 2009Sumber: The Global Competitivenest Report 2009-2010 (WEF)
3) Masih tingginya biaya ekonomi, karena tingginya kasus korupsi, birokrasi yang sulit
keamanan dan penyalahgunaan wewenang.
Birokrasi tetap menjadi salah satu problem terbesar yang menghambat kegiatan bisnis, ini
dihadapi bukan hanya Indonesia, tetapi juga banyak Negara lain di Asia, termasuk di Negara-
negara yang terkena krisis ekonomi 1997/1998, meskipun reformasi dalam skala lumayan telah
berlangsung di Negara-negara tersebut. Menurut data persepsi korupsi yang dikeluarkan oleh
Transparansi Internasional Indonesia berada di peringkat 111 negara terkorup di dunia dari total
163 Negara di dunia.
Birokrasi pemerintah yang tidak efisien dan terkesan menyulitkan serta kualitas institusi di
Indonesia juga dinilai rendah. Menurut survey WEF pada gambar VI dapat memberikan
gambaran mengenai tingkat kepercayaan terhadap pejabat dan kemandirian Yudisial di Negara-
negara Asean dilihat dari sudut pandang pengusaha.
Gambar VIII: Peringkat Tingkat Kepercayaan Masyarakat dan Kemandirian Judisial
Negara-Negara Asean 2009Sumber: The Global Competitivenest Report 2009-2010 (WEF)
2.5.3 Langkah Pemerintah Indonesia guna mendorong masuknya Investasi Asing
dan TNC
Untuk mendorong lebih lanjut peningkatan investasi penanaman modal di Indonesia, perlu
diciptakan iklim investasi dan usaha yang lebih menarik. Singkat kata, iklim investasi yang
positif dapat ditingkatkan melalui upaya-upaya berkesinambungan yang dilakukan oleh
Pemerintah dalam hal berikut;
Memberikan kepastian hukum atas peraturan-peraturan pada tingkat pusat dan daerah serta
menghasilkan produk hukum yang berkaitan dengan kegiatan penanaman modal sehingga
tidak memberatkan beban tambahan pada biaya produksi usaha.
Memelihara keamanan dari potensi gangguan kriminalitas oleh oknum masyarakat terhadap
aset-aset berharga perusahaan, terhadap jalur distribusi barang dan gudang serta pada
tempat-tempat penyimpanan barang jadi maupun setengah jadi.
Memberikan kemudahan yang paling mendasar atas pelayanan yang ditujukan pada para
investor, meliputi perijinan investasi, imigrasi, perpajakan.
Memberikan secara selektif rangkaian paket insentif investasi yang bersaing
Seiring dengan membaiknya perekonomian dunia sejak tahun 2004, maka iklim investasi
di Indonesia juga turut membaik, ini tercermin dari jumlah investasi asing dan TNC yang
jumlahnya terus naik sejak 2004. Untuk mendorong lebih lanjut peningkatan investasi
penanaman modal di Indonesia, perlu diciptakan iklim investasi dan usaha yang lebih menarik.
Pemerintah melakukan berbagai upaya dan kebijakan untuk mendorong masuknya Investasi
Asing dan TNC, salah satu kebijakan yang cukup popular dan juga kontroversial adalah
dikeluarkannya UU Penanaman Modal Asing (PMA) no 5 tahun 2007, dikeluarkannya UU ini
cukup memberikan dampak positif, yakni dengan meningkatnya volume masuk investasi asing
dan TNC ke Indonesia dalam jumlah yang cukup besar.
Tabel VIII
Perbandingan arus masuk FDI dengan GDP 3 Negara Asean 2005-2008
CountryFDI Flows (Million $) GDP %
2005 2006 2007 2008 2005 2006 2007 2008
Indonesia 8336 4917 6928 7919 3.7 5.6 6.4 5.6
Thailand 8048 9460 11238 10091 7.1 16.2 17.1 13.5
Vietnam 2021 2400 6739 8050 27.6 12.0 25.5 24.1
Sumber: UNCTAD
Tabel IX
Investasi Asing Langsung di Indonesia menurut Negara asal (Million $)
No Country 2004 2005 2006 2009
1 Jepang -30 1543 1057 678,9
2 Amerika Serikat -523 3441 -549 171,5
3 Kanada -44 -14 4 0,4
4 Perancis 65 280 213 29,0
5 Jerman 89 436 425 103,9
6 Belanda 1239 673 1340 1198,7
7 Inggris 199 50 31 587,7
8 Cina 295 299 124 65,5
9 Korea Selatan 228 239 317 624,6
10 Singapura 83 741 1076 4341,0
Sumber: BKPM
Tabel X
Ranking Nilai Investasi Asing di Indonesia Menurut Lokasi 2009 (Million $)
No Lokasi Proyek Nilai %
1 DKI Jakarta 459 5.510,8 51,0
2 Jawa Barat 293 1.934,4 17,9
3 Banten 92 1.412,0 13,1
4 Jawa Timur 67 422,1 3,9
5 Riau 8 251,6 2,3
6 Kepulauan Riau 87 230,7 2,1
7 Bali 92 227,2 2,1
8 Kalsel 5 171,8 1,6
9 Sumut 13 139,7 1,3
10 Jateng 30 83,1 0,8
11 Kaltim 19 79,9 0,7
12 Sulsel 6 77 0,7
13 Sulut 6 57,7 0,5
14 Sumsel 4 56,8 0,5
15 Jambi 2 40,5 0,4
16 Lampung 3 32,7 0,3
17 Kalbar 4 27,8 0,3
18 Bangka Belitung 2 22,4 0,2
19 DIY 5 8,1 0,1
20 Malut 2 5,9 0,1
21 Kalteng 3 4,9 0,0
22 NTT 3 4,0 0,0
23 Sultra 3 3,6 0,0
24 Sulteng 1 3,3 0,0
25 NTB 5 2,7 0,0
26 Papua 2 1,8 0,0
27 Bengkulu 1 1,1 0,0
28 Irian Barat 1 1,0 0,0
29 NAD 2 0,4 0,0
30 Sumbar 1 0,2 0,0
31 Gorontalo - - -
32 Sulbar - - -
33 Maluku - - -Sumber: BKPM
Tabel XI
Ranking Nilai Investasi Asing Indonesia Menurut Sektor 2009
No Sektor Proyek Nilai %
1 Transportasi, Gudang & Komunikasi 51 4.170,5 38,6
2 Industri Kimia dan Farmasi 41 1.183,1 10,9
3 Perdagangan & Reparasi 424 706,1 6,5
4 Ind Logam, Mesin & Elektronik 121 654,9 6,1
5 Ind Kendaraan Bermotor 52 583,4 5,4
6 Ind Makanan 49 552,1 5,1
7 Konstruksi 14 512,7 4,7
8 Listrik, Gas dan Air 6 349,2 3,2
9 Pertambangan 36 332,7 3,1
10 Perumahan 33 315,1 2,9
11 Hotel & Restoran 42 306,5 2,8
12 Industri Tekstil 66 251,4 2,3
13 Ind Karet dan Plastik 42 208,1 1,9
14 Jasa Lainnya 128 161,2 1,5
15 Ind Barang dari Kulit & Alas kaki 21 122,6 1,1
16 Tanaman Pangan & Perkebunan 6 122,3 1,1
17 Industri lainnya 33 120,1 1,1
18 Ind Kertas dan Percetakan 18 68,7 0,6
19 Industri Kayu 18 62,1 0,6
20 Industri Mineral Non Logam 8 19,5 0,2
21 Ind Instrumen Kedokteran 5 5,1 0,0
22 Perikanan 3 5,1 0,0
23 Peternakan 4 2,5 0,0
24 Kehutanan - - -Sumber: BKPM
Tabel XII
Top 11 Perusahaan Transnasional Dunia bidang Perkebunan dan Pertanian berdasarkan
aset dan penjualan(Million $)
No Perusahaan Negara Asal Asset (Total)Sales
(Total)
1Sime Derby
BerhadMalaysia 10.879 10.296
2 Tyson Foods Inc United States 10.227 26.900
3Doke Food
Company, IncUnited States 4.643 6.931
4PPB Group
BerhadMalaysia 3.623 904
5 Cheroen Thailand 3.012 4.002
6Chiquita Brands
International Inc.United States 2.678 4.663
7Fresh Del Monte
ProduceUnited States 2.122 3.366
8 Seaboard Corp. United States 2.094 3.213
9Kuala Lumpur
Kepong BerhadMalaysia 2.052 1.487
10
Kulim
(Malaysia)
Berhad
Malaysia 1.677 829
11Bakrie &
Brothers TerbukaIndonesia 1.485 563
Sumber: World Investment Report (WIR) 2009, UNCTAD
Tabel XIII
Top 10 Perusahaan Transnasional Dunia bidang Makanan dan Minuman berdasarkan
aset dan penjualan(Million $)
No Perusahaan Negara Asal Asset (Total)Sales
(Total)
1 Nestle SA Switzerland 101.874 95.559
2 Kraft Foods inc United States 67.993 37.241
3 UnileverUnited Kingdom,
Netherlands54.912 59.159
4Coca Cola
CompanyUnited States 43.269 28.857
5 Inbev SA Netherlands 42.248 21.242
6 Danone France 38.426 18.678
7 SAB Miller United Kingdom 35.813 21.410
8 Pepsico Inc United States 34.628 39.474
9 Diageo Plc United Kingdom 32.105 21.320
10 Cadbury PLC United Kingdom 22.323 15.867
Sumber: World Investment Report (WIR) 2009, UNCTAD
TABEL XIV
Top 10 Perusahaan Transnasional Dunia bidang Retail Makanan berdasarkan aset dan
penjualan(Million $)
No Perusahaan Negara Asal Asset (Total)Sales
(Total)
1 Wal-Mart Stores United States 163.514 374.526
2 Carrefour SA France 76.449 120.930
3 Tesco PLC United Kingdom 60.425 94.748
4 Metro AG Germany 49.563 94.711
5
Seven & I
Holdings
Company Ltd
Japan 37.042 55.223
6 McDonalds Corp United States 29.392 22.767
7Koninidijike
Ahold NVNetherlands 19.845 41.158
8George Weston
LimitedCanada 18.539 33.249
9Safeway
IncorporatedUnited States 17.651 42.286
10 Delhaize Group Belgium 12.889 27.715
Sumber: World Investment Report (WIR) 2009, UNCTAD
BAB III
PENUTUP3.1 Simpulan Investasi Asing merupakan aliran arus modal yang berasal dari luar negeri yang mengalir ke
sektor swasta baik yang melalui investasi langsung (Direct Investment) maupun investasi
tidak langsung (portofolio).
menurut UNESC (United Nations on Economic and Social Council) TNC adalah “Semua
perusahaan yang mengendalikan aset-aset pabrik, tambang-tambang, alat-alat kantor dan
sejenisnya di dua Negara atau lebih”.
Ada beberapa manfaat dari Investasi Asing dan TNC bagi tuan rumah, yaitu:
a. Perluasan kesempatan kerja
b. Alih Teknologi
c. Manfaat perolehan devisa
Ada pendapat Pro dan Kontra terhadap kehadiran investasi asing dan TNC di Negara tuan
rumah.
a. Argumen Pro
(1)Investasi Asing dapat mengisi kekosongan sumber daya antara tingkat investasi yang
diinginkan dengan jumlah aktual tabungan domestic yang dapat dimobilisasikan, (2)arus masuk
asing bukan hanya akan dapat menghilangkan sebagian/seluruh deficit yang terjadi dalam neraca
pembayaran, akan tetapi dapat menghilangkan defisit dalam jangka panjang apabila perusahaan
asing tersebut dimungkinkan untuk hadir di Negara yang bersangkutan guna menghasilkan
devisa atau alat-alat pembayaran luar negeri dari hasil-hasil ekspornya secara neto, (3) dapat
mengatasi kesenjangan antara target penerimanaan pajak pemerintah dan jumlah pajak aktual
yang dapat dikumpulkan, (4)kesenjangan di bidang manajemen, kewirausahaan, teknologi,
keterampilan kerja dapat diisi sebagian oleh perusahaan-perusahaan yang beroperasi di Negara
tuan rumah.
b. Argumen Kontra
(1)Menciptakan persaingan tidak sehat yang bersumber dari perjanjian ekslusif antara
investor dan pemerintah, (2)Dapat mengurangi penghasilan Devisa Negara tuan rumah, (3)
kontribusi pajak kepada pemerintah yang tidak sesuai karena konsesi pajak yang bersifat liberal,
(4)Keterampilan manajamen, semangat kewirausahaan, alih teknologi dari perusahaan-
perusahaan asing justru akan menghambat proses kemunculan dan perkembangan bakat-bakat
dari dari SDM tuan rumah.
Perkembangan Investasi Asing dan TNC di Indonesia
Secara umum perkembangan masuknya investasi asing dan TNC di Indonesia telah menuju
kepada tren positif, ditandai dengan jumlahnya yang terus naik dari tahun ke tahun, ini didukung
oleh upaya pemerintah dengan mengeluarkan UU mengenai Penanaman Modal Asing (PMA) no
25 tahun 2007. Namun pemerintah juga tetap menghadapi beberapa masalah klasik seperti
(1)kebijakan investasi Negara-negara lain, khususnya China dan Vietnam, (2)Masalah
infrastruktur di Indonesia yang buruk, (3)Birokrasi yang buruk dan tingkat keamanan investasi
yang rendah.
3.2 RekomendasiUntuk meningkatkan arus masuk investasi asing dan TNC pemerintah dapat melakukan
berbagai kebijakan-kebijakan yaitu:
Memberikan kepastian hukum atas peraturan-peraturan pada tingkat pusat dan daerah serta
menghasilkan produk hukum yang berkaitan dengan kegiatan penanaman modal sehingga
tidak memberatkan beban tambahan pada biaya produksi usaha.
Memelihara keamanan dari potensi gangguan kriminalitas oleh oknum masyarakat terhadap
aset-aset berharga perusahaan, terhadap jalur distribusi barang dan gudang serta pada
tempat-tempat penyimpanan barang jadi maupun setengah jadi.
Memberikan kemudahan yang paling mendasar atas pelayanan yang ditujukan pada para
investor, meliputi perijinan investasi, imigrasi, perpajakan.
Memberikan secara selektif rangkaian paket insentif investasi yang bersaing
Namun kebijakan itu jangan sampai mengesampingkan kepentingan nasional, beberapa hal
yang patut menjadi acuan yaitu:
Harus ada mekanisme untuk melindungi kepentingan nasional, kaum yang terpinggirkan dan
pelaku kecil (UMKM).
Terkait dengan peluang eksploitasi SDA harus ada mekanisme untuk menjamin sustainability
karena potensi masalah ada di level implementasi.
Adanya peluang berpindahnya aset keluar negeri seharusnya diserta dengan persyaratan dan tata
cara yang ketat untuk melindungi hak kreditor, pekerja, dan stakeholder lainnya.
Membuat produk hukum (Undang-undang) yang dapat memberikan kepastian hukum bagi
investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Namun peraturan tersebut harus juga
dikawal secara tegas oleh pemerintah.