tugas leukimia askep.doc
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Leukemia adalah suatu keganasan pada alat pembuat sel darah berupa
proliferasio patologis sel hemapoetik muda yang ditandai oleh adanya kegagalan
sum-sum tulang dalam membentuk sel darah normal dan adanya infiltrasi ke
jaringan tubuh yang lain (Mansjoer, 2002). Penyakit ini merupakan penyakit
darah dan organ-organ yang disebabkan karna pertumbuhan yang subur atau
proliferasi sel-sel darah putih yang imatur sehingga mempengaruhi produksi sel-
sel darah merah lainnya. Penyakit ini disebabkan terjadinya kerusakan pada
tempat produksi sel darah yaitu pada sum-sum tulang, dimana sum-sum tulang
bekerja aktif dalam memproduksi sel-sel darah tapi sel darah yang diproduksi
adalah sel-sel darah yang tidak normal sedangkan produksi sel-sel darah normal
terhambat.
Untuk itu, diharapkan perawat dapat memberikan pelayanan-pelayanan
kesehatan yang optimal sehingga dapat membantu meningkatkan kesehatan
pasien. Misalnya, memantau kondisi pasien dan juga menjauhkan pasien dari hal-
hal yang dapat membuat penyakit leukemia yang pasien derita bertambah parah.
Oleh karena itu, kami akan membahas dengan jelas mengenai leukimia dan
asuhan keperawatan leukimia.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana anatomi,fisiologi dan biokimia sistem imun dan hematologi ?
2. Apakah definisi dari leukimia ?
3. Bagaimanakah etiology dari leukimia ?
4. Bagaimanakah klasifikasi leukimia ?
5. Bagaimanakah manifestasi klinik leukimia ?
6. Bagaimanakah pemeriksaan diagnostik leukimia ?
7. Bagaimanakah penatalaksanaan medis leukimia ?
8. Bagaimanakah asuhan keperawatan yang diberikan pada leukimia ?
1.3 Tujuan
1. Mampu menjelaskan anatomi,fisiologi dan biokimia sistem imun dan
hematologi.
2. Mampu menjelaskan definisi dari leukimia.
3. Mampu menjelaskan etiology dari leukimia.
4. Mampu menjelaskan klasifikasi leukimia.
5. Mampu menjelaskan manifestasi klinik leukimia.
6. Mampu menjelaskan pemeriksaan diagnostik leukimia.
7. Mampu menjelaskan penatalaksanaan medis leukimia.
8. Mampu menjelaskan asuhan keperawatan yang diberikan pada leukimia.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Anatomi Sistem Imun dan Hematologi
2.2 Fisiologi Sistem Imun dan Hematologi
Sistem hematologi tersusun atas darah dan tempat darah diproduksi,
termasuk sumsum tulang dan nodus limfa. Darah adalah organ khusus yang
berbeda dengan organ lain karena berbentuk cairan.
Cairan darah tersusun atas komponen sel yang tersusun dalam plasma
darah. Sel darah dibagi menjadi eritrosist (sel darah merah, normalnya 5 ribu per
mm³ darah) dan lekosit (sel darah putih, normalnya 5.000 sampai 10.000 per mm³
darah). Terdapat sekitar 500 sampai 1000 eritrosit tiap satu lekosit. Lekosit dapat
berada dalam beberapa bentuk: eosinofil, basofil, monosit, netrofil, dan limfosit.
Selain itu dalam suspensi plasma, ada juga fragmen-fragmen sel tak berinti yang
disebut trombosit (normalnya 150.000 sampai 450.000 trombosit per mm³ darah )
komponen seluler darah ini normalnya menyusun 40% sampai 45% volume darah.
Fraksi darah yang ditempati oleh eritrosit disebut hematokrit. Darah terlihat
sebagai cairan merah, opak dan kental. Warnanya ditentukan oleh hemoglobin
yang terkandung dalam sel darah merah.
Volume darah manusia sekitar 7% sampai 10% berat badan normal dan
berjumlah sekitar 5 liter. Darah bersikulasi didalam sistem vaskuler dan berperan
sebagai penghubung antara organ tubuh, membawa oksigen yang di absorpsi oleh
paru dan nutrisi yang di absorpsi oleh traktus gastrointestinal ke sel tubuh untuk
metabolisme sel.
Darah juga mengangkut produk sampah yang dihasilkan oleh metabolisme
sel ke paru, kulit, dan ginjal yang akan di transformasi dan dibuang keluar dari
tubuh. Darah juga membawa hormon dan antibodi ke tempat sasaran.
Untuk menjalankan fungsinya, darah harus tetap cair normal. Karena
terdapat bahaya kehilangan darah dari sistem vaskuler akibat trauma. Untuk
mencegahnya, darah memiliki mekanisme pembekuan yang sangat peka yang
dapat diaktifkan setiap saat untuk menyumbat kebocoran pembuluh darah.
Pembekuan yang berlebihan juga sama bahayanya karena potensi
menyumbat aliran darah ke jaringan vital. Untuk menghindari komplikasi ini,
tubuh memiliki mekanisme fibrinolitik yang kemudian akan melarutkan bekuan
yang terbentuk dalam pembuluh darah.
1. Sumsum Tulang
Sumsum tulang menempati bagian dalam tulang spons dan bagian tengah
rongga tulang panjang. Sumsum merupakan 4% sampai 5% berat badan total,
sehingga merupakan yang paling besar dalam tubuh. Sumsum bisa berwarna
merah atau kuning. Sumsum merah merupakan tempat produksi sel darah merah
aktif dan merupakan organ hematopoetik (penghasil darah) utama.sedangkan
sumsum kuning, tersusun terutama oleh lemak dan tidak aktif dalam produksi
elemen darah. Selama masa kanak-kanak, sebagian besar sumsum berwarna
merah. Sesuai dengan pertambahan usia sebagian besar sumsum pada tulang
panjang mengalami perubahan menjadi sumsum kuning, namun masih
mempertahankan potensi untuk kembali berubah menjadi jaringan hematopoetik
apabila diperlukan. Sumsum merah pada orang dewasa terbatas terutama pada
rusuk, kolumna vertebralis, dan tulang pipih lainnya.
Sumsum sangat banyak mengandung pembuluh darah dan tersusun atas
jaringan ikat yang mengandung sel bebas. Sel yang paling primitif alam populasi
sel bebas ini adalah sel stem yang merupakan prekursor dari dua garis keturunan
sel yang berbeda. Garis keturunan mieloid meliputi eritrosit, berbagai jenis
lekosit, dan trombosit.
2. Eritrosit
Sel darah merah normal berbentuk cakram bikonkaf konfigurasinya mirip
dengan bola lunak yang dipijat diantara 2 jari. Diameternya sekitar 8 μm, namun
sangat fleksibel sehingga mampu melewati kapiler yang diameternya 4μm.
Volume sel darah merah sekitar 90 m³membran sel darah merah sangat tipis
sehingga gas seperti oksigen dan karbondioksida dapat dengan mudah berdifusi
melaluinya. Sel darah merah dewasa tersusun terutama oleh hemoglobin, yang
menyusun sampai 95% masa sel. Sel ini tidak mempunyai inti dan hanya sedikit
memiliki ensimmetabolisme dibanding sel lainnya. Adanya sejumlah besar
hemoglobin memungkinkan sel ini menjalankan fungsi utamanya, transport
oksigen antara paru dan jaringan.
Pigmen pembawa oksigen hemoglobin merupakan protein yang berat
molekulnya 64.000. molekul ini tersusun atas 4 sbu unit, masing-masing
mengandung bagian heme yang terikat pada rantai globin. Besi berada pada
bagian heme molekul ini. Kemampuan khusus bagian heme adalah
kemampuannya mengikat oksigen secara longgar dan reversibel. Ketika
hemoglobin berikatan dengan oksigen, dinamakan oksihemoglobin.
Oksihemoglobin berwarna merah lebih terang dibanding hemoglobin yang tidak
mengandung oksigen, maka darah arteri berwarna lebih terang dibanding darah
vena.
Produksi eritrosit. Eritroblas muncul dari sel stem primitif dalam sumsum
tulang. Eritroblas adalah sel berinti yang dalam proses pematangan di sumsum
tulang menimbun hemoglobin dan secara bertahap kehilangan intinya. Pada tahap
ini, sel dikenal sebagai retikulosit. Pematangan lebih lanjut menjadi eritrosit,
disertai dengan menghilangnya material berwarna gelap dan sedikit penyusutan
ukuran. Eritrosit matang kemudian dilepaskan dalam sirkulasi. Dalam keadaan
eritropoesis cepat, retikulasi dan sel imatur lainnya dapat dilepaskan dalam
sirkulasi sebelum waktunya.
Diferensiasi sel stem multipotensial primitif sumsum tulang menjadi
eritroblas distimulasi oleh eritrpoietin, suatu substansi yang diproduksi terutama
oleh ginjal. Dalam keadaan hipoksia lama, seperti pada kasus orang yang tinggal
di ketinggian atau setelah perdarahan berat, terjadi peningkatan kadar eritropoetin
dan stimulasi produksi sel darah merah.
Untuk produksi ertrosit normal, sumsum tulang memerlukan besi, vitamin
B₁₂, asam folat, piridoksin (vitamin B₆) dan faktor lainnya. Defisiensi faktor-
faktor tersebut selama eritripoesis mengakibatkan penurunan produksi sel darah
merah dan anemia.
Penyimpanan dan metabolisme besi. kandungan besi tubuh total pada
kebanyakan orang dewasa sekitar 3 g, sebagian besar terkandung dalam
hemoglobin atau salah satu hasil pemecahannya. Normalnya sekitar 0,5 sampai 1
mg besi diabsorpsi tiap hari dari traktus intestinalis untuk mengganti kehilangan
besi melalui feses. Penambahan jumlah besi, sampai 2 mg per hari harus
diabsorpsi oleh wanita dewasa untuk untuk mengganti kehilangan darah selama
menstruasi. Defisiensi besi pada orang dewasa (penurunan kandungan besi total )
biasanya menunjukkan adanya kehilangan darah dari tubuh.
Metabolisme vitamin B₁₂ dan asam folat. Vitamin B₁₂ dan asam folat
diperlukan untuk sintesis DNA pada kebanyakan jaringan, namun defisiensi kedua
vitamin ini mempunyai efek terbesar pada eritropoesis. Defisiensi vitamin B₁₂ dan
asam folat ditandai dengan produksi sel darah merah besar abnormal yang
dinamakan megaloblas. Karena sel ini abnormal, kebanyakan dihancurkan dalam
sumsum tulang dan angka pelepasannya berkurang. Keadaan ini mengakibatkan
anemia megaloblastik.
Vitamin B₁₂ maupun asam folat diperoleh dari diet. Vitamin B₁₂ bergabung
dengan faktor intrinsik yang dihasilkan oleh lambung. Kompleks vitamin B₁₂
faktor intrinsik diabsorpsi di ileum distal. Asam folat diabsorpsi di usus halus
proksimal.
Destruksi sel darah merah. Rata-rata rentang hidup sel darah yang
bersirkulasi adalah 120 hari. Sel darah merah tua dibuang dari darah oleh sistem
retikuloendotelial, khususnya dalam hati dan limfa. Sel retikuloendotelial
menghasilkan pigmen yang disebur bilirubin, berasal dari hemoglobin yang
dilepaskan dari sel darah merah rusak. Bilirubin merupakan hasil sampah yang
diekskresikan dalam empedu. Besi yang dibebaskan dari hemoglobin selama
pembentukan bilirubin, diangkut dalam plasma ke sumsum tulang dalam keadaan
terikat pada protein yang dinamakan transferin, yang kemudian diolah lagi untuk
menghasilkan hemoglobin baru.
Fungsi eritrosit. Fungsi utama sel darah merah adalah membawa oksigen
dari paru ke jaringan. Eritrosit mempunyai kemampuan khusus melakukan fungsi
ini karena kandungan hemoglobinnya tinggi. Apabila tidak ada hemoglobin,
kapasitas pembawa oksigen darah dapat berkurang sampai 99 % dan tentunya
tidak mencukupi kebutuhan metabolisme tubuh. Fungsi penting hemoglobin
adalah kemampuannya mengikat oksigen dengan longgar dan refersibel.
Akibatnya oksigen yang langsung terikat dalam paru, diangkut sebagai
oksigenhemoglobin dalam arterial dan langsung terurai dari hemoglobin dalam
jaringan. Dalam darah vena, hemoglobin bergabung dengan ion hidrogen yang
dihasilkan oleh metabolisme sel sehingga dapat menyangga kelebihan asam.
3. Lekosit
Lekosit dibagi menjadi dua kategori, granulosit dan sel mononuklear
(agranulosit). Dalam darah normal, jumlah total lekosit adalah 5000 – 10.000 sel
per mm³. Sekitar 60 % diantaranya adalah granulosit dan 40 % sel mononuklear.
Lekosit dengan mudah dapat dibedakan dari eritrosit dengan adanya inti,
ukurannya yang besar, dan perbedaan kemampuan mengikat warna.
Granulosit. Granulosit ditentukan oleh adanya granula dalam
sitoplasmanya. Diameter granulosit biasanya 2 – 3 kali eritrosit. Granulosit dibagi
menjadi 3 sub grup, yang ditandai dengan perbedaan kemampuannya mengikat
warna seperti yang terlihat dalam pemeriksaan mikroskopis. Eosinofil memiliki
granula berwarna merah terang dalam sitoplasmanya, sementara granula pada
basofil berwarna biru. Yang ketiga, dan paling banyak, adalah netrofil dengan
granula yang berwarna ungu pucat.
Inti granulosit matang biasanya mempunyai banyak lobus (biasanya 2 – 4 )
dihubungkan dengan filamen tipismaterial inti. Karena sifat khas intinya, maka sel
ini dinamakan lekosit polimorfonuklear (PMN). Granulosit yang belum matang
memiliki inti oval satu lobus dan disebut sel band. Normalnya sel band hanya
merupakan presentasi kecil granulosit yang bersirkulasi, meskipun persentasinya
dapat meningkat pesat pada saat produksi lekosit PMN meningkat.
Jumlah granulosit yang bersirkulasi dalam tubuh orang sehat relatif tetap,
namun apabila ada infeksi, sejumlah besar sel ini akan dilepaskan kedalam
sirkulasi. Produksi granulosis dalam kubangan sel stem diperkirakan dikontrol
dengan cara yang sama dengan regulasi produksi eritrosit oleh eritropoetin.
Lekosit mononukleat (agranulosit). Lekosit mononuklear (limfosit dan
monosit) adalah sel darah putih dengan inti satu lobus dan sitoplasmanya bebas
granula. Dalam darah orang dewasa normal, limfosit berjumlah sekitar 30 % dan
monosit sekitar 5 % dalam total lekosit. Limfosit matang adalah sel kecil dengan
sitoplasma sedikit. Diproduksi terutama oleh nodus limfe dan jaringan limfoit
usus, limfa, dan kelenjar timus dari sel prekursor yang berasal sebagai sel stem
sumsum. Monosit adalah lekosit yang terbesar . diproduksi oleh sumsum tulang
dan dapat berubah menjadi histiosit jaringan, termasuk sel kupfer dihati,
makrofag peritoneal, makrofag alveolar, dan komponen lain sistem
retikuloendotelial.
Fungsi lekosit. Fungsinya adalah melindungi tubuh terhadap infasi bakteri
atau benda asing lainnya. Fungsi utama netrofilik PMNadalah memakan benda
asing (fagositosis). Netrofil tiba di tempat dalam waktu satu jam setelah awitan
reaksi peradangan dan memulai fagositosis, namun relatif berumur pendek.
Kehadiran monosit lebih lambat, namun sel ini terus melakukan aktivitas fagositik
dalam jangka lama.
Fungsi limfosit terutama menghasilkan subtansi yang membantu
penyerangan benda asing. Sekelompok limfosit (limfosit T) membunuh sel secara
langsung atau menghasilkan berbagai limfokin, suatu substansi yag memperkuat
aktivitas sel fagositik. Sekelompok limfosit lainnya (limfosit B) menghasilkan
antibodi, suatu molekul protein yang menghancurkan benda asing dengan
berbagai mekanisme.
Eosinofil dan basofil berfungsi sebagai tempat penyimpanan berbagai
material biologis kuat seperti histamin, serotonin, dan heparin. Pelepasan senyawa
tersebut mempengaruhi suplai darah ke jaringan, seperti yang terjadi selama
peradangan dan membantu memobilisasi mekanisme pertahanan tubuh.
Peningkatan jumlah eosinofil pada keadaan alergi menunjukkan sel ini terlibat
dalam reaksi hipersensivitas.
4. Trombosit
Trombosit merupakan partikel kecil, berdiameter 2 – 4 μm, yang terdapat
dalam sirkulasi plasma darah. Karena dapat mengalami disontegrasi cepat dan
mudah, jumlahnya selalu berubah antara 150.000 dan 450.000 per mm³ darah,
tergantung jumlah yang dihasilkan, bagaimana digunakan, dan kecepatan
kerusakan. Dibentuk oleh frakmentasi sel raksasa sumsum tulang, yang disebut
megakariosit. Produksi trombosit diatur oleh trombopoetin.
Trombosit berperan penting dalam mengontrol pendarahan. Apabila terjadi
cedera vaskuler, trombosit mengumpul pada cedera tersebut substansi yang
dilepaskan dari granula trombosit dan sel darah lainnya menyebabkan trombosit
menempel satu sama lain dan membentuk tambalan atau sumbatan, yang
sementara menghentikan perdarahan. Substansi lain dilepaskan dari trombosit
untuk mengaktifasi faktor pembekuan dalam plasma darah.
5. Pembekuan Darah
Pembekuan darah adalah proses dimana komponan cairan darah ditransfer
menjadi material semisolid yang dinamakan bekuan darah.bekuan darah tersusun
terutama oleh sel-sel darah yang terperangkap dalam jaringan fibrin. Fibrin
dibentuk oleh protein dalam plasma melalui urutan reaksi yang kompleks.
Apabila jaringan mengalami cedera, jalur ekstrinsik akan diaktivasi
dengan pelepasan substansi yang dinamakan tromboplastin. Sesuai urutan reaksi,
protrombin mengalami konversi menjadi trombin, yang pada gilirannya
mengkatalisir fibrinogen menjadi fibrin. Kalsium (faktor IV) merupakan kofaktor
yang diperlukan dalam berbagai reaksi ini. Pembekuan darah melalui jalur
intrinsik diaktivasi saat lapisan kolagen pembuluh darah terpajan. Faktor
pembekuan kemudian secara berurutan akan diaktifkan, seperti halnya jalur
ekstrinsik, sampai pada akhirnya terbentuk fibrin. Meskipun lebih lama, urutan
kejadian ini yang lebih sering terjadi pada pembekuan darah in vivo.
Jalur intrinsik juga bertanggung jawab dalam permulaan pembekuan darah
yang terjadi akibat bersentuhan dengan gelas atau bahan asing lainnya, seperti
apabila darah diambil dan dimasukkan kedalam tabung. Oleh sebab itu
antikoagulan sering harus ditambahkan dalam tabung reaksi ketika mengambil
spesimen darah untuk uji diagnostik. Antikoagulan yang biasa dipakai bisa berupa
sitrat, yang akan mengikat kalsium plasma, atau heparin, yang mencegah konversi
protombin menjadi trombin. Sitrat tidak dapat digunakan sebagai antikoagulan in
vivo karena ikatan kalsium plasma dapat menybabkan hipokalsemia dan
kematian. Heparin dapat digunakan secara klinis sebagai antikoagulan. Coumarin
juga digunakan secara klinis sebagai antikoagulan dengan menghambat produksi
berbagai faktor pembekuan plasma.
Bekuan yang terbentuk dalam tubuh dapat larut oleh kerja sistem
fibrinolitik, yang terdiri atas plasmin dan berbagai enzim proteolitik. Melalui kerja
sistem ini, bekuan akan dilarutkan ketika jaringan mulai menyembuh, dan sistem
vaskuler kembali ke keadaan dasar normal.
6. Plasma Darah
Apabila elemen seluler diambil dari darah, bagian cairan yang tersisa
dinamakan plasma darah. Plasma darah mengandung ion, protein, dan zat lain.
Apabila plasma dibiarkan membeku, sisa cairan yang tertinggal dinamakan serum.
Serum mempunyai kandungan yang sama dengan plasma, kecuali kandungan
fibrinogen dan beberapa faktor pembekuan.
Protein plasma.protein plasma tersusun terutama oleh albumin dan
globulin globulin tersusun atas fraksi alfa, beta dan gama yang adapt dilihat
dengan uji laboratorium yang dinamakan elektroforesis protein. Masing-masing
kelompok disusun oleh protein tertentu.
Gama globulin, yang tersusun terutama oleh antibodi, dinamakan
imunoglobulin. Protein ini dihasilkan oleh limfosit dan sel plasma. Protein plasma
penting dalam fraksi alfa dan beta adalah globulin transpor dan faktor pembekuan
yang dibentuk di hati. Globulin transpor membawa berbagai zat dalam bentuk
terikat sepanjang sirkulasi. Misalnya tiroid terikat globulin, membawa tiroksin,
dan transferin membawa besi. faktor pembekuan termasuk fibrinogen, tetap dalam
keadaan tidak aktif dalam plasma darah sampai diaktifasi pada reaksi tahap-tahap
pembekuan.
Albumin.terutama penting untuk pemeliharaan volume cairan dalam sistem
vaskuler. Dinding kapiler tidak permeabel terhadap albumin, sehingga
keberadaannya dalam plasma menciptakan gaya onkotik yang menjaga cairan
dalam rongga vaskuler. Albumin, yang dihasilkan oleh hati, memiliki kapasitas
mengikat berbagai zat yang ada dalam plasma. Dalam hal ini, albumin berfungsi
sebagai protein transpor untuk logam, asam lemak, bilirubin, dan obat-obatan,
diantara zat lainnya.
2.3 Biokimia Sistem Imun dan Hematologi
Darah memiliki peran untuk menjaga tubuh tetap dalam keadaan
homeostasis. Selain meregulasi pH, temperatur, serta mengatur transport zat-zat
dari dan ke jaringan, darah juga melakukan perlindungan dengan cara melawan
penyakit. Fungsi-fungsi ini dikerjakan secara terbagi-bagi oleh komponen-
komponen darah, yaitu plasma dan sel-sel darah. Plasma darah adalah cairan yang
berada di kompartemen ekstraselular di dalam pembuluh darah yang berperan
sebagai pelarut terhadap sel-sel darah dan substans lainnya. Sedangkan sel darah
merupakan unit yang mempunyai tugas tertentu. Sel-sel darah yang terdiri dari
eritrosit, leukosit dan trombosit dibentuk melalui suatu mekanisme yang sama,
yaitu hemopoiesis.
Hemopoiesis adalah proses pembentukan dan perkembangan sel-sel darah.
Sebelum dilahirkan, proses ini terjadi berpindah-pindah. Pada beberapa minggu
pertama kehamilan. Kemudian hingga fetus berusia 6-7 bulan, hati dan limpa
merupakan organ hemopoietik utama dan akan terus memproduksi sel-sel darah
hingga sekitar dua minggu setelah kelahiran. Selanjutnya pekerjaan ini diambil
alih oleh sumsum tulang dimulai pada masa kanak-kanak hingga dewasa.
Sumsum tulang atau bone marrow merupakan suatu jaringan ikat dengan
vaskularisasi yang tinggi bertempat di ruang antara trabekula jaringan tulang
spons. Tulang-tulang rangka axial, tulang-tulang melingkar pada pelvis dan
pektoral, serta di bagian epifisis proksimal tulang humerus dan femur adalah
tulang-tulang dengan sumsum tulang terbanyak di tubuh manusia. Terdapat dua
jenis sumsum tulang pada manusia, yaitu sumsum tulang merah dan sumsum
tulang kuning. Pada neonatus, seluruh sumsum tulangnya berwarna merah yang
bermakna sumsum tulang yang bersifat hemopoietik, sedangkan ketika dewasa,
sebagian besar dari sumsum tulang merahnya akan inaktif dan berubah menjadi
sumsum tulang kuning (fatty marrow) (Tortora, 2009). Hal ini terjadi akibat
adanya pertukaran sumsum menjadi lemak-lemak secara progresif terutama di
tulang-tulang panjang. Bahkan di sumsum hemopoietik sekalipun, 50%
penyusunnya adalah sel-sel lemak (Hoffbrand, 2006). Jadi pada dewasa, proses
hemopoiesis hanya terpusat di tulang-tulang rangka sentral dan ujung proksimal
dari humerus dan femur.
Hemositoblas atau pluripotent stem cells merupakan bagian dari sumsum
tulang yang berasal dari jaringan mesenkim. Jumlah sel ini sangat sedikit,
diperkirakan hanya sekitar 1 sel dari setiap 20 juta sel di sumsum tulang. Sel-sel
ini memiliki kemampuan untuk berkembang melalui proses duplikasi, kemudian
berproliferasi serta berdiferensiasi hingga akhirnya menjadi sel-sel darah,
makrofag, sel-sel retikuler, sel mast dan sel adiposa. Selanjutnya sel darah yang
sudah terbentuk ini akan memasuki sirkulasi general melalui kapiler sinusoid.
Sebelum sel-sel darah secara spesifik terbentuk, sel pluripoten yang berada
di sumsum tulang tersebut membentuk dua jenis stem cell, yaitu myeloid stem cell
dan lymphoid stem cell. Setiap satu stem cell diperkirakan mampu memproduksi
sekitar 106 sel darah matur setelah melalui 20 kali pembelahan sel. Myeloid stem
cell memulai perkembangannya di sumsum tulang dan kemudian membentuk
eritrosit, platelet, monosit, neutrofil, eosinofil dan basofil. Begitu juga dengan
lymphoid stem cell. Sel-sel ini memulai perkembangannya di sumsum tulang
namun proses ini dilanjutkan dan selesai di jaringan limfatik. Limfosit adalah
turunan dari sel-sel tersebut.
Selama proses hemopoiesis, sebagian sel myeloid berdiferensiasi menjadi
sel progenitor. Sel progenitor tidak dapat berkembang membentuk sel namun
membentuk elemen yang lebih spesifik yaitu colony-forming unit (CFU). Terdapat
beberapa jenis CFU yang diberi nama sesuai sel yang akan dibentuknya, yaitu
CFU-E membentuk eritrosit, CFU-Meg membentuk megakariosit, sumber
platelet, dan CFU-GM membentuk granulosit dan monosit. Berikutnya, lymphoid
stem cell, sel progenitor dan sebagian sel myeloid yang belum berdiferensiasi
akan menjadi sel-sel prekursor yang dikenal sebagai blast. Sel-sel ini akan
berkembang menjadi sel darah yang sebenarnya. Pada tahap ini sel-sel prekursor
sudah dapat dibedakan berdasarkan tampilan mikroskopiknya, sedangkan sel-sel
di tahap sebelumnya yaitu stem cell dan sel progenitor hanya bisa dibedakan
melalui marker yang terdapat di membran plasmanya.
2.4 Morfologi dan Sel Darah Putih Normal
Berdasarkan jenis granula dalam sitoplasma dan bentuk intinya, sel darah
putih digolongkan menjadi 2 yaitu :
1. Granulosit
Granulosit merupakan leukosit yang memiliki granula sitoplasma.
Berdasarkan warna granula sitoplasma saat dilakukan pewarnaan terdapat 3 jenis
granulosit yaitu neutrofil, eosinofil, dan basofil.
a. Neutrofil. Adalah garis pertahanan pertama tubuh terhadap invasi oleh
bakteri, sangat fagositik dan sangat aktif. Sel-sel ini sampai di jaringan
terinfeksi untuk menyerang dan menghancurkan bakteri, virus atau
agen penyebab infeksi lainnya.
b. Neutrofil mempunyai inti sel yang berangkai dan kadang-kadang
seperti terpisah- pisah, protoplasmanya banyak bintik-bintik halus
(granula). Granula neutrofil mempunyai afinitas sedikit terhadap zat
warna basa dan memberi warna biru atau merah muda pucat yang
dikelilingi oleh sitoplasma yang berwarna merah muda
c. Neutrofil merupakan leukosit granular yang paling banyak, mencapai
60% dari jumlah sel darah putih. Neutrofil merupakan sel berumur
pendek dengan waktu paruh dalam darah 6-7 jam dan jangka hidup
antara 1-4 hari dalam jaringan ikat, setelah itu neutrofil mati.
d. Eosinofil. Eosinofil merupakan fagositik yang lemah. Jumlahnya akan
meningkat saat terjadi alergi atau penyakit parasit. Eosinofil memiliki
granula sitoplasma yang kasar dan besar. Sel granulanya berwarna
merah sampai merah jingga. Eosinofil memasuki darah dari sumsum
tulang dan beredar hanya 6-10 jam sebelum bermigrasi ke dalam
jaringan ikat, tempat eosinofil menghabiskan sisa 8-12 hari dari jangka
hidupnya. Dalam darah normal, eosinofil jauh lebih sedikit dari
neutrofil, hanya 2-4% dari jumlah sel darah putih.
e. Basofil. Basofil adalah jenis leukosit yang paling sedikit jumlahnya
yaitu kurang dari 1% dari jumlah sel darah putih. Basofil memiliki
sejumlah granula sitoplasma yang bentuknya tidak beraturan dan
berwarna keunguan sampai hitam. Basofil memiliki fungsi menyerupai
sel mast, mengandung histamin untuk meningkatkan aliran darah ke
jaringan yang cedera dan heparin untuk membantu mencegah
pembekuan darah intravaskular.
2. Agranulosit. Agranulosit merupakan leukosit tanpa granula sitoplasma.
Agranulosit terdiri dari limfosit dan monosit.
a. Limfosit. Limfosit adalah golongan leukosit kedua terbanyak setelah
neutrofil, berkisar 20-35% dari sel darah putih, memiliki fungsi dalam
reaksi imunitas. Limfosit memiliki inti yang bulat atau oval yang
dikelilingi oleh pinggiran sitoplasma yang sempit berwarna biru.
Terdapat dua jenis limfosit yaitu limfosit T dan limfosit B. Limfosit T
bergantung timus, berumur panjang, dibentuk dalam timus. Limfosit B
tidak bergantung timus, tersebar dalam folikel-folikel kelenjar getah
bening. Limfosit T bertanggung jawab atas respons kekebalan selular
melalui pembentukan sel yang reaktif antigen sedangkan limfosit B,
jika dirangsang dengan semestinya, berdiferesiansi menjadi sel-sel
plasma yang menghasilkan imunoglobulin, sel-sel ini bertanggung
jawab atas respons kekebalan hormonal.
b. Monosit. Monosit merupakan leukosit terbesar. Monosit mencapai 3-
8% dari sel darah putih, memiliki waktu paruh 12-100 jam di dalam
darah. Intinya terlipat atau berlekuk dan terlihat berlobus,
protoplasmanya melebar, warna biru keabuan yang mempunyai bintik-
bintik sedikit kemerahan. Monosit memiliki fungsi fagositik dan
sangat aktif, membuang sel-sel cedera dan mati, fragmen-fragmen sel,
dan mikroorganisme
(Sel Darah Putih) (Leukimia)
(Neutrofil) (Eosinofil) (Basofil)
(Limfosit) (Monosit)
2.5 Definisi Leukimia
Istilah leukemia pertama kali dijelaskan oleh Virchow sebagai “darah
putih” pada tahun 1874, adalah penyakit neoplastik yang ditandai dengan
diferensiasi dan proliferasi sel induk hematopoetik.
Leukemia adalah suatu keganasan yang berasal dari perubahan genetik
pada satu atau banyak sel di sumsum tulang. Pertumbuhan dari sel yang normal
akan tertekan pada waktu sel leukemia bertambah banyak sehingga akan
menimbulkan gejala klinis. Keganasan hematologik ini adalah akibat dari proses
neoplastik yang disertai gangguan diferensiasi pada berbagai tingkatan sel induk
hematopoetik sehingga terjadi ekspansi progresif kelompok sel ganas tersebut
dalam sumsum tulang, kemudian sel leukemia beredar secara sistemik.
Leukemia adalah proliferasi sel leukosit yang abnormal, ganas, sering disertai
bentuk leukosit yang lain daripada normal dengan jumlah yang berlebihan, dapat
menyebabkan kegagalan sumsum tulang dan sel darah putih sirkulasinya
meninggi.
Leukemia adalah proliferasi sel darah putih yang masih imatur dalam
jaringan pembentuk darah. (Suriadi, & Rita yuliani, 2001).
Leukemia adalah proliferasi tak teratur atau akumulasi sel darah putih
dalam sum-sum tulang menggantikan elemen sum-sum tulang normal (Smeltzer,
S C and Bare, B.G, 2002).
Leukemia adalah suatu keganasan pada alat pembuat sel darah berupa
proliferasio patologis sel hemopoetik muda yang ditandai oleh adanya kegagalan
sum-sum tulang dalam membentuk sel darah normal dan adanya infiltrasi ke
jaringan tubuh yang lain. (Arief Mansjoer, dkk, 2002).
Leukemia adalah neoplasma akut atau kronis dari sel – sel pembentuk darah
dalam sum – sum tulang dan limfa nadi. (Reeves, 2001)
Leukemia merupakan penyakit keganasan sel darah yang berasal dari sum –
sum tulang yang ditandai oleh proliferasi sel – sel darah putih dengan manifestasi
adanya sel – sel abnormal dalam darah tepi. Pada leukemia ada gangguan dalam
pengaturan sel leokosit. Leukosit dalam darah berfloreferasi secara tidak teratur
dan tidak terkendali dan fungsinya pun menjadi normal. Oleh karena proses
tersebut fungsi – fungsi lain dari sel darah merah normal terganggu hingga
menimbulkan gejala leukemia yang dikenal dalam klinik. (Bambang Permono,
2005)
Berdasarkan beberapa pendapat para ahli di atas maka dapat disimpulkan
bahwa leukemia adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh pertumbuhan yang
sangat cepat (poliferasi) sel darah putih yang abnormal pada jaringan pembentuk
darah.
2.6 Etiology Leukimia
Penyebab yang pasti belum diketahui, akan tetapi terdapat faktor
predisposisi yang menyebabkan terjadinya leukemia yaitu :
1. Faktor genetik: virus tertentu meyebabkan terjadinya perubahan struktur
gen (T cell leukemia-lymphoma virus/HTLV). Dapat dilihat pada
tingginya kasus leukemia pada anak kembar monozigot.
2. Radiasi ionisasi: lingkungan kerja, pranatal, pengobatan kanker
sebelumnya.
3. Terpapar zat-zat kimiawi seperti benzen, arsen, kloramfenikol,
fenilbutazon, dan agen anti neoplastik.
4. Obat-obat imunosupresif, obat karsinogenik seperti diethylstilbestrol.
5. Faktor herediter, misalnya pada kembar monozigot.
6. Kelainan kromosom: Trisomi 21 misalnya pada Sindrom Down, Trisomi
G (Sindrom Klinefelter’s), Sindrom fanconi’s, Kromosom Philadelphia
positif, Telangiektasis ataksia
7. Neoplasma. Ada persamaan jelas antara leukemia dan penyakit neoplastik
lain, misalnya proliferasi sel yang tidak terkendali, abnormalitas morfologi
sel, dan infiltrasi organ. Selain dari itu kelainan sum – sum kronis dapat
berubah bentuk akhirnya menjadi leukemia akut, misalnya polisefemia
vera, mielosklerosis atau anemia plastik.
2.7 Klasifikasi Leukimia
Ketika pada pemeriksaan diketahui bahwa leukemia mempengaruhi
limfosit atau sel limfoid, maka disebut leukemia limfositik.Sedangkan leukemia
yang mempengaruhi sel mieloid seperti neutrofil, basofil, dan eosinofil, disebut
leukemia mielositik. Leukemia akut adalah keganasan primer sumsum tulang yang
berakibat terdesaknya komponen darah normal oleh komponen darah abnormal
(blastosit) yang disertai dengan penyebaran ke organ-organ lain. Leukemia akut
memiliki perjalanan klinis yang cepat, tanpa pengobatan penderita akan
meninggal rata-rata dalam 4-6 bulan. Leukemia kronik merupakan suatu penyakit
yang ditandai proliferasi neoplastik dari salah satu sel yang berlangsung atau
terjadi karena keganasan hematologi.
1. Leukemia Mielositik Akut
LMA merupakan leukemia yang mengenai sel stem hematopoetik yang
akan berdiferensiasi ke semua sel mieloid. LMA merupakan leukemia
nonlimfositik yang paling sering terjadi. LMA atau Leukemia Nonlimfositik Akut
(LNLA) lebih sering ditemukan pada orang dewasa (85%) dibandingkan anak-
anak (15%). Permulaannya mendadak dan progresif dalam masa 1 sampai 3 bulan
dengan durasi gejala yang singkat.
(Leukimia Miolisitik Akut)
2. Leukemia Mielositik Kronis
LMK adalah gangguan mieloproliferatif yang ditandai dengan produksi
berlebihan sel mieloid (seri granulosit) yang relatif matang. LMK mencakup 20%
leukemia dan paling sering dijumpai pada orang dewasa usia pertengahan (40-50
tahun). Abnormalitas genetik yang dinamakan kromosom philadelphia ditemukan
pada 90-95% penderita LMK. Sebagian besar penderita LMK akan meninggal
setelah memasuki fase akhir yang disebut fase krisis blastik yaitu produksi
berlebihan sel muda leukosit, biasanya berupa mieloblas/promielosit, disertai
produksi neutrofil, trombosit dan sel darah merah yang amat kurang.
(Leukimia Mielositik Kronis)
3. Leukemia Limfositik Akut
LLA merupakan jenis leukemia dengan karakteristik adanya proliferasi
dan akumulasi sel-sel patologis dari sistem limfopoetik yang mengakibatkan
organomegali (pembesaran alat-alat dalam) dan kegagalan organ. ALL dianggap
sebagai proliferasi ganas limfoblast. Sering terjadi pada anak-anak, laki-laki lebih
banyak dibanding perempuan, puncak insiden usia 4 tahun, setelah usia 15 ALL
jarang terjadi. Manifestasi limfosit immatur berproliferasi dalam sumsum tulang
dan jaringan perifer, sehingga mengganggu perkembangan sel normal.
(Leukemia Limfositik Akut )
4. Leukemia Limfositik Kronis
LLK adalah suatu keganasan klonal limfosit B (jarang pada limfosit T).
Perjalanan penyakit ini biasanya perlahan, dengan akumulasi progresif yang
berjalan lambat dari limfosit kecil yang berumur panjang CLL merupakan
kelainan ringan mengenai individu usia 50 sampai 70 tahun. Manifestasi klinis
pasien tidak menunjukkan gejala, baru terdiagnosa saat pemeriksaan fisik atau
penanganan penyakit lain.
(Leukimia Limfosit Kronis)
2.8 Manifestasi Klinik Leukimia
Manifestasi klinik yang sering dijumpai pada penyakit leukemia adalah
sebagai berikut:
1. Anemia. Disebabkan karena produksi sel darah merah kurang akibat dari
kegagalan sumsum tulang memproduksi sel darah merah. Ditandai dengan
berkurangnya konsentrasi hemoglobin, turunnya hematokrit, jumlah sel
darah merah kurang. Anak yang menderita leukemia mengalami pucat,
mudah lelah, kadang-kadang sesak nafas.
2. Suhu tubuh tinggi dan mudah infeksi. Disebabkan karena adanya
penurunan leukosit, secara otomatis akan menurunkan daya tahan tubuh
karena leukosit yang berfungsi untuk mempertahankan daya tahan tubuh
tidak dapat bekerja secara optimal.
3. Perdarahan. Penurunan jumlah trombosit dalam darah (trombositopenia)
pada keadaan Leukemia dapat mengganggu proses hemostasis. Keadaan
ini dapat menyebabkan pasien mengalami epistaksis, pendarahan dari gusi,
ptechiae, dan hematom. Tanda-tanda perdarahan dapat dilihat dan dikaji
dari adanya perdarahan mukosa seperti gusi, hidung (epistaxis) atau
perdarahan bawah kulit yang sering disebut petekia. Perdarahan ini dapat
terjadi secara spontan atau karena trauma. Apabila kadar trombosit sangat
rendah, perdarahan dapat terjadi secara spontan.
4. Penurunan kesadaran. Disebabkan karena adanya infiltrasi sel-sel
abnormal ke otak dapat menyebabkan berbagai gangguan seperti kejang
sampai koma.
5. Kelemahan dan kelelahan fisik. Jika leukosit yang abnormal menekan sel-
sel darah merah, maka anemia dapat terjadi. Kelelahan merupakan akibat
dari kedaan anemia tersebut. Proses terapi Leukemia juga dapat
meyebabkan penurunan jumlah sel darah merah.
6. Rasa sakit (pain). Rasa sakit pada leukemia dapat timbul dari tulang atau
sendi. Keadaan ini disebabkan oleh ekspansi sum-sum tulang dengan
leukosit abnormal yang berkembang pesat.
7. Pembesaran Limpa (splenomegali). Kelebihan sel-sel darah yang
diproduksi saat keadaan leukemia sebagian berakumulasi di limpa. Hal ini
menyebabkan limpa bertambah besar, bahkan beresiko untuk pecah.
8. Stroke atau clotting yang berlebihan (excess clotting). Beberapa pasien
dengan kasus leukemia memproduksi trombosit secara berlebihan. Jika
tidak dikendalikan, kadar trombosit yang berlebihan dalam darah
(trombositosis) dapat menyebabkan clot yang abnormal dan
mengakibatkan stroke.
9. Infeksi. Leukosit yang diproduksi saat keadaan leukemia adalah abnormal,
tidak menjalankan fungsi imun yang seharusnya. Hal ini menyebabkan
pasien menjadi lebih rentan terhadap infeksi. Selain itu pengobatan
leukemia juga dapat menurunkan kadar leukosit hingga terlalu rendah,
sehingga sistem imun tidak efektif.
10. Kematian
2.9 Patofisiologi Leukimia
Penyakit leukimia belum diketahui secara pasti penyebabnya, namun para
ahli menyebutkan adanya paparan radiasi menyebabkan perubahan kromosom
yang dapat menambahkan atau menghilangkan kromosom. Hal itu menyebabkan
dua atau lebih kromosom mengubah bahan genetik sehingga perkembangan gen
berubah dan terjadi poliferasi sel yang abnormal. Serangan mikroorganisme juga
bisa memicu leukosit meningkat sehingga respon terhadap terjadinya infeksi
menyebabkan neutrofil memasuki daerah infeksi. Sum-sum tulang melepaskan
sumber cadangannya dan terjadi peningkatan granulopoiesis yang menyebabkan
bentuk neutrofil yang immatur dan peningkatan leukosit. Oleh hal tersebut, bisa
terjadi leukimia.
Leukimia menyebabkan penggantian sel pada sum-sum tulang oleh sel
leukemik. Menyebabkan gangguan produksi sel darah merah dan terjadinya
purpura dan pendarahan. Hal tersebut menyebabkan kegagalan mekanisme
pertahanan (imun) karena penggantian sel darah putih oleh sel leukemik dan
terjadi infeksi.
Leukimia juga menyebabkan adanya tumor malignan yang menyebabkan
imaturnya sel blast. Adanya proliferasi sel blast, produksi eritrosit terganggu
sehingga akan menimbulkan anemia yang menyebabkan tubuh kekurangan O2
sehingga tubuh mengalami kelelahan. Kekurangan O2 juga menyebabkan adanya
metabolisme anaerob yang meningkatkan asam laktat sehingga menimbulkan
nyeri.
2.10 WOC Leukimia
Terpapar Radiasi
Serangan mikroorganisme
Perubahan kromosom yang dapat
menambahkan atau
menghilangkan kromosom
Leukosit meningkat
Terhadap respon infeksi,
Neutrofil memasuki are infeksi
Dua atau lebih kromosom
mengubah bahan genetik
Sum-sum tulang melepaskan sumber
cadangannya
Perkembangan
gen berubahPeningkatan granulopoiesis
Terjadi poliferasi
sel abnormal
Bentuk Neutrofil immatur
Peningkatan leukosit
Leukimia
Penggantian sel pada sum-sum
tulang oleh sel leukemikAdanya tumor malignan
2.11 Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Ngastiyah, (1987) pemeriksaan yang dilakukan pada penderita
leukemia adalah sebagai berikut :
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Darah Tepi
Menyebabkan gangguan
produksi sel darah merah
Immaturnya sel blast
Adanya poliferasi sel blastTerjadinya purpura
Gangguan produksi sel darah merahResiko perdarahan
Kegagalan mekanisme pertahanan
(imun) karena penggantian sel darah
putih oleh sel leukemik
Anemia
Kekurangan O2
Resiko infeksi KelelahanMetabolisme Anaerob
Intoleransi AktivitasAsam Laktat meningkat
Nyeri
Gejala yang terlihat pada darah tepi berdasarkan pada kelainan sum-sum
tulang yaitu adanya pansitupenia, lifositosis yang terkadang menyebabkan
gambaran darah tepi terdapat sel blas yang merupakan gejala patonomenik untuk
leukemia.
b. Kimia Darah
Dari hasil pemeriksaan kimia darah biasanya terdapat kolesterol rendah,
asam urat dapat meningkat dan hipogamaglobinemia.
c. Sum-sum Tulang
Dari pemeriksaan sum-sum tulang dapat ditemukan gambaran yang hanya
terdiri dari sel limfopeutik patologis. Pada LMA selain gambaran tersebut terdapat
pula adanya liatus leukemia yaitu keadaan yang diperlihatkan sel blas (mie blas),
beberapa sel tua (segment) dan sangat kurang bentuk pemotongan sel yang berada
diantaranya (promielost, mielosil, metamielosit dan sel batang).
2. Biopsi Limpa
Dari hasil pemeriksaan ini akan terlihat proliferasi sel leukemia dan sel yang
berasal dari jaringan limpa yang terdesak seperti : limposit normal, RES,
Granulosit, pulp cell.
3. Cairan Serebropinalis
Leukemia Meningeal terjadi jika terdapat peninggian jumlah sel patologis dan
protein.
4. Sistogenik
Dari pemeriksaan sistogenik 70 – 90 % dari kasus leukemia menunjukkan
adanya kelainan kromosom yaitu pada kromosom 21.
Pemeriksaan pada penderita leukemia menurut Betz, Cecily L (2002), yaitu :
1) Hitung darah lengkap complete blood cell (CBC). CBC kurang dari
10.000/mm3 saat didiagnosis memiliki memiliki prognosis paling baik;
jumlah lekosit lebih dari 50.000/mm3 adalah tanda prognosis kurang baik,
hitung darah lengkap biasanya juga menunjukkan normositik, anemia
normositik.
2) Hemoglobulin : dapat kurang dari 10 gr/100ml
3) Retikulosit : jumlah biasaya rendah
4) Trombosit : sangat rendah (< 50000/mm)
5) LDH : mungkin meningkat
6) Asam urat serum : mungkin meningkat
7) Muramidase serum : pengikatan pada leukemia monositik akut dan
mielomonositik
8) Zink serum : menurun
Foto dada dan biopsi nodus limfe :
a. Pungsi lumbal untuk mengkaji keterlibatan susunan saraf pusat
b. Foto toraks untuk mendeteksi keterlibatan mediastinum.
c. Aspirasi sumsum tulang. Ditemukannya 25% sel blas memperkuat diagnosis.
d. Pemindaian tulang atau survei kerangka untuk mengkaji keterlibatan tulang.
e. Pemindaian ginjal, hati, limpa untuk mengkaji infiltrat leukemik.
f. Jumlah trombosit menunjukkan kapasitas pembekuan.
2.12 Penatalaksanaan Medis
1. Pelaksanaan kemoterapi. Terdapat tiga fase pelaksanaan kemoterapi :
a. Fase induksi. Dimulasi 4-6 minggu setelah diagnosa ditegakkan. Pada
fase ini diberikan terapi kortikostreroid (prednison), vincristin dan L-
asparaginase. Fase induksi dinyatakan behasil jika tanda-tanda
penyakit berkurang atau tidak ada dan dalam sumsum tulang
ditemukan jumlah sel muda kurang dari 5%.
b. Fase Profilaksis Sistem saraf pusat. Pada fase ini diberikan terapi
methotrexate, cytarabine dan hydrocotison melaui intrathecal untuk
mencegah invsi sel leukemia ke otak. Terapi irradiasi kranial dilakukan
hanya pada pasien leukemia yang mengalami gangguan sistem saraf
pusat.
c. Konsolidasi. Pada fase ini kombinasi pengobatan dilakukan untuk
mempertahankan remisis dan mengurangi jumlah sel-sel leukemia
yang beredar dalam tubuh. Secara berkala, mingguan atau bulanan
dilakukan pemeriksaan darah lengkap untuk menilai respon sumsum
tulang terhadap pengobatan. Jika terjadi supresi sumsum tulang, maka
pengobatan dihentikan sementara atau dosis obat dikurangi.
2. Program terapi. Pengobatan terutama ditunjukkan untuk 2 hal (Netty
Tejawinata, 1996) yaitu:
a. Memperbaiki keadaan umum dengan tindakan : Tranfusi sel darah
merah padat (Pocket Red Cell-PRC) untuk mengatasi anemi. Apabila
terjadi perdarahan hebat dan jumlah trombosit kurang dari
10.000/mm³, maka diperlukan transfusi trombosit; pemberian
antibiotik profilaksis untuk mencegah infeksi.
3. Pengobatan spesifik. Terutama ditunjukkan untuk mengatasi sel-sel yang
abnormal. Pelaksanaannya tergantung pada kebijaksanaan masing-masing
rumah sakit, tetapi prinsip dasar pelaksanaannya adalah sebagai berikut:
a. Induksi untuk mencapai remisi: obat yang diberikan untuk mengatasi
kanker sering disebut sitostatika (kemoterapi). Obat diberikan secara
kombinasi dengan maksud untuk mengurangi sel-sel blastosit sampai
5% baik secara sistemik maupun intratekal sehingga dapat mengurangi
gejala-gajala yang tampak.
b. Intensifikasi, yaitu pengobatan secara intensif agar sel-sel yang tersisa
tidak memperbanyak diri lagi.
4. Pengobatan imunologik. Bertujuan untuk menghilangkan sel leukemia
yang ada di dalam tubuh agar pasien dapat sembuh sempurna. Pengobatan
seluruhnya dihentikan setelah 3 tahun remisi terus menerus.
5. Penggunaan obat tradisional yaitu perpaduan antara buah mahkota dewa,
sambiloto, daun pegagan dan buah mengkudu.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN LEUKIMIA
3.1 Pengkajian
a. Data biografi pasien
Leukemia banyak menyerang laki-laki dari pada wanita dan menyerang
pada usia lebih dari 20 tahun khususnya pada orang dewasa.
b. Riwayat Kesehatan
1. Riwayat Kesehatan Sekarang
Riwayat kesehatan sekarang pada penyakit leukemia klien biasanya lemah,
lelah, wajah terlihat pucat, sakit kepala, anoreksia, muntah, sesak, nafas cepat.
2. Riwayat Kesehatan Dahulu
Pada riwayat kesehatan dahulu pada klien dengan leukemia, kaji adanya
tanda-tanda anemia yaitu pucat, kelemahan, sesak, nafas cepat. Adanya tanda-
tanda leucopenia yaitu demam dan adanya infeksi. Kaji adanya tanda-tanda
trombositopenia yaitu ptechiae, purpura, perdarahan membran mukosa. Kaji
adanya tanda-tanda invasi ekstra medulola yaitu limfadenopati, hepatomegali,
splenomegali. Kaji adanya pembesaran testis. Kaji adanya hematuria, hipertensi,
gagal ginjal, inflamasi disekitar rectal, nyeri ( Lawrence, 2003).
3. Riwayat Kesehatan Keluarga
Dari riwayat kesehatan keluarga, adanya keluarga yang mengalami
gangguan hematologis serta adanya faktor herediter misal kembar monozigot.
c. Pemerikasaan Fisik
1. Keadaan Umum
Keadaan umum pada penderita leukemia tampak lemah, kesadaran bersifat
composmentis selama belum terjadi komplikasi.
2. Tanda-Tanda Vital
Tekanan darah : tidak normal (TD normal 120/80 mmHg)
Nadi : takikardi
Suhu : meningkat jika terjadi infeksi
RR : Dispneu, takhipneu
3. Pemeriksaan fisik head to toe
a. Pemeriksaan kepala
Bentuk : perhatikan bentuk kepala apakah simetris atau tidak. Biasanya
pada penderita leukemia betuk kepala simetris.
Rambut: perhatikan keadaan rambut mudah dicabut atau tidak,warna,
hygiene
Nyeri tekan: palpasi nyeri tekan, ada atau tidak. Biasanya pada
penderita tidak ada nyeri tekan.
b. Pemeriksaan mata
Palpebra: perhatikan kesimetrisan kiri dan kanan
Konjungtiva : anemis atau tidak. Pada penderita leukemia akan
ditemukan konjungtiva yang anemis.
Sclera : ikterik atau tidak. Sclera penderita leukemia akan terlihat
tidak ikterik.
c. Pemeriksaan hidung
Inskpeksi kesimetrisan bentuk hidung, mukosa hidung, palpasi adanya
polip. Penderita leukemia memiliki pemeriksaan hidung yang normal.
d. Pemeriksaan mulut
Inspeksi apakah terdapat peradangan (infeksi oleh jamur atau bakteri ),
perdarahan gusi. Biasa papa penderita leukemia, ditemukan bibir
pucat, sudut-sudut bibir pecah-pecah.
e. Pemeriksaan telinga
Inspeksi simetris kiri dan kanan, sirumen. Palpasi nyeri tekan. Periksa
fungsi pendengaran dan keseimbangan. Pada penderita leukemia
biasanya tidak ditemukan kelainan dan bersifat normal.
f. Pemeriksaan leher
Inspeksi dan palpasi adanya pembesaran getah bening kelenjer tiroid,
JVP, normalnya 5-2. Penderita leukemia tidak mengalami pembesaran
kelenjer tiroid.
g. Pemeriksaan thorak
Jantung
Inspeksi : iktus terlihat atau tidak, inspeksi kesimetrisan. Pada
penderita leukemia, iktus terlihat
Palpasi : raba iktus kordis. Normalnya, iktus teraba.
Perkusi : tentukan batas jantung.
Auskultasi : terdengar bunyi jantung 1 dan 2, normal.
Paru- paru
Inspeksi : kesimetrisan kiri dan kanan saat inspirasi dan ekspirasi,
biasanya normal.
Palpasi : simetris kiri dan kanan.
Perkusi : adanya suara napas tambahan
Auskultasi : biasanya bunyi nafas vesikuler.
h. Pemeriksaan abdomen
Inspeksi : apakah dinding abdomen mengalami memar, bekas operasi,
dsb.
Auskultasi : bising usus normal
Palpasi : palpasi apakah ada nyeri tekan, hepar teraba atau tidak.
Biasaya terdapat nyeri tekan, dan hepar akan teraba.
Perkusi : lakukan perkusi, biasa didapat bunyi tympani untuk semua
daerah abdomen
i. Pemeriksaan Ekstremitas
inspeksi kesemetrisan, palpasi adanya nyeri tekan pada ekstremitas
atas dan bawah. Biasanya pada penderita leukemia akan mengalami
nyeri pada tulang dan persendian.
d. Pemeriksaan Penunjang
Hitung darah lengkap complete blood cell (CBC). Anak dengan CBC
kurang dari 10.000/mm3 saat didiagnosis memiliki memiliki prognosis paling baik;
jumlah lekosit lebih dari 50.000/mm3 adalah tanda prognosis kurang baik pada
anak sembarang umur, hitung darah lengkap biasanya juga menunjukkan
normositik, anemia normositik. Hemoglobulin : dapat kurang dari 10 gr/100ml.
Trombosit : sangat rendah (< 50000/mm)
3.2 Diagnosa Keperawatan
1. Resiko Infeksi berhubungan dengan penurunan sistem kekebalan tubuh
2. Resiko perdarahan berhubungan dengan trombositopenia
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum (anemia)
4. Nyeri berhubungan dengan agen cedera biologis (efek fisiologis dari
leukemia)
3.3 Rencana Keperawatan
Perumusan NANDA, NOC, NIC
No. Diagnosa (NANDA) Kriteria Hasil (NOC) Intervensi (NIC)
1. Resiko infeksi b.d
penurunan sistem
kekebalan tubuh
Status imun
Klien diharapkan
mampu:
1. Tidak adanya infeksi
berulang
2. Tidak adanya tumor
3. Status pencernaan
dari skala yang
diharapkan
4. Status pernapasan
dari skala yang
diharapkan
5. Berat badan dalam
batas normal
6. Suhu tubuh normal
7. Tidak adanya
kelelahan secara
terus menerus
Manajemen lingkungan
Intervensi yang dilakukan :
1. Ciptakan lingkungan
yang aman untuk
pasien.
2. Identifikasi
kebutuhan keamanan
pasien, berdasarkan
tingkat fisik, dan
fungsi kognitif dan
pengalaman masa
lalu.
3. Hindari lingkungan
yang berbahaya (ex :
permadani lepas dan
kecil, perabotan
rumah yang dapat
8. Jumlah sel darah
putih dalam batas
normal
Status nitrusi
Klien diharapkan
mampu menormalkan:
Pemasukan nutrisi
Pemasukan
makanan dan cairan
Energi
Masa tubuh
Berat badan
dipindah-pindahkan).
4. Hindari objek yang
berbahaya dari
lingkungan.
5. Usaha perlindungan
dengan pinggir
jeruji/pinggir lapisan
jeruji, dengan tepat.
6. Dampingi pasien
selama aktivitas di
luar bangsal.
7. Atur tinggi
rendahnya tempat
tidur.
8. Sediakan peralatan
yang adaptif (ex :
tangga yang dapat
disandarkan dan
susuran tangan),
dengan tepat.
9. Tempatkan furniture
dalam ruangan
dengan susunan yang
tepat.
10. Sediakan tabung
panjang untuk
membuat gerakan
lebih leluasa..
Manajemen nutrisi
Intervensi yang dilakukan :
1. Tanyakan apakah
pasien mempunyai
alergi terhadap
makanan.
2. Pastikan makanan
kesukaan pasien.
3. Dorong kenaikan
pemasukan zat besi
makanan, dengan
tepat.
4. Dorong kenaikan
pemasukan protein,
zat besi, vitamin C,
dengan tepat.
5. Berikan pasien
dengan protein
tinggi, kalori tinggi,
nutrisi makanan
cemilan dan
minuman itu bisa
dengan mudah
mengonsumsi
denagn tepat.
6. Ajarkan pasien
bagaimana
menafkahkan buku
harian makanan,
sesuai dengan
kebutuhan.
7. Kontrol catatan
pemasukan untuk
kandungan nutrisi
dan kalori.
2. Resiko perdarahan b.d
trombositopenia
Pembekuan darah
Klien diharapkan
mampu menormalkan :
1. Gumpalan
pembentukan
2. Waktu
protrombin
3. Hb
4. Perdarahan
5. Memar
Pencegahan perdarahan
Intervensi yang dilakukan :
1. Monitor
kemungkinan
terjadinya
perdarahan pada
pasien
2. Catat kadar HB dan
Ht setelah pasien
mengalami
kehilangan banyak
darah
3. Pantau gejala dan
tanda timbulnya
perdarahan yang
berkelanjutan 9cek
sekresi pasien baik
yang terlihat maupun
yang tidak disadari
perawat)
4. Pantau factor
koagulasi, termasuk
protrombin (Pt),
waktu paruh
tromboplastin (PTT),
fibrinogen, degradasi
fibrin, dan kadar
platelet dalam darah)
5. Pantau tanda-tanda
vital, osmotic,
termasuk TD
6. Atur pasien agar
pasien tetap bed rest
juka masih ada
indikasi pendarahan
7. Atur kepatenan/
kualitas produk / alat
yang berhubungan
dengan perdarahan
8. Lindungai pasien
dari hal-hal yang
menimbulkan trauma
dan bias
menimbulkan
perdarahan
9. Jangan lakukan
injeksi
3. Intoleransi aktivitas
b.d kelemahan umum
(anemia)
Toleransi aktivitas
Klien diharapkan
mampu untuk
Terapi aktivitas
Intervensi yang dilakukan:
a. Kolaborasi
menormalkan
1. Saturasi oksigen
ketika
beraktivitas
2. Denyut nadi
ketika
beraktivitas
3. Laju pernapasan
ketika
beraktivitas
4. Tekanan darah
sistolik
5. Tekanan darah
diastolic
Daya tahan
Klien diharapkan
mampu untuk
menormalkan:
Kinerja dari rutinitas
Aktivitas
Konsentrasi
Kepulihan energy
setelah beraktivitas
Tingkat oksigen
darah
dengan terapis
dalam
merncanakan dan
memonitor
program aktivitas
b. Tingkatkan
komitmen pasien
dalam
beraktivitas
c. Bantu
mengekplorasi
aktivitas yang
bemanfaat bagi
pasien
d. Bantu
mengidentifikasi
sumberdaya yang
dimiliki dalam
beraktivitas
e. Bantu
pasien/keluarga
dalam
beradaptasi
dengan
lingkungan
Manajemen energy
Intervensi yang dilakukan
a. Tentukan
pembatasan
aktivitas fisik
pasien
b. Jelaskan tanda
yang
menyebabkan
kelemahan
c. Jelaskan
penyebab
kelemahan
d. Jelaskan apa dan
bagaimana
aktivitas yang
dibutuhkan untuk
membangun
energi
e. Monitor intake
nutrisi yang
adekuat
4. Nyeri b.d agen cedera
biologis (efek
fisiologis dari
leukemia)
Tingkat Kecemasan
Klien diharapkan
mampu untuk :
1. Menghindari
perasaan
gelisah.
2. Menghindari
serangan panik
3. Menghindari
Rasa cemas
yang berlebihan
4. Mengontrol
peningkatan
Mengurangi rasa cemas:
Intervensi yang dilakukan:
a. Tenangkan klien
dan melakukan
pendekatan.
b. Kaji perspektif
situasi stress
klien.
c. Berikan
informasi faktual
mengenai
diagnosis, terapi,
denyut nadi.
5. Mengontrol
peningkatan
jumlah
pernafasan.
Tingkatan nyeri
Klien diharapkan
mampu untuk:
Mengendalikan rasa
nyeri.
Mengontrol diri
dari kehilangan nafsu
makan.
dan prognosis.
d. Bantu pasien
untuk untuk
meminimalisir
rasa cemas yang
timbul.
e. Kaji tanda-tanda
kecemasan baik
secara verbal
maupun non
verbal.
Menajemen nyeri
Intervensi yang dilakukan:
a. Ajarkan klien
tentang
bagaimana cara
mengontrol rasa
nyeri.
b. Ajarkan klien
teknik-teknik
relaksasi.
c. Ajarkan klien
bagaimana cara
menghindari diri
dari rasa cemas.
teknik-teknik
relaksasi.
d. Ajarkan klien
bagaimana cara
menghindari diri
dari rasa cemas.
BAB IV
APLIKASI KASUS
4.1 Kasus
Tn. Y datang ke Rumah Sakit Islam Tanggal 11 November dengan
keluhan utama nyeri tulang dan mengaku sering pingsan selama seminggu
terakhir. Setelah dilakukan pemeriksaan laboratorium didapat Hb 8 gr/dl,
trombosit 11.000 /mm3 , leukosit 8.000 / mm3. Setelah 3 hari dirawat klien belum
menunjukkan tanda-tanda semakin membaik, malah klien semakin sering pingsan.
4.2 Data Klinis
Nama : Tn. Y
Umur : 35 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Karyawan swasta
Alamat : Rahasia
Status perkawinan : Menikah
Agama : Islam
TB : 181 cm
BB : 50 Kg
Datang ke RS : 11 November 2014
Ruang : UGD
No. Registrasi : 804548
Alasan masuk rumah sakit : Tn. Y masuk Rumah Sakit Islam dengan keluhan
utama nyeri tulang dan sering pingsan seminggu terakhir.
4.3 Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
a. Riwayat kesehatan
Riwayat kesehatan sekarang
Tn. Y masuk Rumah Sakit Islam dengan keluhan utama nyeri tulang dan
sering pingsan seminggu terakhir. TTV Tn. Y : RR= 24 x/menit, Nadi = 70
x/menit, suhu = 370 C, TD = 90/60 mmHg. Saat pengkajian klien mengaku, nafsu
makannya menurun dan merasa nyeri tulang. Klien juga mengaku sering pingsan
selama seminggu terakhir.
Riwayat kesehatan dahulu
Sebelumnya, Tn. Y pernah dirawat dengan diagnosa anemia. Klien sering
merasa lemas dan lesu disaat bekerja dan sering pingsan saat bekerja.
Riwayat kesehatan keluarga
Dari riwayat kesehatan sebelumnya, Keluarga Tn. Y tidak ada yang
menderita penyakit yang sama dengan klien.
b. Pemeriksaan Fisik
Vital sign
TB : 181 cm
BB : 50 kg
RR : 24x/menit
TD : 90/60 mmHg
Nadi : 70 x/menit
Suhu : 370 C
Pemeriksaan kepala
Inspeksi :
Bentuk : simetris
Rambut: warna rambut hitam dan beruban, tidak ada ketombe
Palpasi: tidak terdapat benjolan, dan nyeri tekan
Pemeriksaan mata
Inspeksi
Konjungtiva : anemis
Sclera : tidak ikterus
Pemeriksaan hidung
Inskpeksi: bentuk hidung simetris, tidak ada polip maupun peradangan,
tidak ada sekret.
Palpasi :ntidak terdapat nyeri tekan.
Pemeriksaan mulut
Inspeksi : bibir pucat, sudut bibir pecah-pecah, gusi berdarah.
Pemeriksaan telinga
Inspeksi : simetris kiri dan kanan
Palpasi : tidak ada nyeri tekan. Fungsi pendengaran normal.
Pemeriksaan leher
Inspeksi : tidak ada pembesaran getah bening
Palpasi : tidak ada pembesaran getah bening kelenjer tiroid
Pemeriksaan thorak
Jantung
Inspeksi : iktus terlihat
Palpasi : iktus teraba.
Perkusi : redup
Auskultasi : terdengar bunyi jantung 1 dan 2 normal.
Paru- paru
Inspeksi : simetris kiri dan kanan saat inspirasi dan ekspirasi
Palpasi : vokal femoris teraba, simetris kiri dan kanan.
Perkusi : sonor
Auskultasi : bunyi nafas vesikuler.
Pemeriksaan abdomen
Inspeksi : tidak terdapat lesi, tidak ada luka bekas operasi.
Auskultasi : bising usus normal 15 x / menit.
Palpasi : Terdapat nyeri tekan
Perkusi : bunyi tympani untuk semua daerah abdomen
Pemeriksaan Ekstremitas
Ekstremitas atas: tangan kanan terpasang infus, pergerakan lemah.
Terdapat memar dan bercak-bercak hitam di tangan kiri.
Ekstremitas bawah : pergerakan lemah
Nyeri di persendian dan tulang.
Pemeriksaan Labor
Hemoglobin : 8 gram / dl (rendah)
Leukosit : 8.000 / mm3 (normal)
Trombosit : 11.000 / mm3 (rendah)
2. Analisis Data
No. Data Diagnosa
1. DS :
1. Klien mengatakan lemah
2. Klien mengatakan aktivitasnya
menurun
3. Klien mengatakan sering pingsan
DO
Hb : 8 gr/dl
Trombosit : 11.000/mm3
RR : 26 x / menit
TD : 90/60 mmHg
Suhu : 37 0C
Bibir klien tampak pucat
Wajah klien tampak pucat
Konjungtiva anemis
Intoleransi aktivitas b.d
kelemahan umum (anemia)
2. DS :
1. Klien mengatakan menstruasinya
tidak teratur
2. Klien mengaku mudah memar saat
trauma
DO :
Trombosit : 11.000/mm3
Hb : 8 gr/dl
Terdapat memar dan bercak-bercak
hitam di tangan kiri.
Resiko perdarahan b.d
trombositopenia
3. DS:
1. Klien mengatakan nyeri tulang
DO :
TD : 90/60 mmHg
Nadi : 100x/menit
Suhu : 37 0C
RR : 26 x / menit
BB : 45 Kg
TB : 160 cm
Adanya nyeri tekan pada persendian
Nyeri berhubungan dengan
agen cedera biologis (efek
fisiologis dari leukemia)
c. Perumusan NANDA,NOC,NIC sesuai kasus
No. NANDA NOC NIC
1. Intoleransi
aktivitas b.d
kelemahan umum
Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan selama
a. Kolaborasi dengan
terapis dalam
merncanakan dan
(anemia) 3x24 jam, klien
diharapkan mampu
untuk menormalkan:
Kepulihan
energy setelah
beraktivitas
memonitor program
aktivitas
b. Monitor respon
emosional, fisik,
sosial dan spiritual
c. Tentukan
pembatasan aktivitas
fisik pasien
d. Jelaskan tanda yang
menyebabkan
kelemahan
2. Resiko
perdarahan b.d
trombositopenia
Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan selama
3x24 jam, klien
diharapkan mampu
untuk menormalkan:
Gumpalan
pembentukan :
Hb
Perdarahan
1. Monitor kemungkinan
terjadinya perdarahan
pada pasien
2. Catat kadar HB dan Ht
setelah pasien mengalami
kehilangan banyak darah
3. Pantau gejala dan tanda
timbulnya perdarahan
yang berkelanjutan 9cek
sekresi pasien baik yang
terlihat maupun yang
tidak disadari perawat)
4. Pantau factor koagulasi,
termasuk protrombin (Pt),
waktu paruh
tromboplastin (PTT),
fibrinogen, degradasi
fibrin, dan kadar platelet
dalam darah)
3. Nyeri
berhubungan
dengan agen
cedera biologis
(efek fisiologis
dari leukemia)
Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan selama
3x24 jam, klien
diharapkan mampu
untuk :
Mengendalikan
rasa nyeri.
1. Ajarkan klien tentang
bagaimana cara
mengontrol rasa nyeri.
2. Ajarkan klien teknik-
teknik relaksasi.
3. Ajarkan klien bagaimana
cara menghindari diri
dari rasa cemas. teknik-
teknik relaksasi.
4. Ajarkan klien bagaimana
cara menghindari diri
dari rasa cemas.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Leukimia adalah keganasan pada organ pembuat sel darah, berupa
proliferasi patologis sel hemapoetik muda yang ditandai oleh adanya kegagalan
sum-sum tulang dalam membentuk sel darah normal dan disertai infiltrasi ke
organ-organ lain. Etiologi dari leukemia belum diketahui secara pasti, namun ada
beberapa factor predisposisi penyabab dari leukemia, diantaranya : sel darah
putih yang kemungkinan berproliferasi secara tidak terkendali sebagai penyebab
tersering, kemudian karena radiasi, zat kimia, gangguan imunologik, virus dan
factor genetik.
5.2 Saran
1. Perawat disarankan untuk memberi dukungan kepada pasien agar
semangat menjalani hidup
2. Perawat disarankan untuk memberikan usaha maksimal untuk
mempertahankan hidup pasien, dan menganjurkan pasien maupun
keluarga untuk tidak putus asa terhadap kemungkinan buruk yang akan
terjadi, serta menganjurkan pasien untuk selalu mengikuti terapi yang
dianjurkan.
3. Perawat juga harus memperhatikan personal hygiene pasien untuk
mengurangi dampak bertambah parahnya penyakit leukemia pasien.
DAFTAR PUSTAKA
Price, Sylvia A. 2002. Patofisiologi: Konsep klinis Proses-proses penyakit.
Jakarta: EGC
Brunner & Suddarth. Keperawatan Medikal Bedah Volume 2 ed.8. Jakarta: EGC
Taylor, Cynthia M. 2003. Diagnosis Keperawatan dengan Rencana Asuhan edisi
10. Jakarta: EGC.