tugas meningioma

24
TINJAUAN PUSTAKA TUMOR OTAK 1.1 Pendahuluan Tumor otak atau tumor intracranial adalah neoplasma atau proses desak ruang (Space Occupying Lesion (SOL) atau space taking lesion) yang timbul dalam rongga tengkorak baik di dalam kompartemen supratentorial maupun infratentorial. Tumor otak merupakan suatu lesi ekspansif yang bersifat jinak (benigna) ataupun ganas (maligna), membentuk massa dalam ruang tengkorak kepala (intra cranial) atau di sumsum tulang belakang (medulla spinalis). Neoplasma pada jaringan otak dan selaputnya dapat berupa tumor primer maupun metastase. Apabila sel-sel tumor berasal dari jaringan otak itu sendiri, disebut tumor otak primer dan bila berasal dari organ-organ lain (metastase) seperti kanker paru, payudara, prostat, ginjal dan lain-lain, disebut tumor otak sekunder. Proses neoplasma di susunan saraf mencakup dua tipe, yaitu: a. Tumor primer, yaitu tumor yang berasal dari jaringan otak sendiri yang cenderung berkembang ditempat-tempat tertentu. Tumor primer bisa timbul dari jaringan otak, meningen, hipofisis dan selaput myelin. Seperti ependimoma yang berlokasi di dekat dinding ventrikel atau kanalis sentralis medulla spinalis, glioblastoma multiforme kebanyakan ditemukan dilobus parietal, oligodendroma di lobus frontalis dan spongioblastoma di korpus kalosum atau pons.

Upload: annisafadhilah24

Post on 23-Jan-2016

31 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

meningioma

TRANSCRIPT

Page 1: Tugas Meningioma

TINJAUAN PUSTAKA

TUMOR OTAK

1.1 Pendahuluan

Tumor otak atau tumor intracranial adalah neoplasma atau proses desak ruang (Space

Occupying Lesion (SOL) atau space taking lesion) yang timbul dalam rongga tengkorak baik

di dalam kompartemen supratentorial maupun infratentorial.

Tumor otak merupakan suatu lesi ekspansif yang bersifat jinak (benigna) ataupun

ganas (maligna), membentuk massa dalam ruang tengkorak kepala (intra cranial) atau di

sumsum tulang belakang (medulla spinalis). Neoplasma pada jaringan otak dan selaputnya

dapat berupa tumor primer maupun metastase. Apabila sel-sel tumor berasal dari jaringan

otak itu sendiri, disebut tumor otak primer dan bila berasal dari organ-organ lain (metastase)

seperti kanker paru, payudara, prostat, ginjal dan lain-lain, disebut tumor otak sekunder.

Proses neoplasma di susunan saraf mencakup dua tipe, yaitu:

a. Tumor primer, yaitu tumor yang berasal dari jaringan otak sendiri yang cenderung

berkembang ditempat-tempat tertentu. Tumor primer bisa timbul dari jaringan otak,

meningen, hipofisis dan selaput myelin. Seperti ependimoma yang berlokasi di dekat

dinding ventrikel atau kanalis sentralis medulla spinalis, glioblastoma multiforme

kebanyakan ditemukan dilobus parietal, oligodendroma di lobus frontalis dan

spongioblastoma di korpus kalosum atau pons.

b. Tumor sekunder, suatu metastasis yang tumor primernya berada di luar susunan saraf

pusat, bisa berasal dari paru-paru, mamma, prostat, ginjal, tiroid atau digestivus. Yang

paling sering ditemukan adalah metastasis karsinoma bronkus dan prostat pada pria serta

karsinoma mammae pada wanita. Tumor ganas itu dapat pula masuk ke ruang tengkorak

secara perkontinuitatum, yaitu dengan melalui foramina basis kranii, seperti misalnya

pada infiltrasi karsinoma anaplastik dari nasofaring tumor yang berasal dari metastasis

karsinoma yang berasal dari bagian tubuh lain.

1.2 Epidemiologi

Berdasarkan data statistik, angka insidensi tahunan tumor intrakranial di Amerika

adalah 16,5 per 100.000 populasi per tahun, dimana separuhnya (17.030) adalah kasus tumor

primer yang baru dan separuh sisanya (17.380) merupakan lesi-lesi metastasis. Di Indonesia

dijumpai frekuensi tumor otak sebanyak 200-220 kasus/tahun dimana 10% darinya adalah

lesi metastasis. Insidensi tumor otak primer bervariasi sehubungan dengan kelompok umur

Page 2: Tugas Meningioma

penderita. Angka insidens ini mulai cenderung meningkat sejak kelompok usia dekade

pertama yaitu dari 2/100.000 populasi/tahun pada kelompok umur 10 tahun menjadi

8/100.000 populasi/tahun pada kelompok usia 40 tahun dan kemudian meningkat tajam

menjadi 20/100.000 populasi/tahun pada kelompok usia 70 tahun untuk selanjutnya menurun

lagi.

2.1 Etiologi Tumor Otak

Penyebab tumor otak hingga saat ini masih belum diketahui secara pasti, walaupun

telah banyak penyelidikan yang dilakukan. Adapun faktor-faktor yang perlu ditinjau sebagai

penyebab tumor otak, sebagai berikut:

1. Herediter

Riwayat tumor otak dalam satu anggota keluarga jarang ditemukan kecuali pada

meningioma, astrositoma dan neurofibroma dapat dijumpai pada anggota-anggota

sekeluarga. Sklerosis tuberose atau penyakit Sturge-Weber yang dapat dianggap

sebagai manifestasi pertumbuhan baru, memperlihatkan faktor familial yang jelas.

Selain jenis-jenis neoplasma tersebut tidak ada bukti-bukti yang kuat untuk

memikirkan adanya faktor-faktor herediter yang kuat pada neoplasma.

2. Sisa-sisa Sel Embrional (Embryonic Cell Rest)

Bangunan-bangunan embrional berkembang menjadi bangunan-bangunan yang

mempunyai morfologi dan fungsi yang terintegrasi dalam tubuh. Tetapi ada kalanya

sebagian dari bangunan embrional tertinggal dalam tubuh, menjadi ganas dan

merusak bangunan di sekitarnya. Perkembangan abnormal itu dapat terjadi pada

kraniofaringioma, teratoma intrakranial dan kordoma.

3. Radiasi

Jaringan dalam sistem saraf pusat peka terhadap radiasi dan dapat mengalami

perubahan degenerasi, namun belum ada bukti radiasi dapat memicu terjadinya suatu

glioma. Pernah dilaporkan bahwa meningioma terjadi setelah timbulnya suatu

radiasi.Selain itu pada pasien-pasien penderita tinea kapitis yang medapat radiasi

kepala jangka panjang

4. Virus

Banyak penelitian tentang inokulasi virus pada binatang kecil dan besar yang

dilakukan dengan maksud untuk mengetahui peran infeksi virus dalam proses

terjadinya neoplasma, tetapi hingga saat ini belum ditemukan hubungan antara infeksi

virus dengan perkembangan tumor pada sistem saraf pusat.

2

Page 3: Tugas Meningioma

5. Substansi-substansi Karsinogenik

Penyelidikan tentang substansi karsinogen sudah lama dan luas dilakukan. Kini telah

diakui bahwa ada substansi yang karsinogenik seperti methylcholanthrone, nitroso-

ethyl-urea. Ini berdasarkan percobaan yang dilakukan pada hewan.

1.3 Gejala Klinis

Perubahan pada parenkhim intrakranial baik difus maupun regional akan

menampilkan gejala dan tanda gangguan neurologis sehubungan dengan gangguan pada

nukleus spesifik tertentu atau serabut traktus pada tingkat neurofisiologi dan neuroanatomi

tertentu seperti gejala-gejala: kelumpuhan, gangguan mental, gangguan endokrin, dan

sebagainya. Persentasi klinis sering kali dapat mengarahkan perkiraan kemungkinan lokasi

tumor otak. Secara umum persentasi klinis pada kebanyakan kasus tumor otak merupakan

manifestasi dari peninggian tekanan intrakranial; namun sebaliknya gejala neurologis yang

bersifat progresif, walaupun tidak jelas ada tanda-tanda peninggian tekanan intrakranial, perlu

dicurigai adanya tumor otak.

Tekanan Tinggi Intrakranial

Trias gejala klasik dari sindroma tekanan tinggi intrakranial adalah: nyeri kepala,

muntah proyekil, dan papiledema. Keluhan nyeri kepala disini cenderung bersifat

intermittent, tumpul, berdenyut dan tidak begitu hebat terutama di pagi hari karena selama

tidur malam PCO2 serebral meningkat sehingga mengakibatkan peningkatan CBF (Cerebral

Blood Flow) dan dengan demikian mempertinggi tekanan intrakranial. Juga lonjakan sejenak

seperti karena batuk, mengejan atau berbangkis memperberat nyeri kepala. Nyeri dirasa

berlokasi di sekitar daerah frontal atau oksipital. Penderita sering kali disertai muntah yang

“menyemprot” (proyektil) dan tidak didahului oleh mual. Hal ini terjadi oleh karena tekanan

Intrakranial yang menjadi lebih tinggi selama tidur malam, akibat PCO2 serebral meningkat.

Tumor otak pada bayi yang menyumbat aliran likuor serebrospinal sering kali

ditampilkan dengan pembesaran lingkar kepala yang progresif dan ubun-ubun besar yang

menonjol; sedangkan pada anak-anak yang lebih besar di mana suturanya relative sudah

merapat, biasanya gejala papiledema terjadi lebih menonjol. Papiledema dapat timbul pada

tekanan intrakranial yang meninggi atau akibat penekanan pada nervus optikus oleh tumor

secara langsung.

Papiledema memperlihatkan kongesti venosa yang jelas, dengan papil yang berwarna

merah tua dan perdarahan-perdarahan di sekitarnya. Gejala kejang pada tumor otak

3

Page 4: Tugas Meningioma

khususnya di daerah supratentorial dapat berupa kejang umum, psikomotor ataupun kejang

fokal. Kejang dapat merupakan gejala awal yang tunggal dari neoplasma hemisfer otak dan

menetap untuk beberapa lama sampai gejala lainnya timbul.

Perdarahan Intrakranial

Bukanlah suatu hal yang jarang bahwa tumor otak diawali dengan perdarahan

intrakranial-subarakhnoid, intraventrikuler atau intraserebral.

Gejala Disfungsi Umum

Abnormalitas umum dari fungsi serebrum bervariasi mulai dari gangguan fungsi

intelektual yang tak begitu hebat sampai dengan koma. Penyebab umum dari disfungsi

serebral ini adalah tekanan intrakranial yang meninggi dan pergeseran otak akibat gumpalan

tumor dan edema perifokal di sekitarnya atau hidrosefalus sekunder yang terjadi.

Gejala Neurologis Fokal

Perubahan personalitas atau gangguan mental biasanya menyertai tumor-tumor yang

terletak di daerah frontal, temporal, dan hipotalamus, sehingga sering kali penderiita-

penderita tersebut diduga sebagai penyakit nonorganik atau fungsionil. Gejala afasia agak

jarang dijumpai, terutama pada tumor yang berada di hemisfer kiri (dominan). Tumor-tumor

daerah supraselar, nervus optikus dan hpotalamus dapat mengganggu akuitas visus.

Kelumpuhan saraf okulomotorius merupakan tampilan khas dari tumor-tumor

paraselar, dan dengan adanya tekanan intracranial yang meninggi kerap disertai dengan

kelumpuhan saraf abdusens.

Nistagmus biasanya timbul pada tumor-tumor fosa posterior; sedangkan tumor-tumor

supraselar atau paraselar kadang (jarang sekali) menyebabkan gejalapatognomonik berupa

nistagmus ‘gergaji’ (seesaw nystagmus); gerakan mata diskonjugat, ventrikal dan rotasional

di mana masing-masing mata geraknya saling berlawanan.

Kelemahan wajah dan hemiparesis yang berkaitan dengan gangguan sensorik serta

kadang ada efek visual merupakan refleksi kerusakan yang melibatkan kapsula interna atau

korteks yang terkait.

Ataksia trukal adalah pertanda suatu tumor fosa posterior yang terletak di garis

tengah. Gangguan endokrin menunjukkan adanya kelainan pada hipotalamus-hipofise.

4

Page 5: Tugas Meningioma

Gejala Lokal yang Menyesatkan (False Localizing Signs)

Lesi pada salah satu kompartemen otak dapat menginduksi pergeseran dan kompresi

di bagian otak yang jauh dari lesi primer. Tumor otak yang menyebabkan peningkatan

tekanan intrakranial dapat menghasilkan false localizing signs atau gejala lokal yang

menyesatkan. Suatu tumor intrakranial dapat menimbulkan manifestasi yang tidak sesuai

dengan fungsi area yang ditempatinya. Tanda tersebut adalah:

1) Kelumpuhan saraf otak. Karena desakan tumor, saraf dapat tertarik atau tertekan.

Desakan itu tidak harus langsung terhadap saraf otak. Saraf yang sering terkena tidak

langsung adalah saraf III, IV, dan VI.

2) Refleks patologis yang positif pada kedua sisi, dapat ditemukan pada tumor yang

terdapat di dalam salah satu hemisferium saja.

3) Gangguan mental, dapat timbul pada setiap penderita dengan tumor intracranial yang

berlokasi dimanapun

4) Gangguan endokrin dapat juga timbul proses desak ruang di daerah hipofisis

1.4 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksan sken magnet (MRI) dan sken tomografi computer merupakan pemeriksaan

terpilih untuk mendeteksi adanya tumor-tumor intracranial. Dalam hal ini dapat diketahui

secara terperinci letak lokasi tumor dan pengaruhnya terhadap jaringan sekitarnya, bahkan

pada kasus-kasus tertentu dapat pula diduga jenisnya dengan akurasi yang hampir tepat.

Tumor otak dapat pula dideteksi dengan CT-scan. Pilihannya tergantung ketersediaan

fasilitas pada masing-masing rumah sakit. CT-scan lebih murah dibanding MRI, umumnya

tersedia di rumah sakit dan bila menggunakan kontras dapat mendeteksi mayoritas tumor

otak. MRI lebih khusus untuk mendeteksi tumor dengan ukuran kecil, tumor di dasar tulang

tengkorak dan di fossa posterior. Selain itu MRI juga dapat membantu ahli bedah untuk

merencanakan pembedahan karena memperlihatkan tumor pada sejumlah bidang.

1.5 Penatalaksanaan

Pemilihan tindakan penanganan yang dapat dilakukan pada penderita tumor otak

tergantung dari beberapa faktor, antara lain : Kondisi umum penderita , Tersedianya alat yang

lengkap, Pengertian penderita dan keluarga dan Luasnya metastasis

Adapun terapi dan modalitas penanganan terhadap tumor otak mencakup tindakan-

tindakan:

A. Terapi Kortikosteroid

5

Page 6: Tugas Meningioma

Biasanya deksametason diberikan 4 – 20 mg intravena setiap 6 jam untuk

mengatasi edema vasogenik (akibat tumor) yang menyebabkan TTIK. Peranan nya

masih kontroversial dalam terapi TTIK. Beberapa efek samping yang dapat timbul

adalah berkaitan dengan penggunaan steroid lama seperti: penurunan kekebalan,

supresi adrenal, hiperglikemia, hipokalemia, alkalosis metabolik, retensi cairan,

penyembuhan luka yang terlambat, psikosis, miopatia, ulserasi lambung, dan

hipertensi.

B. Terapi operatif

Tindakan yang bertujuan untuk mendapatkan diagnosa pasti dan dekompresi internal,

mengingat bahwa obat-obatan antiedema otak tidak dapat diberikan secara terus-

menerus. Persiapan prabedah, penanganan pembiusan, teknik operasi dan penanganan

pascabedah sangat berperan penting dalam menentukan keberhasilan penanganan

operatif terhadap tumor otak.

C. Terapi konservatif

1) Radioterapi

Tindakan ini untuk tumor-tumor susunan saraf pusat kebanyakan

menggunakan sinar X dan sinar Gamma, disamping juga radiasi lainnya

seperti: proton, partikel alfa, neutron, dan pimeson. Keberhasilan terapi radiasi

pada tumor ganas otak diperankan oleh beberapa faktor:

Terapi yang baik dan tidak melukai struktur kritis lainnya

Sensitivitas sel tumor dengan sel normal

Tipe sel yang disinar

Metastasis yang ada

Kemampuan sel normal untuk repopulasi

Restrukturisasi dan reparasi sel kanker sewaktu interval antarfraksi radiasi.

2) Kemoterapi

Peranan kemoterapi tunggal untuk tumor ganas otak masih belum

mempunyai nilai keberhasilan yang bermakna sekali. Saat ini yang menjadi

titik pusat perhatian modalitas terapi ini adalah tumor-tumor otak jenis

astrositoma (Grade III dan IV) glioblastoma dan astrositoma anaplastik beserta

variannya. Ada beberapa obat kemoterapi untuk tumor ganas otak yang saat

ini beredar di kalangan medis yaitu: HU (hidroksiurea), 5-FU (5-Fluorourasil),

PCV (prokarbazin, CCNU, Vincristine), Nitrous Urea (PCNU,

6

Page 7: Tugas Meningioma

BCNU/Karmustin, CCNU/lomustin, MTX (metotrksat), DAG

(dianhidrogalaktitol) dan sebagainya. Potensi kemoterapi pada susunan saraf

di samping didasarkan oleh farmakologi sendiri juga perlu dipertimbangkan

aspek farmakokinetiknya (transportasi obat mencapai target) mengingat

adanya sawar darah otak. Pemberian kemoterapi dapat dilakukan melalui

intra-arterial (infuse, perfusi), melalui intratekal/intraventrikuler (punksi

lumbal, punksi sisterna, via pudentz/omyama reservoir); atau intra tumoral.

3) Immunoterapi

Dasar modalitas terapi ini adalah anggapan bahwa tumbuhnya suatu

tumor disebabkan oleh adanya gangguan fungsi immunologi tubuh sehingga

diharapkan dengan melakukan restorasi sistem imun dapat menekan dapat

menekan pertumbuhan tumor.

1.6 Prognosis

Prognosis tergantung jenis tumor spesifik. Untuk glioblastoma multiforme yang cepat

membesar “rata-rata survival time” tanpa pengobatan adalah 12 minggu; dengan terapi

pembedahan yang optimal dan radiasi, 32 minggu. Beberapa astrositoma yang tumbuh

mungkin menyebabkan gejala-gejala minimal atau hanya serangan kejang-kejang selama 20

tahun atau lebih. Berdasarkan data di negara-negara maju, dengan diagnosis dini dan juga

penanganan yang tepat melalui pembedahan dilanjutkan dengan radioterapi, angka ketahanan

hidup 5 tahun berkisar 50-60% dan angka ketahanan hidup 10 tahun berkisar 30-40%.

II. MENINGIOMA

2.1 Definisi

Meningioma adalah tumor pada meningen, yang merupakan selaput pelindung yang

melindungi otak dan medulla spinalis. Meningioma dapat timbul pada tempat manapun di

bagian otak maupun medulla spinalis, tetapi umumnya terjadi di hemisphere otak di semua

lobusnya. Meningioma intrakranial sering mempunyai predileksi lokasi terbanyak di

parasagital, disamping lokasi-lokasi lainnya seperti: sfenoid, konveksitas dan fossa posterior.

2.2 Epidemiologi

Meningioma intrakranial merupakan 34% dari semua tumor primer di regio ini.

Biasanya terjadi pada orang dewasa dengan usia 40- 60 tahun atau lebih, dan jarang diderita

oleh anak-anak. Dengan sifatnya yang khas yakni dengan sifatnya yang khas yakni tumbuh

7

Page 8: Tugas Meningioma

lambat dan mempunyai kecenderungan meningkatya vaskularisasi tulang yang berdeketan,

hiperostosis tengkorak serta menekan jaringan otak sekitarnya.

Meningioma juga bisa timbul di sepanjang kanalis spinalis, dan frekuensinya relatif

lebih tinggi dibandingkan dengan tumor lain yang tumbuh di regio ini. Di rongga kepala,

meningioma banyak ditemukan pada wanita dibanding pria (2 :1).

2.3 Etiologi

40 – 80% diakibatkan oleh kelainan kromosom 22. Penyebab kelainan kromosom ini

masih belum diketahui kenapa. Radiasi pada kepala sebelumnya, riwayat memiliki kanker

pada payudara, dan neurofibromatosis tipe 2 mungkin menjadi faktor resiko dalam

berkembangnya meningioma. Meningioma multiple terjadi pada 5-15 % pasien yang dimana

tejadi pada pasien dengan neurofibromatosis tipe 2.

Beberapa penemuan mengindikasikan adanya hubungan antara hormon-hormon dan resiko

meningioma antara lain peningkatan insidensi penyakit pada wanita dibandingkan pria (2:1),

ditemukannya reseptor esterogen dan progesteron pada beberapa meningioma, potensi

hubungan kanker payudara dengan meningioma, serta laporan kemungkinan perubuhan

ukuran meningioma pada siklus menstruasi, masa kehamilan dan status menopous.

2.4 Patofisiologi dan Faktor Risiko

Para ahli tidak memastikan apa penyebab tumor meningioma, namun beberapa teori

telah diteliti dan sebagian besar menyetujui bahwa kromoson yang jelek yang meyebabkan

timbulnya meningioma. Selain itu Meningioma memiliki reseptor yang berhubungan dengan

hormone estrogen, progesterone, dan androgen, yang juga dihubungkan dengan kaknker

payudara. Hal ini dibuktikan dengan adanya perubahan ukuran tumor pada fase lutheal siklus

haid dan kehamilan. Ekspresi progesteron reseptor dilihat paling sering pada jinak

meningiomas, baik pada pria dan wanita. Fungsi reseptor ini belum sepenuhnya dipahami,

dan demikian, sering kali menantang bagi dokter untuk menasihati pasien perempuan mereka

tentang penggunaan hormon jika mereka memiliki sejarah suatu meningioma. Meskipun

peran tepat hormon dalam pertumbuhan meningioma belum ditentukan, peneliti telah

mengamati bahwa kadang-kadang mungkin meningioma tumbuh lebih cepat pada saat

kehamilan.

Selain peningkatan usia, faktor lain yang dinilai konsisten berhubungan dengan risiko

terjadinya meningioma yaitu sinar radiasi pengion; factor lingkungan berupa gaya hidup dan

genetik telah dipelajari namunnya perannya masih dipertanyakan. Faktor lain yang telah

8

Page 9: Tugas Meningioma

diteliti yaitu penggunaan hormone endogen dan eksogen, penggunaan telepon genggam, dan

variasi genetik atau polimorfisme. Faktor lain yang dinilai berperan adalah keadaan penyakit

yang sudah ada seperti diabetes mellitus, hipertensi, dan epilepsi; pajanan timbale, pemakaian

pewarna rambut; pajanan gelombang micro atau medan magnet, merokok; trauma kepala; dan

alergi.

2.5 Klasifikasi

WHO mengembangkan sistem klasifikasi untuk beberapa tumor yang telah diketahui,

termasuk meningioma. Tumor diklasifikasikan melalui tipe sel dan derajat pada hasil biopsi

yang dilihat di bawah mikroskop. Penatalaksanaannya pun berbeda-beda di tiap derajatnya.

a. Grade I

Meningioma tumbuh dengan lambat. Tumor tidak menimbulkan gejala, mungkin

pertumbuhannya sangat baik jika diobservasi dengan MRI secara periodik. Jika tumor

semakin berkembang, maka pada akhirnya dapat menimbulkan gejala, kemudian

penatalaksanaan bedah dapat direkomendasikan. Kebanyakan meningioma grade I diterapi

dengan tindakan bedah dan observasi secara berterusan .

b. Grade II

Meningioma grade II disebut juga meningioma atypical. Jenis ini tumbuh lebih cepat

dibandingkan dengan grade I dan mempunyai angka kekambuhan yang lebih tinggi juga.

Pembedahan adalah penatalaksanaan awal pada tipe ini. Meningioma grade II biasanya

membutuhkan terapi radiasi setelah pembedahan .

c. Grade III

Meningioma berkembang dengan sangat agresif dan disebut meningioma malignant

atau meningioma anaplastik. Meningioma malignant terhitung kurang dari 1 % dari seluruh

kejadian meningioma. Pembedahan adalah penatalaksanaan yang pertama untuk grade III

diikuti dengan terapi radiasi. Jika terjadi rekurensi tumor, dapat dilakukan kemoterapi.

2.6 Diagnosis

Tumor ini tumbuhnya lambat sehingga sering gejala klinisnya tidak begitu menonjol.

Meningioma tumbuh menjadi ukuran besar sebelum menimbulkan gejala. Tumor ini biasanya

ditemukan pada parasagital (dekat bagian teratas otak) dan konveksitas (diluar curve/garis)

otak. Bisa juga berada pada sphenoid ridge di otak bagian bawah (dasar tengkorak)

Selama pertumbuhannya, tumor ini dapat menggangu fungsi normal pada otak. Gejala

tergantung dari lokasi tumor tersebut. Gejala awal yang muncul biasanya adalah peningkatan

9

Page 10: Tugas Meningioma

tekanan intrakranial oleh karena pertumbuhan tumor. Sakit kepala dan kelemahan pada

tangan atau kaki yang paling sering terjadi, meskipun kejang, perubahan kepribadian atau

masalah visual dapat terjadi. Nyeri dan hilangnya sensasi atau kelemahan pada tangan dan

kaki adalah gejala yang sering terjadi pada meningioma tulang belakang.

2.7 Manifestasi klinik

Gejala umum yang terjadi disebabkan karena gangguan fungsi serebral akibat edema

otak dan tekanan intrakranial yang meningkat. Gejala spesifik terjadi akibat destruksi dan

kompresi jaringan saraf, bisa berupa nyeri kepala, muntah, kejang, penurunan kesadaran,

gangguan mental, gangguan visual dan sebagainya. Edema papil dan defisit neurologis lain

biasanya ditemukan pada stadium yang lebih lanjut. Gejala umumnya seperti:

a. Sakit kepala

Nyeri kepala biasanya terlokalisir, tapi bisa juga menyeluruh. Biasanya muncul pada

pagi hari setelah bangun tidur dan berlangsung beberapa waktu, datang pergi (rekuren)

dengan interval tak teratur beberapa menit sampai beberapa jam. Serangan semakin lama

semakin sering dengan interval semakin pendek. Nyeri kepala ini bertambah hebat pada

waktu penderita batuk, bersin atau mengejan (misalnya waktu buang air besar atau koitus).

Nyeri kepala juga bertambah berat waktu posisi berbaring, dan berkurang bila duduk.

Penyebab nyeri kepala ini diduga akibat tarikan (traksi) pada pain sensitive structure

seperti dura, pembuluh darah atau serabut saraf.

b. Kejang

Ini terjadi bila tumor berada di hemisfer serebri serta merangsang korteks motorik.

Kejang yang sifatnya lokal sukar dibedakan dengan kejang akibat lesi otak lainnya, sedang

kejang yang sifatnya umum/general sukar dibedakan dengan kejang karena epilepsi. Tapi bila

kejang terjadi pertama kali pada usia dekade III dari kehidupan harus diwaspadai

kemungkinan adanya tumor otak.

c. Mual muntah

Lebih jarang dibanding dengan nyeri kepala. Muntah biasanya proyektil

(menyemprot) tanpa didahului rasa mual, dan jarang terjadi tanpa disertai nyeri kepala.

d. Edema Papil

Keadaan ini bisa terlihat dengan pemeriksaan funduskopi menggunakan oftalmoskop.

Gambarannya berupa kaburnya batas papil, warna papil berubah menjadi lebih kemerahan

dan pucat, pembuluh darah melebar atau kadang-kadang tampak terputus-putus. Untuk

mengetahui gambaran edema papil seharusnya kita sudah mengetahui gambaran papil normal

10

Page 11: Tugas Meningioma

terlebih dahulu. Penyebab edema papil ini masih diperdebatkan, tapi diduga akibat penekanan

terhadap vena sentralis retinae.

Gejala dapat pula spesifik terhadap lokasi tumor:

a. Meningioma falx dan parasagital

- Falx berisi dua pembuluh darah besar yakni sinus sagitalis superir dan inferir, karena

ditakutkan akan menciderai sinus, pengangkatan tumor di daerah falx atau parasagital

mungkin akan susah

- Perubahan perilaku, nyeri kepala, masalah visual, kelemahan tangan dan kaki.

b. Meningioma Convexitas

- Biasanya tidak didapatkan gejala hingga tumor mencapai ukuran besar

- kejang, sakit kepala, defisit neurologis fokal, perubahan status mental

c. Meningioma Sphenoid

- kurangnya sensibilitas wajah, gangguan lapangan pandang, kebutaan, dan penglihatan

ganda

d. Meningioma Olfaktorius

- kurangnya kepekaan penciuman karena pertumbuhan disepanjang nervus olfaktorius.

- Tumor bisa juga menekan nervus optikus pada mata, yang menyebabkan masalah

visual seperti kehilangan daerah tertentu dalam bidang visus atau bahkan kebutaan

e. Meningioma fossa posterior

- Menekan nervus cranialis yang menyebabkan gejala pada wajah atau kehilangan

pendengaran.

- nyeri tajam pada wajah, mati rasa, dan spasme otot-otot wajah, berkurangnya

pendengaran, gangguan menelan, gangguan gaya berjalan.

f. Meningioma suprasellar

- pembengkakan diskus optikus, masalah visus

g. Spinal meningioma

- nyeri punggung, nyeri dada dan lengan

h. Meningioma Intraorbital

- penurunan visus, penonjolan bola mata

i. Meningioma Intraventrikular

- Memblok aliran cerebrospinal fluid yang akan menyebabkan hidrosefalus sehingga

akan terdapat keluhan nyeri kepala dan pusing

2.8 Pemeriksaan Penunjang

11

Page 12: Tugas Meningioma

Dalam mendiagnosis suatu tumor otak, selain klinis, peranan radiologi sangat besar.

Dahulu angiografi, kemudian CT Scan dan terakhir MRI; terutama untuk tumor-tumor di

daerah fossa posterior, karena CT Scan sukar mendiagnosis tumor otak akibat banyaknya

artefak, sekalipun dengan kontras. Dengan MRI suatu tumor dapat dengan jelas tervisualisasi

melalui di potongan 3 dimensi, sehingga memudahkan ahli bedah saraf untuk dapat

menentukan teknik operasi atau menentukan tumor tersebut tidak dapat dioperasi mengingat

risiko/komplikasi yang akan timbul.

1. Foto polos

Hiperostosis adalah salah satu gambaran mayor dari meningioma pada foto polos. Di

indikasikan untuk tumor pada meningen. Tampak erosi tulang dan dekstruksi sinus

sphenoidales, kalsifikasi dan lesi litik pada tulang tengkorak. Pembesaran pembuluh darah

mening menggambarkan dilatasi arteri meningea yang mensuplai darah ke tumor. Kalsifikasi

terdapat pada 20-25% kasus dapat bersifat fokal maupun difus. Pada foto x-ray dapat

ditemukan gambaran khas, yaitu hiperostosis, peningkatan vaskularisasi dan kalsifikasi.

2. CT scan

Meningioma mempunyai gambaran yang agak khas tetapi tidak cukup spesifik apabila

diagnosis tanpa dilengkapi pemeriksaan angiografi dan eksplorasi bedah. Angiografi penting

untuk menentukan suplai pembuluh darah ke meningiomanya dan untuk menilai efek di

sekitar struktur arteri dan venanya.

CT tanpa kontras

Kebanyakan meningioma memperlihatkan lesi hiperdens yang homogen atau

berbintik-bintik, bentuknya reguler dan berbatas tegas. Bagian yang hiperdens dapat

memperlihatkan gambaran psammomatous calcifications. Kadang-kadang meningioma

memperlihatkan komponen hipodens yang prominen apabila disertai dengan komponen

kistik, nekrosis, degenerasi lipomatous atau rongga-rongga.

Sepertiga dari meningioma memperlihatkan gambaran isodens yang biasanya dapat

dilihat berbeda dari jaringan parenkim di sekitarnya dan, hampir semua lesi-lesi isodens ini

menyebabkan efek masa yang bermakna.

CT dengan kontras

CT-scan dengan kontras akan memberikan gambaran massa yang menyangat kontras

dengan kuat dan homogen. Gambaran hiperostosis, edema peritumoral dan nekrosis sentral

dapat dijumpai pada pencitraan CT-scan kepala. Gambaran khas pada CT-scan kepala adalah

adanya dural tail yaitu duramater yang melekat pada tulang

12

Page 13: Tugas Meningioma

Semua meningioma memperlihatkan enhancement kontras yang nyata kecuali lesi-

lesi dengan perkapuran. Pola enhancement biasanya homogen tajam (intense) dan berbatas

tegas. Duramater yang berlanjut ke lesinya biasanya tebal, tanda yang relatif spesifik karena

bisa tampak juga pada glioma dan metastasis.

Di sekitar lesi yang menunjukkan enhancement, bisa disertai gambaran hypodense

semilunar collar atau berbentuk cincin. Meningioma sering menunjukkan enhancement

heterogen yang kompleks.

3. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

Melalui MRI, suatu jaringan menunjukkan sifat-sifat karakteristik tertentu pada

gambar Tl dan T2 maupun proton density. Intensitas jaringan tersebut biasanya berbeda pada

gambar Tl dan T2, kecuali lemak, darah segar, kalsifikasi, maupun peredaran darah yang

cepat. Dengan melihat gambar Tl maupun T2 dapat ditentukan karakteristik suatu tumor

apakah tumor tersebut padat, kistik, ada perdarahan, kalsifikasi, nekrosis maupun lemak dan

lain-lain. Intensitas jaringan tersebut mulai dari hipo, iso dan hiper intensitas terlihat jelas

pada T1 dan T2.

Selain pemeriksaan radiologi, pemeriksaan endrokrinologi seperti TSH, FSH dan LH

penting karena salah satu faktor predisposisi meningioma adalah ketiga hormon diatas. Jika

pada pasien terdapat ketiga kelainan diatas maka diperlukan penangan khusus untuk patologis

yang menyertainya.

2.2.7. Terapi

Penatalaksanaan meningioma tergantung dari lokasi dan ukuran tumor itu sendiri.

Terapi meningioma masih menempatkan reseksi operatif sebagai pilihan pertama. Beberapa

faktor yang mempengaruhi operasi removal massa tumor ini antara lain lokasi tumor, ukuran

dan konsistensi, vaskularisasi dan pengaruh terhadap sel saraf, dan pada kasus rekurensi,

riwayat operasi sebelumnya dan atau radioterapi. Lebih jauh lagi, rencana operasi dan

tujuannya berubah berdasarkan faktor resiko, pola, dan rekurensi tumor. Tindakan operasi

tidak hanya mengangkat seluruh tumor tetapi juga termasuk dura, jaringan lunak, dan tulang

untuk menurunkan kejadian rekurensi.

Rekomendasi WHO untuk Meningioma Grade I :

1. Pembedahan adalah pengobatan utama untuk pasien yang bukan kandidat untuk elektif.

Reseksi tumor lengkap dikaitkan dengan tingginya tingkat harapan hidup bebas penyakit.

13

Page 14: Tugas Meningioma

2. Radioterapi dapat dipertimbangkan dalam kasus lokasi tumor tidak mungkin untuk

dioperasi (seperti sinus cavernous meningioma), tumor yang tidak dapat direseksi, gejala

penyakit sisa, atau tumor berulang. Diagnosis radiologi mungkin cukup dalam kasus ini.

Rekomendasi WHO untuk Meningioma Grade II dan III :

3. Pengobatan standar operasi ditambah radioterapi. Radioterapi biasanya diberikan dengan

dosis 54-60 Gy, dalam 1,8-2,0 Gy per fraksi.

4. Pasien dengan tumor selektif mungkin menjadi kandidat untuk radiosurgery stereotactic.

5. Terapi sistemik lainnya dapat dipertimbangkan untuk tumor yang tidak dapat direseksi

atau berulang dalam sebuah uji klinis.

Rencana Preoperatif

Pada pasien dengan meningioma supratentorial, pemberian antikonvulsan dapat

segera diberikan, deksametason diberikan dan dilindungi pemberian H2 antagonis beberapa

hari sebelum operasi dilaksanakan. Pemberian antibiotik perioperatif digunakan sebagai

profilaksis pada semua pasien untuk organisme stafilokokkus, dan pemberian cephalosporin

generasi III yang memiliki aktifitas terhadap organisem pseudomonas, serta pemberian

metronidazol (untuk organisme anaerob) ditambahkan apabila operasi direncanakan dengan

pendekatan melalui mulut, sinus paranasal, telinga, atau mastoid.

2.2.8 Prognosis

Pada umumnya prognosa meningioma adalah baik, karena pengangkatan tumor yang

sempurna akan memberikan penyembuhan yang permanen. Angka kematian (mortalitas)

meningioma sebelum operasi jarang dilaporkan, dengan kemajuan teknik dan pengalaman

operasi para ahli bedah maka angka kematian post operasi makin kecil. Diperkirakan angka

kematian post operasi selama lima tahun (1942–1946) adalah 7,9% dan (1957–1966) adalah

8,5%. Sebab-sebab kematian menurut laporan-laporan yang terdahulu yaitu perdarahan dan

edema otak.

Lokasi tumor merupakan faktor yang terpenting untuk menentukan outcome.

Meningioma terkadang dapat kambuh atau dapat terjadi lagi setelah dilakukan pembedahan

atau radiasi. Follow up MRI atau CT scan (setiap satu sampai 3 tahun) pening sebagai

perhatian jangka panjang bagi siapapun yang didagnosis dengan meningioma.

14

Page 15: Tugas Meningioma

DAFTAR PUSTAKA

1. Adamo PF et al, 2004. Meningiomas: Diagnosis, Treatment, and Prognosis.

Compendium, 2004; 4:951-966.

2. John Tew et al., 2013. Meningiomas. At Mayfieldclinic.com accessed September 20,

2015.

3. Mardjono M, Sidharta P, 2003. Neurologi klinis dasar. Jakarta: Fakultas Kedokteran

Universtas Indonesia.

4. Osborn et al,. 2004. Diagnostic Imaging Brain. Utah: Amirsys Inc.

5. Price SAdan Wilson MW, 1995. Buku patofisiologi edisi ke IV. Jakarta : EGC

6. Santosh K et al,. 2012. Meningioma. American Brain Tumor Association.

7. Satyanegara, Djoko L. 1998. Ilmu Bedah Saraf Satyanegara. Ed 3. Jakarta: PT.

Gramedia Pustaka Utama

8. Stephen,Huff. Brain neoplasms.Access on www.emedicine.com. (diakses 9 maret

2015)

15