tugas besar steam blow

Upload: marvinmine

Post on 14-Oct-2015

215 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

PEMANFAATAN BATUBARA

Pengertian Steam BlowoutSteam blow out adalah proses pembersihan pemipaan pada siklus uap dengan menggunakan energi kinetik dari uap yang dihasilkan pemompaan boiler feed pump (BFP) dan heat tranfer di bolier yang dilakukan setelah proses chemical cleaning. Energi ini berasal dari pembakaran batubara. Tujuan dari proses steam blow adalah membersihkan semua partikel sisa seperti pasir, batu, partikel besi, metal lain, slag pengelasan, dan juga scaling pada permukaan dalam pipa yang tertinggal di superheater dan pipa uap lainnya selama pembuatan pembangkit.

Gambar Steam BlowouPada dasarnya, steam blow dibagi menjadi 3 tahap yaitu :- Tahap pertama Main Steam System Steam BlowDimana Jalur uap melalui : drum superheater main steam pipe boiler main steam valve main steam pipe temporary blow steam control valve temporary exhaust steam pipe.- Tahap kedua Desuperheater Water Piping System steam blowPada tahap ini temporary pipe setelah desusperheater water pipe motor driven valve dengan diagram alur sebagai berikut : Jalur uap melalui : drum superheater desuperheater pipe temporary pipe-Tahap ketiga pipa Turbine Bypass SystemDiagram alur untuk tahap ini, Jalur uap : drum main steam pipe main steam bypass pipe temporary exhaust steam Temperatur dan tekanan uap pada saat steam blow, diatur sedemikian hingga menghasilkan uap kering dengan faktor blowing lebih besar dari 1,0 . Yang dimaksud dengan faktor blowing > 1,0 adalah Maksud dari faktor blowing > 1 adalah untuk mencegah partikel-partikel yang terbawa uap ketika beroperasi di beban di daya terpasang. Atau dengan kata lain daya sapu partikel pada dinding pipa uap pada saat blowing harus lebih tinggi daripada daya sapu partikel ketika beban penuh.

Pengaruh Hasil Steam Blowout Terhadap Lingkungan Hasil dari blowing berupa target plate yaitu polished Alumunium plate.Hasil steam blow dinyatakan baik jika target plate bersih dari partikel yang menempel. Toleransinya adalah satu buah partikel dengan diameter kurang dari 0.5 mm.PLTU merupakan salah satu pemasok energi listrik yang besar namun termurah bila dibandingkan dengan yang lainnya. Namun di lain fihak, PLTU batubara juga mempunyai reputasi buruk karena merupakan sumber pencemar utama terhadap atmosfer kita. Selama ini reputasi bahan bakar fosil, terutama batubara, memang sangat buruk apabila dikaitkan dengan masalah pencemaran lingkungan. Walaupun stasiun pembangkit listrik batubara saat ini telah menggunakan alat pembersih endapan (presipitator) untuk membersihkan partikel-partikel kecil dari asap pembakaran batubara, namun senyawa-senyawa seperti SOx dan NOx yang berbentuk gas dengan bebasnya naik melewati cerobong dan terlepas ke udara bebas. Kedua gas tersebut dapat bereaksi dengan uap air yang ada di udara sehingga membentuk H2SO4 (asam sulfat) dan HNO3 (asam nitrat). Keduanya dapat jatuh bersama-sama air hujan sehingga mengakibatkan terjadinya hujan asam. Berbagai kerusakan lingkungan serta gangguan terhadap kesehatan dapat muncul karena terjadinya hujan asam tersebut. Fenomena hujan asam sebetulnya sudah dikenali oleh para pemerhati lingkungan sejak tahun 1950-an. Namun masalahnya menjadi bertambah parah seiring dengan semakin meningkatnya permintaan energi listrik yang disuplai melalui PLTU batubara. Masalah hujan asam mungkin akan merupakan masalah lingkungan jangka panjang yang teramat serius. Hujan asam bisa juga menjadi isu politik besar terutama karena sumber asal dan para korbannya sering berada di tempat yang berbeda. Bahan pencemar NOx dan SOx dapat bergerak terbawa udara hingga ratusan bahkan ribuan kilometer, mencapai lintas batas antar negara. Cara Menanggulangi Hasil Steam Blowouta). Teknologi FBC (Fluidised Bed Combustion)Dewasa ini telah dikembangkan sistim peralatan berteknologi tinggi yang mampu mengurangi emisi polutan dalam gas buang yang dikeluarkan cerobong, baik dari pusat pembangkit listrik maupun industri lainnya yang membakar batubara. Berbagai upaya untuk memperbaiki reputasi batubara terus dilakukan dengan mewujudkan clean coal technology, salah satunya adalah dengan teknologi fluidised bed combustion (FBC). Teknologi ini di samping mempunyai efisiensi pembakaran batubara yang tinggi, juga mampu meredam secara drastis emisi gas-gas polutan seperti SOx dan NOx. Emisi gas buang pada pembakaran batubara dengan teknik FBC bisa ditekan menjadi lebih rendah karena suhu operasi pembakaran batubaranya relatif rendah. Pada teknologi FBC, suhu operasinya sekitar 750-950 _C, sehingga batubara dapat terbakar secara efisien, tidak meleburkan abu serta sisa pembakaran lainnya. Pada suhu pembakaran 800 _C, emisi NOx dapat dikurangi hingga 33 %. Karena prestasinya itu, teknologi FBC mampu menggeser teknologi pembakaran batubara cara kuno yang telah berumur lebih dari satu abad, yang dikenal dengan pulverised coal combustion (PCC). Pada teknologi PCC, karena suhu pembakarannya lebih tinggi, maka emisi gas NOx juga tinggi.

b). Mengubah Polutan Menjadi Gipsum Dengan Fluid-Gas DesulfurizationSelain memperbaiki efisiensi dan sistim pembakaran batubara, sebagai upaya untuk mencegah berlanjutnya krisis ekologi dewasa ini juga telah dikembangkan sistim peralatan berteknologi tinggi yang mampu memisahkan gas-gas polutan seperti SOx dan NOx dalam gas buang dari pembakaran batubara. Salah satu metode untuk memisahkan polutan SOx dalam gas buang adalah dengan teknik flue-gas desulfurization (FGD). Pemisahan polutan dapat dilakukan menggunakan penyerap batu kapur atau Ca(OH)2. Gas buang dari cerobong dimasukkan ke dalam fasilitas FGD. Ke dalam alat ini kemudian disemprotkan udara sehingga SO2 dalam gas buang teroksidasi oleh oksigen menjadi SO3. Gas buang selanjutnya "didinginkan" dengan air, sehingga SO3 bereaksi dengan air (H2O) membentuk asam sulfat (H2SO4). Asam sulfat selanjutnya direaksikan dengan Ca(OH)2 sehingga diperoleh hasil pemisahan berupa gipsum (gypsum). Gas buang yang keluar dari sistim FGD sudah terbebas dari oksida sulfur. Hasil samping proses FGD disebut gipsum sintetis karena memiliki senyawa kimia yang sama dengan gipsum alam. Selain dapat mengurangi sumber polutan penyebab hujan asam, gipsum yang dihasilkan melalui proses FGD ternyata juga memiliki nilai ekonomi karena dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, misal untuk bahan bangunan. Sebagai bahan bangunan, gipsum tampil dalam bentuk papan gipsum (gypsum boards) yang umumnya dipakai sebagai plafon atau langit-langit rumah (ceiling boards), dinding penyekat atau pemisah ruangan (partition boards) dan pelapis dinding (wall boards). Amerika Serikat merupakan negara perintis dalam memproduksi gipsum sintetis ini. Pabrik wallboard dari gipsum sintetis yang pertama di AS didirikan oleh Standard Gypsum LLC mulai November tahun 1997 lalu. Lokasi pabriknya berdekatan dengan stasiun pembangkit listrik Tennessee Valley Authority (TVA) di Cumberland yang berkapasitas 2600 Mega Watt. Produksi gipsum sintetis merupakan suatu terobosan yang mampu mengubah bahan buangan yang mencemari lingkungan menjadi suatu produk baru yang bernilai ekonomi. Sebagai bahan wallboard, gipsum sintetis yang diproduksi secara benar ternyata memiliki kualitas yang lebih baik dibandingkan gipsum yang diperoleh dari penambangan. Gipsum hasil proses FGD ini memiliki ukuran butiran yang seragam. Mengingat dampak positifnya cukup besar, tidak mustahil suatu saat nanti, setiap PLTU batubara akan dilengkapi dengan pabrik gipsum sintetis.

c). Mengubah Polutan Menjadi Pupuk Dengan Electron Beam MachinePeralatan berteknologi tinggi lain yang kini mulai dipakai untuk menjinakkan polutan penyebab hujan asam adalah electron beam machine atau mesin berkas elektron (MBE). Prinsip kerja alat ini adalah menghasilkan berkas elektron dari filamen logam tungsten yang dipanaskan. Berkas elektron selanjutnya difokuskan dan dipercepat dalam tabung akselerator vakum bertegangan tinggi 2 juta Volt. Jika gas buang yang mengandung polutan sulfur dan nitrogen diirradiasi dengan berkas elektron dalam suatu tempat yang mengandung gas ammonia, sulfur dan nitrogen itu dapat berubah menjadi ammonium sulfat dan ammonium nitrat. Teknik irradiasi elektron untuk menjinakkan polutan dalam gas buang ini telah dipelajari di Jepang sejak tahun 1970-an. Proses pembersihan gas buang dilakukan pertama-tama dengan mendinginkan SOx dan NOx dengan semburan air (H2O). Ke dalam campuran senyawa ini selanjutnya ditambahkan gas ammonia dan dialirkan ke dalam tabung pereaksi (vessel). Campuran senyawa yang mengalir dalam tabung pereaksi ini selanjutnya diirradiasi dengan berkas elektron. Karena mendapatkan tambahan energi dari elektron itu, maka gas-gas polutan akan berubah, SOx menjadi SO3 dan NOx menjadi NO3. Masih dalam pengaruh irradiasi elektron, kedua senyawa tersebut bereaksi dengan air sehingga dihasilkan produk antara (intermediate product) berupa asam sulfat dan asam nitrat. Setelah 0,1 detik dari proses irradiasi, produk antara (asam sulfat dan asam nitrat) bereaksi dengan ammonia sehingga dihasilkan produk akhir berupa ammonium sulfat dan ammonium nitrat. Kedua senyawa ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pupuk sulfat dan pupuk nitrogen. Wujud fisiknya pun berubah, yaitu dari gas menjadi kristal/partikel. Penelitian skala laboratorium yang dilakukan oleh Lembaga Penelitian Tenaga Atom Jepang (JAERI) bekerjasama dengan perusahaan Ebara menunjukkan bahwa dosis radiasi berkas elektron sebesar 15 kilo Gray (kGy) mampu mengubah 95 % SOx dan 85 % NOx menjadi senyawa yang tidak berbahaya. Sementara itu, penelitian pembersihan gas buang sisa penyinteran bijih besi yang dilakukan oleh Nippon Steel Corporation menunjukkan bahwa MBE ini dapat mereduksi 85 % SOx dan 95 % NOx yang terlarut dalam gas buang. Penelitian yang telah dilakukan di AS dan Jerman bahkan mencatat bahwa irradiasi dengan MBE ini mampu mereduksi polutan hingga 99 %. Pemakaian berkas elektron untuk menjinakkan gas-gas polutan seperti SOx dan NOx ini mempunyai beberapa keuntungan, antara lain : proses penjinakan dapat dilakukan secara serentak dalam waktu yang sangat singkat, merupakan proses kering dan langsung satu tingkat, serta hasil akhirnya berupa bahan baku untuk pembuatan pupuk yang bernilai ekonomi dan dapat digunakan dalam sektor pertanian.