tugas mata kuliah kimia dasar
DESCRIPTION
jhhTRANSCRIPT
TUGAS MATA KULIAH KIMIA DASAR
Disusun oleh :
Nama : WIWIN FARISTIN
NIM : 10/305502/PA/13528
JURUSAN : KIMIA
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2011
BAB 1
EQUATION OF STATE
Gas merupakan satu dari tiga wujud zat dan walaupun wujud ini
merupakan bagian tak terpisahkan dari studi kimia, bab ini terutama hanya akan
membahasa hubungan antara volume, temperatur dan tekanan baik dalam gas
ideal maupun dalam gas nyata, dan teori kinetik molekular gas, dan tidak secara
langsung kimia. Bahasan utamanya terutama tentang perubahan fisika, dan reaksi
kimianya tidak didisuksikan. Namun, sifat fisik gas bergantung pada struktur
molekul gasnya dan sifat kimia gas juga bergantung pada strukturnya. Perilaku
gas yang ada sebagai molekul tunggal adalah contoh yang baik kebergantungan
sifat makroskopik pada struktur mikroskopik.
a. Sifat gas
Sifat-sifat gas dapat dirangkumkan sebagai berikut.
1. Gas bersifat transparan.
2. Gas terdistribusi merata dalam ruang apapun bentuk ruangnya.
3. Gas dalam ruang akan memberikan tekanan ke dinding.
4. Volume sejumlah gas sama dengan volume wadahnya. Bila gas tidak diwadahi,
volume gas akan menjadi tak hingga besarnya, dan tekanannya akan menjadi tak
hingga kecilnya.
5. Gas berdifusi ke segala arah tidak peduli ada atau tidak tekanan luar.
6. Bila dua atau lebih gas bercampur, gas-gas itu akan terdistribusi merata.
7. Gas dapat ditekan dengan tekanan luar. Bila tekanan luar dikurangi, gas akan
mengembang.
8. Bila dipanaskan gas akan mengembang, bila didinginkan akan mengkerut.
Dari berbagai sifat di atas, yang paling penting adalah tekanan gas. Misalkan
suatu cairan memenuhi wadah. Bila cairan didinginkan dan volumenya berkurang,
cairan itu tidak akan memenuhi wadah lagi. Namun, gas selalu akan memenuhi
ruang tidak peduli berapapun suhunya. Yang akan berubah adalah tekanannya.
Alat yang digunakan untuk mengukur tekanan gas adalah manometer. Prototipe
alat pengukur tekanan atmosfer, barometer, diciptakan oleh Torricelli.
b. Volume dan tekanan
Fakta bahwa volume gas berubah bila tekanannya berubah telah diamati
sejak abad 17 oleh Torricelli dan filsuf /saintis Perancis Blase Pascal (1623-1662).
Boyle mengamati bahwa dengan mengenakan tekanan dengan sejumlah volume
tertentu merkuri, volume gas, yang terjebak dalam tabung delas yang tertutup di
salah satu ujungnya, akan berkurang. Dalam percobaan ini, volume gas diukur
pada tekanan lebih besar dari 1 atm.
Boyle membuat pompa vakum menggunakan teknik tercangih yang ada
waktu itu, dan ia mengamati bahwa gas pada tekanan di bawah 1 atm akan
mengembang. Setelah ia melakukan banyak percobaan, Boyle mengusulkan
persamaan (6.1) untuk menggambarkan hubungan antara volume V dan tekanan P
gas. Hubungan ini disebut dengan hukum Boyle.
PV = k (suatu tetapan) (6.1)
Penampilan grafis dari percobaan Boyle dapat dilakukan dengan dua cara. Bila P
diplot sebagai ordinat dan V sebagai absis, didapatkan hiperbola (Gambar 6.1(a)).
Kedua bila V diplot terhadap 1/P, akan didapatkan garis lurus (Gambar 6.1(b)).
(a) Plot hasil percobaan; tekanan vs. volume
(b) Plot hasil percobaan; volume vs 1/tekanan. Catat bahwa kemiringan k tetap.
c. Persamaan gas ideal
Esensi ketiga hukum gas di atas dirangkumkan di bawah ini. Menurut tiga
hukum ini, hubungan antara temperatur T, tekanan P dan volume V sejumlah n
mol gas dengan terlihat.
Tiga hukum Gas
Hukum Boyle: V = a/P (pada T, n tetap)
Hukum Charles: V = b.T (pada P, n tetap)
Hukum Avogadro: V = c.n (pada T, P tetap)
Jadi, V sebanding dengan T dan n, dan berbanding terbalik pada P. Hubungan ini
dapat digabungkan menjadi satu persamaan:
V = RTn/P (6.4)
atau
PV = nRT (6.5)
R adalah tetapan baru. Persamaan di atas disebut dengan persamaan keadaan gas
ideal atau lebih sederhana persamaan gas ideal.
Nilai R bila n = 1 disebut dengan konstanta gas, yang merupakan satu dari
konstanta fundamental fisika. Nilai R beragam bergantung pada satuan yang
digunakan. Dalam sistem metrik, R = 8,2056 x10–2 dm3 atm mol-1 K-1. Kini,
nilai R = 8,3145 J mol-1 K-1 lebih sering digunakan.
d. Hukum tekanan parsial
Dalam banyak kasus Anda tidak akan berhadapan dengan gas murni tetapi
dengan campuran gas yang mengandung dua atau lebih gas. Dalton tertarik
dengan masalah kelembaban dan dengan demikian tertarik pada udara basah,
yakni campuran udara dengan uap air. Ia menurunkan hubungan berikut dengan
menganggap masing-masing gas dalam campuran berperilaku independen satu
sama lain.
Anggap satu campuran dua jenis gas A (nA mol) dan B (nB mol) memiliki volume
V pada temperatur T. Persamaan berikut dapat diberikan untuk masing-masing
gas.
pA = nART/V (6.8)
pB = nBRT/V (6.9)
pA dan pB disebut dengan tekanan parsial gas A dan gas B. Tekanan parsial
adalah tekanan yang akan diberikan oleh gas tertentu dalam campuran seandainya
gas tersebut sepenuhnya mengisi wadah.
Dalton meyatakan hukum tekanan parsial yang menyatakan tekanan total P gas
sama dengan jumlah tekanan parsial kedua gas. Jadi,
P = pA + pB = (nA + nB)RT/V (6.10)
Hukum ini mengindikasikan bahwa dalam campuran gas masing-masing
komponen memberikan tekanan yang independen satu sama lain. Walaupun ada
beberapa gas dalam wadah yang sama, tekanan yang diberikan masing-masing
tidak dipengaruhi oleh kehadiran gas lain.
Bila fraksi molar gas A, xA, dalam campuran xA = nA/(nA + nB), maka pA dapat
juga dinyatakan dengan xA.
pA = [nA/(nA + nB)]P (6.11)
Dengan kata lain, tekanan parsial setiap komponen gas adalah hasil kali fraksi
mol, xA, dan tekanan total P.
Tekanan uap jenuh (atau dengan singkat disebut tekanan jenuh) air disefinisikan
sebagai tekanan parsial maksimum yang dapat diberikan oleh uap air pada
temperatur tertentu dalam campuran air dan uap air. Bila terdapat lebih banyak
uap air, semua air tidak dapat bertahan di uap dan sebagian akan mengembun.
BAB 2
PHASE DIAGRAM
Selama ini pembahasan perubahan mutual antara tiga wujud materi
difokuskan pada keadaan cair. Dengan kata lain, perhatian telah difokuskan pada
perubahan cairan dan padatan, dan antara cairan dan gas. Dalam membahas
keadaan kritis zat, akan lebih tepat menangani tiga wujud zat secara simultan,
bukan membahas dua dari tiga wujud zat.
Gambar 7.5 Diagram fasa. Tm adalah titik leleh normal air, , T3 dan P3 adalah
titik tripel, Tb adalah titik didih normal, Tc adalah temperatur kritis, Pc adalah
tekanan kritis.
Diagram fasa merupakan cara mudah untuk menampilkan wujud zat
sebagai fungsi suhu dan tekanan. Sebagai contoh khas, diagram fasa air diberikan
di Gambar 7.5. Dalam diagram fasa, diasumsikan bahwa zat tersebut diisolasi
dengan baik dan tidak ada zat lain yang masuk atau keluar sistem.
Pemahaman tentang diagram fasa akan terbantu dengan pemahaman
hukum fasa Gibbs, hubungan yang diturunkan oleh fisikawan-matematik Amerika
Josiah Willard Gibbs (1839-1903) di tahun 1876. Aturan ini menyatakan bahwa
untuk kesetimbangan apapun dalam sistem tertutup, jumlah variabel bebas-disebut
derajat kebebasan F- yang sama dengan jumlah komponen C ditambah 2
dikurangi jumlah fasa P, yakni,
F=C+2-P … (7.1)
Jadi, dalam titik tertentu di diagram fasa, jumlah derajat kebebasan adalah 2 –
yakni suhu dan tekanan; bila dua fasa dalam kesetimbangan-sebagaimana
ditunjukkan dengan garis yang membatasi daerah dua fasa hanya ada satu derajat
kebebasan-bisa suhu atau tekanan. Pada ttik tripel ketika terdapat tiga fasa tidak
ada derajat kebebasan lagi. Dari diagram fasa, Anda dapat mengkonfirmasi apa
yang telah diketahui, dan lebih lanjut, Anda dapat mempelajari apa yang belum
diketahui. Misalnya, kemiringan yang negatif pada perbatasan padatan-cairan
memiliki implikasi penting sebagaimana dinyatakan di bagian kanan diagram,
yakni bila tekanan diberikan pada es, es akan meleleh dan membentuk air.
Berdasarkan prinsip Le Chatelier, bila sistem pada kesetimbangan diberi tekanan,
kesetimbangan akan bergeser ke arah yang akan mengurangi perubahan ini. Hal
ini berarti air memiliki volume yang lebih kecil, kerapatan leb besar daripada es;
dan semua kita telah hafal dengan fakta bahwa s mengapung di air.
Sebaliknya, air pada tekanan 0,0060 atm berada sebagai cairan pada suhu
rendah, sementara pada suhu 0,0098 °C, tiga wujud air akan ada bersama. Titik ini
disebut titik tripel air. Tidak ada titik lain di mana tiga wujud air ada bersama.
Dalam kimia fisika minerologidan teknik material, diagram fase adalah
sejenis grafik yang digunakan untuk menunjukkan kondisi kesetimbangan antara
fase-f ase yang berbeda dari suatu zat yang sama. Dalam matematika dan fisika,
diagram fase juga mempunyai arti sinonim dengan ruang fase. Komponen-
komponen umum diagram fase adalah garis kesetimbangan atau sempadan fase,
yang merujuk pada garis yang menandakan terjadinya transisi fase. Titik tripel
adalah titik potong dari garis-garis kesetimbangan antara tiga fase benda, biasanya
padat, cair, dan gas. Solidus adalah temperatur di mana zat tersebut stabil dalam
keadaan padat. Likuidus adal ah temperatur di mana zat tersebut stabil dalam
keadaan cair. Adalah mungkin terdapat celah di antara solidus dan likuidus; di
antara celah tersebut, zat tersebut terdiri dari campuran kristal dan cairan.
Tipe-tipe diagaram fase adalah Diagram fase 2D. Diagram fase yang paling sederhana adalah diagram tekanan-temperatur dari zat tunggal, seperti air. Sum bu-sumbu diagram berkoresponden dengan tekanan dan temperatur.
Fase pada ruang tekanan-temperatur menunjukkan garis kesetimbangan
atau sempadan fase antara tiga fase padat,cair, dan gas.
Diagram fase yang umum. Garis titik-titik merupakan sifat anomali air.
Garis berwarna hijau menandakan titik beku dan garis biru menandakan titik didih
yang berubah-ubah sesuai dengan tekanan. Penandaan diagram fase menunjukkan
titik-titik di mana energi bebas bersifat non-analitis. Fase-fase dipisahkan dengan
sebuah garis non-analisitas, di mana transisi fase terjadi, dan disebut sebagai
sempadan fase.
Pada diagaram sebelah kiri, sempadan fase antara cair dan gas tidak
berlanjut sampai tak terhingga. Ia akan berhenti pada sebuah titik pada diagaram
fase yang disebut sebagai titik kritis. Ini menunjukkan bahwa pada temperatur dan
tekanan yang sangat tinggi, fase cair dan gas menjadi tidak dapat dibedakan[1],
yang dikenal sebagai fluida superkritis. Pada air, titik kritis ada pada sekitar 647 K
dan 22,064 MPa (3.200,1 psi).
Keberadaan titik kritis cair-gas menunjukkan ambiguitas pada definisi di
atas. Ketika dari cair menjadi gas, biasanya akan melewati sebuah sempadan fase,
namun adalah mungkin untuk memilih lajur yang tidak melewati sempadan
dengan berjalan menuju fase superkritis. Oleh karena itu, fase cair dan gas dapat
dicampur terus menerus.
Sempadan padat-cair pada diagram fase kebanyakan zat memilikigradi e n
yang positif. Hal ini dikarenakan fase padat memiliki densitas yang lebih tinggi
daripada fase cair, sehingga peningkatan tekanan akan meningkatkan titik leleh.
Pada beberapa bagian diagram fase air, Selain itu, titik kritis (untuk air, 218 atm,
374°C), juga ditunjukkan dalam diagram fasa. Bila cairan berubah menjadi fasa
gas pada titik kritis, muncul keadaan antara (intermediate state), yakni keadaan
antara cair dan gas. Dalam diagram fasa keadaan di atas titik kritis tidak
didefinisikan.
BAB 3
CRYSTAL STRUCTUR
Memahami struktur dari kristal sangat penting dalam mengkarakterisasi
suatu material yang memiliki sifat teratur (ordered material). Banyak material
baru yang dikembangkan memakai istilah dan definisi yang sering dipakai dalam
kristalografi ketika mendiskripsikan sifat – sifatnya. Salah satu alat yang memakai
konsep dasar kristalografi dalam mengkarakterisasi suatu bahan adalah XRD (X-
ray diffraction). Sehingga untuk menginterpretasi hasil analisa dari alat tersebut
memerlukan pengetahuan dasar mengenai kristalografi.
Definisi dari kristal adalah bahan yang terdiri dari unit terstruktur yang
identik, tersusun dari satu atau lebih atom yang teratur dan berulang secara
periodik dalam tiga dimensi. Keteraturan ini berlanjut sampai ratusan molekul.
Bangunan terkecil dari kristal disebut basis kemudian susunan yang periodik
dideskripsikan dengan latis.
Untuk mendeskripsikan sebuah kristal akan lebih mudah jika kita fokus
pada latis bukan pada basisnya. Latis adalah susunan tiga dimensi dari titik (titik
latis) yang identik dengan sekelilingnya. Sebuah unit sel adalah bagian terkecil
dari latis. Seluruh bangunan latis dapat disusun dengan mengulang sebuah unit sel
tanpa ada ruang kosong diantaranya. Sebuah unit sel dideskripsikan dengan tiga
independen unit vektor yaitu a, b dan c.
Variable pada unit sel ada enam buah yaitu panjang dari unit sel yang
direpresentasikan oleh tiga vektor (a, b, dan c) dan tiga independen sudut antara
dua vektor (α, β, and γ), dimana:
α adalah sudut antara b dan c
β adalah sudut antara c dan a
γ adalah sudut antara a dan b
Ada tujuh buah unit sel yang mungkin untuk semua jenis kristal. Ketujuh unit sel
disebut tujuh kristal sistem yang terdiri dari:
1. Triclinic system
2. Monoclinic system
3. Orthorhombic system
4. Tetragonal system
5. Cubic system
6. Hexagonal system
7. Rhombohedral system
Dalam beberapa sistem kristal diatas terdapat beberapa kemungkinan jenis latis
yang dapat menghasilkan simetri yang tertinggi. Tipe latis tersebut adalah:
P = primitive
I = body-centred
F = face-centred
C = base/side centred
Maka sistem kristal beserta latisnya menyusun empat belas cara yang
berbeda untuk menyusun titik latis untuk membuat 3D latis. Keempat belas cara
tersebut dikenal dengan Bravais lattices.
BAB 4
COLLIGATIVE PROPERTIES OF SOLUTION
Secara umum, sifat koligatif larutan dapat digambarkan seperi gambar
dibawah ini:
Gambaran umum sifat koligatif
Sifat koligatif larutan adalah sifat larutan yang tidak tergantung pada
macamnya zat terlarut tetapi semata-mata hanya ditentukan oleh banyaknya zat
terlarut (konsentrasi zat terlarut). Apabila suatu pelarut ditambah dengan sedikit
zat terlarut (Gambar 6.2), maka akan didapat suatu larutan yang mengalami:
1. Penurunan tekanan uap jenuh
2. Kenaikan titik didih
3. Penurunan titik beku
4. Tekanan osmosis
Banyaknya partikel dalam larutan ditentukan oleh konsentrasi larutan dan sifat
Larutan itu sendiri. Jumlah partikel dalam larutan non elektrolit tidak sama
dengan jumlah partikel dalam larutan elektrolit, walaupun konsentrasi keduanya
sama. Hal ini dikarenakan larutan elektrolit terurai menjadi ion-ionnya, sedangkan
larutan non elektrolit tidak terurai menjadi ion-ion. Dengan demikian sifat
koligatif larutan dibedakan atas sifat koligatif larutan non elektrolit dan sifat
koligatif larutan elektrolit.
Penurunan Tekanan Uap Jenuh
Pada setiap suhu, zat cair selalu mempunyai tekanan tertentu. Tekanan
ini adalah tekanan uap jenuhnya pada suhu tertentu. Penambahan suatu zat ke
dalam zat cair menyebabkan penurunan tekanan uapnya. Hal ini disebabkan
karena zat terlarut itu mengurangi bagian atau fraksi dari pelarut, sehingga
kecepatan penguapan berkurang.
Gambaran penurunan tekanan uap
Menurut Roult :
p = po . XB
keterangan:
p : tekanan uap jenuh larutan
po : tekanan uap jenuh pelarut murni
XB : fraksi mol pelarut
Karena XA + XB = 1, maka persamaan di atas dapat diperluas menjadi :
P = Po (1 – XA)
P = Po – Po . XA
Po – P = Po . XA
Sehingga :
ΔP = po . XA
keterangan:
ΔP : penuruman tekanan uap jenuh pelarut
po : tekanan uap pelarut murni
XA : fraksi mol zat terlarut
Kenaikan Titik Didih
Adanya penurunan tekanan uap jenuh mengakibatkan titik didih larutan
lebih tinggi dari titik didih pelarut murni. Untuk larutan non elektrolit kenaikan
titik didih dinyatakan dengan: ΔTb = m . Kb
keterangan:
ΔTb = kenaikan titik didih (oC)
m = molalitas larutan
Kb = tetapan kenaikan titik didihmolal
(W menyatakan massa zat terlarut), maka kenaikan titik didih larutan dapat
dinayatakan sebagai:
Apabila pelarutnya air dan tekanan udara 1 atm, maka titik didih larutan
dinyatakan sebagai : Tb = (100 + ΔTb) oC
Penurunan Titik Beku
Kehadiran zat terlarut menurunkan titik beku suatu larutan relatif terhadap
pelarut murni. Untuk penurunan titik beku persamaannya dinyatakan sebagai:
ΔTf = penurunan titik beku
m = molalitas larutan
Kf = tetapan penurunan titik beku molal
W = massa zat terlarut
Mr = massa molekul relatif zat terlarut
p = massa pelarut
Apabila pelarutnya air dan tekanan udara 1 atm, maka titik beku larutannya
dinyatakan sebagai:
Tf = (O – ΔTf)oC
Tekanan Osmosis
Tekanan osmosis adalah tekanan yang diberikan pada larutan yang dapat
menghentikan perpindahan molekul-molekul pelarut ke dalam larutan melalui
membran semi permeabel (proses osmosis) seperti ditunjukkan pada. Menurut
Van’t hoff tekanan osmosis mengikuti hukum gas ideal:
PV = nRT
Karena tekanan osmosis = Π , maka :
π° = tekanan osmosis (atmosfir)
C = konsentrasi larutan (M)
R = tetapan gas universal. = 0,082 L.atm/mol K
T = suhu mutlak (K)
Tekanan osmosis
Larutan yang mempunyai tekanan osmosis lebih rendah dari yang lain
disebut larutan Hipotonis.
Larutan yang mempunyai tekanan lebih tinggi dari yang lain disebut
larutan Hipertonis.
Larutan yang mempunyai tekanan osmosis sama disebut Isotonis.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa larutan elektrolit di dalam
pelarutnya mempunyai kemampuan untuk mengion. Hal ini mengakibatkan
larutan elektrolit mempunyai jumlah partikel yang lebih banyak daripada larutan
non elektrolit pada konsentrasi yang sama.
BAB 5
CATALYSIS AND CATALYST
Pernah mencoba membuat tape dari bahan singkong atau ketan? Kita
membubuhkan ragi (sejenis kapang atau jamur) untuk mempercepat proses
peragian atau fermentasi. Tanpa sadar sebenarnya kita sudah melibatkan senyawa
penting didalam proses tersebut yaitu katalis.
Menurut definisi, katalis adalah suatu senyawa kimia yang dapat
mengarahkan sekaligus meningkatkan kinetika suatu reaksi (jika reaksi tersebut
secara termodinamika memungkinkan terjadi). Namun senyawa tersebut (katalis)
tidak mengalami perubahan kimiawi diakhir reaksi, dan tidak mengubah
kedudukan kesetimbangan kimia dari reaksi.
Pentingnya katalis ditunjukkan oleh kenyataan bahwa lebih dari 75%
proses produksi bahan kimia di industri disintesis dengan bantuan katalis. Contoh
proses kimia yang sangat penting misalnya sintesis metanol dari syngas (CO dan
H2) dikatalisis oleh ZnO/Cr2O3, dan reaksi water gas shift (WGS), CO + 2H2O ==
CO2 + H2 dikatalisis oleh besi oksida atau oksida campuran Zn, Cu maupun Cr.
Teknologi katalis telah digunakan dalam industri kimia lebih dari 100
tahun lamanya dan penelitian serta pengembangan teknologi katalis telah menjadi
semacam bidang kekhususan kimia.
Dalam kazanah energi reaksi, katalis menurunkan rintangan energi atau
menurunkan besaran energi aktifasi sebuah reaksi melalui aneka mekanisme
fisikawi maupun kimiawi.
Komponen inti katalis menurut derajat kepentingannya:
1. Selektifitas
Adalah kemampuan katalis untuk memberikan produk reaksi yang
diinginkan (dalam jumlah tinggi) dari sekian banyak produk yang mungkin
dihasilkan. Produk yang diinginkan tadi sering disebut sebagai yield sedangkan
banyaknya bahan baku yang berhasil diubah menjadi aneka produk dikatakan
sebagai konversi. Yield = %selektifitas x konversi
2. Stabilitas
Kemampuan sebuah katalis untuk menjaga aktifitas, produktifitas dan
selektifitasnya dalam jangka waktu tertentu
3. Aktifitas
Kemampuan katalis untuk mengubah bahan baku menjadi produk atau
aneka produk yang diinginkan (lebih dari satu).
Aktifitas = massa (kg) bahan baku yang terkonversi/(kg atau liter katalis x waktu)
atau Konversi, yaitu persentase dari bahan baku menjadi aneka produk. atau
TON (turnover Number), yaitu banyaknya molekul yang bereaksi/(waktu,
misalnya detik x setiap situs aktif)
Tiga metode untuk mengukur aktifitas katalis:
1. Aktifitas dapat dinyatakan dalam konsep kinetika. Aktifitas dapat dinyatakan
dari pengukuran kecepatan reaksi dalam jangkauan tertentu suhu dan konsentrasi.
Kecepatan reaksi, r, dihitung sebagai kecepatan perubahan sejumlah zat, nA dari
reaktan A persatuan waktu dan per satuan volume (atau per satuan massa) katalis,
sehingga r ini memiliki unit mol L-1 h-1 atau mol kg-1 h-1.
2. Aktifitas dapat pula dinyatakan oleh turnover number (TON) yang didefinisikan
sebagai banyaknya molekul reaktan yang terlibat dalam reaksi tiap situs aktif dan
tiap detik.
3. Dalam prakteknya, sebagai perbandingan aktifitas
Pengelompokan Katalis
Perlu diingat bahwa yang dimaksud katalis homogen artinya adalah katalis
yang memiliki atau bisa membentuk satu fasa dengan reaktan dan pelarutnya
(misal fasa cair-cair pada sistem katalis asam untuk reaksi esterifikasi).
Sedangkan katalis heterogen tidak memiliki fasa yang sama dengan reaktan
maupun pelarut (misalnya fasa padat-cair pada sistem katalis zeolit untuk
perengkahan hidrokarbon).
Contoh katalis homogen. Kompleks phosphine-logam transisi (Zn)
sebagai katalis reaksi kopling CO2 dan epoksida serta mekanisme
reaksinya.
Contoh katalis heterogen. Alloy nanokristal Cu-Zn-Al dengan aditif logam transisi
untuk katalis sintesis dimetil ether dari syngas.
Kelemahan Katalis
Alangkah indahnya bila sebuah reaksi kimia tidak membutuhkan katalis
agar bisa berlangsung. Tapi kenyataannya jenis reaksi seperti ini jarang ditemui.
Keberadaan katalis dalam campuran reaksi kimia tentu saja memberikan masalah
tersendiri. Di industri kimia, masalah terutama berkaitan dengan pemisahan
(separation), daur ulang (recycle), usia (life time), dan deaktifasi katalis
merupakan isyu-isyu penting.
Problem pemisahan katalis dari zat pereaksi maupun produk lebih sering
ditemui pada sistem katalis homogen. Karena katalis homogen larut dalam
campuran, pemisahan tidak cukup dilakukan dengan penyaringan atau dekantasi.
Teknik yang umum digunakan adalah destilasi atau ekstraksi produk dari
campuran, misalnya katalis asam-basa pada reaksi esterifikasi biodiesel
dipisahkan dengan ekstraksi untuk kemudian campuran sisa reaktan-katalis yang
tertinggal dialirkan lagi menuju bejana reaksi. Namun demikian, ada beberapa
dari senyawa komplek logam yang didesain sedemikian rupa sehingga bisa
terpisah atau mengendap setelah reaksi tuntas. Kasus pemisahan untuk katalis
heterogen lebih mudah ditanggulangi karena sudah terpisah dengan sendirinya
tanpa membutuhkan usaha lain.
Daur ulang dan usia katalis memiliki kaitan. Selama bisa dipisahkan,
katalis homogen boleh dikatakan tetap aktif dan memiliki usia yang sangat
panjang bahkan nyaris tak terhingga dan bisa digunakan berulang-ulang. Nyawa
katalis homogen mungkin tamat jika mengalami deaktifasi akibat teracuni atau
perubahan struktur akibat proses ektrim. Katalis heterogen memiliki takdir
berbeda. Sering kali katalis heterogen harus diaktifasi dulu sebelum siap
digunakan, misalnya dengan jalan direduksi atau dioksidasi. Setelah mengalami
proses reaksi berkali-kali, kereaktifan katalis tersebut pelan-pelan menurun akibat
perubahan mikrostruktur maupun kimianya, misal terjadi penggumpalan
(clustering), migrasi partikel aktif membentuk kristal baru (sintering), oksidasi,
karbonisasi, maupun teracuni (poisoned). Untuk mengembalikan reaktifitas katalis
heterogen perlu dilakukan regenerasi dengan cara, misalnya kalsinasi, reduksi-
oksidasi kembali, atau pencucian dengan larutan aktif. Seringkali proses
regenerasi tidak dapat mengembalikan 100% kereaktifan katalis sehingga pada
saatnya nanti katalis tersebut akhirnya mati juga dan perlu diganti yang baru.